Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

BAHAYA MEROKOK BAGI KESEHATAN

Dosen Pengampu : Dr. Izhar, M.Pd.

Disusun Oleh :

NAMA : SIVA ANGGUNAN

NIM : 2023206203064

TUGAS : BAHASA INDONESIA

KELAS : 1B(S1 KEPERAWATAN)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU

TAHUN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kehadirat Allah SWT, atas berkah, rahmat
dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Gejala-Gejala Usus Buntu”

Makalah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan


dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam pembuatan makalah ini.

Harapan penyusun semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan


pengalaman bagi para pembaca. Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah ini agar menjadi lebih baik lagi.

Penyusun menyadari bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Pringsewu, Desember 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................i

DAFTAR ISI ..................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .....................................................................................1


B. Rumusan Masalah ................................................................................2
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian, Tipe/Grade/Klasifikasi, Prevalensi ...................................4


B. Etiologi Dan Faktor Resiko .................................................................7
C. Patofisiologi .........................................................................................8
D. Tanda Dan Gejala ................................................................................8
E. Komplikasi ...........................................................................................9
F. Pemeriksaan Penunjang .......................................................................9
G. Penatalaksanaan Medis ........................................................................11

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ..........................................................................................18
B. Saran ....................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Apendisitis merupakan penyakit yang biasa dikenal oleh
masyarakat awam sebagai penyakit usus buntu. Usus buntu akut
merupakan kasus bedah emergensi yang paling sering ditemukan pada
anak-anak dan remaja (Anonim, 2011). Usus buntu akut merupakan
masalah pembedahan yang paling sering dan apendektomi merupakan
salah satu operasi darurat yang sering dilakukan di seluruh dunia (Paudel
et al, 2010). Faktor potensinya adalah diet rendah serat, dan konsumsi gula
yang tinggi, riwayat keluarga serta infeksi (Mazziotti et al, 2008).
Kejadian usus buntu 1,4 kali lebih tinggi pada pria dibandingkan dengan
wanita (Craig, 2010).
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2004, diketahui
bahwa usus buntu diderita oleh 418 juta jiwa di seluruh dunia, 259 juta
jiwa darinya adalah laki-laki dan selebihnya adalah perempuan, dan
mencapai total 118 juta jiwa di kawasan Asia Tenggara. Usus buntu
merupakan peradangan pada usus buntu sehingga penyakit ini dapat
menyebabkan nyeri dan beberapa keluhan lain seperti mual, muntah,
konstipasi atau diare, demam yang berkelanjutan dan sakit perut sehingga
mengganggu aktivitas sehari-hari.
Statistik menunjukkan bahwa setiap tahun usus buntu menyerang
10 juta penduduk Indonesia. Menurut Lubis A (2008), saat ini morbiditas
angka usus buntu di Indonesia mencapai 95 per 1000 penduduk dan angka
ini merupakan tertinggi di antara negara-negara di Assosiation south east
Asia Nation (ASEAN)
Menurut Departmen Kesehatan RI pada tahun 2006, usus buntu
merupakan penyakit urutan keempat terbanyak di Indonesia pada tahun
2006. Jumlah pasien rawat inap penyakit apendiks pada tahun tersebut
mencapai 28.949 pasien, berada di urutan keempat setelah dispepsia,

3
duodenitis, dan penyakit cerna lainnya. Pada rawat jalan, kasus penyakit
apendiks menduduki urutan kelima (34.386 pasien rawat jalan), setelah
penyakit sistem pencernaan lain, dispepsia, gastritis dan duodenitis.
Sedangkan, menurut Departemen Kesehatan RI pada tahun 2009,
usus buntu masuk dalam daftar 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat
inap di rumah sakit di berbagai wilayah Indonesia dengan total kejadian
30,703 kasus dan 234 jiwa yang meninggal akibat penyakit ini.
Penyakit usus buntu atau usus buntu merupakan penyakit umum
yang bisa menyerang siapa saja. Gejala-gejala yang identik dengan
peradangan usus buntu terkadang hanya ditemukan pada sebagian
penderita. Gejala tersebut mirip dengan penyakit lain sehingga sulit di
diagnosis. Keliru mengartikan penyebab sakit perut bisa berujung pada
salah diagnosis dan pengobatannya. Pada akhirnya ini bisa membuat gejala
usus buntu yang diderita semakin parah. Penyakit usus buntu yang tidak
diobati beresiko untuk pecah dan dapat berakibat fatal. Dengan demikian,
amat penting untuk mengetahui ciri-ciri atau gejala awal usus buntu. pada
makalah ini akan dijelaskan beberapa ciri-ciri atau gejala awal usus buntu,
penyebab, pengobatan, dan pencegahannya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian, Tipe/Grade/Klasifikasi, Prevalensi Dari Usus
buntu?
2. Apa Saja Etiologi Dan Faktor Resiko Dari Usus buntu?
3. Bagaimana Patofisiologi Dari Usus buntu?
4. Apa Saja Tanda Dan Gejala Dari Usus buntu?
5. Apa Saja Komplikasi Dari Usus buntu?
6. Bagaimana Pemeriksaan Penunjang Dari Usus buntu?
7. Bagaimana Penatalaksanaan Medis Dari Usus buntu?
8. Bagaimana Askep Dari Usus buntu?

