Anda di halaman 1dari 9

PRAKTIKUM IV

I. JUDUL : PEMERIKSAAN HBsAb


II. HARI/TANGGAL : SENIN/6 NOVEMBER 2023
III. TUJUAN : UNTUK MENDETEKSI ANTIBODI
KUALITATIF TERHADAP ANTIGEN
PERMUKAAN HEPATITIS B DALAM SERUM
PASIEN
IV. LANDASAN TEORI
Hepatitis b adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus hepatitis
B, suagu vaunili hapadirus yang dapat menyebabkan peradangan hati akut
atau manahun yang berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati. Hepatitis
virus B suatu infeksi sistematik yang menimbulkan peradangan dan vekrosis
sel hati yang mengakibatkan terjadinya serangkaian kelainan klinik,
biokimia, imunoserologi dan morfologi (Hadi dan Alamudi, 2017).
Klasifikasi hepatitis B secara nistopatologi dikenal ada 3 bagian,yaitu
hepatitis B kronik persisten, hepatitis B kronik lobular fan hepatitis B kronik
aktif, perbedaannya terletak pada sebuah sel-sel radang dan luas darah hepar
yang infeksi. Semuz kondisi tersebut dapat berkembang menjadi sirosis
hepatitis maupun karsimonia hati primer (Dwi, 2019).
Hepatitis B adalag suatu sindrom klinik atau patologis yang ditandai
oleh berbagai tingkat peradangan dan nekronis pada hepar,disebabksn oleh
virus hepatitis B (VHB), dimana infeksi dapat berlangsung akut atsu kronik,
terus berlangsung tanpa penyembuhan paling sedikit enam bulan. Virus
hepatitis akut menyerang sel hati, mekanisme terjadinya hepatitis akut atsu
kronik atau karsinoma helatoseluler diawalai oleh kerusakan hepar. Kadar
anti HBs digunakan sebagai naker proteksi terhadap hepatitis B virus
dimana kadar anti-HBs kufang dari 10 mikroliter dianggap protektif
terhadap infeksi HBV. Andanya anti HBs darag bisa didapatkan melalui
vaksinasi, infeksi dan juga imunoprohylaxis dengan HBsAb Anti-HBS juga
digunakan sebagai penanda keberhasilan vaksinasi cakupan imunisasi

21
hepatitis B, di indonesia pada tahun 2013 mencapai 86,8% tetapi angka
anti-HBs pada masyarakat adalah 30,5%. Hal ini menunjukan hampir 70%
masyarakat tidak memiliki proteksi atau rentan terhadap infeksi hepstitis B
(Kasih dan Hadpisari, 2017).
Indonesia merupakan negara dengan pengidap Hepatitis B nomor 2
terbesar sesudah Myanmar diantara negara-negara anggota WHO SEAR
(South East Asian Region). Sekitar 23 juta penduduk Indonesia telah
terinfeksi Hepatitis B dan 2 juta orang terinfeksi Hepatitis C. Penyakit
Hepatitis A sering muncul dalam bentuk KLB seperti yang terjadi di
beberapa tempat di Indonesia. Virus Hepatitis B (HBV) pada populasi
tertentu termasuk Asia Tenggara, Alaska, dan Afrika merupakan endemik
dan prevalensi kronis mencapai angka 20%. Pada populasi tersebut,
penyebaran utama melalui jalur penurunan dari ibu ke anak, dan infeksi
biasanya berkembang pada saat bayi atau balita. Di belahan dunia dengan
angka endemik yang rendah, di antaranya Amerika Serikat, Kanada, dan
Eropa Barat, penularan HBV utamanya melalui kontak seksual pada masa
awal kedewasaan. Pada populasi tersebut, HBsAg (Hepatitis B surface
antigen) clearance dan perkembangan sistem imunitas untuk HBV
mengikuti kejadian infeksi HBV akut dan kurang dari 5% pasien menjadi
Hepatitis B kronis. Bagaimanapun, proporsi kecil Hepatitis B akut dapat
berkembang menjadi fullminant Hepatitis. Semua orang rentan terkena
infeksi HBV, dan hanya orang-orang yang berhasil imunisasinya dan
berkembang anti-HBs di dalam tubuh yang imun terhadap infeksi HBV.
Setelah terkena infeksi HBV akut, risiko berkembang menjadi penyakit
kronis sangat bervariasi tergantung umur. Infeksi HBV kronis 90% terjadi
pada bayi baru lahir yang terinfeksi HBV, 25-50% pada anak kecil usia 1-5
tahun yang terinfeksi HBV. Infeksi tersebut sangat sering terjadi pada
penderita penurunan sistem kekebalan tubuh (Hadi dan Alamudi, 2017).
Infeksi Hepatitis B merupakan masalah kesehatan utama di dunia.
Lebih dari dua milyar penduduk dunia terinfeksi oleh Virus Hepatitis B

