DISERTASI
OLEH
FERDINAL FERRY
1630322004
Halaman
DAFTAR ISI.............................................................................................................i
DAFTAR TABEL.....................................................................................................i
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................ii
DAFTAR SINGKATAN........................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
1.5. Novelty................................................................................................10
1.6 HAKI...................................................................................................15
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................16
i
2.2.7. Faktor Sosial-Ekonomi dan Demografis...............................31
ii
BAB 4 HASIL PENELITIAN..............................................................................74
iii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Tabel 2.1 Penurunan Angka Kumulatif Kasus Kanker serviks dengan Frekuensi
Penapisan .............................................................................................21
Tabel 3.2 Cara Penentuan Sampel Secara Proporsional dari Setiap ....................63
IVA ......................................................................................................87
Tabel 4.7 Rekapitulasi Data Hasil Validasi oleh Pakar terhadap Modul
OMPHE-IVA ......................................................................................97
Tabel 4.8 Rekapitulasi Hasil Validasi Pakar tentang Modul OMPHE-IVA ........98
i
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Gambar 2.4 Kerangka Teori HBM oleh Rosenstock dalam Maulida (2015) dan
ii
DAFTAR SINGKATAN
Singkatan Nama
DI Daerah Istimewa
KB Keluarga Berencana
iii
PUS Pasangan Usia Subur
UK United Kingdom
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Informed Consent
2. Pedoman Wawancara
v
BAB 1
PENDAHULUAN
Berdasarkan data GLOBOCAN (2018), diketahui bahwa pada tahun 2016 terdapa
t 569,847(6,6%) kasus baru kanker serviks di dunia pada semua kelompok umur.
Penyebab terbesar kematian akibat kanker setiap tahun, salah satunya disebabkan
oleh kanker serviks dengan angka kematian sebanyak 311,365 (3,52%) kasus di
urutan kedua setelah kanker payudara. Pada tiga dekade terakhir ini, kasus kanker
serviks meningkat pada usia lebih muda atau dibawah 30 tahun. Berdasarkan data
Riskesdas, prevalensi kanker di Indonesia adalah 1,4 per 1000 penduduk, sedangk
ia sebesar 0,8% atau sekitar 98.692 penduduk (Riskesdas, 2013; Kemenkes, 2015;
meliputi promotif, preventif, deteksi dini dan tindak lanjut. Melalui kegiatan ini
1
faktor risiko kanker dan deteksi dini kanker sehingga diharapkan angka kesakitan,
kematian, akibat penyakit kanker dapat ditekan. Kegiatan ini merupakan bagian
dalam mewujudkan masyarakat hidup sehat dan berkualitas, hal ini sesuai dengan
ovinsi kedua dengan prevalensi kanker serviks tertinggi, yaitu 82 per 100.000 pen
morbiditas dan mortalitas kanker serviks menurut WHO disebabkan karena keterl
ambatan dalam pengobatan. Pasien biasanya datang ke rumah sakit sudah dalam k
ondisi stadium lanjut, dan terlambat untuk diobati. Ini terjadi karena terlambatnya
deteksi dini kanker dan kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai gejala kank
angkan program deteksi dini kanker serviks metode IVA di Puskesmas (WHO,
dokter umum dan bidan dan dapat segera memberikan hasil yang dapat digunakan
untuk tindakan skrining selanjutnya (Kemenkes RI, 2016). Skrining IVA telah me
nunjukkan kepekaan klinis mulai dari 41% – 92%. Bila dibandingkan dengan pem
eriksaan Pap-smear, IVA meningkatkan deteksi hingga 30%. Studi di Afrika Selat
an menunjukkan bahwa IVA mendeteksi lebih dari 65% lesi prakanker. Di Zimba
bwe, skrining IVA oleh bidan memiliki sensitifitas 77% dan spesifisitas 64% diba
ndingkan Pap-smear yaitu 43% dan 91%. Di India skrining IVA dilakukan oleh p
erawat terlatih dengan sensitifitas 68%. WHO (2006) menyatakan bahwa sensitifit
as IVA rata – rata sebesar 77% (range antara 56-94%) dan spesifisitas rata-rata 86
% (antara 74-94%). Skrining IVA tersedia di FKTP sehingga dapat diakses oleh
oleh seluruh masyarakat dikarenakan biaya pemeriksaan yang cukup mahal (IAR
Skrining IVA sangat sesuai dengan kondisi negara berkembang seperti Ind
asnya tinggi, cepat dan akurat untuk deteksi dini kanker serviks. Pemeriksaan IVA
dianjurkan bagi semua perempuan usia 30-50 tahun yang sudah melakukan hubun
gan seksual. Target program adalah 50% perempuan berusia 30-50 tahun melakuk
an deteksi dini di Indonesia kurang dari lima persen (2,45%) sehingga banyak kas
Kesehatan RI, tahun 2015 menyebutkan bahwa target cakupan pemeriksaan IVA
tahun 2015 sebesar 10%, tahun 2016 (20%), tahun 2017 (30%), tahun 2018 (40%)
dan tahun 2019 (50%). Kenyataannya cakupan IVA di Indonesia masih jauh dari
September 2017 tentang Deteksi Dini Kanker Serviks dan Payudara bulan
pada WUS masih tergolong rendah yaitu hanya mencapai 9,34%. Khususnya Kota
Padang dengan banyaknya PUS yang belum tercover. Data PUS di Kota Padang
itu sendiri berdasarkan kecamatan yaitu Koto Tangah (16.366 PUS), Kuranji
(11.800 PUS), Nanggalo (7.847 PUS), Padang Barat (5.223 PUS), Pauh (7.669
PUS), Padang Selatan (3.627 PUS), dan Bungus Teluk Kabung (5.036 PUS).
beberapa faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi (1) kurangnya
IVA gratis, (3) kurangnya kesadaran untuk melakukan pencegahan penyakit, (4)
tabu/malu, dan (5) larangan suami. Sementara itu, faktor eksternal meliputi (1)
terbatasnya waktu pelaksanaan pemeriksaan IVA gratis, serta (3) kendala terkait
jarak dan akses transportasi untuk mendapatkan layanan pemeriksaan IVA gratis.
Tanpa adanya perubahan pendekatan, layanan deteksi dini itu kurang optimal
partisipasi wanita usia subur dalam deteksi dini kanker serviks dibandingkan
dengan pengetahuan, sikap dan akses informasi oleh wanita usia subur. Faktor
budaya patriachal juga menjadikan wanita patuh dan mau mendengarkan
Suami yang memiliki pemahaman baik tentang perilaku sehat pasti akan
yang diberikan sudah baik namun masih terdapat ketakutan pada WUS untuk
Selain itu, Wijayanti dkk (2015) dalam penelitiannya dengan 102 wanita u
sia subur sebagai respondennya juga menarik kesimpulan yang sama, bahwa terda
pat hubungan yang signifikan antara dukungan suami dengan keikutsertaan IVA p
ada wanita subur dengan nilai α 0,000 dengan tingkat keeratan kuat. Penelitian ya
ng dilakukan oleh Sari (2016) juga menyimpulkan bahwa dukungan suami baik m
empunyai peluang hampir 10 kali lipat lebih untuk melakukan pemeriksaan IVA d
tkan dukungan suami akan melakukan pemeriksaan IVA 6 kali lipat lebih dibandi
Sejalan juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuliwati (2012)
didapatkan hasil bahwa ibu yang mendapatkan dukungan baik dari suami
berpeluang 5,587 kali lebih besar untuk berperilaku IVA baik. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa semakin baik dukungan yang diberikan oleh suami
kepada istrinya, maka semakin baik pula perilaku kesehatan yang dimiliki oleh
istri dan dalam hal ini perilaku untuk melakukan pemeriksaan IVA.
Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Indah Siti
2016” bahwa terdapat hubungan antara dukungan suami dengan perilaku WUS
dalam melakukan deteksi dini kanker serviks (p=0,010). Nilai Rasio Prevalens
bahwa WUS yang tidak mendapat dukungan dari suami berpeluang 2,473 kali
lebih besar untuk tidak melakukan deteksi dini kanker serviks di Puskesmas
pemberian informasi tentang kanker serviks atau pemeriksaan IVA atau berupa
respon yang positif jika istri mengajak diskusi tentang masalah kesehatan wanita
hal yang penting dalam perilaku pemeriksaan IVA yang dilakukan oleh istri.
Untuk itu diperlukan upaya pencegahan dan pengendalian kanker serviks dengan
metode IVA yang mengikutsertakan peran suami. Peneliti telah melakukan studi
awal terkait dukungan suami kepada PUS di salah satu wilayah kerja puskesmas
di Kota Padang berdasarkan hasil studi awal bulan April tahun 2019, diketahui
bahwa dari 10 pasangan suami istri yang diberikan kuesioner terkait dukungan
suami, ditemukan 90% dengan dukungan suami rendah. Hal ini disebabkan
rendahnya pengetahuan dan kurang baiknya persepsi suami terkait pemeriksaan
IVA.
Persepsi suami yang kurang baik tersebut perlu di intervensi. Menurut teor
i Health Belief Model (HBM), individu akan mengambil suatu keputusan terhadap
suatu penyakit untuk melindungi dirinya dengan cara memandang diri mereka aka
empat persepsi yang membentuk HBM, yaitu: persepsi kerentanan (perceived susc
Maulida, 2015).
pengetahuan tentang kanker serviks dan cara melakukan deteksi dininya sehingga
pencegahan di Puskesmas saat ini sudah ada yaitu program penyuluhan terkait
Enyahkan asap rokok, R = Rajin aktivitas fisik, D = Diet sehat dengan kalori
diberikan oleh puskesmas hanya kepada istri, sedangkan suami masih belum
diperhatikan dan diintervensi. Hal ini merupakan salah satu kelemahan program
yang ada saat ini dimana hanya memberikan pendekatan kepada istri.
Padang, dalam hal ini penelitian akan dilakukan di 7 kecamatan terpilih dengan
cakupan pemeriksaan IVA yang tergolong masih rendah. Penelitian ini akan
dan melakukan pemberdayaan kesehatan terhadap suami dari WUS. Hipotesis dari
penelitian ini yaitu dengan adanya dukungan suami, tindakan istri dalam
melakukan pemeriksaan IVA akan meningkat dan cakupan pemeriksaan IVA akan
pengetahuan dan sikap suami, nantinya akan memberikan dorongan bagi suami
dan pemberdayaan tidak hanya dilakukan kepada istri akan tetapi juga kepada
suami, hal ini dapat mengatasi kelemahan dari program yang ada saat ini dimana
hanya melakukan pendekatan kepada istri saja. Padahal perilaku istri tidak hanya
dipengaruhi oleh faktor internal, tapi juga dipengaruhi oleh faktor eksternal, salah
diimplementasikan kepada suami dan istri dengan modul sebagai tools intervensi.
Berdasarkan hasil implementasi model akan dilakukan evaluasi model pada tahap
membuat rekomendasi kebijakan terkait program suami tanggap IVA, yang akan
direkomendasikan kepada pembuat kebijakan sebagai salah satu program di
yang akan mengubah HBM construct pada istri agar melakukan tindakan
pemeriksaan IVA.
pemeriksaan IVA.
strategis untuk peningkatan tindakan deteksi dini kanker serviks metode IVA.
Model OMPHE-IVA ini bisa dipakai sebagai upaya strategis untuk peningkatan
1.5. Novelty
dengan konsep HBM dalam pemeriksaan IVA. Penelitian ini akan menghasilkan
2. Modul OMPHE-IVA dalam Deteksi Dini Kanker Serviks bagi Pasangan Usia
Subur (PUS).
11
Bondongan untuk terus
mensosialisasikan tentang
pemeriksaan IVA kepada
WUS (30-50 tahun)
dan juga kepada suami.
2 Husband Support And Paskalia Tri Kurniati Penelitian a. Hasil penelitian Penelitian ini hanya
Health Workers Support On observasional menunjukkan bahwa 9,6% dilakukan secara kuantitatif
dengan wanita usia subur tidak saja tanpa dilanjutkan
Iva Examination Practices pernah melakukan
In Fertile Age Women pendekatan dengan metode kualitatif,
pemeriksaan IVA
studi sedangkan model OMPHE
b. 50,9% dari
korelasi wanita usia subur tidak
melakukan penelitian
(cross menerima dukungan suami secara kuantitatif, kualitatif,
sectional) c. 54,4% wanita usia subur dan quasi experiment.
menerima dukungan dari
pekerja kesehatan.
d. Hasil uji statistik
menunjukkan bahwa ada
hubungan antara dukungan
suami (p = 0,016) dan
dukungan perawatan
kesehatan (p = 0,032)
dengan praktik
Pemeriksaan IVA.
e. Diperlukan upaya untuk
meningkatkan penyebaran
dan cara yang efektif dan
berkelanjutan
memberikan informasi oleh
petugas kesehatan kepada
wanita usia subur dan
melibatkan pasangan
wanita usia subur untuk
mendukung penuh
pemeriksaan IVA.
3 Pengaruh Dukungan Suami Anggriany Ratih Pendekatan a. Proporsi yang mendapat Penelitian ini hanya
Terhadap Wanita Usia Puspita Sari kuantitatif dukungan suami baik dilakukan secara kuantitatif
dengan sebesar 58,8%. saja tanpa dilanjutkan
Subur (Wus) Melakukan b. Hasil analisis multivariat
Pemeriksaan Iva rancangan dengan metode kualitatif,
didapatkan faktor yang
case control, sedangkan model OMPHE
Di Puskesmas Joglo Ii berhubungan dengan
20 kasus dan melakukan penelitian
Jakarta Barat pemeriksaan IVA adalah
60 dukungan suami (p=0,030 secara kuantitatif, kualitatif,
Tahun 2016 kontrol. dan quasi experiment.
