Anda di halaman 1dari 26

I PUTU AGUS RIZKY/22019001

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pondasi

Pondasi adalah salah satu dari konstruksi bangunan yang terletak dibagian
bawah sebuah konstruksi, pondasi mempunyai peran penting terhadap sebuah
bangunan, dimana pondasi menanggung semua beban konstruksi bagian atas
kelapisan tanah yang berada di bagian bawahnya. Tegangan-tegangan tanah yang
dihasilkan kecuali pada permukaan tanah merupakan tambahan kepada beban-
beban yang sudah ada dalam massa tanah dari bobot sendiri.

(Sumber: HS, Sardjono.1988. Pondasi Tiang Pancang Jilid 1. Surabaya: Sinar


Wijaya)

2.2 Tipe Pondasi

Yang dimaksud dengan pondasi sendiri ialah bagian dari sebuah bangunan
yang terletak berada dibawah bangunan itu sendiri, atau bisa disebut (sub
structure) dimana pondasi tersebut yang menerima sebuah beban dan juga mampu
meneruskan beban tersebut yang bekerja diatas pondasi tersebut, contohnya
seperti beban angin, beban tidak tetap, beban gempa, lalu suara yang kemudian
diterima oleh satu lapisan tanah sehingga diharapkan bangunan dalam keadaan
aman. Banyak faktor yang menentukan dalam pemilihan jenis pondasi.

(Sumber: HS, Sardjono.1988. Pondasi Tiang Pancang Jilid 1. Surabaya: Sinar


Wijaya)

2.2.1 Pondasi dangkal (Shallow Foundation)

Terdapat beberapa pondasi dangkal, yaitu:

1
I PUTU AGUS RIZKY/22019001

a) Pondasi tapak setempat (Individual Footing)

Pondasi jenis ini banyak digunakan dibeberapa contoh pembangunan, sebut


saja untuk pembangunan sebuah workshop, atau pun rumah, dengan syarat bahwa
kondisi tanah yang ditopang tidak menunjukkan penurunan yang signifikan, atau
pun jenis tanah yang berbeda-beda sekalipun, pondasi ini dapat digunakan.

Gambar 2.1 Pondasi Tapak, Sumber: Gunawan, Rudy. 1983. Pengantar Teknik
Fondasi.Yogyakarta: Kanisius

b) Pondasi tapak gabungan (combine Footing)

Pondasi jenis ini juga bersifat hampir sama dengan pondasi jenis tapak
lainnya, hanya saja pondasi jenis ini menggabungkan antara pondasi satu ke
pondasi lainnya dengan meneruskan secara vertikal pada struktur bawahnya.

Gambar 2.2 Pondasi Tapak Menerus, Sumber: Gunawan, Rudy. 1983. Pengantar
Teknik Fondasi.Yogyakarta: Kanisius

2
I PUTU AGUS RIZKY/22019001

3
I PUTU AGUS RIZKY/22019001

c) Pondasi Menerus

Pondasi jenis ini merupakan bagian dari pondasi dangkal, dan pondasi jenis
ini biasanya juga digunakan untuk rumah tinggal atau bangunan yang tidak terlalu
besar dan memiliki daya dukung tanah yang kecil juga, jenis pondasi ini bersifat
meneruskan beban yang yang di topang oleh pondasi, dan meneruskan beban nya
kesegala penjuru pondasi, maka asumsi pondasi ini menopang berat atau beban
yang merata.

Gambar 2.3 Pondasi Menerus,Sumber: Gunawan, Rudy. 1983. Pengantar Teknik


Fondasi. Yogyakarta: Kanisius

d) Pondasi lantai (Raft Foundation)

Pondasi lantai akan sering dijumpai pada jenis bangunan yang luas dan
digunakan untuk pekerjaan dengan jenis tanah yang tidak kuat, atau daya
dukungnya kecil dan beban yang ditopang dari bangunan tersebut cukup besar,
jika kondisi bangunan diatas nya sangat luas, sehingga tidak bisa ditopang oleh
pondasi individu, lebih praktis jika menggunakan pondasi lantai ini.

