Anda di halaman 1dari 10

………………………………………………………………………..

………………………………………………….
………………………………………………….  1

Legalitas Hukum Pinjaman Online dalam Perspektif Islam


Muhammad Rayhan Fathurrohim1, Muhammad Reza Rizalul Fikri2 , Palqi Wijdani3
1
Department of English Literature, Faculty of Adab and Humanities, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Bandung, Indonesia
2
Department of English Literature, Faculty of Adab and Humanities, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Bandung, Indonesia
3
Department of English Literature, Faculty of Adab and Humanities, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Bandung, Indonesia

Article Info ABSTRACT


Article history: Perkembangan teknologi informasi yang pesat telah melahirkan
berbagai aplikasi online yang memberikan kemudahan dalam
Received mm dd, yyyy
transaksi pinjam-meminjam secara online. Namun, masih banyak
Revised mm dd, yyyy
masyarakat yang ragu apakah pinjaman online diperbolehkan dalam
Accepted mm dd, yyyy
hukum Islam. Pinjaman online (pinjol) telah menjadi tren baru dalam
industri keuangan di Indonesia. Namun, praktik pinjol juga
Keywords: menimbulkan banyak kontroversi, termasuk dari sisi hukum islam.
Dalam hukum islam, transaksi keuangan harus didasarkan pada
Pinjaman Online prinsip-prinsip muamalah, seperti keadilan, kesetaraan, dan
Hukum Islam transparansi. Praktik pinjol, di sisi lain, sering kali dianggap
Riba mengandung unsur riba, gharar, dan maysir. Penelitian ini bertujuan
Gharar untuk menganalisis hukum islam terkait pinjaman online. Penelitian
Maysir ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi literatur.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik pinjol mengandung
unsur riba, gharar, dan maysir. Unsur riba dapat ditemukan dalam
praktik pinjol yang mengenakan bunga yang tinggi. Unsur gharar
dapat ditemukan dalam praktik pinjol yang tidak transparan dan tidak
jelas. Unsur maysir dapat ditemukan dalam praktik pinjol yang
menawarkan pinjaman dengan hadiah atau bonus. Berdasarkan hasil
penelitian, dapat disimpulkan bahwa praktik pinjol tidak
diperbolehkan dalam hukum islam. Pemerintah perlu mengambil
langkah-langkah untuk mengatasi praktik pinjol yang tidak sesuai
dengan prinsip-prinsip hukum islam.
Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan
pendekatan studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
praktik pinjol mengandung unsur riba, terlihat dari penerapan bunga
yang tinggi dalam transaksi. Unsur gharar dapat terlihat dari
ketidaktransparan dan ketidakjelasan dalam praktik pinjol. Sementara
itu, unsur maysir dapat diidentifikasi dari tawaran pinjol dengan
hadiah atau bonus.
Abstract

The rapid development of information technology has given birth to


various online applications that provide convenience in online lending
transactions. However, many people are still doubtful whether online
loans are permitted in Islamic law. Online loans (pinjol) have become
a new trend in the financial industry in Indonesia. However, the
practice of pinjol also raises many controversies, including from the
aspect of Islamic law. In Islamic law, financial transactions must be
based on the principles of muamalah, such as justice, equality, and
transparency. The practice of pinjol, on the other hand, is often
considered to contain elements of usury (riba), uncertainty (gharar),
and gambling (maysir). This study aims to analyze Islamic law related
to online loans. This research uses qualitative methods with a literature
study approach. The results of the study show that the practice of
pinjol contains elements of usury, uncertainty, and gambling. The

Journal homepage: http://ijere.iaescore.com


2 

element of usury can be found in the practice of pinjol which imposes


high interest. The element of uncertainty can be found in the practice
of pinjol which is not transparent and unclear. The element of
gambling can be found in the practice of pinjol which offers loans with
prizes or bonuses. Based on the results of the study, it can be
concluded that the practice of pinjol is not allowed in Islamic law. The
government needs to take steps to address the practice of pinjol that
does not comply with the principles of Islamic law.
The research method used is qualitative with a literature study
approach. The results of the study show that the practice of pinjol
contains elements of usury, seen from the application of high interest
in transactions. The element of uncertainty can be seen from the lack
of transparency and clarity in the practice of pinjol. Meanwhile, the
element of gambling can be identified from the offer of pinjol with
prizes or bonuses.

