Final - Pedoman Nasional Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan
Final - Pedoman Nasional Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan
2023
bekerjasama dengan
2023
PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan
Daftar Isi
DAFTAR ISI .......................................................................................................... 2
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... 3
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. 4
I. PENDAHULUAN .............................................................................................. 5
A. Latar Belakang ...................................................................................................................... 5
B. Tujuan .................................................................................................................................. 6
C. Sasaran ................................................................................................................................ 7
D. Ruang Lingkup ...................................................................................................................... 7
E. Dasar Hukum ........................................................................................................................ 7
Daftar Tabel
Tabel 1. Prioritas Penyakit Dalam Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan Berdasarkan Hasil
Asesmen di 350 UPT Pemasyarakatan ................................................................................................ 12
Tabel 2. Kegiatan Penggalian Faktor Risiko Melalui Posbindu PTM di UPT Pemasyarakatan -
Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan Berbasis Faktor Risiko ........................................................ 19
Daftar Gambar
Gambar 1. Kegiatan Surveilans Kesehatan ......................................................................................................... 11
Gambar 2. Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan ............................................................................................ 13
Gambar 3. Kegiatan pada Surveilans Berbasis Faktor Resiko Penyakit Menular .............................................. 14
Gambar 4. Dashboard Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan Berbasis Faktor Risio Penyakit Menular ........ 16
Gambar 5. Kegiatan pada Surveilans Berbasis Faktor Resiko Penyakit Tidak Menular .................................... 17
Gambar 6. Tahapan Pelaksanaan Posbindu Penyakit Tidak Menular ............................................................... 18
Gambar 7. Dashboard Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan Berbasis Faktor Risio Penyakit Tidak Menular
.............................................................................................................................................................................. 22
Gambar 8. Kegiatan dalam Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan Berbasis Kasus Penyakit Menular .......... 23
Gambar 9. Dashboard Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan Berbasis Kasus/Kejadian Penyakit Menular.. 25
Gambar 10. Kegiatan dalam Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan Berbasis Kasus Penyakit Tidak Menular
.............................................................................................................................................................................. 25
Gambar 11. Dashboard Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan Berbasis Kasus/Kejadian Penyakit Tidak
Menular ................................................................................................................................................................ 27
Gambar 12. Alur Data Sistem Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan.............................................................. 28
I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Kondisi kesehatan di lembaga pemasyarakatan tidak terlepas dari masalah kesehatan masyarakat
pada umumnya. 1 Sebagai populasi khusus, UPT Pemasyarakatan juga harus melakukan
pencegahan dan pengendalian penyakit menular (PM) dan penyakit tidak menular (PTM) di antara
warga binaan pemasyarakatan. Hal ini untuk mengantisipasi komplikasi kesehatan dan kematian.
Namun, fakta menunjukkan bahwa warga binaan pemasyarakatan secara tidak proporsional
menderita penyakit kronis, termasuk diabetes, tekanan darah tinggi, HIV, kecanduan narkoba, dan
masalah kesehatan mental. Sementara itu, penyediaan pelayanan kesehatan di UPT
Pemasyarakatan relatif kurang memadai dan sulit dijangkau oleh warga binaan pemasyarakatan.2
Untuk menciptakan kondisi pemasyarakatan yang lebih sehat, diperlukan komitmen politik dari
pembuat kebijakan. Pembuat kebijakan harus memastikan layanan kesehatan yang tepat
diberikan kepada seluruh warga binaan pemasyarakatan dan staf di setiap unit pemasyarakatan.
Selain itu, perlu adanya pergeseran paradigma terhadap pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh
petugas kesehatan pemasyarakatan. Mereka harus melayani setiap warga binaan pemasyarakatan
sebagai pasien, bukan sebagai narapidana/tahanan. Oleh karena itu, untuk mendapatkan
komitmen yang kuat dari pengambil kebijakan terhadap penguatan pelayanan kesehatan
pemasyarakatan, kebijakan penyelenggaraan pelayanan kesehatan di pemasyarakatan harus
diintegrasikan ke dalam sistem kesehatan nasional, serta kebijakan pelayanan kesehatan
pemasyarakatan harus dibakukan untuk menghindari keragaman dalam pelaksanaannya.1
Pada tahun 2021, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
yang didukung oleh UNODC melakukan kajian cepat terhadap 350 unit pemasyarakatan di
Indonesia 3 untuk mengembangkan sistem surveilans kesehatan pemasyarakatan. Temuan kunci
dari kajian ini mencerminkan situasi kesehatan yang sama seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya. Sekitar 75 persen angka kesakitan di lembaga pemasyarakatan didominasi oleh
penyakit menular yang berhubungan dengan infeksi saluran pernapasan (60 persen), penyakit kulit
(39,3 persen), dan penyakit menular lainnya (0,7 persen). Temuan lain menunjukkan bahwa sekitar
40 persen kematian disebabkan oleh penyakit tidak menular (serangan jantung dan diabetes).
Temuan lain adalah penyakit menular berkontribusi sekitar 34 persen dari kematian di 350 unit
pemasyarakatan, di mana penyebab utamanya adalah AIDS dan TB. Namun, dari semua kasus
kematian yang dilaporkan tersebut, sekitar 28 persen tidak dilaporkan penyebabnya secara jelas.