4
I PUTU AGUS RIZKY/22019001

Gambar 2.4 Pondasi Lantai, Sumber: Gunawan, Rudy. 1983.Pengantar Teknik


Fondasi. Yogyakarta: Kanisius

Untuk menentukan kedalaman pada pondasi dangkal ini pada umumnya


dirumuskan dengan perbandingan D<B, dimana D adalah kedalaman pondasi, dan
B adalah lebar pondasi

Dalam penentuan stabilitas pondasi, ada 3 hal yang penting yang harus
diperhatikan, yaitu sebagai berikut:

a. Penurunan yang akan terjadi (settlement), ini tergantung dari jenis tanah
tempat dimana akan didirikannya pondasi tersebut. Biasanya penurunan
pada pondasi disebabkan oleh kemampuan dari lapisan tanah akibat dari
beban yang bekerja secara vertikal pada konstruksi tersebut.

b. Pergeseran (shear failure) dan tentu saja hal ini tergantung pada kekuatan
geser tanah.

c. Daya dukung tanah, yaitu apakah tanah yang bersangkutan cukup kuat
untuk menahan beban-beban yang bekerja pada pondasi tanpa terjadi
keruntuhan. (Sumber: Gunawan, Rudy. 1983.Pengantar Teknik Fondasi.
Yogyakarta: Kanisius)

2.2.2 Pondasi Dalam (Deep Foundation)

Pondasi dalam digunakan apabila tanah dasar sebagai tempat perletakan


pondasi tidak mempunyai daya dukung yang cukup untuk menahan beban yang
bekerja di atas, atau apabila tanah dasar tersebut letaknya sangat dalam. Ada
beberapa jenis pondasi dalam, di antaranya yaitu :

5
I PUTU AGUS RIZKY/22019001

a) Pondasi tiang pancang (Pile Foundation)

Pondasi Tiang pancang adalah jenis pondasi dalam yang biasa dijumpai
pada konstruksi darat maupun laut, jenis pondasi ini digunakan apabila jenis
struktur nya bersentuhan langsung dengan rawa, air, dan juga tanah yang memiliki
daya dukung yang rendah pula, pondasi ini bertujuan menopang beban diatasnya
lalu meneruskan beban tersebut melalui tiang pancang tersebut, berdasarkan jenis
perpindahan bebannya, ada yang meneruskan beban dengan tahanan ujung (end
bearing), ada juga meneruskan beban melalui kulit dari tiang pancang itu sendiri
(friction pile)

Gambar 2.5 Pondasi Tiang Pancang, Sumber: HS, Sardjono. 1988. Pondasi Tiang
Pancang Jilid 1. Surabaya: Sinar Wijaya

b) Bored Pile

Bored pile atau juga disebut pondasi sumuran, sering juga digunakan pada
konstruksi besar maupun rumahan yang mempunyai daya dukung tanah keras
berada pada kedalaman yang cukup jauh diatas permukaan tanah, sehingga tidak
dimungkinkan untuk menggali atau menggunakan jenis pondasi dangkal, pondasi

6
I PUTU AGUS RIZKY/22019001

sumuran atau boredpile ini berbeda dengan tiang pancang, dimana pondasi ini
dibantu oleh beton yang di masukkan kedalam casing ataupun kedalam tanah yang
telah dibor. (Sumber: HS, Sardjono. 1988. Pondasi Tiang Pancang Jilid 1.
Surabaya: Sinar Wijaya)

Gambar 2.6 Pondasi Sumuran, Sumber: HS, Sardjono. 1988. Pondasi Tiang
Pancang Jilid 1. Surabaya: Sinar Wijaya

c) Klasifikasi Pondasi Tiang Pancang

Pondasi tiang pancang merupakan pondasi yang terbuat dari baja, kayu,
beton maupun komposit, yang digunakan untuk meneruskan atau
mentransmisikan beban-beban yang ada di permukaan ke tingkat permukaan yang
lebih rendah, hal ini bisa disebut sebagai distribusi vertikal dimana poros nya
sesuai dengan tinggi tiang pancang tersebut, pondasi tiang pancang dapat
diklasifikasikan berdasarkan cara pemindahan beban.

7
I PUTU AGUS RIZKY/22019001

2.2.3 Menurut Cara Perpindahan Beban

Menurut cara perpindahan beban, pondasi tiang pancang dibagi 2 bagian


yaitu:

a) Point Bearing Pile (End Bearing)

Point Bearing Pile atau tiang pancang dengan tahanan ujung merupakan
tiang pancang yang meneruskan bebannya langsung menuju titik ujung tiang
pancang yang berada permukaan bawah, yang langsung didistribusikan ke lapisan
tanah terkeras, lapisan tanah keras ini dapat merupakan lapisan lempung keras
sampai pada batu-batuan.