Corresponding Author
Muhammad Rayhan Fathurrohim
Muhammad Reza Rizalul Fikri
Palqi Widjani

Department of English Literature, Faculty of Adab and Humanities,


Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati
Cipadung, Kec. Cibiru, Kota Bandung, Jawa Barat 40614

Email:muhammadrayhanfathurro@gmail.com
 3

1. INTRODUCTION

Dalam kemajuan teknologi yang begitu cepat, perannya sangat signifikan dalam mendukung segala
kegiatan manusia dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal ini terutama terlihat dalam kemudahan akses
transaksi melalui aplikasi-aplikasi modern, termasuk dalam konteks pinjam meminjam. Meskipun demikian,
masih banyak umat Islam yang belum familiar dengan prinsip-prinsip pinjam meminjam secara online dalam
Islam, serta bagaimana hukum Islam diimplementasikan terhadap praktik ini. Pertanyaan mendasar juga
muncul mengenai kesesuaian praktik pinjam meminjam secara online dengan prinsip-prinsip syariat Islam.
Pinjaman online (pinjol) telah menjadi tren baru dalam industri keuangan di Indonesia. Pinjol menawarkan
kemudahan dan kecepatan dalam proses pengajuan pinjaman, sehingga menjadi alternatif yang menarik bagi
masyarakat yang membutuhkan dana cepat.
Namun begitu, praktik pinjaman online seringkali menimbulkan banyak kontroversi, termasuk dari
sisi hukum Islam. Dalam hukum islam, transaksi keuangan harus didasarkan pada prinsip-prinsip muamalah,
seperti keadilan, kesetaraan, dan transparansi. Praktik pinjol, di sisi lain, sering kali dianggap mengandung
unsur riba, gharar, dan maysir.
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hukum islam terkait pinjaman online.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi literatur.
Manfaat : Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih
komprehensif tentang hukum islam terkait pinjaman online. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat
memberikan rekomendasi untuk perbaikan praktik pinjaman online di Indonesia.
Pembatasan : Penelitian ini dibatasi pada analisis hukum islam terkait praktik pinjol yang
dilakukan oleh lembaga keuangan konvensional. Praktik pinjol yang dilakukan oleh lembaga keuangan syariah
tidak akan dibahas dalam penelitian ini.

2. METHOD

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif dimana penulis
menggambarkan ……………………………….

3. RESULTS AND DISCUSSION

Dalam hukum Islam, muamalah mengacu pada transaksi dan interaksi kehidupan sehari-hari. Ini
adalah aspek penting dari kehidupan Muslim, dan prinsip-prinsip yang mengatur muamalah dalam hukum
Islam adalah fondasi etika dan moral bagi individu Muslim. Berikut adalah prinsip-prinsip dasar muamalah
dalam hukum Islam:
Pertama, hukum Islam mengakui bahwa setiap tindakan atau transaksi pada dasarnya adalah mubah,
yang berarti boleh, kecuali jika ada dalil yang secara tegas mengharamkannya. Prinsip ini mencerminkan
kesederhanaan dalam aturan hukum Islam, menghormati kebebasan individu selama tidak melanggar prinsip-
prinsip etika dan moral Islam.
4 

