Anda di halaman 1dari 174

DAFTAR ISI

Halaman
Daftar Isi .................................................................................................................. 1
Pendahuluan ........................................................................................................... 2
Bab I Ramalan Jayabaya ........................................................................................
Bab II Bermacam-macam Ramalan/Jangka Jayabaya .......................................
Bab IIITanggapan Masyarakat Luas ...................................................................
Bab IVLangkanya Buku Tentang Ramalan Jayabaya........................................
Bab V. Cara Memahami Ramalan.........................................................................
Bab VIRamalan Jayabaya Versi Sabdo Palon......................................................
Pupuh 1: Sinom ......................................................................................................
Pupuh 11 : Sinom I..................................................................................................
Pupuh III : bandarg Gula.......................................................................................
BabVII
............Terjemahan & Tafsir Ramalan Jayabaya Pupuh I Sinom
BabVIIIPupuh 11 Sinom Zaman Garuda Pancasila
Bab IXPupuh III Dandang Gula Pengantai............................................................
Bab X. Pupuh III Dandang Gula ..........................................................................42
Bab XISultan Heru Cakra Sang Ratu Adil itu, Siapa? ......................................so
Bab XII
............Meneliti 5ejarah Lewat Sabda Palon ...............................................................
............55
Bab XIII
............Filsafat Kejawen Tentanq "Sangkan Paraning Dumad,, .......................
Bab XIV
............Munculnya Tiga Kekuatan Sospol dan ...................................................z 6
4
Bab XV......................................................................................................................-
............:.Agama Sebagai ...............................................................................................
..............................................................................................................................................
.................61)
Bab XVI.....................................................................................................................
............R.amalan Jayab3ya dan Ranggawa.rsita ................................................. ;
Bab XVII....................................................................................................................Ada
Kereta Rerjalan Tanpa Kuda ................................................................................76
Bab XVIII
............Hukum Allah Ditendang, Manugla Gila HarO .....................................so
Bab XIX
............Dekadansl Moral Akibat Salah Jalan ......................................................83

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 1


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
Bab XX
............Pertambang - Perfambarg .........................................................................I 87
Bab XXI
............Puncak Jaman Penuh Angkara Murka ............................................................
...................

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 2


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
PENDAHULUAN

Ramalan Jayabaya versi Sabda Palon - ini pernah saya buat sebagai
artikel bersambung di muat di Harlan Berita Buana Jakarta, dimulai tgl. 30
Januari 1975 hingga rampung. Di dalam buku ini kita sempurnakan lagi sesuai
dengan cara penyusunan buku sederhana (ilmiah populer) dengan maksud,
agar para pembaca yang tidak sempat mengikuti secara tertib lewat surat kabar
tersebut, dapat menikmati isinya secara tenang dan komplit, lewat penerbitan
buku ini. Naskah ini sebenarnya telah lama dipersiapkan dan akan dkerbitkan,
tetapi karena sesuatu hal terpaksa mundur hingga setahun lebih.

Halangan penerbitannya karena kebetulan korektornya meninggal dunia,


akan tetapi sebelumnya penulis sudah mendapat keterangan bahwa naskah itu
sudah lolos dari sensor dan bahkan tidak banyak kalimat-kalimat yang dicoret,
maka berterima kasih banyaklah saya sebagai penulis.

Dari berbagai sumber dan keterangan yang saya Kumpulkan mengenai


Ramalan Jayabaya, maka dapatlah kesimpulan bahwa sumber ramalan ini
sebenarnya hanya satu yakni "Kitab Asrar" karangan Sunan Giri Perapan
(Sunan Giri ke-3) yang kumpulkannya pada tahun Saka 1540 = 1028 H = 1618
M, hanya sellsih 5 tahun dengan selesainya buku Pararaton tentang sejarah
Majapahit dan Singosari yang ditulis di pulau Bali 1535 Saka atau 1613 M. Jadi
penulisan sumber ini sudah sejak jamannya Sultan Agung dari Mataram
bertahta (1613-1645 M).

Kitab Jangka Jayabaya pertama dan dipandang asli, adalah dari buah
karya Pangeran Wijil I dari Kadilangu (sebutannya Pangeran Kadilangu II) yang
dikarangnya pada tahun 1666-1668 Jawa = 1741-1743 M. Sang Pujangga ini
memang seorang pangeran yang bebas. Mempunyai hak merdeka, yang artinya
punya kekuasaan wilayah "Perdikan" yang berkedudukan di Kadilangu, dekat
Demak! Memang beliau keturunan Sunan Kalijaga, sehingga logis bila beliau
dapat mengetahui sejarah leluhurnya dari dekat, terutama tentang riwayat
masuknya Sang Brawijaya terakhir (ke-5) mengikuti agama baru, Islam, sebagai
pertemuan segitiga antara Sunan Kalijaga, Brawijaya ke-V dan Penasehat Sang
Baginda benama Sabda Palon dan Nayaginggong, seperti yang akan kita
uraikan dalam buku ini.

Disamping itu beliau menjabat sebagai Kepala Jawatan Pujangga Keraton


Kartasura tatkala jamannya Sri Paku Buwana II (1727-1749). Hasil karya sang
Pangeran ini berupa buku-buku misalnya, Babad Pajajaran, Babad Majapahit,

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 3


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
Babad Demak, Babad Pajang, Babad Mataram, Raja Kapa-kapa, Sejarah Empu,
dll.

Tatkala Sri Paku Buwana I naik tahta (1704-1719) yang penobatannya di


Semarang, Gubernur Jenderalnya benama van Outhoorn 1) yang memerintah
pada tahun 1691-1704. Kemudian diganti G.G van Hoorn (1705-1706),
Pangerannya Sang Pujangga yang pada waktu masih muda. Didatangkan pula
di Semarang sebagai Penghulu yang memberi Restu untuk kejayaan Keraton
pada tahun 1629 Jawa = 1705 M, yang disaksikan GG. Van Hoorn.

Tatkala Keraton Kartasura akan dipindahkan ke desa Sala, sang Pujangga


diminta pandapatnya oleh Sri Paku Buwana II, selanjutnya beliau diserahi tugas
dan kewajiban sebagai peneliti untuk menyelidiki keadaan tanah di desa Sala,
yang terpilih untuk mendirikan keraton yang akan didirikan pada tahun 1669
Jawa = 1744 M.

Sang Pujangga wafat pada hari Senin Pon, 7 Maulud Tahun Be Jam'iah
1672 Jawa 1747 M, yang pada jamannya Sri Paku Buwono 11 di Surakarta.
Kedudukannya sebagai Pangeran Merdeka diganti oleh puteranya sendiri yakni
Pangeran Soemekar, lalu berganti nama Pangeran Wijil II di Kadilangu
(Pangeran Kadilangu III), sedangkan kedudukannya sebagai pujangga keraton
Surakarta diganti oleh Ngabehi Yasadipura I, pada hari Kemis Legi,10 Maulud
Tahun Be 1672 Jawa = 1747 M.

Jangka Jayabaya yang kita kenal sekarang ini adalah gubahan dari Kitab
Musarar, yang sebenarnya untuk menyebut "Kitab Asrar" Karangan Sunan -
Giri ke-3 tersebut. Selanjutnya para pujangga dibelakang juga menyebut nama
baru itu.

Kitab Asrar itu memuat lkhtisar (ringkasan) riwayat negara Jawa, yaitu
gambaran gilir bergantinya negara sejak jaman purbakala hingga jatuhnya
Majapahit lalu diganti dengan Ratu Hakikat ialah sebuah kerajaan Silam
pertama di Jawa yang disebut sebagai ”Giri Kedatan". Giri Kedatan ini
nampaknya Merupakan jaman peralihan kekuasaan Islam pertama di Jawa
yang berlangsung antara 1478-1481 M, yakni sebelum Raden Patah dinobatkan
sebagai Sultan di Demak oleh para Wali pada 1481 M. Namun demikian adanya
keraton Islam di Giri ini masih bersifat ”Hakikat” dan diteruskan juga sampai
jaman Sunan Giri ke-3.

Sejak Sunan Giri ke-3 ini praktis kekuasaannya berakhir karena


penaklukkan yang dilakukan oleh Sultan Agung dari Mataram; Sejak Raden

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 4


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
Patah naik tahta (1481) Sunan Ratu dari Giri Kedatan ini lalu turun tahta
kerajaan, diganti oleh Ratu seluruh jajatah, ialah Sultan di Demak, Raden Patah.
Jadi keraton di Giri ini kira-kira berdiri antara 1478-1481 M atau lebih lama lagi,
yakni sejak Sunan Giri pertama mendirikannya atau mungkin sudah sejak
Maulana Malik Ibrahim yang wafat pada tahun 1419 M (882 H). Setelah
kesultanan Demak jatuh, (Sultan Trenggono); lalu tahta kerajaan jatuh ke tangan
raja yang mendapat julukan sebagai "Ratu Bobodo" 2) ialah Sultan Pajang.
Disebut demikian karena pengaruh kalangan Ki Ageng yang berorientasi
setengah Budha/Hindu dan setengah Islam di bawah pengaruh kebatinan Siti
Jenar, yang juga hendak di basmi pengaruhnya sejak para Wali masih hidup.

Setelah Kerajaan ini jatuh pula, lalu di ganti oleh penguasa baru yakni,
Ratu Sundarowang ialah Mataram. 3) bertahta dengan gelar Prabu Hanyokro
Kusumo (Sultan Agung) yang berkuasa di seluruh Jawa dan Madura. Di kelak
kemudian hari (ditinjau, dari sudut alam pikiran Sri Sultan Agung dari
Mataram ini) akan muncullah seorang raja bertahta di wilayah kerajaan
Sundarowang ini ialah seorang raja Waliyullah yang bergelar Sang Prabu
Herucakra yang berkuasa di seluruh Jawa-Madura, Patani dan Sriwijaya.

Wasiat Sultan Agung itu mengandung kalimat ramalan, bahwa kelak


sesudah beliau turun dari tahta, kerajaan besar ini akan pulih kembali
kewibawaannya, justru nanti dijaman jauh sesudah Sultan Agung wafat.

ini berarti raja-raja pengganti beliau dinilai (secara pandengan batin)


sebagai raja-raja yang tidak bebas merdeka lagi. Bisa kita maklumi, karena pada
tahun-tahun berikutnya praktis Mataram sudah menjadi negara boneka VOC
yang menjadi musuh Sultan Agung (ingat perang Sultan Agung dengan VOC
tahun 1628 & 1629 yang diluruk ke Jakarta/ Batavia oleh Sultan Agung).

Oleh Pujangga, Kitab Asrar digubah dan dibentuk lagi dengan pendirlan
dan cara yang lain. Yakni dengan jalan mengambil pokok/permulaan cerita Raja
Jayabaya dari Kediri. Nama mana diketahui dari Kakawin Bharatayudha, yang
dikarang oleh Mpu Sedah pada tahun 1079 Saka = 1157 M atas titah Sri Jayabaya
di Daha/ Kediri.

Setelah mendapat pathokan/data baru, raja Jayabaya yang memang


dikenal masyarakat sebagai pandai meramal, sang pujangga (Pangeran Wijil)
lalu membuat karangan berjudul "JANGKA JAYABAYA" dengan ini yang
dipadukan antara sumber Serat Bharatayudha dengan kitab Asrar serta
gambaran pertumbuhan negara-negara dikarangnya sebelumnya dalam bentuk
babad.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 5


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
Lalu dari hasil, penelitiannya dicarikan Inti sarinya dan diorbitkan dalam
bentuk karya-karya baru dengan harapan dapat menjadi sumber semangat
perjuangan bagi generasi anak cucu di kemudian hari. 4)*

Cita-cita yang pujangga yang dilukiskan sebagai jaman keemasan itu,


jelas bersumber semangat dari gambaran batin Sultan Agung. Jika kita teliti
secara kronologi, sekarang ternyata menunjukan gambaran sebuah negara besar
yang berdaulat penuh yang kini benama "REPUBLIK INDONESIA"!.

Kedua sumber yang diperpadukan itu ternyata senantiasa mengilhami


para pujangga yang hidup diabad-abad kemudian, terutama pujangga terkenal
R.Ng. , cucu buyut pujangga Yasadipura I pengganti Pangeran Wijil I. (Lihat
Bab I berikut ini).