Gambar 2.7 End Bearing Pile, Sumber: Suandri, A. 2019. File Pribadi

b) Friction Pile

Friction Pile atau Jepit atau bisa juga disebut compaction pile, karena pada
prinsipnya Friction Pile ini meneruskan bebannya melalui gesekan kulit atau
gesekan permukaan terluar tiang pancang, dan pemancangan pada friction pile
biasanya dilakukan berkelompok dengan jarak yang berdekatan, sehingga ketika
tiang pancang ditancapkan, maka kepadatan tanah sekitar akan berubah drastis
menjadi padat, sehingga butir-butir halus dari tanah tersebut menjadi padat.

8
I PUTU AGUS RIZKY/22019001

Gambar 2.8 Friction Pile, Sumber: Suandri, A. 2019. File Pribadi

2.2.4 Menurut Bahan Yang Digunakan

Menurut bahan yang digunakan, tiang pancang terbagi menjadi beberapa


yaitu :

a) Tiang Pancang Kayu

Tiang pancang kayu merupakan tiang pancang yang berbahan kayu, yang
biasanya dapat diambil di hutan dan kualitas yang bagus pula, biasanya kayu akan
diberi pengawet agar tidak mudah lapuk lalu ujungnya akan diruncingkan, agar
ketika dipancang, dapat dengan mudah menembus lapisan tanah, dan ada pula
yang memberikan sepatu pada pancang ini agar ketika bertemu dengan bebatuan
yang keras, pancang ini masih bisa menembus bebatuan tersebut.

b) Tiang Pancang Beton

Tiang pancang ini berbahan beton dan biasanya tiang pancang ini sudah
dalam kondisi jadi, dimana kondisi awalnya di cor di tempat sentral, lalu di
kirimkan ketempat konstruksi, biasanya tiang pancang pra cetak ini dibuat
menggunakan penguatan biasanya dibuat untuk tagangan lentur selama proses
distribusi.

9
I PUTU AGUS RIZKY/22019001

Ada juga tiang pancang beton Precast reinforced concrete pile, dimana tiang
pancang dari beton bertulang yang dicetak dalam bekisting. Tiang pancang ini
dapat memikul beban yang cukup besar untuk setiap tiang nya tergantung berapa
besar dimensi yang digunakan, dalam perencanaan panjang tiang harus diukur
secara teliti, agar tidak terjadi kekurangan panjang tiang pancang pada saat proses
instalasi. Pondasi tiang pancang beton ini biasanya digunakan untuk kondisi tanah
yang tidak memungkinkan melakukan pengecoran di tempat.

Gambar 2.9 Tiang Pancang Beton, Sumber: Proyek Pembangunan Dermaga Kabil

c) Tiang Pancang Baja

Selain kayu dan beton ada juga tiang pancang berbahan baja, dimana tiang
pancang ini sangat cocok digunakan pada pondasi atau tanah keras di kedalaman
tertentu, tiang pancang baja biasanya berbentuk kotak dan ada juga yang
berbentuk pipa, namun biasanya digunakan dalam bentuk pipa, dan juga tiang
pancang baja ini juga dapat menahan benturan akibat proses pemancangan itu
sendiri, dan pada tiang pancang ini proses penyambungan juga terbilang cukup

mudah.
Gambar 2.10 Tiang pancang Baja, Sumber : Proyek Pembangunan Dermaga
Kabil

10
I PUTU AGUS RIZKY/22019001

d) Tiang Pancang Komposit

Tiang pancang ini merupakan tiang pancang tipe terakhir, dimana tiang
pancang ini memadukan antara tiang pancang berbahan kayu, beton dan baja,
contohnya ialah material kayu atau beton berada permukaan atas, dan material
baja diletakkan pada permukaan bawah pondasi, seiring berjalan nya waktu, tiang
pancang jenis ini mulai ditinggalkan dikarenakan biayanya yang terbilang cukup
mahal.

