Gratifikasi Dalam Hubungannya Sebagai Akar Korupsi Menurut Perspektif Islam - Rev
Gratifikasi Dalam Hubungannya Sebagai Akar Korupsi Menurut Perspektif Islam - Rev
Perspektif Islam
Cahyanisa Alifa Pramesti (1901445)
Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, Indonesia
cahyanisa48@upi.edu
Abstrak
Gratifikasi merupakan suatu perilaku yang menjadikan suatu akar dari tindakan korupsi,
karena tindakan gratifikasi tersebut merupakan aktivitas tindakan suap yang tertunda atau
bahkan suap terselubung bagi tindakan tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui hukum suatu tindakan gratifikasi dalam perseptif Islam dan juga Negara, dan
hubungannya dengan akar korupsi, untuk dapat mengetahui tindakan penegakan hukum
jika melihat adanya suatu tindakan gratifikasi. Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah menggunakan metoder normatif, empiris dan juga kajian literatur.
Penulis menggunakan data primer dan juga sekunder untuk memperkuat gratifikasi dalam
pandangan masyarakat dalam tindakan gratifikasi. Dalam perspektif negara tindakan
gratifikasi tidak diperbolehkan karena hal tersebut yang dapat pegawai negara dapat
melakukan tindakan tidak Amanah atau tidak adil bagi rakyat-rakyatnya dan merupakan
suatu suap yang terselubung yang dapat memicu tindak korupsi. Begitu pula bagi
perspektif agama Islam, karena suatu tindakan gratifikasi sudah terjadi pada masa
rasulullah yang dilakukan oleh Ibnu Al Lutbiyah yang menjadi pegawai zakat dan
mendapatkan gratifikasi dari pemberi zakat, dan rasulullah menjelaskan dalam hadist Abu
Daud bahwa tindakan gratifikasi atau hadiah yang diterima suatu pegawai atau pejabat
pemerintahan adalah suatu tindakan kecurangan terlebih jika berkaitan dengan jabatannya.
Kata kunci: gratifikasi, perspektif agama Islam, perspektif Negara
Pendahuluan
Islam adalah agama Rahmatan Lil Alamin yang artinya merupakan rahmat bagi
seluruh alam. Agama Islam tidak hanya mengatur umat Islam, namun dapat mengatur
kehidupan semua orang [1], sehingga agama Islam dapat bisa dipahami dalam berbagai
aspek kehidupan, yakni dengan salah satu contohnya dalam kegiatan mengatur bagaimana
tata cara beribadah yang baik, selain itu, mengajarkan bagaimana bermusyawarah dengan
benar sesuai syariat islam, mengatur perihal hukum warisan serta perekonomian tak luput
dari jangkauan Islam.
Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan budaya, salah satu budaya
warisan indonesia yakni saling memberi antar sesama. Kegiatan tersebut merupakan hal
lumrah dikarenakan didalam agama Islam diajarkan bahwa memberikan sesuatu barang
atau hadiah adalah suatu bentuk perdamaian, rasa cinta, serta rasa penghargaan dari
pemberi kepada yang menerimanya [2]. Salah satu contoh yang sering dijumpai dalam
kehidupan bermasyarakat adalah ketika berkegiatan diselenggarakannya acara
mengundang ustadz/ulama/kyai dengan tujuan agar masyarakat sekitar dapat diberikan
pencerahan dalam hidup dan setelah itu, ketika acara telah selesai, masyarakat setempat
akan memberikan suatu hadiah (amplop) dengan nilai yang tinggi dalam tujunnya untuk
menghargai ataupun rasa ucapan terimakasih hal ini dilakukan dalam upaya memberikan
rasa hormat kepada tokoh agama yang bersangkutan dalam rangka telah memberikan
pencerahan serta petunjuk nasihat dalam mencari keberkahan. Contoh berikutnya adalah
seorang pebisnis yang memberikan uang dengan nominal tertentu kepada pegawai
pemerintahan setempat yang tidak secara transaksional sebagai wujud terima kasih karena
merasa terbantu dalam proses perizinan pembangunan bisnis tersebut.
