Anda di halaman 1dari 47

PERAN LEMBAGA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM

MENGATASI KENAKALAN REMAJA DI DESA PENAWAR.

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester Metodologi

Penelitian

DISUSUN OLEH:

MIFTHAHUL JANNAH

NIM : 1910201225

MAHASISWA JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KERINCI

TAHUN 2021 M / 1443 H


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Lembaga pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam

mencapai keberhasilan proses pendidikan karena lembaga berfungsi

sebagai mediator dalam mengatur jalannya pendidikan. Dan pada zaman

sekarang ini tampaknya tidak disebut pendidikan jika tidak ada

lembaganya.

Lembaga pendidikan dewasa ini juga sangat mutlak keberadaannya

bagi kelancaran proses pendidikan. Apalagi lembaga pendidikan itu

dikaitkan dengan konsep Islam. Lembaga pendidikan agama Islam

merupakan suatu wadah di mana pendidikan dalam ruang lingkup

keislaman melaksanakan tugasnya demi tercapainya cita-cita umat Islam.

Keluarga, masjid, pondok pesantren dan madrasah merupakan

lembaga-lembaga pendidikan Islam yang mutlak diperlukan di suatu

negara secara umum atau di sebuah kota secara khususnya, karena

lembaga-lembaga itu ibarat mesin pencetak uang yang akan menghasilkan

sesuatu yang sangat berharga, yang mana lembaga-lembaga pendidikan itu

sendiri akan mencetak sumber daya manusia yang berkualitas dan mantap

dalam aqidah keIslaman. 1

Menurut pandangan agama Islam, manusia adalah makhluk Allah

yang bertugas sebagai khalifah di bumi. Allah telah memberitahukan

1
Rahmat Hidayat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 2016) h. 163

1
2

kepada malaikat bahwa ia akan menciptakan manusia yang diserahi tugas

menjadi khalifah, sebagaimana yang tersurat dalam Al-Qur’an sebagai

berikut:

ٰۤ
ِ ‫َواِ ْذ قَا َل َربُّكَ ِن ْه َمه ِٕى َك ِة ِانِ ْي َجا ِع ٌم فِى ْاْلَ ْر‬
‫ض َخ ِه ْيفَة‬

Artinya : “Dan ingat lah ketika ketika tuhan mu berkata kepada malaikat
sesungguhnya aku menjadikan manusia (sebagai) khalifah di
muka bumi. 2(Q.S. Al-Baqarah’: 30)

Di samping manusia sebagai khalifah, mereka juga termasuk

makhluk pedagogik yaitu makhluk Allah yang membawa potensi dapat

dididik dan dapat mendidik. Dialah yang memiliki potensi dapat mendidik

dan dididik sehingga mampu menjadi khalifah di bumi, pendukung dan

pengembang kebudayaan. 3

Pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu upaya mewariskan

nilai yang akan menjadi penolong dan penuntun dalam menjalani

kehidupan sekaligus untuk memperbaiki nasib dan peradaban umat

manusia. Tanpa pendidikan, manusia sekarang tidak jauh berbeda dengan

generasi manusia masa lampau.

Pendidikan melalui usaha sadar yang dilaksanakan oleh pendidik

terhadap peserta didik di suatu lembaga pendidikan. Baik pendidikan

formal ataupun lembaga nonformal, maka orientasi atau tujuan akhirnya

adalah untuk menumbuh kembangkan semua potensi yang ada pada diri

2
Departemen Agama Ri, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Klang Selangor: Klang Book
Center, 2007), h. 8
3
Sudiyono, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Rineka Cipta 2019), h. 1
3

peserta didik secara maksimal, di satu sisi melalui proses pendidikan yang

dilaksanakan secara kontinu, bahkan semua manusia akan mampu

mengenal dan memahami hakikat dirinya sebagai insan kamil.

Berdasarkan pengertian di atas pendidikan adalah suatu aktivitas

untuk mengembangkan aspek kepribadian manusia yang harus berjalan

seumur hidup supaya pertumbuhan dan perkembangan peserta didik dapat

berlangsung secara optimal atau wajar, untuk itu pendidikan dan

pengajaranlah yang memegang peranan penting.4

Pendidikan agama Islam merupakan pendidikan yang secara khas

memiliki ciri islami, berbeda dengan konsep kajian lain yang kajiannya

lebih memfokuskan pada pemberdayaan umat berdasarkan Al-Qur’an dan

hadis. Artinya, kajian pada pendidikan agama Islam bukan sekedar

menyangkut aspek normatif ajaran Islam tetapi juga terapannya dalam

ragam materi, institusi, budaya, nilai, dan dampaknya terhadap

pemberdayaan umat.5

Pendidikan agama Islam pada dasarnya adalah berusaha merubah

keadaan seseorang dari tidak tahu menjadi tahu, yang tidak baik menjadi

baik. Begitu pula terhadap masyarakat, pendidikan adalah berusaha untuk

menjadi warga negara yang sejahtera, cerdas dan maju sebab kegiatan

pendidikan itu merupakan upaya pembentukan secara utuh dan terpadu.6

Dari penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa pendidikan agama

Islam sangat penting bagi umat manusia dalam menjalankan kehidupan


4
Zakiah daradjat, dkk. Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h. 30
5
Sri Minarti, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah 2013), h. 16
6
Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2011), h. 25
4

sehari-hari, terutama bagi kaum remaja sebagai generasi muda,

menanamkan ilmu pendidikan agama Islam pada umur remaja amat

penting, apabila mereka telah memahami ajaran agama dengan benar serta

mampu menerapkan dalam kehidupan sehari-hari maka masalah

pembinaan akhlak akan lebih mudah dibentuk.

Berdasarkan tujuan pendidikan agama Islam menurut Nur Uhbiyati

yang dikutip di dalam buku Zakiah Drajat, yaitu kepribadian seseorang

yang membuatnya menjadi insan kamil dengan pola takwa, insan kamil

artinya manusia utuh rohani dan jasmani, dapat hidup dan berkembang

secara wajar dan normal karena takwanya kepada Allah SWT. Hal ini

mengandung arti bahwa pendidikan agama Islam itu diharapkan

menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakat serta

senang dan gemar mengamalkan dan mengembangkan ajaran Islam.7

Masa remaja merupakan masa yang penuh kegoncaangan jiwa,

remaja pada hakikatnya sedang berjuang untuk menemukan dirinya sendiri

jika dihadapkan kepada keadaan luar atau lingkungan yang kurang serasi

penuh dengan bertentangan atau labil, maka akan mudahlah mereka jatuh

pada kesengsaraan batin, hidup penuh kecemasan, ketidakpastian dan

kebimbangan. Hal seperti ini yang menyebabkan para remaja jatuh pada

kenakalan yang membawa bahaya pada dirinya sendiri.8 Masuknya budaya

asing dan arus informasi yang sulit dibendung telah memberikan andil

besar dalam proses dekadensi moral, khususnya pada kalangan remaja.

7
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam II, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), h. 41
8
Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Pt Bulan Bintang, 2005), h. 85
5

Berdasarkan hasil observasi awal pada tanggal 13 Mei 2021 yang

bertepatan pada malam hari raya Idul Fitri 1442 Hijriyah kenakalan yang

dilakukan oleh remaja Penawar pada saat itu yaitu, mabuk-mabukan

dengan meminum-minuman keras, balapan liar, bukannya merayakan hari

kemenangan dengan takbiran di mesjid tetapi malah melakukan kegiatan

yang tidak baik.

Kenakalan yang dilakukan para remaja juga membuat masyarakat

Penawar juga terganggu oleh kenakalan yang dilakukan para remaja salah

satu contohnya mabuk-mabukan dan balapan liar hal tersebutlah yang

memicu keributan sesama mereka.

