Anda di halaman 1dari 64

Pedoman Nasional

S U R V E I L A N S K E S E H ATA N P E M A SYA R A KATA N

Direktorat Perawatan Kesehatan dan Rehabilitasi


Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI

2023
bekerjasama dengan

United Nations Office on Drug and Crimes


Pedoman Nasional
Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

Direktorat Perawatan Kesehatan dan Rehabilitasi


Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI
bekerjasama dengan
United Nations Office on Drugs and Crimes

2023
PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

Daftar Isi
DAFTAR ISI .......................................................................................................... 2
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... 3
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. 4

I. PENDAHULUAN .............................................................................................. 5
A. Latar Belakang ...................................................................................................................... 5
B. Tujuan .................................................................................................................................. 6
C. Sasaran ................................................................................................................................ 7
D. Ruang Lingkup ...................................................................................................................... 7
E. Dasar Hukum ........................................................................................................................ 7

II. SURVEILANS KESEHATAN PEMASYARAKATAN ................................................. 10


A. Definisi Surveilans Kesehatan............................................................................................... 10
B. Tujuan Surveilans Kesehatan ............................................................................................... 10
C. Kegiatan Surveilans Kesehatan............................................................................................. 10
D. Sasaran Surveilans Kesehatan .............................................................................................. 12
E. Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan ...................................................... 13
1. Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan Berbasis Faktor Risiko/Indikator........................................... 13
2. Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan Berbasis Kasus/Kejadian ....................................................... 22
F. Pencatatan dan Pelaporan ................................................................................................... 27
G. Pengorganisasian Kegiatan Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan ........................................ 29
H. Monitoring dan Evaluasi ....................................................................................................... 31

III. PENGOPERASIAN APLIKASI ........................................................................ 32


A. Pendahuluan....................................................................................................................... 32
B. Login ke Aplikasi ................................................................................................................. 32
C. Data Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan Berbasis Faktor Risiko/Indikator ......................... 33
a. Penyakit Menular .................................................................................................................................... 36
b. Penyakit Tidak Menular .......................................................................................................................... 41
D. Data Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan Berbasis Kasus/Kejadian..................................... 44
E. Dashboard Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan ................................................................ 49
1. Dashboard Suveilans Kesehatan Pemasyarakatan Berbasis Faktor Risiko/Indikator ......................... 50
2. Dashboard Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan Berbasis Kasus/Kejadian .................................... 56
F. Level Pengguna/User ........................................................................................................... 60

IV. PENUTUP ................................................................................................. 61


V. DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 62

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 2


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

Daftar Tabel
Tabel 1. Prioritas Penyakit Dalam Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan Berdasarkan Hasil
Asesmen di 350 UPT Pemasyarakatan ................................................................................................ 12
Tabel 2. Kegiatan Penggalian Faktor Risiko Melalui Posbindu PTM di UPT Pemasyarakatan -
Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan Berbasis Faktor Risiko ........................................................ 19

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 3


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

Daftar Gambar
Gambar 1. Kegiatan Surveilans Kesehatan ......................................................................................................... 11
Gambar 2. Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan ............................................................................................ 13
Gambar 3. Kegiatan pada Surveilans Berbasis Faktor Resiko Penyakit Menular .............................................. 14
Gambar 4. Dashboard Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan Berbasis Faktor Risio Penyakit Menular ........ 16
Gambar 5. Kegiatan pada Surveilans Berbasis Faktor Resiko Penyakit Tidak Menular .................................... 17
Gambar 6. Tahapan Pelaksanaan Posbindu Penyakit Tidak Menular ............................................................... 18
Gambar 7. Dashboard Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan Berbasis Faktor Risio Penyakit Tidak Menular
.............................................................................................................................................................................. 22
Gambar 8. Kegiatan dalam Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan Berbasis Kasus Penyakit Menular .......... 23
Gambar 9. Dashboard Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan Berbasis Kasus/Kejadian Penyakit Menular.. 25
Gambar 10. Kegiatan dalam Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan Berbasis Kasus Penyakit Tidak Menular
.............................................................................................................................................................................. 25
Gambar 11. Dashboard Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan Berbasis Kasus/Kejadian Penyakit Tidak
Menular ................................................................................................................................................................ 27
Gambar 12. Alur Data Sistem Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan.............................................................. 28

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 4


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

I. Pendahuluan
A. Latar Belakang

Kondisi kesehatan di lembaga pemasyarakatan tidak terlepas dari masalah kesehatan masyarakat
pada umumnya. 1 Sebagai populasi khusus, UPT Pemasyarakatan juga harus melakukan
pencegahan dan pengendalian penyakit menular (PM) dan penyakit tidak menular (PTM) di antara
warga binaan pemasyarakatan. Hal ini untuk mengantisipasi komplikasi kesehatan dan kematian.
Namun, fakta menunjukkan bahwa warga binaan pemasyarakatan secara tidak proporsional
menderita penyakit kronis, termasuk diabetes, tekanan darah tinggi, HIV, kecanduan narkoba, dan
masalah kesehatan mental. Sementara itu, penyediaan pelayanan kesehatan di UPT
Pemasyarakatan relatif kurang memadai dan sulit dijangkau oleh warga binaan pemasyarakatan.2

Untuk menciptakan kondisi pemasyarakatan yang lebih sehat, diperlukan komitmen politik dari
pembuat kebijakan. Pembuat kebijakan harus memastikan layanan kesehatan yang tepat
diberikan kepada seluruh warga binaan pemasyarakatan dan staf di setiap unit pemasyarakatan.
Selain itu, perlu adanya pergeseran paradigma terhadap pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh
petugas kesehatan pemasyarakatan. Mereka harus melayani setiap warga binaan pemasyarakatan
sebagai pasien, bukan sebagai narapidana/tahanan. Oleh karena itu, untuk mendapatkan
komitmen yang kuat dari pengambil kebijakan terhadap penguatan pelayanan kesehatan
pemasyarakatan, kebijakan penyelenggaraan pelayanan kesehatan di pemasyarakatan harus
diintegrasikan ke dalam sistem kesehatan nasional, serta kebijakan pelayanan kesehatan
pemasyarakatan harus dibakukan untuk menghindari keragaman dalam pelaksanaannya.1

Pada tahun 2021, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
yang didukung oleh UNODC melakukan kajian cepat terhadap 350 unit pemasyarakatan di
Indonesia 3 untuk mengembangkan sistem surveilans kesehatan pemasyarakatan. Temuan kunci
dari kajian ini mencerminkan situasi kesehatan yang sama seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya. Sekitar 75 persen angka kesakitan di lembaga pemasyarakatan didominasi oleh
penyakit menular yang berhubungan dengan infeksi saluran pernapasan (60 persen), penyakit kulit
(39,3 persen), dan penyakit menular lainnya (0,7 persen). Temuan lain menunjukkan bahwa sekitar
40 persen kematian disebabkan oleh penyakit tidak menular (serangan jantung dan diabetes).

Temuan lain adalah penyakit menular berkontribusi sekitar 34 persen dari kematian di 350 unit
pemasyarakatan, di mana penyebab utamanya adalah AIDS dan TB. Namun, dari semua kasus
kematian yang dilaporkan tersebut, sekitar 28 persen tidak dilaporkan penyebabnya secara jelas.
Selain itu, ditemukan bahwa penyakit tidak menular lebih dominan daripada penyakit menular.
Penyakit jantung, stroke, dan diabetes merupakan tiga besar penyakit tidak menular yang

1
World Health Organization 2007. Health in Prisons. A WHO Guide to the Essentials in Prison Health.
2
https://www.prisonpolicy.org/health.html <Diakses: 08 Desember 2021>
3
Hasil Asesmen: Penguatan Sistem Surveilans Kesehatan di UPT Pemasyarakatan/Rumah Tahanan dan Rumah Sakit Pengayoman.
UNODC & Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Kementerian Hukum dan HAM RI. 2021 (Asesmen ini dilakukan sebagai tahap awal dari
inisiatif penguatan sistem surveilans kesehatan di UPT Pemasyarakatan/Rumah Tahanan, dan Rumah Sakit Pengayoman, kerja sama
antara UNODC dan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Kementerian Hukum dan HAM RI).

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 5


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

memberikan kontribusi terbesar terhadap kematian di lembaga pemasyarakatan selama tiga tahun
terakhir di 350 unit pemasyarakatan.

Temuan-temuan tersebut memberikan indikasi bahwa warga binaan pemasyarakatan mungkin


telah memiliki penyakit tidak menular sebelum ditahan dan memburuk selama penahanan. Oleh
karena itu, perlu dilakukan pemantauan dan pengendalian kecenderungan penyakit untuk
mengantisipasi kematian. Untuk itu, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan menginisiasi sistem
surveilans kesehatan pemasyarakatan. Hal ini juga sejalan dengan Peraturan Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia M.HH.02.UM.06.04 Tahun 2011 tentang Pelayanan Kesehatan Bagi Warga Binaan
Pemasyarakatan. Peraturan tersebut menyebutkan bahwa surveilans kesehatan merupakan salah
satu strategi untuk memperkuat penyelenggaraan pelayanan kesehatan di unit pemasyarakatan.
Kebijakan lainnya yang digulirkan adalah Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan
Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor Pas-36.OT.01.03 Tahun
2021 Tentang Penetapan Rutan, Lapas, dan LPKA Percontohan Penyelenggaraan Layanan
Kesehatan Bagi Tahanan dan Warga Binaan Pemasyarakatan.

Surveilans kesehatan pemasyarakatan akan menggunakan data penyakit dari tiap-tiap klinik
kesehatan pemasyarakatan. Namun, dari hasil asesmen menunjukkan bahwa sebagian besar
pencatatan dan pelaporan data pemeriksaan dan penyakit di klinik kesehatan pemasyarakatan
masih menggunakan kertas (paper-based) atau semi manual. Untuk mendukung pelaksanaan
surveilans kesehatan pemasyarakatan, pencatatan dan pelaporan di setiap lembaga
pemasyarakatan perlu didigitalisasi dan diintegrasikan ke dalam sistem database pemasyarakatan
(SDP). Hasil input data kesehatan tersebut akan lebih mudah untuk dianalisis dan disajikan dalam
dashboard secara online sebagai mekanisme pemantauan dan pengendalian penyakit di setiap unit
pemasyarakatan.