C. Tujuan Penulisan
4
1. Untuk Mngetahui Pengertian, Tipe/Grade/Klasifikasi, Prevalensi Dari
Usus buntu
2. Untuk Mngetahui Etiologi Dan Faktor Resiko Dari Usus buntu
3. Untuk Mngetahui Patofisiologi Dari Usus buntu
4. Untuk Mngetahui Tanda Dan Gejala Dari Usus buntu
5. Untuk Mngetahui Komplikasi Dari Usus buntu
6. Untuk Mngetahui Pemeriksaan Penunjang Dari Usus buntu
7. Untuk Mngetahui Penatalaksanaan Medis Dari Usus buntu
8. Untuk Mngetahui Askep Dari Usus buntu

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian, Tipe/Grade/Klasifikasi, Prevalensi


Usus buntu merupakan peradangan pada apendiksvermiformis.
Apendiksvermiformis merupakan saluran kecil dengan diameter kurang
lebih sebesar pensil dengan panjang 2 –6 incidi daerah iliaka kanan, di
bawah titik McBurney (Jamil, 2009). Penanganan usus buntu yang
dilakukan secara baik selama ini membuat angka kematian akibat usus
buntu dalam 20 tahun terakhir menurun tajam. Walaupun angka kematian
telah menurun tetapi angka kesakitanmasih cukup tinggi (Triatmodjo,
2008).
Usus buntu juga dikenal sebagai penyebab nyeri abdomen akut
yang paling sering ditemukan dan memerlukan tindakan bedah mayor
segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya
berbahaya(Sandy,2010).
Usus buntu merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan
sebagai faktor pencetusnya, namun sumbatan lumen apendiks merupakan
faktor yang diajukan sebagai pencetus disamping hyperplasia jaringan
limfoid, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat menyebabkan sumbatan.
Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan usus buntu adalah erosi
mukosa apendiks karena parasit seperti E.histolytica.
KLASIFIKASI
Klasifikasi usus buntu terbagi menjadi dua yaitu, usus buntu akut
dan usus buntu kronik(Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).

