Artikel Materai Bukan Syarat Sahnya Perjanjian PDF
Artikel Materai Bukan Syarat Sahnya Perjanjian PDF
Manusia sebagai makhluk sosial memiliki kebiasaan untuk berinteraksi dengan manusia
lainnya dalam suatu masyrakat. Hal ini yang membuat manusia semakin berkembang dalam
pergaulannya di dalam masyarakat. Meluasnya pergaulan manusia itu membuat manusia dalam
berinteraksi dengan sesamanya tidak dapat berperilaku sebebasnya meskipun setiap manusia
memiliki kehendak bebas masing-masing.
Berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata, suatu perjanjian dianggap sah apabila memenuhi 4
(empat) syarat, yaitu di dalamnya terkandung kesepakatan, kemampuan untuk melakukan
tindakan hukum oleh para pihaknya, adanya hal atau objek yang diperjanjikan, dan kehalalan
objek perjanjian. Keempat syarat ini berlaku baik bagi perjanjian yang dibuat dalam bentuk lisan
maupun tertulis. Kata sepakat diantara kedua belah pihak telah cukup untuk menimbulkan akibat
hukum bagi keduanya. Para pihak yang telah sepakat dengan kehendaknya dapat membuat
perjanjian cukup dengan perkataan (lisan) maupun apabila dikehendaki dengan tertulis dalam
akta. Hukum mengakui kekuatan hukum perjanjian yang lahir dari perkataan sepakat kedua
belah pihak, terkecuali bagi perjanjian-perjanjian yang oleh undang-undang wajib dibuat secara
tertulis (formal) seperti perjanjian perdamaian dan perjanjian hibah. Dengan syarat pertama sah
nya perjanjian, kita telah dapat mengetahui bahwa materai bukanlah faktor determinan sah atau
tidaknya perjanjian. Karena, perjanjian yang berbentuk lisanpun diakui dan telah menimbulkan
akibat hukum selama ketiga syarat lainnya berupa kecakapan para pihak, adanya objek
perjanjian, dan kehalalan objek perjanjian telah terpenuhi.
Apabila materai bukan merupakan syarat sah perjanjian, maka apakah fungsi materai di
dalam suatu perjanjian? Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea
Materai menggariskan fungsi materai sebagai :
Perjanjian atau surat pernyataan yang tidak dibubuhkan materai tidak menggeser
keabsahan atau sahnya kelahiran perjanjian atau surat pernyataan tersebut. Namun, untuk
keperluan pembuktian di pengadilan, Kepmenkeu No. 476/KMK.03/2002 Tahun 2002 tentang
Pelunasan Bea Meterai dgn Cara Pemeteraian Kemudian mengamanatkan sang pemilik
perjanjian atau surat pernyataan untuk melakukan pemateraian dengan menggunakan Materai
Tempel yang selanjutnya disahkan oleh Pejabat Pos. Pemahaman ini penting oleh karena
walaupun bagi dokumen-dokumen yang seharusnya dikenakan bea materai menurut Pasal 2
Undang-Undang Bea Materai, namun oleh pemiliknya tidak dibubuhi materai, baik dalam
bentuk akta notaris, kontrak, akta yang dibuat oleh PPAT, surat berharga, atau surat yang
memuat nominal uang lebih dari 1,000,000 juta Rupiah, tidak menyebabkan dokumen tertulis
menjadi tidak sah atau batal demi hukum. Oleh karena, selama syarat sah perjanjian telah
terpenuhi, maka perjanjian tetap absah dan memiliki akibat hukum.
Dapat disimpulkan bahwa materai jelas bukanlah syarat sah perjanjian. Fungsi materai
terbatas sebagai kontribusi wajib yang harus dilunasi warga negara untuk setiap pembuatan
dokumen tertulis menurut peraturan perundang-undangan. Sedangkan, konsekuensi hukum dari
tidak dibubuhkannya materai ialah bahwa sang pemilik dokumen tertulis tersebut memiliki
kewajiban terutang berupa bea materai yang harus dilunasi dan dokumen tersebut tidak dapat
memiliki kekuatan legalitas sebagai alat pembuktian di persidangan.