Untuk mendukung pelaksanaan surveilans kesehatan pemasyarakatan, termasuk penyesuaian


mekanisme pencatatan dan pelaporan di lembaga pemasyarakatan, Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan dukungan UNODC menyusun
Pedoman Nasional Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan. Pedoman ini dimaksudkan untuk
mendukung pelaksanaan surveilans kesehatan pemasyarakatan di seluruh lembaga
pemasyarakatan di Indonesia. Pedoman ini juga menjadi rujukan bagi setiap lembaga
pemasyarakatan untuk melakukan pengumpulan data penyakit dan faktor risiko penyakit menular
dan tidak menular. Hal ini dimaksudkan untuk ketersediaan data yang valid dan akurat terkait
pelaksanaan surveilans kesehatan pemasyarakatan.

B. Tujuan

Tujuan dari penyusunan Pedoman Nasional Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan adalah untuk
memberikan panduan bagi petugas pemasyarakatan dalam melakukan surveilans kesehatan dan
mencatat data epidemiologi terkait penyakit menular dan tidak menular, serta masalah kesehatan
lainnya. Data dan informasi dari fasilitas kesehatan pemasyarakatan dapat menjadi bukti dalam
pengambilan keputusan terkait perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi program-
program intervensi kesehatan di lembaga pemasyarakatan.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 6


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

Adapun yang menjadi tujuan khusus dari penyusunan pedoman ini adalah untuk:
1. mengidentifikasi faktor risiko dan kejadian penyakit menular dan tidak menular serta gangguan
kesehatan lainnya di lembaga pemasyarakatan;
2. memantau perkembangan penyakit dari waktu ke waktu berdasarkan karakteristik tiap-tiap
warga binaan pemasyarakatan;
3. penyediaan data dan informasi kesehatan untuk pengembangan pelayanan dan kebijakan
kesehatan di lembaga pemasyarakatan;
4. memantau penyelenggaraan dan kinerja pelayanan kesehatan di lembaga pemasyarakatan;
dan
5. memperkirakan dampak penyebaran penyakit di lembaga pemasyarakatan.

C. Sasaran

Pedoman ini diperuntukkan bagi para pelaksana surveilans kesehatan pemasyarakatan, serta
personel pencatatan dan pelaporan di lembaga pemasyarakatan, serta pemangku kebijakan
lainnya yang terkait. Secara umum pedoman ini menyasar pihak-pihak berikut ini:
1. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Direktorat
Kesehatan, Perawatan dan Rehabilitasi), Kanwil Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia,
dan lembaga pemasyarakatan.
2. Penanggung jawab pelaksanaan surveilans kesehatan di lembaga pemasyarakatan.
3. Unit Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan (bila ada), yang terdiri dari tenaga kesehatan dan
kader pelaksana surveilans kesehatan pemasyarakatan.

D. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dari pedoman ini terdiri dari:


I. Pendahuluan
II. Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan
III. Pengoperasian Aplikasi Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan
IV. Penutup

E. Dasar Hukum

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan;
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran;
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan;
6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan;
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan
Pembimbingan Napi/Tahanan Pemasyarakatan;
8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan;

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 7


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 1999 tentang Kerjasama


Penyelenggaraan Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan;
10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan Wewenang, Tugas dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan;
11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2014 tentang Sistem Informasi
Kesehatan;
12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Teknis
Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan;
13. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan
Nasional;
14. Peraturan Bersama Mendagri Nomor 15 Tahun 2010 dan Menkes Nomor 162/Menkes/PB/I/2010
tentang Pelaporan Kematian dan Penyebab Kematian;
15. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis;
16. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 290/MENKES/PER/VII/2008 tentang Persetujuan
Tindakan Kedokteran;
17. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 411/Menkes/Per/III/2010 tentang Laboratorium Klinik;
18. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan;
19. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 2052/Menkes/Per/X/2011 tentang Izin dan Pelaksanaan
Praktik Kedokteran;
20. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 36 tahun 2012 tentang Rahasia Kedokteran;
21. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 37 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Laboratorium
Pusat Kesehatan Masyarakat;
22. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 9 tahun 2013 tentang Penugasan Khusus Tenaga
Kesehatan;
23. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 17 tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/148/I/2010 Tentang Izin dan Penyelenggaraan
Praktik Perawat;
24. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2013 tentang Cara Penyelenggaraan
Laboratorium Klinik yang Baik;
25. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 55 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan
Perekam Medis;
26. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 65 tahun 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan dan
Pembinaan Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan;
27. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 tahun 2014 tentang Panduan Praktik Klinis bagi Dokter
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer;
28. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 tahun 2014 tentang Klinik;
29. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 tahun 2014 tentang Penanggulangan Penyakit Menular;
30. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2015 tentang Pedoman
Pemeriksaan Laboratorium HIV dan Infeksi Oportunistik;
31. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 45 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan
Surveilans Kesehatan.
32. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 67 tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberkulosis;

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 8


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

33. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 52 tahun 2017 tentang Eliminasi Penularan Human
Immunodeficiency Virus, Sifilis, dan Hepatitis B Dari Ibu Ke Anak;
34. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2019 tentang Standar Teknis
Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan;
35. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1278/MENKES/SK/XII/2009 tentang Pedoman
Pelaksanaan Kolaborasi Pengendalian Penyakit TB dan HIV;
36. Surat Edaran Menteri Kesehatan RI Nomor 129 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Pengendalian
HIV dan AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS);
37. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.HH- 01.IN.04.03
Tahun 2011 tentang Pengelolaan dan Pelayanan Informasi dan Dokumentasi pada Direktorat
Jenderal Pemasyarakatan, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM dan Unit Pelaksana
Teknis Pemasyarakatan;
38. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. M.HH.02.UM.06.04
Tahun 2011 tentang Pedoman Pelayanan Kesehatan di Lingkungan Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia.
39. Peraturan Menteri Hukum Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja (ORTA) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
40. Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Nomor Pas-36.OT.01.03 Tahun 2021 Tentang Penetapan Rutan, Lapas, dan
LPKA Percontohan Penyelenggaraan Layanan Kesehatan Bagi Tahanan dan Warga Binaan
Pemasyarakatan.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 9


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

II. Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan


A. Definisi Surveilans Kesehatan

Dengan mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2014
tentang Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan, yang dimaksud dengan surveilans kesehatan
adalah kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus menerus terhadap data dan informasi
tentang kejadian penyakit atau masalah kesehatan dan kondisi yang memengaruhinya. Secara
umum, surveilans kesehatan ditujukan untuk memeroleh dan memberikan informasi guna
mengarahkan tindakan pengendalian dan penanggulangan penyakit secara efektif dan efisien.4

B. Tujuan Surveilans Kesehatan

Tujuan dari kegiatan surveilans kesehatan secara umum adalah sebagai berikut:
1. Mendeteksi faktor risiko dan kejadian penyakit menular dan tidak menular, serta
permasalahan kesehatan lainnya yang terjadi di wilayah tertentu.
2. Melakukan pemantauan terhadap kecenderungan penyakit dari waktu ke waktu berdasarkan
karakteristik penduduk atau masyarakat di wilayah tertentu.
3. Memantau perkembangan pelaksanaan dan kinerja pelayanan kesehatan di wilayah tertentu.
4. Memperkirakan dampak penyebaran penyakit di wilayah tertentu.
5. Menyediakan data dan informasi untuk pengembangan program dan kebijakan pelayanan
kesehatan di wilayah tertentu.

C. Kegiatan Surveilans Kesehatan

Lingkup kegiatan surveilans kesehatan meliputi pengumpulan data, pengolahan data, analisis
data, dan diseminasi. Kegiatan-kegiatan tersebut sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan
untuk menghasilkan informasi5 yang objektif, terukur, dapat diperbandingkan antar waktu, antar
wilayah, dan antar kelompok masyarakat sebagai bahan pengambilan keputusan. Surveilans
kesehatan merupakan proses kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dan sistematis,
sehingga membutuhkan dukungan dalam hal perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan
evaluasi serta dukungan sumber daya yang memadai.

4
Penyelenggaraan surveilans kesehatan merupakan prasyarat program kesehatan untuk (1) menyediakan informasi tentang situasi,
kecenderungan penyakit, dan faktor risikonya serta masalah kesehatan masyarakat dan faktor-faktor yang memengaruhinya sebagai
bahan pengambilan keputusan; (2) terselenggaranya kewaspadaan dini terhadap kemungkinan terjadinya KLB/wabah dan dampaknya;
(3) terselenggaranya investigasi dan penanggulangan KLB/wabah; dan (4) dasar penyampaian informasi kesehatan kepada para pihak
yang berkepentingan sesuai dengan pertimbangan kesehatan.
5
Informasi yang dimaksud meliputi besaran masalah; faktor risiko; endemisitas; patogenitas, virulensi, dan mutasi; status KLB/wabah;
kualitas pelayanan; kinerja program, dan dampak program.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 10


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

1.
2. Pengolahan 3. Analisis 4. Diseminasi
Pengumpulan
Data Data Informasi
Data

Gambar 1. Kegiatan Surveilans Kesehatan

Secara garis besar kegiatan surveilans kesehatan dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Pengumpulan data

Pengumpulan data dalam surveilans kesehatan dapat dilakukan dengan cara aktif dan pasif
dari berbagai sumber, antara lain individu, fasilitas pelayanan kesehatan, unit statistik dan
demografi, dan sebagainya. Metode pengumpulan data dapat dilakukan melalui wawancara,
pengamatan, pengukuran, dan pemeriksaan terhadap kelompok sasaran. Sedangkan jenis data
surveilans kesehatan dapat berupa data kesakitan, kematian, dan faktor risiko.

Dalam melaksanakan kegiatan pengumpulan data, diperlukan instrumen sebagai alat bantu.
Instrumen ini dibuat sesuai dengan tujuan surveilans kesehatan yang akan dilakukan dan
memuat semua variabel data yang diperlukan.