OR=6,221),
dukungan tenaga kesehatan
(p=0,394 OR=2,693), KB
(p=0,030 OR=0,241) dan
usia
(p=0,100 OR=3,579).
c. Variabel yang dominan
berhubungan dengan
pemeriksaan IVA adalah
dukungan suami
(p=0,033;OR=6,221),
dengan kontribusi sebesar
21%,
4 Pengetahuan Dan Dukungan Sri Restu Tempali Desain a. Hasil penelitian Penelitian ini hanya
Suami Terhadap penelitian menunjukkan bahwa tidak dilakukan secara kuantitatif
kuantitatif ada saja tanpa dilanjutkan
Keikutsertaan hubungan yang signifikan
Pasangan Usia Subur Pada menggunakan dengan metode kualitatif,
antara pengetahuan
Cross sedangkan model OMPHE
Screening Kanker Leher (p=0,202) dan
Sectional melakukan penelitian
Rahim Di keikutsertaan PUS pada
skrining secara kuantitatif, kualitatif,
Wilayah Kerja Puskesmas kanker leher rahim. dan quasi experiment.
Tipo b. Sedangkan, hasil yang lain
menunjukkan ada
hubungan yang signifikan
antara
dukungan suami (p=0,023)
dengan keikutsertaan PUS
pada skrining kanker leher
rahim.
c. Kesimpulan, terdapat
hubungan yang signifikan
antara dukungan suami
dengan keikutsertaan PUS
pada skrining kanker leher
rahim di Wilayah Kerja
Puskesmas Tipo.
5 Determinan Kunjungan Mursita Eka Nordianti Desain c. Hasil penelitian Penelitian ini hanya
Inspeksi Visual Asam dan Bambang penelitian ini menunjukkan bahwa dilakukan secara kuantitatif
Asetat Wahyono adalah nilai saja tanpa dilanjutkan
Di Puskesmas Kota analitik p-value tingkat dengan metode kualitatif,
observasional pendidikan (p=709), sedangkan model OMPHE
Semarang
studi pengetahuan (p=014), melakukan penelitian
cross sikap (p=0,720), faktor secara kuantitatif, kualitatif,
sectional risiko kanker serviks dan quasi experiment.
yang (p=0,008),
melibatkan akses informasi
96 sampel. (p=0,000),
keterjangkauan jarak
(p=0,478), kepesertaan
jaminan kesehatan
(p=0,004), dukungan
petugas kesehatan
(p=0,000), dukungan
keluarga (p=0,004), dan
peran kader
kesehatan (p=0,000).
d. Simpulan penelitian ini
adalah terdapat
hubungan antara
pengetahuan,
faktor risiko kanker
serviks, akses informasi,
kepesertaan jaminan
kesehatan, dukungan
petugas
kesehatan, dukungan
keluarga, dan peran
kader kesehatan dengan
kunjungan pemeriksaan
IVA.
1.6 HAKI
Keluaran dari disertasi ini akan didaftarkan berupa Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) pertama berupa modul umum terkait
kanker serviks, kemudian HAKI kedua berupa modul pembelajaran dan pendidikan kesehatan dalam pemberdayaan pasangan suami istri
bertujuan untuk melakukan pendeteksian dini dan pemeriksaan kanker serviks, kemudian HAKI ketiga berupa policy brief bertujuan untuk
TINJAUAN PUSTAKA
Kanker serviks adalah kanker pada wanita di bagian serviks, yaitu area bag
ian bawah rahim yang menghubungkan rahim dengan vagina. Kanker serviks terja
di jika sel – sel serviks menjadi abnormal dan membelah secara tidak terkendali (I
ARC, 2005). Kanker serviks merupakan suatu keganasan yang disebabkan oleh ad
anya pertumbuhan sel-sel epitel serviks yang tidak terkontrol. Menurut Rasjidi (20
10), kanker serviks adalah salah satu jenis keganasan atau neoplasma yang lokasin
49 tahun, yang terdiri dari muda paritas rendah (mupar) yaitu yang berumur dibaw
ah 30 tahun dengan jumlah anak 0-2 orang dan bukan mupar yaitu yang berumur
diatas 30 tahun dengan jumlah anak berapa saja atau umur istri dibawah 30 tahun
dengan jumlah anak 3 atau lebih. Kanker serviks paling umum terjadi pada wanita
usia 30 – 45 tahun, tetapi dapat juga terjadi pada wanita usia dibawah 20 tahun.
Human Papiloma Virus atau yang lebih dikenal dengan HPV merupakan p
enyebab utama kanker serviks pada manusia. Virus ini ditemukan sebanyak 95%
pada kasus kanker serviks. Penyebaran virus jenis ini tidak hanya melalui penetras
i pada saat berhubungan seksual, tetapi juga dapat ditularkan melalui sentuhan kul
it di wilayah genital tersebut (skin to skin genital contact). Artinya risiko kanker
serviks dimiliki oleh setiap wanita yang aktif secara seksual. Menurut CDC (201
4) kanker serviks adalah adanya perubahan sel-sel serviks dengan karakteristik his
tologi. Proses perubahan pertama menjadi tumor ini mulai terjadi pada sel-sel squ
produksi jenis sel yang dikenal berpotensi menjadi sel kanker ganas.
d) Usia : Kanker serviks berpotensi paling besar pada usia antara 35-55 tahun
proses persalinan normal, bayi bergerak melalui mulut rahim dan ada kem
asangan seks)
Usia ketika wanita mulai melakukan hubungan seks secara aktif juga menj
adi salah satu faktor pemicu kanker serviks. Meskipun secara fungsional ra
tahun), namun kesiapan total umumnya baru tercapai pada usia sekitar 20 t
ahun, dimana secara mental, wanita juga sudah siap untuk berhubungan se
ksual secara sadar. Faktor penyebab yang satu ini memiliki potensi penular
an yang tinggi. Virus HPV dapat ditularkan melalui hubungan seksual baik
serviks. Pada pemakaian lebih dari lima tahun, risiko ini menetap menjadi
2 kali lebih besar dibanding wanita yang tidak memakai pil KB.
ila digunakan dalam dosis yang terlalu sering, maka zat antiseptik tersebut
dapat mengakibatkan iritasi pada kulit bibir vagina yang sangat lembut. Iri
tasi ini biasa berkembang menjadi sel abnormal yang berpotensi dysplasia
(UK, 2014).
Tahapan pertama dimulai dari lesi pre-invasif, yang ditandai dengan adanya abnor
malitas dari sel yang biasa disebut dengan displasia. Displasia ditandai dengan ada
nya anisositosis (sel dengan ukuran yang berbeda-beda), poikilositosis (bentuk sel
yang berbeda-beda), hiperkromatik sel, dan adanya gambaran sel yang sedang ber
(CIN3) dapat berlanjut menjadi karsinoma insitu. Perubahan dari displasia ke kars
inoma insitu sampai karsinoma invasif berjalan lambat (10 sampai 15 tahun) (Wik
injosastro, 2007). Perjalanan alami kanker serviks dapat digambarkan dalam diagr
Serviks Normal
60% membaik dalam
waktu 2 - 3 tahun
Infeksi HPV
Kanker Invasif
Pada tahap prakanker (awal terjadinya kanker serviks) biasanya tidak meni
mbulkan gejala. Bila ada gejala biasanya berupa keputihan yang tidak khas, atau a
da perdarahan setitik yang bisa hilang sendiri. Ketika kanker tumbuh lebih besar,
kemungkinan menimbulkan beberapa gejala yaitu: gejala dini dan lanjutan. Gejala
dini berupa sedikit sekresi dari vagina berupa air, perdarahan setelah koitus (postc
oital bleeding), perdarahan pasca menopause, perdarahan diluar siklus haid, perda
rahan sesudah melakukan senggama, dan perdarahan spontan (diluar senggama).
Gejala lanjutan biasanya berupa sekresi dari vagina yang kehitaman serta bau, nye
ri pada daerah pelvis, abdomen, bokong, berat badan menurun, anoreksia, anemia,
edema ekstremitas bawah, perdarahan dari rektum, gangguan buang air kecil yang
kadang menyebabkan gagal ginjal kronik akibat infiltrasi tumor ke ureter sebelum
masuk kandung kemih yang menyebabkan obstruksi total (Depkes, 2007; Medicin
et, 2014).
a. Pencegahan Primer
rus.
n tiga kali suntikan secara intra muskuler (pada otot lengan, pantat, atau
otot bagian bawah tubuh lain) selama enam bulan pada bulan 0, ke 1 da
n ke 6 (Medicinet, 2014).
b. Pencegahan Sekunder
mi lesi prakanker atau tidak. Penapisan ini bisa dengan secara visual, tes HPV dan
Untuk melihat output dari program penapisan ini, perlu peningkatan cakup
an terhadap populasi yang berisiko. Idealnya, jika 80% dari populasi berisiko mel
akukan penapisan dan lesi prakanker diobati sedini mungkin, maka penurunan ang
ka komulatif kasus kanker serviks tetap akan terjadi dengan frekuensi penapisan y
Frekuensi Penapisan
c. Pencegahan Tersier
elalui kegiatan diagnosis, terapi, terutama terapi paliatif untuk pasien stadium lanj
ut. Pencegahan tersier lebih banyak dilakukan oleh rumah sakit yang mempunyai
sumber daya yang lebih lengkap seperti RS tipe A dan B (Depkes, 2009).
asam asetat atau larutan lugol iodin dan jika dibutuhkan dilengkapi dengan
treatmen yang terkait dengan kondisi prakanker. Namun demikian, dengan adanya
biaya dan rumitnya proses skrining dan treatmen, cara ini hanya memberikan
kasus kanker serviks lebih tinggi terjadi di negara berkembang, karena tidak
dengan sumber daya yang terbatas. Program berbasis tes Pap sulit untuk dilakukan
2009; 2010).
dan cukup akurat untuk menemukan kelainan pada tahap kelainan sel (displasia)
tidak mempunyai program penapisan yang efektif. Karena hal ini metode
dilakukan dilingkungan dengan sumber daya yang terbatas. Program berbasis Test
Inspeksi visual asam asetat merupakan salah satu cara melakukan tes
kemampuan memberikan hasil yang segera kepada ibu. Selain itu juga bisa
pelatihan. IVA adalah pemeriksaan serviks secara visual menggunakan asam cuka
sebagai salah satu metode skrining kanker mulut rahim. IVA tidak
sering kali terletak di kanalis servikalis dan tidak tampak dengan pemeriksaan
menggunakan asam asetat (IVA) paling tidak sama efektifnya dengan Test Pap
dalam mendeteksi penyakit dan bisa dilakukan dengan lebih sedikit logistik dan
hambatan teknis. IVA dapat mengidentifikasi lesi derajat tinggi pada 78%
kolposkopi 3,5 kali lebih banyak dari pada jumlah perempuan yang teridentifikasi
lebih rendah. IVA merupakan praktek yang dianjurkan untuk fasilitas dengan
sumber daya rendah dibandingkan dengan penapisan lain dengan beberapa alasan
antara lain karena aman, murah, mudah dilakukan, kinerja tes sama dengan tes
lain, dapat dilakukan oleh hampir semua tenaga kesehatan, memberikan hasil
pelayanan tes dan pengobatan dengan sarana terbatas. Dengan memfokuskan pada
tahun atau yang memiliki faktor risiko seperti risiko tinggi IMS akan dapat
meningkatkan nilai prediktif positif dari IVA. Karena angka penyakit lebih tinggi
pada kelompok usia tersebut, maka lebih besar kemungkinan untuk mendeteksi
2009; 2010).
1) Setiap perempuan yang berusia antara 25-35 tahun, yang belum pernah
atau lebih.
sebelumnya.
sekali.
seksual yang pertama, namun tidak lebih dari usia 21 tahun; interval skrining tiap
tahun, atau tiap 2-3 tahun untuk wanita usia ≥30 tahun dengan 3 kali berturut-turut
hasil skrining negatif; penghentian skrining pada wanita usia ≥70 tahun dengan ≥3
kali berturut-turut hasil tes negatif dan tanpa hasil tes abnormal dalam 10 tahun
terakhir. Di Eropa merekomendasikan waktu awal skrining pada wanita usia 20-
30 tahun; interval skrining tiap 3-5 tahun; dan penghentian skrining setelah usia
Indonesia interval pemeriksaan IVA adalah 5 tahun sekali. Jika hasil pemeriksaan
negatif maka dilakukan ulangan 5 tahun dan jika hasilnya positif maka dilakukan
kunjungan prenatal, atau post partum/nifas, pemakaian awal atau lanjutan KB,
asuhan pasca keguguran, kontap, atau asesmen IMS. Oleh karena itu, riwayat
perdarahan (pasca coitus atau mens tidak teratur); paritas; usia pertama kali
seperti antara lain meja periksa ginekologi dan kursi, sumber cahaya/lampu yang
memadai agar cukup menyinari vagina dan serviks, spekulum/cocor bebek, rak
atau nampan wadah alat yang telah didisinfeksi tingkat tinggi sebagai tempat
untuk melakukan alat dan bahan yang akan dipakai, sarana pencegahan infeksi
berupa tiga ember plastik berisi larutan klorin, larutan sabun dan air bersih bila
Persiapan bahan antara lain kapas lidi atau forcep untuk memegang kapas,
sarung tangan periksa untuk sekali pakai, spatula kayu yang masih baru, larutan
asam asetat 3-5% (cuka putih dapat digunakan), dan larutan klorin 0,5% untuk
dekontaminasi alat dan sarung tangan serta formulir catatan untuk mencatat
Teknik pemeriksaan IVA adalah klien dalam posisi litotomi lalu dipasang
menampakkan serviks untuk mengenali tiga hal yaitu curiga kanker, curiga
infeksi, serviks normal dengan daerah transformasi yang dapat atau tidak dapat
dengan cara memulas serviks dengan kapas yang telah dicelupkan dalam asam
asetat 3-5%. Pemberian asam asetat akan mempengaruhi epitel normal, bahkan
kolaps dan jarak antar sel akan semakin dekat. Sebagai akibatnya, jika permukaan
epitel mendapat sinar, sinar tersebut tidak akan diteruskan ke stroma, tetapi
serviks. Setelah minimal 1 menit, serviks dan seluruh SSK, diperiksa untuk
melihat apakah terjadi perubahan acetowhite. Hasil tes (positif atau negatif) harus
dibahas bersama ibu, dan pengobatan diberikan setelah konseling, jika diperlukan
1) Hasil Tes-positif
Bila ditemukan adanya plak putih yang tebal berbatas tegas atau epitel
2) Positif 1(+)
Samar, transparan, tidak jelas, terdapat lesi bercak putih yang ireguler pada
skuamos.
