Anda di halaman 1dari 39

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Fondasi
Pada hakikatnya sebuah konstruksi yang direncanakan terdiri atas struktur bagian
atas (upper structure) dan struktur bagian bawah (substructure). Bagian bangunan dari
struktur atas meliputi kolom, balok, pelat dan lain-lain. Struktur bagian bawah meliputi
balok sloof, pile cap dan Fondasi.
Bowles (1997 : 1) menjelaskan Fondasi merupakan bagian dari suatu sistem
rekayasa yang meneruskan beban yang ditopang oleh Fondasi dan beratnya sendiri
kepada dan ke dalam tanah dan batuan yang terletak di bawahnya. Secara sederhana
Fondasi dapat didefinisikan sebagai bagian terbawah struktur yang berfungsi untuk
menahan beban diatasnya kemudian mengalirkannya ke dalam tanah.
Secara umum terdapat dua jenis Fondasi yakni Fondasi dalam (deep foundation)
dan Fondasi dangkal (shallow foundation). Fondasi dalam sering diaplikasikan pada
bangunan bertingkat yang memiliki bentang yang lebar dengan jarak antar kolom 6 m.
Selain itu, Fondasi dalam biasanya digunakan pada sebuah bangunan yang akan
dibangun diatas tanah yang lembek. Sedangkan Fondasi dangkal biasanya digunakan
untuk bangunan yang tidak terlalu besar dan berada di tanah yang keras.
2.1.1 Fondasi Dangkal (swallow foundation)
Fondasi dangkal adalah jenis Fondasi yang umum digunakan pada bangunan yang
relatif kecil, dengan tanah keras terletak tidak terlalu dalam dari permukaan tanah di
atasnya. Beberapa jenis Fondasi dangkal adalah sebagai berikut :
a) Fondasi Batu Kali
Fondasi batu kali biasanya digunakan dalam konstruksi yang sederhana misalnya,
pagar dan rumah tinggal sederhana yang tidak bertingkat. Fondasi batu kali
biasanya dijadikan Fondasi dinding karena ditempatkan secara menerus. Fondasi
batu kali tidak dapat digunakan dalam konstruksi bangunan bertingkat
dikarenakan Fondasi ini hanya mempertimbangkan beban vertikal yang bekerja
tanpa mempertimbangkan beban momen yang terjadi.

5
b) Fondasi Tapak Dari Beton Bertulang
Untuk bangunan dengan tingkatan yang tidak terlalu banyak serta daya dukung
tanah yang tidak terlalu jelek, Fondasi yang digunakan adalah Fondasi tapak dari
beton bertulang.
2.1.2 Fondasi Dalam
Fondasi dalam merupakan sebuah Fondasi yang fungsinya untuk meneruskan
beban dari struktur atas menuju lapisan tanah keras yang letaknya relatif jauh dari
permukaan bangunan. Menurut Hardiyatmo (2008:61) Fondasi dalam digunakan untuk
maksud sebagai berikut :
a) Untuk memindahkan beban suatu bangunan yang beradak di atas air atau tanah
lunak ke tanah pendukung yang kokoh dan stabil.
b) Untuk memindahkan beban ke tanah yang relatif lunak sampai kedalaman tertentu
sehingga Fondasi bangunan mampu memberikan dukungan yang cukup untuk
menopang beban yang diakibatkan oleh gesekan dinding tiang dengan tanah
disekitarnya
c) Untuk mengangker bangunan yang dipengaruhi oleh gaya angkat ke atas (uplift)
akibat tekanan hidrostatis atau momen guling.
d) Untuk menahan gaya horizontal dan gaya yang arahnya miring
e) Agar tanah pasir dapat dipadatkan sehingga kapasitas dukung tanah tersebut dapat
bertambah
f) Untuk mendukung Fondasi bangunan yang permukaan tanahnya mudah tergerus
air
2.1.3 Klasifikasi Fondasi Dalam
Fondasi dalam sering disebut juga sebagai Fondasi tiang. Jika ditinjau dari
pelaksanaanya Fondasi tiang dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1. Fondasi pracetak tiang pancang beton bertulang (precast reinforced concrete pile)
2. Fondasi cor di tempat (cast in situ) atau sering disebut Fondasi tiang bored pile
(Hardiyatmo 2008:61) berpendapat bahwa jika ditinjau berdasarkan
perpindahannya, maka Fondasi tiang dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian besar,
yaitu :

6
1. Tiang perpindahan besar (large displacement pile), merupakan tiang pejal atau
berlubang menggunakan ujung tertutup yang dipancang pada tanah yang
mengakibatkan terjadinya perpindahan volume tanah yang relatif besar. Contoh
Fondasi ini adalah tiang kayu, tiang beTon pejal, tiang beTon prategang (pejal dan
berlubang) dan tiang baja bulat (tertutup pada ujungnya).
2. Tiang perpindahan kecil (small displacement pile) merupakan tiang yang sama
seperti tiang perpindahan besar hanya saja volume tanah yang dipindahkan saat
pemancangan relatif kecil. Contoh tiang ini adalah tiang beTon berlubang dengan
ujung terbuka, tiang beTon pracetak berlubang dengan ujung terbuka, tiang baja
H, tiang baja bulat dengan ujung terbuka dan tiang ulir.
3. Tiang tanpa perpindahan (non displacement pile) merupakan tiang yang dipasang
didalam tanah dengan cara menggali atau mengebor tanah. Contohnya adalah
tiang bor atau bored pile.

2.2 Fondasi Tiang Pancang


Pada konstruksi bangunan yang memiliki beban struktur yang besar, digunakan
adalah Fondasi tiang, dikarenakan akibat gaya yang ditimbulkan dari beban tersebut
dapat menggulingkan bangunan. Jenis-jenis Fondasi tiang yaitu Fondasi tiang pancang
dan fondasi bored pile.
Fondasi tiang pancang adalah jenis Fondasi dalam yang sering digunakan pada
sebuah bangunan jika tanah dibawahnya tidak memiliki daya dukung (bearing capacity)
yang cukup untuk menopang beban struktur diatasnya atau tanah keras yang memiliki
daya dukung yang kuat terletak sangat dalam dari permukaan tanah diatasnya.

7
Gambar 2. 1 Panjang Maksimum dan Beban Maksimum Untuk Macam-Macam Tipe
Tiang yang umum dipakai (Carson, 1965)
(Sumber : Hardiyatmo, H. C. 2008:62)
2.2.1 Macam-Macam Tiang Pancang
Fondasi tiang pancang pracetak yaitu jenis Fondasi yang dipabrikasi di pabrik
percetakan dan dikirim ke lokasi pembangunan. Berikut adalah macam-macam Fondasi
tiang pancang menurut bahan yang digunakan :
a) Tiang Pancang Kayu
Tiang pancang kayu merupakan salah satu pilihan Fondasi dengan cara tertua
dalam penggunaanya. Penggunaan Fondasi jenis ini cocok pada daerah rawa
sebab tiang kayu tidak mudah busuk dan tahan lama jika selalu terendam dibawah
muka air tanah. Sedangkan untuk memperlambat kerusakan pada kayu, kayu
harus diberikan dengan pengawet dan obat-obat pengawet.
b) Tiang Pancang Beton
Tiang pancang beton terbagi atas dua yaitu precast reinforced concrete pile dari
beton bertulang dan di dicetak pada bekisting sesuai dengan acuan beton (precast)
atau dicor di tempat proyek. Tiang pancang beton dapat menahan beban 50 ton
pada setiap tiangnya. Sedangkan precast prestressed concrete pile adalah tiang
pancang dari beton prategang yang menggunakan baja penguat dan kabel kawat
sebagai gaya prategannya. Ada beberapa jenis tiang pancang beton yang sering
digunakan yaitu :