Selain itu, ditemukan bahwa penyakit tidak menular lebih dominan daripada penyakit menular.
Penyakit jantung, stroke, dan diabetes merupakan tiga besar penyakit tidak menular yang
1
World Health Organization 2007. Health in Prisons. A WHO Guide to the Essentials in Prison Health.
2
https://www.prisonpolicy.org/health.html <Diakses: 08 Desember 2021>
3
Hasil Asesmen: Penguatan Sistem Surveilans Kesehatan di UPT Pemasyarakatan/Rumah Tahanan dan Rumah Sakit Pengayoman.
UNODC & Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Kementerian Hukum dan HAM RI. 2021 (Asesmen ini dilakukan sebagai tahap awal dari
inisiatif penguatan sistem surveilans kesehatan di UPT Pemasyarakatan/Rumah Tahanan, dan Rumah Sakit Pengayoman, kerja sama
antara UNODC dan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Kementerian Hukum dan HAM RI).
memberikan kontribusi terbesar terhadap kematian di lembaga pemasyarakatan selama tiga tahun
terakhir di 350 unit pemasyarakatan.
Surveilans kesehatan pemasyarakatan akan menggunakan data penyakit dari tiap-tiap klinik
kesehatan pemasyarakatan. Namun, dari hasil asesmen menunjukkan bahwa sebagian besar
pencatatan dan pelaporan data pemeriksaan dan penyakit di klinik kesehatan pemasyarakatan
masih menggunakan kertas (paper-based) atau semi manual. Untuk mendukung pelaksanaan
surveilans kesehatan pemasyarakatan, pencatatan dan pelaporan di setiap lembaga
pemasyarakatan perlu didigitalisasi dan diintegrasikan ke dalam sistem database pemasyarakatan
(SDP). Hasil input data kesehatan tersebut akan lebih mudah untuk dianalisis dan disajikan dalam
dashboard secara online sebagai mekanisme pemantauan dan pengendalian penyakit di setiap unit
pemasyarakatan.
B. Tujuan
Tujuan dari penyusunan Pedoman Nasional Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan adalah untuk
memberikan panduan bagi petugas pemasyarakatan dalam melakukan surveilans kesehatan dan
mencatat data epidemiologi terkait penyakit menular dan tidak menular, serta masalah kesehatan
lainnya. Data dan informasi dari fasilitas kesehatan pemasyarakatan dapat menjadi bukti dalam
pengambilan keputusan terkait perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi program-
program intervensi kesehatan di lembaga pemasyarakatan.
Adapun yang menjadi tujuan khusus dari penyusunan pedoman ini adalah untuk:
1. mengidentifikasi faktor risiko dan kejadian penyakit menular dan tidak menular serta gangguan
kesehatan lainnya di lembaga pemasyarakatan;
2. memantau perkembangan penyakit dari waktu ke waktu berdasarkan karakteristik tiap-tiap
warga binaan pemasyarakatan;
3. penyediaan data dan informasi kesehatan untuk pengembangan pelayanan dan kebijakan
kesehatan di lembaga pemasyarakatan;
4. memantau penyelenggaraan dan kinerja pelayanan kesehatan di lembaga pemasyarakatan;
dan
5. memperkirakan dampak penyebaran penyakit di lembaga pemasyarakatan.
C. Sasaran
Pedoman ini diperuntukkan bagi para pelaksana surveilans kesehatan pemasyarakatan, serta
personel pencatatan dan pelaporan di lembaga pemasyarakatan, serta pemangku kebijakan
lainnya yang terkait. Secara umum pedoman ini menyasar pihak-pihak berikut ini:
1. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Direktorat
Kesehatan, Perawatan dan Rehabilitasi), Kanwil Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia,
dan lembaga pemasyarakatan.
2. Penanggung jawab pelaksanaan surveilans kesehatan di lembaga pemasyarakatan.
3. Unit Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan (bila ada), yang terdiri dari tenaga kesehatan dan
kader pelaksana surveilans kesehatan pemasyarakatan.
D. Ruang Lingkup
E. Dasar Hukum
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan;
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran;
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan;
6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan;
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan
Pembimbingan Napi/Tahanan Pemasyarakatan;
8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan;
33. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 52 tahun 2017 tentang Eliminasi Penularan Human
Immunodeficiency Virus, Sifilis, dan Hepatitis B Dari Ibu Ke Anak;
34. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2019 tentang Standar Teknis
Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan;
35. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1278/MENKES/SK/XII/2009 tentang Pedoman
Pelaksanaan Kolaborasi Pengendalian Penyakit TB dan HIV;
36. Surat Edaran Menteri Kesehatan RI Nomor 129 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Pengendalian
HIV dan AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS);
37. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.HH- 01.IN.04.03
Tahun 2011 tentang Pengelolaan dan Pelayanan Informasi dan Dokumentasi pada Direktorat
Jenderal Pemasyarakatan, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM dan Unit Pelaksana
Teknis Pemasyarakatan;
38. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. M.HH.02.UM.06.04
Tahun 2011 tentang Pedoman Pelayanan Kesehatan di Lingkungan Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia.