Berbagai upaya dalam mengatasi masalah-masalah tersebut di

atas tidak hanya dapat diatasi oleh orang tua, tetapi antara orang tua,

masyarakat dan lembaga pendidikan baik formal maupun non formal,

harus saling melengkapi dan bertanggung jawab atas usaha pembinaan

remaja. Lembaga pendidikan merupakan salah satu wadah untuk

masyarakat bisa dipakai sebagai pintu gerbang dalam menghadapi

tuntutan masyarakat. Menurut Enung Rukiati lembaga pendidikan agama

Islam yang ada di kalangan masyarakat disebut dengan lembaga

pendidikan agama Islam bersifat nonformal, tujuan dari lembaga

pendidikan agama Islam adalah untuk menanamkan akhlak yang luhur dan

mulia, meningkatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan jamaahnya.9

9
Enung Rukiati, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia, 2006),
h. 131
6

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa lembaga

pendidikan agama Islam mempunyai peran penting dalam mengatasi

kenakalan remaja dikalangan masyarakat.

Di desa Penawar terdapat dua kelompok lembaga pendidikan agama

Islam yaitu sebagai berikut:

1. Pengajian Kaum Ibu-Ibu

Pengajian kaum ibu-ibu ini diikuti oleh ibu-ibu yang berusia 25-

35 tahun pengajian kaum ibu-ibu atau disebut BKMT diadakan setiap

jum’at , bertempat di dalam Masjid desa Penawar.

2. Pengajian Kaum Remaja

Pengajian kaum remaja yang diadakan oleh remaja mesjid

Penawar dan diikuti oleh pemuda dan pemudi desa Penawar yang

diadakan di mesjid dan rumah anggota pemuda dan pemudi setiap

malam minggu secara bergiliran, pengajian kaum pemuda ini diisi

dengan kegiatan membaca ayat suci Al-Qur’an, ceramah agama yang

disampaikan oleh ustadz/penceramah dan lanjutkan dengan diskusi

agama.

Lembaga pendidikan agama Islam tersebut yang ada di Penawar

memiliki tujuan yang sama yaitu untuk menanamkan akhlak yang luhur

dan mulia, dan meningkatkan ilmu pengetahuan agama Islam. Dengan

harapan dapat dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Pada saat ini lembaga pendidikan agama Islam di Penawar sejauh

ini sudah berperan untuk mengatasi kenakalan remaja, dengan


7

mengadakan pengajian remaja mesjid yang diikuti oleh para remaja desa

Penawar, melalui pengajian remaja mesjid ini remaja dapat menambah

ilmu keislamannya dan mengurangi kegiatan yang tidak bermanfaat dan

diisi dengan mengikuti kegiatan pengajian remaja mesjid. Dengan begitu

remaja dapat menumbuhkan kesadaran baik atau buruknya perilaku yang

ia lakukan dengan begitu kenakalan pada remaja akan berkurang atau tidak

ada lagi kasus kenakalan remaja. Didikan agama pada remaja, akan tetapi

faktanya masih banyak remaja desa Penawar yang melakukan kenakalan.

Berdasarkan latar belakang penelitian dan observasi awal yang

telah dilakukan oleh penulis di desa Penawar bahwa terdapat masalah

yang ada pada masyarakat tersebut, yaitu pada kalangan remaja, sehingga

timbul keinginan penulis untuk mengetahui lebih dalam dengan

melakukan penelitian yang penulis beri judul PERAN LEMBAGA

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENGATASI

KENAKALAN REMAJA DI DESA PENAWAR.

B. Batasan Masalah

Agar tidak terjadi kesalahan-pahaman, dalam menjawab

permasalahan yang akan dikaji di atas, serta untuk mengatasi keterbatasan

waktu dan kemampuan, maka penulis memandang perlunya memberi

batasan masalah dalam penulisan. Penulis hanya membatasi berfokus pada

remaja yang berusia 13-21 tahun khusus yang ada di desa Penawar. Dan

berfokus pada lembaga pendidikan agama Islam kaum remaja (pengajian

remaja mesjid) Penawar.


8

Seandainya terdapat pembahasan masalah yang keluar dari batasan

masalah semua itu sebagai data pendukung saja.

C. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam pembahasan skripsi

ini adalah juga menjadi pokok permasalahan, yaitu:

1. Bagaimana bentuk kenakalan remaja Penawar ?

2. Apa saja faktor-faktor penyebab kenakalan remaja desa Penawar ?

3. Bagaimana peran lembaga Pendidikan Agama Islam dalam mengatasi

kenakalan remaja desa Penawar ?

D. Tujuan Penelitian

Yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bentuk kenakalan yang dilakukan remaja Penawar.

2. Untuk mengetahui apa saja faktor-faktor penyebab kenakalan remaja

desa Penawar.

3. Untuk mengetahui peran lembaga Pendidikan Agama Islam dalam

mengatasi kenakalan remaja.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa manfaat, baik manfaat secara praktis

maupun secara teoritis:

1. Manfaat Praktis

a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak lembaga-lembaga

pendidikan agama Islam dalam upaya mengatasi kenakalan remaja.


9

b. Sebagai bahan sumbangan pemikiran dalam mengembangkan

wawasan pengetahuan dan pengalaman tentang pendidikan agama

Islam.

c. Sebagai bahan informasi bagi para remaja tentang bahaya

kenakalan yang dilakukan.

d. Dan sebagai tugas akhir, salah satu persyaratan penulis memperoleh

gelar sarjana Pendidikan Agama Islam S.1 (S.Pd.) pada Institut

Agama Islam Negeri (IAIN) Kerinci.

2. Manfaat Teoritis

Selain manfaat praktis yang telah dikemukakan di atas, penelitian

ini juga memiliki manfaat teoritis yaitu untuk memberikan landasan

bagi para peneliti lain dalam melakukan penelitian lain yang sejenis

dalam rangka mengatasi kenakalan remaja.

F. Defenisi Operasional

Untuk mengarahkan dalam pemahaman skripsi ini serta

menghindarkan jangan terjadi kesalahan tafsiran maksud yang terkandung

dalam judul skripsi ini:

1. Lembaga pendidikan agama Islam adalah wadah atau tempat

berlangsungnya proses pendidikan Islam yang bersamaan dengan

proses pembudayaan proses tersebut dimulai dari lingkungan

keeluarga.10

10
Enung K Rukiati, Op.Cit, h. 98
10

2. Pendidikan Agama Islam adalah proses transformasi dan internalisasi

ilmu pengetahuan dan nilai-nilai pada diri anak didik melalui

penumbuhan dan pengembangan potensi fitrahnya guna mencapai

keselarasan dan kesempurnaan hidup dalam segala aspeknya.11

3. Remaja adalah masa transisi dalam rentan kehidupan manusia yang

mengubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa.12

4. Kenakalan remaja adalah sesuatu perbuatan atau tingkah laku

yang melanggar nilai-nilai moral dan melanggar hukum.13

11
Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Amzah, 2011), h. 25
12
Muhammad Ak-Mighwar, Psikologi Remaja, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), h 61
13
Elfi Muawanah, Bimbingan Konseling Islam (Yogjakarta: Teras 2012), h. 29
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Pendidikan Agama Islam

1. Pendidikan

Dalam bahasa Indonesia, istilah pendidikan berasal dari kata

“didik” dengan memberinya awalan “pe” dan akhiran “an”,

mengandung arti perubahan (hal, cara dan sebagainya). Istilah

pendidikan ini semula berasal dari bahasa Yunani, yaitu paedagogie,

yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini

kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan education

yang berarti perkembangan atau bimbingan.1

Bila mana pendidikan diartikan sebagai latihan mental, moral dan

jasmani maka akan menghasilkan manusia yang berbudaya tinggi

untuk melaksanakan tugas kewajiban dan tanggung jawab dalam

masyarakat selaku hamba Allah, maka pendidikan berarti

menumbuhkan kepribadian serta menanamkan rasa tanggung jawab. 14

Sedangkan pengertian pendidikan menurut para ahli yang dikutip

oleh Zahara adalah:

a. John Dewey, pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan

fundamental secara intelektual dan emosianal ke arah alam dan

sesama manusia.