3) Positif 2 (++)
acetowhite.
4) Hasil Tes-negatif
Permukaan polos dan halus, berwarna merah jambu. Bila area bercak putih
yang berada jauh dari zona transformasi. Area bercak putih halus atau
pucat tanpa batas jelas. Bercak bergaris-garis seperti bercak putih. Bercak
putih berbentuk garis yang terlihat pada batas endoserviks. Tak ada lesi
atau kista nabothi. Garis putih mirip lesi acetowhite pada sambungan
skuamokolumnar.
5) Normal
kolumnar yang berbentuk anggur yang terpulas asam asetat. Licin, merah
7) Kanker : Massa mirip kembang kol atau ulkus dan mudah berdarah.
2.2.6. Keunggulan dan Tujuan Skrining IVA
kan oleh bidan atau tenaga medis puskesmas dan hasil didapat dengan segera sara
nya yang cukup dengan pendekatan sekali kunjungan (single visit approach). Met
ode skrining IVA juga memenuhi kriteria tes penapisan yang baik, penilaian gand
a untuk sensitifitas dan spesifitas menunjukkan bahwa tes ini sebanding dengan P
spesifisitas IVA lebih baik daripada kolposkopi dengan sensitifitas mencapai 0.74
dan spesifisitas mencapai 0.63 dalam mendeteksi lesi prakanker. Jose Jeronimo et
al. di Peru juga melakukan studi dengan membandingkan IVA dan Pap-smear pad
rikan hasil positif sebanyak 6.9% dengan pemeriksaan Pap-smear sebanyak 4.2%
dan dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan IVA tidak kalah sensitif dalam menent
ukan lesi prakanker serviks. Studi lain oleh Zahra Eftekar di Iran yang membandi
ngkan IVA dengan biopsi didapatkan sensitifitas IVA 95.7% dan spesifisitas men
capai 44%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa IVA merupakan suatu car
ujuan mendeteksi kanker serviks sedini mungkin, yang cocok dilakukan di Indone
sia dengan alasan mudah, murah dan hasilnya efektif dalam menjaring semua pere
i displasia atau sebagai salah satu metode skrining kanker mulut rahim untuk men
deteksi secara dini adanya perubahan sel mulut rahim yang dapat mengarah ke ka
pada wanita pasca menopause, karena daerah zona transisional seringkali terletak
2010).
a. Umur
Umur merupakan lama hidup seseorang yang dihitung mulai saat dilahirka
n sampai berulang tahun terakhir. Semakin cukup umur seseorang, tingkat kemata
ngan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Pada
usia lebih tua, seseorang cenderung merasa lebih rentan terhadap penyakit, sehing
n deteksi dini kanker serviks metode IVA secara rutin dan tepat waktu.
Prevalensi kasus kanker serviks di Indonesia paling tinggi berada pada usia
40 dan 50 tahun, sehingga tes harus dilakukan pada usia dimana lesi prakanker leb
ih mungkin terdeteksi, biasanya 10 sampai 20 tahun lebih awal. Untuk itu deteksi
esuai hal diatas, Yuliwati (2012) dalam tesisnya mengelompokkan umur melakuk
an deteksi dini kanker serviks metode IVA dalam dua kelompok, yaitu <40 tahun
dan >40 tahun. Semakin cepat seseorang melakukan deteksi dini kanker serviks (<
40 tahun) maka akan semakin cepat pula kemungkinan kanker serviks dapat dioba
ti.
b. Pendidikan
salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku kesehatan yang nanti
nya akan berpengaruh terhadap derajat kesehatan. Menurut Green (1980), Pendidi
kan dipengaruhi oleh faktor predisposisi yaitu pengetahuan yang dimiliki seseoran
kin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Orang yang tidak berpendidikan a
tau golongan ekonomi rendah kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ter
sedia.
Ini sesuai dengan hasil penelitian Ni Ketut Martini di Bali bahwa 63,2 %
WUS yang melakukan pemeriksaan deteksi dini kanker serviks adalah pada respo
c. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan terjadi setelah seseorang mela
tahuan tentang pencegahan kanker serviks melalui deteksi dini metode IVA dapat
ngan pengetahuan yang luas akan memiliki kepercayaan terhadap deteksi dini kan
ker serviks, artinya pengetahuan merupakan faktor utama dalam membentuk peril
1) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari seb
kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh badan yang dipelaja
ri atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupak
2) Memahami (Comprehension)
3) Aplikasi (Aplication)
mus, metode, prinsip dan sebagainya dalam kontek atau situasi yang lai
n.
4) Analisis (analisys)
5) Sintesis (synthesis)
6) Evaluasi (evaluation)
akan lebih bertahan lama dibandingkan dengan yang tidak didasari oleh
yang tinggi.
d. Persepsi
Persepsi merupakan suatu hasil dari proses yang secara psikologis dimulai
dari penginderaan sampai diserap oleh syaraf pusat, sehingga individu menyadari
apa yang ia lihat, apa yang ia dengar, dan sebagainya sebagai persepsi. Proses pe
melalui panca indera yang dimiliki, setelah itu diberikan respon sesuai dengan pen
ilaian dan pemberian arti terhadap rangsang lain. Setelah diterima rangsangan atau
data yang ada diseleksi. Untuk menghemat perhatian yang digunakan rangsangan-
rangsangan yang telah diterima diseleksi lagi untuk diproses pada tahapan yang le
lanjutnya individu menafsirkan data yang diterima dengan berbagai cara. Dikataka
n telah terjadi persepsi setelah data atau rangsangan tersebut berhasil ditafsirkan.
bkan setiap orang memiliki interpretasi berbeda, walaupun apa yang dilihatnya sa
ma, belum tentu persepsi seseorang tersebut sama tergantung dengan pengalaman
serta proses belajar yang didapat selama menerima proses rangsangan dari lingkun
gan.
bkan setiap orang memiliki interpretasi berbeda, walaupun apa yang dilihatnya sa
ma. Menurut Robbins dan Judge (2008) terdapat 3 faktor yang mempengaruhi per
entang apa yang dilihatnya itu, ia akan dipengaruhi oleh karakterisktik indi
Sasaran dari persepsi dapat berupa orang, benda, ataupun peristiwa. Sifat-s
rsepsi terhadap sasaran bukan merupakan sesuatu yang dilihat secara teori
melainkan dalam kaitannya dengan orang lain yang terlibat. Hal tersebut y
aupun peristiwa sejenis dan memisahkannya dari kelompok lain yang tidak
serupa.
3) Situasi
Persepsi harus dilihat secara kontekstual yang berarti situasi dimana perse
mungkinan 15,49 kali lebih besar untuk melakukan skrining IVA dibandin
gkan wanita usia subur dengan persepsi keseriusan rendah, WUS dengan p
ersepsi manfaat tinggi mempunyai kemungkinan 14,14 kali lebih besar unt
psi manfaat rendah, dan WUS dengan persepsi hambatan tinggi mempuny
ai kemungkinan 0,09 kali lebih rendah untuk melakukan skrining IVA dib
sumber daya, atau penghambat yang bisa membantu atau merintangi perubahan
(faktor penguat), adalah penghargaan yang diterima dan umpan balik yang
sendiri. Antara faktor satu dengan yang lain saling mempengaruhi, karena
perilaku adalah sebuah fenomena multifacet. Secara umum ketiga faktor tersebut
pengecualian pada orang yang memiliki motivasi yang tinggi ada yang bisa
diterimanya.
sangat besar untuk gagal, kecuali program dilakukan pada masyarakat yang sudah
memiliki sumber daya dan sistem imbalan yang baik. Model determinan perilaku
Knowledge
Attitude
Beliefs
Value
Perception
Health
Education Reinforcing Factors Behavior of
individuals group, or
Attitude & behavior of community
health & personel
peers, parents
Training
lebih banyak laki-laki atau suami dilibatkan dalam program mendeteksi lebih dini
kanker yang menyebabkan kematian belasan ribuan perempuan setiap tahun itu.
pengambilan keputusan oleh perempuan untuk melakukan tes deteksi dini kanker
serviks atau tidak. Padahal, jenis kanker ini bisa diobati jika dideteksi lebih dini.
Namun, meski tes deteksi dini kanker serviks sudah diberikan secara gratis di
dan salah satu alasannya karena dilarang oleh suami (Elmira, 2019).
Hambatan terbesar: dari suami dan budaya. Riset di lima Kabupaten (Deli
pada 2017 menemukan di seluruh wilayah studi tersebut memang telah tersedia
dengan usia 16-49 tahun yang pernah/sedang hamil dan pertanyaan terkait
reproduksi wanita tidak boleh diwakilkan oleh anggota rumah tangga lainnya.
kepada perempuan dan dijawab langsung oleh mereka (tidak boleh diwakili oleh
suami, orang tua, atau anggota rumah tangga lainnya). Dalam konteks lokal
tertentu, nilai-nilai yang dianut sebagian masyarakat, disadari atau tidak, dapat
patriarki tercermin dari besarnya peran izin suami bagi perempuan untuk bisa ikut
terpaksa pulang karena suaminya melarangnya ikut tes deteksi kanker serviks
(Elmira, 2019).
dari Cilacap dan Timor Tengah Selatan. Di dua daerah ini tokoh agama, baik laki-
serviks, yakni mendeteksi lebih awal. Padahal, studi kami menemukan tidak
cukup jika hanya perempuan yang dituntut memiliki pengetahuan dan kesadaran
serviks. Perlu ada keterlibatan dan dukungan dari berbagai pihak baik pemerintah,
pemerintah adalah mengubah strategi sosialisasi mereka agar tidak fokus pada
perempuan saja, tapi juga pada laki-laki dan masyarakat luas karena terbukti
mereka berpotensi menghambat akses perempuan untuk ikut pemeriksaan IVA
(Elmira, 2019).
menunjukkan peran tenaga kesehatan dan kader kesehatan masih sangat sentral
sosialisasi masih tertuju pada perempuan. Padahal, sering kali dalam rumah
sehingga mereka pun harus mendapat sosialisasi tentang bahaya kanker serviks
masih tradisional (patrilineal) menganggap istri tidak sederajat dengan kaum pria,
dan wanita hanyalah bertugas untuk melayani kebutuhan dan keinginan suami
reproduksi istri, misal: kualitas dan kuantitas makanan yang lebih baik dibanding
istri maupun anak karena menganggap suamilah yang mencari nafkah dan sebagai
kepala rumah tangga sehingga asupan zat gizi mikro untuk istri kurang, suami
tidak empati dan peduli dengan keadaan ibu yang sedang hamil maupun menyusui
sehari-hari.
dan berintraksi (misalnya: tempat kerja, club, tukang cukur, dan lain)
perhatian
dan sungkan kepada lingkungan sekitar, oleh karena itu dalam pelaksanaan
GSI perlu dipikirkan sesuatu aturan atau kegiatan yang dapat memotivasi
untuk membiayai keperluan hidupnya bahkan banyak keluarga rendah yang setiap
bulan bersaldo rendah. Sehingga pada akhirnya ibu hamil tidak diperiksakan
Atas dasar faktor tersebut di atas maka prioritas kegiatan GSI ditingkat keluarga
dalam pemberdayaan suami tidak hanya terbatas pada kegiatan yang bersifat
anjuran (advocacy) saja seperti yang selama ini. Akan tetapi lebih bersifat holistik.
permasalahan keuangan.
c. Tingkat Pendidikan
sebagai kepala rumah tangga. Semakin rendah pengetahuan suami maka akses
pasangannya.
penjabaran dari model sosio psikologis yang muncul karena kurangnya kemauan o
dividu. HBM telah diadaptasi untuk menelusuri berbagai perilaku kesehatan jangk
a panjang dan jangka pendek, termasuk perilaku seksual berisiko. Fokus dari HB
erilaku kesehatan. Model ini memprediksikan bahwa individu akan mengambil tin
diri mereka rentan terhadap kondisi atau masalah yang serius. Rosenstock menyat
akan, hipotesis HBM tergantung pada terjadinya simultan pada ketiga faktor yaitu :
adanya motivasi yang cukup (masalah kesehatan) agar menjadi sebuah masalah k
esehatan yang menonjol atau relevan, adanya keyakinan bahwa seseorang rentan t
erhadap masalah kesehatan atau penyakit yang serius atau disebut ancaman, dan a
danya keyakinan bahwa setelah melakukan semua perilaku kesehatan tertentu aka
subjektif. Biaya mengacu pada hambatan yang dirasakan harus diatasi dalam berp
gan sarana dan petugas kesehatan. Kesiapan individu dipengaruhi oleh faktor – fa
ktor seperti persepsi kerentanan terhadap penyakit, potensi ancaman, motivasi unt
lah perilaku itu sendiri yang dipengaruhi oleh karakteristik individu, penilaian indi
rsepsi tersebut baik secara sendiri maupun dikombinasikan dapat digunakan untuk
Satu keyakinan tentang keseriusan kondisi medis dan urutan peristiwa sete
lah diagnosa dan perasaan pribadi yang berkaitan dengan konsekuensi dari
ebih serius bila dibandingkan dengan flu. Oleh karena itu, tindakan penceg
ahan polio akan lebih banyak dilakukan dibandingkan dengan pencegahan
ang memiliki risiko tinggi terhadap kerentanan akan merasa ada bahaya ny
ata bahwa mereka akan mengalami kondisi yang merugikan atau terjangkit
penyakit tertentu.
ari tindakan yang disarankan untuk mengurangi risiko kesehatan. Sikap ata
6) Self Efficacy
tidak akan mencoba sesuatu yang baru tanpa mereka berpikir mereka dapat
akan dicoba. Self efficacy ditambahkan kedalam health belief yang asli
Variabel Sosio-Psikologis:
Variabel Struktural:
Persepsi
Harapan: Ancaman:
Stimulus Tindakan:
Perilaku untuk
Media mengurangi ancaman
Pengaruh Individual berdasarkan harapan.