39. Peraturan Menteri Hukum Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja (ORTA) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
40. Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Nomor Pas-36.OT.01.03 Tahun 2021 Tentang Penetapan Rutan, Lapas, dan
LPKA Percontohan Penyelenggaraan Layanan Kesehatan Bagi Tahanan dan Warga Binaan
Pemasyarakatan.
Dengan mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2014
tentang Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan, yang dimaksud dengan surveilans kesehatan
adalah kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus menerus terhadap data dan informasi
tentang kejadian penyakit atau masalah kesehatan dan kondisi yang memengaruhinya. Secara
umum, surveilans kesehatan ditujukan untuk memeroleh dan memberikan informasi guna
mengarahkan tindakan pengendalian dan penanggulangan penyakit secara efektif dan efisien.4
Tujuan dari kegiatan surveilans kesehatan secara umum adalah sebagai berikut:
1. Mendeteksi faktor risiko dan kejadian penyakit menular dan tidak menular, serta
permasalahan kesehatan lainnya yang terjadi di wilayah tertentu.
2. Melakukan pemantauan terhadap kecenderungan penyakit dari waktu ke waktu berdasarkan
karakteristik penduduk atau masyarakat di wilayah tertentu.
3. Memantau perkembangan pelaksanaan dan kinerja pelayanan kesehatan di wilayah tertentu.
4. Memperkirakan dampak penyebaran penyakit di wilayah tertentu.
5. Menyediakan data dan informasi untuk pengembangan program dan kebijakan pelayanan
kesehatan di wilayah tertentu.
Lingkup kegiatan surveilans kesehatan meliputi pengumpulan data, pengolahan data, analisis
data, dan diseminasi. Kegiatan-kegiatan tersebut sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan
untuk menghasilkan informasi5 yang objektif, terukur, dapat diperbandingkan antar waktu, antar
wilayah, dan antar kelompok masyarakat sebagai bahan pengambilan keputusan. Surveilans
kesehatan merupakan proses kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dan sistematis,
sehingga membutuhkan dukungan dalam hal perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan
evaluasi serta dukungan sumber daya yang memadai.
4
Penyelenggaraan surveilans kesehatan merupakan prasyarat program kesehatan untuk (1) menyediakan informasi tentang situasi,
kecenderungan penyakit, dan faktor risikonya serta masalah kesehatan masyarakat dan faktor-faktor yang memengaruhinya sebagai
bahan pengambilan keputusan; (2) terselenggaranya kewaspadaan dini terhadap kemungkinan terjadinya KLB/wabah dan dampaknya;
(3) terselenggaranya investigasi dan penanggulangan KLB/wabah; dan (4) dasar penyampaian informasi kesehatan kepada para pihak
yang berkepentingan sesuai dengan pertimbangan kesehatan.
5
Informasi yang dimaksud meliputi besaran masalah; faktor risiko; endemisitas; patogenitas, virulensi, dan mutasi; status KLB/wabah;
kualitas pelayanan; kinerja program, dan dampak program.
1.
2. Pengolahan 3. Analisis 4. Diseminasi
Pengumpulan
Data Data Informasi
Data
Secara garis besar kegiatan surveilans kesehatan dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data dalam surveilans kesehatan dapat dilakukan dengan cara aktif dan pasif
dari berbagai sumber, antara lain individu, fasilitas pelayanan kesehatan, unit statistik dan
demografi, dan sebagainya. Metode pengumpulan data dapat dilakukan melalui wawancara,
pengamatan, pengukuran, dan pemeriksaan terhadap kelompok sasaran. Sedangkan jenis data
surveilans kesehatan dapat berupa data kesakitan, kematian, dan faktor risiko.
Dalam melaksanakan kegiatan pengumpulan data, diperlukan instrumen sebagai alat bantu.
Instrumen ini dibuat sesuai dengan tujuan surveilans kesehatan yang akan dilakukan dan
memuat semua variabel data yang diperlukan.
2. Pengolahan data
Sebelum dilakukan pengolahan data, terlebih dahulu dilakukan pembersihan data, koreksi dan
cek ulang. Selanjutnya dilakukan perekaman data, validasi, pengkodean, dan pengelompokan
berdasarkan variabel tempat, waktu, dan orang. Hasil pengolahan data dapat berupa tabel,
grafik, dan peta menurut variabel golongan umur, jenis kelamin, tempat dan waktu, atau
berdasarkan faktor risiko. Setiap variabel tersebut disajikan dalam ukuran epidemiologi,
seperti misalnya rata-rata, rasio, dan proporsi. Pengolahan data yang baik akan memberikan
informasi tentang suatu penyakit dan atau masalah kesehatan.
3. Analisis data
Analisis data dilakukan secara deskriptif dan/atau analitik untuk menghasilkan informasi yang
sesuai dengan tujuan surveilans kesehatan yang ditetapkan. Analisis dengan metode
epidemiologi deskriptif untuk mendapat gambaran tentang distribusi penyakit atau masalah
kesehatan, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya menurut waktu, tempat dan orang.
Sedangkan analisis analitik dilakukan untuk mengetahui hubungan antar variabel yang dapat
mempengaruhi peningkatan kejadian kesakitan atau masalah kesehatan. Analisis analitik ini
dapat menggunakan perangkat alat bantu statistik.