1
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2008), h. 13
14
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam II, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), h. 12

11
12

b. S.A. Branata, dkk. Pendidikan adalah usaha yang sengaja

diadakan, baik langsung maupun secara tidak langsung, untuk

membentuk anak dalam perkembagannya mencapai kedewasaan.

c. Dalam GBHN, pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar

untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam

dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.

Sedangkan menurut pendapat Zahara sendiri, pendidikan ialah

serangkaian kegiatan komunikasi yang bertujuan, antara manusia

dewasa dengan si anak didik secara tatap muka atau dengan

mengunakan media dalam rangka memberikan bantuan terhadap

perkembangan anak seutuhnya.15

Dari pengertian yang dikemukakan oleh para ahli di atas dapat

dipahami, bahwa pendidikan itu adalah bantuan atau bimbingan

secara sadar yang dilakukan oleh orang dewasa menuju kedewasaan

dalam pergaulan yang memakai alat pendidikan, sehingga

mendatangkan perubahan pada pertumbuhan jasmani dan rohani

menuju kepada kesempurnaan manusia tersebut.

2. Pendidikan Agama Islam

Pendidikan agama Islam merupakan pendidikan yang secara khas

memiliki ciri islami, berbeda dengan konsep kajian lain yang kajiannya

lebih memfokuskan pada pemberdayaan umat berdasarkan Al-Qur’an

dan hadis. Artinya, kajian pada pendidikan agama Islam bukan sekedar

15
Zahara Idris, Dasar-Dasar Kependidikan, (Padang: Angkasa Raya, 1981), h. 9
13

menyangkut aspek normatif ajaran Islam tetapi juga terapannya dalam

ragam materi, institusi, budaya, nilai, dan dampaknya terhadap

pemberdayaan umat.16

Pendidikan agama Islam pada dasarnya adalah berusaha merubah

keadaan seseorang dari tidak tahu menjadi tahu, yang tidak baik

menjadi baik. Begitu pula terhadap masyarakat, pendidikan adalah

berusaha untuk menjadi warga negara yang sejahtera, cerdas dan maju

sebab kegiatan pendidikan itu merupakan upaya pembentukan secara

utuh dan terpadu. Berikut adalah pengertian Pendidikan Agama Islam

menurut beberapa ahli yang dikutip bukhari umar:

a. Omar Mohammad At-Toumi Asy-Syaibany mendefinisikan

pendidikan agama Islam adalah proses mengubah tingkah laku

individu pada kehidupan pribadi, masyarakat, dan sekitarnya,

dengan cara pengajaran sebagai suatu aktifitas asasi dan sebagai

profesi di antara profesi-profesi asasi dalam masyarakat.

b. Muhammad Ibrahimy mengemukakan pengertian pendidikan

agama Islam adalah pendidikan dalam pandangan yang sebenarnya

adalah suatu sistem pendidikan yang memungkinkan seseorang

dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan cita-cita Islam,

sehingga dengan mudah ia dapat membentuk hidupnya sesuai

dengan ajaran agama Islam. Pengertian tersebut mengacu pada

perkembangan kehidupan manusia masa depan tanpa

16
Sri Minarti, Ilmu Pendidikan Islam Fakta Teoritis-Filosofis dan Aplikatif-Normatif,
(Jakarta: Amzah, 2013) h. 25
14

menghilangkan prinsip-prinsip Islam yang diamanahkan oleh Allah

kepada manusia, sehingga manusia mampu memenuhi kebutuhan

dan tuntutan hidupnya seiring dengan perkembangan IPTEK.17

c. Muhammad Fadhil Al-Jamali memberikan pengertian pendidikan

agama Islam adalah sebagai upaya mengembangkan, mendorong,

serta mengajak manusia lebih maju dengan berlandaskan nilai-nilai

yang tinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk pribadi

yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan,

maupun perbuatan.

d. Dalam seminar pendidikan Islam se-Indonesia tahun 1960

didapatkan pengertian pendidikan agama Islam adalah bimbingan

terhadap pertumbuhan ruhani dan jasmani menurut ajaran Islam

dengan hikmah, mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh

dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam.

Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa

pendidikan agama Islam adalah proses transformasi dan internalisasi

ilmu pengetahuan dan nilai-nilai pada diri anak didik melalui

penumbuhan dan pengembangan potensi fitrahnya guna mencapai

keselarasan dan kesempurnaan hidup dalam segala aspeknya.18

17
Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2011), h. 25
18
Ibid, h. 26
15

B. Fungsi Pendidikan Agama Islam

Ilmu pendidikan agama Islam mempunyai fungsi bermacam-macam,

antara lain sebagai berikut:19

1. Menumbuhkan dan Memelihara Keimanan

Setiap anak yang lahir di dunia ini telah dibekali pembawaan

beragama tauhid. Namun pembawaan itu tidak akan tumbuh dengan

sendirinya menjadi iman yang kukuh. Karena itu perlu dirangsang

agar tumbuh sebagai mana yang diharapkan. Di sinilah pentingnya

ilmu pendidikan agama Islam untuk menumbuhkan agar pembawaan

tersebut berkembang sehingga anak memiliki iman yang kuat.

2. Membina dan Menumbuhkan Akhlak Mulia

Nabi Muhammad SAW diutus ke dunia untuk menyempurnakan

akhlak mulia. Mengingat ilmu pendidikan agama Islam merupakan

suatu usaha pewarisan dan pelestarian ajaran agama Islam dari

generasi tua ke generasi muda, maka ilmu pendidikan agama Islam

mempunyai tugas pokok untuk pembinaan akhlak perserta didik.

3. Membina dan Meluruskan Ibadah

Anak didik yang telah mendapatlkan pendidikan agama dari

lingkungan keluarga, umumnya telah melaksanakan berbagai amal

peribadahan walaupun secara tradisional. Artinya, pelaksanaan ibadah

sesusai yang dilakukan oleh orang tuanya, mereka yang umumnya

belum menanggapi secara kritis amal ibadah yang dilakukan itu. Di

19
Sudiyono, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Rineka Cipta 2019), h. 12-14
16

samping itu, mungkin banyak pula di antara mereka sudah betul

melaksanakan amal ibadah, namun banyak pula di antara mereka yang

belum tertib atau secara rutin untuk melaksanakan amal ibadah, sesuai

yang semestinya. Karena itu ilmu pendidikan agama Islam

mempunyai fungsi amat penting dalam membina anak didik agar

dapat melaksanakan ibadah secara tertib dan rutin serta dapat

meluruskan kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan, baik segi teori

maupun praktik.

4. Menggairahkan Beramal dan Melaksanakan Ibadah

Anak yang telah menerima pendidikan agama dari orang tuanya

umumnya telah melaksanakan ibadah dan amal-amal lainnya. Tetatapi

umumnya amal dan ibadah mereka itu statis. Karena itu ilmu

pendidikan Islam menumbuhkan semangat kepada anak didik untuk

melakukan ibadah dan amal sehingga mencapai taraf maksimal.

5. Mempertebal Rasa dan Sikap Beragama Serta Mempertinggi


Solidaritas Sosial.

Karena anak masih dalam proses pertumbuhan, maka perlu

dibimbing agar jiwa beragama mereka tumbuh secara normal. Karena

itu pula, apabila pendidikan agama Islam itu diberikan secara tertib

dan teratur, akan mempertebal rasa beragama dan memantapkan sikap

beragama mereka.

