Taksonomi
Taxon = unit, tingkatan, kelompok
Nomos = aturan, hukum
Klasifikasi Finetik:
Tumbuhan dikelompokkan berdasar ke-
kerabatan yang ditentukan oleh banyak-
nya persamaan bentuk yang nampak.
Disusun oleh de Jussieu (1748 – 1836
M).
Dunia tumbuhan dibagi menjadi tiga golongan besar yaitu:
Acotyledonae (jamur, ganggang, lumut, paku)
Monocotyledonae
Dicotyledonae
Sistem ini selanjutnya dikembangkan oleh:
de Condole (1778 – 1841) terdapat 6.000 jenis dari 211
suku.
Robert Brown (1773 -1858) menemukan biji Gymnosper-
mae terbuka (telanjang) dan dibedakan dengan Angio-
spermae.
Holfmeiter (1824 – 1877) memberi landasan tentang pergi-
liran perkembangbiakan pada lumut, paku dan tumbuhan
berbiji serta dikenalkan takson Thallophyta, Bryophyta,
Pteridophyta dan Spermatophyta.
George Bentham (1800 – 1844) dan J D Hooker (1817 –
1911) menghasilakn klasifikasi yang telah mengarah pada
perkembangan evolusi yang ditulis dalam buku “Genara
Plantarum”
Klasifikasi Filogeni (filetik):
Filogeni adalah perkembangan sejarah garis-garis evolusi dalam suatu
golongan makhluk hidup, jadi dapat diartikan sebagai asal dan evolusi
suatu takson. Klasifikasi ini menekankan keeratan hubungan kekera-
batan nenek moyang takson satu dengan yang lainnya.
Dasar-dasar teori evolusi sebenarnya tidak mengakibatkan perubahan
klasifikasi luar biasa karena tidak banyak berbeda dengan Bentham
dan Hooker.
Klasifikasi Alamiah:
Sistim ini pertama sekali dicetuskan oleh Michel Adamson (1727-
1806), dengan jalan mengikutsertakan,memperhitungkan dan mem-
perlakukan dengan sama semua sifat yang dimiliki tumbuhan.
Tumbuhan yang memiliki jumlah kesamaan ciri-ciri terbesar
dikelompokkan bersama-sama dengan memperhatikan fakta-fakta
evolusi yang sesuai sehingga hasilnya dapat ditafsirkan dengan istilah-
istilah filogeni.
D. Penamaan Tumbuhan :
Penamaan atau pemberian nama pada tumbuhan disebut
nomenklatur atau tatanama.
Cara pemberian nama pada tumbuhan melibatkan asas-
asas yang diatur oleh peraturan-peraturan yang dibuat dan
disahkan Kongres Botani sedunia.
Peraturan-peraturan tersebut secara formal dimuat pada
Kode Internasional Tatanama Tumbuhan (International
Code of Botanical Nomenclature). Tujuan utama sistem ini
adalah menciptakan satu nama untuk setiap takson
(Rideng, 1989), dan selanjutnya nama tersebut dikenal
dengan istilah “nama ilmiah”.
Penamaan Tumbuhan telah dilakukan seiring dengan per-
adaban manusia dalam mengenal tumbuhan itu sendiri, dan
nama tersebut bersifat lokal sehingga dikenal dengan istilah
nama biasa (common name), nama lokal (local name) atau
nama daerah (vernacular name).
Meski telah ada nama daerah namun dalam dunia ilmu penge-
tahuan perlu dikembangkan nama ilmiah dengan pertimbang-
an:
Beragamnya nama biasa untuk satu jenis tumbuhan
yang sama karena perbedaan bahasa dan wilayah.
Contoh : pisang = gedhang = cau’ = banana
: ketela pohon = telo = pohong = kaspe
Beragamnya nama untuk satu jenis tumbuhan yang sama, sehingga
ada yang pendek sampai panjang dan tidak jelas tingkatannya.
Contoh : Tumbuhan “Sangitan” (Sambucus)
: Sambucus fructu in umbello nigro = sangitan dengan buah
berwarna hitam yang tersusun seperti payung
: Sambucus caule remoso floribus umbellatus = sangitan
dengan batang berkayu yang bercabang-cabang dan
bunganya seperti payung.
Sambucus nigra
Contoh:
Solanum pemiferum fructo
rotundo striato molli”
(Tumbuhan Solanum (te-
rong) yang berbuah lebat,
buahnya bulat beralur-alur
dan lunak)
(Caspar Bauhin/ botanist
Swiss)
Solanum lycopersicum)
Perbedaan nama lokal dan nama ilmiah
S melongena L.
S nigrum L. S lycopersicum L.
Untuk kepentingan praktis di tempat umum misalnya kebun
raya, hanya dituliskan: Species lengkap dengan Authornya
dan Nama Familia.