Gambar 2.11 Tiang Pancang Komposit, Sumber: Construction C. 2017. Tiang


Pancang Komposit

2.3 Penyelidikan Tanah

Penyelidikan kondisi bawah tanah merupakan persyaratan bagi perancangan


pondasi struktur bangunan. Tidak dilakukannya penyelidikan tanah yang biasanya
berkisar 0,5 sampai 1 persen dari biaya total, lalu kemudian mengetahui ternyata
pondasi tersebut harus diubah merupakan pertimbangan ekonomi yang salah,
hampir tidak ada proyek besar yang dilakukan tanpa pertimbangan penyelidikan
tanah, karena itu penyelidikan tanah sangat penting untuk mengetahui jenis tanah
yang nantinya dapat ditentukan jenis sebuah pondasi yang digunakan.

11
I PUTU AGUS RIZKY/22019001

2.3.1 Merencanakan Penyelidikan Tanah

Tujuan dari penyelidikan tanah adalah menentukan karakteristik tanah,


kondisi geologi serta dapat mengetahui sifat dari tanah tersebut. Untuk
mengetahui pondasi apa yang cocok digunakan pada sebuah struktur bangunan,
maka perlu adanya penyelidikan tanah, terdapat beberapa contoh penyelidikan
tanah yang biasa digunakan di lapangan :

a) Standard Penetration Test

Standard Penetration Test atau juga di sebut pengujian penetrasi dinamis,


biasanya pengujian ini banyak dilakukan di Amerika Serikat, prinsip kerja dari
Standard Penetration Test ini ialah dimana tabung silinder dari alat ini akan di
masukkan ketanah, lalu tabung tersebut akan ditumbuk dengan alat penumbuk
seberat 63,5 kilogram dan alat penumpuk dijatuhkan dari ketinggian 76 cm dari
atas tabung silinder hingga tabung silinder itu mencapai 1 feet, berapa banyak
pukulan yang diperlukan untuk mencapai 1 feet (30,5cm) itu yang disebut dengan
nilai N.

Pada Standard Penetration Test sendiri ada beberapa metode dalam


perhitungan nya yaitu dengan beberapa referensi seperti perhitungan
menggunakan referensi dari M.J Tomlinson

A. Metode M.J Tomlinson

Metode Ini dapat digunakan dalam menghitung daya dukung tanah ultimate
beserta tahanan gesek tiang dengan persamaan sebagai Berikut ini :

Qu = Qb + Qs.............................................................................(1)

= Ab.qb + As.Fs total...........................................................(2)

Qall = Q/Sf...................................................................................(3)

Keterangan :

Qu = Daya dukung ultimit (ton)

Qall = Daya dukung ijin (ton)

12
I PUTU AGUS RIZKY/22019001

qb = Daya dukung dasar tanah (t/m2)

Qs = Daya dukung selimut (t/m’)

Ab = Luas Penampang

(m2) As = Keliling selimut (m’)

Fs total = Friksi (t/m’)

SF = Safety Factor (2.5)

(Sumber: Tomlinson, M.J. 1977. Pile design and construction practice. London :
Cement and Concrete Assosiation)

b) Cone Penetration Test

Cone Penetration test atau bisa disebut dengan sondir atau disebut juga
dengan Dutch Static Penetrometer, dan umumnya digunakan di Indonesia
dikarenakan jenis tanah Indonesia yang kebanyakan bersifat lapisan tanah
pasir/lempung, umumnya pengujian CPT atau Sondir ini lebih akurat digunakan di
Indonesia dibanding menggunakan metode dari SPT, sama seperti namanya,
penetrasi ini berbentuk cone diujung bornya, yang memungkinkan untuk
menembus lapisan tanah yang akan dilakukan pengetesan

c) Laboratorium

Pengujian dengan laboratorium juga biasa dilakukan untuk mengetahui


karakteristik dan sifat dari tanah itu sendiri, biasanya pengujian ini juga di
korelasikan dengan uji lapangan, sehingga didapatlah berapa besar dimensi
pondasi yang efisien dan aman tersebut.