C. Tujuan Pendidikan Agama Islam

Tujuan pendidikan agama Islam pada dasarnya identik dengan tujuan

penciptaan dan tujuan hidup manusia itu sendiri. Secara sederhana dapat
17

disimpulkan bahwa tujuan pendidikan agama Islam yaitu membentuk

manusia yang seutuhnya, manusia terbaik atau manusia paripurna yang

sering disebut dengan al-insan al-kamil.20

Menurut Nur Uhbiyati bahwa tujuan pendidikan agama Islam

secara keseluruhan, yaitu kepribadian seseorang yang membuatnya

menjadi insan kamil dengan pola takwa, insan kamil artinya manusia utuh

rohani dan jasmani, dapat hidup dan berkembang secara wajar dan normal

karena takwanya kepada Allah SWT. Hal ini mengandung arti bahwa

pendidikan agama Islam itu diharapkan menghasilkan manusia yang

berguna bagi dirinya dan masyarakat serta senang dan gemar

mengamalkan dan mengembangkan ajaran Islam.21

Tujuan pendidikan agama Islam dibagi ke dalam tiga tahap yaitu

tujuan tertinggi, tujuan umum dan tujuan khusus. Berikut dijelaskan ketiga

tahap tujuan pendidikan agama Islam:

1. Tujuan Tertinggi

Tujuan tertinggi ini ialah tujuan yang tidak dibatasi oleh tujuan

lain. Ia bersifat umum dan tidak terperinci pelaksanaannya tidak

terbatas di lembaga pendidikan saja, tetapi wajib dilaksanakan oleh

institusi-institusi masyarakat seluruhnya. Tujuan tertinggi atau tujuan

akhir pendidikan agama Islam bersifat mutlak tidak mengalami

perubahan, karena sesuai dengan nilai-nilai ketuhanan yang bersifat

absolut dan universal.

20
Ahmad Jamin, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Alfabeta, 2014), h. 72
21
Nur uhbiyati, Op.Cit, h. 41
18

Tujuan akhir pendidikan agama Islam itu identik dengan tujuan

hidup manusia itu sendiri menjadi hamba Allah SWT. 22 Tujuan ini

pada hakikatnya sejalan dengan tujuan penciptaan dan tujuan hidup

manusia itu sendiri, sebagai mana yang dijelaskan dalam Al-Qur’an

surah Al-Dzariyat: 56

َ ‫َم َْو ِليَعبُد اَُّلاِن‬


ْ‫سْل َوال ِجنا َخلَقتُْ نِو‬
Artinya: Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka mengabdi kepadaku23 (Q.S. Al-Dzariyat: 56)

Ayat di atas menjelaskan bahwa tujuan penciptaan manusia

adalah untuk beribadah kepada Allah dalam arti seluas-luasnya.

Dengan demikian tujuan tetinggi pendidikan agama Islam adalah

menjadi hamba Allah yang tunduk dan patuh.24

2. Tujuan Umum

Tujuan umum adalah tujuan-tujuan yang dekat atau berkaitan

langsung dengan kegiatan pendidikan. Tujuan umum merupakan

penjabaran dari tujuan tertinggi. Tujuan umum berfungsi sebagai arah

atau pedoman, di mana arah pencapaiannya dapat dilihat atau diukur

karena menyangkut perubahan sikap dan perilaku kepribadian peserta

didik.

3. Tujuan Khusus

22
Ahmad Jamin, Op.Cit, h. 73
23
Departemen Agama Ri, Op.Cit, h. 771
24
Ahmad Jamin, Op.Cit, h. 73
19

Tujuan khusus yaitu perubahan yang diingini yang merupakan

bagian yang termasuk di bawah tiap tujuan umum pendidikan.

Menurut Ahmad Jamin mengutip dari Al-Syabany yang merumuskan

tujuan khusus pendidikan Islam sebagai berikut:

a. Memperkenalkan kepada generasi muda akan akidah Islam,

b. Menumbuhkan kesadaran dan pemahaman kepada perserta didik

terhadap agama

c. Menanamkan keimanan kepada Allah SWT.

d. Menanamkan rasa cinta dan penghargaan kepada Al-Qur’an

e. Memperkuat akidah generasi muda

f. Menanamkan iman yang kuat kepada Allah

g. Membersihkan hati mereka dari rasa dengki, hasud, iri, kekerasan

dan kezaliman

4. Tujuan Sementara

Tujuan sementara ialah tujuan tujuan yang akan dicapai setelah

peserta didik telah diberi sejumlah pengalaman tertentu yang

direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan pendidikan formal.

Tujuan sementara pada umumnya merupakan tujuan yang

dikembangkan dalam rangka menjawab segala tuntutan kehidupan . 25

D. Lembaga Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian Lembaga Pendidikan Agama Islam

25
Ibid, h.79
20

Lembaga pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam

mencapai keberhasilan proses pendidikan karena lembaga berfungsi

sebagai mediator dalam mengatur jalannya pendidikan. Dan pada

zaman sekarang ini tampaknya tidaklah disebut pendidikan jika tidak

ada lembaganya.

Lembaga pendidikan dewasa ini juga sangat mutlak keberadaannya

bagi kelancaran proses pendidikan. Apalagi lembaga pendidikan itu

dikaitkan dengan konsep Islam. Lembaga pendidikan agama Islam

merupakan suatu wadah di mana pendidikan dalam ruang lingkup

keislaman melaksanakan tugasnya demi tercapainya cita-cita umat

Islam.

Keluarga, masjid, pondok pesantren dan madrasah merupakan

lembaga-lembaga pendidikan agama Islam yang mutlak diperlukan di

suatu negara secara umum atau di sebuah kota secara khususnya,

karena lembaga-lembaga itu ibarat mesin pencetak uang yang akan

menghasilkan sesuatu yang sangat berharga, yang mana lembaga-

lembaga pendidikan itu sendiri akan mencetak sumber daya manusia

yang berkualitas dan mantap dalam aqidah keislaman. 26

Lembaga pendidikan agama Islam adalah wadah atau tempat

berlangsungnya proses pendidikan Islam yang bersamaan dengan

proses pembudayaan proses tersebut dimulai dari lingkungan keluarga.

26
Rahmat Hidayat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Rineka Cipta,2016), h. 163
21

Dalam Islam keluarga merupakan lembaga pendidikan agama Islam

yang pertama dan utama.27

Secara etimologi lembaga adalah asal sesuatu, acuan, sesuatu

yang memberi bentuk pada yang lain, badan atau organisasi yang

bertujuan mengadakan suatu penelitian keilmuan atau melakukan

sesuatu usaha.

Dalam bahasa Inggris, lembaga disebut institute (dalam

pengertian fisik), yaitu sarana atau organisasi untuk mencapai tujuan

tertentu, dan lembaga dalam pengertian non-fisik atau abstrak

disebut institution, yaitu suatu sistem norma untuk memenuhi

kebutuhan. Lembaga dalam pengertian fisik disebut juga dengan

bangunan, dan lembaga dalam pengertian non fisik disebut dengan

pranata.28

Terminologi, mendefinisikan lembaga pendidikan dengan orang

atau badan yang secara wajar mempunyai tanggung jawab terhadap

pendidikan. Rumusan definisi yang dikemukakan Amir Daiem ini

memberikan penekanan pada sikap tanggung jawab seseorang

terhadap peserta didik, sehingga dalam realisasinya merupakan suatu

keharusan yang wajar bukan merupakan keterpaksaan.

Definisi lain tentang lembaga pendidikan adalah suatu bentuk

organisasi yang tersusun relatif tetap atas pola-pola tingkah laku,

peranan-peranan relasi-relasi yang terarah dalam mengikat individu


27
Enung K. Rukiati, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia,
2006), h. 98
28
Rahmat Hidayat,Op.Cit, h. 163
22

yang mempunyai mempunyai otoritas formal dan sangsi hukum, guna

tercapainya kebutuhan-kebutuhan sosial dasar.