Jangka Jayabaya dari Kitab Asrar ini sungguh diperhatikan benar-benar


oleh para pujangga di Surakarta dalam abad 18/19 M dan sudah terang
Merupakan sumber perpustakaan dan kebudayaan Jawa baru. Hal ini ternyata
dengan munculnya karangan-karangan baru, Kitab Asrar/Musarar dan
Jayabaya yang hanya bersifat jangka/ramalan belaka. Sehingga setelah itu
tumbuh bermacam-macam versi teristimewa karangan baru Serat Jayabaya
yang bersifat hakikat bercampur jangka/ramalan, akan tetapi dengan uRajan
yang dihubungkan dengan lingkungan historisnya satu sama lain, sehingga
Merupakan tambahan riwayat buat negeri ini. Semua itu telah berasal dari satu
sumber benih, yakni Kitab Asrar (Sunan Giri) dan Jangka Jayabaya gubahan
dari kitab Asrar tadi, plus serat Mahabarata karangan Mpu Sedah & Panuluh.
Nanti akan kita terangkan jenis-jenis & versi Ramalan Jayabaya dan Asrar yang
sudah di ganti sebutan dengan Kitab Musarar karya Pangeran Wijil, serta
gubahan-gubahan pujangga Yasadipura serta .

Jangka Jayabaya versi Sabdo Palon ini kiranya dikarang Pangeran Wijil
pada tahun 1675 Jawa = 1749 M. 5) Bersama dengan gubahannya ”Kitab
Musarar”, berbentuk puisi. Dengan begitu menjadi jelasiah apa yang kita baca
sekarang ini.

Notasi-Notasi :
1). *L. van Rijckevorsel, "Kitab riwayat Kepoelauan Hindia Timoer:, J.B. Wolter-
Groningen Batavia, 1928 hal 87
2). R. Tanoyo, : Djongko DjoJobojo" Sadu Budi Sala, 1946 Hal/catatan tentang
arti "bobodo" ialah raja yang menguasai seluruh wilayah yang rakyatnya masih
bodoh-bodoh yang dipengaruhi keinginan para Ki Ageng pengikut Syech Siti

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 6


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
Jenar yang ingin mengembalikan negerinya (Pajang) kearah jaman kebodohan
yang menurut istilah Islam disebut jaman Jahiliyah. Sebutan demikian diberikan
oleh para wali "Jajatah" berarti daging yang dipotong kecil-kecil yang akan
disate sebagai pelengkap upacara sesaji untuk para dewa. Raja yakng berkuasa
diseluruh daerah "Jajatah" ialah Raden Patah, artinya wilayah yang meliputi
bekas kekuasaan MoJopahit.

3). * Mataram pada saat Sultan Agung disebut pula "Sundarowang", yang
kekuasaannya meliputi wilayah Jajatah plus tanah Pasudan/Pajajaran. ini ada
hubungannya dengan riwayat/dangeng Ciyung Wanara.

4). * Lihatlah pula Moch. Hari Soewarno dalam Berita Buana 27-11-1979, "
pengolah Ramalan Kitab Asrar yang disimpan kumpulkan oleh Sunan Giri
Parapan Ke-3".

5). * Mengingat Pangeran Wijil sudah wafat tahun 1747 M, dua tahun
sebelumnya karangan ini dimunculkan (1675 Jawa = 1749 M), maka persamaan
tahun Masehinya = 1749 tidak masuk akal, karena itu karangan ini sangat boleh
jadi dikutip aleh Yasadipura I, penggantinya.*

Tetapi setelah kita periksa lagi kata-kata permulaan setiap point dalam
Pupuh 11 (9 point), bila kita baca dari angka satu hingga sembilan, dari atas
kebawah, akan menunjukan nama sandi sang Pujangga : "R.Ng. Burhan Inggih
(point 1 seluruhnya) Ing Surakarta." (Point 2 s/d 9)***

sinyalemen Serat Jayabaya ini Pupuh II point 4 mirip sekali sinyalemen


pujangga dalam serat Kala Tidha point 7 (jaman edan). Kalau serat Kala
Tidha ditulis tahun 1769 Jawa = 1841 M, dengan ketika tahun 1700 Jawa = 1842
M, sang pujangga juga menyusun serat "Jangka Jayabaya" berciri prosa, maka
serat Jangka Jayabaya versi Sabda Palon ini sangat boleh jadi ditulis sekitar
tahun 1841 atau 1842 M. Kesimpulannya tidak meragukan lagi.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 7


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
BAB I

RAMALAN JAYABAYA

1. Besuk yen wis ono kreto mlaku tanpa turonggo, tanah Jawa kalungan
wesi, prahu mlaku ing awang-awang, kali padha ilang kedunge, pasar ilang
kemandange, iku tondo yen tekane Jaman Djoyoboyo wis cedbak.

2. Bumi saya suwe saya mengkeret, sekilan bumi dipajeki, jaran doyan
sambel, kreto roda papat setugel. Wong wadon nganggo pakaian lanang, iki
bakal yen nemoni wolak-walike jaman.

3. Akeh janji ora dketepi, akeh wong nglanggar sumpahe dewe. Manungso
podho seneng nyalah. Tan nindake hukume Allah. Barang jahat diangkat-
angkat, barang suci dibenci.

4. Akeh manungso ngutamaka real. Lali kamanungsane, lali kebecikan, lali


sanak lali kadhang. Akeh bapak lali anak, sedulur podho cidro, keluargo podho
curigo, konco dadi mungsuh. Manungso lali asale.

5. Ukuman Ratu ora adil. Akeh pangkat kang jahat jail. Klakuan podho
ganjil, wong sing apik podho kepencil. Makaryo apik manungso, isin, Luwih
utomo ngapusi.

6. Wegah makarya kepingin urip kaya Raja. Ngumbar nafsu angkara murka
anggedekake duroko. Wong bener tenger-tenger, wong salah bungah-bungah.
Wong apik ditampik, wong jahat munggah pangkat.

7. Wong agung kesinggun, wong ala dipujo-pujo, wong wadon ilang


wadone, ilang wirange. Wong lanang ilang lanange, ilang kaprawirane.

8. Akeh jago tanpo bojo, wanita podho ora setiyo, laku sedang bubrah jare
gagah. Akeh biyung adal anak, akeh wanita adal awak. Bojo ijol-ijolan jarene
jempolan.

9. Wong wadon nunggang jaran, wong lanang nunggang planqki. Rondo


seuang loro, prawan saiga lima. Dhudo pincang payu sangang uwang.

10. Akeh adal ilmu, akeh wong ngaku-ngaku. Njabane putih, njerone dadu.
Ngakune suci, sucine palsu. Akeh bujuk akeh loyo.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 8


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
11. Akeh udan salah mongso, akeh prawan tuwo. Akeh rondo metheng,
akeh bayi tanpo bapak. Akeh agomo akeh sing nantang, kamanungsan akeh sin
ilang. Omah suci podho dibenci, omah olo podho dipujo-pujo. Wanita podho
wani ing ngendi-ngendi.

12. Akeh laknat, akeh pengkhianat. Akeh anak mangan bapak. Sedulur
nglarak sederek. Guru podho disatru. Buruh dadi mungsuh, tonggo podho
curigo. Kono-kene soyo angkaro murko.

13. Sing weruh ketutuh, sing ora iyo ketutuh, mbesuk yen ono perang teko
wetan, soko kulon, lor Lan kidul, wong becik soyo sengsoro Lan mbendul.
Wong jahat podho seneng mangan berkat.

14. Wektu iki akeh dandang diunekake kuntuk. Wong salah dianggap bener.
Pengkhianat nikmat. Durjana sangsoyo sempurno. Wong lugu keblenggu.
Wong mulyo dikunjoro.

15. Sing curang garang, sin jujur ancur. Wong dagang kemlanggang. Wong
judi podho ndadi. Akeh barang kharam, akeh anak kharam. Prawan cilik podho
ngidam, wanita podho nglamar priyo, isih bayi wis podho mbayi. Sing priyo
ngasorake drajade dhewe.

16. Wong golek pangan pindho gabah dan interi. Sing kebat, kebat kliwat,
sing kasep Kepleset. Sing gawe rame tompo gawe, sing cilik kecelik, sing
anggak ketungkak. Sing wedi podho mati, nanging sing ngawur podho
Makmur. Sing ngati-ngati sesambat kepati.

17. Akeh barang klebu luwang, akeh wong kaliren Lan wudho, ora dhuwe
wirang mergo kepekso. Wong tuku nglenik sing dodol, sind dodol akal-akal.

18. Pancen wolak-walike jaman. Amenangi jaman edan, sing ora edan ora
keduman. Sing waras podho nggaqas. Wong wani ditaleni. Wong doro podho
uro-uro. Begja-begjane sing eling Lan waspodho.

19. Ratu ora netepi janji, musno kuwasane Hang perbawane. Akeh omah ing
ndhuwur jaran. Wong podho mangan uwong. Kayu gligen Lan wesi podho
kolu diroso enak koyo ruti bolu. Yen bengi ora Iso turu.

20. Dagang barang saya laris, bandane saya ludes. Akeh wong kaliren ing
sisihe panganan. Akeh wong nyekel bondho ning uripe sangsoro. Sing edan

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 9


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
bisa podho dandan, sing bengkok bisa nggalang omah gedhong magrong-
magrong.

21. Wong waras Lan adil uripe anggagas Lan kepencil. Sing ora bisa maling,
podho digething. Sing pinter duroko pudho dadi konco. Wong bener soyo
thenger-thenger, wong salah soyo bungah-bungah begjane sing eling. Akeh
bondho musno ora karuan larine. Akeh pangkat Lan drajat podho ningkat ora
karuan sebab sebabpe.

22. Rawa podho dadi bero, ebila janmo manungso. Ebila majelis manungso
soro. Wong bener thenger-thenger, wong salah bungah-bungah. Begjane sing
elingi, begjane sing lali, nanging isih begja sing waspodho.

23. Mulo dan tkenono. Manungso Jowo mengku Ratu, wis ora bapa ora ibu,
titikane nganggo ketu bengi asirah watu wesi. Pangapasane wanodyo ngiwi-
iwi. Jejuluk sarwo Agung edi.

24. Banjir bandang ono ngendi-ngedi, gununq njlebug tan njarwani, lan
ngimpeni gethinge kepati-pati marang pandhito-pandhito pati geni. Margo
wedi kewiyak wadhi. Sopo arane sejati.

25. Ratu digdoyo ora tadis tapak palune pandhe sisa gurindo. Ning apase
mungsun setan, tuyul ambregudul, bocah cilik pating pendelik ngubengi omah
sorak-sorak koyo nggusak pitik. Ratu atine dadi cilik. Ngundomono bolo
sabrang sing doyan asu.

26. Patine nunggu sabdo Bupatine Perang Bathoro Endro. Disabdo mati tan
keno mimis, tan keno panggawe olo, nanging cures ludes margo lemes. Ketekan
bayu priyanggo sinendal sinambi miring. Patine amargo kecepit Sakating
daging.

27. Ono wong tuwo ahli topo Agung. Muncul neng tengah gunung Kendang
angrasuk busono ireng, ambiyantu Ratu sing dirubung tuyul anggereng.
Pandhito iku ajejuluk Condro Sjji Jawa.

28. Adedagang carang klambi udang Lan lawe benang. Disujudi wong
lanang sapirang-pirang. Umumyo tan panjang, namong saudarao Jowo bang.

29. Tutupe udarao jolu ngolu, udarao kaping jinggo nem pindho taun
Masehi. Amargo tinutup kuali lumuten, kinepung semut ijo danten.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 10


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
30. Polahe wong Jowo kadya gabah dan interi. Endi sing bener endi sing
sejati. Poro topo ora wani podho wedi anylarake wewulang edhi margo salah-
salah nemu pati.

31. Hamongso wus udarao jilu mo udarao Jowo ngolas molu udarao iso.
Bakal ono Dewo angejowantah, apangawak manungso, apasuryan pindho
Bethoro Kresno awewatak Bolo Dewo agaman Tri Sulo Wondho.