2.4 Pemboran Tanah

Pemboran tanah digunakan untuk mengambil sampel tanah yang akan diuji
di laboratorium yang nantinya diteliti dan dapat dideskripsikan lapisan apa saja
yang terdapat didalam tanah itu, terdapat cara untuk melakukan pemboran tanah
ini dan biasanya pemboran tanah ini dilakukan menggunakan cara manual
maupun

13
I PUTU AGUS RIZKY/22019001

cara yang lebih praktis lagi, pada pemboran ini adalah pekerjaan paling umum dan
paling akurat untuk pekerjaan geoteknik, ada beberapa tujuan untuk melakukan
pemboran tanah ini, ada beberapa contoh alat yang digunakan untuk pemboran
tanah :

a) Wash Drilling

Mengacu kepada namanya, pemboran ini dilakukan dengan dibantu air, dan
pemboran ini adalah pemboran paling lama dibanding pemboran yang lainnya,
prinsip kerja dari wash drilling adalah.

a. Pengeboran ini ditancapkan sedalam 4-5 feet dari permukaan tanah, pada
kedalam tersebut, air dimasukkan melalui pompa yang sudah disediakan
oleh alat tersebut.
b. Selagi pemboran berjalan, air akan terus masuk dan pembor harus
mengamati perubahan air tanah yang terjadi, jika perubahan air tanah
terjadi, maka air dan tanah tersebut diangkat dan dilakukan pengujian secara
laboratorium

b) Rotary Drilling

Rotary drilling atau pengeboran secara berputar merupakan pengeboran


yang biasa digunakan untuk instalasi pondasi tiang pancang maupun borepile di
darat atau di laut, cara kerja mesin ini ialah berputar sesuai poros yang sudah di
tentukan, dan memiliki tabung untuk menampung tanah yang sudah dibor tadi,
Rotary drilling juga dapat digunakan diberbagai diameter, mulai dari 0,6-2,5
Meter, dan juga dapat mencapai kedalaman lebih dari 80 Meter.

c) Auger Drilling

Auger Drilling merupakan salah satu alat pemboran yang biasanya


digunakan untuk pemboran yang dangkal, cara kerja dari alat ini pun tidaklah
rumit, auger dibenamkan saja tak seberapa dalam, lalu auger ditarik ke
permukaan lagi, tanah yang menempel pada auger, itulah tanah yang akan kita uji
nantinya, namun jika pada saat penyelidikan tanah dilakukan tapi auger tidak bisa
terbuka, dikarenakan

14
I PUTU AGUS RIZKY/22019001

sekeliling tanah runtuh, maka diperlukan casing untuk melindungi auger dari
reruntuhan tersebut.

2.4.1 Pengambilan Contoh Tanah

Pada tahapan pengambilan contoh tanah ini pun dilakukan untuk


mendapatkan 2 Tipe tanah yaitu Tanah Terusik dan Tanah Tidak Terusik

d) Tanah Terusik

Tanah Terusik adalah jenis tanah yang pernah digunakan atau pernah
dilakukan kegiatan lain, dan biasanya tanah ini berada pada pinggir jalan pinggir
parit, atau bekas tambang, untuk tanah terusik ini biasanya digunakan untuk
pengukuran kadar lengas, tekstur, tetapan attenberg,

e) Tanah Tidak Terusik

Untuk Tanah Tidak Terusik ialah kebalikan dari danah terusik, dimana
tanah ini tidak pernah digunakan dalam hal apapun, artinya masih alami dan
masih menunjukkan sifat asli dari tanah tersebut, tanah ini bertujuan untuk
pengukuran permeabilitas, ukuran pori dan berat volume.

2.5 Pondasi Berdasarkan Metode Pelaksanaannya

Ada beberapa metode pelaksaan dalam instalasi jenis pondasi diantaranya


ialah:

a) Drilling
Drilling atau pengeboran biasa dilakukan untuk membuat pondasi jenis bore
pile, ada beberapa kelebihan ketika menggunakan metode drilling ini:

a. Pengeboran jenis ini tidak memiliki efek yang terlalu besar pada kebisingan,
karena metode ini tidak menciptakan kebisingan maupun kegaduhan di
sekitar proyek
b. Metode ini juga sangat cocok dan sesuai jika menginginkan jenis pondasi
yang memerlukan diameter yang besar