22
(VHB). Diperkirakan 400-450 juta diantaranya merupakan pengidap
hepatitis B yang selanjutnya dapat menderita hepatitis B kronis, sirosis hati
atau kanker hati. 65 juta kematian pada pengidap hepatitis B diakibatkan
oleh sirosis atau karsinoma hepatoselular ( Aspinal, 2017; Zubir, 2018;
Oakes, 2018).
Prevalensi infeksi hepatitis B kronik bervariasi di beberapa tempat
didunia, dan usia orang terinfeksi juga berbeda. Prevalensi tertinggi, 8-15%
terdapat di Asia Tenggara, Afrika, Kepulauan Pasifik, Amazon Basin. Di
Amerika Timur, Utara dan Selatan, infeksi menyerang lebih dari 60% anak
anak kecil. Prevalensi terendah, kurang dari 2%, terdapat pada populasi
Eropa, dimana infeksi VHB ini lebih banyak menginfeksi kelompok
dewasa. Indonesia menempati peringkat ketiga untuk jumlah penderita
hepatitis B, setelah China dan India. Ahli Kesehatan dari Divisi Hepatologi
Departemen Penyakit Dalam Universitas Indonesia, Sulaiman dalam
penelitiannya pada tahun 2000 menyebutkan bahwa kurang lebih 13 juta
penduduk Indonesia mengidap HBV. Sampai saat ini belum ada laporan
mengenai kejadian Hepatitis B di Indonesia, yang ada baru pendataan di
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dari berbagai kota besar, seperti
penelitian Yulius dan Hanif di RSUP.DR.M.Djamil pada tahun 1973,
ternyata infeksi VHB lebih banyak ditemukan pada usia 12-30 tahun dengan
kejadian berbeda antara laki- laki dan perempuan (Hadi, 2002)

23
V. PROSEDUR KERJA
A . Pra Analitik
1. Persiapan pasien : Tidak ada persiapan khusus
2. Persiapan sampel : Tidak ada persiapan khusus
3. Prinsip : Selama pengujian, spesimen serum atau plasma bereaksi
dengan partikel yang dilapisi dengan campuran HbsAb. Campuran
bermigrasi keatas membran chomatographically oleh gaya
kapilaritasnya sehingga bereaksi dengan HbsAb pada membran dan
menghasilkan garis.
4. Metode : Immunokromatografi /rapid/strip

B. Analitik
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dicelupkan strip HbsAb kedalam sampel serum selama 10-15 detik.
3. Dibaca hasil setelah 15 menit dan dilaporkan, pembacaan tidak
dilakukan setelah 15 menit.

C. Pasca Analitik
1. Interpretasi hasil
a. Positif : Terbentuknya garis berwarna pada area C dan T
b. Negatif : Terbentuknya garis berwarna pada area C
c. Invalid : - Tidak terbentuk garis berwarna pada area C dan T
-Terbentuk garis berwarna pada area T
2. Gambar hasil Pengamatan