Pengingat
Gambar 2.3 Diagram HBM
Berdasarkan dasar teori yang telah diuraikan dan penelitian terkait untuk
Tindakan
(Cues to Action)
Gambar 2.4 Kerangka Teori HBM oleh Rosenstock dalam Maulida (2015)
3. Persepsi Manfaat
2.8.1. Dukungan suami yang tinggi berpengaruh terhadap HBM construct pada
persepsi hambatan).
2.8.2. Istri dengan HBM construct yang kurang baik lebih berisiko untuk tidak
suami.
2.8.5. Terjadinya peningkatan HBM construct pada istri sesudah diberikan
METODE PENELITIAN
dukungan suami dan tindakan pemeriksaan IVA pada istri. Metode kualitatif juga
membangun model.
pemeriksaan IVA yang masih rendah di Kota Padang. Penelitian dilakukan pada
bulan Oktober sampai dengan November tahun 2019. Kecamatan terpilih yaitu
51
3.3. Tahapan Penelitian
Pada Tahap II, analisis bivariat dilakukan untuk mengkaji hubungan antara faktor-
3.4.1. Tujuan
berperilaku. Metode ini bertujuan untuk memetakan suatu objek secara relatif
sesuatu .
3.4.2. Proses
a. Pengumpulan Data
memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil
b. Informan Penelitian
dirinya atau orang lain atau suatu kejadian atau peristiwa atau sesuatu hal yang
snowball sampling.
Informan penelitian dalam studi kualitatif ini dibagi dua, yaitu informan
c. Instrumen Penelitian
Alat yang digunakan sebagai pengumpul data pada penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Pedoman Wawancara
dan indikator-indikatornya.
b. Peralatan Elektronik
b. Catatan Lapangan
lembar kertas terdiri dari matriks dan kertas kosong. Catatan ini sangat
c. Matriks Tematik
d. Analisis Data
yang diperoleh, dilakukan triangulasi data. Triangulasi adalah suatu proses dalam
1. Triangulasi Data
diperoleh berasal dari waktu, kondisi sosial dan karakteristik informan yang
berbeda.
2. Triangulasi Teori
3. Triangulasi Metodologi
3.4.3. Hasil
l analitik dengan desain cross sectional, variabel independen dan variabel depende
a. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasangan suami dan istri yang
b. Subjek Penelitian
Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah pasangan suami dan istri yan
g ada di wilayah kerja 7 kecamatan terpilih di Kota Padang yang memenuhi kriteri
a inklusi dan terpilih sebagai subjek penelitian. Besar subjek penelitian dalam pen
elitian ini ditentukan dengan menggunakan rumus uji hipotesis dua proporsi sebag
ai berikut:
Keterangan:
n : Besar subjek penelitian minimum
N : Jumlah populasi
p : Proporsi (0,72)
leh jumlah subjek penelitian minimal yang dibutuhkan sebesar 306. Untuk menghi
ndari subjek penelitian drop out, maka diambil subjek penelitian cadangan sebesar
10% dari subjek penelitian minimal, sehingga besar subjek penelitian dalam penel
1. Kriteria Inklusi
penelitian.
2. Kriteria Eksklusi
random sampling yaitu pengambilan sampel dimulai dari acak Kecamatan dan
Kelurahan. Kemudian pada tingkat Kelurahan maka sampel diambil dengan cara
3. Kecamatan Kuranji
6. Kecamatan Nanggalo
Ujung Gurun.
Tindakan Pemeriksaan IVA Tindakan yang dilakukan oleh WUS berupa Wawancara dengan 1. Pernah Nominal
deteksi dini kanker serviks metode IVA ke menggunakan 2. Tidak pernah
puskesmas. kuesioner
Variabel Independen
1. Pengetahuan Pemahaman/segala sesuatu yang diketahui Wawancara dengan 1.Baik: < mean/median Ordinal
responden tentang deteksi dini kanker serviks menggunakan 1. Kurang baik: ≥
dengan metode IVA baik definisi, gejala, faktor kuesioner mean/median
risiko, penyebab, jenis pemeriksaan, cara
pencegahan, manfaat pemeriksaan, kapan
dilakukan, tempat pelayanan, dan lain-lain.
2. Dukungan Suami Dorongan moril maupun materil yang bersifat Wawancara dengan 1. Baik Ordinal
positif dari suami/keluarga sehingga responden menggunakan 2. Kurang
mau melakukan pemeriksaan IVA. kuesioner
Baik: Jika mengijinkan, memberi biaya, dan
atau mau mengantar/menjaga anak.
Kurang: Jika tidak ketiganya, atau hanya salah
satu diantaranya.
3. Persepsi Kerentanan Persepsi secara subjektif seseorang tentang risik Wawancara dengan 1. Baik: < mean/median Ordinal
o tertular penyakit, serta kemungkinan yang dir menggunakan 2. Kurang baik: ≥
asakan mengacu pada risiko seseorang mengida kuesioner mean/median
p penyakit tertentu atau dampak buruk kesehata
64
n. Dalam konteks HBM, kemungkinan mengida
p suatu penyakit digunakan untuk mengkaji pen
dapat individu tentang bagaimana kemungkinan
perilaku mereka dapat berdampak buruk terhad
ap kesehatannya.
4. Persepsi Keseriusan Persepsi tentang tingkat keseriusan penyakit ata Wawancara dengan 1. Baik: < mean/median Ordinal
u membiarkannya tidak diobati (termasuk evalu menggunakan 2. Kurang baik: ≥
asi dari kedua konsekuensi medis dan klinis dan kuesioner mean/median
konsekuensi sosial yang mungkin muncul), sesu
ai keadaan atau tindakan yang mungkin dapat te
rjadi. Dalam HBM kata tersebut dapat diartikan
seberapa besar kemungkinan seseorang mengid
ap suatu penyakit yang dapat mempengaruhi ke
putusan mereka untuk merubah perilakunya.
5. Persepsi Manfaat Efektifitas tingkat kepercayaan terhadap strateg Wawancara dengan 1. Baik: < mean/median Ordinal
i yang dirancang untuk mengurangi ancaman su menggunakan 2. Kurang baik: ≥
atu penyakit. Bertujuan meningkatkan kualitas kuesioner mean/median
yang lebih besar dari hidup seorang individu ba
ik secara mental dan fisik.
6. Persepsi Hambatan Konsekuensi negatif potensial yang mungkin ti Wawancara dengan 1. Baik: < mean/median Ordinal
mbul ketika mengambil tindakan tertentu, terma menggunakan 2. Kurang baik: ≥
suk tuntutan fisik, psikologis, dan keuangan ata kuesioner mean/median
u bahkan masalah efikasi diri seperti tidak perc
aya diri.
66
Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan dalam bentuk data primer da
n sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari subj
Tahap ini merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan data yang tela
waban dari pertanyaan cukup jelas atau terbaca, apakah jawaban yang tertu
Instrumen penelitian adalah kuesioner yang terdiri dari tiga bagian antara
berpengaruh dan dukungan suami; dan 3) kuesioner HBM construct pada istri.
a. Analisis Univariat
frekuensi dan persentase dari tiap variabel dependen dan independen yang akan
diteliti.
b. Analisis bivariat
Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji chi square dengan CI
95%. Apabila nilai p-value <0,05, maka H0 ditolak yang artinya data subjek peneli
tian mendukung adanya hubungan bermakna (signifikan), dan apabila nilai p-valu
e > 0,05, maka H0 gagal ditolak yang artinya data subjek penelitian tidak menduku
Pakar Materi
sebagai alat intervensi. Modul ini memiliki karakteristik tertentu yang berbeda
dengan modul lainnya. Desain modul awal diserahkan untuk dievaluasi oleh pakar
atau tenaga ahli. Untuk menilai modul ini digunakan lembar penilaian modul
Tujuannya untuk melihat pengaruh dari suatu model pada kelompok intervensi.
Pada kelompok intervensi akan diberikan edukasi dengan modul yang telah
perubahan pengetahuan dan sikap suami yang akan berdampak pada perubahan
Modul OMPHE-IVA
Pre-test Post-test
Pengetahuan dan Pengetahuan dan
Sikap Suami Sikap Suami
Dukungan Suami Intervensi Dukungan Suami
HBM construct HBM construct
pada istri pada istri
3.7.2. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua PUS yang berada di wilayah
Kota Padang.
consecutive sampling. Pada consecutive sampling, semua subjek yang ada dalam
berikut :
n = 40
Keterangan:
σ = standar deviasi
subjek penelitian cadangan. Dari 44 subjek penelitian pada tahap implementasi ini
berbeda dari 337 subjek penelitian pada tahap dua penelitian untuk menghindari
bias kontaminasi.
71
a. Kriteria Inklusi
penelitian.
b. Kriteria Eksklusi
3.7.7. Instrumen
a. Modul OMPHE-IVA
kuesioner. Uji coba kuesioner ini untuk mencegah terjadinya kesalahan sistematik.
Kesalahan ini harus dihindari, karena akan merusak validitas dan kualitas
tinggi.
a. Uji Validitas
dan kesahihan pada alat ukur yang digunakan dalam penelitian. Instrumen harus
dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Uji validitas sangat diperlukan
72
untuk mengetahui ada tidaknya pertanyaan dalam kuesioner yang harus diganti
Item instrumen dianggap valid jika hasil uji validitas dapat dinyatakan
dengan r hitung maupun r tabel, jika r hitung > r tabel maka item instrumen
dianggap valid. Besar r tabel ditentukan oleh jumlah responden 30 orang dengan
b. Uji Reabilitas
instrumen yang digunakan, artinya sejauh mana pengukuran dari suatu tes tetap
yang sama. Uji reabilitas dinilai dengan menghitung nilai Cronbach’s Alpha
menggunakan SPSS.
1. Nilai alpha cronbach 0,00 sampai dengan 0,20, berarti kurang reliable
2. Nilai alpha cronbach 0,21 sampai dengan 0,40, berarti agak reliable
3. Nilai alpha cronbach 0,41 sampai dengan 0,60, berarti cukup reliable
5. Nilai alpha cronbach 0,81 sampai dengan 1,00, berarti sangat reliable
73
a. Analisis Univariat
independen.
b. Analisis Bivariat.
ditolak, yang berarti ada perbedaan. Pada tahap ini, peneliti ingin
dukungan suami dan HBM construct pada istri sebelum dan setelah
intervensi.
74
BAB 4
HASIL PENELITIAN
menjadi dua kelompok yaitu informan yang terlibat dalam wawancara dan Focus
mendalam melibatkan 9 orang informan (2 pasang suami istri usia subur) serta 5
orang dari tenaga kesehatan yang dipilih berdasarkan teknik purposive sampling,
diinginkan.
Discussion (FGD) terdiri atas 4 orang yaitu Kasi Promkes, Kabid P2P, Pengelola
IVA, serta Kepala Dinas Kesehatan Kota Padang. Informan yang dipilih dalam
yang dilakukan. Informan wawancara yang dipilih adalah 4 orang istri dengan
dikarenakan kedua pasang PUS tersebut bersedia, masih berusia produktif, serta
Dari pihak puskesmas sendiri peneliti menggali informasi dari level bawah hingga
Jabatan
No Peserta FGD JK Umur Pendidikan Kode
1 dr. Ferimulyani Hamid, P 52 S2 IF 10 Kadinkes
M. Biomed
2 dr. Gentina P 53 S1 IF 11 Kabid P2P
3 drg. Henny Indriani Lubis P 38 S1 IF 12 Pengelola IVA
4 Ismul Azan L 53 S1 IF 13 Promkes
kelompok adalah stakeholder dari Dinas Kesehatan Kota Padang yang langsung
tersebut dipilih karena peneliti menyakini mereka mengetahui masalah lebih luas
dan mendalam sehubungan dengan objek penelitian serta dapat dipercaya dan
4.1.2. Pengetahuan
Pemeriksaan IVA tentu dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satu faktor
Pasangan Usia Subur (PUS) beserta tenaga kesehatan yang berperan dalam
“…Kalau tentang IVA ini pernah dengar dari kakak sepupu. Cuman dia
pakai daun ekor naga setelah itu hilang selama 1 tahun tidak ada lagi, hasilnya
negatif…” (Inf-4)
“...Istilah kanker serviks itu pernah dengar juga sangat bahayanya bagi
seorang istri, karena kanker susah disembuhkan, yang saya tahu gitu pak….”(Inf-
1)
terbatas dalam keterpaparan informasi dari media sosial atau sumber lainnya. Hal
“…..Pernah dari orang-orang dengar sih pak, bahayanya kanker gitu pak.
pencegahan….”(Inf-2)
memahami terkait alur dari pemeriksaan IVA itu sendiri, sekalipun ada saudara
pak, katanya kakak periksa IVA positif, kalau lama dibiarkan harus dioperasi.