15
I PUTU AGUS RIZKY/22019001

b) Piling
Piling atau pemancangan itu sendiri dilakukan dengan cara memukul ujung
pipa menggunakan beberapa cara, ialah vibro dan hummer, adapun beberapa
kelebihan dari metode ini ialah :
a. Piling ini dibuat tersendiri atau dilakukannya pabrikasi, sehingga tidak perlu
memikirkan mutu, karena ketika pabrikasi sudah adanya standarisasi dari
pabrik tersebut
b. Pada metode pemancangan ini kita tidak perlu takut akan penurunan jumlah
mutu, karena pada metode ini tidak berlaku karena tidak akan terpengaruhi
oleh air, lumpur, sehingga untuk mutunya sendiri akan tetap terjaga.
Kekurangannya adalah :

a. Biasanya metode ini berakibat pada kebisingan yang diciptakan oleh alat
pancang itu sendiri, dan adanya getaran yang membuat kegaduhan dan dapat
membuat retakan disekeliling lokasi proyek
b. Jika metode ini dilakukan dengan cara yang salah, maka akan banyak terjadi
kefatalan.
c. Apabila tiang atau bahan yang akan di pancang kurang panjang,
memerlukan penyambungan lagi untuk mencapai set yang diinginkan
(Sumber: Bowless JE. 1982. Analisis dan Desain Pondasi Jilid 1. Jakarta: Penerbit
Erlangga)

2.6 Jenis-jenis Dinding Penahan Tanah


Berdasarkan cara untuk mencapai stabilitasnya, maka dinding
penahan tanah dapat digolongkan dalam beberapa jenis yaitu Dinding Gravitasi,
Dinding Penahan Kantiliver, Dinding Kontravort, Dinding Butters. Beberapa jenis
dinding penahan tanah antara lain :

1. Dinding Penahan Tanah Type Gravitasi (gravity wall)


Dinding ini dibuat dari beton tidak bertulang atau pasangan batu, terkadang
pada dinding jenis ini dipasang tulangan pada permukaan dinding untuk
mencegah retakan permukaan akibat perubahan temperatur. Seperti pada
gambar 2.12

16
I PUTU AGUS RIZKY/22019001

Gambar 2.12 Dinding Penahan Tanah Type Gravitasi (gravity wall)


(Sumber : Hardiyatmo,2014)

2. Dinding Penahan Tanah Type Kantilever (Cantilever retaining wall)


Dinding ini terdiri dari kombinasi dinding dengan beton bertulang yang
berbentuk huruf T. Ketebalan dari kedua bagian relatif tipis dan secara penuh
diberi tulangan untuk menahan momen dan gaya lintang yang bekerja pada
dinding tersebut. Stabilitas konstruksinya diperoleh dari berat sendiri dinding
penahan dan berat tanah diatas tumit tapak ( hell ). Terdapat 3 bagian struktur
yang berfungsi sebagai kantiliver, yaitu bagian dinding vertical ( steem ),
tumit tapak dan ujung kaki tapak ( toe ). Biasanya ketinggian dinding ini tidak
lebih dari 6– 7 meter. Seperti pada Gambar 2.13

17
I PUTU AGUS RIZKY/22019001

Gambar 2.13 Dinding Penahan Tanah Type Kantilever (Cantilever retaining


wall) (Sumber : Hardiyatmo,2014)

Gambar 2.14 Dinding Penahan Tanah Type Cantilever (kantilever retaining wall)

3. Dinding Penahan Tanah Type Counterfort (counterfort wall)


Dinding ini terdiri dari dinding beton bertulang tipis yang di bagian dalam
dinding pada jarak tertentu didukung oleh pelat/dinding vertikal yang disebut
counterfort (dinding penguat). Ruang di atas pelat pondasi diisi dengan tanah
urug. Apabila tekanan tanah aktif pada dinding vertical cukup besar, maka
bagian dinding vertical dan tumit perlu disatukan ( kontrafort ) Kontrafort
berfungsi sebagai pengikat tarik dinding vertical dan ditempatkan pada bagian
timbunan dengan interfal jarak tertentu. Dinding kontrafort akan lebih
ekonomis digunakan bila ketinggian dinding lebih dari 7 meter. Seperti pada
Gambar 2.15

18
I PUTU AGUS RIZKY/22019001

Gambar 2.15 Dinding Penahan Tanah Type Kounterfort (counterfort wall)