Hasil analisis akan memberikan arah dalam menentukan besaran masalah, kecenderungan
suatu penyakit, sebab akibat suatu kejadian penyakit, dan penarikan kesimpulan. Penarikan
kesimpulan ini harus didukung dengan teori dan kajian ilmiah.
4. Diseminasi informasi
Informasi tentang hasil surveilans kesehatan dapat disampaikan dalam bentuk buletin, surat
edaran, laporan berkala, forum pertemuan, termasuk publikasi ilmiah. Diseminasi informasi
juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan sarana teknologi informasi yang mudah diakses
dan memanfaatkan forum-forum pertemuan untuk perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan
evaluasi program kesehatan.
Dengan merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 45 Tahun 2014, sasaran
penyelenggaraan surveilans kesehatan adalah:
a. Surveilans penyakit menular;
b. Surveilans penyakit tidak menular;
c. Surveilans kesehatan lingkungan;
d. Surveilans kesehatan matra; dan
e. Surveilans masalah kesehatan lainnya.
Dari hasil asesmen di 350 UPT Pemasyarakatan di Indonesia pada tahun 2021 yang dilakukan oleh
UNODC dan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
diketahui bahwa terdapat 25 jenis penyakit yang perlu menjadi prioritas dalam surveilans
kesehatan pemasyarakatan. Prioritas penyakit tersebut terdiri dari 14 jenis penyakit tidak menular
dan 11 jenis penyakit menular. Namun demikian, daftar prioritas penyakit tersebut bersifat dinamis
tergantung situasi dan kondisi yang ada di tiap-tiap UPT Pemasyarakatan.
Tabel 1. Prioritas Penyakit Dalam Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan Berdasarkan Hasil Asesmen di 350
UPT Pemasyarakatan
Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular
Hasil dari surveilans kesehatan pemasyarakatan berbasis faktor risiko akan memberikan informasi
tentang situasi perkembangan penyakit dan layanan kesehatan yang dilakukan di UPT
Pemasyarakatan. Beberapa indikator pokok dalam kegiatan surveilans kesehatan pemasyarakatan
berbasis faktor risiko, yaitu:
1) Faktor Risiko Individu. Skrining yang dilakukan baik untuk penyakit tidak menular maupun
penyakti menular akan memberikan informasi secara individual apakah seseorang berisiko
atau tidak berisiko terpapar penyakit. Ini dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan
pencegahan atau melakukan tindak lanjut jika seseorang diduga memiliki risiko.
2) Proporsi Faktor Risiko. Secara kumulatif, skrining ini akan memberikan informasi kepada UPT
Pemasyarakatan tentang proporsi faktor risiko atas kejadian penyakit tidak menular dan
penyakit menular. Ini menjadi informasi penting untuk melakukan upaya promosi dan
pencegahan, serta untuk mempersiapkan tindak lanjut yang diperlukan dalam mengantisipasi
berbagai risiko penyakit tidak menular maupun penyakit menular yang muncul di lembaga
pemasyarakatan.
3) Cakupan Skrining. Skrining faktor risiko dapat juga dijadikan indikator untuk mengukur
cakupan dari upaya promosi dan pencegahan yang dilakukan oleh UPT Pemasyarakatan.
Cakupan skrining dapat untuk mengetahui berapa besar proporsi warga binaan
pemasyarakatan yang telah melakukan skrining faktor risiko penyakit menular atau penyakit
tidak menular dibandingkan dengan jumlah seluruh warga binaan pemasyarakatan yang ada
di UPT Pemasyarakatan.
2) Sumber Data
(a) Pencatatan faktor risiko dalam surveilans kesehatan pemasyarakatan berbasis faktor
risiko untuk penyakit HIV, Hepatitis, TBC, dan COVID-19 dilakukan pada saat warga
binaan pemasyarakatan pertama kali masuk ke UPT Pemasyarakatan.
(b) Pencatatan faktor risiko untuk penyakit Skabies, ISPA, IMS, Diare, DBD, Lepra, Malaria,
dan penyakit menular lainnya pada saat warga binaan pemasyarakatan melakukan
kunjungan ke klinik di UPT Pemasyarakatan.
(c) Hasil laboratorium (jika ada)
3) Kegiatan
b d
•Pengumpulan
•Pengolahan dan •Intepretasi Data •Diseminasi
Data
Analisis Data Informasi
a c
Hasil pengolahan dan analisis data akan disajikan dalam bentuk dashboard yang berisi
grafik dengan pemilahan karakteristik warga binaan pemasyarakatan, tabel, dan
lainnya. Analisis data dilakukan secara deskriptif menurut variabel orang (umur, jenis
kelamin, pendidikan, dan lainnya), tempat (blok) dan waktu (bulan, tahun).
4) Output
(a) Dashboard Faktor Risiko Penyakit Menular untuk Tingkat UPT Pemasyarakatan;
(b) Dashboard Faktor Risiko Penyakit Menular untuk Tingkat Kantor Wilayah Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia; dan
(c) Dasboard Faktor Risiko Penyakit Menular untuk Tingkat Nasional (Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia).
Analisis yang dilakukan dalam surveilans kesehatan berbasis faktor risiko untuk penyakti
tidak menular dimaksudkan agar dapat diketahui faktor-faktor yang dominan menjadi
penyebab terjadinya penyakit tidak menular.