6
1. Usus buntu akut
Usus buntu akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari
oleh radang mendadak pada apendiksyang memberikan tanda
setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal.
Gejala usus buntu akut ialah nyeri samardan tumpul yang merupakan
nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini
sering disertai mual, muntahdan umumnya nafsu makan menurun.
Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik Mc.Burney.Nyeri
dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan
nyeri somatik setempat.Usus buntu akut dibagi menjadi :
a. Usus buntu Akut Sederhana
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa
disebabkan obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen
appendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang
mengganggualiran limfe, mukosa appendiksmenebal, edema, dan
kemerahan.Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus,
mual, muntah, anoreksia, malaisedan demam ringan(Rukmono,
2011).
b. Usus buntu Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema
menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding apendiks
dan menimbulkan trombosis.Keadaan ini memperberat iskemia dan
edema pada apendiks.Mikroorganisme yang ada di usus besar
berinvasi ke dalam dinding apendiks menimbulkan infeksi serosa
sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan
fibrin.Apendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan
di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan
rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di
titikMc. Burney, defans muskulerdan nyeri pada gerak aktif dan
pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut
disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum(Rukmono, 2011).
7
c. Usus buntu Akut Gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri
mulaiterganggu sehingga terjadi infark dan gangren.Selain
didapatkan tanda-tanda supuratif, apendiks mengalami gangren
pada bagian tertentu.Dinding apendiks berwarna ungu, hijau
keabuan atau merah kehitaman.Pada usus buntu akut gangrenosa
terdapat mikroperforasidan kenaikan cairan peritoneal yang
purulen(Rukmono, 2011).
d. Usus buntu InfiltratUsus buntu infiltrat
adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi
oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga
membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu
dengan yang lainnya (Rukmono, 2011).
e. Usus buntu Abses
Usus buntu abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi
nanah (pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari
sekum,retrosekal, subsekaldan pelvikal(Rukmono, 2011).
f. Usus buntu Perforasi
Usus buntu perforasiadalah pecahnya apendiks yang sudah gangren
yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga
terjadi peritonitis umum.Pada dinding apendiks tampak daerah
perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik(Rukmono, 2011).
2. Usus buntu kronik Diagnosis
Usus buntu kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik
apendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik
usus buntu kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding 11 apendiks,
sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan
ulkus lama dimukosa dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden usus
buntu kronik antara 1-5%.Usus buntu kronik kadang-kadang dapat
menjadi akut lagi dan disebut usus buntu kronik dengan eksaserbasi
8
akut yang tampak jelas sudah adanya pembentukan jaringan
ikat(Rukmono, 2011)
PREVELENSI
Kejadian usus buntu di indonesia menurut data yang dirilis oleh
Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2009 sebesar 596.132 orang dengan
persentase 3.36% dan meningkat pada tahun 2010 menjadi 621.435 orang
dengan persentase 3.53%. Usus buntu merupakan penyakit tidak menular
tertinggi kedua di Indonesia pada rawat inap di rumah sakit pada tahun
2009 dan 2010 [2]. Berdasarkan data Rekam Medik di Rumah Sakit
Umum Anutapura Palu selama tahun 2012 jumlah pasien penderita usus
buntu ada sebanyak 218 pasien, Pada tahun 2013 terjadi peningkatan yaitu
sebanyak 278 pasien. Pada tahun 2014 kembali mengalami peningkatan
dan menduduki urutan ketiga dipoliklinik bedah yaitu sebanyak 434
pasien.
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah
penelitian epidemiologi observasional dengan pendekatan case control
study (Kasus kontrol).Penelitian ini dilaksanakan di bagian rawat inap
RSU anutapura palu tanggal 30 April sampai 10 juni tahun 2015. Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh pasien rawat inap yang menderita
penyakit gastrointestinal di rumah sakit umum anutapura palu. Sampel
kasus adalah responden yang menderita usus buntu dan sampel control
adalah responden non usus buntu dengan perbandingan 1 : 2 dengan
matching adalah tekanan darah. Jumlah sampel yaitu 162 yang terdiri dari
54 sampel kasus dan 108 sampel control 84 responden (77,8%) berusia
<15 tahun dan >25 tahun. Berdasarkan hasil uji statistik didapat OR yaitu
4,717 pada CI 95% 2,331 - 9,545, artinya risiko usia 15-25 tahun yang
menderita penyakit usus buntu sebesar 4,717 kali lebih besar dibandingkan
dengan yang berusia <15 tahun dan >25 tahun dan bermakna secara
signifikan,

B. Etiologi Dan Faktor Resiko


9
Etiologi

Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian


proksimal dan berlanjut pada peningkatan sekresi norma dari mukosa
apendiks yang distensi. Obstruksi tersebut menyebabkan mucus yang
diprosuksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut
makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai
keterbatsaan sehingga menyebabkan peningkatan intralumen. Kapasitas
lumen apendiks normal hanya sekitar 0,1 ml. jika sekresi sekitar 0,5 dapat
meningkatkan tekanan intralumen sekitar 60 cmH20. Tekanan yang
meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami hipoksia,
menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri.
Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan
semakin iskemik karena terjadi trombosit pembuluh darah intramural
(dinding apendiks).