32. Sadurunge teko ono tetenger, lintang kemukus dowo ngalu-alu tumonjo
ono kidul wetan bener. Lawas pitung bengi, parak esuk benter, ilang katut
Bathoro Suryo. Jumedul bebarungan prihatin, sing wis mungkur, yoiku poro
Dipati sing ngempet-ngempet sumur daning manungso anak turune setan
mabur prihatine kawulo kelantar-lantar, iku tandhane putro Bethoro Endro wus
katampo topo lagi teko. Ing Marcopodho ambiyantu wong Jowo.

33. apaparap Pangeran prang, tan pekso angone nyangang. Ngerahake


sakabehing jim setan kumoro prewangan poro lelembut kebawah prentah saeko
proyo, kinen ambiyantu poro manungso Jowo. Podho asesende. senjoto Tri Sulo
Wondho. Kaderekake Sabdo Palon Nayaginggong.

34. Putro kinasih sawargi Sunan Lawu. Yo Kyai Ageng Brojomurti, yo


Kresno yq Harimurti. Mumupuhi sakabehing Iaku, nugel tanah jowo kaping
pindho.

35. Nyuwun laki rabi ora gantalan ratri mesti amujuti, mundhut sugih
katuntun garis. Nyuwun upo mesti sembodo, garis sabdo ora gantalan. Bejo
begjane sing yakin Lan tuhu setyo sabdaniro.

36. Dewane mung siji, kiblate ngalor ngulon. Yen nyembah nyungkemi
lemah silo, ngedangkreng karo andremiming. Sambate anggelak blabar lan
olah-olah salah ngematake sayur mentah. Nanging ugo bisa nyembadani ruwet
tentreming wong sapirang-pirang, sing podho nyembah reco andhaplang. Cino
eling omah-omahe. Kabeh pinaringan sabdo yo podho manthuk-manthuk.

37. Pendak suro nguntapake kumara kang katan nebus dosanira, kaadepake
ngarsane kang kuwoso. Isih timur kaceluk wong tuwo, pandereke Gatutkoco
sak yuto.

38. Idune idu geni, sabdane melati sing mbregudul mesti mati, ora tuwo ora
enom podho dane bayi wani ora andayani. Yen kerso sinujudan wong tanah
Jowo, nanging mung dipilih sopo-sopo.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 11


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
39. Waskito pindho Dewo, bisa nyumurupi lahiriro, embahiro, buyutiro,
canggahiro pindho lahir barung sedino. Ora keno diapusi mergo bisa moco ati.
Wasis micoro, pinter wegig tumompo.

40. Dunung ono sasikili Redi Lawu sisih wetan, wetane Bengawan banjir,
adedukuh pindho Raden Gatutkoco, arupo pagupon doro tundho tigo, kaya
manungso sing angleledho.

41. Yen siro nyebut namine mesti dadi rame, asmane bisa ngramekake sing
rame, sing kasinungan ebila wewe.

42. Adhepe pondhok tan karuan kiblate, mulo yo ngerti jantrane jaman.
Abondho bandhu nanging ora duwe, titihane turonggo asikil limo cacahe. Ulese
pasurya Bolo Dewo, gigire nganggo ules Getihe Punto Dewo.

43. Yen katitih playune pindho ibere Gatotkoco. Sing nitih yo titihane
Bathoro Kresno yen nitih ono wetenge turonggo.

44. Yen krungu asmane podho gething, yen wus kenal podho nyanghing,
sucihik suthik ditinggal plencing. Begja begjane sing bisa nyanghing. Biso akas
digdoyo tanpo aji keling. Pindho manungso digdoyo kaya Baru Klinting.
45. Bupati apaparap Bupatine Prang, sing wani bakal wirang. Yen nglurug
tanpo bolo, digdoyo tanpo aji opo. Lamun menang tanpo ngasorake liyo.
Pancen sugih nanging tan abondho.

46. Wasis wegig, waskito, ngerti sadurunge winarah, pindho Dewo


angejowantah. Biso pirso embahiro, angawuningani jantrane jaman Jowo, ngerti
garise siji-sijine umat tan kalepyan susurupe jaman.

47. Mulo dan, upadinen sinatriyo Iku, wus tanpo bapa Lan bitu, lola wus
apupus wido Jowo, mung ngandelake Tri Sulo, landepe tri sulo putuk, arupo
suthik gegawe, gegawa pati utowo utang nyowo. Sing tengah sirik gegawe
kapitunane liyan, sing pinggir tolak colong jupuk winarno.

48. Serik dan menehi ati melati, bisa kesiku. Senenge anggondo ajejaluk coro
nistho, mangertiyo iku coba, ojo kaino-ino, hegja-begjane sing dipundhuti.
Ateges ditompo jantraniro, kaemong siro sabroyo.

49. Ing aran Begawan, wong dudu Pandhito, sinebut Pandhito dudu Dewo,
sinebut Dewo kayo manungso, kinen anggep manungso, eming duwe doyo tan

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 12


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
opo ditakani tan dinalekake tan ono jontro kang disisihake kabeh kajarwakake
jlentreh arang-arang terang adrandang.

50. Ojo gumun ojo ngungun, yo iku Bathoro Endro, kang pembayun. Turase
kuwoso mbendhung setan. Idune tirto Brojomusthi, pisuh kaya ngundhuh
yoiku kang bisa paring pituduh, marang jarwane jongko kalaningsun. Tan keno
dan apusi, margo bisa manjing jroning ati, ono manungso serik ojo gelo, iku
dudu wektuniro; ngangsuo sumur Ratu Tanpo Makutho.

51. Nanging musnae tanpo lari, ing tembe udarao Jowo Ngolas Rodas,
udarao Isa Jingo Ngalu molu sing menangi enggalo dan luri. Ojo kongas jaman
kandas mandhepo dan marikelu, begjo begjane anak putu.

52. Iki dalane sing eling Lan waspodho, Ing jaman Kala Bendu Jowo, ojo
nglarang dalan wong ngluri, wong pangawak Dewo, Dewo pangawak
manungso, sing malang-malang bakal cures ludes sak broyo diomo Kumoro.
Ojo kleru Pandhito samudano. Lurinen Pandhito asenjoto Tri Sulo Wondho. Iku
paringane Dewo.

53. Lenggahing Pembayun, Bethoro Endro; bebarungan jaman angkaro


murko soyo ndadi, kono-kene soyo bingung, akeh wong kabiluk melu curang,
kawulo wani bandoro, buruh wani juragan, juragan dadi umpan, sing asuworo
seru sora oleh bolo. Wong pinter diinger, akeh wong pinter podho keblinger.
Wong olo podho dipujo, wong ngerti mangan ati.

54. Bondho dadi suwolo, pangkat dadi pikat. Sing menang podho sawenang-
wenang rumongso menang, sing salah mung ngalah rumongso kabeh salah.
Ono bupati soko wong asor imane. Pepatih Kepala Judi, sing ati suci soyo
dibenci, sing jahat pinter anjilat tur oleh hajat, sing maling tenguk-tenguk nemu
kethuk, pitik angrem sak dhuwure pikulan.

55. Begal podho andugal, rampok keplok, wong omong mitenah sing
diomong. Wong jogo nyolong sing dijogo, wong njaluk dijamin, amargo wedi
dadi karmane sing jahat, sing jahil. Wong cilik kepencil.

56. Ono janma ngaku-ngaku dadi ratu, dhuwe bolo Lan prajurit. Negarane
ambaran saprowolon umbul-umbul warno jenang gulo. Tinengeran gamane cah
angon rojo koyo, disulutri gamane pandhe pandhe wojo. Wong suci dibenci,
wong jahat diangkat drajad, timah dianggep perak, emas dianggep tembogo,
dandang diunekake kuntuk, wong dosa sentoso, wong becik dkekik, maling
lepas giring, sing maling kepethuk maling.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 13


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
57. Akeh sing tudhung kuwali lumuten, podho kepikut katut, janji menehi
drajad jebulane ngajak mlarat, pinter micoro sing bener digawe olo puntone
podho mati neng pinggir kali, tanpo sirah namung gembung.

58. Wanita angger wani, jebule kelangan laki, laki mati tan karuwan kubure
tan karuwan dinane, akeh mati tanpo slametan, modin podho ngungsi mergo
wedi mati, sing ngurusi wong mati digawe pati.

59. Iku balesane Semut Ijo kang kelangan Nganorang sapto, linuweng ing
sumur Jolotundho kang kebak isi boyo. Iku tandane mungkure jaman, jaman
wong sugih kroso wedi, wong wedi dadi priyayi, senenge wong jahat susahe
wong becik.

60. Nanging manungso podho kuciwo margo dakwo-dinakwo. Ratu podho


rembugan negoro endhi sing dipilih lan disenengi. Hera-heru wong Jowo kari
separo, Londo Cino kari sejodo.

61. Cino arang eling, keplantrang dibandem ganciring, melu wong Jowo sing
podho eling, sing ora eling podho muring, mlayu-mlayu koyo maling keno
tuding, mergo tinggal podbo digething. Barung ayo mulih podho manjing.

62. Akeh Wong ijir, wong cilik sing eman. Selot-selote mbesuke, wolak-
walike jaman, wong nyilih mbalekake, wong utang mbayar, utang nyowo nyaur
nyowo, utang wirang nyaur wirang.

63. Akeh wong dicakot lemut mati. Dicakot semut sirno. Akeh suworo aneh
tanpo bolo, prewangan mahluk alus podho baris, podho rebut gawe bebener
garis, tan kasad moto, tan arupo sing mandegani putrane Bethoro Endro.

64. Agaman Tri Sulo Wondho. Momongane dadi nayakane perang. Perang
tanpo bolo, sekti mandrAgung tanpo aji, nglurug tanpo wadya bolo. Yen to
menang tan ngasorake, podho sugih tan abondho.

65. Ratu tanah Jowo mung siji nanging podho nyawiji. Agaman agodhong
pring nom, atetenger lintang belik, anyekel gaman uleg-uleg wesi lambung,
pandereke anyangklong once londo isine lombok kuning. Bumbung wulung tan
rosan gineret kreto tan turonggo.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 14


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
66. Nanging kombak mosiking dane suworo gemrenggeng pindho tawon
gung, sing nganglang Gatutkoco, kembar sewu. Suksmane iwak lodan
munggah daratan. Kawulo podho suko-suko margo adiling Pangeran wus teko.

67. Ratune nyembah kawulo, pandereke yo podho ngujo, iku momongane


Pangeraning Prang. Sing wis adus wirang nanging kondang, sing agaman Tri
sulo Wondho, genah kiblate gamblang tur njingglang, ora ono wong ngersulo,
gemah ripah loh jinawi, kolo bendu wis mingser/mungkur ganti wuku.

Patine jaman Kiamat Kubro.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 15


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
BAB II

BERMACAM-MACAM VERSI RAMALAN/JANGKA JAYABAYA

Dengan keterangan diatas, sampailah kita meneliti karya-karya pujangga


mana yang sesungguhnya Merupakan hasil karya abad 18 atau 19 dan
sebelumnya. Dapat dituturkan Sebagai berikut :

1) ”KITAB MUSARAR”, puisi, dikarang pada tahun 1675 Jawa = 1749/7 M,


yang disertakan pada "JANGKA JAYABAYA" karangan Pangeran Wijil dari
Kadilangu, Demak.

2) ”KITAB MUSARAR” prosa, dikarang 1739 Jawa = 1812 M, dihubungkan


dengan Jangka Jayabaya.

3) ”KITAB MUSARAR”, yang diuraikan (prosa) dikarang tahun 1743 Jawa =


1815 M, berhubung dengan ramalannya, dan Jangka Jayabaya yang juga
diuraikan.

4) ”KITAB MUSARAR SYECH SUBAKIR”, puisi, di karang pada tahun 1780


Jawa = 1851 M.

5) ”KITAB MUSARAR AJARAN KI TUWANGGANA” prosa, dikarang tahun


1799 Jawa = 1870 M, oleh R.Ng. , gubahan dari serat Syech Subakir berhubung
dengan Pranitiwakya ke-3.

6) ”KITAB MUSARAR” prosa, dikarang tahun 1801 Jawa = 1372 M, oleh R.Nq. ,
dihubungkan dengan serat Radyapurawaka. Sedang hasil karya pujangga
berupa Jangka Jayabaya pada abad 19 dapat dituturkan Sbb:

6.1) ”Jangka Jayabaya”, puisi, dikarang pada tahun 1733 Jawa = 1806 M, dan
diturun orang pada tahun 1743 Jawa = 1815 M. Pengarangnya tidak jelas, tetapi
mengingat tahun ini masih dalam lingkaran masa hidupnya pujangga
Yasadipura, maka boleh jadi hasil pujangga ini.

