Disusun Oleh:
B. Sejarah
1. Sejarah Berdirinya
Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang adalah Amal Usaha
Persyarikatan Muhammadiyah yang diresmikantanggal 10 Dzulhijjah
1417 H/ 18 April 1997 oleh Gubernur Provinsi Sumatera Selatan (Bapak
H. Ramli Hasan Basri) bersama bapak PP Muhammadiyah (Bapak Prof.
Dr. Amien Rais) merupakan satu-satunya amal usaha dibawah langsung
PWM Sumatera Selatan.
Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang secara berkesinambungan
berupaya meningkatkan kualitas pelayanan Kesehatan yang diberikan
kepada masyarakat melalui peningkatan fasilitas dan sarana prasarana
dengan penggunaan teknologi terbaru serta peningkatan komperensi
tenaga Kesehatan baik Dokter maupun Perawat serta staf atau karyawan
Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang. Merupakan suatu tanggung
jawab dan komitmen bagi kami untuk mengedepankan layanan kesehatan
professional, bermutu dan berstandar internasional bagi masyarakat.
13) PoliklinikTerpadu
14) PoliklinikAkupuntur
15) PoliklinikRehabilitasiMedik
e. Pelayanan Penunjang
1) Instalasi Laboratorium Klinik
2) Instalasi Radiologi
3) Instalasi Farmasi
4) Instalasi Bedah Sentral
5) Instalasi Gizi
6) Bank Darah
7) Instalasi Pemulasan Jenazah
8) Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit
9) Instalasi Laundry
10) Central Sterilized Suplay Departement (CS SD)
11) Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit (IPSRS)
12) Kasir
13) Hemodialisa
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat serta karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan kasus
dengan judul Asuhan Keperawatan Pasien An. Mdengan Dengue Hemoragic
Fever di Ruang Rasyid ThalibRS Muhammadiyah Palembang Tahun 2023 tepat
pada waktunya. Penyusunan laporan kasus ini merupakan salah satu syarat yang
harus dipenuhi dalam menjalankan praktik klinik Profesi Ners di RS
Muhammadiyah Palembang Tahun 2023. Dalam penyusunan laporan ini penulis
banyak mendapatkan bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak.
Untuk itu pada kesempatan ini perkenankan kami menyampaikan terima kasih
kepada:
1. Dr. Rizal Daulay, Sp.OT, MARS sebagai Direktur Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang
2. Heri Satriadi CP., M.Kes sebagai Rektor Institut Ilmu Kesehatan dan
Teknologi Muhammadiyah Palembang.
3. Bapak Yudiansyah, SKM.,M.Kes sebagai Dekan Fakultas Kesehatan
Muhammadiyah Palembang.
4. Dr. Susi Handayani, Sp. An., M.Si., MARS sebagai Wakil Direktur IRumah
Sakit Muhammadiyah Palembang
5. Dr. Sunardi, SE, MSI sebagai Wakil DirekturAdministrasi dan Umum Rumah
Sakit Muhammadiyah Palembang.
6. Ibu Ns.Desi Rukiyati,S.Kep., M.Kes sebagai kepala Intalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang
7. Ibu Ns. Dwi Lestari,S.Kep sebagai pembimbing klinik ruangan rasyid thalib
Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang
8. IbuDewi Pujiana,S.Kep.,Ns.,M.Bmd Pembimbing Akademik Institut Ilmu
Kesehatan Dan Teknologi Muhammadiyah Palembang
9. Ibu Efroliza,S.Kep.,Ns.,M.Kep Pembimbing Akademik Institut Ilmu
Kesehatan Dan Teknologi Muhammadiyah Palembang
10. Bapak Agus Suryaman, S.Kep.,Ns.,M.Kep., Sp.Kep.MB Pembimbing
Akademik Institut Ilmu Kesehatan Dan Teknologi Muhammadiyah
Palembang
11. Ibu Apriyani,S.Kep.,Ns.,M.Kep Pembimbing Akademik Institut Ilmu
Kesehatan Dan Teknologi Muhammadiyah Palembang
12. Bapak Sutrisno,S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp. Kep.K Pembimbing Akademik Institut
Ilmu Kesehatan Dan Teknologi Muhammadiyah Palembang
13. Seluruh karyawan dan karyawati Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang
14. Seluruh dosen dan staff Institusi Kesehatan Dan Teknologi Muhammadiyah
Palembang
Kami menyadari laporan kasus ini masih banyak kekurangan, dengan
demikian saran dan kritik yang sangat membantu kami harapkan dan kami terima
dengan senang hati. Kami berharap semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi
pembaca pada umumnya dan tenaga kesehatan lain pada khususnya.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................
PROFIL RS MUHAMMADIYAH PALEMBANG.........................................
HALAMAN PERSETUJUAN............................................................................
KATA PENGANTAR.........................................................................................
DAFTAR ISI........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................................
B. Rumusan Masalah.....................................................................................
C. Tujuan Penelitian.......................................................................................
D. Waktu dan Tempat Pelaksanaan................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Teori
1. Pengertian...........................................................................................
2. Klasifikasi...........................................................................................
3. Etiologi...............................................................................................
4. Manisfestasi Klinis.............................................................................
5. Patofisiologi........................................................................................
6. Pemeriksaan Penunjang......................................................................
7. Penatalaksanaan..................................................................................
8. Komplikasi..........................................................................................
9. Pathway..............................................................................................
B. Konsep Asuhan Keperawatan....................................................................
1. Pengkajian Keperawatan.....................................................................
2. Diagnosis Keperawatan.......................................................................
3. Intervensi Keperawatan.......................................................................
4. Implementasi Keperawatan.................................................................
5. Evaluasi Keperawatan.........................................................................
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Kasus Asuhan Keperawatan......................................................................
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengkajian.................................................................................................
B. Diagnosa....................................................................................................
C. Intervensi...................................................................................................
D. Implementasi.............................................................................................
E. Evaluasi.....................................................................................................
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan................................................................................................
B. Saran..........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengue hemorragic fever (DHF) atau yang umum dikenal dengan Demam
Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit endemik di seluruh
wilayah tropis dan sebagian wilayah subtropis. Penyakit yang ditularkan oleh
nyamuk Aedes aegypti tersebut menjadi momok yang menakutkan karena
penularannya dapat berlangsung cepat dalam suatu wilayah. Bahkan dalam
satu bulan, jumlah kasus DHF pada wilayah endemik bisa sampai puluhan
manusia yang terinfeksi virus dengue (Suryowati et al., 2018). Virus yang
dibawa oleh nyamuk aedes aegyti banyak ditemukan di wilayah perkotaan dan
pinggiran kota pada daerah tropik dan subtropik (Indrayani & Wahyudi,
2018).
Penyakit Dangue Haemoragic Fever (DHF) ini ialah penyakit infeksi kaut
yang ditandi dengan gejala demam 2 sampai 7 hari diikuti perdarahan,
hemokonsentrasi dengan kebocoran plasma, (peningkatan hematokrit, asites,
hypoalbuminemia, efusi pleura), trombositopenia, diikuti dengan gejala lain
seperti nyeri otot, dan tulang, nyeri kepala, dan ruam kulit. Dangue
Haemoragic Fever (DHF) masih menjadi masalah utama kesehatan di
masyarakat seeiring dengan meningktnya mobilitas dan kepadatan penduduk,
penyebaran serta jumlah penderita, luas daerah penyebarannya juga semakin
bertambah (Soedarto, 2018).