8
● Tiang Pancang Segi Empat, tiang pancang ini merupakan tiang pancang
tertua yang sering digunakan di dunia. Ini merupakan tiang pancang besar
sehingga luas penampang nya selalu sama untuk tiang keseluruhan. Pile ini
berbentuk kotak persegi dengan dimensi yang biasa digunakan adalah 25/25
atau 20/20
● Tiang Pancang Spun Pile, tiang pancang spun pile atau tiang pancang bulat
dengan rongga di tengahnya adalah tiang pancang yang paling modern yang
paling sering digunakan sebagai Fondasi (paku bumi). Tiang pancang ini
dibuat dengan menggunakan proses spinning agar bisa menciptakan
kepadatan dan homogenitas.
● Tiang Pancang Lingkaran
● Tiang Pancang segi delapan
c) Tiang Pancang Baja
Tiang pancang baja memiliki kekuatan yang sangat besar sehingga dalam
mobilitas dan pemancangannya tidak menimbulkan bahaya patah seperti tiang
pancang beton. Sehingga jika kita memerlukan tahanan ujung yang besar pada
kedalaman yang besar maka tiang pancang baja merupakan pilihan yang tepat.
Namun kelemahan tiang pancang ini adalah pada karat (korosi).
d) Tiang Pancang Komposit
Tiang pancang komposit merupakan tiang pancang yang terdiri dari dua bahan
berbeda yang bekerja secara bersamaan menjadi satu tiang.
e) Tiang Pancang Cast in Place
Fondasi tiang pancang ini merupakan Fondasi yang dicetak pada tempat
pengerjaan dengan cara mengebor tanah untuk dibuatkan lubang terlebih dahulu.
Pelaksanaan tiang pancang ini dilakukan dengan dua cara yaitu dengan pipa baja
yang dipancang ke dalam tanah kemudian diisi dengan beton dan ditumbuk
sambal pipa tersebut ditarik ke atas atau dengan pipa baja tersebut tetap tinggal di
dalam tanah.

9
2.2.2 Tiang Pancang Beton Pracetak (Pre Cast Pile)
Tiang pancang beton pracetak merupakan tiang pancang yang dicetak di pabrik
sesuai dengan kebutuhan panjang tiang yang telah ditentukan dan diberi bahan additive
untuk mempertahankan mutu beton, kemudian dibawa ke tempat konstruksi. Tiang
pancang sering kali dibuat dengan menggunakan penguatan biasa atau menggunakan
tiang pancang prategang. Menurut Bowles (1993:244) penguatan biasa yang diberikan
pada tiang pancang dibuat untuk tegangan-tegangan lentur dalam waktu pengambilan
dan pengangkutan, momen lentur pada beban lateral dan untuk menyediakan tahanan
yang mencangkupi beban kebawah/vertikal dan tegangan yang timbul selama
pemancangan.

Gambar 2. 2 Perincian Khusus dari Tiang Pancang Beton Pracetak


(Sumber : Bowles, 1993:246)

Gambar 2. 3 Perincian Khusus dari Tiang Pancang Beton Prategang


(Sumber : Bowles, 1993:246)

10
Pembentukan tiang pancang prategang dilakukan dengan cara menekan baja
berkekuatan tinggi (fult = 1705 sampai 1860 Mpa) dengan kabel-kabel ditegangkan
dalam orde 0,5 - 0,7 fult dan menggunakan tiang pancang tipe beton disekitar kabel
tersebut. Ketika beton sudah mengeras, kabel prategang akan dipotong sehingga
menghasilkan tegangan tekan dalam tiang pancang beton, ketika baja tersebut mencoba
Kembali ke bentuk elastis. Akibat beban tekan pada tiang pancang yang diakibatkan
oleh kabel prategang tersebut terjadi beberapa rayapan (creep) dan kehilangan yang lain
(diambil 240 Mpa).
Tiang pancang tipe beton diasumsikan permanen, tetapi pada tanah dengan
kondisi tertentu yang mengandung bahan yang bisa membangun reaksi asam sehingga
dapat merusak beton tersebut.

2.3 Kapasitas Dukung Ijin Tiang


Kapasitas dukung izin adalah kekuatan tiang dalam mencegah bangunan agar
tidak mengalami keruntuhan. Berdasarkan kekuatan ijin tekan dan kekuatan ijin tarik
daya dukung ijin dapat dihitung, namun dipengaruhi oleh kondisi tanah dan kekuatan
material tiang tersebut.
2.3.1 Kapasitas Dukung Ijin Tekan
Daya dukung tiang tekan merupakan kapasitas dukung tiang untuk mendukung
beban aksial yang terdapat pada struktur. Analisa daya dukung tekan dapat dihitung
menggunakan data N-SPT dengan persamaan sebagai berikut :
𝑄𝑏 𝑄𝑠
𝑃𝑎 = + …………………………………………………………………...... [2.14]
3 5
𝐴𝑏 𝑥 𝑞𝑑 ∑ 𝑓 𝑖 𝑙𝑖 𝑈
𝑃𝑎 = + ………………………………………………………….... [2.15]
3 5
(1⁄4 𝑥 𝜋 𝑥 𝑑2 ) 𝑥 𝑞𝑑 ∑ 𝑓𝑖 𝑙𝑖 (𝜋 𝑥 𝑑)
𝑃𝑎 = + …………………………………..……….... [2.16]
3 5

Keterangan :
Pa = Kapasitas dukung ijin tiang (ton)
qd = Tahanan dukung terpusat pada tiang (ton/m2)
20 N untuk silt/clay
40 N untuk sand

11
Ab = Luas ujung bawah tiang (m2)
U = Panjang keliling tiang (m)
li = Panjang segmen tiang yang ditinjau (m)
fi = Gaya geser pada selimut segmen tiang yang ditinjau (ton/m2)
N maksimum 12 ton/m2 untuk lanau/lempung
N/5 Maksimum 10 ton/m2 untuk pasir
N = Nilai N-SPT
Nilai qd dapat diperkirakan berdasarkan hubungan antara L/D dan qd/N sesuai dengan
Gambar 2.6.