2. Pengolahan data

Sebelum dilakukan pengolahan data, terlebih dahulu dilakukan pembersihan data, koreksi dan
cek ulang. Selanjutnya dilakukan perekaman data, validasi, pengkodean, dan pengelompokan
berdasarkan variabel tempat, waktu, dan orang. Hasil pengolahan data dapat berupa tabel,
grafik, dan peta menurut variabel golongan umur, jenis kelamin, tempat dan waktu, atau
berdasarkan faktor risiko. Setiap variabel tersebut disajikan dalam ukuran epidemiologi,
seperti misalnya rata-rata, rasio, dan proporsi. Pengolahan data yang baik akan memberikan
informasi tentang suatu penyakit dan atau masalah kesehatan.

3. Analisis data

Analisis data dilakukan secara deskriptif dan/atau analitik untuk menghasilkan informasi yang
sesuai dengan tujuan surveilans kesehatan yang ditetapkan. Analisis dengan metode
epidemiologi deskriptif untuk mendapat gambaran tentang distribusi penyakit atau masalah
kesehatan, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya menurut waktu, tempat dan orang.
Sedangkan analisis analitik dilakukan untuk mengetahui hubungan antar variabel yang dapat
mempengaruhi peningkatan kejadian kesakitan atau masalah kesehatan. Analisis analitik ini
dapat menggunakan perangkat alat bantu statistik.

Hasil analisis akan memberikan arah dalam menentukan besaran masalah, kecenderungan
suatu penyakit, sebab akibat suatu kejadian penyakit, dan penarikan kesimpulan. Penarikan
kesimpulan ini harus didukung dengan teori dan kajian ilmiah.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 11


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

4. Diseminasi informasi

Informasi tentang hasil surveilans kesehatan dapat disampaikan dalam bentuk buletin, surat
edaran, laporan berkala, forum pertemuan, termasuk publikasi ilmiah. Diseminasi informasi
juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan sarana teknologi informasi yang mudah diakses
dan memanfaatkan forum-forum pertemuan untuk perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan
evaluasi program kesehatan.

D. Sasaran Surveilans Kesehatan

Dengan merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 45 Tahun 2014, sasaran
penyelenggaraan surveilans kesehatan adalah:
a. Surveilans penyakit menular;
b. Surveilans penyakit tidak menular;
c. Surveilans kesehatan lingkungan;
d. Surveilans kesehatan matra; dan
e. Surveilans masalah kesehatan lainnya.

Dalam penyelenggaraannya di UPT Pemasyarakatan, surveilans kesehatan hanya difokuskan pada


penyakit menular dan tidak menular, serta dilaksanakan secara terpadu. Surveilans kesehatan
pemasyarakatan untuk kedua penyakit tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi
penyelenggaran pemantauan penyakit di lembaga pemasyarakatan karena layanan kesehatan
yang relatif terbatas dengan jumlah warga binaan pemasyarakatan yang banyak.

Dari hasil asesmen di 350 UPT Pemasyarakatan di Indonesia pada tahun 2021 yang dilakukan oleh
UNODC dan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
diketahui bahwa terdapat 25 jenis penyakit yang perlu menjadi prioritas dalam surveilans
kesehatan pemasyarakatan. Prioritas penyakit tersebut terdiri dari 14 jenis penyakit tidak menular
dan 11 jenis penyakit menular. Namun demikian, daftar prioritas penyakit tersebut bersifat dinamis
tergantung situasi dan kondisi yang ada di tiap-tiap UPT Pemasyarakatan.

Tabel 1. Prioritas Penyakit Dalam Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan Berdasarkan Hasil Asesmen di 350
UPT Pemasyarakatan

No Penyakit Menular Penyakit Tidak Menular


1 TB Gangguan Pernapasan
2 HIV Hipertensi
3 Hepatitis Diabetes Melitus
4 Skabies Gangguan Jiwa (Kesehatan Jiwa)
5 ISPA (karena Infeksi) Jantung
6 IMS Pencernaan
7 Diare Stroke
8 DBD Kesehatan Gigi
9 Lepra Gagal Ginjal
10 Malaria Kanker
11 COVID-19 Chiroses Hepatitius
12 Pendengaran
13 Cacat Tubuh
14 Pecandu Narkoba

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 12


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

E. Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

Penyelenggaraan surveilans kesehatan pemasyarakatan dapat dilakukan berdasarkan faktor risiko


atau kasus. Berikut ini penjelasannnya secara rinci:

Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

Berbasis Faktor Risiko/Indikator Berbasis Kasus/Kejadian

Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular

Gambar 2. Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

1. Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan Berbasis Faktor Risiko/Indikator


Surveilans kesehatan pemasyarakatan berbasis faktor risiko/indikator dilakukan untuk
memperoleh gambaran penyakit, faktor risiko, masalah kesehatan, dan/atau masalah yang
berdampak terhadap kesehatan (situasi dan kecenderungan penyakit, perbandingan penyakit
dengan periode sebelumnya, dan perbandingan antar wilayah) dengan menggunakan sumber data
yang terstruktur. Surveilans ini dilakukan untuk melihat perilaku atau situasi yang menempatkan
seseorang dapat mengalami kesakitan yang diakibatkan oleh suatu penyakit, baik penyakit
menular maupun penyakit tidak menular.

Hasil dari surveilans kesehatan pemasyarakatan berbasis faktor risiko akan memberikan informasi
tentang situasi perkembangan penyakit dan layanan kesehatan yang dilakukan di UPT
Pemasyarakatan. Beberapa indikator pokok dalam kegiatan surveilans kesehatan pemasyarakatan
berbasis faktor risiko, yaitu:
1) Faktor Risiko Individu. Skrining yang dilakukan baik untuk penyakit tidak menular maupun
penyakti menular akan memberikan informasi secara individual apakah seseorang berisiko
atau tidak berisiko terpapar penyakit. Ini dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan
pencegahan atau melakukan tindak lanjut jika seseorang diduga memiliki risiko.
2) Proporsi Faktor Risiko. Secara kumulatif, skrining ini akan memberikan informasi kepada UPT
Pemasyarakatan tentang proporsi faktor risiko atas kejadian penyakit tidak menular dan
penyakit menular. Ini menjadi informasi penting untuk melakukan upaya promosi dan
pencegahan, serta untuk mempersiapkan tindak lanjut yang diperlukan dalam mengantisipasi
berbagai risiko penyakit tidak menular maupun penyakit menular yang muncul di lembaga
pemasyarakatan.
3) Cakupan Skrining. Skrining faktor risiko dapat juga dijadikan indikator untuk mengukur
cakupan dari upaya promosi dan pencegahan yang dilakukan oleh UPT Pemasyarakatan.
Cakupan skrining dapat untuk mengetahui berapa besar proporsi warga binaan
pemasyarakatan yang telah melakukan skrining faktor risiko penyakit menular atau penyakit

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 13


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

tidak menular dibandingkan dengan jumlah seluruh warga binaan pemasyarakatan yang ada
di UPT Pemasyarakatan.

a. Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan Berbasis Faktor Risiko - Penyakit Menular


1) Pengertian
Definisi dari surveilans kesehatan berbasis faktor risiko penyakit menular adalah kegiatan
analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap faktor risiko terpaparnya berbagai
penyakit menular. Faktor risiko yang dimaksud adalah hal-hal yang mempengaruhi atau
berkontribusi terhadap terjadinya penyakit menular. Analisis yang dimaksudkan dalam
surveilans kesehatan berbasis faktor risiko untuk penyakit menular agar dapat diketahui
faktor-faktor yang dominan menyebabkan terjadinya penularan penyakit.

2) Sumber Data
(a) Pencatatan faktor risiko dalam surveilans kesehatan pemasyarakatan berbasis faktor
risiko untuk penyakit HIV, Hepatitis, TBC, dan COVID-19 dilakukan pada saat warga
binaan pemasyarakatan pertama kali masuk ke UPT Pemasyarakatan.
(b) Pencatatan faktor risiko untuk penyakit Skabies, ISPA, IMS, Diare, DBD, Lepra, Malaria,
dan penyakit menular lainnya pada saat warga binaan pemasyarakatan melakukan
kunjungan ke klinik di UPT Pemasyarakatan.
(c) Hasil laboratorium (jika ada)

3) Kegiatan

b d
•Pengumpulan
•Pengolahan dan •Intepretasi Data •Diseminasi
Data
Analisis Data Informasi
a c

Gambar 3. Kegiatan pada Surveilans Berbasis Faktor Resiko Penyakit Menular

(a) Pengumpulan Data


Pengumpulan data untuk surveilans ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data
dari hasil pemeriksaan awal ketika warga binaan pemasyarakatan pertama kali masuk
ke UPT Pemasyarakatan. Ini sebagai bagian dari pemeriksaan awal untuk pembuatan
Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Pencatatan jenis penyakit menular yang dilakukan
pada saat ini menggunakan formulir yang telah ada, yaitu untuk penyakit HIV, Hepatitis
C, TBC, dan COVID-19. Semua data ini dicatat dan dikumpulkan dengan menggunakan
aplikasi surveilans kesehatan pemasyarakatan yang terdapat dalam fitur Perawatan
Kesehatan dan Rehabilitasi (Watkesrehab) – Sistem Database Pemasyarakatan (SDP).

(b) Pengolahan dan Analisis Data


Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan aplikasi surveilans
kesehatan pemasyarakatan. Data yang akan diolah adalah faktor risiko penyakit

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 14


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

menular dengan memperhitungkan jumlah seluruh warga binaan pemasyarakatan di


UPT Pemasyarakatan tertentu.

Data yang bersumber dari Berita Acara Pemeriksaan dapat berupa:

(1) Jumlah warga binaan pemasyarakatan yang diskrining;


(2) Cakupan skrining HIV;
(3) Cakupan skrining Hepatitis C;
(4) Cakupan skrining TBC;
(5) Cakupan skrining COVID-19;
(6) Proporsi warga binaan pemasyarakatan yang memiliki perilaku berisiko tertular
HIV dari yang diskrining HIV;
(7) Proporsi warga binaan pemasyarakatan yang memiliki perilaku berisiko tertular
Hepatitis C dari yang diskrining Hepatitis C;
(8) Proporsi warga binaan pemasyarakatan yang suspect TBC dari yang diskrining
TBC; dan
(9) Proporsi warga binaan pemasyarakatan yang suspect COVID-19 dari yang
diskrining COVID-19.