2) Sumber Data
(a) Pencatatan faktor risiko penyakit tidak menular yang diperoleh dari kegiatan Pos
Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM (jika diselenggarakan).
(b) Pencatatan faktor risiko penyakit tidak menular yang diperoleh dari klinik di UPT
Pemasyarakatan dengan menggunakan formulir faktor risiko penyakit tidak menular
(seperti yang digunakan untuk Posbindu PTM).
3) Kegiatan
b d
•Pengumpulan
•Pengolahan dan •Intepretasi Data •Diseminasi
Data
Analisis Data Informasi
a c
Gambar 5. Kegiatan pada Surveilans Berbasis Faktor Resiko Penyakit Tidak Menular
(1) Identifikasi dan rekrutmen warga binaan pemasyarakatan yang tertarik untuk
menjadi kader;
(2) Mempersiapkan sarana dan tenaga kesehatan untuk mendampingi pelaksanaan
Posbindu PTM;
(3) Mempersiapkan sarana dan buku pencatatan hasil kegiatan Posbindu PTM; dan
(4) Pelatihan kepada tenaga kesehatan dan kader yang akan terlibat dalam
pelaksanaan Posbindu PTM.
6
Posbindu-PTM adalah kegiatan monitoring dan deteksi dini faktor risiko PTM terintegrasi (penyakit jantung, diabetes, penyakit paru,
asma, dan kanker) serta gangguan akibat kecelakaan dan tindakan kekerasan dalam rumah tangga yang dikelola oleh masyarakat
melalui pembinaan terpadu.
Kegiatan Posbindu PTM secara umum mencakup lima (5) tahapan yang terdiri dari:
Tahap 3. Pengukuran
Tahap 1. Pendaftaran Tahap 2. Wawancara TB, BB, IMT, lingkar
perut
Pengukuran fisik yang dilakukan pada saat Posbindu PTM mencakup pengukuran
tinggi badan, berat badan, lingkar perut, dan perhitungan indeks masa tubuh
(IMT). Pengukuran ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah terjadi obesitas
atau tidak pada warga binaan pemasyarakatan sebagai faktor risiko terjadinya
penyakit tidak menular.
Pada tahap ini, peserta akan memperoleh pemeriksaan tekanan darah, glukosa
darah, kolesterol total, trigliserida darah, uji fungsi paru sederhana, kadar alkohol
pernafasan dan tes amfetamin urin. Bagi warga binaan pemasyarakatan
perempuan, pemeriksaan klinis juga akan dilakukan pemeriksaan klinis payudara
dan tes IVA untuk mendeteksi kanker rahim.
Kegiatan konseling dan edukasi akan dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
terlatih. Kegiatan konseling dan penyuluhan perlu dilakukan setiap pelaksanaan
Posbindu PTM. Hal ini agar warga binaan pemasyarakatan dapat mengetahui cara
mengendalikan faktor-faktor risikonya, termasuk memberikan rujukan sebagai
tindak lanjut dari konseling.
Kegiatan tindak lanjut yang dimungkinkan dilakukan oleh kader adalah aktifitas
fisik dan atau olah raga bersama. Kegiatan ini sebaiknya tidak hanya dilakukan jika
ada penyelenggaraan Posbindu PTM saja, namun perlu dilakukan secara rutin
sesuai dengan kesepakatan warga binaan pemasyarakatan di tiap-tiap blok
tahanan.
Tabel 2. Kegiatan Penggalian Faktor Risiko Melalui Posbindu PTM di UPT Pemasyarakatan -
Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan Berbasis Faktor Risiko
Materi pelatihan yang perlu diberikan kepada tenaga kesehatan dan kader yang
akan terlibat dalam Posbindu PTM di UPT Pemasyarakatan adalah sebagai berikut:
Berikut ini adalah tahapan pencatatan dan pelaporan untuk kegiatan Posbindu
PTM:
(1) Pencatatan hasil skrining penyakit tidak menular yang dilakukan oleh
kader/tenaga kesehatan secara manual (menggunakan formulir kertas);
(2) Input data dari formulir Posbindu PTM ke dalam aplikasi surveilans kesehatan
pemasyarakatan berbasis faktor risiko untuk penyakit tidak menular oleh
petugas yang ditunjuk (kader atau petugas); dan
(3) Jenis data yang dikumpulkan dilengkapi dengan keterangan golongan darah
dan identifikasi sebagai penyandang penyakit tidak menular atau bukan untuk
informasi medis jika ada kondisi darurat.
Analisis data dilakukan secara deskriptif dan dipilah menurut variabel demografis
(umur, jenis kelamin, pendidikan, dan lainnya), tempat (blok) dan waktu (per waktu
skrining). Hasil analisis data disajikan dalam bentuk narasi, tabel, atau grafik.
4) Output
Gambar 7. Dashboard Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan Berbasis Faktor Risio Penyakit Tidak
Menular
(a) Dashboard Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular untuk Tingkat UPT Pemasyarakatan;
(b) Dashboard Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular untuk Tingkat Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; dan
(c) Dasboard Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular untuk Tingkat Nasional (Direktorat
Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia).
