Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA AN.N DENGAN TALASEMIA


DI RUANG HEMATOLOGI : TALASEMIA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH GUNUNG JATI CIREBON

Disusun Oleh :

Nurhayati
JNR0220070

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
TAHUN AJARAN 2023
A. KONSEP PENYAKIT
1. PENGERTIAN
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan
secara resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin. dimana
terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit
menjadi pendek (kurang dari 100 hari) (Yuwono, 2019).
Thalasemia kelompok heterogen anemia hemolitik herediter yang ditandai
oleh penurunan kecepatan sintesis satu rantai polipeptida hemoglobin atau lebih
diklasifikasikan menurut rantai yang terkena (alfa, beta, gamma) ; dua kategori mayor
adalah alfa-dan beta-thalasemia, alfa-t, thalasemia yang disebabkan oleh penurunan
kecepatan sintesis rantai alfa hemoglobin (Dorlan,2020).
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan
sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek
(kurang dari 120 hari). Penyebab kerusakan tersebut adalah Hb yang tidak normal
sebagai akibat dari gangguan dalam pembentukan jumlah rantai globin atau struktur
Hb (Nursalam,2020).
2. ETIOLOGI
Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan
secara genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai
gen globin beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu
ditemukan berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu
komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang
mengalami kelainan disebut pembawa sifat thalassemia-beta. Seorang pembawa sifat
thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih mempunyai 1 belah gen dalam
keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik). Seorang pembawa sifat thalassemia
jarang memerlukan pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua
kromosom, dinamakan penderita thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah gen
yang sakit tersebut berasal dari kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat
thalassemia. Pada proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta
dari ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang tuanya masing-masing
pembawa sifat thalassemia maka pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa
kemungkinan. Kemungkinan pertama si anak mendapatkan gen globin beta yang
berubah (gen thalassemia) dari bapak dan ibunya maka anak akan menderita
thalassemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen thalassemia dari ibu
atau ayah maka anak hanya membawa penyakit ini. Kemungkinan lain adalah anak
mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orang tuanya.
Jika kedua orang tua tidak menderita Thalassaemia trait/pembawasifat
Thalassaemia, maka tidak mungkin mereka menurunkan Thalassaemia trait/pembawa
sifat Thalassaemia atau Thalassaemia mayor kepada anak-anak mereka. Semua anak-
anak mereka akan mempunyai darah yang normal.
Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa
sifat Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu dibanding dua (50%)
kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak seorang diantara anak-anak mereka akan
menderita Thalassaemia mayor. Orang dengan Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia adalah sehat, mereka dapat menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut
kepada anak-anaknya tanpa ada yang mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di
kalangan keluarga mereka.
Apabila kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia, maka anak-anak mereka mungkin akan menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia atau mungkin juga memiliki darah yang normal,
atau mereka mungkin juga menderita Thalassaemia mayor
3. KLASIFIKASI
Hemoglobin terdiri dari rantaian globin dan hem tetapi pada Thalassemia terjadi
gangguan produksi rantai α atau β. Dua kromosom 11 mempunyai satu gen β pada
setiap kromosom (total dua gen β) sedangkan dua kromosom 16 mempunyai dua gen
α pada setiap kromosom (total empat gen α). Oleh karena itu satu protein Hb
mempunyai dua subunit α dan dua subunit β. Secara normal setiap gen globin α
memproduksi hanya separuh dari kuantitas protein yang dihasilkan gen globin β,
menghasilkan produksi subunit protein yang seimbang. Thalassemia terjadi apabila
gen globin gagal, dan produksi protein globin subunit tidak seimbang. Abnormalitas
pada gen globin α akan menyebabkan defek pada seluruh gen, sedangkan
abnormalitas pada gen rantai globin β dapat menyebabkan defek yang menyeluruh
atau parsial.