6.2) ”JANGKA JAYABAYA”, prosa, dikarang pada tahun 1739 Jawa = 1812
M, bersumber Kitab Musarar. Tanpa tahun penulisan, tapi diperkirakan pasti
ditulis oleh pujangga Yasadipura juga, karena karya ini pun tanpa nama
pengarang juga. Tapi mudah dkebak karya Pangeran Wijil.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 16


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
6.3) ”JANGKA JAYABAYA”, prosa, dihubungkan dengan serat Pancaniti,
dikarang pada tahun 1770 Jawa = 1842 M, oleh pujangga . Pada saat ini R.Ng.
sudah berusia kira-kira 40/41 tahun.

6.4) ”JANGKA JAYABAYA”, prosa, yang dihubungkan dengan serat


Pustaka Raja, dikarang oleh R.Ng. sekitar tahun 1780 Jawa = 1851 M.

6.5) ”JANGKA JAYABAYA” (WEDDHAWAKYA), prosa, dikarang pada


tahun 1780 Jawa . 1851 M, oleh R.Ng. .

6.6) ”JANGKA JAYABAYA”, (dari WEDDHAWAKYA), puisi, termuat dalam


serat Cebolang, dikarang pada tahun 1780 Jawa = 1851 M, oleh R.Ng. .

6.7) ”JANGKA JAYABAYA”, (PRANITIWAKYA), karangan yang pertama,


prosa, dikarang pada tahun 1786 Jawa = 1857 M, oleh R.Ng. .

6.8) ”JANGKA JAYABAYA”, (PRANITIWAKYA), karangan kedua, prosa,


dikarang pada tahun 1790 Jawa = 1861 M, oleh R.Ng. , dihubungkan dengan
serat Pranitiradya.

6.9) ”JANGKA JAYABAYA”, (PRANITIWAKYA), karangan yang ketiga,


prosa, dikarang pada tahun 1799 Jawa = 1860 M, oleh R.Ng. , dihubungkan
dengan ajaran Ki Tuwanggana, gubahan dari serat Syech Subakir. Disamping
ini masih banyak serat-serat jangka Jayabaya yang terperinci untuk memberi
penjelasan cabang-cabang garis Jayabaya induk.

Tentang penulisan Jangka Jayabaya ini dapat kita simpulkan dan


tambahkan berdasarkan sumber lain, bahwa masih ada tulisan-tulisan lain yang
perlu disebutkan disamping sumber penulis diatas. Yakni "Kitab Jayabaya
Kidung", karya Pangeran Wijil di Kadilangu bertarikh 1666-1668 Jawa = 1741-
1743 M. (Sudah disebut dalam sumber penulis tersendiri). Karya pujangga ini
berikutnya telah disebutkan pula dimuka yakni, bertarikh 1675 Jawa = 1747 M,
(tetapi sumber-sumber itu menyebut pula bersama tahun masehinya = 1749,
padahal Pangeran Wijil meninggal dunia pada tahun 1747 M. Jadi penulisan
angka tahun masehi tersebut perlu dikoreksi, apalagi pengutip/penambah
tahun masehi itu tidak memperhatikan selisih tahun Jawa dengan tahun
masehinya, berapa tahun?. Ternyata selisihnya 74 tahun dan bukan sekitar 72
tahun. Persamaan tahun ini masih meragukan, mengingat pada tahun 1749 sang
Pangeran Wijil sudah wafat dua tahun yang lalu.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 17


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
Penyesualan tahun Jawa berdasarkan bulan ini oleh Sultan Agung
dimulai pada tahun 1633 M, bertepatan dengan tahun Jawa Iama/Saka 1555,
sehingga selisih waktunya dengan Masehi masih 78 tahun. Tetapi karena tahun
Jawa itu menggunakan sistem Komariah, bukan syamsiyah lagi, maka jarak
angka ltu berubah, tidak tetap. Jarak itu makin makin kecil. Pada tahun 1977
bedanya bukan 78 tahun, tetapi hanya 68 tahun. Sebaliknya tahun Jawa dengan
tahun Hijriyah, karena sama memakai sistem Komariah, jarak angka tahun
kedua kalender tersebut selalu tetap tidak berubah. Beda antara tahun Jawa
dengan Hijriyah ada 512 tahun. Sekarang ini misalnya tahun 1977 sementara,
tahun 1909 (jarak 68 tahun), sedangkan tahun hijriyah 1397 (jaraknya dengan
tahun Jawa 512 tahun).

Sekian dulu tentang masalah penyesualan tahun yang kadang kala


menimbulkan keraguan karena timbulnya data yang ternyata masih berlawanan
dengan kenyataannya. Seperti tadi penulisan 1749 akhir tulisan sang Pangeran
Wijil, padahal pangeran itu sudah wafat pada tahun 1747. Nah, apakah
penulisan selanjutnya secara baik diteruskan oleh Ng. Yasadipura ?.

Masih perlu kita catat lagi ”Kitab Jangka Ratu Galuh Kidung”, gubahan
Panembahan Madura. Tidak diketahui tahunnya. Juga masih disebutkan lagi
”Kitab Lambang Negara”, Kidung. Gubahan pujangga Surakarta dibuat tahun
1723 Jawa = 1796 M.9)* Meskipun tulisan ini tanpa nama pengarangnya, tapi
jelas sudah jamannya pujangga Yasadipura I. (Yasadipura II, Tumenggung
Sastranegara, putranya). Disamping itu masih perlu dicatat lagi ”KITAB
JAYABAYA KIDUNG”, gubahan tahun 1733 Jawa = 1706 M. Jadi tahun masehi
yang dituliskan dalam buku Sdr. Andjar Any tersebut masih keliru, dus bukan
1706 masehi. Coba berapa selisih tahun tersebut dengan tahun Jawa?!

Dari sekian banyaknya ragam/versi penulisan tentang Ramalan Jayabaya,


dapat Disimpulkan nanti, kiranya cukup tinggal 3 atau 4 versi saja yang perlu
dibandingkan, sedang karya-karya pujangga yang lebih terperinci itu boleh
diabaikan, karena data-datanya tidak cocok sama sekali dengan fakta sejarah,
terutama jangka Jayabaya, prosa yang dihubungkan dengan Pustakaraja
ataupun Pranitiradya dan atau Weddhawakya, karena tahun-tahun yang
disebutkan sama sekali tidak ada dalam penelitian sejarah.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 18


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
BAB III

TANGGAPAIN MASYARAKAT LUAS

Tulisan tentang ”Dunia Ditahun 2000”, dalam almanak Dewi Sri 1973 hal.
268 yang menyinggung ”Ramalan Jayabaya” menurut penulis Kamajaya
ternyata mendapat perhatian dari kalangan pembaca dan banyak diantaranya
termasuk para pembesar, pemimpin dan cendikiawan. Bahkan Presiden
Soeharto dalam pertemuan dengan seniman-seniman pewayangan pada tanggal
31 Maret 1974 menyinggung ramalan Jayabaya secara kelakar, apakah ramalan
itu dapat dimasukan dalam pedalangan?.

Akhir-akhir ini ramalan tersebut banyak ditulis dalam surat-surat kabar


di Ibukota daerah, yaitu Berita Buana Jakarta. (yang banyak mengisi penulis
buku ini), surat kabar ”Suara Merdeka” Semarang, Mingguan Dharma Nyata
Sala, Mingguan Jayabaya, Surabaya: kedua terakhir ini berbahasa Jawa (tetapi
belakangan Dharma Nyata berganti bahasa Indonesia). Juga ditahun 1976
penulis membuat artikel bersambung diharlan ”Bintang Baru” Surabaya yang
mengupas karya Pujangga sejak serat-Jaka Lodhang, Kala Tidha hingga serat
Sabda Tama, juga tahun-tahun berikutnya diharlan Berita Buana Jakarta tentang
berbagai macam versi Ramalan Jayabaya.

Sebenarnya tentang Ramalan Jayabaya (dil) itu banyak diperlukan


penjelasan, siapakah penulisnya, kapan ditulisnya, apa latar belakangnya, isinya
yang asil, perbandingan diantara naskah-naskah yang ada sampai kepada
ungkapan arti dan maksudnya, sebab ramalan itu sudah banyak terjadi
simpang siurnya dan ada yang tidak jelas, bahkan kabur sama sekali, padahal
perhatian masyarakat tetap besar. Demikian kata Kamajaya tersebut.

Berdasarkan itu pula penulis berusaha untuk memberikan sekedar isi


dan hakikat apa yang dimaksud dalam perlambang-perlambang yang terdapat
dalam ramalan Jayabaya itu dalam kesempatan ini. Tentu saja penafsiran itu
nanti masih bersifat tanda tanya (disamping memang ada yang nampak
positif/jelas) dilihat dari pelajaran sejarah yang sudah diketahui umum.

Sebenarnya sudah dahulu kala, sejak jaman penjajahan, ramalan


Jayabaya itu telah Mendapat perhatian besar sekali, baik dari kalangan
pemerintah maupun dari para Sarjana Belanda, bahkan sampai kepada para
pemimpin rakyat juga.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 19


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
Kamajaya dalam almanak Dewi Sri 1973 tersebut memberikan
keterangan bahwa Mr. Pleyte, Menteri jajahan Belanda yang bertugas tahun
1913-1918 mengemukakan, ramalan tersebut untuk tidak terlalu dihiraukan
pemerintahnya. Sarjana terkemuka, Cohen Stuart dan J.L. Brandes mengadakan
penyelidikan dengan tekun, namun tidak Mendatangkan hasil memuaakan.

Orang-orang Belanda Mengenai ramalan tersebut secara agak jelas dari


tulisan R. Nitipraja dalam Majalah ”Het Tijd-schrift” terbitan Mei 1972, kata
Kamajaya. Selanjutnya dikatakan bahwa para pemimpin rakyat Indonesia telah
memanfaatkan pula ramalan-ramalan untuk tujuan-tujuan politik tertentu.

KH. Dewantara almarhum sewaktu dalam pembuangan di negeri


Belanda telah menulis dalam Majalah "Indie" yang dipimpin oleh Dari. A.W.
Nieuwenhuis. Begitu juga M. Husni Thamrin almarhum menyinggung Jayabaya
dalam pidatanya di Volksraad tgI. 13 Juli 1934, bahwa ramalan Jayabaya hidup
di kalangan rakyat. Dikatakan oleh mulut dan bibir yang berkesan di hati
sanubari mereka a.l. : ”Jika pulau Jawa sudah menjadi sebesar daun kelor, maka
akan dikalahkan oleh orang Cina (Jepang,penj) tetapi lamanya hanya seumur
jagung, kemudian akan kembali lagi ke tangan orang Jawa”.

Mengenai apa yang dikatakan Husni Thamrin ini, penulis masih


meragukan sumber Jayabaya yang mana yang mengatakan demikian, sebab
sepanjang yang saya ketahui dari tulisan-tulisan Jangka Jayabaya yang
bermacam-macam itu sebenarnya tidak ada yang menyebutkan demikian, tetapi
diakui di Jawa Tengah dan Jawa Timur pun banyak orang yang menyebut-
nyebut demikian. Apakah ini yang dimaksudkan ini Ramalan Jayabaya versi
Sabda Palon?.

Memang benar dalam ramalan ini terdapat alinea-alinea yang


mengesankan demikian, tetapi kata-kata Cina/Jepang tidak terdapat! yang ada
hanyalah kata-kata si Cebol Kepalang ya Cebol kepati. Tetapi kalau ditafsirkan
memang demikianlah maksudnya.