Sumber data untuk surveilans kesehatan pemasyarakatan berbasis kasus terutama diperoleh dari
klinik di UPT Pemasyarakatan. Data tersebut kemudian diagregasi di tingkat Kantor Wilayah dan
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kegiatan
surveilans kesehatan pemasyarakatan berbasis kasus dilakukan melalui kegiatan verifikasi
kejadian atau kasus penyakit menular atau penyakit tidak menular.
Indikator surveilans kesehatan pemasyarakatan berbasis kasus lebih diarahkan untuk melihat
situasi di tingkat UPT Pemasyarakatan, wilayah atau nasional yang mencakup:
(1) Proporsi Kasus. Indikator ini dapat menunjukkan proporsi kasus penyakit tertentu jika
dibandingkan dengan total kasus yang ditangani oleh UPT Pemasyarakatan selama jangka
waktu tertentu. Kasus ini dapat diagregasi sesuai dengan kebutuhan (per jenis penyakit, usia,
jenis kelamin, status warga binaan pemasyarakatan, atau lama penahanan dan sebagainya).
Demikian pula proporsi ini bisa diagregasi ke tingkat yang lebih tinggi (wilayah atau nasional).
Dengan memanfaatkan data surveilans kesehatan pemasyarakatan berbasis kasus, dapat juga
dihitung proporsi deteksi dini untuk penyakit tertentu.
(2) Rata-rata Kunjungan. Indikator ini dapat digunakan untuk mengetahui proporsi kunjungan
rata-rata pasien ke klinik UPT Pemasyarakatan. Ini dapat menunjukkan tingkat kepatuhan
pasien di dalam perawatan atau pengobatan. Proporsi ini diperoleh dari jumlah kunjungan
pasien dengan penyakit tertentu dibandingkan dengan jumlah kasus penyakit tersebut dalam
periode waktu tertentu.
(3) Cakupan Layanan. Indikator ini untuk mengukur proporsi kasus yang ditemukan dibandingkan
dengan estimasi kasus penyakit tertentu di UPT Pemasyarakatan. Dengan melakukan analisis
ini dapat diketahui target atau capaian dari layanan yang ada di UPT Pemasyarakatan.
2) Sumber Data
(a) Klinik UPT Pemasyarakatan; dan
(b) Hasil Laboratorium (jika ada).
3) Kegiatan
a b c d
Gambar 8. Kegiatan dalam Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan Berbasis Kasus Penyakit Menular
Untuk kasus penyakit menular yang tidak bisa ditegakkan diagnosanya di klinik UPT
Pemasyarakatan, maka diagnosisnya dilakukan berdasarkan pemeriksaan gejala. Jika
pasien dirujuk ke rumah sakit, maka pencatatan data penyakit tersebut berdasarkan
hasil diagnosis terkonfirmasi.
Analisis data dilakukan secara deskriptif menurut variabel orang (umur, jenis kelamin,
pendidikan, dan lainnya), tempat (blok) dan waktu (bulan, tahun). Hasil analisis data
akan disajikan di dashboard yang berisi grafik dengan pemilahan karakteristik warga
binaan pemasyarakatan, tabel, dan lainnya.
4) Output
2) Sumber Data
(a) Klinik UPT Pemasyarakatan; dan
(b) Hasil Laboratorium (jika ada).
3) Kegiatan
a b c d
Gambar 10. Kegiatan dalam Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan Berbasis Kasus Penyakit Tidak
Menular
Untuk kasus penyakit tidak menular yang tidak bisa ditegakkan diagnosanya di klinik
UPT Pemasyarakatan, maka diagnosisnya dilakukan berdasarkan pemeriksaan gejala.
Jika pasien dirujuk ke rumah sakit, maka pengumpulan data penyakit tersebut
berdasarkan hasil diagnosis terkonfirmasi.
Analisis data dilakukan secara deskriptif menurut variabel orang (umur, jenis kelamin,
pendidikan, dan lainnya), tempat (blok) dan waktu (bulan, tahun). Hasil analisis data
akan disajikan di dashboard yang berisi grafik dengan pemilahan karakteristik warga
binaan pemasyarakatan, tabel, dan lainnya.
4) Output
(a) Dashboard Kasus Penyakit Tidak Menular untuk Tingkat UPT Pemasyarakatan;
(b) Dashboard Kasus Penyakit Tidak Menular untuk Tingkat Kanwil Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia; dan
(c) Dashboard Kasus Penyakit Tidak Menular untuk Tingkat Nasional (Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia).
Data surveilans kesehatan pemasyarakatan berbasis pada UPT Pemasyarakatan karena klinik di
UPT Pemasyarakatan melakukan pelayanan secara langsung kepada warga binaan
pemasyarakatan, baik data berbasis kasus maupun faktor risiko penyakit. Gambar berikut
menggambarkan alur data dalam sistem surveilans kesehatan pemasyarakatan:
Dirjen Pemasyarakatan
Kanwil
UPT Pemasyarakatan
Sistem Database
Pemasyarakatan Fitur
Watkesrehab
Lembaga pemasyarakatan akan memasukkan data dari dua pendekatan surveilans kesehatan
dengan menggunakan sistem informasi yang mendukung untuk mengolah data secara otomatis
sesuai kebutuhan tiap-tiap UPT Pemasyarakatan, serta domain yang dibutuhkan sebagai laporan
ke Kantor Wilayah atau Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia. Dalam hal ini, sistem informasi yang digunakan adalah Fitur Perawatan Kesehatan dan
Rehabilitasi (Watkesrehab) dalam SDP, termasuk kebijakan administrasi datanya.