Hasil pengolahan dan analisis data akan disajikan dalam bentuk dashboard yang berisi
grafik dengan pemilahan karakteristik warga binaan pemasyarakatan, tabel, dan
lainnya. Analisis data dilakukan secara deskriptif menurut variabel orang (umur, jenis
kelamin, pendidikan, dan lainnya), tempat (blok) dan waktu (bulan, tahun).

(c) Interpretasi Data


Hasil analisis diinterpretasikan berdasarkan situasi di UPT Pemasyarakatan tertentu,
yaitu dengan menentukan prevalensi atau besaran masalah faktor risiko penyakit
menular di UPT Pemasyarakatan atau seluruh UPT Pemasyarakatan di wilayah
tertentu. Hasil analisis juga akan dihubungkan dengan data lain, seperti data
demografi, geografi, atau gaya hidup/perilaku.

(d) Diseminasi Informasi


Hasil analisis data dari surveilans kesehatan pemasyarakatan berbasis faktor risiko
untuk penyakit menular disajikan di dashboard. Data dari dashboard tersebut dapat
diunduh dan dicetak menjadi laporan dalam bentuk tabel. Laporan ini dapat
dikirimkan ke Kantor Wilayah, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia, atau pemangku kepentingan lain yang ada di wilayah
tertentu.

Berdasarkan dari laporan tersebut, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan atau Kantor


Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dapat memberikan umpan balik
ke tiap-tiap UPT Pemasyarakatan. Sementara itu, bagi UPT Pemasyarakatan, data
yang dihasilkan dapat menjadi dasar dalam pengambilan keputusan dan perencanaan
pengendalian penyakit menular serta evaluasinya.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 15


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

Jika diperlukan, diseminasi informasi dari hasil surveilans kesehatan pemasyarakatan


berbasis faktor risiko ini dapat dilakukan kepada pemangku kepentingan yang terkait,
seperti jajaran kesehatan, LSM, profesi, perguruan tinggi, dan masyarakat.

4) Output

Gambar 4. Dashboard Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan Berbasis Faktor Risio Penyakit


Menular

(a) Dashboard Faktor Risiko Penyakit Menular untuk Tingkat UPT Pemasyarakatan;
(b) Dashboard Faktor Risiko Penyakit Menular untuk Tingkat Kantor Wilayah Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia; dan
(c) Dasboard Faktor Risiko Penyakit Menular untuk Tingkat Nasional (Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia).

b. Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan Berbasis Faktor Risiko - Penyakit Tidak


Menular
1) Pengertian
Definisi secara umum dari surveilans kesehatan berbasis faktor risiko untuk penyakit tidak
menular adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap faktor
risiko terpaparnya berbagai penyakit tidak menular. Faktor risiko yang dimaksud adalah
hal-hal yang mempengaruhi atau berkontribusi terhadap terjadinya penyakit tidak
menular.

Analisis yang dilakukan dalam surveilans kesehatan berbasis faktor risiko untuk penyakti
tidak menular dimaksudkan agar dapat diketahui faktor-faktor yang dominan menjadi
penyebab terjadinya penyakit tidak menular.

2) Sumber Data
(a) Pencatatan faktor risiko penyakit tidak menular yang diperoleh dari kegiatan Pos
Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM (jika diselenggarakan).
(b) Pencatatan faktor risiko penyakit tidak menular yang diperoleh dari klinik di UPT
Pemasyarakatan dengan menggunakan formulir faktor risiko penyakit tidak menular
(seperti yang digunakan untuk Posbindu PTM).

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 16


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

3) Kegiatan

b d
•Pengumpulan
•Pengolahan dan •Intepretasi Data •Diseminasi
Data
Analisis Data Informasi
a c

Gambar 5. Kegiatan pada Surveilans Berbasis Faktor Resiko Penyakit Tidak Menular

(a) Pengumpulan Data


Dalam lingkup pemasyarakatan, pengumpulan data untuk surveilans kesehatan
berbasis faktor risiko untuk penyakit tidak menular dapat dilakukan melalui kegiatan
kesehatan seperti yang telah dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan, yaitu Pos
Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu-PTM) 6 . Dalam lingkup UPT
Pemasyarakatan, Posbindu PTM dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan dengan
melibatkan warga binaan pemasyarakatan sebagai kader.

Posbindu PTM di UPT Pemasyarakatan dimaksudkan untuk menindaklanjuti faktor-


faktor risiko yang ditemukan dalam tahapan konseling kesehatan dan rujukan.
Sasaran dari Posbindu PTM di UPT Pemasyarakatan adalah semua warga binaan
pemasyarakatan baik dengan kondisi sehat, yang berisiko, dan penyandang penyakit
tidak menular. Bagi warga binaan pemasyarakatan dengan kondisi sehat,
dimaksudkan agar faktor risiko penyakit tidak menular dapat tetap terjaga. Sementara
itu, bagi warga binaan pemasyarakatan dengan faktor risiko penyakit tidak menular
dimaksudkan untuk mengembalikan faktor risiko penyakit tidak menular ke kondisi
normal, sedangkan bagi warga binaan pemasyarakatan penyandang penyakit tidak
menular dimaksudkan untuk mengendalikan faktor-faktor risikonya dan mencegah
timbulnya komplikasi kesehatan.

Dengan mempertimbangkan variasi ketersediaan sumber daya yang ada, langkah-


langkah untuk mengembangkan Posbindu PTM di UPT Pemasyarakatan adalah
sebagai berikut:

(1) Identifikasi dan rekrutmen warga binaan pemasyarakatan yang tertarik untuk
menjadi kader;
(2) Mempersiapkan sarana dan tenaga kesehatan untuk mendampingi pelaksanaan
Posbindu PTM;
(3) Mempersiapkan sarana dan buku pencatatan hasil kegiatan Posbindu PTM; dan
(4) Pelatihan kepada tenaga kesehatan dan kader yang akan terlibat dalam
pelaksanaan Posbindu PTM.

6
Posbindu-PTM adalah kegiatan monitoring dan deteksi dini faktor risiko PTM terintegrasi (penyakit jantung, diabetes, penyakit paru,
asma, dan kanker) serta gangguan akibat kecelakaan dan tindakan kekerasan dalam rumah tangga yang dikelola oleh masyarakat
melalui pembinaan terpadu.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 17


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

Kegiatan Posbindu PTM secara umum mencakup lima (5) tahapan yang terdiri dari:

Tahap 3. Pengukuran
Tahap 1. Pendaftaran Tahap 2. Wawancara TB, BB, IMT, lingkar
perut

Tahap 4. Pemeriksaan tekanan darah, glukosa darah,


kolesterol total dan trigliserida darah, pemeriksaan klinis Tahap 5. Konseling, edukasi dan
payudara, uji fungsi paru sederhana, IVA, kadar alkohol tindak lanjut
pernafasan dan tes amfetamin urin

Gambar 6. Tahapan Pelaksanaan Posbindu Penyakit Tidak Menular

Penjelasan dari tiap-tiap tahapan tersebut adalah sebagai berikut:

(1) Tahap 1. Pendaftaran

Tahapan ini merupakan kegiatan pencatatan informasi demografi (usia, status


warga binaan pemasyarakatan, jenis kelamin, keterangan blok).

(2) Tahap 2. Wawancara

Wawancara dilakukan kepada tiap-tiap warga binaan pemasyarakatan yang telah


melakukan pendaftaran untuk melihat berbagai faktor risiko penyakit tidak
menular. Wawancara ini menggunakan formulir faktor risiko penyakit tidak
menular yang digunakan untuk pencatatan di Posbindu PTM.

Faktor risiko penyakit tidak menular mencakup kebiasan merokok, kurangnya


konsumsi buah dan sayur, serta kurangnya aktivitas fisik. Selain itu, wawancara
juga untuk mengidentifikasi sejarah penyakit tidak menular yang pernah dialami
oleh tiap-tiap warga binaan pemasyarakatan maupun keluarganya.

Wawancara untuk mengetahui riwayat penyakit hanya dilakukan pada saat


pertama kali warga binaan pemasyarakatan mengikuti Posbindu PTM. Sedangkan
untuk wawancara faktor risiko penyakit tidak menular dilakukan setiap kali warga
binaan pemasyarakatan mengikuti Posbindu PTM.

(3) Tahap 3. Pengukuran Fisik

Pengukuran fisik yang dilakukan pada saat Posbindu PTM mencakup pengukuran
tinggi badan, berat badan, lingkar perut, dan perhitungan indeks masa tubuh
(IMT). Pengukuran ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah terjadi obesitas
atau tidak pada warga binaan pemasyarakatan sebagai faktor risiko terjadinya
penyakit tidak menular.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 18


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

(4) Tahap 4. Pemeriksaan Klinis

Tahapan ini diselenggarakan jika tersedia sumber daya pendukung untuk


pemeriksaan klinis ini. Jika tidak, UPT Pemasyarakatan dapat bekerja sama
dengan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya atau laboratorium setempat.

Pada tahap ini, peserta akan memperoleh pemeriksaan tekanan darah, glukosa
darah, kolesterol total, trigliserida darah, uji fungsi paru sederhana, kadar alkohol
pernafasan dan tes amfetamin urin. Bagi warga binaan pemasyarakatan
perempuan, pemeriksaan klinis juga akan dilakukan pemeriksaan klinis payudara
dan tes IVA untuk mendeteksi kanker rahim.

(5) Tahap 5. Konseling dan Tindak Lanjut

Kegiatan konseling dan edukasi akan dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
terlatih. Kegiatan konseling dan penyuluhan perlu dilakukan setiap pelaksanaan
Posbindu PTM. Hal ini agar warga binaan pemasyarakatan dapat mengetahui cara
mengendalikan faktor-faktor risikonya, termasuk memberikan rujukan sebagai
tindak lanjut dari konseling.

Kegiatan tindak lanjut yang dimungkinkan dilakukan oleh kader adalah aktifitas
fisik dan atau olah raga bersama. Kegiatan ini sebaiknya tidak hanya dilakukan jika
ada penyelenggaraan Posbindu PTM saja, namun perlu dilakukan secara rutin
sesuai dengan kesepakatan warga binaan pemasyarakatan di tiap-tiap blok
tahanan.