Gambar 2. 4 Diagram Intensitas Daya Dukung Tanah Ujung Tiang


(Sumber : Sosrodarsono & Nakazawa, 1994:101)

12
Gambar 2. 5 Cara Menentukan Panjang Ekuivalen Penetrasi Sampai ke Lapisan
Pendukung
(Sumber : Sosrodarsono & Nakazawa, 1994:101)
Nilai L merupakan Panjang ekuivalen penetrasi dalam lapisan tanah pendukung dan D
̅ merupakan rata-rata nilai N dalam
merupakan diameter pada tiang. Sedangkan nilai 𝑁
ujung tiang, yang bisa diperoleh dengan persamaan berikut ini :
̅̅̅̅
̅ = 𝑁1+ 𝑁2 ………………………………………………………………………… [2.17]
𝑁 2

Keterangan, N1 = Nilai N pada ujung tiang


̅𝑁
̅̅2̅ = rata-rata nilai N pada 4D jarak pada ujung

Tabel 2. 1 Intensitas Gaya Geser Dinding Tiang (ton/m2)

Jenis Tiang Tiang yang Dicor


Jenis Tiang Pracetak
Ditempat
Tanah Pondasi
𝑁 𝑁
Tanah Berpasir (≤ 10) (≤ 12)
5 2
𝑐 𝑁
Tanah Kohesif C atau N (≤12) 𝑎𝑡𝑎𝑢 (≤ 12)
2 2

13
2.3.2 Kapasitas Dukung Tarik ke Atas
Ketika mendesain tiang pancang, kapasitas dukung tarik ke atas perlu dihitung,
misalnya agar mampu menahan momen penggulingan. Untuk menganalisa kapasitas
dukung ke atas Fondasi tiang pancang dapat menggunakan data hasil penujian NSPT,
dengan persamaan sebagai berikut :
(∑ 𝑓𝑖 𝑥 𝑙𝑖 𝑥 𝐴𝑠𝑡 )𝑥 0,70
𝑃𝑡𝑎 = 𝑥 𝑊𝑝 …………………………………………………..… [2.18]
5
(∑ 𝑓𝑖 𝑥 𝑙𝑖 𝑥 𝐴𝑠𝑡 )𝑥 0,70 1
𝑃𝑡𝑎 = 𝑥 (4 𝑥 𝜋 𝑥 𝑑 2 𝑥 𝐿𝑡𝑖𝑎𝑛𝑔 𝑥 24 𝑘𝑁/𝑚3 ………..………..… [2.19]
5

Keterangan :
Pta = Kapasitas dukung ijin tarik tiang (ton)
Ast = Luas selimut pada tiang (cm)
li = Panjang bagian tiang yang ditinjau (m)
fi = Gaya geser pada bagian selimut tiang yang ditinjau (ton/m2)
Wp = Berat sendiri tiang (ton)

2.3.3 Kapasitas Dukung Horizontal


Menurut model ikatan dengan penutup tiang (pile cap) analisis gaya horizontal
dibedakan atas dua, yaitu :
● Tiang ujung jepit (fixed end pile)
● Tiang ujung bebas (free end pile)
Menurut Mc Nulty (1965) tiang ujung jepit sebagai tiang yang ujung atasnya
terjepit (tertanam) pada pile cap paling sedikit sedalam 60 cm, sedangkan tiang yang
bagian atasnya tidak terjepit kurang dari 60 cm termasuk tiang ujung bebas (free end
pile).
a) Untuk Tiang Pendek Dan Tanah Kohesif
Daya dukung horizontal untuk tiang pendek dapat di hitung dengan persamaan
dibawah ini :
3𝐷
𝐻𝑢 = 9 𝐶𝑢 𝐷 (𝐿𝑝 − ) ………………………………………………….… [2.20]
2
𝐿𝑝 3𝐷
𝑀𝑚𝑥 = 𝐻𝑢 ( 2 − ) ……………………………………………………….. [2.21]
2

14
Keterangan :
Hu = Daya dukung horizontal
Cu = Undrained strength (kN/m2)
D = Diameter Fondasi (m)
L = Kedalaman/Panjang Fondasi (m)
Kp = Koefisien tekanan tanah pasir (ton/m2)
b) Untuk Tiang Sedang
kapasitas dukung horizontal untuk tiang sedang dapat di hitung dengan persamaan
dibawah ini :
9 3𝐷 𝑓
𝑀𝑦 = (4) 𝐶𝑢 𝐷𝑔2 − 9 𝐶𝑢 𝐷𝑓 ( 2 + 2) …………….……………………… [2.22]

Hu dapat dihitung dengan mengambil ;


3𝐷
𝐿𝑝 = + 𝑓 + 𝑔 …………………………………………………………… [2.23]
2

c) Tiang Panjang dengan Tanah Kohesif


Termasuk kategori tiang Panjang jika Mmax > My. Dimana Hu dihitung
berdasarkan persamaan dibawah ini :
2𝑀𝑦
𝐻𝑢 = 3𝐷 𝑓 …………………………………………………..……………… [2.24]
+
2 2

Dengan nilai f diperoleh dari persamaan :


𝐻𝑢
𝑓= 9 𝐶𝑢 𝐷
………………………………………………………………...… [2.25]

Untuk mencari kuat geser tanah atau undrained shear strength (Cu) digunakan
nilai pengujian penetrasi standar (N-SPT) sehinngga persamaannya adalah sebagai
berikut :
𝐶𝑢 = 𝑘 𝑥 𝑁 ……………………………………………………………….… [2.26]
Keterangan :
Cu = Undraines strength (kN/m2)
D = Diameter tiang (m)
Lp = Panjang tiang yang tertanam (m)
k = 3,5 – 6,5 (kN/m2) nilai rata-rata konstan
N = Nilai SPT

15
Gambar 2. 6 Tiang Ujung Jepit Dalam Tanah Kohesif
(a) Tiang Pendek (b) Tiang Sedang (c) Tiang Panjang
(Sumber : Pamungkas & Harianti, 2013:61)

2.4 Menghitung Jumlah Kebutuhan Tiang Yang Diperlukan


Jumlah tiang yang diperlukan oleh suatu tiang kolom dihitung berdasarkan beban
aksial menggunakan kombinasi beban tak terfaktor (DL + LL). Jumlah tiang dihitung
berdasarkan persamaan dibawah ini :
𝑃
𝑛𝑝 = ……………………………………………………………………….… [2.27]
𝑃𝑎𝑙𝑙

Keterangan :
np = Jumlah kebutuhan tiang
P = Gaya aksial pada kolom
Pall = Kapasitas dukung ijin tiang

2.5 Efisiensi kelompok Tiang Pancang


Daya dukung tiang kelompok tidak diperoleh dari daya dukung satu tiang dikali
dengan jumlah tiang, dikarenakan terjadi intervensi (tumpang tindihnya) garis-garis

16
tegangan antara tiang yang berdekatan (group action). Group action menyebabkan
terjadinya pengurangan daya dukung tiang dan umumnya dinyatakan dalam salah satu
angka efisiensi.
Efisiensi tiang kelompok dihitung berdasarkan susunan tiang, jarak antar tiang dan
diameter tiang dan mengabaikan panjang pada tiang, variasi bentuk pada tiang yang
meruncing, variasi sifat tanah dan pengaruh muka air tanah. Perhitungan efisiensi tiang
kelompok dihitung menggunakan rumus Converse-Labbarre dari Uniform Building
code AASHTO dibawah ini :

Gambar 2. 7 Efisiensi Tiang Pancang kelompok


(Sumber : Bowles, 1993:343)
1,57 𝑥 𝐷 𝑚 𝑛
Dengan syarat 𝑆 ≤ 𝑚+𝑛−2

Untuk efisiensi satu tiang dalam kelompok digunakan persamaan dibawah ini :
(𝑛−1)𝑚+(𝑚−1)𝑛
𝐸𝑔 = 1 − 𝜃 { } …………………………………………….……… [2.28]
90 𝑚 𝑛

Keterangan :
Eg = Efisiensi pada kelompok tiang
θ = arc tg (D/s) (derajat)
D = Ukuran diameter penampang tiang (m)
S = Jarak antar as tiang (m)
m = Jumlah baris pada tiang
n = Jumlah tiang pada satu baris
Kapasitas dukung vertikal tiang kelompok = Eg x jumlah tiang x daya dukung ijin
tiang, dimana kapasitas dukung tiang kelompok diharuskan lebih besar dari gaya aksial
pada kolom (Pamungkas dan Erni Hariyanti, 2013:56).

