Tugas Maternitas
Tugas Maternitas
MATERNITAS 2
202205103/KONVERSI
Mekanisme yang mendasari pengaruh ibu hamil dengan asma meliputi hipoksia,
inflamasi, pengobatan kortikosteroid, riwayat eksaserbasi, ibu merokok, dan perubahan fungsi
plasenta. Hipoksia dapat berperan dalam BBLR, preeklampsi, kelainan bawaan, abortus spontan
dan plasenta previa pada ibu hamil dengan asma. Penurunan tekanan oksigen (PO2) sedikit saja
pada ibu hamil yang sedang serangan asma dapat berdampak kepada janin karena kurva disosiasi
oksigen janin mencuram pada rentang saturasi oksigen 50%. Hubungan antara oksigenasi ibu
dan janin dapat diperlihatkan dengan pemberian oksigen kepada ibu yang sedang masa
persalinan ternyata dapat meningkatkan nilai O2 umbilikus.
Keadaan hormonal selama kehamilan sangat berbeda dengan tidak hamil dan mengalami
perubahan selama kehamilan. Perubahan ini akan memberikan pengaruh terhadap fungsi paru.
Pada saat kehamilan terjadi peningkatan kadar estrogen dan progesteron. Progesteron meningkat
dan stabil sampai dengan trimester pertama kehamilan. Pada usia kehamilan tiga bulan kadar
progesteron meningkat secara linear dapat mencapai 900% lebih tinggi saat akhir gestasi dan
estrogen juga meningkat hingga mencapai puncaknya pada trimester akhir. Paralel dengan
kondisi ini, ibu hamil dengan asma didapatkan perbaikan gejala asma selama kehamilan dengan
angka kejadian serangan paling rendah selama 4 minggu terakhir kehamilan.
Tatalaksana asma pada kehamilan sama dengan tanpa kehamilan. Sebagian besar
perempuan hamil dengan asma mengurangi atau menghentikan pengobatan selama kehamilan
yang mengakibatkan kurangnya kepatuhan dalam menggunakan obat asma dan infeksi virus
sering menjadi pencetus serangan asma saat kehamilan.
Semua obat asma secara umum dapat dipakai saat kehamilan kecuali komponen alfa-
adrenergik, bromfeniramin dan epinefrin. Obat inhalasi kortikosteroid inhalasi sangat bermanfaat
untuk mengontrol asma dan mencegah serangan akut terutama saat kehamilan. Obat inhalasi
agonis beta-2, leukotrien dan teofilin dengan kadar yang termonitor dalam darah terbukti tidak
meningkatkan kejadian abnormalitas janin. Pemilihan obat asma pada pasien yang hamil
dianjurkan berupa obat inhalasi dan sebaiknya memakai obat-obat asma yang pernah dipakai
pada kehamilan sebelumnya yang sudah terdokumentasi dan terbukti aman. Eksaserbasi akut
(perburukan gejala pernapasan) yang terjadi harus segera diatasi agresif dengan pemberian
oksigen, agonis beta-2 kerja singkat secara nebulisasi dan kortikosteroid sistemik jika ada
indikasi. Tatalaksana asma intermiten, persisten ringan, persisten sedang dan persisten berat
selama kehamilan tidak berbeda dengan tanpa kehamilan. Pasien dengan asma intermiten dapat
menggunakan inhalasi beta-2 agonis untuk menghilangkan gejala dan tidak memerlukan obat
pengontrol. Asma persisten ringan dberikan inhalasi kortikosteroid dosis rendah atau teofilin
lepas lambat selain beta-2 agonis. Pada asma persisten sedang diberikan inhalasi kortikosteroid
dosis sedang ditambah bronkodilator kerja lama untuk mengontrol gejala asma. Pada asma
persisten berat memerlukan tatalaksana terapi yang lebih kompleks dan obatobatan yang optimal
yaitu kortikosteroid dosis tinggi dikombinasi dengan inhalasi beta-2 agonis kerja lama atau
teofilin lepas lambat.