Dari penjabaran di atas, kegiatan-kegiatan yang paling mungkin dilakukan untuk


penyelenggaraan Posbindu PTM di UPT Pemasyarakatan adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Kegiatan Penggalian Faktor Risiko Melalui Posbindu PTM di UPT Pemasyarakatan -
Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan Berbasis Faktor Risiko

No. Kegiatan Pelaksana Waktu Pelaksanaan


1) Penggalian faktor risiko penyakit tidak Kader dan Tenaga Kegiatan ini dilakukan
menular dengan wawancara sederhana Kesehatan saat pertama kali
tentang: kunjungan dan setiap
- riwayat penyakit tidak menular kali kegiatan Posbindu
pada keluarga dan diri peserta PTM.
(wawancara ini dilakukan saat
pertama kali kunjungan saja);
- aktifitas fisik;
- merokok;
- kurang makan sayur dan buah;
- potensi terjadinya cedera dan
kekerasan, dan lainnya.
2) Pengukuran berat badan, tinggi badan, Tenaga Kesehatan Setiap kali kegiatan
Indeks Massa Tubuh (IMT), lingkar Posbindu PTM.
perut.
3) Aktifitas fisik dan atau olah raga Kader Rutin setiap minggu.
bersama.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 19


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

Agar kegiatan-kegiatan tersebut dapat dilakukan secara tepat, diperlukan


penguatan kapasitas bagi para pelaksananya terlebih dahulu dalam bentuk
pelatihan dan pendampingan. Selain akan meningkatkan kualitas data yang
dikumpulkan, pelatihan ini juga sebagai bentuk edukasi kepada warga binaan
pemasyarakatan terkait penyakit tidak menular.

Materi pelatihan yang perlu diberikan kepada tenaga kesehatan dan kader yang
akan terlibat dalam Posbindu PTM di UPT Pemasyarakatan adalah sebagai berikut:

(1) Faktor risiko penyakit tidak menular;


(2) Tahapan pelaksanaan Posbindu PTM;
(3) Cara pengukuran/pemeriksaan berat badan, tinggi badan, lingkar perut, IMT;
(4) Pencatatan; dan
(5) Tindak lanjut untuk aktivitas fisik dan olah raga.

Dengan mempertimbangkan keterbatasan sumber daya untuk pelaksanaan


kegiatan Posbindu PTM di UPT Pemasyarakatan, maka kegiatan Posbindu PTM
untuk setiap blok dapat dilakukan setiap 6 (enam) bulan sekali. Jika diperlukan
dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan, khususnya untuk
kegiatan-kegiatan pengendalian faktor risiko penyakit tidak menular (olah raga
bersama, sarasehan dan lainnya).

Data faktor risiko penyakit tidak menular dikumpulkan dengan menggunakan


formulir Posbindu PTM. Selanjutnya, formulir yang telah lengkap terisi kemudian
dimasukkan ke dalam aplikasi surveilans kesehatan pemasyarakatan berbasis
faktor risiko untuk penyakit tidak menular.

Berikut ini adalah tahapan pencatatan dan pelaporan untuk kegiatan Posbindu
PTM:
(1) Pencatatan hasil skrining penyakit tidak menular yang dilakukan oleh
kader/tenaga kesehatan secara manual (menggunakan formulir kertas);
(2) Input data dari formulir Posbindu PTM ke dalam aplikasi surveilans kesehatan
pemasyarakatan berbasis faktor risiko untuk penyakit tidak menular oleh
petugas yang ditunjuk (kader atau petugas); dan
(3) Jenis data yang dikumpulkan dilengkapi dengan keterangan golongan darah
dan identifikasi sebagai penyandang penyakit tidak menular atau bukan untuk
informasi medis jika ada kondisi darurat.

(b) Pengolahan dan Analisis Data


Pengolahan dan analisis data dilakukan melalui aplikasi surveilans kesehatan
pemasyarakatan berbasis faktor risiko untuk penyakit tidak menular. Data yang diolah
dan dianalisis adalah faktor risiko penyakit tidak menular dengan memperhitungkan
jumlah seluruh warga binaan pemasyarakatan di UPT Pemasyarakatan tertentu.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 20


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

Data surveilans kesehatan pemasyarakatan berbasis faktor risiko penyakit tidak


menular, antara lain:
(1) Cakupan kunjungan warga binaan pemasyarakatan ke Posbindu PTM;
(2) Proporsi warga binaan pemasyarakatan perokok aktif;
(3) Proporsi warga binaan pemasyarakatan kurang aktivitas fisik (<150 menit per
minggu);
(4) Proporsi warga binaan pemasyarakatan kurang konsumsi sayur dan buah;
(5) dan lain-lain (disesuaikan kegiatan skrining yang dilakukan)

Analisis data dilakukan secara deskriptif dan dipilah menurut variabel demografis
(umur, jenis kelamin, pendidikan, dan lainnya), tempat (blok) dan waktu (per waktu
skrining). Hasil analisis data disajikan dalam bentuk narasi, tabel, atau grafik.

(c) Interpretasi Data


Interpretasi data berdasarkan situasi di suatu wilayah dengan penentuan prevalensi
atau besaran masalah, faktor risiko penyakit tidak menular di UPT Pemasyarakatan
atau seluruh UPT Pemasyarakatan di wilayah tertentu. Selain itu, hasil analisis juga
dihubungkan dengan data yang lain, seperti demografi, geografi, atau gaya
hidup/perilaku.

(d) Diseminasi Informasi


Hasil analisis data dari surveilans kesehatan pemasyarakatan berbasis faktor risiko
untuk penyakit tidak menular disajikan di dashboard. Data dari dashboard tersebut
dapat diunduh dan dicetak menjadi laporan dalam bentuk tabel. Laporan ini dapat
dikirimkan ke Kantor Wilayah, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia, atau pemangku kepentingan lain yang ada di wilayah
tertentu.

Berdasarkan dari laporan tersebut, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan atau Kantor


Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dapat memberikan umpan balik
ke tiap-tiap UPT Pemasyarakatan. Sementara itu, bagi UPT Pemasyarakatan, data
yang dihasilkan dapat menjadi dasar dalam pengambilan keputusan dan perencanaan
pengendalian penyakit tidak menular serta evaluasinya.

Jika diperlukan, diseminasi informasi dari hasil surveilans kesehatan pemasyarakatan


berbasis faktor risiko ini dapat dilakukan kepada pemangku kepentingan yang terkait,
seperti jajaran kesehatan, LSM, profesi, perguruan tinggi, dan masyarakat.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 21


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

4) Output

Gambar 7. Dashboard Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan Berbasis Faktor Risio Penyakit Tidak
Menular

(a) Dashboard Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular untuk Tingkat UPT Pemasyarakatan;
(b) Dashboard Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular untuk Tingkat Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; dan
(c) Dasboard Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular untuk Tingkat Nasional (Direktorat
Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia).

2. Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan Berbasis Kasus/Kejadian


Surveilans kesehatan pemasyarakatan berbasis kasus/kejadian dilakukan untuk menangkap dan
memberikan informasi secara cepat tentang suatu penyakit, faktor risiko, dan masalah kesehatan,
dengan menggunakan sumber data yang tidak terstruktur. Pelaksanaan surveilans kesehatan
pemasyarakatan berbasis kasus dilakukan secara terus menerus (rutin) seperti halnya surveilans
kesehatan pemasyarakatan berbasis faktor risiko pada tingkat UPT Pemasyarakatan, Kantor
Wilayah hingga ke Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia.

Sumber data untuk surveilans kesehatan pemasyarakatan berbasis kasus terutama diperoleh dari
klinik di UPT Pemasyarakatan. Data tersebut kemudian diagregasi di tingkat Kantor Wilayah dan
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kegiatan
surveilans kesehatan pemasyarakatan berbasis kasus dilakukan melalui kegiatan verifikasi
kejadian atau kasus penyakit menular atau penyakit tidak menular.

Indikator surveilans kesehatan pemasyarakatan berbasis kasus lebih diarahkan untuk melihat
situasi di tingkat UPT Pemasyarakatan, wilayah atau nasional yang mencakup:
(1) Proporsi Kasus. Indikator ini dapat menunjukkan proporsi kasus penyakit tertentu jika
dibandingkan dengan total kasus yang ditangani oleh UPT Pemasyarakatan selama jangka
waktu tertentu. Kasus ini dapat diagregasi sesuai dengan kebutuhan (per jenis penyakit, usia,
jenis kelamin, status warga binaan pemasyarakatan, atau lama penahanan dan sebagainya).
Demikian pula proporsi ini bisa diagregasi ke tingkat yang lebih tinggi (wilayah atau nasional).
Dengan memanfaatkan data surveilans kesehatan pemasyarakatan berbasis kasus, dapat juga
dihitung proporsi deteksi dini untuk penyakit tertentu.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 22


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

(2) Rata-rata Kunjungan. Indikator ini dapat digunakan untuk mengetahui proporsi kunjungan
rata-rata pasien ke klinik UPT Pemasyarakatan. Ini dapat menunjukkan tingkat kepatuhan
pasien di dalam perawatan atau pengobatan. Proporsi ini diperoleh dari jumlah kunjungan
pasien dengan penyakit tertentu dibandingkan dengan jumlah kasus penyakit tersebut dalam
periode waktu tertentu.
(3) Cakupan Layanan. Indikator ini untuk mengukur proporsi kasus yang ditemukan dibandingkan
dengan estimasi kasus penyakit tertentu di UPT Pemasyarakatan. Dengan melakukan analisis
ini dapat diketahui target atau capaian dari layanan yang ada di UPT Pemasyarakatan.

a. Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan Berbasis Kasus - Penyakit Menular


1) Pengertian
Surveilans kesehatan pemasyarakatan berbasis kasus untuk penyakit menular adalah
kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap kasus atau kejadian
penyakit menular yang ada di UPT Pemasyarakatan. Hal ini dimaksudkan agar dapat
dilakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan
data, pengolahan, dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program
kesehatan. Data untuk surveilans kesehatan berbasis kasus untuk penyakit menular
diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan (klinik atau laboratorium) yang mempunyai
data individual dan agregat pasien.