17
2.6 Beban Maksimum Tiang Pada Kelompok Tiang
Tiang dalam kelompok tiang dapat mengalami gaya tekan atau gaya tarik yang
dipengaruhi oleh pembebanan pada struktur atas, sehingga tiang harus dikontrol agar
kapasitas dukungnya dapat menahan distribusi beban struktur yang diterima.
Untuk mencari beban maksimum yang terdapat pada kelompok tiang tersebut
maka digunakan persamaan dibawah ini :
𝑃𝑢 𝑀𝑦 .𝑋𝑚𝑎𝑘𝑥 𝑀𝑥 .𝑌𝑚𝑎𝑥
𝑃𝑚𝑎𝑘𝑠 = ± ± ……………………………………………. [2.29]
𝑛𝑝 𝑛 𝑦 ∑ 𝑋2 𝑛 𝑥 ∑ 𝑌2

Keterangan :
Pmaks = Beban maksimum pada tiang (ton)
Pu = Gaya aksial kolom (ton)
My = Momen yang bekerja tegak lurus sumbu Y (m.ton)
Mx = Momen yang bekerja tegak lurus sumbu X (m.ton)
Xmaks = Jarak tiang arah sumbu x terjauh (m)
Ymaks = Jarak tiang arah sumbu y terjauh (m)
ΣX2 = Jumlah kuadrat X
ΣY2 = Jumlah kuadrat Y
Nx = Banyak tiang dalam satu baris arah sumbu X
Ny = Banyak tiang dalam satu baris arah sumbu Y
np = Jumlah tiang
Jika nilai P terbesar bernilai positif, artinya pile memperoleh gaya tekan. Jika
sebaliknya P terbesar bernilai negatif, artinya pile memperoleh gaya tarik.

Gambar 2. 8 Beban yang Bekerja Pada Pile Cap


(Sumber : Pamungkas dan Erni Harianti, 2013:58)

18
2.7 Penurunan Tiang Pancang
2.7.1 Penurunan Tiang Tunggal
Metode Poulus dan Davis (1980)
a) Untuk Tiang Apung
𝑃𝑢 𝐼
𝑆 = 𝐸𝑠 𝑑 ……………………………………………………………………... [2.30]

𝐼 = 𝐼0 𝑅𝑘 𝑅ℎ 𝑅𝑚 …………………………………………………………...… [2.31]
Keterangan :
S = Penurunan pada kepala tiang
Pu = Beban terfaktor yang bekerja pada tiang
I0 = Faktor pengaruh penurunan untuk tiang yang tidak mudah mampat
(incompressible) dalam masa semi tak terhingga
Rk = Faktor koreksi kemudah mampatan tiang untuk μ = 0,5
Rh = Faktor koreksi untuk ketebalan lapisan yang terletak pada tanah
keras
Rμ = Faktor koreksi angka poisson μ
H = Kedalaman total lapisan tanah
b) Untuk Tiang Dukung Ujung
𝑃𝑢 𝐼
𝑆 = 𝐸𝑠 𝑑 ……………………………………………………………………... [2.32]

𝐼 = 𝐼0 𝑅𝑘 𝑅𝑏 𝑅𝑚 …………………………………………………………...… [2.33]
Keterangan :
S = Penurunan kepala tiang
Pu = Beban ultimit yang bekerja pada tiang
I0 = Faktor pengaruh penurunan untuk tiang yang tidak mudah mampat
(incompressible) dalam masa semi tak terhingga
Rk = Faktor koreksi kemudah mampatan tiang (kompresibilitas) untuk
μ = 0,5
Rb = Faktor koreksi untuk kekakuan lapisan pendukung
Rμ = Faktor koreksi angka poisson μ
H = Kedalaman total lapisan tanah

19
Pada Gambar 2.11, 2.12, 2.13, 2.14 dan 2.15 merupakan grafik ukuran
kompresibilitas relatif antara tiang dan tanah, dinyatakan menggunakan rumus
dibawah ini :
𝐸𝑝
𝐾= ……………………………………………………………………… [2.34]
𝐸𝑠

Gambar 2. 9 Faktor Penurunan Io (Poulus dan Davis, 1980)


(Sumber : Pamungkas dan Erni Harianti, 2013:75)

Gambar 2. 10 Koreksi Kompresi Rk (Poulus dan Davis, 1980)


(Sumber : Pamungkas dan Erni Harianti, 2013:75)

20
Gambar 2. 11 Koreksi Kedalaman Rh (Poulus dan Davis, 1980)
(Sumber : Pamungkas dan Erni Harianti, 2013:76)

Gambar 2. 12 Koreksi Angka Poison Rμ (Poulus dan Davis, 1980)


(Sumber : Pamungkas dan Erni Harianti, 2013:76)

21
Gambar 2. 13 Faktor Koreksi Untuk Kekakuan Lapisan Pendukung Rb (Poulus
dan Davis, 1980)
(Sumber : Pamungkas dan Erni Harianti, 2013:77)
2.7.2 Penurunan Tiang Kelompok
Menurut Pamungkas dan Erni Harianti (2013:79) penurunan tiang kelompok
merupakan total dari penurunan segera (Si) dan penurunan konsolidasi (Sc). Dengan
penurunan total (S) = Si + Sc
a) Penurunan Segera (Immediate Settlement)
𝑞𝐵
𝑆𝑖 = 𝜇0 𝜇𝑖 ……………………………………………………………..… [2.35]
𝐸𝑢

Keterangan :
Si = Penurunan segera
q = Tekanan yang terjadi (Pu/A)

22
B = Lebar kelompok tiang
Eu = Modulus deformasi pada kondisi undrained
μi = Faktor koreksi untuk lapisan tanah dengan terbal terbatas H
μ0 = Faktor koreksi untuk kedalaman Fondasi Df
Untuk nilai modulus deformasi (Eu) didapat dari kurva tegangan regangan yang
didapat dari percobaan pembebanan tekanan pada tanah kondisi undrained. Namun nilai
Eu juga bisa didapat dari hubungan antara Eu dengan kekuatan geser tanah (Cu)
𝐸𝑢 = 400 𝐶𝑢 …………………………………………………………………..… [2.36]

Gambar 2. 14 Hubungan μo, Kedalaman Fondasi (Df) dan Lebar Fondasi (B)
(Sumber : Pamungkas dan Erni Harianti, 2013:45)

Gambar 2. 15 Hubungan μi, Kedalaman Fondasi (Df) dan Lebar Fondasi (B)
(Sumber : Pamungkas dan Erni Harianti, 2013:45)

23
b) Penurunan Konsolidasi (Consolidation Settlement)
Penurunan konsolidasi dihitung berdasarkan hasil test oedometer. Hasil tes
tersebut digunakan untuk menentukan koefisien pemampatan, yang dihitung
menggunakan persamaan :
∆𝑒
𝑀𝑣 = (1+𝑒 …………………………………………………………….… [2.37]
0 )∆𝑝