Setiap pasien asma dengan kehamilan disarankan selalu menggunakan obat pengontrol
asma saat persalinan walaupun asma biasanya tenang selama persalinan. Arus puncak ekspirasi
(APE) harus tetap dinilai saat masuk dan interval fase persalinan. Pemberian stress-dose steroid
(seperti hidrokortison 100 mg setiap 8 jam secara intravena) sebaiknya diberikan selama
persalinan dan dalam 24 jam setelah persalinan jika kortikosteroid sistemik telah diberikan dalam
4 minggu sebelumnya untuk mencegah krisis adrenal.
Obat golongan LABA diindikasikan pada asma persisten sebagai terapi tahap berikutnya
dengan ICS dosis rendah atau saat gejala pada ibu hamil dengan asma tidak terkontrol
dengan ICS dosis sedang. Obat LABA lebih disarankan daripada menambahkan teofilin
atau Leukotriene Receptor Antagonists (LTRA) sebagai obat pengontrol. Mekanisme
kerja dan efek samping LABA sama dengan SABA tapi masa kerjanya lebih lama sekitar
5,5 sampai 10 jam. Kombinasi ICS dan LABA masuk kategori C obat kehamilan.
Kortikosteroid Oral
Kortikosteroid oral diberikan pada pasien serangan asma atau asma persisten berat sulit
dikontrol yang telah mendapatkan paduan pengobatan lain namun tidak ada respons.
Kortikosteroid oral merupakan agonis reseptor glukokortikoid yang menghambat proses
inflamasi. Efek samping penggunaan kortikosteroid oral dapat terjadi retensi sodium dan
cairan, hiperglikemia, peningkatan tekanan darah dan sakit kepala. Kortikosteroid oral
masuk kategori C obat kehamilan. Penggunaan kortikosteroid oral harus
mempertimbangkan risiko untuk setiap kasus yang ada seperti peningkatan risiko
kelahiran prematur, BBLR dan preeklamsia.
https://www.researchgate.net/publication/
350842373_Asthma_in_Pregnancy_Mechanism_and_Clinical_Implication
HIPEREMESIS GRAVIDARUM
Pemberian obat-obatan lewat suntikan, seperti vitamin B6, vitamin B12, serta antiemetik
atau antimual, untuk meringankan gejala hiperemesis gravidarum.
Pemasangan cairan infus, untuk menjaga asupan cairan yang dibutuhkan oleh pengidap
agar terhindar dari dehidrasi.
Perubahan kebiasaan dan lingkungan, seperti banyak istirahat dan kurangi gerak,
menggunakan pakaian longgar, menghindari aroma-aroma, suara bising, dan kedipan
cahaya berlebih yang dapat memicu mual.
Selain itu, konsumsi kudapan kering (misalnya biskuit) secara berkala, konsumsi
makanan tinggi karbohidrat tapi rendah lemak, serta minum air jahe ketika merasa mual.
Pemeriksaan penunjang ini meliputi pemeriksaan laboratorium darah, urine, dan elektrolit untuk
memastikan pengidap benar-benar mengalami hiperemesis gravidarum dan bukan kondisi
lainnya. Pencitraan dengan USG, untuk melihat kondisi janin dalam kandungan.
FISTULA VAGINA
Fistula vagina adalah lubang seperti terowongan yang berkembang di dinding vagina.
Vagina adalah saluran berotot antara vulva (bagian luar alat kelamin wanita) dan leher rahim,
mulut rahim. Fistula vagina terbuka antara vagina dan organ dalam sistem saluran kemih atau
sistem pencernaan. Kerusakan jaringan di dinding vagina menyebabkan terbentuknya lubang di
tempat yang bukan tempatnya. Fistula vagina genitourinari terbentuk di antara vagina atau rahim
(bagian dari vagina).sistem reproduksi wanita) dan organ di dalam tubuh sistem saluran kencing.