Namun ternyata pada kenyatannya dalam sudut pandang lain, hal tersebut
merupakan tindakan yang cenderung bertentangan dengan hukum negara tepatnya, pada
tahun 1999 DPR bersama presiden mengesahkannya Undang-Undang Nomor 31 tahun
1999 yang sekarang telah diubah menjadi Undang-Undang pasal 12B Nomor 20 tahun
2001, yang menjelaskan tentang perihal suatu aktivitas tindak gratifikasi. Pasal tersebut
berbunyi “Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap
pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan
kewajiban atau tugasnya” [3].
Pengertian dari gratifikasi itu sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) merupakan uang hadiah kepada pegawai di luar gaji yang telah ditentukan.
Sedangkan arti gratifikasi menurut pandangan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)
adalah berupa tindakan pemberian dalam arti luas yang meliputi pemberian uang, barang,
rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan,
perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, serta fasilitas lainnya [4]. Gratifikasi tersebut
baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan
menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik [3].
Gratifikasi di Indonesia merupakan sesuatu yang tidak diperbolehkan dikarenakan
gratifikasi merupakan salah satu tindakan suap yang tertunda atau sering juga disebut
“suap terselubung” [5] . Hal ini dapat memicu pada pandangan yang tidak baik
dikarenakan akibat dari hal tersebut, pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
terbiasa menerima hasil dari gratifikasi seiring berjalannya waktu akan merasa kurang hal
ini dapat memicu terjerumus dalam tindak korupsi. Oleh sebab itu gratifikasi dilarang
karena, dapat menjadi pemicu dalam melakukan aktivitas tindak pidana korupsi yang
merupakan tindak yang tidak obyektif, tidak adil, serta tidak professional dalam
melaksanakan aktivitas tugas yang dijalankannya [6].
Berdasarkan penjelasan sebelumnya meliputi pemahaman mengenai aktivitas
gratifikasi atau biasa dikenal sebagai aktivitas pemberian hadiah. Berdasarkan pandangan
Islam serta berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia, penulis akan menjelaskan serta
memaparkan tentang gratifikasi menurut pandangan Islam serta hukum yang berlaku di
Indonesia sebagai asal muasal dari tindak pidana korupsi.
Penulis melakukan aktivitas menulis jurnal ini selain bertujuan agar dapat
memberikan pemahaman tentang gratifikasi yang berlaku di Indonesia, memiliki tujuan
lainnya yakni, agar dapat mengetahui hukum gratifikasi yang berlaku dalam islam lalu
mengkolerasikan hukum tersebut dengan hukum yang berlaku di Indonesia yakni dengan
salah satu penyebab akar tindak pidana korupsi. Hal yang menarik dalam jurnal ini dan
menjadi pembeda dari jurnal-jurnal yang sudah ada yakni, dalam jurnal ini penulis
menampilkan data sekunder berdasarkan website KPK, tidak hanya itu, penulis melakukan
pengambilan data secara kuantitatif dalam melakukan survey secara langsung dengan
menggunakan google form kepada masyarakat dengan sebagian besar audience yakni
kaum muda dalam bentuk upaya meningkatkan pemahaman gratifikasi serta mengetahui
bagaimana pendapat audience dalam bentuk sudut pandang masyarakat terhadap tindak
gratifikasi.
Metode
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian, yakni dengan menggunakan
kolaborasi metode normatif dan empiris. Menurut Peter Mahmud Marzuki, metode
penelitian hukum normatif adalah suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum,
prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktin hukum untuk menjawab isu hukum yang
dihadapi. Sedangkan metode penelitian empiris adalah metode penelitian hukum dengan
mengamati fungsi dari suatu hukum dan penerapannya di suatu ruang lingkup atau wilayah
masyarakat. Kemudian gabungan metode normatif dan empiris berarti merupakan metode
yang menggabungkan unsur-unsur dari hukum normatif dan didukung oleh unsur empiris
berupa penambahan datanya. Sehingga dalam metode normatif-empiris ini mencakup
implementasi hukum normatif yakni undang-undang dalam penerapannya disetiap
peristiwa hukum tertentu di masyarakat.