Berdasarkan uraian di atas, pihak-pihak yang terlibat dalam proses pencatatan dan pelaporan
dalam surveilans kesehatan pemasyarakatan adalah sebagai berikut:
(1) Posbindu PTM (jika ada) sebagai bagian dari pelayanan kesehatan di UPT Pemasyarakatan.
a. Dilakukan wawancara dan pengukuran faktor risiko penyakit tidak menular;
b. Hasil wawancara dan pengukuran dicatat dalam formulir monitoring faktor risiko penyakit
tidak menular dan dicatat dalam buku register peserta; dan
c. Petugas memasukkan data dari buku register Posbindu PTM ke dalam sistem surveilans
kesehatan pemasyarakatan.
(2) UPT Pemasyarakatan
a. Petugas klinik melakukan pengumpulan data faktor risiko penyakit menular dan penyakit
tidak menular melalui sistem surveilans kesehatan pemasyarakatan;
b. Petugas klinik melakukan pengumpulan data kasus penyakit menular dan penyakit tidak
menular melalui sistem surveilans kesehatan pemasyarakatan; dan
c. Membuat pelaporan rekap faktor risiko atau data kasus penyakit menular dan penyakit
tidak menular dengan memanfaatkan dashboard atau mengeksport data yang telah diinput
ke Ms. Excell. Laporan ditujukan kepada Kepala UPT Pemasyarakatan atau Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
(3) Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
a. Petugas Kantor Wilayah dapat mengakses data melalui dashboard sistem surveilans
kesehatan pemasyarakatan untuk UPT Pemasyarakatan yang ada di wilayahnya. Data yang
diakses berupa rekapitulasi proporsi faktor risiko atau rekap data kasus penyakit menular
dan tidak menular, cakupan penemuan kasus atau layanan kasus penyakit menular dan
tidak menular; dan
b. Petugas Kantor Wilayah akan memberikan umpan balik kepada UPT Pemasyarakatan
setiap periode pelaporan.
(4) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
a. Petugas di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia dapat mengakses data melalui dashboard dari tingkat UPT Pemasyarakatan
hingga Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang berupa data
rekapitulasi proporsi faktor risiko atau rekap data kasus penyakit menular dan tidak
menular, cakupan penemuan kasus atau layanan penyakit menular dan tidak menular; dan
b. Petugas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan akan memberikan umpan balik kepada
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Dalam rangka pengorganisasian ini, setiap pihak yang terlibat dalam surveilans kesehatan
pemasyarakatan perlu melakukan beberapa hal berikut ini:
Sementara itu, evaluasi dilaksanakan untuk mengukur hasil dari surveilans kesehatan
pemasyarakatan yang telah dilaksanakan dalam periode waktu tertentu. Evaluasi perlu melibatkan
peran dan kontribusi surveilans kesehatan pemasyarakatan terhadap suatu perubahan dan hasil
program kesehatan. Oleh karena banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan
pelaksanaan surveilans kesehatan pemasyarakatan, maka kegiatan evaluasi perlu dilakukan secara
objektif yang bisa meminimalkan bias di dalam penarikan kesimpulan.
B. Login ke Aplikasi
Data surveilans kesehatan berbasis risiko/indikator didapatkan dari kegiatan skrining pada warga
binaan pemasyarakatan (WBP) untuk mengetahui faktor risiko pada setiap WBP. Untuk memulai
kegiatan skrining, petugas dapat login ke aplikasi Watkesrehab seperti yang telah dijelaskan pada
Bagian A.
1. Pilih menu Pasien untuk memilih nama WBP yang akan diskrining.
2. Cari WBP dengan cara ketik nama WBP pada kolom Pencarian.
3. Klik tombol Lihat Pasien/WBP yang terdapat pada bagian kanan kolom daftar pasien.
5. Anda akan diarahkan pada halaman skrining. Pada halaman ini, petugas dapat memilih
salah satu atau semua jenis penyakit yang ada. Form skrining akan muncul setelah
kategori dan Jenis penyakit dipilih. Form yang tersedia untuk jenis Penyakit Menular
sebagai berikut:
6. Isi form pada setiap Jenis Skrining dijelaskan di bagian selanjutnya pada dokumen ini.
7. Klik tombol Simpan untuk menyimpan data.
a. Penyakit Menular
1. Tuberkulosis
3. Hepatitis A
4. Hepatitis C
5. COVID-19
6. IMS
7. Skabies
8. Lepra/Kusta
2. Ketergantungan Napza
4. Gigi
Pencatatan data kasus pada setiap penyakit dilakukan dengan mengakses menu Pasien.
1. Pilih menu Pasien untuk memilih nama WBP yang akan diperiksa.
2. Cari nama WBP dengan cara ketik nama WBP pada kolom Pencarian.
3. Klik tombol Lihat Pasien yang terdapat pada bagian kanan kolom daftar pasien.
a. Daftar Nakes, cari nama Nakes lalu klik tombol “Pilih” untuk memilih.
c. Obat-obatan/Bahan Habis Pakai, ketik nama obat pada kolom pencarian lalu pilih
obat-obatan dengan cara klik tombol “Pilih”.