24
VI. PEMBAHASAN
Hepatitis B merupakan penyakit liver yang menular yang cukup
umum terjadi di negara berkembang, termasuk Indonesia. Penularan virus
hepatitis B (HBV) mudah terjadi lewat perbukaran darah, saliva, cairan
semen dan cairan vagina saat berhubungan tanpa pengaman.
Hepatitis adalah kelainan hati berupa peradangan (sel) hati.
Peradangan ini ditandai dengan peningkatan kadar enzim hati. Peningkatan
ini disebabkan adanya gangguan atau kerusakan membran hati. Ada dua
faktor penyebabnya yaitu faktor infeksi dan faktor non infeksi. Faktor
penyebab infeksi antara lain virus hepatitis dan bakteri. Selain karena virus
Hepatitis A, B, C, D, E dan G masih banyak virus lain yang berpotensi
menyebabkan hepatitis misalnya adenoviruses, CMV, Herpes simplex, HIV,
rubella, varicella dan lain-lain. Sedangkan bakteri yang menyebabkan
hepatitis antara lain misalnya bakteri Salmonella typhi, Salmonella paratyphi,
tuberkulosis, leptospira. Faktor non infeksi misalnya karena obat.
Hepatitis B merupakan penyakit yang banyak ditemukan di dunia dan
dianggap sebagai persoalan kesehatan masyarakat yang harus diselesaikan.
Hal ini karena selain prevalensinya tinggi, virus hepatitis B dapat
menimbulkan problema pasca akut bahkan dapat terjadi sirosis hepatis dan
karsinoma hepatoseluler primer. Sepuluh persen dari infeksi virus hepatitis B
akan menjadi kronik dan 20 % penderita hepatitis kronik ini dalam waktu 25
tahun sejak tertular akan mengalami sirosis hepatis dan karsinoma
hepatoselluler (hepatoma). Kemungkinan akan menjadi kronik lebih tinggi
bila infeksi terjadi pada usia balita dimana respon imun belum berkembang
secara sempurna.
Pada dasarnya tes hepatitis B terdiri dari berbagai macam, bila
berkonsultasi dengan dokter terkait penyakit hepatitis B yaitu tes HBsAg.
Bila hasil tes dinyatakan positif, artinya tubuh menjadi inang bagi virus
hepatitis B (HBV) dan terdapat kemungkinan virus dapat menyebar ke orang

25
lain. Tes anti-HBS merupakan bagian dari rangkaian tes darah untuk
mendiagnosa adanya virus hepatitis B Anti -BHs memiliki kepanjangan
Hepatitis B surface antibody (HBsAb). Tes HBs merupakan Pemeriksaan
lanjutan setelah HBsAg dilakukan. Hal ini bertujuan untuk mengamati
bagaimana sistem kekebalan tubuh bekerja melawan virus HBV.
Tujuan utama dari test Anti-HBs adalah memastikan diagnosis awal
dari penyakit hepatits B. Pemeriksaan ini juga membantu dokter melihat
apakah sistem kekebalan tubuh menghasilkan antobodi untuk melawan virus
hepatitis. Antibodi tersebut dihasilkan secara alami oleh tubuh setelah
dirangksang dengan mendapatkan vaksin hepatitis B terbuat dari virus HBV
yang telah dinon-aktifkan. Bila masuk ke dalam tubuh sistem imun akan aktif.
Bila masuk ke dalam tubuh sistem imun akan mengenalnya. Itu sebabnya,
Ketika virus HBV aktif masuk ke dalam tubuh dikemudian hari, sistem imun
akan langsung membunuhnya karena sudah tahu cara melawannya. Antibodi
juga berfungsi menjaga tubuh agar terhindar dari infeksi virus hepatitis B
berulang-ulang. Hasil test HBs positif menandakan bahwa seseorang
sebelumnya mungkin pernah mendapatkan vaksin hepatitis B. efek vaksin
tersebut biasanya masih cukup kuat untuk melindungi tubuh dari paparan
infeso virus. Selain itu hasil anto-HBs yang reaksi juga kemungkinan besar
seseorang tengah dalam pemulihan dari hepatitis B akut.
Risiko penularan virus penyebab hepatitis B menjadi lebih tinggi pada
orang yang sering bertukar atau berbagai barang pribadi. Penyakit ini rentang
menyerang orang yang sering berbagi sikat gigi, alat cukur, dan handuk.
Risiko penularan penyakit meningkat saat barang tersebut terkontaminasi
darah dari pengidap hepatitis B.
1. Kontak Darah
Penularan penyakit hepatitis B juga menjadi lebih besar pada orang
yang melakukan kontak darah atau cairan tubuh lain pada pengidap penyakit
ini. Hal ini bisa terjadi melalui transfusi darah atau saat melakukan hubungan
seksual. Risiko penyakit juga meningkat saat menjalani transfusi darah di