Insidens infeksi dengue meningkat dramatis secara global dan
diperkirakan 390 (284–528) juta orang setiap tahunnya mulai asimtomatis
sampai 96 (67–136) juta di antaranya bermanifestasi klinis, khusus pada dua
dekade terakhir terjadi peningkatan kasus hingga 8 kali lipat. Studi prevalens
memperhitungkan terdapat 3,9 milyar orang di 129 negara berisiko terinfeksi
dengue, namun demikian 70% mengancam penduduk di Asia. Tahun 2019
tercatat sebagai tahun dengan kasus dengue tertinggi secara global.Data World
Health Organization (WHO) pada tahun 2019, kasus DHF di Wilayah SEA
meningkat 46% dibandingkan pada tahun 2015, yaitu dari 451.442 kasus
menjadi 658.301 kasus pada tahun 2019, kematian menurun sebesar 2%, yaitu
dari 1584 kasus pada tahun 2015 menjadi 1555 kasus pada tahun 2019, yang
merupakan penurunan angka fatalitas kasus (case fatality rate/CFR) dari
0,35% menjadi 0,24%. Situasi tingginya beban kasus DHF di Kawasan Asia
Tenggara saat ini diperparah dengan tidak adanya pengobatan yang efektif dan
kurangnya pengendalian vektor yang komprehensif.
Penelitian terkait insidens infeksi dengue di Indonesia selama 50 tahun
menunjukkan peningkatan tajam, pada tahun 1968 adalah 0,05 kasus per
100.000 menjadi 77,96 kasus per 100.000 pada tahun 2016 dengan siklus
setiap 6–8 tahun. Pada tahun 2017, tercatat 59.047 kasus DHF dan kematian
terkait DHF tersebut sebanyak 444 atau insidens DBD 22,55 per
100.000/tahun dengan CFR 0,75% (KEMENKES RI, 2021). Pada tahun 2021
jumlah kasus DHF yang dilaporkan sebanyak 71.044 kasus dengan angka
kematian sebanyak 690 orang di 456 dari 34 provinsi di Indonesia
(Kementerian KesehatanRI 2021). Sejak tahun 1999, kelompok usia >15
tahun dengan infeksi dengue meningkat lebih tinggi dari kelompok usia 0-14
tahun. Anak Indonesia adalah kelompok rentan mengalami infeksi dengue,
sejak tahun 2016 sampai 2019 kasus usia 0–14 tahun insidensnya berturut-
turut 54,74%, 51,66%, 51,76%, 53,08%, dan sampai pertengahan tahun 2020
mencapai 53,41%, oleh karena itu tatalaksana tepat pada anak dan remaja
penting dalam menurunkan morbiditas dan mortalitas infeksi dengue di
Indonesia (KEMENKES RI, 2021).
Provinsi Sumatera Selatan sendiri bersumber dari Dinas Kesehatan
Sumatera Selatan yang dipublikasikan melalui Riskesdasangka kesakitan
penyakit DBD pada tahun 2020 terdapat 515 kasus dengan kasus kematian
akibat DBD sebesar 10 kasus. Kota Palembang menempati posisi pertama
dengan jumlah kasus 394 pada tahun 2020, ini merupakan penurunan kasus
yang mana sebelumnya Kota Palembang pada tahun 2019 menempati posisi
pertama di Kalimantan Utara dengan 576 kasus (Riskedas, 2021).
Faktor penyebab DHF pada umumnya sangat dipengaruhi oleh lingkungan
dan perilaku manusia seperti tidak menguras bak, membiarkan genangan air di
sekitar tempat tinggal serta pengaruh musim seperti musim hujan
menyebabkan potensi penyebaran DHF lebih tinggi disamping itu para orang
tua sering menganggap remeh gejala demam tinggi penderita DHF yang
memungkinkan mengalami penurunan jumlah trombosit secara drastis yang
dapat dan membahayakan jiwa (Wang dalam Fitriani, 2020). Sebagian pasien
DHF yang tidak tertangani dapat mengalami Dengue Syok Syndrome (DSS)
yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini dikarenakan pasien mengalami
hipovolemi atau defisit volume cairan akibat meningkatnya permeabilitas
kapiler pembuluh darah sehingga darah menuju luar pembuluh (Pare dalam
Fitriani, 2020). Menurut penelitian Asri dalam Fitriani (2020), dalam
penularan penyakit DHF, perilaku masyarakat juga mempunyai peranan yang
cukup penting dan harus didukung oleh pengetahuan, sikap dan tindakan yang
tepat sehingga dapat diterapkan dengan benar serta ditunjang dengan program
pemerintah yaitu Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara 3M Plus.
Mengingat DHF merupakan penyakit berbasis lingkungan, maka upaya
penanggulangan DHF tidak akan maksimal apabila hanya dilaksanakan oleh
sektor kesehatan saja. Sektor kesehatan sebagai instansi teknis masih dalam
penemuan dan tatalaksana penderita DHF masih dihadapkan pada beberapa
permasalahan diantaranya penemuan kasus secara dini yang bukanlah hal yang
mudah mengingat awal perjalanan penyakit dengan gejala yang sulit
dibedakan dengan gejala infeksi lainnya. Selain itu, kasus-kasus yang
dilaporkan sebagai DBD tidak semuanya didukung hasil pemeriksaan
laboratorium klinik terutama adanya peningkatan hematrokit dan penurunan
trombosit sebagaimana kriteria yang ditetapkan WHO (Susianti, 2019). Hal
utama yang perlu diperhatikan oleh perawat dan orang tua selama perawatan
anak dengan DHF adalah mengenali tanda-tanda syok secara dini seperti anak
menggigil dan akral dingin, disebutkan juga oleh Susianti (2019), Syok
(renjatan) ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,
hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan gelisah.
Berdasarkan data di atas, maka penulis tertarik untuk menyusun sebuah
Laporan Asuhan Keperawatan dengan judul Asuhan Keperawatan Pada An. M
Dengan Dengue Hemorragic Fever Di Ruang Rasyid Thalib Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang agar dapat mengetahui secara nyata pelaksanaan
asuhan keperawatan serta sekaligus sebagai salah satu penugasan Profesi Ners
IKesT Muhammadiyah Palembang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakangdi atas, maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut: ”Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien dengan
Dengue Hemoragic Fever (DHF)?”
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat/ mampu menerapkan asuhan keperawatan secara
komprehensif pada anak dengan Dengue Hemoragic Fever (DHF) di
Ruang Rasyid Thalib RS Muhammadiyah Palembang.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar medis Dengue
Hemoragic Fever pada An. M
b. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar asuhan keperawatan
pada Dengue Hemoragic Fever pada An. M
c. Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada An. M
dengan Dengue Hemoragic Fever
A. KONSEP TEORI
1. Pengertian
Penyakit dengue hemorrhagic fever (DHF) merupakan penyakit yang
disebabkan oleh oleh infeksi virus DEN-1, DEN-2, DEN-3, atau DEN-4
yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus yang sebelumnya telah terinfeksi oleh dengue dari penderita
DHFlainnya (Ginanjar, 2018).
Dengue hemorrhagic fever (DHF) adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh infeksi virus dengue. DHF adalah penyakit akut dengan
manifestasi klinis perdarahan yang menimbulkan syok yang berujung
kematian. DHF disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus dari
genus Flavivirus, famili Flaviviridaes (Tirtadevi et al., 2021).
Dengue hemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan
oleh virus dengue yang memiliki gejala klinis demam tinggi secara
mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus selama 2-7
hari, penderita merasa sakit kepala, nyeri di belakang bola mata (retro-
orbital), rasa pegal, nyeri pada otot (myalgia), nyeri sendi (arthragia),
badan terasa lesu dan lemah terdapat ruam (tampakk bercak0bercak
merah) pada kulit terutama di tangan dan kaki, mual muntah, nafsu makan
menurun dan apabila kondisinya cukup parah akan terjadi tanda-tanda
perdarahan sebagai komplikasi yang berupa epistaksis, petechie,
perdarahan gusi, saluran cerna dan menoraghia (Nurarif, 2016).