Jadi informasi tentang IVA ini dapat info dari keluarga kakak sepupu itu aja tahu
baru pak….”(Inf-4)
pak…”(Inf-2)
“……Kalau harus diperiksa pakai BPJS ya ikut aja prosedur yang gratis itu
pak…”(Inf-3)
Padang dikatakan sudah berjalan cukup baik. Hal ini tergambar dari yang
terbaik pelaksanaan IVA tingkat nasional, itu menandakan pencapaian IVA kita
tercapai, InsyaAllah….”(IF-6)
dengan sistem jemput bola cenderung merata dari berbagai level masyarakat.
contohnya misalnya artinya semua kalangan warga Purus yang juga menengah
pemeriksaan….”(IF-6)
“….Ya karena ada dukungan dari masyarakat malahan ada dari suami
yang mengantar langsung ke sini. Ya contohnya saja angka “crayon” juga tinggi
79
itu juga perlu dukungan suaminya. Tapi, ya karena IVA ini targetnya orang sehat
Hal ini tentu dapat terlaksana dengan cukup baik karena didukung dari
tenaga yang tersedia. Namun, masih ada beberapa kendala yang ditemukan karena
masih ada beberapa tenaga yang belum mendapatkan pelatihan agar lebih terampil
pemeriksaan kita pada tahun ini lebih kurang 3000 ribu pak, kita lihat dari segi
jumlah yang diperiksa dengan tenaga yang sudah dilatih memang kurang, tapi
sosialisasi dan pelatihan meski tidak mempunyai sertifikat, karena kita sudah
dilatih TOT di Jakarta dulu. In house training dari tenaga yang sudah dilatih
dukungan suami juga. Berdasarkan analisis masalah jadi kita cetuskan Sapu
IVA , dimana kita mengumpulkan suami ya kalau dikita kan secara budaya di
Minang itu, kalau IVA tu masih tabu, masih malu itu kan secara gender bukan
urusan laki-laki tapi urusan perempuan. Nah dengan adanya SAPU IVA ini kita
apa menggalak partisipasi suami untuk mendukung istrinya supaya periksa IVA
80
agar cakupan kita meningkat. Nah, mungkin dari situ lahirnya inovasi SAPU IVA
pak…”(IF-8)
“….Buku saku untuk suami kayak booklet, kadang laki-laki ini sukanya
yang enak-enaknya saja gimana cara kita konseling facial vagina biar lebih
berkaitan dengan orang yang diperiksanya lagi, warga kami di Padang Barat ini
untuk sasaran masih banyak yang belum terjangkau khususnya menengah ke atas,
kantor atau mungkin belum terpapar jadi kendalanya sasaran dari menengah ke
Selain tenaga yang perlu memiliki kompetensi juga diperlukan sarana yang
khususnya di Puskesmas.
kekurangan pak, baik Porn Detection Alert maupun semua yang alat dibutuhkan
disediakan di puskesmas….”(IF-6)
“….Ya kalau dari puskesmas ada, dana BOK namanya, percetakan juga
secara swadaya masyarakat misalnya punya percetakan di purus jadi CSR nya,
dia nanti memberikan gratis malahan pak. Yang di Cristine Hakim malahan kotak
dus kripiknya ditempel stiker tentang edukasi IVA, di Inna Muara Hotel juga
digelasnya…”(IF-9)
“…..Dulu ada dicover BPJS, tapi karena sekarang program tidak dicover
lagi BPJS dari pelayanan biasa aja. Nanti ya itu, cuman ngak gampang. Motivasi
dari pelaksanaan apa karena program kali ya. Jadi umum pun sekarang ngak
boleh bayar. Mungkin di tempat lain sedikit yang mau diperiksa, jadi gratis ngak
“…O pertama sekali perlu juga mungkin sebelumnya kita ceritakan juga
sangat antusias dalam penerimaan pemeriksaan IVA mulai dari pak camat, pak
lurah, kemudian pak lurah ke pak RT dan RW jadi terlibat semuanya dan kita
juga disini kader, sudah membuat kelompok kader IVA kemudian bapak-bapak
82
suami peduli IVA, bersama kita bisa. Sehingga dengan kerjasama lintas sektoral
berperan pak, dari semua kalangan juga terlibat, istilahnya mulai dari kalangan
bawah sampai kalangan atas sudah tahu tentang IVA kalau kalangan menengah
ke bawah itu kita ada lagi inovasinya namanya multilevel. Satu yang periksa IVA,
yang diperiksa itu membawa perempuan lainnya juga bawa perempuan untuk
diperiksa, kalau satu level di atas ada lagi namanya inovasi safari IVA pak kita
10 hotel, karyawan hotel perempuan dan juga istri karyawan hotel kita sudah
safari tu pak ke hotel. Kita periksanya di situ kita bawa alat ke sana, terus dia
disuluh-suluh tapi ngak ada bukti nyatanya jadi percuma saja. Kita balik pakai
MLS dulu…”(IF-5)
Selain itu pihak puskesmas juga sudah ada melakukan kegiatan sosialisasi
pemeriksaan IVA.
“…..Ada pak kami disamping suami, RT, RW sudah diundang jadi ada
kelompok-kelompok yang diundang termasuk suami ya, jadi kelompok sadar IVA
sudah melalui SAPU IVA, kalau permasalahannya kalau cakupannya luas kita
83
sudah atasi. Sarana prasana, ada leaflet dan ada banner yang pakai bahasa
minang. Kita kemas secara kreatif pak, orang lain mencontoh kesini….”(IF-9)
sendiri, memang agak jarang yang diantar suami. Jadi mereka mendengar dan
“…Jadi sebelum kasat matanya langsung diantar, mungkin nanti ada form
yang diperlukan untuk melihat peran serta untuk melihat dukungan suami…(IF-5)
dari adanya dukungan suami kepada istri. Hal ini juga diungkapkan pada hasil
suami untuk istri agar mau melakukan pemeriksaan IVA. Padahal istri
“…..Kalau sama suami ada komunikasi ya pak, lumayan sering juga. Tapi
“….Sangat penting iya kalau peran suami itu tapi kenyataannya yang
begitulah pak. Saya sendiri juga baru tahu pemeriksaan IVA ini…”(Inf-2)
“.…Tidak ada, kalau saya ya ada sih cerita-cerita dengan saudara saja
terkait pemeriksaan IVA ini. Suami sibuk kan ya, bahas ya terkait anak sih
“.…suami perlu juga dikasih pengarahan pak, biar tahu juga. Kalau dari
“.…tidak ada bahas itu, suami juga ngak tahu. Mungkin perlu diundang
“.…karena mereka sebagai suami tidak paham terkait IVA tentu ndak tau
tersosialisasikan dan menyentuh pihak suami. Faktor lain juga disampaikan bahwa
terkait kesehatan wanita atau sistem reproduksi ini masih saja dianggap tabu di
masyarakat umumnya.
“.…dia malu, ndak mungkin nanya-nanya itu pak apalagi ndak tau juga
“.…aneh dan tidak nyaman kalau berbicara tentang itu sama saya dia.
iap individu memiliki persepsinya sendiri dan kemungkinan mengalami suatu kon
disi yang akan merugikan kesehatannya. Individu bervariasi dalam persepsi merek
“….ya pak, saya belum pernah melakukan pemeriksaan IVA karena tidak ada
keluhan yang terlalu. Cuman gini pak, pas berhubungan perut saya sakit. Hmhm setelah
itu kadang sakit juga, tapi tidak sampai mengganggu pak. Jadi kadang ada juga mau
Informan juga sudah mulai mengenal terkait dengan penyakit yang cukup
keluarga. Namun, masih terbatas dalam keterpaparan informasi dari media sosial
atau sumber lainnya. Hal ini diungkapkan oleh beberapa informan sebagai
berikut:
87
“…..Pernah dari orang-orang dengar sih pak, bahayanya kanker gitu pak.
pencegahan….”(Inf-2)
“…kalau lama dibiarkan harus dioperasi. Takut juga jadinya saya tau hal
itu….”(Inf-4)
Berdasarkan wawancara dengan istri atau wanita usia subur terkait dengan
“…..Sejauh ini usaha yang sudah dilakukan untuk istri saya ada pernah
dengar tentang ibu-ibu yang meninggal karena kanker serviks, bahayanya itu
supaya kita mengetahui IVA di dalam atau tidak. Cara pemeriksaan ndk
tahu…”(Inf-4)
“….kalau ada pemeriksaan iya ikut saja pak, hasilnya yang ikut alur kalau
manfaat yang dapat dirasakan apabila melakukan deteksi dini sebelum berlanjut
seperti kanker.
“….ya kalau memang periksa ini bisa diobati lebih awal ya tentu mau saya
pak…”(Inf-2)
“...boleh lah pak, kalau gratis bisa tahu lebih lanjut boleh juga…”(Inf-1)
“…saya agak takut pak, tapi kalau manfaat dari pemeriksaan ini penting
bagi saya. Apa boleh buat saya mau lah pak…” (Inf-4)
“…kalau ada untungnya buat kesehatan saya, tentu saya mau saja untuk
pemeriksaan IVA bagi istri. Namun, bila ditanggung oleh BPJS maka hal ini tidak
menjadi masalah bagi para pasangan suami istri. Hal ini seperti yang diungkapkan
“…rasanya tidak pak karena sekarangkan sudah ada yang namanya kartu
BPJS…” (IF1)
“…indaklah pak, kan kini lah ado namonyo BPJS, tu ambo raso indak
“… kalau saat ini saya rasa tidak mempengaruhi ekonomi saya pak,
Di sisi lain, bila biaya yang diperlukan dari biaya sendiri dengan jumlah
yang mencapai ratusan untuk kalangan ekonomi menengah ke bawah agak terasa
menyulitkan. Namun, bila biaya yang diperlukan masih di bawah seratus maka
sebagian dari PUS bersedia untuk mengeluarkan biaya secara pribadi. Seperti
kalau menurut saya tidaklah pak, apalagi buat kesehatan pak, kalau bisa tidak
pernah danga urang barubek untuk kanker maha, sampai jua barang-barang,
“…tergantung biayanya sih pak, kalau jutaan itu mahal pak, tapi untuk
“…gimana ya pak, karena saya kurang tau berapa anggaran biayanya jadi
susah untuk mengatakan mahal atau tidak, oh kalau sekitar segitu rasanya
lumayanlah pak..”(IF4)
“…oh biayanya segitu ya pak, saya rasa masih dalam batas wajar itu
pak…”(IF2)
“…Kalau selalu tidak pak, tapi adalah pak kalau biaya-biaya tak terduga
tu, tapi biasanya istri yang bertugas buat manajemen uang pak…”(IF1)
“…kalau perencanaan ndak ado bana pak, kalau khusus untuk memeriksa
“…tu ada pak, seorang istri dan ibu itu harus mempunyai perencanaan
Kanker Serviks
Variabel F %
Umur
Muda (≤ 45 tahun) 298 88,4
Tua (> 45 tahun) 39 11,6
Tingkat Pendidikan
Rendah (≤ SMA) 248 73,6
Tinggi (> SMA) 89 26,4
Pekerjaan Istri
Tidak Bekerja 251 74,5
Bekerja 86 25,5
Pekerjaan Suami
Tidak Bekerja 3 0,9
Bekerja 334 99,1
Status Perkawinan
Belum/Tidak Menikah 0 0,0
Menikah 337 100,0
Usia Perkawinan
< 21 tahun 292 86,6
≥ 21 tahun 45 13,4
Kecamatan
Koto Tangah 163 48,4
Kuranji 56 16,6
Pauh 20 5,9
Padang Timur 1 0,3
Nanggalo 41 12,2
Padang Barat 16 4,7
Padang Selatan 26 7,7
Bungus Teluk Kabung 14 4,2
Tindakan Pemeriksaan IVA
Tidak Pernah 245 72,7
Pernah 92 27,3
94
Dukungan Suami
Kurang Baik 141 41,8
Baik 196 58,2
Pengetahuan WUS Istri
Kurang Baik 154 45,7
Baik 183 54,3
Persepsi Kerentanan
Kurang Baik 168 49,9
Baik 169 50,1
Persepsi Keseriusan
Kurang Baik 163 48,4
Baik 174 51,6
Persepsi Manfaat
Kurang Baik 196 58,2
Baik 141 41,8
Persepsi Hambatan
Kurang Baik 155 46,0
Baik 182 54,0
Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui bahwa dari 337 responden sebagian
besar istri berumur muda atau ≤45 tahun (88.4%) dan sebagian besar responden
memiliki tingkat pendidikan rendah (73.6%). Selain itu, sebagian besar responden
tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga/IRT (74.5%) dan pada umumnya
suami responden dalam status bekerja (99.1%) serta responden masih dalam status
memiliki usia perkawinan < 21 tahun (86.6%) dan sebanyak 163 (48.4%)
pernah melakukan pemeriksaan IVA (72.7%) dan lebih dari separuh responden
memiliki dukungan yang baik dari suami (58.2%). Namun, angka ini tidak
pengetahuan WUS yang baik (54.3%). Selanjutnya lebih dari separuh responden
memiliki persepsi kerentanan deteksi dini kanker serviks dengan baik (50,1%),
95
lebih dari separuh responden memiliki persepsi keseriusan deteksi dini kanker
serviks dengan baik (51,6%), dan lebih dari separuh responden memiliki persepsi
manfaat deteksi dini kanker serviks dengan kurang baik (58,2%), serta lebih dari
mengenai variabel dukungan suami yang dapat dilihat pada tabel 4.18 berikut ini.
f % f %
1 Apakah suami memberikan izin ibu, untuk 77 22,8 260 77,2
melakukan Pemeriksaan IVA?