Dikutip oleh Rahmat Hidayat, Daud Ali dan Habibah Daud

menjelaskan bahwa ada dua unsur yang kontradiktif dalam

pengertian lembaga, pertama pengertian secara fisik, materil,

kongkrit dan kedua pengertian secara non fisik, non materil dan

abstrak. Terdapat dua versi pengertian lembaga dapat dimengerti

karena lembaga ditinjau dari segi fisik menampakkan suatu badan dan

sarana yang di dalamnya ada beberapa orang yang menggerakkannya,

dan ditinjau dari aspek non fisik lembaga merupakan suatu sistem

yang berperan membantu mencapai tujuan. Adapun lembaga

pendidikan agama Islam secara terminologi dapat diartikan suatu

wadah atau tempat berlangsungnya proses pendidikan agama Islam.

Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa lembaga pendidikan

itu mengandung pengertian kongkrit berupa sarana dan prasarana

dan juga pengertian yang abstrak, dengan adanya norma-norma dan

peraturan-peraturan tertentu, serta penananggung jawab pendidikan itu

sendiri.29

2. Prinsip-Prinsip dan Tanggung Jawab Lembaga Pendidikan Agama


Islam

Bentuk lembaga pendidikan agama Islam hendaknya berpijak

pada prinsip-prinsip tertentu yang telah disepakati sebelumnya,

sehingga antara lembaga yang satu dengan yang lainnya tidak terjadi

29
Ibid, h. 164
23

tumpang tindih. Prinsip-prinsip lembaga pendidikan agama Islam

tersebut adalah sebagai berikut:

a. Prinsip pembebasan manusia dan ancaman manusia kesesatan

yang membawa manusia kepada api neraka.

b. Prinsip pembinaan umat manusia menjadi hamba-hamba Allah

yang memiliki keseleraan dan keseimbangan hidup bahagia

didunia dan di akhirat.

c. Prinsip pengembangan daya pikir, daya nalar, daya rasa sehingga

menciptakan anak didik yang kreatif dan dapat memfungsikan

daya cipta rasa dan karsanya.

d. Prinsip pembentukan pribadi manusia yang memancarkan sinar

keimanan yang kaya dengan ilmu pengetahuan yang satu sama

lain saling mengembangkan hidupnya untuk menghambakan

hidupnya kepada sang pencipta.30

3. Jenis-Jenis Lembaga Pendidikan Agama Islam

a. Lembaga Pendidikan Agama Islam Informal (Keluarga)

Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat adalah

persekutuan antar sekelompok orang yang mempunyai pola-pola

kepentingan masing-masing dalam memdidik anak yang belum

ada lingkungannya. Kegiatan dalam lembaga ini tanpa ada suatu

organisasi yang ketat, tanpa ada program waktu dan evluasi.

30
Enung K Rukiati, Op.Cit, h. 100
24

Ramayulis mengutip dari Sidi Ghazalba, beliau

mengkategorikan lembaga pendidikan keluarga jenis lembaga

pendidikan, primer, utamanya untuk usia bayi dan masa kanak-

kanak sampai usia sekolah. Dalam lembaga ini sebagai pendidik

adalah orang tua, kerabat, family dan sebagainya.

b. Lembaga Pendidikan Agama Islam Formal (Sekolah/Madrasah)

Pengertian lembaga pendidikan agama Islam formal adalah

bila dalam pendidikan tersebut diadakan di tempat tertentu,

teratur sistematis, mempunyai perpanjangan dalam kurun waktu

tertentu, dan dilaksanakan berdasarkan aturan resmi yang telah

ditetapkan.31

Lembaga pendidikan formal ini merupakan jenis

pendidikan sekunder, sementara pendidiknya adalah guru yang

profesional. Di Indonesia ada tiga yang diidentikkan lembaga

pendidikan agama Islam yaitu: pesantren, madrasah, dan sekolah

milik organisasi Islam dalam setiap jenis dan jenjang yang ada.

c. Lembaga Pendidikan Agama Islam Non Formal (Masyarakat)

Lembaga pendidikan agama Islam non formal merupakan

lembaga pendidikan yang teratur namun tidak memiliki

peraturan-peraturan yang tetap dan ketat. Di dalam buku Abu

Ahmadi yang dikutip ramayulis mengartikan lembaga pendidikan

non formal, kepada semua bentuk pendidikan yang

31
Ramayulis, Op.Cit, h. 281
25

diselenggarakan dengan sengaja, tertib, dan terencana diluar

kegiatan lembaga sekolah, dengan tetap menumbuhkan nafas

Islami di dalam proses penyelenggaraannya. 32

E. Remaja

1. Pengertian Remaja

Remaja yang dalam bahasa aslinya disebut adolescense, berasal

dari bahasa latin adolescere yang artinya tumbuh atau tumbuh untuk

mencapai kematangan. Bangsa primitif dan orang-orang purbakala

memandang masa remaja tidak berbeda dengan periode lain dalam

rentang kehidupan. Perkembangan lebih lanjut, istilah adolescense,

sesungguhnya memiliki arti yang luas, mencakup kematangan mental,

emisional, mental dan fisik. Pandanagan ini didukung oleh Piaget yang

mengatakan bahwa secara psikologi, remaja adalah suatu usia di mana

individu menjadi integritas ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia di

mana anak tidak merasa dirinya berada di bawah tingkat orang yang

lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar.33

2. Batasan Usia Pada Remaja

Sesungguhnya masa remaja itu tidaklah pasti kapan secara tegas

dimulai dan kapan pula berakhir, tergantung pada beberapa faktor

minsalnya faktor perorangan (ada yang cepat pertumbuhannya ada

yang lambat), fakor sosial yang cepat memberikan kepercayaan dan

32
Ibid, h 285
33
Muhammad Ali, Psikologi Remaja, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h. 9
26

34
penghargaan kepada anak-anak mudanya. Karena manusia itu

termasuk unik, pemberian batasan terhadap beberapa hal yang

berkaitan dengannya tidaklah mudah, dan masa reamja termasuk

dalam keunikan itu, sehingga perbedaan pendapat tentangnya sering

berbeda.

Batasan rentangan usia masa remaja, tidak mencatat bahwa masa

remaja mencakup periode atau masa pertumbuhan seseorang dalam

transisi dari masa kanak-kanak kemasa dewasa, singkatnya masa

remaja dapat ditinjau sejak seseorang menampakan tanda-tanda

pubertas dan berlanjut sampai tercapainya kematangan seksual tinggi

badan secara maksimum dan pertumbuhan mentalnya secara penuh,

yang dapat diketahui dari pengukuran tes-tes inteligensi. Berdasarkan

bentuk perkembangan dan pola perilaku yang tampak khas bagi usia-

usia tertentu. Adapun masa dalam rentangan kehidupan manusia yaitu:

Prenatal : sejak konsepsi sampai lahir

Masa Neonatus : lahir sampai minggu kedua setelah

lahir

Masa kanak-kanak awal : 2 sampai 6 tahun

Masa kanak-kanak akhir : 6 tahun sampai 10 atau 11 tahun

Masa pubertas : 10 atau 12 tahun sampai 13 tahun

Masa remaja awal : 13 atau 14 tahun sampai 17 tahun

Masa remaja akhir : 17 tahun ampai 21 tahun

34
Zakiah Deradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 2005), h. 140
27

Masa dewasa awal : 21 tahun sampai 40 tahun

Masa setengah baya : 40 tahun sampai 60 tahun

Masa tua : 60 tahun atau lebih35

F. Kenakalan Remaja

1. Pengertian Kenakalan Remaja

Kenakalan remaja adalah suatu perbuatan atau tindakan yang

mempunyai akibat hukum, apabila dilakukan oleh orang dewasa

disebut kejahatan atau pelanggaran dan apabila perbuatan atau

tindakan itu dilakukan oleh anak remaja dapat dikategorikan sebagai

kenakalan remaja.