Berdasarkan pernyataan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
dengue hemorrhagic fever adalah penyakit endemik di wilayah tropis dan
subtropis yang sebabkan oleh infeksi virus dengue dengan menifestasi
klinis perdarahan yang dapat menimbulkan syok dan memungkinkan
berujung pada kematian.
2. Klasifikasi
Dengue Hemorrhagic Fever diklasifikasikan pembagian derajatnya
(Titik lestari dalam Rokmana, 2020)
a. Derajat I Suhu tubuh panas yang disertai gejala tidak khas dan satu-
satunya uji perdarahan yaitu uji tourniquet.
b. Derajat II Seperti juga derajat II biasanya disertai dengan perdarahan
spontan pada kulit atau perdarahan lain
c. Derajat III Meliputi gagal atau tidak berfungsinya sirkulasi yakni nadi
yang cepat dan melemah, tekanan nadi yang tiba-tiba menurun atau
hipotensi disertai kulit dingin dan lembab serta gelisah. 4)
d. Derajat IV Terdapat Dengue Shock Syndrome (DSS), nadi yang tidak
dapat teraba dan tekanan darah yang tidak dapat di ukur
3. Etiologi
Menurut (Sukohar, 2019) Penyakit Dengue Hemorragic Fever
disebabkan oleh virus Dengue, Sampai saat ini dikenal ada 4 serotype
virus yaitu:
a. Dengue 1 (DEN 1) diisolasi oleh Sabin pada tahun1944.
b. Dengue 2 (DEN 2) diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.
c. Dengue 3 (DEN 3) diisolasi oleh Sather
d. Dengue 4 (DEN 4) diisolasi oleh Sather.
Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod borne viruses
(arboviruses). Keempat type virus tersebut telah ditemukan di berbagai
daerah di Indonesia dan yang terbanyak adalah type 2 dan type 3.
Penelitian di Indonesia menunjukkan Dengue type 3 merupakan serotype
virus yang dominan menyebabkan kasus yang berat (Sukohar, 2019).
4. Manifestasiklinis
Tanda dan gejala penyakit Dengue Haemorragic Fever (DHF) dengan
diagnosa klinis dan laboratorium menurut Wijaya & Putri (dalam Jannah
et al., 2019) adalah sebagai berikut:
a. Diagnosis Klinis
1) Demam tinggi mendadak 2-7 hari (38ᵒC-40ᵒC)
2) Manifestasi perdarahan dalam bentuk: Uji Turniquet positif,
petekie, purpura, ekomosis, perdarahan konjungtiva, epistaksis,
perdarahan gusi, hematemesis, melena, dan hematuri. (
3) Rasa sakit pada otot persendian. Pembesaran hati (Hepatomegali).
4) Renjatan (syok), tekanan nadi turun menjadi 20 mmHg atau
kurang, tekanan sistolik 80 mmHg atau lebih rendah
5) Gejala klinik lainnya yang sering menyertai yaitu anoreksia, lemah,
mual muntah, sakit perut, diare, dan sakit kepala.
b. Diagnosis laboratories
1) Trombositopenia (jumlah trombosit kurang dari 100.000/µL)
2) Hemokonsentrasi ( peningkatan hematokrit )
5. Patofisologis
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan
viremia. Hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu
di hipotalamus sehingga menyebabkan (pelepasan zat bradikinin,
serotinin, trombin, histamin) terjadinya: peningkatan suhu. Selain itu
viremia menyebabkan pelebaran pada dinding pembuluh darah yang
menyebabkan perpindahan cairan dan plasma dari intravascular ke
intersisiel yang menyebabkan hipovolemia. Trombositopenia dapat terjadi
akibat dari penurunan produksi trombosit sebagai reaksi dari antibodi
melawan virus (Murwani dalam Fitriani, 2020)
Pada pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan baik
kulit seperti petekia atau perdarahan mukosa di mulut. Hal ini
mengakibatkan adanya kehilangan kemampuan tubuh untuk melakukan
mekanisme hemostatis secara normal. Hal tersebut dapat menimbulkan
perdarahan dan jika tidak tertangani maka akan menimbulkan syok. Masa
virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus akan masuk ke
dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Pertama tama yang
terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam,
sakit kepala, mual, nyeri otot pegal pegal di seluruh tubuh, ruam atau
bintik bintik merah pada kulit, hiperemia tenggorokan dan hal lain yang
mungkin terjadi pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati atau
hepatomegali (Murwani dalam Fitriani, 2020).
Kemudian virus bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks
virus antibodi. Dalam sirkulasi dan akan mengativasi sistem komplemen.
Akibat aktivasi C3 dan C5 akan di lepas C3a dan C5a dua peptida yang
berdaya untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebagai
faktor meningkatnya permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah yang
mengakibatkan terjadinya pembesaran plasma ke ruang ekstraseluler.
Pembesaran plasma ke ruang eksta seluler mengakibatkan kekurangan
volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi dan hipoproteinemia
serta efusi dan renjatan atau syok. Hemokonsentrasi atau peningkatan
hematokrit >20% menunjukan atau menggambarkan adanya kebocoran
atau perembesan sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan
pemberian cairan intravena (Murwani dalamFitriani, 2020)
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler di buktikan
dengan ditemukan cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu
rongga peritonium, pleura, dan perikardium yang pada otopsi ternyata
melebihi cairan yang diberikan melalui infus. Setelah pemberian cairan
intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukan kebocoran plasma
telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus di kurangi
kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadi edema paru dan gagal
jantung, sebaliknya jika tidak mendapat cairan yang cukup, penderita akan
mengalami kekurangan cairan yang akan mengakibatkan kondisi yang
buruk bahkan bisa mengalami renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik
berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan
kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik (Murwani dalam
Fitriani, 2020)
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah
1) Pemeriksaan Darah lengkap
a) Hemoglobin biasanya meningkat, apabila sudah terjadi perdarahan
yang banyak dan hebat Hb biasanya menurun Nilai normal: Hb: 10-
16 gr/dl.
b) Hematokrit meningkat 20% karena darah mengental dan terjadi
kebocoran plasma Nilai normal: 33- 38%.
c) Trombosit biasa nya menurun akan mengakibat trombositopenia
kurang dari 100.000/ml Nilai normal: 200.000-400.000/ml.
d) Leukosit mengalami penurunan dibawah normal Nilai normal:
9.000- 12.000/mm3.
e) Pemeriksaan kimia darah akan menunjukkan: hipoproteinemia,
hipokloremia, dan hiponatremia.
f) Pemeriksaan analisa gas darah, biasanya diperiksa:
- pH darah biasanya meningkat Nilai normal: 7.35-7.45 b.
- Dalam keadaan lanjut biasanya terjadi asidosis metabolik
mengakibatkan pCO2 menurun dari nilai normal (35 – 40
mmHg) dan HCO3 rendah.
b. Pemeriksaan rontgen thorak Pada pemeriksaan rontgen thorak
ditemukan adanya cairan di rongga pleura yang meyebabkan
terjadinya effusi pleura ( Wijayaningsih dalam Fauziah, 2017).
7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
1) DHF tanpa Renjatan
a) Obat antipiretik golongan parasetamol diberikan bila suhu 38,5C
untuk menurunkan panas, dapat juga dilakukan kompres hangat.
b) Anjurkan minum yang banyak (1,5-2 liter/hari dalam 24 jam,
secara bertahap, jenis minuman yang dapat diberikan berupa jus
buah, teh manis, sirup, air putih, oralit, air kelapa dan sari buah).
2) DHF dengan Renjatan
a) Ganti Infus dengan Ringer Laktat (RL)
b) Jika dengan cairan infus ringer laktat (RL) tidak ada respon maka
berikan plasma expander (20-30 ml/kg BB) c) Lakukan Transfusi
jika Hb dan Ht turun
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Tirah baring atau istirahat baring
2) Diet makan lunak
3) Minum banyak (2 – 2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu,teh manis,
sirup dan beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan
hal yang paling penting bagi penderita DHF.
4) Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali)
merupakan cairan yang paling sering digunakan Monitor tanda-
tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi
pasien memburuk, observasi ketat tiap jam
5) Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari
6) Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen
(Tarwoto dan wartonah dalam Solichah, 2019)
8. Komplikasi
Meski hanya terjadi pada segelintir kasus, demam dengue bisa
berkembang menjadi komplikasi yang lebih serius, yaitu Demam
Hemorrhagic fefer atau Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Dengue
shock syndrom yang dapat menyebabkan kematian akibat perdarahan
hebat. Kedua komplikasi tersebut beresiko tinggi dialami oleh orang yang
sistem kekebalan tubuhnya tidak mampu melawan infeksi Dengue yang
dia derita, atau oleh orang yang sebelumnya pernah terkena demam
Dengue lalu terkena kondisi ini kembali (Chandra, 2018)
9. Pathway
Gigitan Nyamuk aedes Masuknya virus dengue ke dalam tubuh Virus bereaksi dengan antibody
Strees hospitalisasi Kurang informasi Masuk rumah sakit Terbentuknya kompleks virus
antibody
Ansietas Defisit Pengetahuan
DHF
b. Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan oleh pasien, sehingga
menjadi alasan mengapa pasien dibawa ke rumah sakit, dan keluhan
utama pada kasus febris adalah panas dan rewel
f. Riwayat imunisasi
Status imunisasi anak adalah dimana anak pernah mendapatkan
imunisasi seperti BCG, difteri, pertussis, tetanus, polio dan campak
atau tambahan imunisasi lainnya yang di anjurkan oleh petugas
i. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan umum yang lengkap perlu dilakukan. Hasil pemeriksaan
fisik yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut ini:
1) Kepala dan wajah
Inspeksi: Kepala simetris kiri dan kanan, tidak ada pembesaran
pada kepala. Ukuran kepala normal sesuai dengan umur. wajah
terlihat kemerahan. Palpasi: tidak terjadi nyeri pada kepala.
2) Mata
Inspeksi: Pupil sama, bulat, reaktif terhadap cahaya dan
akomodasi, Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik. mata tampak
simetris kiri dan kanan. Palpasi: tidak ada pembengkakan pada
mata.
3) Telinga
Inspeksi: Simetris telinga kiri dan kanan, terlihat bersih tanpa
serumen. telinga tampak simetris kiri dan kanan, tidak ada tampak
pembengkakan. Palpasi: Tidak ada nyeri pada daun telinga,
pembengkakan pada daun telinga tidak ada.
4) Hidung
Inspeksi: Hidung tampak simetris, tidak terdapat perdarahan, tidak
terdapat polip. Palpasi: Tidak adanya nyeri saat diraba pada
hidung, pembengkakan tidak ada.
5) Mulut
Inspeksi: terdapat nafas yang berbau tidak sedap serta bibir kering
dan pecah-pecah. Lidah tertutup selaput kotor yang biasanya
berwarna putih, sementara ujung tepi lidah berwarna kemerahan.
Palpasi: Tidak ada nyeri pada mulut, tidak adanya pembengkakan
pada mulut.
6) Leher
Inspeksi: Posisi trakea apakah mengalami kemiringan atau tidak,
vena jugularis tidak terlihat.
Palpasi: Tidak teraba nodul pada leher, tidak terjadi
pembengkakan, apakah terjadi pembesaran kelenjar tiroid, kelenjar
limfe ada pembesaran atau tidak
7) Paru-paru
Inspeksi: Simetris kiri dan kanan, tidak adanya lesi, ada atau
tidaknya retrasi dada, tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan.
Auskultasi: Vesikuler dikedua lapang paru
Perkusi: Sonor dikedua lapang paru
Palpasi: Ada pergerakan dinding dada, taktil fremitus teraba jelas
8) Jantung
Inspeksi: Iktus kordis terlihat atau tidak, lesi di area jantung atau
tidak, pembengkakan pada jantung atau tidak
Palpasi: Pada area ICS II, ICS V kiri, dan Area midclavicula untuk
menentukan batas jantung, tidak terjadi pembesaran pada jantung
Perkusi: Redup
Auskultasi: Normalnya bunyi jantung 1 lebih tinggi dari pada
bunyi jantung II, tidak adanya bunyi tambahan seperti mur-mur.S2
(dub) terdengar pada ICS II ketika katup aorta dan pulmonal
menutup pada saat awal sistolik, terdengar suatu split yang
mengakibatkan dua suara katup, ini diakibatkan penutupan aorta
dan pulmonal berbeda pada waktu respirasi.S1( lub) terdengar
pada ICS V ketika katup mitral dan katup trikuspidalis tetutup
pada saat awal sistolik. Terdengar bagus pada apex jantung dan
didengar dengan diafragma stetoskop dimana terdengar secara
bersamaan.
9) Abdomen
Inspeksi: tidak adanya pembengkakan pada abdomen/asites
Palpasi: tidak adanya distensi pada abdomen Perkusi: Tympani
Auskultasi: bising usus normal.
10) Ekstremitas
Inspeksi: tidak adanya pembengkakan pada ektremitas atas dan
bawah, tidak ada luka
Palpasi: kekuatan otot baik disemua ektremitas.
j. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respon klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan.
Diagnosis keperawatan yang menjadi prioritas yang dikupas tuntas dalam
karya ilmiah ini adalah hipertermia. Hipertermia merupakan suhu tubuh
meningkat diatas rentang normal tubuh (Tim pokja SDKI DPP PPNI,
2018).Beberapa diagnosis keperawatan yang mungkin timbul diantaranya:
a. Hipertermia (D.0130)berhubungan dengan proses penyakit (infeksi)
b. Hipovolemia (D.0022) berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
c. Risiko Defisit Nutrisi (D.0032) dibuktikan dengan faktor psikologis
(keengganan untuk makan)
d. Pola Napas Tidak Efektif (D.0005) berhubungan dengan hambatan
uapaya napas.
e. Risiko Hipovolemia (D.0034) berhubungan dengan koagulasi
(trombositopenia)
f. Risiko Syok (D.0039) berhubungan dengan kekurangan volume cairan
g. Ansietas (D.0080) berhubungan dengan Krisis Situasional
h. Defisit Pengetahuan (D.0111) berhubungan dengan kurang terpapar
informasi
3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan merupakan langkah selanjutnya setelah ditegakkannya diagnosis
keperawatan. Pada langkah ini, perawat menetapkan tujuan dan kriteria hasil yang
diharapkan bagi pasien dan merencanakan intervensi keperawatan. Penyusuanan
intervensi keperawatan berdasarkan Standar Intervensi KeperawatanIndonesia (SIKI).
Perencanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan diagnosis keperawatan
hipertermia dapat dijabarkan sebagai berikut (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018):
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan meliputi pengumpulan data berkelanjutan,
mengobservasi respon klien selama sebelum dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta
menilai data yang baru. Implementasi menurut teori adalah mengidentifikasi bidang
bantuan situasi yang membutuhkan tambahan beragam dan mengimplementasikan
intervensi keperawatan dengan praktik terdiri atas keterampilan kognitif, interpersonal
dan psikomotor (teknis).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien
dengan tujuan dan criteria hasil yang dibuatpada tahap perencanaan. Merupakan tahap
akhir proses dalam keperawatan, dimana prawat mampu menilai apakah tujuan dapat
tercapai atau tidak mencakup SOAP. SOAP adalah yang bersifat sederhana, jelas, logis
dan tertulis. Metode 4 langkah yang dinamakan SOAP ini dipakai untuk
mendokumentasikan asuhan keperawatan pasien dalam catatan kemajuan.
a. S (Subyektif) : Data subjektif berisi data diri pasien melalui anamnesa
(wawancara) yang merupakan ungkapan langsung
b. O (Objektif) : Data objektif data yang tampam dari observasi melalui pemeriksaan
fisik
c. A (assasment) : Analisis dan interpretasi berdasarkandata yang terkumpul
kemudian dbuat kesimpulan yang meliputi diagnosis, antisipasi diagnosis atau
masalah potensial, serta dilakukan segera
d. P (Plan) : perencanaan merupakan rencana dari tindakan yang akan diberikan
termasuk asuhan mandiri, kolaborasi, diagnosis atau laboratorium, serta konseling
untuk tidak lanjut.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Nama Mahasiswa :
Tanggal Praktek :
A. IDENTITAS
Inisial Nama : An. M No RM : 29.19.89
Tempat/tgl lahir : Palembang/10-01-2013 Tgl Masuk : 14-10-23
Usia : 10th 10bln Tgl Pindah Ruang : 14-10-23
Jenis Kelamin : Laki-laki Tgl Pengkajian : 16-10-23
Alamat : Jl. Sentosa TL. Kemang No.829 Sumber Informasi : Keluarga
RT/RW 045/05
Status : Anak Kandung Status : Orang
Tua
Agama : Islam No. Telepon : 089830xx
Pendidikan : SD Pendidikan :
SMA
No. Telepon :- Pekerjaan :
Wiraswasta
Suku : Melayu
Pekerjaan : Pelajar
B. RIWAYAT KEPERAWATAN
a. Keluhan Utama (Saat Masuk RS) :
Pasien datang dengan keluhan badan lemas, mencret sejak semalam sekitar 20 kali,
dan sudah demam selama 3 hari
b. Keluhan Utama (Saat Pengkajian) :
Ibu klien mengatakan anaknya masih demam, BAB 2-3x/hari dengan konsentrasi cair,
anaknya tidak selera makan karena mual. Klien juga mengatakan ia merasa badannya
lemas.
c. Riwayat kesehatan saat ini :
Ibu klien mengatakan anaknya merasa badannya lemas sejak awal sakit, BAB 2-3x
sehari. Ibu mengatakan demam anaknya masih naik turun, demam terjadi pada jam 4
atau 5 pagi. Ibu klien mengatakan mulai muncul bitnik merah pada tubuh anaknya.
d. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran Anak: Lahir Normal (G2P2A0)
Prental : Ibu klien mengatakan kandungannya hanya dilakukan 2x pemeriksaan
Pada usia kandungan 3 bulan dan 6 bulan.
Intranatal : Ibu klien mengatakan melahirkan di praktek bidan mandiri di dekat
tempat tinggalnya, persalinan spontan dengan penolong bidan dengan
usia kehamilan cukup bulan/ 40 minggu.
Postnatal : Berat badan bayi 3200 gram, PB: 51 cm, warna badan bayi
kemerahan dan spontan menangis. Ibu klien mengatakan tidak pernah
memberikan obat bebas kepada anaknya, tidak terdapat masalah
menyusui.
e. Riwayat Masa Lampau
1. Penyakit Waktu Kecil : Ibu klien mengatakan tidak ada riwayat
penyakit apapun sebelumnya
2. Pernah Masuk RS : Ibu klien mengatakan anaknya belum pernah
MRS
3. Obat-obatan yang digunakan : Ibu klien mengatakan tidak ada obat-obatan
yang digunakan
4. Tindakan (Operasi) : Ibu klien mengatakan tidak ada riwayat operasi
5. Alergi : Ibu klien mengatakan tidak ada riwayat alergi
6. Kecelakaan : Ibu klien mengatakan anaknya tidak pernah
kecelakaan
7. Imunisasi : Ibu klien mengatakan anakanya mendapatkan
imunisasi lengkap.
f. Riwayat Keluarga
Keterangan:
: Perempuan : Klien
: Laki-laki
g. Riwayat Sosial
Yang Mengasuh : Orang Tua
Hubungn dengan Anggota Keluarga : Anak Kandung
Hubungan dengan Teman Sebaya : Baik, klien mengatakan ia memiliki banyak
teman baik di sekolah maupun di lingkungan
sekitar rumah
Pembawaan Secara Umum : Klien dapat berkomunikasi dengan baik
Lingkungan Rumah : Ibu klien mengatakan di sekitar lingkungan
rumah terdapat drum penampungan air yang
terbuka
D. PENGKAJIAN FISIK
1. Promosi Kesehatan (Kesadaran Dan Manajemen Kesehatan)
An. M dan Keluarga mengatakan sudah mengetahui tentang penyakit yang dialami.
An. M karena telah dijelaskan oleh dokter penanggung jawab dan perawat yang ada di
ruangan.
Masalah Keperawatan: Tidak terdapat masalah keperawatan
4. Aktivitas/Istirahat
Inspeksi :Ictus cordis/denyut apeks normal
Palpasi : Iktus Cardi teraba
Perkusi : Redup
Auskultasi : Tidak ada suara tambahan
Kebiasaan sebelum tidur : Ibu klien mengatakan tidak ada kebiasaan apapun
Kebiasaan Tidur siang : Ibu klien mengatakan anaknya jarang mau tidur siang
Skala Aktivitas :
Kemampuanperawatandiri 0 1 2 3 4
Makan/minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Mobilitas di tempattidur
Berpindah
Ambulasi/ROM
0: Mandiri, 1: alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4:
tergantung total
Personal Hygine:
Mandi : Ibu klien mengatakan belum diperbolehkan mandi karena
demam yang terus naik turun
Sikat gigi : 1x/hari semenjak sakit
Ganti Pakaian : 1x/hari semenjak sakit
Memotong kuku : 1 x/7-10 hari
Data Tambahan : Tidak ada
Masalah keperawatan : Tidak terdapat masalah keperawatan
SKOR
NO Katagori Total
0 1 2
1. Face (Wajah) Tidak ada Menyeringai, Dagu
ekspresi mengerutkan gemetar,
khusus, dahi, tampak gigi
senyum tidak tertarik gemertak
(kadang- (sering)
kadang)
2. Leg (Kaki) Normal, Gelisah, Menendang,
rileks tegang kaki
tertekuk
3. Activity (Aktivitas) Berbaring Menggeliat, Kaku atau
tenang, tidak bisa kejang
posisi diam, tegang
normal,
gerakan
normal
4. Cry (Menangis) Tidak Merintih, Terus
menangis merengek menangis
kadang- berteriak
kadang sering
mengeluh mengeluh
5. Consability Rileks Dapat Sulit
(Konstabilitas) ditenangkan ditunjuk
dengan
sentuhan,
pelukan,
bujukan dapat
dialihkan
SKOR Total
Ket:
Hipertermia
DO:
- Klien tampak sakit Kehilangan cairan aktif
sedang, bibir tampak
kering
- Klien tampak lemas Hipovolemia
- Klien terpasang drip
RL 180cc/jam
- Turgor kulit pasien
tidak elastis
- HR: 92x/mnt
- BB pasien menurun
dari 28 kg menjadi 27
kg
Peningkatan asam
lambung
Trombositopeni
Risiko perdarahan
B. MASALAH KEPERAWATAN
1. Hipovolemia (D.0023)
2. Hipertermia (D.0130)
3. Risiko deficit nutrisi (D.0032)
4. Risiko perdarahan (D.0012)
D. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, dibuktikan dengan:
klien tampak sakit sedang, bibir tampak kering, klien tampak lemas, klien
terpasang drip RL 180cc/jam, turgor kulit pasien tidak elastisBB pasien menurun
dari 28 kg menjadi 27 kg.
2. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi, dibuktikan dengan T: 38.1°C, RR:
33x/menit, SPO: 99%, klien tampak sakit sedang, kulit pasien teraba hangat,
trombosit: 85ribu/mm3, Leukosit 1.8 ribu/µl, Hematokrit 38,8%
3. Risiko defisit nutrisi dengan actor risiko: klien tampak lemas, porsi makan tidak
dihabiskan, hanya makan 3-4 sendok , BB klien menurun dari 28kg menjadi 27 kg
4. Risiko perdarahan berhubungan dengan gangguan koagulasi (trombositopenia)
ditandai dengan terdapat ptekie diarea tubuh klien, trombosit 85ribu/mm3,
Hematokrit 38,8%
RENCANA KEPERAWATAN/INTERVENSI KEPERAWATAN
1 Hipovolemia berhubungan dengan Setelah diberikan asuhan keperawatan selama Manajemen Hipovolemia:
kehilangan cairan aktif, dibuktikan 3x24 jam diharapkan status cairan dapat
Observasi:
dengan: meningkat dengan kriteria hasil:
1. Periksa tanda dan gejala hypovolemia
DS:
(frekuensi nadi cepat, teraba lemah)
- Ibu klien mengatakan sebelum
Indikator Awal Tujuan 2. Monitor intake dan output cairan
MRS anaknya BAB cair 20x,
Kekuatan nadi 3 5
saat ini frekuensi BAB 3-4x/hari
Keterangan: Terapeutik:
frekuensi cair
- Klien mengatakan badannya 1: Menurun 1. Hitung kebutuhan cairan klien
3: Sedang
4: Cukup menurun
5: Menurun
Indikator Awal Tujuan
Frekuensi nadi 3 5
Membran 2 5
mukosa bibir
Berat badan 3 5
Suhu tubuh 1 5
Keterangan:
1: Memburuk
2: Cukup memburuk
3: Sedang
4: Cukup membaik
5: Membaik
2 Hipertermia berhubungan dengan Setelah diberikan asuhan keperawatan selama Manajemen hipertermia dengan:
3x24 jam, diharapkan termoregulasi dapat
proses infeksi, dibuktikan dengan: menurun dengan kriteria hasil: Observasi:
tampak kering Klien tampak 4: Cukup membaik 1. Anjurkan klien tirah baring
lemas 2. Anjurkan keluarga untuk melakukan
5: Membaik
- Klien terpasang drip RL pendinginan eksternal/ kompres dingin
180cc/jam
- Turgor kulit pasien tidak elastis
Kolaborasi:
- BB pasien menurun dari 28 kg
menjadi 27kg 1. Kolaborasi pemberian cairan intravena
2. Kolaborasi pemberian atipiretik (sanmol
sirup)
3 Risiko deficit nutrisi dengan factor Setelah diberikan asuhan keperawatan selama Manajemen Nutrisi:
risiko: 3x24 jam diharapkan status nutrisi dapat
Observasi:
meningkat dengan kriteria hasil:
DO:
1. Identifikasi status nutrisi
- Klien tampak lemas, dan ingin 2. Identifikasialergi dan toleransimakanan
muntah Indikator Awal Tujuan 3. Identifikasimakanan yang disukai
- Porsi makan tidak dihabiskan, Porsi makan 2 5 4. Monitor berat badan
hanya makan 3-4 sendok yang dihabiskan
4: Cukup meningkat
Edukasi:
5: Meningkat
1. Ajarkan diet yang diprogramkan
2. Anjurkan duduk, jikamampu
Kolaborasi:
1: Memburuk
2: Cukup memburuk
3: Sedang
4: Cukup membaik
5: Membaik
4 Risiko perdarahan berhubungan Setelah diberikan asuhan keperawatan selama Manajemen Cairan:
dengan gangguan koagulasi 3x24 jam diharapkan status cairan meningkat
(trombositopenia) dengan kriteria hasil: Observasi:
Nilai lab 2 5
8. Berkolaborasi dalam
pemberian cairan intravena
(RL)
R: Mengembalikan cairan
elektrolit pasien agar tetap
seimbang, dilakukan sesui
order
9. Berkolaborasi dalam
pemberian antipiretik (sanmol
sirup)
Risiko defisit nutrisi 1. Mengidentifikasi status nutrisi S: -
dengan faktor risiko: R: mengetahui status nutrisi
klien
DO:
O:
2. Mengidentifikasi alergi dan
- Klien tampak
toleransi makanan - Klien tampak lemas dan ingin muntah
lemas, dan ingin
R: Mencegah pemberian - Porsi makan tampak tidak dihabiskan
muntah
makanan yang dapat memicu - BB klien 27 kg (menurun dari sebelum
- Porsi makan tidak
alergi pada klien sakit)
dihabiskan, hanya
- Klien tampak tidak selera makan, tapi
makan 3-4 sendok 3. Mengidentifikasi makanan
sudah mau menghabiskan setengah porsi
- BB klien yang disukai
menurun dari R: Meningkatkan selera makan
28kg menjadi 27 klien A: Risiko defisit nutrisi belum teratasi,
nutrisi l
Nilai lab 2 5 5
- BB pasien nadi
Suhu tubuh 1 5 5
P: Intervensi dihentikan
diprogramkan
R: memenuhi kebutuhan nutrisi
Membrane 2 5 5
mukosa
Nilai lab 2 5 5
Dalam bab ini penulis membahas asuhan keperawatan yang diberikan pada An.
M dengan Dengue Hemorragic Fever di Ruang RS Muhammadiyah Palembang
mulai tanggal 16 Oktober 2023 sampai dengan 18 Oktober 2023 dengan
pendekatan proses keperawatAn.Malam melaksanakan asuhan keperawatan pada
An. M dengan Dengue Hemorragic Fever, penulis menemukan beberapa
kesenjangan antara landasan teori dengan tijauan kasus. Maka dalam Bab ini,
penulis akan membahas mulai dari tahap pengkajian, diagnosis keperawatan,
intervensi, implementasi dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dan dasar utama dari proses
keperawatan secara keseluruhan. Tahap pengkajian awal di lakukan pada
tanggal 16 Oktober 2023, dengan cara melakukan wawancara kepada klien
dan ibu klien, serta melakukan pemeriksaan fisik langsung kepada klien An. M.
Dalam tahap ini, penulis tidak mengalami kesulitan dalam mengumpulkan data
dan informasi tentang situasi dan kondisi yang dialami oleh klien. Ini ditunjang
dengan sikap terbuka dan kooperatif dari klien dan keluarga dalam menjawab
semua pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh penulis. Dalam
melaksanakan asuhan keperawatan, teori yang ada sejalan dengan praktik yang
ada dalam proses pengkajian. Menurut Wijaya dan Putri dalam Jannah et al.,
(2019) keluhan utama anak dengan DHF adalah tidak mau makan. Berdasarkan
pengkajian data ditemukan pada klien, An. Mtidak selera makan dan hanya
mau menghabiskan 3-4 sendok makan saja. Selain itu, menurut Wijaya dan
Putri dalam Jannah et al., (2019) anak dengan DHF memiliki beberapa gejala
lain yaitu mual muntah, sakit saat menelan, nyeri otot dan persendian,
konstipasi dan bisa juga diare perdarahan gusi, lidah kotor, mata terasa pegal,
sering mengeluarkan air mata (lakrimasi), ekimosis, hematoma, perdarahan
lain seperti epitaksis, hematemesis, hematoria, dan melena. Sejalan dengan
teori tersebut, hasil pengkajian pada An. M didapatkan gejala mual, lidah
kotor, dan diare.
Dalam proses pengkajian, terdapat hal-hal yang menghambat penulis yaitu
alat yang tidak lengkap seperti tensimeter khusus anak yang juga tidak terdapat
di ruang perawatan tersebut, sehingga penulis tidak dapat memantau tekanan
darah klien.Adapun hal-hal yang mendukung penulis dalam melaksanakan
pengkajian yaitu klien dan ibu klien yang kooperatif, penguji institusi dan
lahan yang memotivasi untuk menlengkapi data serta keterbukaan dokter dan
perawat di ruang perawatan dalam memberikan informasi tentang klien.