Thalassemia diklasifikasikan berdasarkan rantai globin mana yang mengalami
defek, yaitu Thalassemia α dan Thalassemia β. Pelbagai defek secara delesi dan
nondelesi dapat menyebabkan Thalassemia.
a. Thalassemia α
Oleh karena terjadi duplikasi gen α (HBA1 dan HBA2) pada kromosom 16, maka
akan terdapat total empat gen α (αα/αα). Delesi gen sering terjadi pada
Thalassemia α maka terminologi untuk Thalassemia α tergantung terhadap delesi
yang terjadi, apakah pada satu gen atau dua gen. Apabila terjadi pada dua gen,
kemudian dilihat lokai kedua gen yang delesi berada pada kromosom yang sama
(cis) atau berbeda (trans). Delesi pada satu gen α dilabel α+ sedangkan pada dua
gen dilabel αo.
1) Delesi satu gen α / silent carrier/ (-α/αα)
Kehilangan satu gen memberi sedikit efek pada produksi protein α sehingga
secara umum kondisinya kelihatan normal dan perlu pemeriksaan
laboratorium khusus untuk mendeteksinya. Individu tersebut dikatakan
sebagai karier dan bisa menurunkan kepada anaknya.
2) Delesi dua gen α / Thalassemia α minor (--/αα) atau (-α/-α)
Tipe ini menghasilkan kondisi dengan eritrosit hipokromik mikrositik dan
anemia ringan. Individu dengan tipe ini biasanya kelihatan dan merasa normal
dan mereka merupakan karier yang bisa menurunkan gen kepada anak.
3) Delesi 3 gen α / Hemoglobin H (--/-α)
Pada tipe ini penderita dapat mengalami anemia berat dan sering memerlukan
transfusi darah untuk hidup. Ketidakseimbangan besar antara produksi rantai α
dan β menyebabkan akumulasi rantai β di dalam eritrosit menghasilkan
generasi Hb yang abnormal yaitu Hemoglobin H (Hb H/ β4).
4) Delesi 4 gen α / Hemoglobin Bart (--/--)
Tipe ini adalah paling berat, penderita tidak dapat hidup dan biasanya
meninggal di dalam kandungan atau beberapa saat setelah dilahirkan, yang
biasanya diakibatkan oleh hydrop fetalis. Kekurangan empat rantai α
menyebabkan kelebihan rantai γ (diproduksi semasa kehidupan fetal) dan
rantai β menghasilkan masing-masing hemoglobin yang abnormal yaitu
Hemoglobin Barts (γ4 / Hb Bart, afiniti terhadap oksigen sangat tinggi) atau
Hb H (β4, tidak stabil).
b. Thalasemia β
Thalassemia β disebabkan gangguan pada gen β yang terdapat pada kromosom 11.
Kebanyakkan dari mutasi Thalassemia β disebabkan point mutation dibandingkan
akibat delesi gen. Penyakit ini diturunkan secara resesif dan biasanya hanya
terdapat di daerah tropis dan subtropis serta di daerah dengan prevalensi malaria
yang endemik.
1) Thalassemia βo
Tipe ini disebabkan tidak ada rantai globin β yang dihasilkan. Satu pertiga
penderita Thalassemia mengalami tipe ini.
2) Thalassemia β+
Pada kondisi ini, defisiensi partial pada produksi rantai globin β terjadi.
Sebanyak 10-50% dari sintesis rantai globin β yang normal dihasilkan pada
keadaan ini.
Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu :
a. Thalasemia Mayor, karena sifat-sifat gen dominan. Thalasemia mayor
merupakan penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam
darah. Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan
anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak dan
umurnya pun sangat pendek, hingga yang bersangkutan memerlukan transfusi
darah untuk memperpanjang hidupnya. Penderita thalasemia mayor akan
tampak normal saat lahir, namun di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya
gejala anemia. Selain itu, juga bisa muncul gejala lain seperti jantung berdetak
lebih kencang dan facies cooley. Faies cooley adalah ciri khas thalasemia
mayor, yakni batang hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat
sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan
hemoglobin. Penderita thalasemia mayor akan tampak memerlukan perhatian
lebih khusus. Pada umumnya, penderita thalasemia mayor harus menjalani
transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan yang baik,
hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8 bulan.