2.7 Konsep Perencanaan Dinding Penahan Tanah


Berdasarkan survey lapangan yang telah dilakukan pada lokasi yang akan
di bangun dinding penahan tanah ini, serta dengan mempertimbangkan tingkat
kesulitan dalam pelaksanaan, disusun beberapa konsep perencanaan turap antara
lain:
a. Dinding penahan tanah yang direncanakan tidak mengganggu atau merusak
aliran air sungai (tidak mengganggu luas penanampang basah sungai)
b. Dinding penahan tanah berfungsi sebagai dinding yag dapat menahan
kelongsoran tebing sungai dan melindungi tebing sungai terhadap gerusan air.
c. Dinding penahan tanah dapat menahan tekanan tanah aktif serta tekanan air
dan beban beban lainya yang bekerja pada dinding penahan tanah
d. Dinding penahan tanah direncanakan memiliki ketahanan jangka panjang pada
lingkungan pada siklus basah, kering dan lembab
e. Dinding penahan tanah memiliki tekanan tanah lateral tanah aktif dan air, serta
memiliki gaya aksial dan lateral yang bekerja pada dinding penahan tanah.

2.7.1 Urutan Perencanaan Dinding Penahan Tanah


a. Menetapkan jenis dinding penahan tanah yang paling sesuai
b. Memperikirakan ukuran/dimensi dinding penahan tanah yang diperlukan
c. Hitung gaya-gaya yang bekerja di atas dasar fondasi dinding penahan.
d. Tentukan letak resultan gaya-gaya yang bekerja. Letak dari resultan tersebut
digunakan untuk mengetahui kestabilan dinding penahan terhadap bahaya
penggulingan.
19
I PUTU AGUS RIZKY/22019001

e. Mengontrol stabilitas dinding penahan tanah terhadap


 Bahaya guling
 Bahaya geser, dan
 Bahaya kelongsoran daya dukung
f. Merencanakan struktur atau konstruksi sehingga konstruksi dinding penahan
tanah mampu memikul segala beban atau muatan yang dipikul.
(Hardiyatmo,2014)

20
I PUTU AGUS RIZKY/22019001

2.8 Metode Perhitungan Dinding Penahan Tanah


a. Perhitungan gaya vertikal dan momen terhadap kaki depan
𝑊 = 𝐴 𝑥 𝛾𝑏𝑒𝑡𝑜𝑛
𝑀 =𝑊𝑥𝑙

Dengan :
W : Berat (kN)
A : Luas Penampang (m2)
ɣbeton : Berat isi beton (kN/m3) M
: Momen (kNm)
l : Jarak (m)

b. Stabilitas terhadap penggesaran


Akibat gaya-gaya lateral seperti tekanan tanah aktif Pa yang bekerja,
maka dinding penahan tanah dapat bergeser. Gaya-gaya lateral Pa tersebut
akan mendapatkan perlawanan dari tekanan tanah Pasif Pp dan gaya gesek
antara dasar dinding dan tanah, 𝜏.
∑ V x tan d
Fgs =
∑H
Fgs : Faktor aman terhadap penggeseran
ƩV : Total gaya vertikal (kN)
ƩH : Total gaya horizontal (kN)
tan δ : Koefisien gesek

F gs ≥1,5 untuk tanah dasar granuler


Fgs ≥ 2 untuk tanah dasar kohesif

Tabel 2.1 koefisien gesek ( tan δ) antara dasar fondasi dan tanah dasar
( AREA, 1958)

No Jenis tanah dasar fondasi tan δ

1 Tanah granuler kasar tak mengandung lanau atau lempung 0,55


2 Tanah granuler kasar mengandung lanau 0,45
3 Tanah lanau tak berkohesi 0,35
4 Batu keras permukaan kasar 0,60
(Sumber : Hardiyatmo,2014)

21
I PUTU AGUS RIZKY/22019001

2.9 Tipe-tipe Pondasi Sumuran/Kaison

Tipe-tipe kaison dibagi menurut cara pembuatannya, yaitu :

1. Kaison terbuka (open caisson)


2. Kaison pneumatic (pneumatic caisson)
3. Kaison apung (floating caisson)

a) Kaison terbuka

Kaison terbuka merupakan kaison yang pada bagian atas dan


bawahnya terbuka terbuka selama pelaksanaan. Kaison ini, bila digunakan pada
area yang tergenang air, pelaksanaannya adalah dengan membenamkan dan
menggali tanah di bagian dasarnya. Kaison dimanfaatkan dengan
memanfaatkan beratnya sendiri, bersama sama dengan penggalian tanah.
Ketika pembenaman kaisonmencapai tanah keras yang diinginkan, dasar
kaison ditutup dengan beton dengan tebal antara 1,5 sampai 5 m. Pada
kaison terbuka, penutupan dilakukan di bawah muka air. Jika tanah dasar
sangat keras maka penggalian dilakukan dengan cara peledakan (blasting).
Pada penggalian tanah untuk kaison terbuka yang umunya dilakukan
dengan cara pengukuran, volume tanah yang tergali selalu lebih besar diri
volume kaison yang terpasang. Hal ini, disebabkan dinding lubang galian
tanah yang cendrung bergerak ke dalam galian. Seperti pada Gambar 2.13