Setelah menghitung nilai Mv, maka penurunan pada tengah zone yang terkena
beban dohitung berdasarkan persamaan dibawah ini :
𝑆𝑜𝑒𝑑 = 𝜇𝑑 . 𝜎𝑧 . 𝑠𝑧 . 𝐻 ……………………………………………………..… [2.38]
Keterangan :
Soed = Settlement Oedometer
μd = Faktor kedalaman (Gambar 2.18)
Mv = Koefisien Kemampatan
σz = Tekanan vertikal efektif rata-rata pada lapisan pendukung yang
diakibatkan oleh tekanan Fondasi netto (qn) pada dasar Fondasi
(Gambar 2.17)
H = Ketebalan lapisan tanah pendukung
∆e = Perubahan angka pori

∆0 = Angka pori pada tekanan awal

∆p = Tambahan tekanan akibat beban


Untuk mendapatkan nilai penurunan konsolidasi maka digunakan persamaan
dibawah ini :
𝑆𝑐 = 𝜇𝑔 . 𝑆𝑜𝑒𝑑 ……………………………………………………………… [2.39]
Dimana :
Sc = Penurunan konsolidasi
Μg = Faktor geologi

24
Tabel 2. 2 Faktor Geologi μg
Tipe Tanah Liat Harga μg
Sangat sensitif (endapan lunak) 1,0 – 1,2
Kondisi normal 0,7 – 1,0
Konsolidasi berlebihan 0,5 – 0,7
Heavily over consolidated 0,2 – 0,5

Gambar 2. 16 Distribusi Tegangan dibawah Fondasi Bujur Sangkar


(Sumber : Pamungkas dan Erni Harianti, 2013:81)

25
Gambar 2. 17 Faktor Kedalaman Untuk Perhitungan Settlement Oedometer
(Sumber : Pamungkas dan Erni Harianti, 2013:82)

2.8 Pile Cap


Pile cap merupakan sebuah pelat beton bertulang yang digunakan untuk
mendistribusikan beban kolom pada Fondasi kelompok dibawahnya. Menurut
Pamungkas dan Erni Harianti (2013:87) pile cap berfungsi untuk mengikat tiang-tiang
menjadi satu kesatuan dan memindahkan beban kolom kepada tiang. Perencanaan pile
cap dilakukan dengan anggapan sebagai berikut :

26
● Pile cap sangat kaku.
● Ujung atas tiang menggantung pada pile cap. Karena itu, tidak ada momen lentur
yang diakibatkan oleh pile cap ke tiang.
● Tiang merupakan kolom pendek dan elastis. Karena itu, distribusi tegangan dan
deformasi membentuk bidang rata.

Gambar 2. 18 Contoh susunan pile cap


(Sumber : Hardiyatmo, 2008:194)

Gambar 2. 19 Kriteria perancangan pile cap (Teng, 1962)


(Sumber : Hardiyatmo, 2008:195)

27
Analisa tahanan momen kelompok tiang diilustrasikan pada Gambar 2.19. jika
tidak ada momen, beban vertikal total V akan lewat titik berat dari empat tiang dan
beban pada masing-masing tiang akan sama (Gambar 2.19b). tetapi jika beban yang
bekerja hanya momen M saja, beban yang harus didukung oleh masing-masing tiang
ditunjukan dalam Gambar 2.19c. beban pada tiang yang sama juga akan diperoleh bila
beban vertikal eksentris sebesar e disebelah kiri pusat berat tiang.

Gambar 2. 20 Hitungan reaksi tiang


(Sumber : Hardiyatmo, 2008:195)
Menurut bowles (1993:359) pile cap memiliki sebuah reaksi yang terdiri atas
sederet beban terpusat dari tiang pancang, beban kolom dan momen dari setiap tanah
yang mendasari pile cap (jika pile cap berada di bawah permukaan tanah) dan berat pile
cap itu sendiri. Hal-hal yang umum tentang pile cap dapat dijelaskan sebagai berikut :
● Ketika tiang pancang mendistribusikan beban yang sama besarnya untuk beban
aksial konsentris pada pile cap atau untuk n tiang pancang yang mendistribusikan
beban total Q, sebagai akibatnya beban Pp yang didistribusikan oleh setiap tiang
pancang adalah
𝑄
𝑃𝑝 = …………………………………...………………………………….. [2.40]
𝑛

28
● Persamaan tegangan kombinasi (menggunakan asumsi distribusi tegangan
sebidang) berlaku pada pile cap tiang pancang yang dibebani secara tidak sentral
atau dibebani pada sebuah beban Q serta sebuah momen sebagai
𝑄 𝑀𝑦𝑋 𝑀𝑥 𝑦
𝑃𝑝 = ± ∑ 𝑥2
± ∑ 𝑦2
………………………………….………………….. [2.41]
𝑛

Dimana :
Mx , My : Berturut-turut menyatakan momen disekitar sumbu-sumbu x dan y
My = exQ dan Mx = eyQ
x, y : Jarak-jarak dari sumbu-sumbu y dan x ke suatu tiang pancang
n : Jumlah tiang
Q : Jumlah beban vertikal yang bekerja pada pusat kelompok tiang
ex, ey : Eksentrisitas resultan beban terhadap sumbu x dan y

Gambar 2. 21 Kelompok tiang dibebani dengan beban vertikal dan momen di kedua
arah sumbunya
(Sumber : Hardiyatmo, 2008:197)

29
2.8.1 Dimensi Pile Cap
Dimensi pile cap dapat dipengaruhi oleh jarak tiang dan jumlah tiang. Jarak tiang
yang biasa digunakan adalah 2,5D – 3D.

Tabel 2. 3 Jarak Tiang


(Sumber : Pamungkas dan Erni Harianti, 2013:88)
Berdasarkan SNI 2847-2019, syarat pendimensian pile cap adalah sebagai berikut :
a) Pasal 13.4.2.1
Ketebalan total pile cap harus sedemikian rupa sehingga tinggi efektif tulangan
bawah tidak kurang dari 300 mm.
b) Pasal 13.4.2.2
Momen dan gaya geser terfaktor harus diizinkan untuk dihitung dari reaksi setiap
tiang yang diasumsikan terkonsentrasi pada titik pusat penampang tiang.
Dalam mendesain pile cap pedoman berikut dapat dipakai :
● Momen lentur yang terjadi dalam bagian yang sama misalnya telapak beton
bertulang (reinforced-concrete footing) dan diatur pada peraturan ACI bagian 15-
4
● Pile cap tiang pancang wajib diberikan tulangan agar dapat mengatasi momen-
momen lentur positif dan negatif. Penulangan ditata sedemikian rupa sehingga
selimut beton minimum sebesar 75 mm antara beton dan tanah. Apabila tiang
pancang diperpanjang kurang lebih 75 mm pada pile cap maka penulangan
dibagian bawah seharusnya 75 mm di atas puncak tiang pancang agar dapat
mencegah keretakan di sekeliling kepala tiang pancang.
● Pile cap tiang pancang lebih baik diperpanjang kurang lebih 150 mm diatas bagian
luar tiang pancang dan lebih efektif jika diperpanjang 250 mm. apabila tiang

30
pancang diperpanjang lebih dari 75 mm maka tulangan bagian bawah diikatkan
pada sekeliling tiang pancang agar menghindari retaknya pile cap disebabkan
momen-momen dan gesekan-gesekan antara kepala tiang pancang.
● Jika kepala tiang pancang diasumsikan tidak bergerak, maka kepala tiang pancang
dapat diperpanjang ke dalam pile cap minimum 300 mm. ketebalan minimum pile
cap diatas kepala tiang pancang adalah 300 mm.
● Jika tiang pancang mengalami gaya tarik (tension force), beberpa konektor gaya
tarik (tension connector) lebih baik dipasang di kepala tiang pancang.