2 Apakah suami memberikan biaya untuk ibu 97 28,8 240 71,2
melakukan pemeriksaan IVA?
3 Apakah suami mau mengantar/menjaga anak 83 24,6 254 75,4
jika ibu melakukan pemeriksaan IVA?
4 Apakah suami tahu atau memperhatikan bila 134 39,8 203 60,2
ibu menjadi kehilangan atau gairah dalam
melakukan aktivitas sehari-hari yang biasa
dilakukannya?
5 Apakah suami membantu ibu dalam 154 45,7 183 54,3
melakukan pekerjaan rumah ( seperti :
menyapu, mengepel, mencuci piring dan lain-
lain)
6 Apakah suami menginginkan atau menyuruh 147 43,6 190 56,4
ibu untuk melakukan pemeriksaan IVA?
7 Apakah jika ibu lebih sensitif (mudah 130 38,6 207 61,4
tersinggung) dari biasanya, suami dapat
memahamiibu?
8 Apakah saat istri mudah tersinggung, suami 139 41,2 198 58,8
beada disamping ibu?
9 Apakah suami memberi perhatian yang lebih 100 29,7 237 70,3
pda ibu (misalnya: berkaitan dengan keluhan
yangterjadi pada ibuterutama keluhan pada
sistem reproduksi)?
10 Apakah suami dapat menenangkan ibu saat 117 34,7 220 65,3
ibu dalam kondisi sedih atau takut untuk
melakukan pemeriksaan IVA?
11 Apakah suami juga menyimak informasi 161 47,8 176 52,2
96
f % f %
1 Menurut anda apa yang dimaksud dengan 87 25,8 250 74,2
kanker serviks?
f % f % f % f %
1 Saya melakukan pemeriksaan IVA
karena adanya dukungan dari keluarga 24 7.1 146 43.3 146 43.3 21 6.2
dan suami saya.
2 Saya yakin dengan teratur melakukan
pemeriksaan IVA saya akan terhindar
26 7.7 152 45.1 111 32.9 48 14.2
dari ancaman penyakit kanker yang
mematikan.
3 Saya melakukan pemeriksaan karena
saya seorang wanita usia subur yang 28 8.3 165 49.0 125 37.1 19 5.6
berisiko terkena kanker serviks.
4 Menurut saya IVA wajib dilakukan
ketika wanita sudah pernah melakukan 22 6.5 148 43.9 150 44.5 17 5.0
hubungan seksual
5 Saya melakukan pemeriksaan IVA
karena saya wanita usia subur yang 26 7.7 138 40.9 155 46.0 18 5.3
menikah lebih dari sekali.
6 Menurut saya pemeriksaan IVA penting
karena saya wanita yang menikah 21 6.2 155 46.0 129 38.3 32 9.5
kurang di usia 20 tahun
7 Menurut saya pemeriksaan IVA perlu
saya lakukan karena saya wanita yang
14 4.2 150 44.5 144 42.7 29 8.6
menggunakan KB hormonal yang
membuat saya rentan.
8 Menurut saya pemeriksaan IVA perlu
saya lakukan karena saya memiliki anak 20 5.9 159 47.2 138 40.9 20 5.9
lebih dari 3
9 Saya melakukan pemeriksaan IVA 15 4.5 156 46.3 151 44.8 15 4.5
karena saya mempunyai riwayat sakit
pada kemaluan saya
f % f % f % f %
99
f % f % f % f %
1 Saya merasakan pelayanan yang
diberikan puskesmas memperlancar 4 1.2 189 56.1 116 34.4 28 8.3
proses pemeriksaan IVA.
2 Saya mendapatkan informasi yang
6 1.8 192 57.0 128 38.0 11 3.3
dibutuhkan dalam pemeriksaan IVA.
3 Saya mendapat pelayanan pemeriksaan
20 5.9 160 47.5 123 36.5 34 10.1
dengan mudah dan praktis.
4 Saya merasa pelayanan pemeriksaan
15 4.5 168 49.9 128 38.0 26 7.7
IVA menghemat waktu dan biaya.
5 Saya merasa layanan pemeriksaan IVA
22 6.5 174 51.6 99 29.4 42 12.5
sangat bermanfaat.
6 Saya melakukan pemeriksaan IVA
karena dilakukan bersama dengan 40 11.9 127 37.7 136 40.4 34 10.1
teman-teman.
7 Menurut saya pemeriksaan IVA penting 17 5.0 161 47.8 124 36.8 35 10.4
sehingga saya tetap melakukan IVA
walaupun saya merasa malu dengan
100
teknik pemeriksaannya
8 Saya melakukan pemeriksaan IVA
karena saya ingin mengetahui apakah 26 7.7 160 47.5 113 33.5 38 11.3
saya berisiko terkena kanker serviks.
9 Saya melakukan pemeriksaan karena
saya ingin mengetahui dan cepat berobat 8 2.4 174 51.6 119 35.3 36 10.7
jika hasilnya positif
10 Saya melakukan pemeriksaan IVA
karena pemeriksaan dilakukan di
7 2.1 180 53.4 143 42.4 7 2.1
puskesmas atau klinik yang dekat
dengan rumah saya
11 Saya melakukan pemeriksaan IVA
karena pemeriksaan dilakukan karena 17 5.0 159 47.2 148 43.9 13 3.9
ada dukungan suami
f % f % f % f %
1 Saya merasa takut bila akan melakukan
12 3.6 138 40.9 154 45.7 33 9.8
pemeriksaan IVA karena nyeri/takut.
2 Saya merasa takut dengan hasil
pemeriksaan, jika saya melakukan 15 4.5 138 40.9 161 47.8 23 6.8
pemeriksaan IVA
3 Teknik pemeriksaan IVA membuat saya
14 4.2 142 42.1 160 47.5 21 6.2
ragu bila hasilnya kurang akurat
4 Teknik pemeriksaan IVA membuat saya
malu dan enggan untuk memeriksakan 18 5.3 162 48.1 132 39.2 25 7.4
diri
5 Saya merasa takut dengan hasil
pemeriksaan akan berpengaruh dengan 19 5.6 152 45.1 138 40.9 28 8.3
rumah tangga saya
6 Saya ingin melakukan pemeriksaan tapi
saya terlalu sibuk, sehingga tidak ada 17 5.0 180 53.4 121 35.9 19 5.6
waktu untuk melakukan pemeriksaan.
7 Saya merasa takut dengan hasil
pemeriksaan karena akan membutuhkan 14 4.2 158 46.8 142 42.1 23 6,8
biaya yang mahal untuk berobat
8 Saya merasa takut dengan hasil
pemeriksaan karena akan tidak 18 5.3 171 50.7 123 36.5 25 7,4
mendapat dukungan suami atau keluarga
101
pemeriksaan IVA pada istri). Analisis bivariat dalam penelitian ini menggunakan
uji chi-square dengan tingkat kemaknaan atau nilai p-value (95%CI). Jika nilai p-
value < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
variabel independen dengan variabel dependen. Apabila nilai p-value > 0,05 maka
tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel independen dengan variabel
dependen. Adapun hasil analisis bivariat tersebut dapat dilihat pada tabel 4.24
berikut ini:
Pemeriksaan IVA
Total OR
Variabel Tidak Pernah Pernah p-value
(95% CI)
f % f % f %
Umur
Muda 221 74,2 77 25,8 298 100,0 1.794 0,141
Tua 24 61,5 15 38,5 39 100,0 0,895-3,595
Tingkat
Pendidikan
Rendah 183 73,8 65 26,2 248 100,0 1,226 0,541
Tinggi 62 69,7 27 30,3 89 100,0 0,719-2,090
Pekerjaan
Tidak Bekerja 189 75,3 62 24,7 251 100,0 1,633 0,091
Bekerja 56 65,1 30 34,9 86 100,0 0,963-2,769
Pekerjaan Suami
Tidak Bekerja 3 100,0 0 0,0 3 100,0 1,380 0,565
Bekerja 242 72,5 92 27,5 334 100,0 1,292-1,475
102
Usia Perkawinan
< 21 tahun 212 72,6 80 27,4 292 100,0 0,964 1,000
≥ 21 tahun 33 73,3 12 26,7 45 100,0 0,474-1,958
Dukungan Suami
Kurang Baik 115 81,6 26 18,4 141 100,0 2,246 0,003
Baik 130 66,3 66 33,7 196 100,0 1,337-3,772
Pengetahuan
Kurang baik 139 90,3 15 9,7 154 100,0 6,731 0,000
Baik 106 57,9 77 42,1 183 100,0 3,664-12,366
Persepsi
Kerentanan
Kurang Baik 124 73,8 44 26,2 168 100,0 1,118 0,739
Baik 121 71,6 48 28,4 169 100,0 0,692-1,806
Persepsi
Keseriusan
Kurang Baik 123 75,5 40 24,5 163 100,0 1,311 0,328
Baik 122 70,1 52 29,9 174 100,0 0,809-2,123
Persepsi Manfaat
Kurang Baik 160 81,6 36 18,4 196 100,0 2,928 0,000
Baik 85 60,3 56 39,7 141 100,0 1,786-4,801
Persepsi
Hambatan
Kurang Baik 116 74,8 39 25,2 155 100,0 1,222 0,490
Baik 129 70,9 53 29,1 182 100,0 0,753-1,982
Pada tabel 4.24 dapat dilihat hasil analisis hubungan antara faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap pemeriksaan IVA oleh WUS tentang deteksi dini
IVA di puskesmas. Hal ini dapat dilihat dari hasil uji statistik diperoleh nilai p-
value < 0,05 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara
pemeriksaan IVA. Hal ini dapat dilihat dari nilai p-value > 0,05, maka dapat
disimpulkan tidak ada hubungan yang bermakna antara umur responden, tingkat
pemeriksaan IVA oleh WUS tentang deteksi dini kanker serviks di puskesmas.
kandidat dimana yang menghasilkan nilai p-value < 0.25 maka variabel tersebut
Pada tabel di atas menunjukkan bahwa ada 3 variabel yang mempunyai nilai
p-value <0.25 yaitu dukungan suami, pengetahuan WUS (istri), dan persepsi
secara bersama-sama semua variabel kandidat hasil dari seleksi bivariat. Adapun
Pada tabel 4.26 menunjukkan bahwa ada 2 variabel yang nilai p-value
hubungan bermakna dengan deteksi dini kanker serviks yaitu dukungan suami dan
dikembangkan dari model pendekatan kepada suami yang akan mengubah HBM
contruct pada istri yang diperoleh dari penelitian tahap I dan tahap II. Topik-topik
a. Pendidikan, berupa:
a. Understanding
b. Discussion
c. Commitment
b. Dukungan, berupa:
1) Time
2) Motivator
3) Participation
c. Ekonomi, berupa:
1) Responsibility
2) Planning
3) Solution
Topik yang perlu diketahui oleh suami tentang pemeriksaan IVA ini
mengetahui atau paham terkait kanker serviks, mampu berdiskusi dengan istri
kesehatan istri, menjadi motivator yang kuat untuk mendukung istri, terlibat
kepentingan kesehatan keluarga, dan mencari jalan keluar untuk kondisi keuangan
yang buruk, dan semua informasi terkait OMPHE-IVA. Topik tentang pendekatan
suami yang mengubah HBM construct pada istri didapatkan dari hasil studi
draft modul pembelajaran yang berdasarkan hasil penelitian tahap I dan tahap II.
dari model OMPHE-IVA sebagai upaya pendekatan kepada suami yang akan
mengubah HBM construct pada istri. Pengumpulan data dan potensi masalah
telah didapatkan pada penggalian penelitian tahap I dan tahap II dimana ketika
suami bersikap positif dan berperilaku baik mengenai pemeriksaan IVA suami
suami dan keluarga. Hasil temuan pada tahap I dan tahap II diperoleh dukungan
oleh WUS. Selain itu, terdapat hubungan yang bermakna antara persepsi kerentan
107
dengan dukungan suami terhadap deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA.
b. Penyusunan Modul
meliputi: bagian pembuka (kata pengantar dan daftar isi), bagian isi (deskripsi
singkat, tujuan umum dan khusus, uraian materi, rangkuman, dan evaluasi diri),
dan bagian penutup (referensi, lampiran). Modul yang telah tersusun divalidasi
c. Validasi Pakar
modul oleh ahli yang bertujuan untuk memperoleh pengakuan atau pengesahan
sehingga modul tersebut layak dan tepat digunakan dalam pemberian edukasi
bahasa, dan masukan lainnya dari ahli. Secara keseluruhan terdapat 37 butir
penilaian dengan alternatif penilaian sangat kurang, baik, dan sangat baik.