Meskipun kenakalan remaja senantiasa diasosiasikan dengan

perbuatan atau tindakan kejahatan, akan tetapi yang jelas arti

kenakalan dan kejahatan sangatlah berbeda suatu kenakalan belum

tentu diakibatkan hal-hal yang ekstrim jika dibandingkan dengan

perbuatan kejahatan, tetapi suatu kejahatan pasti terdapat di dalamnya

kenakalan. Apalagi kenakalan remaja merupakan salah satu fenomena

kecil di antara fenomena masalah dan penyakit sosial, meskipun

ternyata sangat meresahkan masyarakat.36

Menurut Elfi Muawanah, kenakalan remaja adalah suatu

perbuatan yang dijalankan oleh kalangan pemuda yang menginjak

dewasa, yang mana perbuatan tersebut merupakan pelanggaran tata

nilai dari masyarakat atau orang banyak. Sedangkan Simanjuntak

35
Muhammad Ak-Mighwar, Psikologi Remaja, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), h. 61
36
Elfi Muawanah, Bimbingan Konseling Islam, (Yogjakarta: Teras, 2012), h 28
28

menyimpulkan, kenakalan remaja adalah perbuatan anak-anak yang

melanggar norma, baik norma sosial, norma hukum, norma kelompok,

mengganggu ketentraman masyarakat sehingga yang berwajib

mengambil suatu tindakan pengasingan.

Dari beberapa pendapat tentang kenakalan remaja yang

dikemukakan oleh beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa

pengertian dari kenakalan remaja adalah yang dimaksud adalah sesuatu

perbuatan atau tingkah laku yang melanggar nilai-nilai moral dan

melanggar hukum. Perbuatan tersebut dilakukan dengan disadari

remaja bahwa perbuatan tersebut akan mengakibakan ketidak tenangan

lingkungan dan akan merugikan orang lain juga merugikan diri

sendiri.37

2. Bentuk dan Jenis Kenakalan

Menurut Elfi Muawanah mengutip dari buku Bambang Mulyono

sebagai bentuk kenakalan remaja terdapat dua bagian yaitu:

a. Kenakalan yang Tidak Dapat Digolongkan Pada Pelanggaran


Terhadap Hukum

Berdasarkan pengumpulan kasus mengenai kenakalan yang

dilakukan remaja dan pengamatan murid di sekolah lanjutan

maupun mereka yang putus sekolah adalah kenakalan yang bersifat

amoral, dan asosial dan tidak diatur dalam undang-undang

37
Ibid, h. 60
29

sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan dalam pelanggaran

hukum:38

1) Berbohong, memutar balikan kenyataan dengan tujuan menipu

orang atau menutup kesalahan, membolos, pergi meninggalkan

sekolah tanpa sepengetahuan pihak sekolah.

2) Kabur meninggalkan rumah tanpa ijin orang tua atau

menentang keinginan orang tua

3) Keluyuran, pergi sendiri atau kelompok tanpa tujuan dan

mudah menimbulkan perbuatan iseng yang negatif

4) Meiliki dan membawa benda yang membahayakan orang lain

5) Bergaul dengan teman yang memberi pengaruh yang buruk

sehingga mudah terjerat dalam perkara yang benar-benar

kriminal

6) Berpesta pora semalaman suntuk tanpa pengawasan sehingga

mudah timbul tindakan-tindakan yang kurang bertanggung

jawab

7) Membaca buku-buku cabul dan kebiasaan menggunakan kata-

kata yang tidak senonoh

8) Turut dalam pelacuran atau melacurkan diri baik dengan

tujuan kesulitan ekonomi maupun tujuan lain.

b. Kenakalan yang Dapat Digolongkan Terhadap Hukum dan


Mengarahkan Pada Tindakan Kriminal

38
Ibid, h. 39
30

1) Berjudi sampai mempergunakan uang dan taruhan benda yang

lain

2) Mencuri, merampas, dengan kekerasan atau tanpa kekerasan

3) Penggelapan barang

4) Penipuan dan menjual gambar-ganbar porno atau video porno

5) Tindakan-tindakan anti sosial, perbuatan yang merugikan milik

orang lain

6) Pemalsuan uang dan pemaalsuan surat-surat lainnya

7) Menyebabkan kematian orang lain dan penganiyaan

G. Penyebab Kenakalan Remaja

1. Faktor Internal

Secara internal ada beberapa sebab remaja melakukan kenakalan,

hal ini dapat membentuk untuk mengupayakan mendekati remaja dan

membantunya agar tidak terlalu jauh melakukan kenakalan yang justru

merugikan masa depannya:39

Faktor penyeban kenakalan secara internal antara lain:

a. Kondisi Emosi

Kondisi emosi yang kurang normal, mempengruhi kenakalan

remaja. Remaja tidak bisa mengendalikan emosi dirinya sendiri

apalagi di usia remaja sangat labil. Dan emosi sangat erat

hubungannya dengan kepribadian jika emosinya labil maka

39
Ibid, h. 42-44
31

kebribadiannya akan labil sehingga mudah terpengaruh dengan hal

lain, bisa dikatakan pula jika seorang remaja mengalami emosi

yang tidak normal ia akan terlalu peka, di mana selalu

memperhatikan hal-hal kecil pun kadang mudah membuat

menangis ataupun tertawa.

b. Kepribadian yang Beresiko Tinggi

Agama diibaratkan rem sebuah kendaraan, ia akan

mengingatkan pengendara apabila terjadi benturan-benturan. Jika

rem blong, maka akan terjadi bencana pada pengendara seorang

remaja yang punya agama keimanan yang ditanamkan secara

mendalam dan kuat, maka ketika ia melakukan pelanggaran ia

akan terbisikkan kata kebenaran, dan tidak akan terbius ke dalam

keadan yang melanggar norma maupun hukum.

c. Kondisi Fisik yang Tidak Normal

Penampilan pada masa remaja yang dalam masa transisi

sangat ia perhatikan. Kekurangan kondisi fisik yang sedikit saja

segera ditutupi dengan sikap atau usaha lain agar tidak terlihat

kekurangannya.

Karena kondisi fisik yang tidak normal, minsalnya cacat

posisi atau tubuh yang tidak baik sangat menekan batin remaja

karena ia akan membandingkan dengan kondisi teman sebayanya.

Hal ini menyebabkan ia frustasi dan mengganggu kesehatan

mental, membuat rendah diri dan akhirnya melakukan kompensasi


32

yang salah dengan melakukan kenakalan. Hal tersebut dilakukan

untuk menutupi kekurangannya.

2. Faktor Eksternal

Adapun faktor eksternal yang menyebabkan terjadinya

kenakalan remaja adalah:40

a. Keluarga

Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam

perkembangan anak, keluarga keluarga yang baik akan

berpengaruh positif bagi perkembangan anak, sedangkan

keluarga yang tidak baik akan berpengaruh negatif terhadap

perkembangan anak. Karena anak dibesarkan oleh keluarga

dan seterusnya, sebagian besar waktunya adalah keluarga, jika

lingkungan keluarganya tidak baik maka akan timbul perilaku

menyimpang terhadap remaja.

b. Sekolah

Dalam rangka pendidikan ini yang banyak pengaruhnya

terhadap perkembangan jiwa remaja adalah lingkungan

sekolah. Sekolah selain berfungsi sebagai sarana pengajaran

mencerdaskan anak didik. Dalam kaitan fungsi pendidikan ini,

peranan sekolah pada hakikatnya tidak jauh dari peranan

keluarga, yaitu sebagai rujukan dan tempat perlindungan jika

anak didik menghadapi masalah.