Seberapa sering transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi tergantung dari
berat ringannya penyakit. Yang pasti, semakin berat penyakitnya, kian sering
pula si penderita harus menjalani transfusi darah.
b. Thalasemia Minor, individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun
individu hidup normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau
thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia
minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak mereka menerita
thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul penyakit
thalasemia mayor dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak menjadi
anemia, lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor
sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi
tidak memerlukan transfusi darah di sepanjang hidupnya
Secara molekuler talasemia dibedakan atas :
a. Talasemia a (gangguan pembentukan rantai a).
b. Talasemia b (gangguan pembentukan rantai b).
c. Talasemia b-d (gangguan pembentukan rantai b dan d yang letak gen-nya
diduga berdekatan).
d. Talasemia d (gangguan pembentukan rantai d).
4. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala lain dari thalasemia yaitu :
a. Thalasemia Mayor
1) Pucat
2) Lemah
3) Anoreksia
4) Sesak napas
5) Peka rangsang
6) Tebalnya tulang kranial
7) Pembesaran hati dan limpa / hepatosplenomegali
8) Menipisnya tulang kartilago, nyeri tulang
9) Disritmia
10) Epistaksis
11) Sel darah merah mikrositik dan hipokromik
12) Kadar Hb kurang dari 5gram/100 ml
13) Kadar besi serum tinggi
14) Ikterik
15) Peningkatan pertumbuhan fasial mandibular; mata sipit, dasar hidung lebar
dan datar.
b. Thalasemia Minor
1) Pucat
2) Hitung sel darah merah normal
3) Kadar konsentrasi hemoglobin menurun 2 sampai 3 gram/ 100ml di bawah
kadar normal Sel darah merah mikrositik dan hipokromik sedang.
5. KOMPLIKASI
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi
darah yang berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah
sangat tinggi, sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar, limpa,
kulit, jantung dan lain lain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut
(hemokromatosis). Limpa yang besar mudah ruptur akibat trauma ringan. Kadang
kadang thalasemia disertai tanda hiperspleenisme seperti leukopenia dan
trompositopenia. Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung
(Hassan dan Alatas, 2021).
Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah
diperiksa terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis
hepatis, diabetes melitus dan jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada
hemosiderosis, karena peningkatan deposisi melanin.
6. PATOFISIOLOGI
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb A dengan polipeptida rantai alfa
dan dua rantai beta . Pada beta thalasemia adalah tidak adanya atau kurangnya rantai
beta dalam molekul hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan eritrosit
membawa oksigen. Adanya suatu kompensator yang meningkat dalam rantai alfa,
tetapi rantai beta memproduksi secara terus-menerus sehingga menghasilkan
hemoglobin defective. Ketidakseimbangan polipeptida ini memudahkan
ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi
hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.
Kelebihan dalam rantai alfa ditemukan pada thalasemia beta dan kelebihan
rantai beta dan gamma ditemukan pada thalasemia alfa. Kelebihan rantai polipeptida
kini mengalami presipitasi dalam sel eritrosit. Globin intra eritrositik yang mengalami
presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alfa dan beta, atau terdiri dari
hemoglobin tak stbil badan Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan
hemolisis. Produksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow memproduksi
RBC yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC
diluar menjadi eritropoetik aktif. Kompensator produksi RBC secara terus-menerus
pada suatu dasar kronik. Dan dengan cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak
adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC
menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh.
PATHWAY
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening test dan
definitive test.
Screening test
Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai
gangguan Thalassemia.
1) Interpretasi apusan darah
Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada
kebanyakkan Thalassemia kecuali Thalassemia α silent carrier. Pemeriksaan
apusan darah rutin dapat membawa kepada diagnosis Thalassemia tetapi
kurang berguna untuk skrining.