Keuntungan kaison terbuka :


1. Dapat mencapai kedalaman yang besar.
2. Biaya pembuatan relatif rendah.

Kerugian kaison terbuka :


1. Dasar kaison tidak dapat diperiksa dan di bersihkan.
2. Kualitas beton penutup dasar yang dicor dalam air tidak bagus.
3. Penggalian pada tanah yang berbatu sangat sulit

22
I PUTU AGUS RIZKY/22019001

Gambar 2.13 Kaison Terbuka

b) Kaison pneumatik
Kaison pneumatic (pneumatic caisson), merupakan kaison yang
tertutup. Penggalian tanah dilakukan dengan mengalirkan udara bertekanan
kedalan ruang kerjauntuk penggalian. Dengan cara ini penggalian dan
pengecoran beton ke dalam sumuran dilakukan dalam kondisi kering.
Bentuk tubuh kaison pneumatic hampir sama seperti kaison terbuka,
bedanya hanya pada bagian ruangkerja di bawah. Penggalian dilakukan
pada ruang kerja yang diberi tekanan udara yang sama dengan tekanan air
tanah untuk mencegah aliran air masuk ke ruang kerja. Pintu udara, kecuali
dipakai untuk jalan keluar – masuk pekerja juga untuk mengeluarkan tanah
galian. Unutk kaison yang besar dapat dipakai 2 pintu udara, yang pertama
unutk galian sedang yang kedua untuk keluar – masuk pekrja. Ruang kerja
diisi dengan beton pada waktu dasar kaison telah mencapai kedalaman yang
dikehendaki Seperti pada Gambar 2.14

Keuntungan :
1. Pelaksanaan dalam kodisi kering.
2. Kerena pengecoran beton dalam kondisi kering, kualitas beton dapat
seperti yang diharapkan.
3. Batu-batuan besar dapat dibongkar pada waktu penggalian untuk
membenamkan kaison.

23
I PUTU AGUS RIZKY/22019001

Kerugian :
1. Penggalian dengan tekanan udara membuat biaya pelaksanaan tinggi.

2. Kedalaman penetrasi di bawah air terbatas sampai kedalaman sekitar 40


m atau 400 kPa. Hal ini karena tenaga manusia mempunyai ketahanan
terhadap tekanan udara yang terbatas

Gambar 2.14 Kaison pneumatik

c) Kaison Apung

Kaison apung atau kaison box merupakan kaison yang tertutup pada
dasarnya. Kaison tipe inin terbuat dari tipe beton bertulang yang dicetak di
daratan dan peletakkannya dilakukan dengan mengapungkan kaison
tersebut setelah beton mengeras. Pembenaman kaison ke dalam air atau
tanah yang berair, dilakukan dengan dengan cara mengisikan, pasir, kerikil,
beton atau air ke dalamnya. Permukaan air harus diperhitungkan selalu
berada pada beberapa meter di bawah puncak kaison untuk mencegah air
masuk ke dalamnya. Stabilitas pengapungan dirancang menurut prinsip-
prinsip hidrolika. Seperti pada Gambar 2.15

Keuntungan :
1. Biaya pelaksanaan rendah.
2. Dapat digunakan bila pembuatan tipe kaison yang lain tidak
memungkinkan

Kerugian :
1. Tanah dasar halus digali atau ditimbun sampai elevasi yang diinginkan.
24
I PUTU AGUS RIZKY/22019001

2. Tipe ini hanya cocok bila tanah fondasi berada di dekat permukaan
tanah. Penggalian tanahyang terlalu dalam mahal, karena tanah jenuh
cenderung longsor ke dalam lubang galian.
3. Tanah pendukung sering tidak padat, karena pemadatanndi dalam air
sangat sulit.

Gambar 2.15 Kaison Apung

25
I PUTU AGUS RIZKY/22019001

26

Anda mungkin juga menyukai