Factor resiko

 Fakalth
 E-coli
 Usia
 Asupan rendah serat

C. Patofisiologi
Usus buntu biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen
apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur
karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya atau neoplasma. Obstruksi
tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak namun elastisitas
dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri,

10
dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendistis akut fokal yang
ditandai oleh nyeri epigastrium (Price, 2005) Bila sekresi mukus terus
berlanjut, tekanan akan terus meningkat, ha tersebut akan menyebabkan
obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat
sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah, keadaan ini disebut
dengan usus buntu supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu
akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium
ini disebut dengan usus buntu gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh
itu pecah, akan terjadi usus buntu perforasi (Mansjoer, 2010)

D. Tanda Dan Gejala


Tanda Dan Gejala Usus buntu
a. Perasaan nyeri disekitar pusar, yang kemudian berpindah ke bagian
kanan bawah dari perut
b. Nyeri dibagian belakang bawah, betis, dan lubang anus
c. Demam
d. Mual dan muntah
e. Diare atau konstipasi
f. Kehilangan nasfu makan

E. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik
berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah
mengalami perdindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas
kumpulan apendiks, sekum, dan letak usus halus (Sjamsuhidajat, De Jong,
2004) Komplikasi usus buntu juga dapat meliputi infeksi luka,
perlengketan, obstruksi usus, abses abdomen/pelvis, dan jarang sekali
dapat menimbulkan kematian (Craig, 2011). Selain itu, terdapat
komplikasi akibat tidakan operatif, Kebanyakan komplikasi yang
mengikuti apendisektomi adalah komplikasi prosedur intraabdomen dan
11
ditemukan di tempat-tempat yang sesual, seperti: infeksi luka, abses
residual, sumbatan usus akut, ileus paralitik, fistula tinja eksternal, fistula
tinja internal, dan perdarahan darimesenterium apendiks (Bailey, 1992)
Komplikasi utama usus buntu adalah perforasi apendiks yang dapat
berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insidens perforasi adalah 10 %
sampai 32%. Insidens lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi
secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam
dengan suhu 37,70C atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri atau
nyeri tekan abdomen yang kontinyu (Smeltzer C.Suzanne, 2002)

F. Pemeriksaan Penunjang
Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan oleh tenaga medis
profesional untuk menentukan adanya tidaknya penyakit radang usus
buntu, di antaranya:
1. Pemeriksaan fisik
a. Palpasi
Pada perabaan (palpasi) di daerah perut kanan bawah, sering kali
bila ditekan akan terasa nyeri dan bila tekanan dilepas juga akan
terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana merupakan kunci dari
diagnosis usus buntu akut.
b. Inspeksi
Pada usus buntu akut, terjadi pembengkakan (swelling) rongga
perut di mana dinding perut tampak mengencang (distensi).
c. Aulkultasi
Bising usus 15x/menit
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Apendikogram, Dilakukan dengan cara pemberian kontras BaS04
serbuk halus yang diencerkan dengan perbandingan 1:3 secara
peroral dan diminum sebelum pemeriksaan kurang lebih 8-10 jam
untuk anak-anak atau 10-12 jam untuk dewasa, hasil apendikogram
dibaca oleh dokter spesialis radiologi.
12
b. Ultrasonography (USG), Sangat akurat untuk mendiagnosis
appendicitis pada anak-anak. USG akan memudahkan para klinisi
dalam membedakan appendicitis yang tidak atau sudah
berkomplikasi. USG juga dapat membantu dalam membuat
keputusan medis mengenai apakah situasi pasien memerlukan
inisiasi terapi antibiotika terlebih dahulu, atau segera melakukan
apendektomi.

c. CT Scan, pemeriksaan ini biasanya tidak diutamakan karena


paparan radiasinya, dan beban biaya pada pasien. CT Scan
mungkin dilakukan apabila gambaran klinis appendicitis
meragukan, di mana pemeriksaan laboratorium tidak mendukung,
dan USG juga tidak jelas. Pemeriksaan kombinasi dengan detektor
tunggal CT Scan dan USG memiliki keakuratan diagnosis
appendicitis sekitar 78%. Dengan penggunaan multi detektor
memberikan spesifisitas 98% dan sensitifitas 98,5%, untuk
mendiagnosis appendicitis akut.

3. Pemeriksaan Laboratorium Darah

Pada pemeriksaan laboratorium darah, yang dapat ditemukan adalah


kenaikan dari sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000–
18.000/mm3. Jika terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka
kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi (pecah).