Validasi modul dilakukan dengan tiga ahli yaitu ahli modul, ahli bahasa,
dan ahli materi. Pendidikan pakar ahli adalah Profesor, Doktor (S3) dan yang
terkait. Berikut adalah daftar pakar ahli yang memvalidasi modul pendidikan
OMPHE-IVA pada Tahap 1, dapat dilihat pada tabel 4.29 berikut ini:
aspek
3. Apek Kelayakan Bahasa
Lugas 3 12 12 4 100,0 Sangat Layak
Komunikatif dan 1 4 4 4 100,0 Sangat Layak
interaktif
Kesesuaian 1 4 4 4 100,0 Sangat Layak
Kesesuaian 2 7 8 3,5 87,5 Sangat Layak
dengan kaidah
Bahasa
Persentase 96,4 Sangat Layak
penilaian per
aspek
Rata-rata 86,0 Sangat Layak
persentase semua
aspek
tahap 1 dinilai kembali pada validasi tahap 2. Validasi modul tahap 2 dilakukan
untuk menilai perbaikan yang sudah dilakukan terhadap isi modul sesuai dengan
rekomendasi validasi tahap 1, desain dan tata letak, pemilihan kata dan istilah,
penggunaan dan penempatan ilustrasi, dan kejelasan isi modul. Skor hasil validasi
dengan hasil evaluasi para ahli, melalui proses diskusi dengan promotor dan co-
promotor.
d. Revisi Modul
Revisi modul memberikan penilaian dalam bentuk skor pada format yang
telah disediakan, ahli juga memberikan penilaian deskriptif baik dari segi
ringkasan masukan deskriptif dari para ahli terhadap kelayakan modul pada
validasi.
e. Modul Final
112
penyusunan modul, validasi oleh pakar, dan revisi modul. (Modul final terlampir)
Pemeriksaan IVA.
dengan cara yaitu 1) edukasi dari pelatih saat memberikan materi tentang IVA dan
a. Tatap muka I
b. Belajar mandiri
secara mandiri dengan menyediakan waktu 10 menit per hari selama 6 hari
c. Tatap muka II
mempelajari modul secara mandiri. Pada tatap muka kedua ini dilakukan
Pemeriksaan IVA
1) Karakteristik Responden
Usia Perkawinan
< 21 tahun 34 77,3
≥ 21 tahun 10 22,7
besar suami berumur tua (63,6%) dan sebagian besar responden memiliki tingkat
pendidikan tinggi (77,3%). Selain itu, sebagian besar istri tidak bekerja (81,8%)
dan sebagian besar responden memiliki usia perkawinan < 21 tahun (77,3%).
2) Analisis Univariat
keseriusan, manfaat, hambatan) responden saat Pre Test dan Post Test pada
kategori kurang baik pada saat Pre Test lebih besar (31,8%) daripada saat Post
Test (9,1%). Pada variabel dukungan suami kategori kurang baik saat Pre Test
lebih besar (29,5%) daripada saat Post Test (11,4%), sedangkan variabel
kerentanan kategori kurang baik saat Pre Test sama besar dengan saat Post Test
(27,3%), sama halnya dengan variabel keseriusan kategori kurang baik saat Pre
Test sama besar dengan saat Post Test (34,1%). Pada variabel manfaat kategori
kurang baik saat Pre Test lebih besar (38,6%) daripada saat Post Test (20,5%),
sedangkan variabel hambatan kurang baik saat Pre Test lebih besar (50,0%)
3) Analisis Bivariat
a) Pengetahuan Responden saat Pre Test dan Post Test pada Kelompok
Intervensi
baik responden saat Pre Test dan Post Test pada kelompok intervensi dapat dilihat
saat Pre Test kurang baik dan saat Post Test baik yaitu sebanyak 25%
dibandingkan dengan pengetahuan saat Pre Test baik dan saat Post Test kurang
116
baik yaitu sebanyak 0%. Hasil pengujian secara statistik didapatkan p value 0,007.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pengetahuan responden saat
b) Dukungan Suami Responden saat Pre Test dan Post Test pada Kelompok
Intervensi
dan baik responden saat Pre Test dan Post Test pada kelompok intervensi dapat
saat Pre Test kurang baik dan saat Post Test baik yaitu sebanyak 20,5%
dibandingkan dengan dukungan suami saat Pre Test baik dan saat Post Test
kurang baik yaitu sebanyak 0%. Hasil pengujian secara statistik didapatkan p
value 0,001. Hal ini dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan dukungan suami
responden saat Pre Test dan Post Test pada kelompok intervensi.
c) Kerentanan Responden saat Pre Test dan Post Test pada Kelompok
Intervensi
117
Pengaruh edukasi dengan modul terhadap kerentanan kurang baik dan baik
responden saat Pre Test dan Post Test pada kelompok intervensi dapat dilihat
Pre Test kurang baik dan saat Post Test baik yaitu sebanyak 0% dibandingkan
dengan kerentanan saat Pre Test baik dan saat Post Test kurang baik yaitu juga
sebanyak 0%. Hasil pengujian secara statistik didapatkan p value 0,000. Hal ini
d) Keseriusan Responden saat Pre Test dan Post Test pada Kelompok
Intervensi
Pengaruh edukasi dengan modul terhadap keseriusan kurang baik dan baik
responden saat Pre Test dan Post Test pada kelompok intervensi dapat dilihat
f % f % f %
Kurang baik 15 100,0 0 0,0 15 100,0 0,000
Baik 0 0,0 29 100,0 29 100,0
Total 15 34,1 29 65,9 44 100,0
Pre Test kurang baik dan saat Post Test baik yaitu sebanyak 0% dibandingkan
dengan keseriusan saat Pre Test baik dan saat Post Test kurang baik yaitu juga
sebanyak 0%. Hasil pengujian secara statistik didapatkan p value 0,000. Hal ini
dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan keseriusan responden saat Pre Test
e) Manfaat Responden saat Pre Test dan Post Test pada Kelompok Intervensi
Pengaruh edukasi dengan modul terhadap manfaat kurang baik dan baik
responden saat Pre Test dan Post Test pada kelompok intervensi dapat dilihat
Pre Test kurang baik dan saat Post Test baik yaitu sebanyak 28,6% dibandingkan
dengan manfaat saat Pre Test baik dan saat Post Test kurang baik yaitu juga
sebanyak 22,2%. Hasil pengujian secara statistik didapatkan p value 0,017. Hal ini
119
dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan manfaat responden saat Pre Test dan
f) Hambatan Responden saat Pre Test dan Post Test pada Kelompok
Intervensi
Pengaruh edukasi dengan modul terhadap hambatan kurang baik dan baik
responden saat Pre Test dan Post Test pada kelompok intervensi dapat dilihat
Pre Test kurang baik dan saat Post Test baik yaitu sebanyak 24% dibandingkan
dengan manfaat saat Pre Test baik dan saat Post Test kurang baik yaitu juga
sebanyak 15,8%. Hasil pengujian secara statistik didapatkan p value 0,000. Hal ini
dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hambatan responden saat Pre Test
BAB 5
PEMBAHASAN
Pemeriksaan IVA.
Pada penelitian ini, diantara 337 orang responden terdapat 298 orang yang
berumur muda (≤ 45 tahun) dan 39 orang berumur tua (>45 tahun). Sebanyak 92
orang yang pernah melakukan pemeriksaan IVA terdapat (38,5%) yang berumur
tua (>45 tahun) dan (25,8%) yang berumur muda (≤45 tahun). Berdasarkan hasil
signifikan antara umur dengan tindakan pemeriksaan IVA dalam deteksi dini
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Sri Wahyuni (2018), dimana hasil
(41%) merupakan kelompok usia paling banyak dalam penelitian ini. Menurut
adanya lesi prakanker menjadi lebih besar, sehingga pada usia tersebut merasa
lebih penting untuk melakukan deteksi dini kanker serviks (Lu-lu, 2012). Usia
paling banyak ditemukan kanker serviks pada usia setelah 40 tahun dan lesi
derajat tinggi pada umumnya dapat dideteksi sepuluh tahun sebelum terjadinya
kanker serviks dengan puncak displasia pada usia 35 tahun (Maharsie &
Indarwati, 2012).
Pada penelitian ini, diantara 337 orang responden terdapat 248 orang yang
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mursita
dan Bambang (2018) bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan
tidak diikuti dengan pengetahuan yang cukup tentang kanker serviks dan deteksi
dini IVA. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Parapat (2016),
bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan perilaku
deteksi dini kanker serviks. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh
negatif terhadap kunjungan deteksi dini kanker serviks metode IVA, yang berarti
bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kunjungan deteksi
122
dini kanker serviks metode IVA. Wanita yang melakukan pemeriksaan IVA,
Pada penelitian ini, diantara 337 orang responden terdapat 251 orang yang
tidak bekerja dan 86 orang yang bekerja. Sebanyak 92 orang yang pernah
melakukan pemeriksaan IVA terdapat (34,9%) yang bekerja dan (24,7%) yang
tidak bekerja. Berdasarkan hasil uji continuity correction didapatkan bahwa tidak
yang bekerja lebih banyak menghabiskan waktu ditempat kerja dan tidak
memiliki lesi prakanker. Hasil penelitian menunjukan bahwa ibu dengan paritas
kurang atau sama dengan 3 berisiko memiliki lesi prakanker. Semakin sering
123
wanita melahirkan maka semakin tinggi risiko untuk terkena kanker serviks
apalagi jika jarak kehamilan terlalu dekat. Hal ini berkaitan dengan proses
menjadi longgar, selain itu adanya robekan selaput serviks sehingga virus atau
menyatakan bahwa wanita dengan status sosial ekonomi rendah lebih berpeluang
dua kali lipat dibandingkan dengan wanita status ekonomi tinggi untuk kanker
serviks. Sedangkan penelitian dilakukan oleh Dewi (2014) diperoleh hasil yang
berbeda yaitu tidak ada hubungan antara status ekonomi dengan perilaku
pencegahan kanker serviks. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Wahyuni (2013) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara
status ekonomi dengan perilaku deteksi dini kanker serviks yang baik.
Pada penelitian ini, diantara 337 orang responden terdapat 334 orang yang
bekerja dan 3 orang yang tidak bekerja (pensiunan). Sebanyak 92 orang yang
pernah melakukan pemeriksaan IVA terdapat (27,5%) yang bekerja dan (0,0%)
yang tidak bekerja. Berdasarkan hasil uji fisher’s exact didapatkan bahwa tidak
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Ariani
seseorang memiliki pengetahuan yang baik maka akan memiliki perilaku yang
baik pula. Demikian pula hasil penelitian Silfia dan Muliati yang menyatakan
Namun hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang pernah
Selain itu, juga penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Febriani yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan
mempunyai suatu tanggung jawab yang penuh dalam suatu keluarga tersebut dan
suami mempunyai peranan yang penting, dimana suami sangat dituntut bukan
hanya sebagai pencari nafkah akan tetapi suami sebagai motivator dalam berbagai
kesehatan reproduksi dari istri. Dukungan suami dalam upaya pencegahan kanker
Menurut Cohen dan Syme (1996) dukungan sosial adalah suatu yang
bermanfaat untuk individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya,
sehingga seseorang tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai
melihat bahwa salah satu peran dari pemberdaya masyarakat adalah untuk
dalam struktur dan aktivitas komunitas tersebut. Dukungan itu sendiri tidak selalu
bersifat ekstrinsik ataupun materil, tetapi dapat juga bersifat instrinsik seperti
pujian, penghargaan dalam bentuk kata-kata, ataupun sikap dan perilaku yang
menunjukkan dukungan dari pelaku perubahan terhadap apa yang dilakukan oleh
masyarakat. Seperti menyediakan waktu bagi wanita usia subur bila mereka ingin
Pada penelitian ini, diantara 337 orang responden terdapat 292 orang yang
yang perkawinan berusia < 21 tahun dan (26,7%) yang perkawinan berusia ≥ 21
tahun. Berdasarkan hasil uji continuity correction didapatkan bahwa tidak terdapat
Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Ayu Wulandari (2016) dimana
responden yang sudah menikah memiliki perilaku kurang sejumlah 72,1% dan
seluruh WUS yang belum menikah memiliki perilaku IVA yang kurang (100%).
Kaitan status penikahan dengan perilaku IVA yaitu berdasarkan aktivitas seksual
yang WUS lakukan, dimana WUS yang sudah menikah dianggap sudah sering
serviks cenderung lebih besar, dan diharapkan WUS yang sudah menikah sadar
126
Pada penelitian ini, diantara 337 orang responden terdapat 196 orang yang
mendapatkan dukungan suami dengan baik dan 141 orang yang mendapatkan
dukungan suami dengan kurang baik. Sebanyak 92 orang yang pernah melakukan
baik dan (18,4%) yang mendapatkan dukungan suami kurang baik. Berdasarkan
deteksi dini kanker serviks (p=0,003). Hasil analisis diperoleh pula nilai OR pada
dukungan suami dimana nilai OR = 2,2 yang artinya istri yang memiliki dukungan
suami dengan baik cenderung 2,2 kali pernah melakukan tindakan pemeriksaan
IVA dibandingkan istri yang memiliki dukungan suami yang kurang baik.
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh
suami dengan perilaku pemeriksaan IVA oleh Wanita Usia Subur (WUS)
(p=0,016), dimana peroleh juga nilai OR=4,190 yang artinya WUS yang memiliki
dukungan suami yang buruk mempunyai peluang 4,190 kali untuk tidak
salah satu peran dari pemberdayaan masyarakat adalah untuk menyediakan dan
127
mengembangkan dukungan terhadap warga yang mau terlibat dalam struktur dan
aktivitas komunitas tersebut. Dukungan itu sendiri tidak selalu bersifat ekstrinsik
ataupun materil, tetapi dapat juga bersifat instrinsik seperti pujian, penghargaan
dalam bentuk kata-kata, ataupun sikap dan perilaku yang menunjukkan dukungan
dari pelaku perubahan terhadap apa yang dilakukan oleh masyarakat. Seperti
menyediakan waktu bagi wanita usia subur bila mereka ingin berbicara dengannya
Karena biasanya istri mempercayai dan mematuhi suaminya. Menurut Cohen dan
Syme (1996) dukungan sosial adalah suatu yang bermanfaat untuk individu yang
diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorang tahu bahwa
Pada penelitian ini, diantara 337 orang responden terdapat 183 orang yang
deteksi dini kanker serviks (p=0,000). Selain itu, dapat dilihat juga nilai OR pada
pengetahuan dimana nilai OR= 6,7 yang artinya istri yang memiliki pengetahuan
128
yang baik cenderung 6,7 kali pernah melakukan tindakan pemeriksaan IVA
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori dari Lawrence Green, bahwa
positif sehingga jika pengetahuan tinggi maka perilakunya cenderung baik. Hal ini
sesuai dengan teori Health Belief Model dimana seseorang yang mengetahui
manfaat dari suatu tindakan pencegahan akan lebih cenderung mengikuti tindakan
pencegahan berupa deteksi dini jika dibandingkan dengan mereka yang tidak
pemeriksaan IVA sangat penting agar dapat menumbuhkan keinginan WUS dalam
mencegah kanker serviks. Pemahaman yang baik dari WUS tentang IVA dapat
memadai tentang penyebab dan faktor risiko kanker serviks sangat mempengaruhi
2014). Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan pada WUS
dengan perilaku WUS dalam pemeriksaan inspeksi visual asam asetat (IVA)
mempengaruhi responden ini tidak melakukan pemeriksaan IVA. Hal ini sesuai
teori yang menyatakan bahwa pengetahuan yang tinggi belum tentu menjamin
seseorang untuk memiliki perilaku kesehatan yang baik. Hal ini disebabkan
karena selain pengetahuan, ada beberapa faktor lain yang turut mempengaruhi
tersedia tidaknya fasilitas atau sarana kesehatan serta perilaku petugas kesehatan
(Notoatmodjo S, 2013).