40
Ibid, h. 44-46
33

c. Masyarakat

Masyarakat mempunyai pengaruh yang besar pula

terhadap kenakalan remaja karena setelah anak lahir di

keluarga tempat pendidikan secara nonformal adalah

masyarakat. Jika nilai-nilai diperoleh di sekolah dan keluarga,

maka remaja akan bingung memilih nilai-nilai yang akan

diikuti.

Dengan kata lain masyarakat dituntut untuk lebih

memantapkan nilai-nilai yang diperoleh pada pada kedua

lingkungan, yaitu keluarga dan sekolah. Dalam masyarakat

remaja menginginkan agar ia berperan sesuai dengan

perkembangan jiwanya.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Adapun jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah

penelitian lapangan dalam bentuk kualitatif yang bersifat deskriptif, yang

bebentuk kata-kata, gambar bukan angka. Metode kualitatif adalah metode

penelitiaan yang berlandasan pada filsafat, digunakan untuk meneliti

obyek yang alamiah, dimana peneliti merupakan instrumen kunci. 41

Penelitian kualitatif bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa

yang dialami oleh subjek penelitian, minsalnya perilaku, persepsi,

motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik dan cara deskripsi dalam

bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan

dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Dalam penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif berbentuk

penelitian lapangan yang meneliti dan mengkaji permasalahan yang ada

di lapangan (field research). Penelitian lapangan ini untuk menemukan

realita yang terjadi di lingkungan masyarakat desa Hiang Karya.

B. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data

a. Data Primer

Data primer, adalah dapat dikatakan sebagai data praktek

yang ada secara langsung dalam praktek di lapangan karena

41
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif,
(Bandung: Alfabeta, 2009), h 15

35
36

penerapan sesuatu teori. 42 Data primer diperoleh langsung dari

kelompok remaja, orang tua, masyarakat pada umumnya.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh atau berasal dari


43
bahan kepustakaan. Atau diperoleh dari sumber-sumber

penunjang tertentu seperti majalah, koran, dan sebagainya yang

berkaitan dengan judul skripsi tetentu.

2. Sumber Data

Sember data adalah sumber data dalam penelitian ini adalah

remaja, keluarga, tokoh masyarakat, dan sumber data lainnya yang

berhubungan dengan pokok-pokok pembahasan.

C. Informan Penelitian

Dalam melakukan penelitian (pengumpulan data) peneliti dapat

“bergerak” dari satu informan ke informan lain sesuai dengan kebutuhan.

Oleh karena itu ada yang dikenal sebagai informan kunci, yaitu yang

paling tahu banyak informasi mengenai objek yang sedang diteliti,

informan kunci di sini ialah tokoh ulama, guru pengajian, remaja di desa

Penawar. Dan juga terdapat informan pendukung, yaitu seseorang atau

lebih karena memiliki pengetahuan, pengalaman atau keterkaitan baik

secara langsung maupun tidak langsung dengan penelitian, informan

pendukung di sini ialah kepala desa, tokoh masyarakat, dan warga

masyarakat,
42
Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Rinika Cipta,
2006), h. 88
43
Ibid, h. 88
37

D. Metode Pengumpulan Data

Teknik yang diperlukan dalam untuk mengumpulkan dan mengolah

data yang didapatkan di lapangan agar penelitian berjalan lancar dan

sistematis. Dalam penelitian ini metode pengumpulan data menggunakan

metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Adapun teknik

pengumpulan data dalam penetian ini adalah sebagai berikut:

1. Observasi

Observasi, yaitu pengamatan yang dilakukan secara sengaja,

sistematis mengenai fenomena sosial dengan gejala-gejala psikis

untuk kemudian dilakukan pencacatan. 44 Observasi yang dilakukan

adalah dengan cara melihat dengan dekat dan mengamati peristiwa

yang sedang berlangsung dan tidak menutup kemungkinan untuk

membaur dengan masyarakat untuk memperoleh data dan terlibat

dalam masalah yang diteliti dengan tujuan untuk mendapatkan

partisipan. Dalam penelitian ini, penulis mengamati hal-hal yang

berhubungan dengan krisis moral yang terjadi di kalangan remaja di

desa Penawar..

2. Wawancara

Wawancara, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan untuk

mendapatkan informasi secara langsung dengan mengungkapkan

pertanyaan-pertanyaan pada para responden. Teknik wawancara

(Interview), merupaka proses memperoleh data atau keterangan dalam

44
joko subagyo, Op. Cit, h. 63
38

suatu penelitian dengan cara tanya jawab, tatap muka langsung antara

penanya dan yang ditanya. Dalam penelitian ini penulis menggunakan

jenis wawancara terpimpin dengan pedoman daftar wawancara yang

dipersiapkan terlebih dahulu.

Model wawancara yang dapat dilakukan meliputi wawancara yang

tidak berencana atau wawancara tidak berstruktur tapi berfokus pada

penelitian. Wawancara yang digunakan adalah wawancara yang tidak

bestruktur namun tetap menghormati kepentingan subjek penelitian

karena dilakukan dalam hubungan yang penuh keakraban antara

peneliti dan partisipan. Metode ini akan diperkirakan lebih

menguntungkan dalam penggalian data, sehingga data yang muncul

akan lebih orisinil dan tanpa kepura-puraan. Jadi wawancara berfungsi

deskriftif yaitu melukiskan dunia kenyataan seperti yang dialami

subjek yang diteliti.

3. Dokumentasi

Dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variable

yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,

notulen rapat legger, agenda dan sebagainya.45 Dokumentasi sebagai

cara untuk mencari data mengurai hal-hal atau metode dokumentasi di

gunakan untuk mendapat informasi non manusia, seperti catatan-

catatan, aturan-aturan, atau surat-surat yang ada kaitannya dengan

fokus penelitian.

45
Suharsimi Arikonto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka
Cipta, 1993), h. 202
39

Jadi peneliti mencari data yang diperlukan sebagai penunjang

kevalidan akan penelitiannya yaitu dengan cara mencari dokumen-

dokumen yang dibutuhkan untuk keperluan penelitian, seperti proses

berdirinya, letak geografis, keadaan ekonomi masyarakat, keadaan

para remaja, sarana dan prasana, serta dokumentasi lain yang

berhubungan dengan masalah penelitian.

E. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Uji keabsahan data adalah derajat kepercayaan atas data penelitian

yang diperoleh dan bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Uji

keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi uji, credibility

(validityas interbal), transferability, (validitas ekternal), dependability

(reabilitas), dan confirmability (obyektivitas). 46

1. Uji kredibilitas (credibility)

Uji kredibilitas merupakan uji kepercayaan terhadap data hasil

penelitian kualitatif uji kredibilitas ini memiliki dua fungsi yaitu fungsi

pertama untuk melaksanakan pemeriksaan sedemikian rupa tingkat

kepercayaan penemuan yang dapat dicapai, dan fungsi yang kedua

untuk mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan

dengan jalan pembuktian terhadap kenyataan ganda yang sedang

diteliti.

Dalam penelitian ini uji kredibilitas peneliti menggunakan

triangulasi. Triangulasi adalah pemeriksahan keabsahan data yang

46
Sugiyono, Op.Cit, h 366
40

memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data tersebut untuk keperluan

pengecekan data, atau sering disebut bahwa triangulasi adalah sebagai

pembanding data.

Teknik triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah

triangulasi sumber adalah membandingkan mengecekkan balik derajat

kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat

yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Penerapan metode ini dapat

dicapai dengan cara membandingkan data hasil observasi dengan data

hasil wawancara, dokumentasi.47

2. Uji Transferabilitas (transferability)

Uji transferabilitas adalah teknik untuk menguji validitas

eksternal didalam penelitian kualitatif. Untuk menerapkan uji ini di

dalam penelitian nantinya peneliti akan memberikan uraian yang rinci,

jelas juga secara sistematis terhadap hasil penelitian dengan tujuan

agar penelitian ini agar mudah dipahami oleh orang lain .