Penulis cenderung mengatakan/menilai ramalan itu sebenarnya tidak


berhak memakai nama ”Jayabaya” sebab dalam kalimat-kalimat yang penulis
teliti, tidak ada satu pun yang menyinggung sejarah raja Jayabaya yang bertemu
Maulana Ali Syamsu Zein berguru kepadanya seperti yang umum dikenal
masyarakat dalam versi lain. Tetapi karena hal itu sudah beredar dari mulut ke
mulut dan kurang mengerti asal usul kalimatnya, maka oleh seseorang lalu
dikatakan saja sebagai bagian dari ramalan Jayabaya, yang ramalan itu paling
populer dimata rakyat. Sampai-sampai ramalan R.Ng. Ranggaudaraito

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 20


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
sendiripun keliru dikatakan sebagai ramalan Jayabaya. Padahal ramalan yang
diucapkan oleh M. Husni Thamrin tadi bermula dari pertemuan Sunan Kalijaga
dengan Prabu Brawijaya yang disaksikan oleh Sabda Palon Nayaginggong,
penasehat pribadi sang Baginda dalam soal-soal agama Budha, dan berlangsung
pada tahun sekitar 1478 M (1400 Saka).

Dalam pertemuan yang akrab itu akhirnya Sang Brawijaya lalu


menyatakan diri masuk Islam! Tetapi tidak diinginkan oleh sang penasehatnya.
akhirnya sang penasehat menyatakan lebih baik berpisah dengan Sri Baginda.
Sebelum perpisahannya, Sabdo Palon sempat mengumpat/mengancam, bahwa
500 tahun yang akan datang dari saat pertemuan ini, Sabda Palon akan
membalas membudakkan kembali orang-orang Jawa (yang sudah masuk Islam
mengikuti jejak sang Baginda).

Sabda Palon sesudah itu lalu bergabung dengan raja Girindrawartiana


dari Kediri (Keling) dan berakhirlah suatu tragedi. Dalam Penyerbuannya ke
Majapahit itu kaum pemberontak berhasil membunuh sang Baginda Brawijaya
(Kertabumi) di keraton seperti diberitakan oleh buku Pararaton maupun Babad
Tanah Jawi. Hanya bedanya kedua buku kuno itu, bila kematlan raja menurut
Babad Tanah Jawi seolah-olah dari perbuatan Raden Patah/Sunan Giri (diputar
Balik), sedangkan kematlan raja menurut Pararaton tidak disinggung sama
sekali dari unsur manapun, apa lagi dari unsur Demak, padahal Pararaton ini
ditulis oleh seorang yang beragama Budha/Hindu sendiri. Sedang Babad Tanah
Jawi ditulis oleh orang Islam di jamannya Senapati jadi raja Mataram.
Kejanggalan penulisan ini terasa hingga kini.

Ketidak-benaran cerita babad itu terbukti masih bertentangan dengan


cerita-cerita babad lainnya (Ponorogo & Pacitan) yang masih menyebut-nyebut
pelarlan Brawijaya ke-5 ke arah Ponorogo dan Pacitan/Mataram. Padahal yang
lolos dari pusat Ibukota Majapahit itu raja Bhre Pandan Salas (1468 M) yang
mungkin sekali tidak betah akibat tekanan-tekanan politik dari kalangan
keluarga raja-raja Majapahit yang masih ingin bertahan dari agama lama Budha.

Berita lolosnya sang Sinagara itu ditulisa Pararaton Sebagai berikut:


”Bhre Pandan jumeneng ing Tumapal, anuli prabu I saka ”Brahmana-naga-
kaya-tunggal”, 1308 (1466 M), prabu rong Tahun (1468 M). Tumuli sah (kesah)
saking kedatan, Putranira sang Sinagara, Bhre Koripan, Bhre Mataram, Bhre
Pamotan, pamungkas Bhre Kertabhumi, kaparnah paman. Bhre Prabu Sang
moktaring kadatan I saka ”Sunya-nora-yuganing-wong”, 1400-1478, M.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 21


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
Jelasiah yang lolos dari Majapahit itu adalah baginda Bhre Pandan Salas,
10 tahun sebelum kematlan sang Kertabhumi, ayah Raden Patah. Rongrongan
Girindrawartihana itu jelasiah sudah lama, baik ditujukan kepada Bhre Pandan
Salas maupun Bhre Kertabumi. Kedua raja Majapahit itu jelas sudah condang
untuk masuk agama Islam, demi menolong kerunAllah SWT negeri ini akibat
lenyapnya sumber penghasilan negeri akibat jatuh ketangan Bupati-bupati
pesisir Jawa bagian utara yang sudah menganut Islam, yang kemudian
cenderung untuk tidak mau lagi menyetor upeti ke pusat pemerintahan
Majapahit yang masih memakai dasar-dasar orde lama/ Budha.

Tentang ke-Islaman Bhre Kertabhumi ini terlihat dalam naskah ramalan


Jayabaya versi Sabda Palon ini, sedang tentang ke-Islaman Bhre Pandan Salas
terlihat dalam Babad Ponorogo, hanya saja babad Ponorogo ini pun masih
keliru tanggapan raja yang lolos dikaburkan sebagai Brawijaya ke-5 alias Bhre
Kertabhumi.

Dari penuturan jangka Jayabaya versi Sabda Palon ini jelas bahwa
penyerbuan kepusat Majapahit itu mempunyai latar belakang balas dandam,
dan bersifat menentang arus masyarakat Islam yang sudah membudaya di
negeri ini sejak lama.
Sebagai bukti analisa ini dituturkan Disini adanya pemakaman Muslim
di daerah Tralaya, dekat Trowulan, dipenuhi oleh batu-batu nisan yang
bertuliakan huruf Arab, biasanya dengan kutipan ayat-ayat Al-Qur’an. Perlu
diketahui bahwa daerah Trowulan diperkirakan oleh aercheolog sebagai lokasi
Ibukota kerajaan Majapahit makam-makam kuno di Tralaya ini telah diteliti
tahun-tahunnya oleh Prof.L.C. Damis.

menggunakan tahun Hijri Melainkan menggunakan tarikh Saka, sesuai dengan


tarilch umum dipakai saat itu. Harya ada satu batu nisan yang bertar.llch H1jrI,
yaitu 874 H M) dan orang yang wafat disitu benama Zalnuddin. Makarn orang
Islam tertua di bertahun 1203 Saka = 1281 M, pada jaman raja Kertanegara dari
Singasari. Bahkan Lan makam Islam lebih lama lagi yakni di abad ke-11 (Jaman
Erlang9a) di Leraq lk (8 km) -ditemukan batu nisan yang bertullakan Arab Kufi
(Langgarn Kufah)

Sangat menarik bahwa meskipun memakai huruf Arab, makam-makam


itu umumnya tidak menggunakan tahun Hijri Melainkan menggunakan tarikh
Saka, sesuai dengan tarikh yang umum dipakai saat itu. Hanya ada satu batu
nisan yang bertarikh Hijri, yaitu 874 H (1411 M) dan orang yang wafat disitu
bernama Zainuddin. Makam orang Islam tertua di Tralaya bertahun 1203 Saka =
1281 M, pada jaman raja Kertanegara dari Singasari. Bahkan peninggalan Islam

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 22


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
lebih lama lagi yakni di abad ke-11 (Jaman Erlangga) di Leran dekat Gresik (8
km) ditemukan batu nisan yang bertuliakan Arab Kufi (Langgam Kufah) yang
menerangkan wafatnya seorang wanita Muslim benama Fatimah binti Maimun
bin Hibatullah pada tgI. 7 rajab 475 H = 1082 M. Data ini pasti ada hubungannya
dengan peranan maulana Ali Syamsu Zein yang berhasil meng-Islamkan raja
Jayabaya pada abad ke-12 (1135-1157 M).

Bahwa Islam masuk Ke pulau Jawa sudah sejak abad yang lebih lama
lagi (abad ke-7 akhir atau awal abad ke-8) dapat saya buktikan lebih lanjut
dalam karangan Ramalan Jayabaya versi lain, yakni pada jamannya ratu
Sirna/Sinnaha Bibi Sanjaya bersumber Cina dan Arab serta sumber Jawa tulisan
Sunan Giri ke-3 yang menjadi landasan penulisan Ramalan Jayabaya ini yang
dikenal dengan sebutan Kitab Asrar. Dus makin teliti kita analisa, ternyata
sumber yang sering dikecohkan oleh penulis-penulis Muslim Disini makin
mendekati Hilangnya rasa kekhawatiran tertentu, sehingga tinggallah
menghilangkan tuduhan kalangan kita sendiri yang menyatakan bahwa dengan
sumber ini hanya akan membawa kearah kemusyrikan dan kekurafatan
tertentu. Dan sekaligus kita jawab, bahwa hal itu tergantung niatnya, apakah
kita ingin menjadi musyrik atau mensyukuri nikmat Allah SWT seperti di
katakan dalam AI-Qur’an surat An Naml 39-40.

Dalam hubungannya dengan masalah ramalan Jayabaya ini, Bung Karno


pernah, mengatakan dalam salah satu pidatanya dimuka umum tentang akan
datangnya Ratu Adil. Menurut Bung Karno, Ratu Adil itu katanya Republik
Indonesia ini.

Dalam menanggapi Ratu Adil seperti kesan Bung Karno tadi, penulis
condang berpendapat demikian juga. Bukankah cita-cita negara ini jelas hendak
mencapai masyarakat yang adil dan makmur?. Hanya saja siapa tokoh Ratu
Adil yang Identik dengan simbol Herucakra itu?. Masih perlu diteliti lagi
jiwanya, namun dalam buku ini penulis tidak membahasnya secara terperinci,
sebab tidak bijaksana dan lagi bisa menimbulkan salah paham yang tidak kita
inginkan. Penulis lebih suka membagi arah pikiran pembaca sesuai dengan
kesimpulannya masing-masing, sehingga terciptalah seninya serta
keindahannya. Maka lebih baik kita persilahkan pembaca mencarinya sendiri,
dan andapun pasti dapat menemukan juga.

Bukankah beliau sudah ada dikanan kiri kita? Tetapi tidak banyak orang
yang mengerti dan tidak banyak pula yang menduganya (sampar kesandung
kang asma, bumi Mataram kang Wijil trahira nata mangkubumi, atajem

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 23


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
polatanipun, saguh datan wegahan, ngrampungi sabarang kawis, tansah
winongwong ing sangulat sariro).

Tetapi kedudukannya hanya bersifat sementara (jumeneng mung


anyelani). Dalam versi lain juga disebutkan ciri-cirinya, tetapi semua itu dapat
anda telaah dalam buku ini nanti. Buat penulis sendiri berpendapat bahwa yang
disebut Ratu Adil itu ialah sebuah harapan rakyat dan UUD kepada siapa saja
yang menjadi Kepala Negara dari sebuah kepulauan ini, hendaklah selalu bisa
berbuat adil, karena hanya itulah sumber keamanan dan ketentraman hidup
menuju keseimbangan yang sentosa (harmonis). Hilangnya sikap yang adil,
berarti mengundang Hilangnya kekuasaannya!.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 24


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
BAB : IV
LANGKANYA BUKU-BUKU
TENTANG RAMALAN JAYABAYA YANG BAIK

Didalam jaman penjajahan Belanda, kata R. Karkono Kamajaya, hampir


tidak ada buku khusus mengenai Ramalan Jayabaya terutama yang berisi
ungkapan tentang arti dan maksudnya. Baru dijaman kemerdekaan terbit
beberapa buku a.l. : (1) ”Dibelakang layar Ramalan Joyoboyo”, oleh Imam
Supartii Alm, terbit 1946, cetakan ketiga 1950. (2) Peranan Ramalan Jayabaya
dalam Revolusi kita”. oleh cantrik Mataram, 1948 dan (3) Jangka Jayabaya
Weddhawakya” oleh R. Tanoyo, 1960.

Penulis-penulis kenamaan menulis dan ada yang mengulasnya a.l. :


Dr. Suksmana dalam Majalah ”Pancaraya” Balai Pustaka, tgl. 01-11-1946 secara
panjang lebar dengan analisanya berlandaakan berbagai buku.

Penulis yang lain, seperti Drs. Moch. Ali Alm, dalam ”Star Weekly”
tgl.30-09-1961 dalam tulisannya berjudul ”Spengler, Toynbee, Djajabaja”, berisi
perbandingan sepintas lalu dengan ramalan-ramalan mereka yang tiqa macam
dan tiga landasan berfikir berlatar masyarakat masing-masing.

