Anda di halaman 1dari 5

Edsel Willyanto 6103019014

Bab 9 : Manusia dan Kerja

Kerja merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia. Dengan pikiran dan tubuh-
nya, manusia dapat mengatur kerjanya, menciptakan benda-benda untuk membantu pekerjaannya
itu, dan menentukan tujuan akhir kerjanya. Dengan bekerja manusia dapat diantarkan menuju
otensitas.

Dari jaman dahulu kala, manusia sudah bekerja. Mulai dari berburu, bertani, dan memeli-
hara ternak. Manusia bekerja untuk memenuhi kebutuhannya dalam kehidupannya. Namun, sem-
pat bekerja ini dipandang sebagai kegiatan yang hanya dilakukan oleh manusia kelas rendah,
manusia kelas tinggi tidak perlu bekerja, hanyalah budak saja. Pengertian bekerja ini kemudian
ditentang di abad selanjutnya yaitu abad 17 dan 18. Menurut John Locke, bekerja itu bukan ha-
nya memenuhi kebutuhan untuk hidup, namun juga untuk memperoleh hak milik pribadi. Kemu-
dian dengan bekerja, manusia juga dapat menemukan dan mengaktualisasikan dirinya. Dengan
bekerja, manusia mendapat identitas dirinya, ia mendapat pengakuan.

Kerja merupakan sesuatu yang memiliki aturan dan logika tersendiri yang perlu dianali-
sis. Kerjaan manusia tersebut harus memiliki makna dalam kehidupnnya. Sehingga saat bekerja,
bukan hanya menciptakan suatu karya namun juga menciptakan suatu karya yang memiliki ma-
kna untuk kehidupan. Untuk bekerja seperti itu, sangatlah susah untuk individu, perlu adanya ke-
lompok atau yang biasa disebut organisasi. Dengan adanya organisasi, banyak individu dikum-
pulkan dan diberi sebagian kerja, yang nantinya saat disatukan dapat menjadi hasil yang berma-
kna. Ketika kerja tersebut dikerjakan oleh seorang individu saja, akan tidak ada proses kontrol,
dan akan mudahnya hilang fokus pekerjaan tersebut.

Dalam bekerja, menurut Drucker, ada lima dimensi yang mendalam. Yang pertama adalah
dimensi fisiologis. Manusia bukanlah mesin. Mesin dapat bekerja dengan ritme tetap, stabil, dan
pasti dapat bekerja dengan baik. Namun, manusia berbeda, manusia tidak bisa bekerja yang ia ti-
dak suka. Manusia tidak bisa bekerja terus-menerus dalam ritme tetap, dan manusia tidak akan
stabil dalam bekerja. Manusia akan cepat lelah dan bosan ketika bekerja seperti itu. Oleh karena
itu manusia akan bekerja maksimal ketika ia bekerja apa yang ia mau dan mampu. Manusia
memiliki ritme sendiri masing-masing. Jika manusia dipaksa bekerja bukan sesuai ritmenya,
manusia akan lebih cepas tress dan kemudian tegang. Padahal seharusnya, agar dapat bekerja
maksimal, manusia perlu untuk melepaskan diri dari semua tegangan yang ada di dalam dirinya,
dan ia setidaknya harus memiliki kontrol penuh atas perasaan dirinya.

Dimensi kedua adalah dimensi psikologis. Seperti yang sudah dituliskan di atas, bahwa
bekerja bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup saja, namun juga untuk mencari jati diri,
mencari identitas diri. Banyak orang yang ingin bekerja hanya ingin mendapatkan uang banyak
agar dirinya tidak perlu lagi untuk bekerja. Namun dengan bekerja, mereka pun mendapat identi-
tas, mereka pun lebih mudah dikenal, diingat, dikenang oleh masyarakat karena dirinya berjasa.
Contohnya adalah petani, banyak yang bilang petani merupakan pekerjaan kelas rendah, namun
jika dipikir-pikir, orang kelas tinggi saja tidak akan bisa makan tanpa ada petani. Orang yang be-
kerja sebagai petani ini pun sebenarnya akan dihormati orang banyak. Dengan itu, orang petani
tersebut mendapat identitas dirinya.

Dimensi ketiga adalah dimesi sosial. Dalam bekerja, akan lebih baik ketika dilakukan da-
lam organisasi. Pekerjaan akan membuahkan hasil yang lebih bermakna bukan hanya dari segi
fungsional karya yang diciptakan itu, namun juga dari proses pembuatannya itu. Dengan adanya
ikatan yang erat dalam suatu organisasi, bukan hanya akan menghasilkan barang yang bermakna,
namun juga akan menghasilkan hubungan yang erat, yang tidak kalah dengan ikatan keluarga.
Dengan sering bekerja sama dalam suatu organisasi, akan membentuk suatu komunitas yang san-
gat bermakna. Di dalam komunitas ini keuntungan bukan hanya tujuan, tetapi juga efek dari be-
kerja sama di komunitas itu.