3. Uji Dependabilitas (dependability)

Uji dependabilitas sering disebut dengan reabilitas dalam

penelitian kualitatif, uji dependabilitas dalam penelitian kualitatif

dilakukan dengan cara melakukan audit terhadap keseluruhan proses

penelitian. Jadi pada penelitian ini peneliti akan melakukan audit

dengan cara peneliti akan berkonsultasi dengan pembimbing,

kemudian pembimbing akan mengaudit seluruh penelitian. Di sini

47
Ibid, h. 368
41

nanti peneliti akan berkonsultasi dengan pembimbing untuk

mengurangi kekeliruan dalam penyajian hasil penelitian dan proses

selama dilakukan penelitian.

4. Uji Konfirmabilitas (konfirmability)

Uji konfirmabilitas adalah uji objektivitas dalam penelitian.

Penelitian bisa dikatakan objektif apabila sudah disepakati oleh orang

banyak uji konfirmabilitas berarti menguji hasil penelitian yang

dihubungkan dengan proses penelitian dilakukan. 48

F. Teknik Analisis Data

Semua data yang dikumpulkan baik yang didapatkan melalui hasil

observasi, wawancara, dokumentasi dicatat dengan baik dan diteliti

kemudian data tersebut disusun dan dianalisa, kemudian

diinterprestasikan dan dicari hubungannya antara satu dengan yang lain,

sehingga terlihat gambaran yang akan diyakini berdasarkan konsep dan

peneliti yang dilakukan dan dituang dalam bentuk laporan yang berbentuk

skripsi, untuk mempermudah menganalisa data yang peneliti peroleh

melalui teknik terakhir. Untuk mempermudah dalam menganalisa data

yang peneliti peroleh melalui teknik terakhir ini, maka data-data yang

sifatnya keterangan, penulis analisa dengan menggunakan metode

kualitatif dengan berdasarkan pola pikir komparatif Yaitu suatu pola pikir

perbandingan antara satu pendapat dengan pendapat yang lain untuk

48
Ibid, h 377
42

mengetahui persamaan dan perbedaannya kemudian memilih pendapat

yang lebih kuat, kemudian diambil kesimpulan yang benar.

Data yang diperoleh selanjutnya dianalisa dengan mengaitkan

dengan judul penelitian. Teknik analisis yang digunakan sebagai berikut:

1. Reduksi Data

Data yang diperoleh dilapangan jumlahnya cukup banyak, untuk

itu perlu dicatat secara teliti dan rinci. Mereduksi data berarti

merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal

yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak

perlu.

2. Model Data

Setelah data direduksi maka, langkah berikutnya adalah

mendisplaykan data. Display data dalam penelitian kualitatif bisa

dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar

kategori flowchart dan sebagainya.49

Fenomena sosial bersifat kompleks, dan dinamis sehingga apa

yang ditemukan saat memasuki lapangan dan setelah berlangsung

agak lama di lapangan akan mengalami perkembangan data. Peneliti

harus menguji apa yang telah ditemukan pada saat memasuki

lapangan yang masih bersifat hipotetik itu berkembang atau tidak.

Bila setelah lama memasuki lapangan ternyata hipotesis yang

dirumuskan selalu didukung data pada saat dikumpulkan di lapangan,

49
Durri Andriani, Metode Penelitian, (Jakarta : Universitas Terbuka, 2011), h.59
43

maka hipotesis tersebut terbukti dan akan berkembang menjadi teori

grounded.50

Pengolahan data dilakukan berdasarkan setiap perolehan data

dari catatan lapangan, direduksi, diseskripsikan, dianalisis, kemudian

ditafsirkan. Prosedur analisis data terhadap masalah lebih difokuskan

pada upaya penggali fakta sebagaimana adanya, dengan teknik

analisis pendalaman kajian untuk memberikan gambaran data hasil

penelitian maka dilakukan prosedur sebagai berikut:

a) Tahap penyajian data data di sajikan dalam bentuk deskripsi yang

terintegrasi.

b) Tahap komparasi adalah merupakan proses membandingkan hasil

analisis data yang telah deskripsikan dengan interprestasi data

untuk menjawab masalah yang diteliti. Data yang diperoleh dari

hasil deskripsi akan dibanndingkan dan dibahas berdasarkan

landasan teori, yang di kemukakan pada bab II.

c) Tahap penyajian hasil penelitian tahap ini dilakukan setelah tahap

komparasi, yang kemudian dirangkum dan diarahkan pada

kesimpulan untuk menjawab masalah yang telah ditemukan

peneliti.

3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi

Langkah ke tiga adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi.

Kesimpuln awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan

50
Ibid , h.60
44

akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang

mendukung pada tahap pengumpilan data berikutnya. Namun bila

kesimpulan memang telah didukung oleh bukti-bukti yang valid dan

konsisten saat peneliti kembali ke lapangan pengumpulan data, maka

kesimpulan yang di kemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel

(dapat dipercaya).

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat

menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi

mungkin juga tidak, karena masalah dan rumusan masalah dalam

penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang

setelah penelitian berada di lapangan. Kesimpulan yang diharapkan

dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang

sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau

gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih belum jelas, sehingga

setelah diteliti menjadi jelas.51

51
Ibid , h.69
DAFTAR PUSTAKA

Rahmat Hidayat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 2016) h. 163

Departemen Agama Ri, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Klang Selangor: Klang Book

Center, 2007), h. 8

Sudiyono, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Rineka Cipta 2019), h. 1Zakiah daradjat, dkk.

Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h. 30

Sri Minarti, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah 2013), h. 16

Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2011), h. 25

Enung Rukiati, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia, 2006),
h. 131

Enung K Rukiati, Op.Cit, h. 98

Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Amzah, 2011), h. 25

Muhammad Ak-Mighwar, Psikologi Remaja, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), h 61

Elfi Muawanah, Bimbingan Konseling Islam (Yogjakarta: Teras 2012), h. 29

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2008), h. 13

Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam II, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), h. 12

Zahara Idris, Dasar-Dasar Kependidikan, (Padang: Angkasa Raya, 1981), h. 9

Sri Minarti, Ilmu Pendidikan Islam Fakta Teoritis-Filosofis dan Aplikatif-Normatif,


(Jakarta: Amzah, 2013) h. 25

Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2011), h. 25


Ibid, h. 26

Sudiyono, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Rineka Cipta 2019), h. 12-14

Ahmad Jamin, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Alfabeta, 2014), h. 72

Nur uhbiyati, Op.Cit, h. 41

45
46

Ahmad Jamin, Op.Cit, h. 73

Departemen Agama Ri, Op.Cit, h. 771


Ahmad Jamin, Op.Cit, h. 73

Ibid, h.79

Rahmat Hidayat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Rineka Cipta,2016), h. 163

Enung K. Rukiati, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia,

2006), h. 98

Rahmat Hidayat,Op.Cit, h. 163

Ibid, h. 164, 285,368, 377

Enung K Rukiati, Op.Cit, h. 100

Ramayulis, Op.Cit, h. 281

Muhammad Ali, Psikologi Remaja, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h. 9

Muhammad Ak-Mighwar, Psikologi Remaja, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), h. 61

Elfi Muawanah, Bimbingan Konseling Islam, (Yogjakarta: Teras, 2012), h 28

Zakiah Deradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 2005), h. 140
Ibid, h. 60

Ibid, h. 39,42-46

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif,


(Bandung: Alfabeta, 2009), h 15

Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Rinika Cipta,
2006), h. 88
Ibid, h. 88

joko subagyo, Op. Cit, h. 63

Suharsimi Arikonto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka

Cipta, 1993), h. 202


47

Sugiyono, Op.Cit, h 366

Durri Andriani, Metode Penelitian, (Jakarta : Universitas Terbuka, 2011), h.59

Ibid , h.60

Ibid , h.69

Anda mungkin juga menyukai