Dr. Alflan, sarjana ilmu politik, dalam harlan ”SINAR HARAPAN”


tgl. 30-09-1971 suatu timbangan bukunya, ”Bernharti Dahn” dengan judul
"Dasar-dasar Pemikiran Politik Soekarno, Jayabaya dan Perkembangan
Nasionalisme Indonesia", Disamping itu banyak pula ditulis dalam almanak-
almanak, primbon-primbon, dsb dimuat dalam tulisan-tulisan tentang ramalan
itu, bahkan berbagai versi dan kutipan-kutipan sebagai ”Kata-kata /wasiat”,
tetapi semua itu disangsikan kebenarannya sebagai berasal dari kutipan raja
Jayabaya. Namun demikian sebagai pegangan masyarakat Indonesia di abad
ke-20 ini boleh diyakinkan bahwa sumbernya ramalan Jayabaya itu ialah Kitab
Asrar yang kemudian disebut dengan nama lain ”Kitab Musarar” (Kitab yang
mengandung hal-hal yang rahasia) dibawa oleh Maolana Ali Syamsu Zein pada
abad ke-12, pada jamannya raja Jayabaya Kediri.

Kitab Asrar yang dibawa oleh Maolana Ali Syamsu Zein, guru sang raja
Jayabaya ini dahulunya adalah tulisan Syech Subakir yang pernah datang
pertama kali di Indonesia (Jawa) pada kira-kira akhir abad ke-7 M atau
sesudahnya, yakni pada jamannya Ratu Sirna dari kerajaan Keling (Kecamatan
Klepu/Salatiga). Hal ini didasarkan atas berita Cina bertarikh 674 M dimana saat
itu utusan Ratu Sirna mengadakan hubungan diplomatik ke Tiongkok. Hal ini
sangat dimungkinkan sekali mengingat naskah Jayabaya Syech Subakir (40

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 25


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
sinom & 40 dandanggula) itu dikatakan dapat bertemu dengan Semar dan
Togog yang pernah kita ulas diharlan Berita Buana Jakarta. Dan pada saat ini
pula dikerajaan Holing/Keling terdapat seorang pendeta termashyur bernama
Yoh-na-po-to-lo (Yanabadra). Nama tokoh mana didalam pewayangan kita
digambarkan sebagai Badranaya alias Semar! Kisah tokoh yang
disesalkan/diselipkan dalam Mahabaratanya Mpu Sedah dan Panuluh yang
tidak ada dalam Mahabarata asli dari India. Jelas pertemuan syech Subakir
dengan Semar & Togog itu benar adanya. Didalam Berita Buana tempo hari
saya mengidentikkan dengan raja Samaratungga (800-825 M).

Hal ini akan kita analisa lagi dalam ramalan Jayabaya versi Syech
Subakir yang akan datang. Untuk menghayati situasi pada abad-abad itu bahwa
Islam sudah bergerak maju kearah manapun, dapat kita lihat dalam ”Atlas
Sejarah” Moch Yamin terbitan Djambatan 1956 dan keterangan-keterangan
pengarang buku terkenal Philip K. Hitti dalam bukunya ”Dunia Arab”
(terjemah) hal.94 ”Pada tahun 732 genaplah 100 tahun telah berlaku setelah
Nabi Muhammad SAW wafat. Dan kini imperlum yang terbentang dari teluk
Biskaye hingga kesungai Indus (712), dan dari danau Aral dan perbatasan
Tiongkok hingga hulu sungai Nil. Kota Damsik (Damaskus), yang menurut
cerita samar-samar dimasuki oleh Nabi semasa mudanya, karena beliau hanya
sekali saja hendak melihat Firdaus (tempat turunnya Nabi Adam?), kini menjadi
Ibukota dari Imperlurn yang sangat berkuasa itu. Pada pusat kota itu beridiri
istana yang sangat indah dari Ahala/Dinasti Ummaiyah, dari mana orang dapat
memandang ke arah dataran-dataran yang subur yang terbentang kearah
selatan hingga gunung Hermon yang bersorbankan salju sepanjang masa”.

Demikian sepintas lalu kita kutipkan beberapa pandengan para penulis


sejarah yang ada hubungannya dengan isi ramalan yang terdapat dalam Kitab
Asrar dan Jangka Jayabaya yang sudah dipadukan oleh pujangga Jawa pada
abad ke-18/19 M yang lalu. Maka tidak heran pula bila Raja Jayabaya pada akhir
hayatnya masuk Islam. Hal ini bisa dilihat tulisan-tulisan tentang Kakawin
Gatutkacasraya, karya Mpu Panuluh, yang penuh kata-kata Arab. Menurut
disertasi Dr. Sucipto Wiryasuparta, th.1960. Tulisan seorang pujangga yang
tidak mungkin juga Jayabaya bisa mendalami ilmu tassawufnya Maolana Ali
Syamsu Zein, bila ia tidak bersaksi dahulu dengan dua kalimah sahadat :”Aku
bersaksi tidak ada Allah SWT selain Allah! Dan Nabi Muhammad adalah
utusan terakhirnya”.

itulah sebabnya bila dalam buku Ramalan Jayabaya disebutkan pula


kalimat: ”Yen Islama kadi Nabi, Ri Sang Aji Jayabaya...” (bila kita lihat Islamnya

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 26


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
mungkin sudah mendekati ajaran Nabi Muhammad saw, orang demikian
adalah raja Jayabaya .....).

Namun demikian data saya ini masih didhaifkan oleh seorang penulis
sarjana IKIP Bandung bernama Nia Kurnia Sholihah dalam tulisannya
dimajalah ”Panji Masyarakat” Jakarta no.309-1980/Desember.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 27


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
??????????GAMBAR ???????????????

LOKA MAHKOTA
SANG PRABU SRI AJI JOYOBOYO

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 28


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
BAB : IV
CARA MEMAHAMI RAMALAN

Untuk dapat memahami sebuah ramalan, orang sebenarnya harus


mencari kata yang tersirat, dus bukan yang tersurat saja. Dalam hal yang
tersurat memang perlu juga diperhatikan karena bagaimana pun tidak seluruh
maksudnya harus ditulis dengan bahasa tersirat; kata-kata tersuratnya kadang-
kadang Merupakan jembatan untuk bisa memahami kalimat-kalimat yang
tersirat.

Tetapi ada juga ramalan-ramalan yang untuk mengetahui tidak perlu


dari yang tersirat, cukup apa yang tersurat itu saja, sehingga ada ramalan yang
terselubung dan ada ramalan yang terang-terangan termasuk pada add 1)
adalah ramalan-ramalan hasil karya pujangga seperti yang terdapat dalam
Serat Jaka Lodhang, Kala, Tidha, Sabda Tama, Sabda Jati dll.

Ramalan-ramalan Jayabaya dalam berbagai versi itu demikian juga


adanya. Biasanya ramalan-ramalan tersebut semuanya terselubung. Untuk
mengetahui maksudnya orang harus membuka selubungnya dahulu. Membuka
selubung tersebut tidaklah mudah, dan tidak setiap orang, sehingga sang
pujangga pernah memperingatkan: ”Ingkang bisa nemu iku, ora saben sok
uwonga, kudu ana pilihane, kang weruh jangkane jaman, eling kanthi waspada,
tindak tuwajjuh Lan jujur, ingkang antuk kamirahan”. Artinya: ”yang bisa
menemukan maknanya (ramalan ini) tidaklah setiap orang dapat : harus punya
pilihan, dan tahu prospek sejarah jaman, ingat selalu kepada keadilan dan
kebenaran Allah SWT, bertindak tuwajjuh (mantheng) dan jujur (obyektif).
Mereka inilah yang kemungkinan dapat memahaminya”.

Untuk itu tentu saja dibutuhkan ilmu penyangga yang luas sifatnya.
Contoh Serat Jaka Lodhang terdapat tokoh ganjil yang benama Jaka Lodhang
yang menggantungkan diri disebuah dahan medingkrang...! Untuk
menebaknya seketika sulitlah kita. Dan baru nampak jelas setelah membaca
kalimat-kalimat berikutnya yang menunjukkan tanda waktu yang masih sandi
lagi, yakni tahun yang berbunyi :

”Sirna-tata-hestining-wong”, 1870 Saka.

Kalau tahun tersebut kita tambah 78 tahun lagi tertebaklah maksudnya


yakni menunjuk tahun 1948 M. Ada peristiwa apa pada tahun itu? Ada
peristiwa Madiun : ”Maka mengertilah kita, bahwa yang hilang peri
kemanusiaan-nya itu adalah orang FDR/PKI yang berkhlanat terhadap RI

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 29


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
waktu itu. Jadi gambaran gunung mendaki berarti wilayah Republik yang
menciut akibat perjanjlan Linggarjati dan Renville di tambah pemberontakan
kaum FDR
tersebut.

Jake Lodhang yang medingkrang tapi jelas, adalah peranan tokoh


Prokiamator RI, yang hanya dengan perbuatan secarik kertas berisi Teks
Proklamasi itu saja kok bisa medingkrang jadi Presiden/Wakil Presiden?.
Selanjutnya Lihatlah buku ”Wajah Politik Republik Indonesia” menurut
ramalan R.Ng. Ranggaudaraito karangan saya tersebut dimuka.

Tetapi memahami masalah tahun sandi ini pun tidak gampang. Ada
orang yang menafsirkannya dengan tahun Jawa 1860 = 1919/20 M. SenAllah
SWTnya kebuAllah SWT memang sama yaitu mengerah kepada perbuatan
kaum komunis ditanah air ini, tetapi pentafsir itu kemudian tidak bisa
mentafsirkan secara teliti data-data berikutnya secara logis. Maka tidak
benarlah akhirnya, karena ia belum tepat membuka selubung seluruhnya, baru
ngintip kira-kira saja. Sedang pemberontakan komunis sebelum kemerdekaan
itu terjadi pada tahun 1928 M.

Masih ada contoh keliru lagi tentang pemahaman orang terhadap tahun
sandi, ramalan pujangga yang dipersamakan dengan tahun Jawa Sultan
Agung. Misalnya tahun ”Wiku-Sapta-Ngesthi-Ratu”, yang terdapat dalam
Serat Jaka Lodhang (Megatruh point 2), ditafsirkan sebagai tahun Masehi 1945,
padahal sang pujangga sudah memberi kata isyarat bahwa tahun ini masih se-
jaman dengan sinyalemen-sinyalemen yang disebutkan dimuka yang juga
sudah memberikan tanda tahun sandi dua buah (nirsadhestining-urip). Tahun
Wiku-sapto-ngesthi-ratu tak bisa lain harus diterjemahkan 1870 + 78 = 1955 M.
Tahun mana menunjukkan peristiwa besar pemilihan umum pertama kali.
Apakah tujuan pemilu pertama ini? Tak lain untuk menetapkan secara
bijaksana kedudukan seorang kepala negara. Bukankah sebelumnya telah diberi
tanda-tanda kemurahan berupa kalimat penyangga tebakan yakni kalimat ”Jaka
Lodhang sabdo malih”, Jaka Lodhang mendapatkan kedudukan lagi, jadi
kepala negara hasil konsensus pemilu 1955. Tapi meski demikian masih ada hal-
hal yang mengganjal/kurang memuaakan? (nanging ana marmanipun). Sebab
cita-cita negara kesatuan belum klop dengan kerangka cita-cita tahun 1945 yang
telah tergambar dalam kalimat serat Jaka Lodhang (pembukaan). ”Wartane meh
teka” (berita gembira/kemerdekean hampir datanglah). Kedatangannya
kemerdekaan ini lalu tergambarkan dalam deretan pertama sebuah kalimat
yang berbunyi :

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 30


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
”Jaka Lodhang gumandul, praptaning pang ngethingkrang
srumuwus..,dstnya”.

Jaka lodhang menggantungkan dirinya disebuah dahan/cantelan, sambil


duduk medingkrang sambil memohon petunjuk dan kekuatan Illahi... semoga
apa yang diproklamirkan itu berhasil.

Tetapi yang terlihat kemudian ternyata gunungnya malah mencekung,


jurangnya malah menonjolkan diri, kan aneh?. Tidak aneh kalau kita tahu,
jurang itu perlambang yang membahayakan, kok malah menonjol?! Jelas itu
perbuatan kaum FDR/ Komunis ditahun 1948. dus bukan perbuatan Komunis
tahun 1919-1920 M ! Bukankah peristiwa itu masih satu jaman ? Jaman merdeka
I Dan bukan jaman penjajahan lagi (1919-1920) adalah bukan sejaman lagi). Jadi
jawaban memakai tahun Jawa-bulan tidak klop.