Kedua, prinsip mendatangkan kemaslahatan dan menolak kemudharatan sangat penting dalam
muamalah. Hukum Islam mendorong individu untuk bertindak dengan cara yang memberikan manfaat dan
menghindari potensi kerugian. Ini menciptakan landasan etika dalam transaksi dan tindakan sehari-hari.
Ketiga, muamalah dalam hukum Islam menciptakan keseimbangan antara yang transenden dan
immanent. Ini menggabungkan nilai-nilai spiritual dengan kebutuhan dunia. Prinsip ini mengajarkan individu
untuk menjalani kehidupan yang seimbang dan menjaga hubungan baik dengan Allah, sambil menjalani
kehidupan dunia dengan penuh tanggung jawab.
Keempat, prinip keadilan adalah salah satu pilar utama dalam hukum Islam. Keadilan harus dijunjung
tinggi dalam semua transaksi dan tindakan muamalah. Ini berarti menghindari kezaliman dan memperlakukan
semua pihak dengan adil. Dalam hukum Islam, tidak ada tempat untuk penindasan atau ketidakadilan.
Kelima, objek transaksi dalam muamalah haruslah yang halal. Ini berarti transaksi yang melibatkan
barang-barang haram seperti alkohol atau babi dilarang dalam hukum Islam. Keabsahan objek transaksi adalah
hal yang sangat penting.
Keenam, prinsip keridhaan semua pihak terkait sangat ditekankan. Sebuah transaksi muamalah harus
melibatkan persetujuan dan keridhaan semua pihak yang terlibat. Ini menciptakan landasan etis yang kuat dan
memastikan bahwa setiap individu merasa nyaman dan puas dengan transaksi tersebut. Tanpa keridhaan semua
pihak, sebuah transaksi dapat dianggap batal.
Ketujuh, pengelolaan asset harus dilakukan dengan amanah dan jujur. Individu yang mengelola dana
atau asset orang lain harus melakukannya dengan integritas yang tinggi dan tidak boleh melakukan
penyelewengan atau penyalahgunaan.
Terakhir, prinsip larangan riba, gharar (ketidakjelasan), tadlis (penyembunyian informasi), dan
berakad dengan orang-orang yang tidak cakap hukum adalah praktik yang dilarang dalam hukum Islam. Riba,
khususnya, dianggap sebagai dosa besar karena melibatkan tambahan bunga atau keuntungan yang dilarang.
Dalam kerangka hukum Islam, muamalah menjadi pilar utama yang mencakup segala transaksi dan
interaksi dalam kehidupan sehari-hari umat Muslim. Pemahaman ini memberikan landasan etika dan moral
yang mendalam bagi individu Muslim dalam menjalani kehidupan mereka.
Setiap tindakan atau transaksi, pada dasarnya, dianggap sebagai boleh (mubah) dalam hukum Islam,
kecuali jika terdapat dalil yang secara tegas mengharamkannya. Prinsip sederhana ini mencerminkan
kebijaksanaan Islam yang menghormati kebebasan individu, selama tidak melanggar prinsip-prinsip etika dan
moral yang dianut.
Prinsip mendatangkan kemaslahatan dan menolak kemudharatan menjadi pedoman utama dalam
muamalah. Islam mendorong individu untuk bertindak demi kebaikan dan menghindari potensi kerugian. Ini
menciptakan landasan etika yang kuat dalam setiap transaksi dan tindakan sehari-hari.
Muamalah dalam hukum Islam menciptakan keseimbangan antara aspek spiritual dan kebutuhan
dunia. Dalam pandangan ini, nilai-nilai spiritual diintegrasikan dengan tanggung jawab terhadap kehidupan
dunia. Prinsip ini mengajarkan individu untuk menjalani kehidupan seimbang, menjaga hubungan baik dengan
Allah, dan bertanggung jawab terhadap realitas dunia.
 5