Dimensi berikutnya adalah dimensi ekonomi. Manusia bekerja untuk memenuhi kebutu-
hannya. Yaitu mendapatkan uang yang nantinya dapat diturkan barang kebutuhannya. Namun se-
karang uang bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan, namun untuk hiburan. Orang akan senang
mempunyai uang banyak. Ketika uang dikejar hanya untuk hiburan, maka makna bekerja yang
sebenarnya sudah hilang. Bekerja sebenarnya juga untuk memenuhi kehidupan manusia dan
mengaktualisasikan dirinya sendiri.
Dimensi berikutnya adalah dimensi kekuasaan kerja. Dalam bekerja, perlu adanya kekua-
saan dalam bidang kerjanya. Manusia dapat bekerja dengan maksimal ketika ia ada kekuasaan
dalam bekerja. Dengan ada kekuasaan dalam bidangnya, pekerjaan tersebut lebih mudah berha-
sil, dengan syarat juga ada relasi dengan keuasaan orang lain. Dengan adanya relasi seperti itu,
pekerjaan akan selesai dengan bermakna.
Bab 10 Manusia dan masyarakat

Setiap manusia pasti memiliki hubungan dengan masyarakatnya. Masyarakat bisa dikata-
kan sebagai struktur sosial di sekitar orang-orang ini. Orang hidup pasti dikelilingi oleh masyara-
kat. Setiap individu dalam masyarakat tersebut turut menyusun dalam membentuk struktur sosial
ini. Kemudian ada yang namanya habitus, habitus ini merupakan jembatan dari struktur sosial ke
individu. Habitus ini merupakan hasil keterampilan yang menjadi tindakan praktis, tindakan
yang tidak selalu disadari, dan kemudian diterjemahkan menjadi suatu kemampuan yang terlihat
alamiah, dan dapat berkembang dalam suatu lingungan sosial. Contohnya, adalah seorang siswa
malas dapat menjadi rajin ketika ia sering berkomunikasi, bergaul dengan siswa-siswa yang ra-
jin. Lama-kelamaan siswa yang malas ini menjadi rajin, karena teman-temannya ini. Rajin meru-
pakan habitus barunya, yang didapat dari teman-temannya yang rajin dan dapat terus berkem-
bang. Kemudian sifat rajin ini tertanam di dalam siswa ini, menggerakkan tindakan siswa terse-
but, untuk lebih sering belajar, dan lebih rajin pastinya.

Habitus juga merupakan kerangka penafsiran untuk memahami dan menilai realitas, seka-
ligus juga penghasil praktek-praktek kehidupan yang membentuk dan menyesuaikan diri dengan
struktur-struktur obyektif. Kepribadian seseorang didasarkan pada habitusnya. Pembentukan dan
berfungsinya habitus ini saling berhubungan dan tidak ada ujungnya. Habitus lahir dari hasil per-
rilaku sesorang, dan perilaku seseorang tersebut lahir dari improvisasi struktur aturan yang ada.

Nilai dan norma yang ada di masyarakat akan membentuk habitus yang berupa etos. Hab-
itus ini akan membentuk individu dengan nilai dan prinsip yang dipraktekkan dalam kehidupan
masyarakat tersebut. Habitus tersebut tertanam tanpa disadari, namun memberikan efek pada per-
ilaku individu sehari-hari tersebut.

Ketika seorang individu hidup di masyarakat yang baik, sesuai norma-norma dan nilai-ni-
lai kehidupan, maka kemungkinan besar individu tersebut tumbuh menjadi orang yang taat pada
norma dan nilai yang ada juga. Akan tetapi ketika ia hidup di masyarakat yang buruk, dimana
mengejar hasrat dan keinginan duniawi sendiri lebih diprioritaskan daripada sekitarnya, maka in-
dividu tersebut akan kemungkinan besar menjadi seperti itu.
Dari paragraf diatas, bisa dibilang bertolak belakang dengan arti kebebasan. Akan tetapi
setiap individu memiliki kebebasan untuk berpikir, dan selain itu manusia juga memiliki hati nur-
aninya. Semua manusia pasti ingin mencari kebahagiaan dan kedamaian dalam hidupnya, dima-
na ia bisa tenang menghidupi kehidupannya. Dengan didasarkan dengan ini, manusia dapat ber-
pikir, apakah ia akan bahagia ketika seperti ini terus, apakah ia akan menemukan kebahagiaan
itu? Manusia bisa saja mengambil jarak dan merefleksikan dengan kehidupan sosial disekitarnya.
Memikirkan hal-hal tersebut, manusia bisa saja dengan keberanian pula untuk beranjak dan men-
gambil jalan baru untuk menggunakan habitus kehidupan sosialnya menjadi tuas belokan dijalan-
nya, yaitu dengan memikirkan habitus-habitus kehidupan sosialnya yang mana yang dapat men-
gantarkannya ke jalan kebahagiaan dan kedamaian. Sehingga akhirnya pun akan memunculkan
jalan baru, yaitu merupakan kompilasi dari habitus-habitus yang ada yang berasal dari kehidupan
sosialnya itu.

Anda mungkin juga menyukai