31
Gambar 2. 22 Standar Pile Cap (after Whittle and Beattie)
(Sumber : Tomlison dan Woodward, 2008 : 392)

32
2.8.2 Perhitungan Tulangan
Dalam SNI 2847-2013 pasal 15.4.2 dijelaskan bahwa momen terfaktor maksimum
Mu untuk sebuah Fondasi telapak setempat harus dihitung pada penampang kritis yang
terletak di :
● Muka kolom, pedestal atau dinding untuk Fondasi telapak yang mendukung
kolom, pedestal atau dinding beton.
● Setengah dari jarak yang diukur dari bagian tengah ke tepi dinding, untuk Fondasi
telapak yang mendukung dinding pasangan.
● Setengah dari jarak yang diukur dari muka kolom ke tepi pelat alas baja, untuk
Fondasi yang mendukung pelat dasar baja.
Penulangan pile cap diasumsikan sama dengan perhitungan penulangan balok.
Menurut Rusdianto (2005:118) perencanaan penulangan pile cap dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
a) Pile cap direncanakan berbentuk balok persegi panjang dan lebar (b) serta tinggi
efektif (d)
𝑀𝑢
𝑅𝑛 = ∅ . ……………………………………………………………….. [2.42]
𝑏 . 𝑑2

Dimana :
Mu = Momen yang terjadi pada balok (Kg.m)
b = Lebar balok (m)
h = Tinggi balok (m)
d = Tinggi efektif (m) = h – 60 mm
b) Rasio tulangan dapat diperoleh menggunakan persamaan :
0,85𝑓𝑐′ 2 𝑅𝑛
𝜌= (1 − √1 − 0,85 𝑓𝑐′ …………………………………..………..… [2.43]
𝑓𝑦

0,85 𝑓𝑐′ 600


𝜌𝑏 = 𝛽1 (600+𝑓𝑦) …………………………………………………… [2.44]
𝑓𝑦

𝜌 𝑚𝑎𝑘𝑠 = 0,75 𝜌𝑏 ………………………………………………….……… [2.45]


1,4
𝜌 min = ………………………………………………………………… [2.46]
𝑓𝑦

33
Untuk control rasio tulangan tarik adalah 𝜌 < 𝜌 < 𝜌 𝑚𝑎𝑘𝑠
Dimana :
Fc’ = Mutu beton (MPa)
Fy = Mutu Baja (MPa)
Β1 = 0,85
Menurut SNI 2847 2013 fc’ antara 17 dan 28 MPa 𝛽1 yang digunakan adalah
sebesar 0,85. Untuk fc’ diatas 28 MPa 𝛽1 yang harus direduksi sebesar 0,05 untuk
setiap kelebihan sebesar 7MPa diatas 28 MPa, tetapi 𝛽1 tidak boleh diambil
kurang dari 0,65.
c) Jika rasio penulangan tarik memenuhi maka dilanjutkan dengan perhitungan luas
daerah tulangan
𝐴𝑠 = 𝜌 . 𝑏 . 𝑑𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎 …………………………………………………….… [2.47]
Keterangan :
As = Luas daerah tulangan (mm2)
d) Jika luas daerah tulangan sudah diketahui, maka kita akan mendapat diameter
tulangan dan jarak tulangan berdasarkan luas daerah tulangan tersebut.
e) Pemeriksaan terhadap tinggi efektif yang dipakai (𝑑 𝑝𝑎𝑘𝑎𝑖 > 𝑑 𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎)
1
𝑑𝑝𝑎𝑘𝑎𝑖 = ℎ − 𝑠𝑒𝑙𝑖𝑚𝑢𝑡 𝑏𝑒𝑡𝑜𝑛 − ∅ 𝑠𝑒𝑛𝑔𝑘𝑎𝑛𝑔 − ∅ 𝑡𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 ……….… [2.48]
2

2.8.3 Tinjauan Pile Cap Terhadap Geser

Gambar 2. 23 Penampang kritikal untuk menghitung gaya geser dan momen lentur
(Sumber : https://pdfcoffee.com/design-Fondasi-pilecap-dan-tulangan-pdf-free.html)

34
Menurut Rusdianto (2005 : 191) pile cap atau pelat yang digunakan sebagai
penutup tiang mempunyai perilaku yang sama terhadap geser seperti balok.
a) Tinjauan Terhadap Geser Pons Satu Arah
Menurut SNI 2847 (2013:89) bila hanya gaya geser dan lentur yang bekerja, maka
gaya yang disumbangkan oleh beton adalah :
𝑉𝑐 = 0,17 . 𝜆 . √𝑓𝑐′ . 𝑏𝑤 . 𝑑 ………………………………………………… [2.49]
Keterangan :
Vu = Gaya geser pada jarak d dari muka kolom (kN)
Vc = Gaya geser yang disumbangkan oleh beton (kN)
bw = Lebar fondasi (m)
d = h = d’
h = Tinggi pile cap (m)
d’ = Tebal selimut beton (m)
λ = 1,0 (untuk kategori beton normal)
Jika gaya geser nominal pada penampang yang berjarak d pada muka kolom lebih
kecil digunakan tulangan geser minimum, dengan reduksi kekuatan geser Ø =
0,75.
b) Tinjauan Terhadap Geser Pons Dua Arah
Berdasarkan SNI 2847 (2013:105) Tahanan geser beton yang bekerja terhadap
geser dua arah harus diambil nilai terkecil dari beberapa persamaan dibawah ini :
2
𝑉𝑐 = 0,17 . (1 + 𝛽) . 𝜆 . √𝑓𝑐′ . 𝑏𝑜 . 𝑑 …………………………………….… [2.50]
𝑎𝑠 . 𝑑
𝑉𝑐 = 0,083 . ( + 2) . 𝜆 . √𝑓𝑐′ . 𝑏𝑜 . 𝑑 …………………………………. [2.51]
𝑏𝑜

𝑉𝑐 = 0,33 . 𝜆 . √𝑓𝑐′ . 𝑏𝑜 . 𝑑 ………………………………………………... [2.52]


Dimana :
Vu = Gaya geser pada jarak d dari muka kolom (kN)
Vc = Gaya geser yang disumbangkan oleh beton (kN)
bo = Keliling daerah kritis (m)
d = h – d’
h = Tinggi pile cap (m)
d’ = Tebal selimut beton (m)