Selain itu, dilakukan metode studi pustaka keislaman melalui berbagai sumber
yakni dari ayat-ayat Al-qur’an yang merupakan sumber hukum utama dan juga pedoman
hidup dalam agama Islam, kemudian dari hadist-hadist yang popular dan diriwayatkan oleh
periwayat-periwayat besar serta studi literature hukum Islam lainnya yang membahas
mengenai gratifikasi sebagai penguat akan hukum dari suatu tindak gratifikasi ini.
Penulis juga melakukan pendistribusian google form agar mengetahui pandangan
gratifikasi terhadap masyarakat yang ada di Sekitar wilayah Bandung terutama di
lingkungan tempat tinggal dan pekerjaannya dengan latar belakang yang beragam. Data
tersebut merupakan data primer karena diperoleh langsung dari masyarakat. Dan untuk
memperkuat data primer digunakan pula data sekunder yaitu datagratifikasi yang ada di
Indonesia yang terdapat pada literatur Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dimana
menggunakan data statistik untuk menunjang kegiatan penelitian dalam menyikapi
gratifikasi di Indonesia.
Alasan penulis menggunakan metode kolaborasi normatif dan empiris adalah agar
dapat mengetahui kebiasaan masyarakat khususnya masyarakat bandung dalam memahami
tindak gratifikasi yang berlaku di wilayah Bandung , serta untuk mengetahui hukum yang
berlaku dalam lingkup masyarakat mengenai suatu gratifikasi. Penulis juga menggunakan
gabungan data primer dan sekunder untuk upaya memperkuat data primer penulis yang
didapat dari survey dengan penyebaran google form, dan data sekunder yang penulis
dapatkan di laman Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) [7].
Referensi
[1] D. Rofifah, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tindak Pidana Gratifikasi,” Pap.
Knowl. . Towar. a Media Hist. Doc., pp. 12–26, 2020.
[2] “KORUPSI DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM Oleh: Amelia*,” Amelia, pp.
61–87, 2010.
[3] KPK, “Membangun Budaya Anti Gratifikasi,” Pengenalan Gratifikasi, p. 4, 2020,
[4] Lisa Nazifah, “Strategi Menyikapi Gratifikasi Pegawai Negeri Sipil Strategy To
Respond Gratification By Identifying Gift- Giving To Government Employee,” J.
Inov. Apar., vol. 1, no. 2, pp. 47–58, 2019, [Online]. Available: http://ejournal-
bpsdm.jakarta.go.id/index.php/monas/article/download/9/6.
[5] Firdaus, “Akar Rumput Korupsi Di Indonesia : Sebuah Perspektif Islam Grassroot of
Corruption of Indonesia : an Islamic Perspective,” MENARA Ilmu, vol. XV, no. 02,
pp. 40–50, 2021.
[6] Siti Fatimah, “Korupsi: Menelusuri Akar Persoalan dan Menemukan Alternatif
Pemecahannya,” J. Demokr., vol. 9, no. 2, 2005, [Online]. Available:
http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jd/article/view/1197/1031.
[7] “Statistik Gratifikasi,” p. 2021, 2021.
[8] “KEBIJAKAN FORMULASI MENGENAI GRATIFIKASI DALAM UNDANG-
UNDANG KORUPSI DAN PENERAPAN HUKUMNYA.pdf.” .
[9] S. M. Hafit, “HADIAH DAN GRATIFIKASI DALAM AL QUR’AN (Perspektif
Tafsir Al Azhar),” 2020, [Online]. Available:
http://repository.radenintan.ac.id/id/eprint/12579.
[10] A. K. Ali, “GRATIFIKASI DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DI
INDONESIA DAN SOLUSINYA MENURUT ISLAM Gratification in the
Perspective of Positive Law in Indonesia and the Solution According to Islam,” vol.
24, no. 2, pp. 179–206, 2016.