Pendapat sesat itu masih meracuni orang hingga sekarang. Mudah-


mudahan setelah munculnya tulisan-tulisan saya diharlan Berita Buana dan
buku ini, pendapat umum mulai berubah menyesuaikan diri dengan analisa
penulis ini.

Bagaimanapun fleksibelnya nilai sandi tahun sangkalan itu, harus kita


cari logikanya berdasarkan fakta sejarah yang tepat ! Dan beralasan logis.

Kalimat ”Jaka Lodhang mendapat kedudukan lagi", berarti sebelumnya


ia telah mendapatkan kedudukan pula, tetapi hilang akibat adanya kala bendu
berupa peristiwa Linggarjati dan Renville, perbuatan terkutuk kaum FDR/1948
yang akhirnya memberi jalan mudah bagi penyerbuan Belanda ke wilayah-
wilayah Republik yang tinggal 7 karesidanan itu. Mendapatkan kedudukan lagi
yang kedua ltu ialah berkat KMB (27-12-1949), dan karena itu tahun Wiku-
Sapto-Ngesthi-Ratu, kata Wiku harus bernilai dua alias 1872 + 78 = 1950 M. Nilai
”Wiku” nanti juga bisa berarti 9 Wali Sanga. Ini berarti menunjukkan angka
tahun 1957 M, tahun dimana Bung Karno, sang Jaka Lodhang mengumumkan
konsepsinya pada tgl. 21 Pebruari 1937 berupa Presiden yang menginginkan
adanya Kabinet Gotong Royang dan Dewan Nasional yang bertentangan
dengan jiwanya UUDS.

Konsepsi Presiden ini nampaknya untuk memperlihatkan usahanya yang


belum berhasil dan menimbulkan ketidak-puasan politik itu. Bukankah sang
punjangga telah menasehatkan? ”Hestineng murih kelakani!” Usahakan terus
hingga tercapai. Sayangnya setelah tercapai yakni setelah munculnya Dekrit
Presiden pada tgl. 5 Juli 1939, sang Jaka Lodhang lalu digubel oleh cecunguk-

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 31


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
cecunguk politik dari kaum Merah yang diberi hati oleh Presiden lewat
Konsepsinya itu sendiri. Maka kaum Komunis di tahun 1948 yang berkhlanat
belum diadili oleh Negara itu, kini malah muncul kembali lewat suatu cara
fitnah di tahun 1965 yll ( Peristiwa G.30.S/PKI ). Maka menangialah Sang
Parameng Kawi, sang Penguasa Orde Lama alias Bung Karno! Katatangi
tangisira, sits Sang Paremeng Kawi !! sinyalemen ini terdapat dalam Serat Kala
Tidha point 3.

Ramalan yang terselubung dalam DUNIA ISLAM-pun banyak


contohnya. Misalnya apa yang disebut-sebut dalam Hadist Shahih Muslim dan
Bukhari. Disana kita telah diberi tahu oleh Nabi. (Muhammad SAW) bakal
datangnya 10 Kejadian besar, menjelang Hari Kiamat, antara lain akan
munculnya Dajjal si Pembohong besar yang kafir. Yang dilukiskan mata
kanannya buta. Di katakan oleh Nabi bahwa dari saat jamannya Nabi Adam
hingga timbulnya kiamat kubro nanti, tidak ada peristiwa yang paling hebat
kecuali peristiwa-peristiwa yang dibuat oleh para Dajjal si kafir. Kitab Fafirru
Ilallah karangan Kyai Mundhir Nadhir Surabaya (1956) yang mengambil
sumber kitab-kitab terbitan Timur Tengah tahun 1937 serta hadist-hadist Shahih
menjelaskan bahwa dajjal itu konon masih terbelenggu rantai besi. Kelak bila
sudah muncul krisis pangan (paceklik dunia) selama 3 tahun berturut-turut dan
timbul Perang Turki, disanalah Dajjal sudah dekat dapat meloloskan dirinya
dari belenggu rantai besinya. Abu Bakar Sidig r.a. dalam hadist Bukhari
memberikan penjelasan berdasarkan kata Nabi bahwa munculnya Dajjal nanti
dari sebelah timur, yakni dari Khurasan (Iran), lalu menuju ke arah barat terus
ke Yerusalem. Maka gemparlah dunia dibuatnya.

Nabi Isa Al Masih lalu turun hendak menolong kaum beriman, dengan
naik kendaraan malaikat bersayap. Malaikat itu kata Nabi, setiap kali
menukikkan kepalanya, maka keluarlah semacam barang menetes. Setiap orang
kafir yang membaui nafas Nabi Isa lalu mati....!

Nah, Disinipun kita dapat melihat kenyataan ganjil yang tersirat dan
tersurat maknanya. Siapakah yang disimboliakan sebagai Dajjal yang kafir yang
terbelenggu rantai besi itu? Nampaknya tebakan saya ini, dan tidak mengada-
ada, bahwa itu kiranya sama dengan peranan kaum Komunis Rusia yang
muncul sejak Revolusi Oktober 1917 yll. Bukankah Soviet itu hingga sekarang
dijuluki oleh Pers Internasional sebagai ”Negara diBalik Tirai Besi”? Siapa yang
membelenggunya? Allah SWT sendiri. Tapi nantipun akan dilepaakan juga
belenggunya untuk menguji manusia! Mana diantara mereka yang beriman
sungguh-sungguh dan mana yang pendusta?! (Ali Imran 140 jo Al Insan) Juga

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 32


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
dilihat pesan Nabi agar kita dapat melihat siapa Dajjal yang sebenamya itu,
Lihatlah sepuluh ayat yang pertama dan akhir surat Al Kahfi.

Kalau Dajjalnya identik dengan USSR, siapa Nabi Isa dan Imam
Mahdinya seperti disinyalir hadist tersebut?. Anda perlu melihat ramalan Nabi
lagi : ”Belum akan terjadi kiamat sebelum timbul perang besar yang meluas
sifatnya. Perang itu antara dua kelompok pasukan besar yang bertempur di
medan laga yang dahsyat, keduanya memakai semboyan yang sama/satu
(Perdamaian,pen)”!.

Ramalan itu begitu jelas dan tidak ada kata-kata sandinya satupun. Tapi
jelas, itu adalah peperangan antara kaum Dajjal dan kaum beriman yang
disertai bantuan Nabi Isa (simbolis) yang naik sayap kedua malaikat. Bukankah
gambaran yang memperlihatkan setiap kali kepala Malaikat itu menukik itu
Merupakan gambaran sebuah kapal terbang pembom? Ciri-ciri kapal perang
pembom itu adalah benar setiap kali akan mengeluarkan bomnya (barang
menetes, hadist) harus menukik terlebih dahulu. Maka setiap orang kafir yang
membau nafas Nabi Isa tadi lalu mati !.

Sebab bau nafas nabi Isa itu adalah gambaran bom-bom beracun yang
diciptakan manusia modern jaman akhir ini.

Kalimat-kalimat tersebut disamping tersuratnya menunjukkan


kejelasannya, tetapi tersiratnya pun perlu ditafsirkan. Penulis menebak bahwa
kata tersirat Dajjal itu identik dengan peranan USSR sekarang ini.

Bukankah Soviet itu sebuah negara besar yang menganut faham kafir,
atau atheis/komunis dan mendapat sindiran pers internasional sebagai sebuah
negeri diBalik tirai besi? Siapakah lagi kalau bukan Soviet ?.

Menjadi logialah bila Uni Soviet yang kini terbelenggu rantai besi
armada-armada A.L.-nya dari Laut Hitam menuju Laut Tengah yang lewat selat
Bosporus dan Darnela (Turki anggota NATO) itu sebagai Dajjalnya akhir jaman
ini. Kalau demikian timbullah pertanyaan lagi, siapakah Imam Mahdi dan Nabi
Isanya ? Bukankah perang besar antara dua pasukan besar yang bertempur di
medan perang tadi jelas gambaran perang besar antara dua blok pasukan
NATO dan Pakta Warsawa yad ?.

Kalau Dajjalnya identik dengan Uni Soviet yang komunis, maka Nabi
Isanya tentu bangsa-bangsa Kristen yang tergabung dalam Blok Nato. Jadi
Disini kita tidak akan menyaksikan turunnya Nabi Isa atau Yesus dalam arti

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 33


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
yang sebenarnya. Bukankah Injil juga mengatakan bahwa kita tidak akan bisa
melihat Yesus kecuali dengan kaca mata Roh Kudus. Tanpa kacamata Roh
Kudus inipun tanpa Kristus pula. Nah, akhirnya kita harus waspada lagi
mentafsirkan Roh Kudus itu. Saya sebagai orang Islam mentafsirkan Roh Kudus
sebagai Roh Ajaran Allah SWT yang lurus yang mengejawantah dalam bentuk
kacamata Al-Qur'an!. Bukankah Nabi telah mengisyaratkan untuk memahami
makna Dajjal, isi sulat Al Kahfi yang permulaan 10 ayat harus dipelajari ?
Hadist yang lain juga dikatakan 10 ayat akhir.

Nah anda kita persilahkan mencari sendiri di Al-Qur'an terjemahan.


Karena ini Roh Kudusnya ! semua ramalan ini tadi memang simbolis semuanya
(sebagian besar). Nanti akan kita jelaskan dalam Jangka Jayabaya versi
Pranitiwakya yang disanapun disebut-sebut adanya dajjal, dll.

Dalam kalimat-kalimat berikutnya, penulis akan memberi contoh-contoh


ramalan-ramalan yang tidak tersirat lagi, tetapi justru yang tersurat menurut
apa adanya.

Ramalan yang ditulis sdr. Andjar Any antara lain memberikan penjelasan
sebagai berikut : ”Pembuat ramalan-ramalan terselubung itu biasanya orang
yang dianggap dapat mengetahui hal-hal yang belum terjadi (Weruh sedurunge
winarah)”.

Termasuk pada add 2) keterangan dimuka adalah Ramalan-ramalan


yang dibuat oleh seseorang yang ahli pada bidangnya, seperti H.N.Brailsford
dengan bukunya : ”The War of Steel and Gold”. Dalam buku tersebut dengan
gamblang penulisnya meramalkan akan datangnya perang besar pada tahun
1914-1918.

Ernt Reinharti dalam bukunya : ”Die Imperialistische Politik Imfernen


Osten” (Politik Imperialis di Timur Jauh) berisi ramalan bakal datangnya
perang di Lautan Teduh. Demikian juga Karl Haushofer, seorang profesor
tentang Geopolitik pada Universitas di Munchen yang termasyhur dalam
bukunya : ”Geopolitk des Pazifischen Ozeans" (Geopolitik di Lautan Teduh).
Seorang peramal mengenai peperangan di lautan Teduh yang lainnya lagi iaIah
Heetor Bywater seorang anggota Marinir Inggris dengan bukunya yang
berjudul ”Seapower In The Pacific” dan ”The Great Pacific War” (Perang Besar
Pasific).

Semuanya ini ditulis sebelum tahun 1030 jauh sebelum perang Pasific itu
terjadi. Demikian juga Bung Karno dalam setiap pidato politiknya di depan

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 34


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
massa selalu mengatakan bahwa belorong-belorong Imperialis Inggris, Amerika
dan Jepang mulai memperebutkan negara Tiongkok. Siapa yang berkuasa di
Tiongkok dialah yang akan menguasai Pasific, dialah yang akan menguasai
dunia Timur, ekonomis dan militer. Untuk itu tak segan-segan ketiga blorong
itu akan bertempur mati-matlan dalam suatu peperangan yang membesar yakni
Perang Pasific. Karena Indonesia berada dekat sekali dengan Lautan Teduh.
Tidak boleh tidak Indonesia akan terkena benturan ombak Lautan Teduh yang
sudah berbau amisnya darah. Di saat itulah rantai Imperialisme yang paling
lemah akan patah dan Indonesia akan merdeka.