7. Setelah semua data terisi, klik tombol “Simpan” untuk menyimpan data.
Dashboard dalam sistem surveilans kesehatan di tingkat UPT Pemasyarakatan adalah bentuk
keluaran dari data pencatatan penyakit yang sudah dimasukkan sebelumnya. Data tersebut
ditampilkan dalam bentuk grafik sehingga menjadi lebih mudah untuk dipahami dan dapat
menggambarkan situasi yang ada saat ini. Dashboard pada sistem surveilans ini diperbarui secara
otomatis sehingga data yang ditampilkan relatif terkini.
Persentase total WBP yang sudah diskrining penyakit menular dibandingkan total WBP di
UPT Pemasyarakatan.
3. Grafik persentase WBP dengan suspek/terduga penyakit menular dibanding dengan total
WBP.
Total WBP yang telah diskrining FR PTM dibandingkan dengan total WBP di UPT
Pemasyarakatan.
2. Grafik hasil pengukuran tekanan darah pada WBP yang telah diskrining FR PTM
Hasil pengukuran tekanan darah setiap WBP yang telah diskrining FR PTM
3. Grafik Index Masa Tubuh (IMT) pada WBP yang telah diskrining FR PTM
4. Grafik persentase WBP yang berisiko memiliki penyakit menular dan masalah kesehatan
gigi dan mulut
Total WBP yang berisiko terhadap penyakit menular dan memiliki permasalah gigi dan
mulut dibandingkan dengan total WBP yang telah diskrining.
Total WBP yang berisiko mengalami gangguan kesehatan jiwa dibandingkan dengan total
WBP yang telah diskrining.
Total WBP yang berisiko mengalami ketergantungan Napza dibandingkan dengan total
WBP yang telah diskrining.
7. Persentase WBP yang memiliki faktor risiko penyakit tidak menular pada keluarga dan diri
sendiri
Persentase WBP dengan riwayat penyakit tidak menular pada keluarga dan diri sendiri.
Persentase faktor risiko penyakit tidak menular berdasarkan hasil wawancara dengan
WBP yang telah diskrining FR PTM.
Persentase WBP yang telah mengikuti Penyuluhan IVA & CBE, Rokok, dan Potensi Cidera.
1. Grafik jumlah kasus yang terjadi di UPT Pemasyarakatan dalam periode 1 tahun terakhir
Jumlah kasus/kejadian penyakit menular yang ada di UPT Pemasyaraktan dalam periode
1 tahun terakhir.
1. Grafik jumlah kasus yang terjadi di UPT Pemasyarakatan dalam periode 1 tahun terakhir
Jumlah kasus/kejadian penyakit tidak menular yang ada di UPT Pemasyaraktan dalam
periode 1 tahun terakhir.
F. Level Pengguna/User
1. UPT Pemasyarakatan
Level pengguna di UPT Pemasyarakatan akan melakukan input data dan dapat melihat
dashboard dari kinerja klinik di UPT Pemasyarakatannya dan dashboard nasional.
2. Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Level pengguna di tingkat Provinsi/Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia membawahi beberapa UPT Pemasyarakatan di wilayahnya. Pengguna pada level
ini dapat melihat dashboad kinerja klinik UPT Pemasyarakatan yang ada di wilayah
kerjanya dan dashboard nasional.
3. Nasional
Level pengguna di tingkat Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia dapat melihat dashboard kinerja klinik UPT Pemasyaraktan,
Provinsi/Wilayah, dan Nasional.
IV. Penutup
Pedoman Nasional Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan ini diharapkan dapat menjadi acuan
bagi UPT Pemasyarakatan, Kantor Wilayah dan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam penyelenggaraan surveilans kesehatan pemasyarakatan.
Melalui pedoman ini, diharapkan pengetahuan dan keterampilan petugas pelaksana surveilans
kesehatan pemasyarakatan dapat meningkat, khususnya dalam melakukan kegiatan deteksi dini,
pemantauan, dan tindak lanjut faktor risiko penyakit menular dan tidak menular secara optimal.
Upaya ini diharapkan dapat menekan jumlah kejadian atau kasus penyakit di UPT Pemasyarakatan,
baik penyakit menular maupun penyakit tidak menular.
V. Daftar Pustaka
L. Møller, H. Stöver, R. Jürgens, A. Gatherer, and H. Nikogosian. Health in prisons A WHO guide to the
essentials in prison health. 2007. Accessed: Dec. 19, 2021. [Online]. Available:
http://www.euro.who.int/pubrequest
UNODC & Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Kementerian Hukum dan HAM RI. Hasil Asesmen:
Penguatan Sistem Surveilans Kesehatan di UPT Pemasyarakatan/Rumah Tahanan dan
Rumah Sakit Pengayoman. 2021
Kementerian Kesehatan RI. Petunjuk Teknis Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular
(Posbindu PTM). 2012
Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2014
tentang Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan. 2014
Kementerian Kesehatan RI. Petunjuk Teknis Surveilans Penyakit Tidak Menular. 2015