Keadilan, sebagai pilar utama, harus dijunjung tinggi dalam semua transaksi dan interaksi muamalah.
Islam menuntut penghindaran dari segala bentuk kezaliman dan mewajibkan perlakuan adil terhadap semua
pihak terlibat.
Halal sebagai syarat utama objek transaksi menegaskan bahwa barang atau jasa yang terlibat harus
memenuhi standar kehalalan dalam Islam. Ini menegaskan pentingnya keabsahan objek transaksi dalam
kerangka hukum Islam.
Keridhaan semua pihak terkait menjadi fokus, di mana setiap transaksi muamalah harus melibatkan
persetujuan dan kesepakatan dari semua pihak yang terlibat. Prinsip ini tidak hanya menciptakan landasan etis
yang kuat tetapi juga memastikan kepuasan dan kenyamanan setiap individu yang terlibat dalam transaksi
tersebut.
Pengelolaan aset dengan amanah dan integritas tinggi adalah prinsip pokok dalam muamalah. Individu
yang dipercayakan untuk mengelola dana atau aset orang lain diharapkan bertindak dengan jujur, tanpa
melakukan penyelewengan atau penyalahgunaan.
Larangan riba, gharar, tadlis, dan berakad dengan orang-orang yang tidak cakap hukum menandakan
komitmen Islam terhadap praktik yang adil dan bermoral dalam setiap aspek muamalah. Riba, khususnya,
dianggap sebagai dosa besar karena melibatkan tambahan bunga atau keuntungan yang dilarang dalam ajaran
Islam.

3.1 UNSUR RIBA DALAM PINJAMAN ONLINE

Riba merupakan salah satu dosa besar dalam Islam. Riba didefinisikan sebagai tambahan yang
disyaratkan oleh salah satu pihak dalam transaksi jual beli, pinjaman, atau sewa menyewa. Riba adalah
penetapan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari
jumlah pinjaman pokok yang dibebankan kepada peminjam. Secara Bahasa, riba bermakna ziyadah. Dalam
pengertian linguistic, riba berarti tumbuh dan membesar.
Dalil-dalil yang membahas riba dalam Al-Qur'an dan Hadith, diantaranya :
1) QS Al-Baqarah: 275-276
“Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
“Barangsiapa yang tidak bertakwa kepada Allah dalam hal riba, maka sesungguhnya Allah dan Rasul-
Nya telah mengumumkan perang kepadanya, dan barangsiapa yang bertobat, maka baginya apa yang
telah lalu dan urusannya kembali kepada Allah.”
2) QS Ar-Rum: 39
“Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”
3) QS An-Nisa: 16
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda, dan
bertakwalah kepada Allah, agar kamu mendapat keberuntungan.”
4) Hadits riwayat Bukhari dan Muslim
“Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Riba itu ada
tujuh puluh tiga macam, yang paling ringan adalah seperti seseorang yang menyetubuhi
ibunya.”
6 

5) Hadits riwayat Muslim


“Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Allah
melaknat orang yang memakan riba, orang yang memberi riba, penulisnya, dan dua saksinya.
Mereka sama dalam dosa."

Pinjaman online (Pinjaman Online) adalah salah satu bentuk transaksi pinjaman yang dilakukan secara
online. Dalam Pinjaman Online, seorang peminjam mengajukan pinjaman kepada pemberi pinjaman melalui
platform online. Pemberi pinjaman kemudian akan menyetujui atau menolak permohonan pinjaman tersebut.
Berkaitan dengan riba, Pinjaman Online dapat dikatakan mengandung unsur riba jika terdapat tambahan
yang disyaratkan oleh pemberi pinjaman kepada peminjam. Tambahan tersebut dapat berupa bunga, denda,
atau biaya lainnya. Berikut adalah beberapa contoh Pinjaman Online yang mengandung unsur riba:
Pinjaman Online yang menetapkan bunga tetap. Pinjaman Online jenis ini menetapkan bunga tetap yang
harus dibayarkan oleh peminjam setiap bulannya. Bunga tetap ini merupakan tambahan yang disyaratkan oleh
pemberi pinjaman kepada peminjam, sehingga dapat dikategorikan sebagai riba.
Pinjaman Online yang menetapkan denda atas keterlambatan pembayaran. Pinjaman Online jenis ini
menetapkan denda yang harus dibayarkan oleh peminjam jika terlambat membayar angsuran. Denda ini
merupakan tambahan yang disyaratkan oleh pemberi pinjaman kepada peminjam, sehingga dapat
dikategorikan sebagai riba.
Pinjaman Online yang menetapkan biaya provisi. Pinjaman Online jenis ini menetapkan biaya provisi
yang harus dibayarkan oleh peminjam saat mengajukan pinjaman. Biaya provisi ini merupakan tambahan yang
disyaratkan oleh pemberi pinjaman kepada peminjam, sehingga dapat dikategorikan sebagai riba.