Pada penelitian ini, diantara 337 orang responden terdapat 169 orang yang
berpersepsi kerentanan deteksi dini kanker serviks baik dan 168 orang berpersepsi
IVA terdapat (28,4%) yang berpersepsi kerentanan baik dan (26,2%) yang
kerentanan dengan tindakan pemeriksaan IVA dalam deteksi dini kanker serviks
(p=0,739).
Hal ini berbanding terbalik dengan hasil penelitian Inten Ayu (2018)
(86,5%).
Pada penelitian ini, diantara 337 orang responden terdapat 174 orang yang
berpersepsi keseriusan deteksi dini kanker serviks baik dan 163 orang berpersepsi
IVA terdapat (29,9%) yang berpersepsi keseriusan baik dan (24,5%) yang
keseriusan dengan tindakan pemeriksaan IVA dalam deteksi dini kanker serviks
(p=0,328).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Inten Ayu (2018) diperoleh
bahwa responden yang belum berpartisipasi dalam pemeriksaan IVA lebih banyak
hasil uji chi-square didapatkan p-value sebesar 0,457 (≥0,05) yang dapat diartikan
tidak terdapat hubungan antara persepsi keseriusan dengan partisipasi WUS dalam
2015).
Pada penelitian ini, diantara 337 orang responden terdapat 196 orang yang
berpersepsi manfaat deteksi dini kanker serviks kurang baik dan 141 orang
pemeriksaan IVA terdapat (39,7%) yang berpersepsi manfaat baik dan (18,4%)
yang berpersepsi manfaat kurang baik. Berdasarkan hasil uji continuity correction
dengan tindakan pemeriksaan IVA dalam deteksi dini kanker serviks (p=0,000).
Hasil analisis diperoleh juga nilai OR pada persepsi manfaat dimana nilai OR =
2,9 yang artinya istri yang memiliki persepsi manfaat tentang deteksi dini kanker
serviks dengan baik cenderung 2,9 kali pernah melakukan tindakan pemeriksaan
IVA dibandingkan istri yang memiliki persepsi manfaat deteksi dini kanker
wanita usia subur terkait manfaat dari upaya deteksi dini kanker serviks. Hal ini
menurunkan risiko kanker serviks. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
Secginli dan Oktaviana yang menyatakan bahwa dengan mengetahui manfaat dari
pemeriksaan IVA maka wanita usia subur akan lebih tertarik dan menyadari
Pada penelitian ini, diantara 337 orang responden terdapat 182 orang yang
berpersepsi hambatan deteksi dini kanker serviks baik dan 155 orang berpersepsi
IVA terdapat (29,1%) yang berpersepsi hambatan baik dan (25,2%) yang
hambatan dengan tindakan pemeriksaan IVA dalam deteksi dini kanker serviks
(p=0,490).
kanker serviks tidak menjamin dan sejalan dengan perilaku mereka untuk tes.
Menurut Liyasda dan Tanjung, alasan WUS belum melakukan pemeriksaan IVA
petugas pemeriksa dan kurangnya ketersediaan alat, serta akses menuju pelayanan
kesehatan oleh WUS, dan maupun tenaga kesehatan yang kurang terampil
pemeriksaan IVA oleh WUS karena harus bekerja atau menjaga dan mengurus
pemeriksaan IVA dilakukan oleh puskesmas. Kedua adanya rasa takut. Perasaan
takut yang dirasakan oleh WUS adalah karena kurang pahamnya WUS tentang
133
proses pemeriksaan IVA selain juga rasa takut untuk mengetahui hasilnya
terutama bila hasilnya positif dan akan berdampak buruk terhadap kesehatannya.
Ketiga adanya rasa malu. Wanita usia subur mengaku merasa malu dalam
melakukan pemeriksaan IVA. Rasa malu tersebut karena harus dibuka organ
kewanitaannya dan diperiksa oleh orang lain. Rasa malu tersebut akan semakin
prinsip agama bila aurat dilihat oleh orang lain. Keempat kurangnya sosialisasi
pemeriksaan dan dampak dari hasil pemeriksaan/tes. Wanita usia subur mengaku
tersebut.
Istri
signifikan antara persepsi kerentanan dengan dukungan suami tentang deteksi dini
kerentanan kurang baik dan (51,5%) yang berpersepsi kerentanan baik. Hasil
analisis diperoleh pula nilai OR dimana nilai OR = 0,57 yang artinya istri yang
memiliki persepsi kerentanan deteksi dini kanker serviks dengan kurang baik
cenderung 0,57 kali memiliki dukungan suami dengan baik dibandingkan istri
seseorang dari risiko tertular penyakit. Agar seseorang tersebut merasa rentan
dapat terkena penyakit tersebut akan lebih cepat merasa terancam. Selain itu,
mereka akan melakukan usaha untuk mencegah terjadinya penyakit kanker serviks
salah satunya yaitu dengan melakukan pemeriksaan IVA dan dengan adanya
dukungan suami.
signifikan antara persepsi keseriusan dengan dukungan suami tentang deteksi dini
keseriusan dengan kurang baik dan (52,3%) yang berpersepsi keseriusan dengan
baik. Hasil analisis ini juga dapat dilihat nilai OR pada persepsi keseriusan dimana
nilai OR= 0,6 yang artinya istri yang memiliki persepsi keseriusan tentang deteksi
dini kanker serviks yang kurang baik cenderung 0,6 kali memiliki dukungan
suami dengan baik dibandingkan istri yang memiliki persepsi keseriusan yang
baik.
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian Yuliwati (2012),
Penelitian ini menjelaskan dorongan dari dalam diri bisa berupa niat untuk
wanita sedangkan dorongan dari luar bisa dari riwayat keluarga yang terkena
signifikan antara persepsi manfaat dengan dukungan suami tentang deteksi dini
manfaat dengan baik dan (52,0%) yang berpersepsi manfaat dengan kurang baik.
Selain itu, hasil analisis diperoleh juga nilai OR pada persepsi manfaat dimana
nilai OR = 1,8 yang artinya istri yang memiliki persepsi manfaat tentang deteksi
dini kanker serviks dengan baik cenderung 1,8 kali memiliki dukungan suami
dengan baik dibandingkan istri yang memiliki persepsi manfaat deteksi dini
Hal ini didukung oleh teori HBM yang dikembangkan oleh Rosenstock
keyakinan atau pemahaman tentang manfaat yang dirasakan dari tindakan yang
manfaat dari suatu tindakan yang dianjurkan untuk mengurangi risiko dan
bermanfaat bagi dirinya dan lingkungan maka individu tersebut akan melakukan
perilaku tersebut namun apabila manfaat yang didapat tidak sesuai maka perilaku
tersebut tidak akan terjadi. Persepsi manfaat bagi wanita jika menggunakan vaksin
HPV agar wanita tersebut dapat mencegah penyakit kanker serviks dan wanita
akan merasa aman setelah melakukan vaksinasi dari penyakit kanker serviks.
tentang kegunaan suatu perilaku baru dalam menurunkan risiko penyakit (Glanz,
2002).
Hasil penelitian ini didukung oleh Hoque (2014) yang menyatakan bahwa
semakin diketahui manfaat dari pemeriksaan kanker serviks maka semakin banyak
untuk melakukan pemeriksaan tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat dari WHO
(2006) bahwa manfaat dari melakukan pemeriksaan IVA adalah untuk mengetahui
Selain itu, dengan adanya dukungan suami maka tindakan pengobatan akan
signifikan antara persepsi hambatan dengan dukungan suami tentang deteksi dini
hambatan dengan baik dan (44,5%) yang berpersepsi hambatan dengan kurang
baik. Hasil analisis diperoleh juga nilai OR pada persepsi hambatan dimana nilai
138
OR = 2,87 yang artinya istri yang memiliki persepsi hambatan tentang deteksi dini
kanker serviks dengan baik cenderung 2,87 kali memiliki dukungan suami dengan
baik dibandingkan istri yang memiliki persepsi hambatan deteksi dini kanker
mungkin dijumpai dalam melakukan deteksi dini kanker serviks. Komponen ini
menggambarkan aspek negatif dari kesehatan tertentu. Hal ini terlihat pada saat
karena takut dengan stigma sosial yang miring atau negatif yang akan diterima
dan kalaupun berobat penyakitnya sudah dalam stadium lanjut (Widihastuti., et al,
139
individu atau WUS enggan dalam melakukan tes tersebut. Hal ini dikarenakan
banyak anggapan yang negatif dari diri individu sendiri mengenai pemeriksaan
IVA karena kurangnya pemahaman tentang manfaat dari pemeriksaan IVA atau
adanya hambatan dari pihak pemeriksa meliputi ketersediaan alat, akses menuju
pada Istri
yang akan mengubah HBM construct pada istri yang diperoleh dari penelitian
tahap I dan tahap II. Topik-topik inti yang akan dimasukkan ke dalam model
dengan petugas yang ada. Menurut Permenkes No. 34 tahun 2015 bahwa
Alur pemeriksaan yang harus diikuti oleh pasien adalah seperti pasien
setelah itu menunggu nomer antrian dan jika sudah dipanggil dapat langsung
masuk ke ruang KIA. Tahapan pelaksanaan selanjutnya adalah pasien yang datang
dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli kepada individu yang
pemeriksaan. Hal tersebut telah sesuai dengan pedoman Permenkes No. 34 tahun
2015. Konseling yang diberikan sebelum pemeriksaan berisi tentang tanya jawab
bila ditemukan IVA positif dan saran untuk melakukan kunjungan ulang. Setelah
ditemukan IVA positif maka diberikan rujukan ke Rumah Sakit, namun bila
petugas sudah baik. Pasien yang mengalami infeksi diberikan pengobatan oleh
dokter atau bidan dan pasien yang mengalami IVA positif diberi rujukan agar
BAB 6
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
ini dapat didukung dengan kerjasama yang baik antara WUS, suami,
6.2. Saran
serviks dan pemeriksaan IVA dalam upaya deteksi dini terhadap penyakit
pemeriksaan IVA.
(leaflet, poster, brosur, dan lain-lain), tidak hanya pada ibu saja, tetapi
juga pada suami dan keluarga agar nantinya juga mendukung istri atau
3. Bagi Masyarakat
DAFTAR PUSTAKA
CDC. Division of Cancer Prevention and Control, National Center for Chronic
Disease Prevention and Health Promotion. 2014.
Depkes. Pencegahan Kanker Serviks dan Kanker Payudara. Jakarta: Depkes RI;
2007.
Depkes. Skrining Kanker Serviks dengan Metode Inspeksi Visual dengan Asam
Asetat (IVA). Jakarta: Depkes RI; 2008.
Depkes. Pencegahan Kanker Serviks dan Kanker Payudara. Jakarta: Depkes RI;
2009.
DKK. Profil Dinas Kesehatan Kota Padang Tahun 2014 Edisi 2015. DKK. Profil
Dinas Kesehatan Kota Padang Tahun 2015 Edisi 2016.
Gaffikin L MGJ, Arbyn M, Blumenthal PD. Visual inspection with acetic acidas a
cervical cancer test: accuracy validated using latent class analysis. BMC
Medical Research Methodology. 2007.
Jeronimo J MO, Hona J et al. Visual inspection with acetic acid for cervical
cancer screening outside of low-resource settings. Rev Panam Salud
Publica. 2005.
Hartono S. Basic Data Analysis for Health Research Training, Analisis Data
Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 2007.
Janz NK BM. "The Health Belief Model a decade later", Health Education
Quarterly. 1984; Available
from:http://deepblue.lib.umich.edu/bitstream/handle/2027.42/67783/10.
1177?sequence=1.
Martini NK. Hubungan Karakteristik, Pengetahuan dan Sikap Wanita PUS dengan
Tindakan Pemeriksaan Pap-smear di Puskesmas Sukowati.
Bali:Universitas Udayana; 2013.
148
Nuranna, Laila et al. Skrining Kanker Serviks dengan Metode Inspeksi Visual
Asam Asetat (IVA). Depkes RI. 2008.
Rasjidi I. 100 Questions and Answer : Kanker pada Wanita. Jakarta: PT Elex
Media Komputindo; 2010.
Society AC. Global Cancer Facts and Figures 2nd Edition. Atlanta: ACS; 2011.
UK CR. Let's beat cancer sooner. Cervical cancer risks and causes. Cervical
cancer. 2014.
149
Were Eea. Perceptions of risk and barriers to cervical cancer screening at Moi
Teaching and Referral Hospital (MTRH), Eldoret, Kenya. NCBI
Journal. 2011.