2) Pemeriksaan osmotic fragility (OF)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara
dasarnya resistan eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida
dikurangkan dikira. Studi yang dilakukan menemui probabilitas formasi pori-
pori pada membran yang regang bervariasi mengikut order ini: Thalassemia <
kontrol < spherositosis. Studi OF berkaitan kegunaan sebagai alat diagnostik
telah dilakukan dan berdasarkan satu penelitian di Thailand, sensitivitinya
adalah 91.47%, spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40% dan false negative
rate 8.53%.
3) Indeks eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya dapat
mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai diagnostik.
Maka metode matematika dibangunkan.
4) Model matematika
Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan
parameter jumlah eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose seperti
0.01 x MCH x (MCV)², RDW x MCH x (MCV) ²/Hb x 100, MCV/RBC dan
MCH/RBC tetapi kebanyakkannya digunakan untuk membedakan anemia
defisiensi besi dengan Thalassemia β.
Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang diperoleh
sekiranya >13 cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan <13 mengarah ke
Thalassemia trait. Pada penderita Thalassemia trait kadar MCV rendah,
eritrosit meningkat dan anemia tidak ada ataupun ringan. Pada anemia
defisiensi besi pula MCV rendah, eritrosit normal ke rendah dan anemia
adalah gejala lanjut (Yazdani, 2021).
Definitive test
a. Elektroforesis hemoglobin
Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di dalam
darah. Pada dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1 95-98%, Hb
A2 2-3%, Hb F 0.8-2% (anak di bawah 6 bulan kadar ini tinggi sedangkan
neonatus bisa mencapai 80%). Nilai abnormal bisa digunakan untuk diagnosis
Thalassemia seperti pada Thalassemia minor Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%,
Thalassemia Hb H: Hb A2 <2% dan Thalassemia mayor Hb F 10-90%. Pada
negara tropikal membangun, elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S
dan Hb J.
b. Kromatografi hemoglobin
Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb C.
Pemeriksaan menggunakan high performance liquid chromatography (HPLC)
pula membolehkan penghitungan aktual Hb A2 meskipun terdapat kehadiran
Hb C atau Hb E. Metode ini berguna untuk diagnosa Thalassemia β karena ia
bisa mengidentifikasi hemoglobin dan variannya serta menghitung konsentrasi
dengan tepat terutama Hb F dan Hb A2.
c. Molecular diagnosis
Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis Thalassemia.
Molecular diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe Thalassemia malah
dapat juga menentukan mutasi yang berlaku.
8. PENATALAKSANAAN
Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari pemberian
transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi
yang disebut hemosiderosis. Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan pemberian
deferoxamine (Desferal), yang berfungsi untuk mengeluarkan besi dari dalam tubuh
(iron chelating agent). Deferoxamine diberikan secar intravena, namun untuk
mencegah hospitalisasi yang lama dapat juga diberikan secara subkutan dalam waktu
lebih dari 12 jam.
Splenectomy dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan
meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen (transfusi).
Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian
tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari
tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid), karena
zat besi yang berlebihan bisa menyebabkan keracunan. Pada bentuk yang sangat
berat, mungkin diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam
tahap penelitian.
Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :
Medikamentosa
Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin serum
sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali
transfusi darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui
pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap
selesai transfusi darah. Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi,
untuk meningkatkan efek kelasi besi. Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi
kebutuhan yang meningkat. Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan
dapat memperpanjang umur sel darah merah.
Bedah
Splenektomi, dengan indikasi :
limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan
peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur hipersplenisme
ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan suspensi
eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu tahun. Transplantasi
sumsum tulang telah memberi harapan baru bagi penderita thalasemia dengan lebih
dari seribu penderita thalasemia mayor berhasil tersembuhkan dengan tanpa
ditemukannya akumulasi besi dan hepatosplenomegali. Keberhasilannya lebih berarti
pada anak usia dibawah 15 tahun. Seluruh anak anak yang memiliki HLA-spesifik
dan cocok dengan saudara kandungnya di anjurkan untuk melakukan transplantasi ini.