3.2 UNSUR GHARAR DALAM PINJAMAN ONLINE

Transaksi yang mengandung unsur ketidakpastian disebut dengan gharar. Gharar dapat terjadi dalam
berbagai bentuk, seperti transaksi yang melibatkan barang yang tidak diketahui, transaksi yang melibatkan
harga yang tidak diketahui, atau transaksi yang melibatkan waktu penyerahan yang tidak diketahui.
Dalil-dalil gharar dalam Al-Qur'an dan Hadith diantaranya :
1) QS Al-Baqarah: 282
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang
ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.”
2) QS Al-Maidah: 106
“Dan janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan batil, dan janganlah kamu membawa
urusan harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian harta orang lain dengan jalan dosa,
padahal kamu mengetahui.”
3) Hadits riwayat Bukhari dan Muslim
“Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jual beli yang
mengandung gharar adalah batil."
 7

Pinjaman Online dapat melibatkan unsur-unsur gharar, seperti ketidakjelasan dalam syarat-syarat
pinjaman atau tingkat bunga yang tidak jelas. Dalam konteks keuangan Islam, penting untuk memastikan
bahwa transaksi finansial tidak melibatkan gharar untuk menjaga keadilan dan kebersihan dalam perjanjian.

3.3 UNSUR MAYSIR DALAM PINJAMAN ONLINE

Masyir merupakan istilah dalam hukum Islam yang merujuk pada perjudian atau segala bentuk kegiatan
yang melibatkan ketidakpastian yang tidak sehat. Dalam konteks Pinjaman Online, masyir dapat muncul
apabila terdapat unsur unsur perjudian atau spekulasi yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip keuangan Islam.
Masyir dalam Pinjaman Online dapat termasuk ketidakpastian yang signifikan dalam tingkat bunga atau
aturan yang tidak jelas dyang dapat merugikan pihak yang memunjam. Perbedaan antara masyir dengan gharar
terletak pada sifat ketidakpastian atau risiko yang terlibat dalam suatu transaksi. Meskipun keduanya
berhubungan dengan unsur ketidakpastian dalam transaksi keuangan, gharar lebih umum merujuk pada
ketidakjelasan secara umum, sedangkan masyir kebih fokus pada unsur perjudian atau spekulasi yang
merugikan.

3.4 FATWA MUI TERKAIT PINJAMAN ONLINE

Dalam sistem hukum di Indonesia selain peraturan perundang-undangan juga terdapat Fatwa Dewan
Syariah Nasional yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang bertugas dan memiliki kewenangan
untuk menetapkan fatwa tentang produk dan jasa dalam kegiatan usaha lembaga keuangan yang melaksanakan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
Layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi berdasarkan prinsip syariah adalah penyelenggaraan
layanan jasa keuangan berdasarkan prinsip syariah yang mempertemukan atau menghubungkan pemberi
pembiayaan dengan penerima pembiayaan dalam rangka melakukan akad pembiayaan melalui sistem
elektronik dengan menggunakan jaringan internet.
Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 117/DSN-MUI/IX/2018
tentang layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi berdasarkan prinsip syariah menjelaskan dalam hal
ketentuan terkait pedoman umum layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi yang berdasarkan prinsip
syariah. Para pihak yang terlibat dalam pinjam-meminjam secara online harus mematuhi pedoman umum yaitu
sebagai berikut:

1) Penyelenggaraan layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi tidak boleh bertentangan dengan
prinsip syariah, yaitu antara lain terhindar dari riba, gharar, maysir, tadlis, dharar, zhulm dan haram.
2) Akad baku yang dibuat penyelenggaraan wajib memenuhi prinsip keseimbangan, keadilan, dan
kewajaran sesuai syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3) Akad yang digunakan oleh para pihak dalam penyelenggaraan layanan pembiayaan berbasis
teknologi informasi dapat berupa akadakad yang selaras dengan karakteristik layanan pembiayaan,
antara lain akad al-ba’I, ijarah, mudharabah, musyarakah, wakalah bi al ujrah, dan qardh.
4) Penggunaan tandatangan elektronik dalam sertifikat elektronik yang dilaksanakan oleh
penyelenggara wajib dilaksanakan dengan syarat terjamin validitas dan autentikasinya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
8 

5) Penyelenggaraan boleh mengenakan biaya (ujrah/resum) berdasarkan prinsip ijarah atas penyediaan
sistem dan sarana prasarana layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi.
6) Jika informasi pembiayaan atau jasa yang ditawarkan melalui media elektronik atau diungkapkan
dalam dokumen elektronik berbeda dengan kenyataanya, maka pihak yang dirugikan memiliki hak
untuk tidak melanjutkan transaksi.

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa pandangan fatwa dewan syariah majelis ulama
Indonesia pinjam-meminjam secara online melalui aplikasi financial teknologi itu diperbolehkan yang
terpenting penyelenggara layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi tidak boleh bertentangan dengan
prinsip-prinsip syariah sebagaimana dijelaskan dalam pedoman umum layanan pembiayaan berbasis teknologi
informasi tersebut.

4. CONCLUSION

Muamalah dalam hukum Islam mencakup semua transaksi dan interaksi kehidupan sehari-hari umat
Muslim. Prinsip-prinsip dasar muamalah mencerminkan fondasi etika dan moral Islam yang mendalam. Dalam
hukum Islam, setiap tindakan dianggap boleh kecuali diharamkan secara tegas. Prinsip kemaslahatan dan
penolakan kemudharatan mendorong individu untuk bertindak dengan kebaikan dan menghindari potensi
kerugian. Terdapat keseimbangan antara aspek spiritual dan dunia, mengajarkan individu untuk menjalani
kehidupan seimbang dan menjaga hubungan baik dengan Allah. Keadilan menjadi pilar utama, memerintahkan
penghindaran dari kezaliman dan menuntut perlakuan adil dalam setiap muamalah. Keabsahan objek transaksi,
persetujuan semua pihak terkait, dan pengelolaan aset dengan amanah adalah prinsip-prinsip krusial. Islam
juga menegaskan larangan terhadap riba, gharar, tadlis, dan berakad dengan orang-orang tidak cakap hukum
sebagai wujud komitmen terhadap praktik yang adil dan bermoral dalam muamalah. Keseluruhan, muamalah
dalam hukum Islam memberikan landasan etika dan moral yang kokoh bagi individu Muslim dalam menjalani
kehidupan mereka sehari-hari.
 9

REFERENCES

[1] Antonio, M. S. (2018). Fatwa MUI Nomor 117/DSN-MUI/IX/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi
(FinTech) Lending. Jakarta: Majelis Ulama Indonesia..
[2] Ali, A. M. (2022). Hukum Islam Terhadap Praktik Pinjaman Online. Al-Ahwal Al-Syar'iyyah: Jurnal Hukum Keluarga Islam, 24(1),
1-15..
[3] Setiawan, M. A. (2022). Analisis Hukum Islam terhadap Praktik Pinjaman Online (P2P Lending). Jurnal Syari'ah: Jurnal Hukum
Islam dan Ekonomi Syariah, 22(1), 1-15..
[4] Antonio, M. S. (2018). Hukum Islam Tentang Transaksi Keuangan Modern. Jakarta: Gema Insani..
[5] Ali, A. M. (2022). Fikih Muamalah Kontemporer. Jakarta: Kencana..
10 

Anda mungkin juga menyukai