[11] Fathullah Luthi A.2014.40 HAdis Mudah Dihadal Sunad dan Matan.Jakarta : Al-
Mughni Press .
[12] W. Ryan, “KOMPARASI HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM TENTANG
GRATIFIKASI PERSPEKTIF I ḤTIYĀT,” vol. 3, no. 1, pp. 87–101, 2019.
[13] S. ’Abdul-M. bin H. A.-’Abbad Al-Badr, “Penjelasan 50 Hadis Inti Ajaran Islam:
Terjemah Kitab Fat-hul Qawiyyil Matin fi Syarhil Arba’in wa Tatimmatul
Khamsin,” pp. 1–182, 2012.
[14] M. Nasir, “Analisis Saddu Z | ari > ’ ah dalam Mencegah Gratifikasi,” vol. 1, no.
Oktober, pp. 91–104, 2020.
[15] T. Andiko, “Sanksi bagi Pemberi dan Penerima Gratifikasi Perspektif Hukum
Pidana Islam,” J. QIYAS, vol. 1, no. 1, pp. 117–132, 2016.
[16] J. Hidayat et al., “( Tinjauan Hukum Pidana Islam dan Hukum Pidana Positif ),”
2014.
[17] Budiono Arif.2019. SUAP DALAM AL-QUR'AN DAN RELEVANSINYA
DENGAN GRATIFIKASI DI INDONESIA.Gresik : Institut Keislaman Abdullah
Faqih.
[18] Setiadi Wicipto.2018.KORUPSI DI INDONESIA (Penyebab,Bahaya,Hambatan dan
Upaya Pemberatasan,Serta Regulasi).Jakarta :Fakultas Hukum Universitas
Pembangunan Nasional (UPN).
[19] Suma Amin M.2009. AHKAM: Jurnal Ilmu-Ilmu Syariah dan Hukum Volume
11.Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hiclayaullah
[20] Saldi Rafli.2017.Analisis Korupsi dan Dampaknya. Makassar :UIN Alauddin
Makassar
[21] S. Diajukan, M. Sebagian, S. Guna, M. Gelar, S. Sosial, and J. M. Dakwah,
“Universitas Islam Negeri Walisongo,” no. 105, pp. 1–17, 2018.
[22] N. A. Ustadzah, “Yogyakarta 2020,” no. 18913053, pp. 1–66, 2020.
[23] J. Fiqh, A. P. Islam, J. Fiqh, A. P. Islam, and A. Karim, “Al-Risalah Fazzan
Zulqarnain,” vol. 16, no. 1, pp. 1–18, 2016.
[24] “View of Korupsi Berjamaah_ Konsensus Sosial atas Gratifikasi dan Suap.pdf.” .
[25] S. Ahmad, M. Journal, F. A. I. Universitas, and U. Bogor, “AHMAD di Jurnal
Mizan Korupsi dan.”
[26] K. P. Korupsi, S. Adi, and P. Intan, “BAB I,” pp. 360–398, 1998.
[27] Warsidin.2020.Rekonstruksi Pengaturan Gratifikasi Dalam Tindah Pidana Korupsi
Berbasis Nilai Keadilan Yang Bermartabat. Semarang : Universitas Islam Sultan
Agung.
[28] A. Mahyani, “Jurnal Hukum Magnum Opus Februari 2019 Volume 2, Nomor 1
Ahmad Mahyani,” vol. 4, pp. 47–54, 2019.
[29] Prasetia Rezawan E.M.2014. Sistem Pembuktian Terbaik Dalam Pembuktian
Perkara Gratifikasi. Karanganyar : Gondangrejo
[30] P. Sengketa and M. Mediasi, “Fakultas Hukum , Universitas pasundan Abstrak,” no.
20, p. 2017, 2016.
[31] M. Fadhil, “Pendidikan Agama Islam, Internalisasi Nilai-Nilai Anti Korupsi Dan
Pencegahan Tindak Pidana Korupsi,” J. Res. Thought Islam. Educ., vol. 2, no. 1, pp.
44–60, 2019, doi: 10.24260/jrtie.v2i1.1229.