Suportif
Tranfusi Darah Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Kedaan ini
akan memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat
akumulasi besi, dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan
penderita. Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk
setiap kenaikan Hb 1 g/dl.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Asal keturunan/kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania).
Seperti turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup banyak
dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak
diderita.
b. Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat
sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang
gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4 – 6
tahun.
c. Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya.
Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat
transport.
d. Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap
tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia
jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia mayor.
Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam
kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak.
Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia
minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
e. Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat
badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
f. Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat,
karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah
g. Riwayat kesehatan keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua yang
menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka
anaknya berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling
pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya
penyakit yang mungkin disebabkan karena keturunan.
h. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC)
Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor
risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga
faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin
dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu
segera dirujuk ke dokter.
i. Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya adalah:
1) Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah aanak
seusianya yang normal.
2) Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas,
yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung
pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat
lebar. Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan. Mulut dan bibir terlihat
pucat kehitaman
3) Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya
pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.
4) Perut
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati
( hepatosplemagali). Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan
BB nya kurang dari normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila
dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.
5) Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan
rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat
mencapai tahap adolesense karena adanya anemia kronik.
6) Kulit
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat
transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya
penimbunan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin.
2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 dan
kebutuhan.
3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan
untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan/absorbsi nutrien yang
diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal.
4) Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sirkulasi dan
neurologis.
5) Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat,
penurunan Hb, leukopenia atau penurunan granulosit.
3. RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan
1 Perfusi perifer Setelah dilakukan Observasi :
tidak efektif tindakan keperawatan
1. Periksa sirkulasi perifer (nadi
berhubungan selama 1x24 jam
perifer, edema, pengisian kapiler,
dengan penurunan diharapkan perfusi
warna, suhu, ankle-brachial
konsentrasi perifer meningkat.
index).
hemoglobin Dengan kriteria hasil :
2. Identifikasi faktor risiko gangguan
1. Kekuatan nadi
sirkulasi (diabetes, perokok,
perifer meningkat
orangtua, hipertensi, dan kadar
2. Warna kulit pucat
kolesterol tinggi)
menurun
3. Monitor panas, kemerahan, nyeri,
3. Pengisian kapiler
atau bengkak pada ektremitas.
membaik
4. Monitor perubahan kulit.
4. Akral membaik
5. Turgor kulit Terapeutik :
membaik
1. Hindari pemasangan infus, atau
pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi.
2. Hindari pengukuran tekanan darah
pada ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi.
3. Hindari penekanan dan
pemasangan torniquet pada area
yang cedera
4. Lakukan pencegahan infeksi
5. Lakukan perawatan kaki dan kuku
6. Lakukan hidrasi
Edukasi :
1. Anjurkan berolahraga rutin
2. Anjurkan untuk mengecek air
kamar mandi untuk menghindari
kulit terbakar
3. Anjurkan minum obat pengontrol
tekanan darah secara teratur
4. Anjurkan melakukan perawatan
kulit yang tepat (melembabkan
kulit kering pada kaki)

Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian analgesik,
jiks perlu
2. Kolaborasi pemberian
kortikosteroid, jika perlu.
DAFTAR PUSTAKA

Dorlan. (2020). Buku Ajar Penyakit Dalam (Ed.5, Jilid II). Jakarta : Interna Publishing.
Hassan dan Alatas. (2021). Kapita Selekta Hematologi (Ed.4). Jakarta : EGC.
Nursalam. (2020). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) :
Bandung : YIAPKP.
Yazdani. (2021). Buku Ajar keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta : EGC.
Yuwono. (2019). Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Thalasemia
Yang Dirawat Dirumah Sakit.

Anda mungkin juga menyukai