2) Sumber Data
(a) Klinik UPT Pemasyarakatan; dan
(b) Hasil Laboratorium (jika ada).

3) Kegiatan

•Pengumpulan •Pengolahan dan •Diseminasi


•Intepretasi Data
Data Analisis Data Informasi

a b c d
Gambar 8. Kegiatan dalam Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan Berbasis Kasus Penyakit Menular

(a) Pengumpulan Data


Pengumpulan data untuk surveilans kesehatan pemasyarakatan berbasis kasus untuk
penyakit menular diperoleh dari klinik UPT Pemasyarakatan. Pengumpulan data ini
dilakukan dengan memanfaatkan sistem pencatatan yang ada di tiap klinik UPT
Pemasyarakatan yaitu pada Fitur Perawatan Kesehatan dan Rehabilitasi dalam SDP.

Untuk kasus penyakit menular yang tidak bisa ditegakkan diagnosanya di klinik UPT
Pemasyarakatan, maka diagnosisnya dilakukan berdasarkan pemeriksaan gejala. Jika
pasien dirujuk ke rumah sakit, maka pencatatan data penyakit tersebut berdasarkan
hasil diagnosis terkonfirmasi.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 23


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

(b) Pengolahan dan Analisis Data


Pengolahan dan analisis data dilakukan melalui sistem surveilans kesehatan
pemasyarakatan. Data yang dianalisis adalah kejadian penyakit menular dengan
memperhitungkan jumlah warga binaan pemasyarakatan dalam UPT
Pemasyarakatan. Hasil analisis data tersebut berupa:

(1) Prevalensi kasus penyakit menular (per penyakit);


(2) Proporsi kasus penyakit menular (per penyakit dibandingkan dengan kasus
penyakit menular);
(3) Rata-rata kunjungan kasus penyakit menular (per penyakit); dan
(4) Cakupan layanan kasus penyakit menular (per penyakit).

Analisis data dilakukan secara deskriptif menurut variabel orang (umur, jenis kelamin,
pendidikan, dan lainnya), tempat (blok) dan waktu (bulan, tahun). Hasil analisis data
akan disajikan di dashboard yang berisi grafik dengan pemilahan karakteristik warga
binaan pemasyarakatan, tabel, dan lainnya.

(c) Interpretasi Data


Hasil analisis data diinterpretasi berdasarkan situasi di suatu wilayah dengan
menentukan prevalensi atau besaran kasus atau kejadian penyakit menular di UPT
Pemasyarakatan atau seluruh UPT Pemasyarakatan di wilayah tertentu. Selain itu,
interpretasi juga dapat dilakukan dengan menghubungkannya dengan data lain,
seperti demografi, geografi, atau gaya hidup/perilaku.

(d) Diseminasi Informasi


Hasil analisis data dari surveilans kesehatan pemasyarakatan berbasis kasus untuk
penyakit menular disajikan di dashboard. Data dari dashboard tersebut dapat diunduh
dan dicetak menjadi laporan dalam bentuk tabel. Laporan ini dapat dikirimkan ke
Kantor Wilayah, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia, atau pemangku kepentingan lain yang ada di wilayah tertentu.

Berdasarkan dari laporan tersebut, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan atau Kantor


Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dapat memberikan umpan balik
ke tiap-tiap UPT Pemasyarakatan. Sementara itu, bagi UPT Pemasyarakatan, data
yang dihasilkan dapat menjadi dasar dalam pengambilan keputusan dan perencanaan
pengendalian penyakit menular serta evaluasinya.

Jika diperlukan, diseminasi informasi dari hasil surveilans kesehatan pemasyarakatan


berbasis faktor risiko ini dapat dilakukan kepada pemangku kepentingan yang terkait,
seperti jajaran kesehatan, LSM, profesi, perguruan tinggi, dan masyarakat.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 24


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

4) Output

Gambar 9. Dashboard Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan Berbasis Kasus/Kejadian Penyakit


Menular

(a) Dashboard Kasus Penyakit Menular untuk Tingkat UPT Pemasyarakatan;


(b) Dashboard Kasus Penyakit Menular untuk Tingkat Kantor Wilayah Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia; dan
(c) Dashboard Kasus Penyakit Menular untuk Tingkat Nasional (Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia).

b. Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan Berbasis Kasus - Penyakit Tidak Menular


1) Pengertian
Surveilans kesehatan pemasyarakatan berbasis kasus untuk penyakit tidak menular adalah
kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap kasus atau kejadian
penyakit tidak menular yang ada di UPT Pemasyarakatan. Hal ini dimaksudkan agar dapat
dilakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan
data, pengolahan, dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program
kesehatan. Data diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan (klinik atau laboratorium)
yang mempunyai data individual dan agregat pasien.

2) Sumber Data
(a) Klinik UPT Pemasyarakatan; dan
(b) Hasil Laboratorium (jika ada).

3) Kegiatan

•Pengumpulan •Pengolahan dan •Diseminasi


•Intepretasi Data
Data Analisis Data Informasi

a b c d

Gambar 10. Kegiatan dalam Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan Berbasis Kasus Penyakit Tidak
Menular

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 25


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

(a) Pengumpuan Data


Pengumpulan data surveilans kesehatan pemasyarakatan berbasis kasus penyakit
tidak menular dilakukan di klinik UPT Pemasyarakatan. Pengumpulan data surveilans
kesehatan pemasyarakatan berbasis kasus penyakit tidak menular dilakukan dengan
memanfaatkan sistem pencatatan yang ada di tiap klinik UPT Pemasyarakatan yaitu
Fitur Watkesrehab – SDP.

Untuk kasus penyakit tidak menular yang tidak bisa ditegakkan diagnosanya di klinik
UPT Pemasyarakatan, maka diagnosisnya dilakukan berdasarkan pemeriksaan gejala.
Jika pasien dirujuk ke rumah sakit, maka pengumpulan data penyakit tersebut
berdasarkan hasil diagnosis terkonfirmasi.

(b) Pengolahan dan Analisis Data


Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan bantuan sistem surveilans kesehatan
pemasyarakatan. Data yang diolah adalah kejadian penyakit tidak menular dengan
memperhitungkan jumlah warga binaan pemasyarakatan dalam UPT
Pemasyarakatan. Hasil analisis data tersebut berupa:

(1) Prevalensi kasus penyakit tidak menular (per penyakit);


(2) Proporsi kasus penyakit tidak menular (per penyakit dibandingkan dengan total
kasus penyakit tidak menular);
(3) Rata-rata kunjungan kasus penyakit tidak menular (per penyakit); dan
(4) Cakupan layanan kasus penyakit tidak menular (per penyakit).

Analisis data dilakukan secara deskriptif menurut variabel orang (umur, jenis kelamin,
pendidikan, dan lainnya), tempat (blok) dan waktu (bulan, tahun). Hasil analisis data
akan disajikan di dashboard yang berisi grafik dengan pemilahan karakteristik warga
binaan pemasyarakatan, tabel, dan lainnya.

(c) Interpretasi Data


Hasil analisis data diinterpretasi berdasarkan situasi di suatu wilayah dengan
menentukan prevalensi atau besaran kasus atau kejadian penyakit tidak menular di
UPT Pemasyarakatan atau seluruh UPT Pemasyarakatan di wilayah tertentu. Selain itu,
interpretasi juga dapat dilakukan dengan menghubungkannya dengan data lain,
seperti demografi, geografi, atau gaya hidup/perilaku.

(d) Diseminasi Informasi


Hasil analisis data dari surveilans kesehatan pemasyarakatan berbasis kasus untuk
penyakit tidak menular disajikan di dashboard. Data dari dashboard tersebut dapat
diunduh dan dicetak menjadi laporan dalam bentuk tabel. Laporan ini dapat
dikirimkan ke Kantor Wilayah, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia, atau pemangku kepentingan lain yang ada di wilayah
tertentu.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 26


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

Berdasarkan dari laporan tersebut, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan atau Kantor


Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dapat memberikan umpan balik
ke tiap-tiap UPT Pemasyarakatan. Sementara itu, bagi UPT Pemasyarakatan, data
yang dihasilkan dapat menjadi dasar dalam pengambilan keputusan dan perencanaan
pengendalian penyakit tidak menular serta evaluasinya.

Jika diperlukan, diseminasi informasi dari hasil surveilans kesehatan pemasyarakatan


berbasis faktor risiko ini dapat dilakukan kepada pemangku kepentingan yang terkait,
seperti jajaran kesehatan, LSM, profesi, perguruan tinggi, dan masyarakat.

4) Output

Gambar 11. Dashboard Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan Berbasis Kasus/Kejadian Penyakit


Tidak Menular

(a) Dashboard Kasus Penyakit Tidak Menular untuk Tingkat UPT Pemasyarakatan;
(b) Dashboard Kasus Penyakit Tidak Menular untuk Tingkat Kanwil Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia; dan
(c) Dashboard Kasus Penyakit Tidak Menular untuk Tingkat Nasional (Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia).

F. Pencatatan dan Pelaporan

Data surveilans kesehatan pemasyarakatan berbasis pada UPT Pemasyarakatan karena klinik di
UPT Pemasyarakatan melakukan pelayanan secara langsung kepada warga binaan
pemasyarakatan, baik data berbasis kasus maupun faktor risiko penyakit. Gambar berikut
menggambarkan alur data dalam sistem surveilans kesehatan pemasyarakatan:

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 27


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

Dirjen Pemasyarakatan

Kanwil

UPT Pemasyarakatan

Data Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan Data Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan


Berbasis Faktor Risiko/Indikator untuk Berbasis Faktor Kasus/Kejadian untuk
Penyakit Menular dan Tidak Menular Penyakit Menular dan Tidak Menular

Sistem Database
Pemasyarakatan Fitur
Watkesrehab

Gambar 12. Alur Data Sistem Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

Lembaga pemasyarakatan akan memasukkan data dari dua pendekatan surveilans kesehatan
dengan menggunakan sistem informasi yang mendukung untuk mengolah data secara otomatis
sesuai kebutuhan tiap-tiap UPT Pemasyarakatan, serta domain yang dibutuhkan sebagai laporan
ke Kantor Wilayah atau Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia. Dalam hal ini, sistem informasi yang digunakan adalah Fitur Perawatan Kesehatan dan
Rehabilitasi (Watkesrehab) dalam SDP, termasuk kebijakan administrasi datanya.