35
λ = 1,0 (untuk kategori beton normal)
β = Rasio perbandingan pada sisi kolom
as = 40 (kolom interior), 30 (kolom tepi) dan 20 (kolom sudut)
2.8.4 Tinjauan Pile Cap Terhadap Momen Lentur
Momen lentur pile cap merupakan momen yang dihasilkan dari besarnya beban
yang dipikul dikalikan dengan jarak tegak lurus dari tengah tiang Fondasi menuju titik
kritis akibat pembebanan (dalam hal ini adalah kolom terdekat). Besarnya beban yang
dipikul merupakan jumlah pile dibawah pile cap dikali dengan daya dukung pile cap.
Sehingga dirumuskan dalam persamaan dibawah ini :
𝑃𝑢 = ∑ 𝑃𝑖𝑙𝑒 . 𝑄𝑢 ………………………………………………………………..… [2.53]
Dimana :
Pu : Beban ultimate (N)
∑ 𝑝𝑖𝑙𝑒 : Jumlah pile dibawah pengaruh area lentur
Qu : Daya dukung ultimate 1 pile (N)

Gambar 2. 24 Lokasi momen lentur kritis pada pile cap


(a) pile cap dua pile (b) pile cap tiga pile (c) pile cap empat pile
(Sumber : https://pdfcoffee.com/design-Fondasi-pilecap-dan-tulangan-pdf-free.html)
Untuk menghitung masing-masing momen lentur kritis pada pile cap digunakan
persamaan dibawah ini :

36
a) Pile cap dengan dua pile
𝑘𝐷 𝑏
𝑀𝑢1 = 𝑃𝑢1 ( 2 − 2𝑐) ………………………………………………………. [2.54]

b) Pile cap dengan tiga pile


𝑘𝐷 𝑏
𝑀𝑢1 = 𝑃𝑢1 ( 2 − 2𝑐) ………...…………………………………………….. [2.55]
√3𝑘𝐷 ℎ𝑐
𝑀𝑢2 = 𝑃𝑢2 ( − ) ……………………………………………………. [2.56]
6 2
1 ℎ𝑐
𝑀𝑢3 = 𝑃𝑢3 (3 √3𝑘𝐷 − ) ………………………………………………… [2.57]
2

c) Pile cap dengan empat pile


𝑘𝐷 𝑏
𝑀𝑢1 = 𝑃𝑢1 ( 2 − 2𝑐) ……………………………………………………… [2.58]
𝑘𝐷 ℎ𝑐
𝑀𝑢2 = 𝑃𝑢2 ( 2 − ) ……………………………………………………… [2.59]
2

Dimana :
Mu1,2,3 : Momen lentur kritis pertama, kedua dan ketiga (Nmm)
Pu1,2,3 : Beban ultimate (N)
k : Variabel jarak pile cap (2-3)
D : Diameter pile (mm)
bc : Lebar kolom (mm)
hc : Tinggi kolom (mm)

37
2.9 Penulangan Fondasi Tiang Pancang
Perhitungan penulangan tiang pancang dihitung berdasarkan pada waktu
pengangkatan. Pengangkatan tiang pancang dibedakan atas dua yaitu pengangkatan satu
titik dan pengangkatan dua titik.
2.9.1 Pengangkatan Satu Titik

Gambar 2. 25 Pengangkatan Fondasi di satu titik


(Sumber : Sardjono, 1991:48)
1
𝑀1 = . 𝑔. 𝑎2 ….…………………………………………………………… [2.60]
2

Dimana g : berat tiang pancang (kg/m)


𝑔 . 𝐿2 −2 .𝑎 .𝑔 .𝑙
𝑅1 = ………………………………………………………….. [2.61]
2 (𝐿−𝑎)

1
𝑀𝑥 = 𝑅1 . 𝑥 − . 𝑔 . 𝑥 2 …………………………………………………….. [2.62]
2

Syarat extreme :
𝑑𝑀𝑥
= 0 ……………………………………………………………………... [2.63]
𝑑𝑥

𝑅1 − 𝑔𝑥 = 0 ………………………………………………………………... [2.64]
𝑅1 𝐿2 −2𝑎𝑙
𝑋= = …………………………………………………………… [2.65]
𝑔 2 (𝐿−𝑎)

1 𝐿2 −2 𝑎 𝑙
𝑀𝑚𝑎𝑘𝑠 = 𝑀2 = .𝑔 ………………………………………………. [2.66]
2 2 (𝐿−𝑎)

1 1 𝐿2 −2𝑎𝐿
𝑀1 = 𝑀2 … … 𝑔 𝑎2 = 𝑔 { 2(𝐿−𝑎) } …………………………………….. [2.67]
2 2

𝐿2 −2𝑎𝐿
𝑎= …………..………………………….…………………………... [2.68]
2(𝐿−𝑎)

2𝑎2 − 4𝑎𝐿 + 𝐿2 = 0 ...……………………………………………………... [2.69]

38
2.9.2 Pengangkatan Dua Titik

Gambar 2. 26 Pengangkatan Fondasi di dua titik


(Sumber : Sardjono, 1991:47)
1
𝑀1 = . 𝑔. 𝑎2 ……………………………………………………………..... [2.70]
2
1 1
𝑀2 = . 𝑔 . (𝐿 − 2𝑎)2 − 2 . 𝑔 . 𝑎2 ………………………………………..... [2.71]
8

𝑀1 = 𝑀2 …………………………………………………...……………..... [2.72]
4𝑎2 + 4𝑎𝐿 − 𝐿2 = 0 ……………………………………………………..... [2.73]
Setelah mendapatkan momen maksimum dari kedua kondisi pengangkatan diatas
maka selanjutnya untuk menghitung penulangan tiang pancang digunakan cara kerja
yang sama pada sub bab 2.8.2

2.10 Perhitungan Sengkang


Sedangkan untuk perhitungan Sengkang digunakan Langkah-langkah pada
persamaan dibawah ini :
a) Tinggi penampang efektif
𝑑 = ℎ − 60 𝑚𝑚 …………………………………………………………..... [2.74]
b) Gaya geser tumpuan (Vu)
𝑉𝑢 = 1⁄2 𝑊𝑢 . 𝐿 ……………………………………………………........... [2.75]
c) Gaya geser kritis (Vu kritis)
𝐿⁄ −𝑑
2
𝑉𝑢 𝑘𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 = 𝐿⁄ . 𝑉𝑢 …………………………………………………..... [2.76]
2

39
d) Gaya geser yang disumbangkan oleh beton
𝑉𝑐 = 1⁄3 . √𝑓𝑐′ . 𝑏𝑤 . 𝑑 …………………………………………………….[2.77]
Dengan ∅𝑉𝑐 > 𝑉𝑢 digunakan tulangan Sengkang diameter minimum
Keterangan :
bw : lebar tiang pancang (m)
d : tinggi efektif tiang pancang (mm)
a) Perencanaan jarak pada sengkang
Perencanaan jarak pada sengkang menggunakan persamaan dibawah ini :
𝐴𝑣 . 𝑓𝑦 .𝑑
𝑆1 = ………………………………………………………..……..... [2.78]
𝑉𝑠

𝑆 𝑚𝑎𝑘𝑠 = 1⁄2 𝑑 > 𝑆1 …………………………………………………….. [2.79]


Keterangan :
S : Jarak antar sengkang (m)
Av : 2 x luas daerah tulangan (mm2)
Fy : Mutu baja tulangan