26
klinik atau rumah sakit yang tidak memeriksa darah untuk hepatitis B. Sebab,
hal ini berarti tidak ada pemeriksaan sebelum darah masuk ke dalam tubuh,
dan bisa jadi darah yang diterima mengandung virus hepatitis.

2. Penggunaan Obat Terlarang


Salah satu faktor risiko penyakit hepatitis B adalah penggunaan obat
terlarang. Virus penyebab penyakit ini bisa menular melalui pemakaian
jarum suntik secara bersama, terutama dengan orang yang sebelumnya
sudah hepatitis B.
3. Sembarangan Membuat Tato
Membuat tato di tempat yang tidak terjadi kebersihan atau tingkat
sterilnya tidak diketahui juga bisa meningkatkan risiko penyakit hepatitis
B. Risiko penularan hepatitis B saat menato atau menindik terjadi karena
peralatan yang digunakan mungkin sudah terkontaminasi.
4. Seks tidak Sehat
Cairan tubuh menjadi salah satu perantara utama penularan hepatitis
B. Risiko penularan penyakit ini meningkat pada orang yang melakukan
seks tidak sehat, misalnya tidak menggunakan kondom hingga berganti-
ganti pasangan.
Diagnosis VHB dapat dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium,
yaitu serologi berupa pemeriksaan Hepatitis B surface Antigen (HBsAg)
yang sekarang ini banyak disediakan secara komersial, pemeriksaan
Hepatitis B core Antigen (HBcAg), Hepatitis B e Antigen (HBeAg), Anti
HBc, AntiHBs, yang dilakukan secara ELISA, sampai pada pemeriksaan
DNA VHB, genotype virus, subgenotipe dan pemeriksaan struktur virus
secara molekuler seperti HBV X Gene yang diperkirakan erat
hubungannya dengan HCC (Kew, 2011). Pemeriksaan serologi untuk VHB
dengan rapid test yang tersedia sampai saat ini adalah HBsAg dan Anti
HBs, sedangkan untuk pemeriksaan serologi yang lain memerlukan alat

27
khusus dan tenaga yang terampil untuk melakukan pemeriksaan. Pada
hasit test negatif, menandakan seseorang belum pernah mendapatkan
vaksinasi hepatitis B, walaupun demikian belum tentu gejala penyakit liver
yang dialamai merupakan tanda dari infeksi hepatitis B.
Virus Hepatitis B mempunyai keunikan, yaitu terdapat stadium RNA
yang memerlukan mekanisme transkripsi balik menjadi bentuk DNA yang
disertai bentuk mutasi. Keunikan yang lain adalah kemampuan
mempertahankan infeksi dalam bentuk DNA covalently closed circular
(cccDNA) yang menetap dalam inti sel hepar sebagai cetakan untuk
pembentukan virus baru. Partikel dane atau virion HBV yang utuh dalam
jumlah 107 - 109 virion/mL serum penderita, pada kondisi ini, kalau
dilakukan pemeriksaan terhadap HBV dengan HBsAg saja, dapat
ditemukan hasil negatif palsu. VHB cendrung mengalami mutasi karena
tidak memiliki system koreksi saat replikasi. Hal ini disebaabkan tidak
adanya 3’,5’exonuclease untuk mengkoreksi kesalahan insersi nukleotide
saat transkripsi balik (Zubir, 2018).

28
VI KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum dari pemeriksaan HBsAb anti-Hbs


dengan metode immunikromatografi test, Pada Pasien didapatkan hasil
negatif (-) : hanya terbentuk garis pada area c.

29

Anda mungkin juga menyukai