4. Urinalisis

Pada urinalisis bisa ditemukan piuria, leukosituria, eritrosituria, dan


kadar asam 5-hidroksiindolasetat (U-5-HIAA) sebagai marker dini
appendicitis yang meningkat secara signifikan sewaktu akut dan
menurun ketika telah terjadi nekrosis. Human chorionic

13
gonadotropin perlu diperiksa pada wanita usia produktif, untuk
mendeteksi kemungkinan kehamilan ektopik.

G. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Usus buntu meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi.
1. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang
tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian
antibiotik. Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada
penderita Usus buntu perforasi, sebelum operasi dilakukan
penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik
2. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Usus buntu maka
tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks
(appendektomi). Penundaan appendektomi dengan pemberian
antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses
appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
3. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya
komplikasi yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen.
Komplikasi utama adalah infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila
diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan garam
fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan perawatan
intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan
dengan besar infeksi intra-abdomen.

14
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Usus buntu merupakan peradangan pada apendiksvermiformis.
Apendiksvermiformis merupakan saluran kecil dengan diameter kurang
lebih sebesar pensil dengan panjang 2 –6 incidi daerah iliaka kanan, di
bawah titik. Klasifikasi usus buntu terbagi menjadi dua yaitu, usus buntu
akut dan usus buntu kronik. Kejadian usus buntu di indonesia menurut
data yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2009 sebesar
596.132 orang dengan persentase 3.36% dan meningkat pada tahun 2010
menjadi 621.435 orang dengan persentase 3.53%. Usus buntu merupakan
penyakit tidak menular tertinggi kedua di Indonesia pada rawat inap di
rumah sakit pada tahun 2009 dan 2010
Etiologi Obstruksi lumen Factor resiko Fakalth, E-coli, Usia, Asupan
rendah serat. Patofisiologi Usus buntu biasanya disebabkan oleh
penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit,
benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya atau
neoplasma.
Tanda Dan Gejala Usus buntu Perasaan nyeri disekitar pusar, yang
kemudian berpindah ke bagian kanan bawah dari perut, Nyeri dibagian
belakang bawah, betis, dan lubang anus, Demam, Mual dan muntah, Diare
atau konstipasi, Kehilangan nasfu makan

Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa


perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami
perdindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks,
sekum, dan letak usus halus. Pemeriksaan Penunjang pada pasien usus
buntu adalah Pemeriksaan fisik, Pemeriksaan Radiologi, Pemeriksaan
Laboratorium Darah, Urinalisis

15
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Usus buntu meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi. Diagnosa keperawatan pada
kasus usus buntu adalah nyeri akut dan hipertermi
B. Saran
Pemahaman mahasiswa keperawatan terhadap bidang ilmu Keperawatan
Medikal Bedah 1 dalam hal ini Tindakan Keperawatan Pada Diagnosa
Usus buntu harus terus di tingkatkan dengan proses pembelajaran. Selain
untuk meningkatkan pemahaman yaitu sebagai upaya meningkatkan
disiplin ilmu yang lebih kompeten, berjiwa pengetahuan dan selalu berfikir
kritis terhadap ilmu tersebut.

16
DAFTAR PUSTAKA

Adhar Arifuddin, Lusia Salmawati, Andi Prasetyo.2017. Faktor Risiko Kejadian


Usus buntu Di Bagian Rawat Inap Rumah Sakit Umum Anutapura Palu.
Jurnal Preventif, Volume 8 Nomor 1, April 2017 : 1- 58.
https://digilib.unila.ac.id/20879/15/BAB%20II.pdf

Dr. Ayustawati, PhD. 2013. Info Kesehatan Umum Untuk Pasien.


www.informasimedika.com

Craig, S., 2011. Appendicitis Treatment & Management Available from:


http://emedicine.medscape.com/article/773895-treatment diakses 08
September 2019 pukul 07.30 WIB

Davey, Patrick.2003. Medicine at a Glance .Penerbit: Erlangga Medical Series.

Smeltzer, Bare.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner &


suddart. Edisi 8. Volume 2. Jakarta:EGC

Bulechek, M.G dkk.(2013). Nursing Interventions Classification (NIC), 6th


Indonesian edition. Indonesia: Mocomedia.

Herdman, T. Heather. 2018. Nanda International Inc. Diagnosis


Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2018-2020 Ed. 10. EGC.
Jakarta

Sue Moorhead, d. (2016). edisi enam Nursing outcomes classification (Noc).


Singapore: Elsevier Global Rights.

17

Anda mungkin juga menyukai