Berdasarkan uraian di atas, pihak-pihak yang terlibat dalam proses pencatatan dan pelaporan
dalam surveilans kesehatan pemasyarakatan adalah sebagai berikut:

(1) Posbindu PTM (jika ada) sebagai bagian dari pelayanan kesehatan di UPT Pemasyarakatan.
a. Dilakukan wawancara dan pengukuran faktor risiko penyakit tidak menular;
b. Hasil wawancara dan pengukuran dicatat dalam formulir monitoring faktor risiko penyakit
tidak menular dan dicatat dalam buku register peserta; dan
c. Petugas memasukkan data dari buku register Posbindu PTM ke dalam sistem surveilans
kesehatan pemasyarakatan.
(2) UPT Pemasyarakatan
a. Petugas klinik melakukan pengumpulan data faktor risiko penyakit menular dan penyakit
tidak menular melalui sistem surveilans kesehatan pemasyarakatan;
b. Petugas klinik melakukan pengumpulan data kasus penyakit menular dan penyakit tidak
menular melalui sistem surveilans kesehatan pemasyarakatan; dan
c. Membuat pelaporan rekap faktor risiko atau data kasus penyakit menular dan penyakit
tidak menular dengan memanfaatkan dashboard atau mengeksport data yang telah diinput
ke Ms. Excell. Laporan ditujukan kepada Kepala UPT Pemasyarakatan atau Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
(3) Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 28


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

a. Petugas Kantor Wilayah dapat mengakses data melalui dashboard sistem surveilans
kesehatan pemasyarakatan untuk UPT Pemasyarakatan yang ada di wilayahnya. Data yang
diakses berupa rekapitulasi proporsi faktor risiko atau rekap data kasus penyakit menular
dan tidak menular, cakupan penemuan kasus atau layanan kasus penyakit menular dan
tidak menular; dan
b. Petugas Kantor Wilayah akan memberikan umpan balik kepada UPT Pemasyarakatan
setiap periode pelaporan.
(4) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
a. Petugas di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia dapat mengakses data melalui dashboard dari tingkat UPT Pemasyarakatan
hingga Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang berupa data
rekapitulasi proporsi faktor risiko atau rekap data kasus penyakit menular dan tidak
menular, cakupan penemuan kasus atau layanan penyakit menular dan tidak menular; dan
b. Petugas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan akan memberikan umpan balik kepada
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

G. Pengorganisasian Kegiatan Surveilans Kesehatan


Pemasyarakatan

Untuk penyelenggaraan surveilans kesehatan pemasyarakatan perlu ada mekanisme


pengorganisasian secara berjenjang mulai dari UPT Pemasyarakatan, Kantor Wilayah hingga ke
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Pengorganisasian ini dimaksudkan untuk mendukung kelancaran pelaksanaan pengumpulan data
hingga untuk penyusunan kebijakan kesehatan yang relevan dengan permasalahan yang ada.
Selain itu, pengorganisasian ini dapat memungkinkan terlaksananya upaya peningkatan dan
pengembangan kapasitas teknis dan manajemen sumber daya manusia, serta pengelolaan sumber
pendanaan.

Dalam rangka pengorganisasian ini, setiap pihak yang terlibat dalam surveilans kesehatan
pemasyarakatan perlu melakukan beberapa hal berikut ini:

(1) UPT Pemasyarakatan


a. Mempersiapkan dan melengkapi sarana untuk melakukan kegiatan surveilans kesehatan
pemasyarakatan;
b. Melakukan sosialisasi tentang Posbindu PTM (jika akan diselenggarakan) kepada warga
binaan pemasyarakatan sebagai upaya untuk promosi dan pencegahan penyakit tidak
menular;
c. Memilih dan melatih warga binaan pemasyarakatan sebagai kader untuk pelaksanaan
Posbindu PTM;
d. Mendampingi dan memberikan supervisi dalam pelaksanaan Posbindu PTM, termasuk
pencatatan kegiatannya;
e. Melaksanakan pengumpulan data baik untuk surveilans kesehatan pemasyarakatan
berbasis faktor risiko atau kasus;

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 29


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

f. Menguasai sistem surveilans kesehatan pemasyarakatan, mulai dari mengisi data,


membaca dashboard, dan melakukan ekspor data sebagai bentuk laporan ke tingkat yang
lebih tinggi;
g. Melakukan konsultasi dengan Kepala UPT Pemasyarakatan terkait dengan permasalahan
yang dihadapi dalam penyelenggaraan surveilans kesehatan pemasyarakatan; dan
h. Melaporkan kepada Kepala UPT Pemasyarakatan dan Kantor Wilayah Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia tentang pelaksanaan surveilans kesehatan pemasyarakatan.
(2) Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
a. Melakukan sosialisasi tentang surveilans kesehatan pemasyarakatan kepada UPT
Pemasyarakatan di wilayahnya;
b. Mengorganisasikan pelatihan bagi petugas kesehatan UPT Pemasyarakatan untuk
penyelenggaraan surveilans kesehatan pemasyarakatan;
c. Menyediakan bimbingan teknis selama penyelenggaraan surveilans kesehatan
pemasyarakatan di wilayah kerjanya;
d. Melakukan monitoring pelaksanaan surveilans kesehatan pemasyarakatan di UPT
Pemasyarakatan yang berada di wilayah kerjanya;
e. Memberikan masukan atas laporan UPT Pemasyarakatan berdasarkan laporan capaian
indikator yang telah ditetapkan, seperti tampak dalam dashboard (rekapitulasi) semua UPT
Pemasyarakatan yang ada di wilayahnya; dan
f. Merekomendasikan kebijakan pengendalian penyakit di wilayah kerjanya yang didasarkan
pada hasil analisis dan interpretasi data surveilans kesehatan pemasyarakatan yang ada di
wilayahnya kepada Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia.
(3) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
a. Menyusun regulasi teknis untuk mendukung pelaksanaan surveilans kesehatan
pemasyarakatan;
b. Memobilisasi sumber daya utuk pelaksanaan surveilans kesehatan pemasyarakatan;
c. Mengembangkan materi pelatihan bagi petugas UPT Pemasyarakatan sebagai sebuah
standar kompetensi dalam pelaksanaan surveilans kesehatan pemasyarakatan;
d. Melakukan sosialisasi tentang surveilans kesehatan pemasyarakatan kepada seluruh
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia;
e. Mendukung Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk
melaksanakan pelatihan surveilans kesehatan pemasyarakatan bagi petugas UPT
Pemasyarakatan;
f. Menyediakan bimbingan teknis kepada Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia dan UPT Pemasyarakatan selama penyelenggaraan surveilans kesehatan
pemasyarakatan;
g. Melakukan evaluasi pelaksanaan surveilans kesehatan pemasyarakatan;
h. Memberikan masukan atas laporan dari Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia berdasarkan laporan capaian indikator yang telah ditetapkan, seperti tampak
dalam dashboard (rekapitulasi) semua Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia; dan

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 30


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

i. Mengembangkan kebijakan pengendalian penyakit di wilayah kerjanya yang didasarkan


hasil analisis dan interpretasi data surveilans kesehatan pemasyarakatan yang ada di
berbagai wilayah secara tepat waktu.

H. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring pelaksanaan surveilans kesehatan pemasyarakatan dilakukan secara berkala untuk


mendapatkan informasi atau mengukur indikator kinerja kegiatan. Monitoring dilaksanakan
sebagai bagian dalam pelaksanaan surveilans kesehatan pemasyarakatan yang sedang berjalan.
Hal ini dimaksudkan agar tahapan pencapaian tujuan kegiatan sesuai target yang telah ditetapkan.
Selain itu, bila ditemukan hal yang tidak sesuai rencana, maka dapat dilakukan koreksi dan
perbaikan pada waktu yang tepat.

Sementara itu, evaluasi dilaksanakan untuk mengukur hasil dari surveilans kesehatan
pemasyarakatan yang telah dilaksanakan dalam periode waktu tertentu. Evaluasi perlu melibatkan
peran dan kontribusi surveilans kesehatan pemasyarakatan terhadap suatu perubahan dan hasil
program kesehatan. Oleh karena banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan
pelaksanaan surveilans kesehatan pemasyarakatan, maka kegiatan evaluasi perlu dilakukan secara
objektif yang bisa meminimalkan bias di dalam penarikan kesimpulan.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 31


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

III. Pengoperasian Aplikasi


A. Pendahuluan

Petugas pelaksana surveilans kesehatan pemasyarakatan dapat mengikuti langkah-langkah


berikut ini untuk mengoperasikan aplikasi sistem surveilans kesehatan pemasyarakatan. Setiap
petugas pelaksana tersebut dapat memiliki akses akun ke sistem surveilans kesehatan
pemasyarakatan. Petugas dapat mendaftarkan diri ke form pendaftaran akun yang ada di dalam
aplikasi.

B. Login ke Aplikasi

1. Buka perambah internet (browser) pada computer.


2. Kunjungi alamat berikut https://sdp.ditjenpas.go.id/watkesrehab/
3. Ketik akun pada kolom username dan password.

4. Klik login untuk mulai menggunakan aplikasi.


5. Anda akan diarahkan pada halaman utama Watkesrehab UPT Pemasyarakatan.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 32


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

C. Data Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan Berbasis Faktor


Risiko/Indikator

Data surveilans kesehatan berbasis risiko/indikator didapatkan dari kegiatan skrining pada warga
binaan pemasyarakatan (WBP) untuk mengetahui faktor risiko pada setiap WBP. Untuk memulai
kegiatan skrining, petugas dapat login ke aplikasi Watkesrehab seperti yang telah dijelaskan pada
Bagian A.