2.11 Perencanaan Sambungan Pada Tiang Pancang dan Pile Cap


Sambungan pada tiang pancang dan pile cap direncanakan pada tulangan tiang
pancang yang berada di pile cap, dimana sambungan tersebut digunakan untuk menahan
reaksi momen yang terjadi.
a) Perencanaan Beton Pengisi
Beton pengisi direncanakan sebagai penampang beton bertulang yang dapat
mengalami penambahan pada perencanaan, sehingga dalam kondisi ini tiang
pancang pada beton prategang diabaikan.
● Menentukan luas daerah tulangan longitudinal (Ast). Menurut SNI
(2847:2013:78) luas daerah tulangan longitudinal tidak boleh kurang dari
0,01 Ag atau lebih dari 0,08 Ag.
1
𝐴𝑔 = . 𝜋 . 𝐷2 2 ……………………………………………………….. [2.80]
4
1
𝐴𝑠𝑡 = . 𝜋 . 𝐷𝑠𝑡 2 . 𝑛 ……………………………………………………
4

[2.81]

40
Dimana :
Ag : luas daerah penampang beton (mm2)
Ast : luas daerah tulangan (mm2)
D : diameter penampang beton (mm)
Dst : diameter tulangan (mm)
n : jumlah tulangan

● Panjang beton pengisi dengan bentuk bulat/lingkaran di ekuivalenkan sebagai


penampang segiempat, sehingga dapat mendefiniskan eksentrisitas dalam
keadaan balance.
ℎ𝑒𝑞 = 0,8𝐷 …………………………………………………………….. [2.82]
1⁄ . 𝜋 . 𝐷 2
4
𝑏𝑒𝑞 = ………………………………………………………... [2.83]
0,8𝐷
1
𝐴𝑠 = 𝐴𝑠 ′ = . 𝐴𝑠𝑡 ……………………………………………………. [2.84]
2
2
𝐷𝑠𝑒𝑞 = . 𝐷𝑠 ………………………………………………………….. [2.85]
3

Keterangan :
heq : tebal ekuivalen penampang bentuk segi empat
beq : lebar ekuivalen penampang bentuk segi empat
Ast : luar daerah tulangan total yang terdistribusi pada dua lapis
Dseq : jarak antar lapis tulangan
Ds : tinggi efektif penampang

● Cek eksentrisitas rencana yang diberikan (e) dibandingkan dengan


eksentrisitas balance (eb)
600
𝐶𝑏 = . 𝐷𝑒𝑞 ……………………………………………………... [2.86]
600+𝑓𝑦
ℎ𝑒𝑞 −𝐷𝑠𝑒𝑞
𝜀𝑐 (𝑐𝑏− )
2
𝐴𝑏 = …………………………………………………... [2.87]
𝑐𝑏

Untuk regangan pada baja tulangan


𝐹𝑠 ′ = 𝐸𝑠 . 𝜀𝑠′ …………………………………………………………... [2.88]

41
Gaya aksial tekan dalam keadaan seimbang (balance)
𝑃𝑢𝑏 = (0,85 . 𝑓𝑐 ′ . 𝐴𝑏 . 𝐵𝑒𝑞 ) + (𝐴𝑠 ′ . 𝑓𝑠 ′ − 𝐴𝑠 . 𝑓𝑦) …………………… [2.89]
1 1 1 ℎ𝑒𝑞 −𝐷𝑠𝑒𝑞
𝑀𝑢𝑏 = 0.85 . 𝑓𝑐 ′ . 𝐴𝑏 . 𝐵𝑒𝑞 (2 . ℎ𝑒𝑞 − . 𝐴𝑏) + 𝐴𝑠 ′ . 𝑓𝑠 ′ (2 . ℎ𝑒𝑞 − )+
2 2

𝐴𝑠 . 𝑓𝑦 . (𝑑𝑒𝑞 − 1⁄2 ℎ𝑒𝑞 ) ……………………………….. [2.90]


𝑀𝑢
𝑒= ………………………………………………………………… [2.91]
𝑃𝑢
𝑀𝑢𝑏
𝑒𝑏 = ……………………………………………………………… [2.92]
𝑃𝑢𝑏

Jika Pu ≤ Pb atau e ≥ eb, maka keruntuhan yang dapat terjadi merupakan


keruntuhan tarik sehingga eksentrisitas lebih besar. Jika sebaliknya Pu ≥ Pb
atau e ≤ eb, maka keruntuhan yang dapat terjadi merupakan keruntuhan tekan
sehingga eksentrisitas lebih besar.
● Pemeriksaan kuat tekan nominal pada penampang (Ø𝑃𝑛) terhadap kuat tekan
ultimit penampang (Pu) yang bekerja dengan Ø = 0,70

0,85𝑒𝑏 2 𝜌 𝑔 𝑚 𝐷𝑠 0,85𝑒𝑏
𝑃𝑛 = 0,85 𝑓𝑐 ′ . ℎ2 (√( − 0,38) + −( − 0,38)) [2.93]
ℎ 2,5 ℎ ℎ

𝑓𝑦
𝑚= ……………………………………………………………. [2.94]
0,85 𝑓𝑐′
𝐴𝑠𝑡
𝑃𝑔 = …………………………………………………………….… [2.95]
𝐴𝑔

b) Panjang Beton Pengisi


𝐿1 = 50 . ∅ ………………………………………………………………….. [2.96]
Dimana :
Fy : Kuat tarik pada baja tulangan biasa (MPa)
λ : Untuk beton ringan digunakan λ = 0,70

Untuk beton normal digunakan λ = 1,0


Fc’ : Tegangan tekan pada beton (MPa)
Cb : Yang lebih kecil dari jarak as batang tulangan atau kawat ke
permukaan beton terdekat dan setengah spasi as ke as batang
tulangan (mm)
db : Diameter pada tulangan pokok (mm)

42
Catatan :

𝐶𝑏+𝐾𝑡
Untuk nilai ruas pengekang ( 𝑑𝑏 ), tidak boleh diambil lebih besar dari 2,5. Nilai
Ktr dihitung dalam persamaan di bawah ini
40 .𝐴𝑡𝑟
𝐾𝑡𝑟 = 𝑆𝑛 ………………………………………………………………...

[2.97]
Keterangan :
Atr : Luas penampang total daerah tulangan transversal dalam spasi, s
(mm2)
s : Jarak antara as tulangan longitudinal (mm)
n : Jumlah batang tulangan atau kawat yang disambung
Diijinkan memakai Ktr = 0 untuk menyederhanakan desain, walaupun memiliki
tulangan transversal. Untuk batang tulangan ulir dan kawat ulir pada kondisi
tekab, Idc harus dihitung berdasarkan dua persamaan dibawah ini dan diambil
nilai terbesar tetapi tidak boleh kurang dari 200 mm
0,24 𝑓𝑦
𝐼𝑑𝑐 = ( ) 𝑑𝑏 ………………………………………………………….. [2.98]
𝜆 √𝑓𝑐 ′

𝐼𝑑𝑐 = (0,043𝑓𝑦) 𝑑𝑏 ………………………………………………………... [2.99]


Dimana :
fy : Kuat tarik pada baja tulangan biasa (Mpa)
λ : Untuk beton ringan digunakan λ = 0,70
Untuk beton normal digunakan λ = 1,0
Fc’ : Tegangan tekan pada beton (MPa)
db : Diameter tulangan pokok (mm)

43

Anda mungkin juga menyukai