Kata genitourinari mengacu pada alat kelamin dan sistem saluran kemih.
Tipe yang paling umum adalah Fistula vesikovaginal, di mana terbentuk lubang antara vagina
dan kandung kemih (organ yang menampung urin).
Fistula ureterovaginal antara vagina dan ureter, saluran yang membawa urin dari ginjal ke
kandung kemih.
Fistula uretra vagina antara vagina dan uretra, saluran yang membawa urin dari kandung
kemih keluar dari tubuh.
Fistula juga bisa terbentuk di antara vagina dan sistem pencernaan organ. Ini termasuk:
Fistula rektovaginal antara vagina dan rektum, saluran yang mengirimkan kotoran (tinja)
melalui anus dan keluar dari tubuh.
Fistula kolovaginal antara vagina dan usus besar (kolon).
Fistula enterovaginal antara vagina dan usus kecil.
Kurangnya suplai darah ke jaringan vagina menyebabkan jaringan tersebut mati. Sebuah lubang
atau fistula terbentuk di jaringan tempat hal ini terjadi. Bukaan ini dapat berkembang dalam
beberapa hari atau beberapa tahun. Jarang sekali, seseorang dilahirkan dengan kelainan vagina
bawaan.
Penekanan jalan lahir oleh kepala bayi dalam waktu lama seperti pada partus lama,
Robekan vagina saat melahirkan atau episiotomi.
Operasi perut atau panggul, termasukoperasi caesar Danhisterektomi.
Kanker di daerah panggul, sepertikanker serviks ataukanker kolorektal (usus besar).
Penyakit radang usus (IBD)
Infeksi usus besar sepertidivertikulitis.
Terapi radiasi ke daerah panggul.
Fistula vagina genitourinari yang terbentuk antara vagina dan organ sistem kemih dapat
menyebabkan:
Sakit perut.
Berbau busuk keputihan.
Gas, nanah atau tinja (inkontinensia tinja) bocor dari vagina.
Mual dan muntah atau diare.
Hubungan intim yang menyakitkan.
ISK berulang atau infeksi ginjal.
Pendarahan rektal atau pendarahan vagina.
Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan.
Pengobatan dan Perawatan tergantung pada jenis fistula. Beberapa fistula kecil bisa
sembuh dengan sendirinya dengan perawatan seperti:
https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/22079-vaginal-fistula
INKONTINENSIA URIN
Inkontinensia Stres. Urine bocor saat batuk, tertawa, atau melakukan aktivitas tertentu.
Inkontinensia Urge. Ada dorongan tiba-tiba dan kuat untuk buang air kecil dan urine bocor
pada saat yang sama atau setelahnya.
Inkontinensia Overflow. Ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih
sepenuhnya dapat menyebabkan kebocoran.
Inkontinensia Total. Kandung kemih tidak dapat menyimpan urine.
Inkontinensia Fungsional. Urine keluar karena seseorang tidak dapat ke toilet tepat waktu
(masalah mobilitas).
Inkontinensia Campuran. Kombinasi berbagai jenis inkontinensia urine.
Berdasarkan jenisnya, berikut adalah beberapa gejala inkontinensia urine uang bisa terjadi:
Inkontinensia Stres. Urine bocor keluar di saat terjadi tekanan di kandung kemih, misalnya
saat batuk, bersin, atau tertawa.
Inkontinensia Urge. Pengidap memiliki keinginan yang kuat untuk tiba-tiba buang air kecil
diikuti dengan keluarnya urine yang tidak sengaja (mengompol). Pengidap bisa buang air
kecil hingga lebih dari 8 kali dalam sehari, termasuk di malam hari.
Inkontinensia Overflow. Pengidap sering mengompol dalam jumlah urine yang sedikit-
sedikit karena kandung kemih tidak sepenuhnya kosong.
https://iaui.or.id/public-section/article_inkontinensia