1. Pilih menu Pasien untuk memilih nama WBP yang akan diskrining.

2. Cari WBP dengan cara ketik nama WBP pada kolom Pencarian.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 33


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

3. Klik tombol Lihat Pasien/WBP yang terdapat pada bagian kanan kolom daftar pasien.

4. Klik tombol Proses Skrining untuk memulai kegiatan skrining

5. Anda akan diarahkan pada halaman skrining. Pada halaman ini, petugas dapat memilih
salah satu atau semua jenis penyakit yang ada. Form skrining akan muncul setelah
kategori dan Jenis penyakit dipilih. Form yang tersedia untuk jenis Penyakit Menular
sebagai berikut:

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 34


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

Sedangkan untuk Penyakit Tidak Menular tampilannya sebagai berikut:

6. Isi form pada setiap Jenis Skrining dijelaskan di bagian selanjutnya pada dokumen ini.
7. Klik tombol Simpan untuk menyimpan data.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 35


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

a. Penyakit Menular
1. Tuberkulosis

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 36


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

2. HIV & AIDS

3. Hepatitis A

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 37


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

4. Hepatitis C

5. COVID-19

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 38


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

6. IMS

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 39


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

7. Skabies

8. Lepra/Kusta

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 40


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

b. Penyakit Tidak Menular


1. Kesehatan Jiwa

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 41


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

2. Ketergantungan Napza

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 42


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

3. Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular (FR PTM)

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 43


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

4. Gigi

D. Data Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan Berbasis


Kasus/Kejadian

Pencatatan data kasus pada setiap penyakit dilakukan dengan mengakses menu Pasien.

1. Pilih menu Pasien untuk memilih nama WBP yang akan diperiksa.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 44


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

2. Cari nama WBP dengan cara ketik nama WBP pada kolom Pencarian.

3. Klik tombol Lihat Pasien yang terdapat pada bagian kanan kolom daftar pasien.

4. Klik tombol Proses Pasien Berobat untuk mulai mencatat

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 45


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

5. Lengkapi data pengobatan pasien pada setiap kolom yang tersedia

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 46


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

6. Pada kolom Tenaga Kesehatan, Diagnosis Penyakit, dan Obat-obatan/Bahan Habis


Pakai, isi data dengan klik tombol yang terdapat pada setiap field.

a. Daftar Nakes, cari nama Nakes lalu klik tombol “Pilih” untuk memilih.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 47


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

b. Daftar Penyakit menggunakan ICD-10, ketik nama penyakit dalam Bahasa


Indonesia lalu klik tombol “Pilih” untuk memilih penyakit.

c. Obat-obatan/Bahan Habis Pakai, ketik nama obat pada kolom pencarian lalu pilih
obat-obatan dengan cara klik tombol “Pilih”.

7. Setelah semua data terisi, klik tombol “Simpan” untuk menyimpan data.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 48


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

E. Dashboard Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

Dashboard dalam sistem surveilans kesehatan di tingkat UPT Pemasyarakatan adalah bentuk
keluaran dari data pencatatan penyakit yang sudah dimasukkan sebelumnya. Data tersebut
ditampilkan dalam bentuk grafik sehingga menjadi lebih mudah untuk dipahami dan dapat
menggambarkan situasi yang ada saat ini. Dashboard pada sistem surveilans ini diperbarui secara
otomatis sehingga data yang ditampilkan relatif terkini.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 49


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

1. Dashboard Suveilans Kesehatan Pemasyarakatan Berbasis Faktor


Risiko/Indikator
a. Penyakit Menular

1. Grafik cakupan skrining penyakit menular.

Persentase total WBP yang sudah diskrining penyakit menular dibandingkan total WBP di
UPT Pemasyarakatan.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 50


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

2. Grafik persentase WBP dengan suspek/terduga penyakit menular.

Persentase total WBP dengan suspek/terduga penyakit menular dibandingkan dengan


total WBP yang sudah diskrining.

3. Grafik persentase WBP dengan suspek/terduga penyakit menular dibanding dengan total
WBP.

Persentase total WBP dengan suspek/terduga penyakit menular dibandingkan dengan


total WBP yang ada di UPT Pemasyarakatan.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 51


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

b. Penyakit Tidak Menular

1. Grafik persentase WBP yang telah diskrining FR PTM

Total WBP yang telah diskrining FR PTM dibandingkan dengan total WBP di UPT
Pemasyarakatan.

2. Grafik hasil pengukuran tekanan darah pada WBP yang telah diskrining FR PTM

Hasil pengukuran tekanan darah setiap WBP yang telah diskrining FR PTM

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 52


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

3. Grafik Index Masa Tubuh (IMT) pada WBP yang telah diskrining FR PTM

Hasil pengukuran IMT dari WBP yang telah diskrining FR PTM

4. Grafik persentase WBP yang berisiko memiliki penyakit menular dan masalah kesehatan
gigi dan mulut

Total WBP yang berisiko terhadap penyakit menular dan memiliki permasalah gigi dan
mulut dibandingkan dengan total WBP yang telah diskrining.

5. Grafik gangguan kesehatan jiwa pada WBP

Total WBP yang berisiko mengalami gangguan kesehatan jiwa dibandingkan dengan total
WBP yang telah diskrining.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 53


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

6. Grafik ketergantungan Napza pada WBP

Total WBP yang berisiko mengalami ketergantungan Napza dibandingkan dengan total
WBP yang telah diskrining.

7. Persentase WBP yang memiliki faktor risiko penyakit tidak menular pada keluarga dan diri
sendiri

Persentase WBP dengan riwayat penyakit tidak menular pada keluarga dan diri sendiri.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 54


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

8. Grafik WBP yang memiliki faktor risiko tertentu

Persentase faktor risiko penyakit tidak menular berdasarkan hasil wawancara dengan
WBP yang telah diskrining FR PTM.

9. Grafik WBP yang telah mengikuti berbagai penyuluhan FR PTM

Persentase WBP yang telah mengikuti Penyuluhan IVA & CBE, Rokok, dan Potensi Cidera.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 55


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

2. Dashboard Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan Berbasis Kasus/Kejadian


a. Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan Berbasis Kasus - Penyakit Menular

1. Grafik jumlah kasus yang terjadi di UPT Pemasyarakatan dalam periode 1 tahun terakhir

Jumlah kasus/kejadian penyakit menular yang ada di UPT Pemasyaraktan dalam periode
1 tahun terakhir.

2. Grafik kasus/kejadian 10 besar penyakit menular di UPT Pemasyarakatan

Jumlah kasus/kejadian penyakit menular di UPT Pemasyarakatan.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 56


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

3. Grafik persentase kasus/kejadian 10 besar penyakit menular di UPT Pemasyarakan

Persentase total 10 besar penyakit menular di UPT Pemasyarakatan.

4. Grafik rata-rata kunjungan pasien per penyakit di UPT Pemasyarakatan

Rata-rata kunjungan pasien berdasarkan diagnosis penyakit di UPT Pemasyarakatan.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 57


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

b. Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan Berbasis Kasus - Penyakit Tidak Menular

1. Grafik jumlah kasus yang terjadi di UPT Pemasyarakatan dalam periode 1 tahun terakhir

Jumlah kasus/kejadian penyakit tidak menular yang ada di UPT Pemasyaraktan dalam
periode 1 tahun terakhir.

2. Grafik kasus/kejadian 10 besar penyakit tidak menular di UPT Pemasyarakatan

Jumlah kasus/kejadian penyakit tidak menular di UPT Pemasyarakatan.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 58


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

3. Grafik persentase kasus/kejadian 10 besar penyakit tidak menular di UPT Pemasyarakan

Persentase total 10 besar penyakit tidak menular di UPT Pemasyarakatan.

4. Grafik rata-rata kunjungan pasien per penyakit di UPT Pemasyarakatan

Rata-rata kunjungan pasien berdasarkan diagnosis penyakit di UPT Pemasyarakatan.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 59


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

F. Level Pengguna/User

1. UPT Pemasyarakatan
Level pengguna di UPT Pemasyarakatan akan melakukan input data dan dapat melihat
dashboard dari kinerja klinik di UPT Pemasyarakatannya dan dashboard nasional.
2. Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Level pengguna di tingkat Provinsi/Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia membawahi beberapa UPT Pemasyarakatan di wilayahnya. Pengguna pada level
ini dapat melihat dashboad kinerja klinik UPT Pemasyarakatan yang ada di wilayah
kerjanya dan dashboard nasional.
3. Nasional
Level pengguna di tingkat Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia dapat melihat dashboard kinerja klinik UPT Pemasyaraktan,
Provinsi/Wilayah, dan Nasional.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 60


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

IV. Penutup
Pedoman Nasional Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan ini diharapkan dapat menjadi acuan
bagi UPT Pemasyarakatan, Kantor Wilayah dan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam penyelenggaraan surveilans kesehatan pemasyarakatan.
Melalui pedoman ini, diharapkan pengetahuan dan keterampilan petugas pelaksana surveilans
kesehatan pemasyarakatan dapat meningkat, khususnya dalam melakukan kegiatan deteksi dini,
pemantauan, dan tindak lanjut faktor risiko penyakit menular dan tidak menular secara optimal.
Upaya ini diharapkan dapat menekan jumlah kejadian atau kasus penyakit di UPT Pemasyarakatan,
baik penyakit menular maupun penyakit tidak menular.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 61


PEDOMAN NASIONAL Surveilans Kesehatan Pemasyarakatan

V. Daftar Pustaka

L. Møller, H. Stöver, R. Jürgens, A. Gatherer, and H. Nikogosian. Health in prisons A WHO guide to the
essentials in prison health. 2007. Accessed: Dec. 19, 2021. [Online]. Available:
http://www.euro.who.int/pubrequest

Public health | Prison Policy Initiative. https://www.prisonpolicy.org/health.html (accessed Dec. 19,


2021)

UNODC & Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Kementerian Hukum dan HAM RI. Hasil Asesmen:
Penguatan Sistem Surveilans Kesehatan di UPT Pemasyarakatan/Rumah Tahanan dan
Rumah Sakit Pengayoman. 2021

Kementerian Kesehatan RI. Petunjuk Teknis Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular
(Posbindu PTM). 2012

Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2014
tentang Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan. 2014

Kementerian Kesehatan RI. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1479/Menkes/SK/X/2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans
Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular Terpadu. 2003

Kementerian Kesehatan RI. Petunjuk Teknis Surveilans Penyakit Tidak Menular. 2015

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 62

Anda mungkin juga menyukai