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan
untuk mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas
terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (SDKI DPP PPNI, 2018).
Berdasarkan hasil pengkajian pada An.M penulis menegakkan 3 diagnosis
keperawatan yaitu:
a. Diagnosa pertama Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif, sejalan dengan keluhan utama klien yaitu klien merasa badannya
lemas, ibu klien mengatakan 1 hari SMRS klien BAB cair 20x, dan selama
dilakukan perawatan klien BAB cair 3-4x/hari. Selain itu, hasil
pemeriksaan fisik didapatkan frekuensi nadi An. M 92x/menit dan teraba
lemah.Batasan karakteristik tersebut sesuai dengan Standart Diagnosa
Keperawatan Indonesia (SDKI) yang telah memenuhi syarat penegakkan
mencapai 80%.
Diagnosa hipovolemia (D.0023) berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif yang menjadi prioritas diagnosa pertama, berdasarkan heriarki
diagram Maslow, status cairan merupakan kebutuhan fisiologis klien harus
terpenuhi terlebih dahulu dan bila tidak ditangani dapat menyebabkan
komplikasi lainnya.
b. Diagnosis kedua yaitu Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit,
diagnosis ini diangkat penulis sejalan dengan keluhan utama yang
dirasakan klien pada saat pengkajian yaitu klien demam dan pada saat
melakukan pemeriksaan fisik penulis mendapatkan S: 38.1°C dan kulit
teraba hangat.Diagnosa hipertermia (D.0130) berhubungan dengan proses
perjalanan penyakit (infeksi bakteri) yang menjadi diagnosa ke2 kasus
dengan berdasarkan heriarki diagram Maslow, termoregulasi merupakan
kebutuhan fisiologis klien harus terpenuhi terlebih dahulu dan bila tidak
ditangani peningkatan suhu yang tinggi dapat menyebabkan kejang serta
komplikasi lainnya.
c. Diagnosis ketiga yaitu Risiko defisit nutrisi dengan faktor risiko faktor
psikologis keengganan untuk makan. Hasil didapatkan dari Beberapa faktor
risiko sepertiKlien tampak lemas, dan ingin muntah, Porsi makan tidak
dihabiskan, hanya makan 3-4 sendok, BB klien menurun dari 28kg menjadi
27 kg sudah termasuk dalam pemenuhan Standart Diagnosa Keperawatan
Indonesia (SDKI) yang telah memenuhi syarat penegakkan mencapai 80%
untuk katagori diagnosa potensial/risiko.
Berdasarkan pada data-data yang ditemukan pada tahap pengkajian yang
dilakukan pada An.M terdapat beberapa kesenjangan. Pada diagnosis terdapat
kesenjangan dimana diagnosis yang terdapat di teori namun tidak ada pada
kasus. Diagnosa tersebut antara lain:
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas, pada
saat penulis melakukan pengkajian klien tidak mengalami gejala seperti
menggunakan otot bantu pernapasan klien mampu bernafas walaupun
seringkali terganggu oleh sekresi yang tertahan maka dari itu penulis lebih
memilih mengangkat diagnosa bersihan jalan nafas.
b. Risiko syok ditandai dengan kekurangan volume cairan, penulis juga tidak
dapat menegakkan diagnosis keperawatan risiko syok dikarenakan belum
terdapat faktor risiko sesuai teori yaitu kekurang volume cairan.
Adapun hal-hal yang mendukung penulis selama merumuskan diagnosis
keperawatan adalah bimbingan dari CI Institusi dan CI Lahan dalam membantu
merumuskan prioritas dan adanya buku pedoman SDKI sehingga memudahkan
penulis dalam menegakkan diagnosis sedangkan hal-hal yang menghambat
dalam merumuskan diagnosis keperawatan yaitu kurangnya kemampuan dan
pengetahuan dari penulis.
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh
perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk
mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (SIKI DPP PPNI 2018).
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat
yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran
(outcome) yang diharapkan (SIKI DPP PPNI 2018). Intervensi asuhan
keperawatan yang telah dilakukan pada klien sudah menggunakan standar
intervensi keperawatan indonesia (SIKI) dan standar luaran keperawatan
indonesia (SLKI). adapun tindakan pada standar intervensi keperawatan
indonesia terdiri atas observasi, terapeutik, edukasi, dan kolaborasi (PPNI,
2018). Berdasarkan perencanaan kasus klien, tindakan yang akan dilakukan
sesuai dengan intervensi yang telah peneliti KTI susun dengan masalah
hipertemi.
a. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif dibutikan
dengan mukosa bibir kering, rencana yang dilakukan manajemen hipolemia
(periksa tanda gejala hipolemik, monitor intake dan output cairan, berikan
asupan caiaran oral, anjurkan memperbanyak asupan cairan oral, kolaborasi
pemberian cairan IV isotonis ( RL )), hal ini sesuai dengan SIKI. Rencana
akan dilakukan untuk memantau keseimbangan cairan pada tubuh klien
akibat kebocoran plasma, sehingga nantinya diharapkan asupan cairan pada
tubuh klien terpenuhi.Tujuan yang ditetapkan untuk mengatasi diagnosa
hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif dengan tindakan
keperawatan selama waktu yang ditentukan maka status cairan (L.03028)
membaik dengan kriteria hasil: kekuatan nadi meningkat, perasaan lemah
menurun, perasaan haus menurun, frekuensi nadi membaik, membran
mukosa bibi membaik, berat badan membaik, dan suhu tubuh membaik.
Tujuan dan kriteria hasil yang ditetapkan sudah sesuai dengan Standart
Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) dan SMART.
b. Hipertermi berhubungan dengan perjalanan penyakit (infeksi)
Intervensi yang dilakukan kepada klien dengan tujuan setelah
dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan termoregulasi
pasien dalam rentang norma/membaikl dengan kriteria hasil : suhu tubuh
dalam rentang normal, nadi dan RR dalam rentang normal, tidak ada
perubahan warna kulit dan tidak ada pusing. Rencana tindakan dalam
hipertemi meliputi monitor suhu sesering mungkin, berikan anti piretik,
kompres pada lipatan paha dan aksila, kolaborasikan dalam pemberian
cairan intravena. Intervensi asuhan keperawatan pada klien yang mengacu
pada intervensi yang telah disusun peneliti berdasarkan standar intervensi
keperawatan indonesia dan standar luaran keperawatan indonesia yang
telah di pilah sesuai kebutuhan klien anak dengan DHF dengan masalah
keperawatan hipertermi berhubungan dengan proses penyakit ditandai
dengan suhu tubuh diatas nilai normal yaitu dengan tujuan suhu tubuh agar
tetap berada pada rentang normal dengan kriteria hasil, kulit merah
menurun, suhu tubuh membaik, dan tekanan darah membaik. Rencana
tindakan keperawatan dalam diagnose hipertermi meliputi manajemen
hipertermia yaitu observasi : identifikasi penyebab hipertermia (mis,
dehidrasi, terpapar lingkungan panas), monitor suhu tubuh, monitor kadar
elektrolit, monitor haluaran urine, terapeutik meliputi: sediakan
lingkungan yang dingin, longgarkan atau lepaskan pakaian, basahi dan
kipasi permukaan tubuh, berikan cairan oral, lakukan pendinginan
eksternal (mis, kompres dingin pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila),
hindari pemberian antipiretik atau aspirin, edukasi meliputi : anjurkan tirah
baring, kolaborasi meliputi : kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
intravena (PPNI,2018).
Hipertermia berhubungan dengan proses infeksiIntervensi
diberikan sesuai Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) adalah
management hipertermia (I.15506). adapun intervensi yang ditetapkan
antara lain : Identifikasi penyebab hipertermia, pentingnya mengkaji
penyebab hipertemi agar dapat menetapkan intervensi yang tepat sesuai
penyebabnya. Monitor suhu tubuh untukmengetahui kejadian fluktuasi
suhu tubuh serta mengukur efektivitas tindakan (Wilkinson, J 2019), beri
cairan oral, lakukan pendinginan eksternal (mis, kompres hangat pada
leher, dahi dada, aksila abdomen). proses pengendalian hangat terdapat
dalam struktur syaraf dan struktur inti yang lebih terlihat yakni
hypotalamus posterior dan anterior. ketika suhu tubuh bertambah, maka
hypotalamus menginduksi timbulnya berkeringat. Meningkatkan
vasodilatasi kulit dan pernafasan, sementara pendingin menginduksi
timbulnya vasokontriksi. Kompres hangat merangsang hipotalamus
menginduksi timbulnya keringat, vasodilatasi pernafasan dan kulit
menimbulkan penguapan. (Wilkinson, J 2019). Ajarkan kompres yang
benar. Kolaborasi pemberian antipiretik. Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena. Pemberian cairan kristaloid isotonik sebagai langkah
untuk mengganti kapasitas plasma yang keluar dari pembuluh darah.
Pemilihan kecermatan penghitungan volume dan jenis cairan pengganti
menjadi kunci berhasilnya pengobatan (Suciawan, 2020).
c. Risiko Defisit Nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keengganan
untuk makan)
Intervensi masalah risiko defisit nutrisi yang akan dilakukan
kepada klien dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24
jam diharapkan pasien mengkonsumsi status nutri membaik, dengan
kriteria hasil : nafsu makan bertambah, pasien menghabiskan porsi
makannya 3 kali sehari porsi habis, pasien tidak mual. Rencana tindakan
dalam risiko defisit nutrisi meliputi jelaskan tentang pentingnya nutrisi,
berikan makanan dalam porsi sedikit dengan frekuensi sering, berikan
makanan dalam keadaan hangat dan menarik, anjurkan orang tua tetap
memaksimalkan makan yang disukai anak selama di RS, timbang BB
setiap hari atau sesuai indikasi, observasi intake dan output makanan,
berikan kebersihan oral, kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
Intervensi asuhan keperawatan pada klien yang mengacu pada
intervensi yang telah disusun peneliti berdasarkan standar intervensi
keperawatan indonesia dan standar luaran keperawatan indonesia yang
telah di pilah sesuai kebutuhan klien anak dengan DHF dengan masalah
keperawatan risiko defisit nutrisi berhubungan dengan factor psikologis
(keengganan untuk makan) yaitu dengan tujuan status nutrisi dapat teratasi
dengan kriteria hasil porsi makanan yang dihabiskan meningkat, frekuensi
makan membaik, nafsu makan membaik. Rencana tindakan keperawatan
dalam diagnose defisit nutrisi meliputi manajemen nutrisi yaitu observasi :
identifikasi status nutrisi, identifikasi alergi dan intoleransi makanan,
identifikasi makanan yang disukai, monitor asupan makan, monitor berat
badan, monitor hasil pemeriksaan laboratorium, terapeutik meliputi :
berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi, berikan
makanan tinggi kalori dan tinggi protein, berikan suplemen makanan,
edukasi meliputi : anjurkan posisi duduk, ajarkan diet yang di programkan,
kolaborasi meliputi : kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis,
Pereda nyeri, antimietik), kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan (PPNI,2018). Menurut
analisa peneliti pada klien berdasarkan rencana keperawatan menurut data
bahwa pada perencanaan keperawatan klien sudah sesuai dengan aspek
observasi, terapeutik, edukasi dan kolaborasi.
4. ImplementasiKeperawatan
Implementasi tindakan yang diberikan sesuai dengan rencana tindakan
keperawatan yang direncanakan, sebelum diberikan penulis memodifikasi
sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien.Sesuai dengan literatur Potter dan
Perry (2018) yang mengemukakan bahwa Implementasi merupakan komponen
dari proses keperawatan yaitu kategori dari perilaku keperawatan dimana
tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan
dari asuhan keperawatan yang dilakukan dan diselesaikan. Implementasi
menuangkan rencana asuhan kedalam tindakan, setelah intervensi
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan prioritas klien, perawat
melakukan tindakan keperawatan spesifik yang mencangkup tindakan
perawatan dan kolaborasi.
Pada ke 3 diagnosa yang diangkat oleh penulis, tindakan keperawatan
dapat berjalan dengan baik dan semua terlaksana selama pemberian asuhan
keperawatan. Adapun tindakan keperawatan yang diberikan sesuai dengan
perencanaan keperawatan yaitu memanajemen hipovolemia, manajemen
hipertermia, dan manajemen nutrisi. Selama tindakan keperawatan
berlangsung, didapatkan faktor-faktor pendukung dalam pelaksanaan tindakan
keperawatan seperti telah terbinanya rasa saling percaya antara klien dan CO
ners di RS Muhammadiyah Palembang.
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi
keperawatan. Implementasi merupakan langkah keempat dari proses
keperawatan yang telah direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan dalam
rangka membantu klien untuk mencegah, mengurangi, dan menghilangkan
dampak atau respons yang ditimbulkan oleh masalah keperawatan dan
kesehatan (Ali 2016).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Diagnosa yang muncul pada An.M yaitu berupa diagnosa hipovolemia
berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, diagnosa yang kedua yaitu
hipertermia berhungan dengan perjalanan penyakit (infeksi) dan diagnosa
yang ketiga adalah risiko defisit nutrisi yang dibuktikan dengan penurunan
berat badan serta keeagganan untuk makan. Yang manaintervensi
keperawatan yang ditetapkan oleh penulis sudah sesuai pada standar
intervensi keperawatan Indonesia yaitu berupa manajemen hipovolemia,
manajemen hipertermi, dan manajemen nutrisi yang mana pada
pelaksanaannya dilakukan masing-masing 3 hari dan didapatkan evaluasi
untuk hipovolemia dan hipertermi terbukti dihenstikan karena telah mencapai
target dari tujuan keperawatan untuk maslah tersebut. Sedangkan untuk
masalah risiko defisit nutrisi masih belum terasi karen untuk tujuan
keperawatan nya sendiri masih belum mancapi target yang ditentukan yang
meliputi nafsu makan, frekuessi makan, serta berat bdan yang tentunya
memerlukan lebih banyak waktu untuk mencapai tujuan tersebut.
B. SARAN
1. Bagi Intitusi Pendidikan
diharapkan pihak akademik dapat menyediakan riset-riset menambah dan
referensi agar dapat menambah wawasan mahasiwa mengenai asuhan
keperawatan khususnya pada penyakit gangguan infeksi baik dbd ataupun
gangguan infeksi lain.
2. Bagi Mahasiswa
diharapkan dapat meningkatkan lagi proses asuhan keperawatan baik
secara teoritis maupun secara klinis agar pada saat menerapkan atau dalam
melaksanakan asuhan keperawatan dapat berjalan secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Fauziah, H. (2017). Asuhan Keperawatan Pada An. H dan An. N Dengan Demam
Berdarah Dengue (DBD) di RSI Ibnu Sina Padang.
Fitriani, T. R. (2020). Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Pada Klien Anak
Dengan Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) Yang di Rawat di Rumah Sakit.
Jannah, R., Puspitaningsih, D., & Eka Diah Kartiningrum. (2019). Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Dengan Dengue Hemorragic Fever (DHF) di
Ruang Jayanegara RSU. Dr. Wahidin Sudirohusodo Mojokerto. 11(2), 40–
47.
Rokmana, E. H. (2020). Karya Tulis Ilmiah: Studi Kasus Perawatan Klien Dengue
Hemorragic Fever (DHF) Dengan Masalah Hipertermi Berbasis Teori
Kenyamanan Kolcaba di Ruang Melati RSUD Bangil Pasuruan.