Ramalan Bung Karno inipun ternyata benar meskipun dikatakan jauh


sebelum peristiwa tersebut terjadi. Demikian kata Andjar Any. Ramalan Bung
Karno ini nampaknya juga diilhami oleh sinyalemen-sinyalemen pujangga
dalam Serat Jaka Lodhang. Terbukti setelah perang dunia ke-2 selesai dan
tuntas. Indonesia berhasil menjadi sebuah Negara Merdeka dan kalis dari
belenggu penjajahan Belanda lagi, yakni setelah Perjanjlan KMB ditanda tangani
(27-12-1949), segera setelah Sang Jaka Lodhang sabda malih, lalu memperbaiki
Makam Pujangga di desa Palar Kecamatan Tracuk Klaten pada tahun 1952. Dan
pada tahun 1955 beliau berkenan berkunjung kesana.

Ramalan-ramalan tersebut didasarkan atas perhitungan-perhitungan dari


keadaan yang nyata. Kenyataan di saat itu dihubungkan dengan pisau analisa
yang tajam lalu disimpulkan bahwa akan mengakibatkan demikian. Jadi
berdasarkan analisa problem daripada kenyataan-kenyataan dan pengalaman-
pengalaman dihubungkan dengan perhitungan-perhitungan yang wajar.

Oleh karena bertolak dari kenyataan dan kewajaran, maka hasil rumusan
yang dianggap semacam ramalan itupun terlukis secara terang-terangan. Yang
dibaca jadinya adalah yang tersurat bukan yang tersirat

Seorang peramal selain ahli dalam Ilmu Astrologi biasanya dia juga
memiliki kekuatan lain yang terpendam dalam tubuhnya, semacam kekuatan
batin. Atau sering disebut ”Clairvoyance”, pemandengan jarak jauh sebelum
Kejadian. Bahasa sekarangnya juga disebut ”proyeksi-proyeksi ilmiah” yang
dapat memberikan prospek masa datang. Bagi seorang astrolog yang ahli dalam
soal perbintangan, seolah-olah melihat posisi bintang-bintang yang punya
pengaruh terhadap kehidupan alam semesta ini seperti membaca sebuah buku
sejarah saja, yang bila dia mengamati letak bintang pada saat itu, sudah tahu
pengaruh-pengaruhnya terhadap kehidupan manusia.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 35


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
Jeane Dixon, seorang peramal berkebangsaan Amerika yang populer
pada waktu itu, pada tahun 1952 mengatakan, setelah Jeane Dixon sembahyang
pagi di Gereja seakan-akan dia melihat Gedung Putih istana Presiden AS.
Bayangan lalu muncul, makin lama makin jelas dan kemudian muncul bayang
angka 1960 disusul dengan segumpal kabut hitam yang menutupi bayangan
angka tersebut. Kedua bayangan itu akhirnya lumer seperti Iilin dan jatuh
meleleh menimpa Gedung Putih. Kemudian sementara itu tampak pula
bayangan seorang laki-laki yang berdiri di depan seluruh bayangan tadi, tinggi
perawakannya, bermata biru dan lebat rambutnya. Empat tahun dari Kejadian
itu (1956) Jeane Dixon dalam wawancara pers meramalkan bahwa pada tahun
pemilihan Presiden 1960 akan terpilih seorang dari Partai Demokrat yang
bermata biru berambut tebal. Dan ia akan mati terbunuh. Ramalan tersebut
dimuat pada Majalah Parade terbitan 13 Mai 1956. Ramalan itu tepat sekali.
Pada tahun 1960 John F. Kennedy terpilih sebagai Presiden AS dengan ciri-ciri
yang cocok dengan ramalan Jeane Dixon. Matanya biru, berambut lebat dan
dari partai Demokrat. Kemudian dia mati terbunuh. Tanggal 2 3anuarl 1966
peramal Jeane Dixon meramalkan bahwa Bung Karno menjelang akhir tahun
1966 sudah tidak berkuasa lagi di Indonesia. Dia juga meramalkan bahwa
komunis akan kehilangan tempat berpijak di Indonesia. Ramalan-ramalan itu
terbukti kebenarannya. Demikian Kata penulis Andjar Any dalam bukunya.

Sebagai seorang Muslim cara berfikir kita tidak boleh seperti mendahului
Takdir Allah SWT, seolah-olah ngerti sak durunge winarah! Kata Sunan Giri
dalam babad Tanah Jawa, ucapan seperti itu ibaratnya, sebagai ”Wong
kajlomprong, ngaku yen weruh ing pasti, gurune karidu Ibila, muride saya
keranjingan!”.

Memang setan bisa menggoda kita dan bisa memberi tahu kita seperti
tepatnya. Namun demikian kita tidak boleh bersikap sok tahu, demikian (ngaku
yen weruh ing pasti) Melainkan seharusnya, mudah-mudahan Allah SWT
memberi petunjuk yang benar. Dengan sikap demikian, kita tidak menjadi
seorang yang musyrik! (menantiingi kekuasaan Allah SWT dengan kekuasaan
lain yang hakekatnya tergolong makhlukNya).

????????? GAMBAR NYA MANA JESS ???????????????????//

BAPAK JURU KUNCI LOKA MUK~A MEMANDU


ACARA.!3ERSIH bESA.
ACARA INI DISERTAI KEGIATAN

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 36


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
SELAMATAN, TAYUB DAN WAYO~G KULIT

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 37


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
BAB VI
RAMALAN JAYABAYA
VERSI SABDA PALON BASA JAWI
PUPUH : I
SINOM :

1. Pada sira ngelingana,


Carita Ing nguni-uni.
kang kocap ing Serat babad,
Babad nagri Majapahit,
nalika duking uni,
Sang-a Brawijaya Prabu
Pan samya pepanggilan
kaliyan Njeng Sunan Kali
Sabdo Palon Naya Ginggong
rencangira*

2. Sang-a Prabu Brawijaya


sabdanira arum manis,
nuntun dateng punakawan,
”Sabda Palon paran karsi”,
jenengpun sapuniki,
wus ngrasuk agama Rasul,
Heh ta kakang kalahira,
meluwa agama suci
luwih becik iki agama kang mulya.*

3. Sabda Palon matur sugai,


”Yen kawula boten arsi,
Ngrasuk agama Islam,
wit kuli punika yekti,
jer ratuning Dang Hyang Jawi,
momong marang anak putu,
sagung kang para Nata,
kang jumeneng tanah Jawi,
wus pinasthi sayekti kula pisahan.*

4. Klawan Paduka sang Nata


wangsul maring sunya ruri,
mung kula matur petungna,

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 38


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
ing benjang sak pungkur mami,
yen wus prapto kang wanci,
jangkep gangsal atus tahun,
wit ing dinten punika,
kula gantos kang agami
gama Buda kula sebar tanah jawa.*

5. Sinten tan purun nganggeya,


yekti kula rusak sami,
sun sajekken putu Kula,
brekasakan rupi-rupi,
dateng lega kang ati,
yen durung lebur atempur,
kula damel pratanda, pratanda
tembayan mami, hardi
Merapi yen wus njeblug mili lahar.*

6. Ngidul nglien purugira,


gondo banger Ingkang warih,
nggih punika modal kula,
wus medal agama Budi,
Merapi janji mami,
anggereng jagad satuhu,
karsaning Jawata,
sadaya gilir gumanti,
boten kenging Kalamun tan
kaowahan.*

7. Sanget-sangeting sangsara,
kang tuwuh ing tanah Jawi,
sinengkalan tahunira,
”Lawon-Supte-Ngesthi-Aji”,
upaml nyabrang kali,
prapteng tengah-tengahipun,
kaline banjir bandhang,
jerone nglelebne jalmi, kathah
sirna manungsa prapteng pralaya.*

8. Sebaya Ingkang tumika,


warata sa Tanah Jawi,
ginawa kang paring gesang,

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 39


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
tan kenging dipun singgahi,
wit ing donya puniki,
wonten ing sakwasanipun,
sedaya pra Jawata,
kinarya amertandhani,
jagad iki yekti ana kang Akarya.*

9. Warna-warni kang bebaya,


angrusakken Tanah Jawi,
sagung tiyang nyambut karya,
pamedal boten nyekapi,
priyayi keh beranti,
sudagar tuna saderum,
wong glidik ora mingsra,
wong tani ora nyukupi,
pametune akeh sirna aneng wana.*

10. Bumi ilang berkatira,


ama kathah kang datengi,
kayu kathah ingkang ilang,
cinolong dening sujanmi,
pan risaknya nglangkungi,
karana rebut rinebut,
risak tataning janma, karana
yen dalu grimis keh maling, yen
rinawa kathah tetiyang ambegal.*

11. Heru-hara sakeh janma,


rebutan ngupaya bukti,
tan ngetang anggeran praja,
tan tahan perihing ati,
pageblug ingkang linangkung
lelara ngambra-ambra
weradin sak Tanah Jawi
enjing sakit sorenya sampun pralaya.*

12. Kesandung wohing pralaya,


kaselak banjir ngemasi,
udan barat salah mangsa,
angin gung anggegirisi,
kayu gung brasta sami,

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 40


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
tinempuhing angin gung
kathah rebah amblasah,
lepen-lepen samya banjir,
lamun tinon pan kados
samodra bena.*

13. Alun minggah ing daratan,


karya rusak tepis wiring,
kang dumunung kering kanan,
kajeng akeh ingkang keli,
kang tumuwuh apinggir,
samya kentir trusing laut,
sela geng sami brasta,
kabalebeg katut keli,
gumalundung gumludug suwaranira.

14. Hardi agung-agung samya,


gumleger suwaranira,
lahar wutah kanan kering,
ambleber angelebi,
nrajang wana lan desa gung,
manungsanya keh brasta,
kebo sapi samya gusis,
Sirna gempang tan wonten
mangga puliha.*

15. Lindu ping pitu sedina,


karya sisahing sujanmi,
sitinipun samya nela,
brekasakan kang ngelesi
anyeret sagung janmi,
manungsa pating galuruh,
kathah kang nandhang roga,
warna-warna ingkang sakit,
awis waras akeh kang
prapteng pralaya.*

16. Sabda Palon mulya mukswa,


sakedap boten kaeksi,
wangsul ing jaman limunan,
langkung ngungun Sri Bupati,

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 41


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
njegreg tan bisa angling,
ing manah lantun gegetun,
keduwung lepatira,
mupus karsaning Dewadi,
kodrat iku sayekti tan, kena howah.*

17. Minurut carita kuna,


wecaning jalma linuwih,
kang wus kocap aneng jangka,
manungsa sirna sepalih,
dene ta kang bisa urip,
yekti ana surutipun,
kinarya bebaya,
kalise bebaya yekti,
pada sira ngulatana Kang wineca.*

18. Wus kocap ing Jayabaya,


manungsa urip punika,
kadya rumput aneng wana,
gunane linuku sami,
(Sebaris hilang teksnya)
yekti kathah ingkang lebur,
kalamun nedya nyuwuna.
luput ing sakalir kaki,
garu luku bisa slamet selanira.*

19. Pada sira ngupayaa,


sarana Ingkang sayekti,
sahadat ingkang sampurna,
sampurna jatining urip,
kalamun tan bisa holeh,
nyatakna ingkang satuhu,
kang nganti prapteng pralaya
laya sajroning urip,
iya iku marganing kalis bebaya.*

20. Yen sira durung uninga,


takokna guru kang yekti,
kang wus pupus kawruhira,
kawruh ing kasedan jati,
beda budining yekti,

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 42


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
kang kok anut rinten dalu,
ing ngendi dunungira,
lawan asalira iki,
yen wus laya ing ngendi iku
dunungnya.*

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 43


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
PUPUH : II
SINOM :

1. Rarasing sekar Sri Nata,


Den-nya murwaka ing kawi,
Ngadi sariraning jaman,
Bekane panca wiyadi,
Hilangnya tata utami,
Bur luluh samya sampyuh,
Handingini kang kodrat,
ing sayekti mrang utami,
Nggih marang tataning
pakarti sujanma.*

2. Rong warna pamecaning wong,


lelakon ing tanah Jawi,
reraton ratu jenar,
wadyane cebol kepati,
ya cebol kepalang jinis,
saking ler wetan salipun,
prabu Jamus nuli nendra,
reribet gung andatengi,
laminira saumur jagung kewala

3. Garuda Ngawangga gumantya.


ibuna putri ing Bali,
reraton ing tanah Jawa,
wadyane setan lan demit,
Prabu Jamus ndatengi,
gya palarasana mundur,
jejer lukira sang Nata,
Herucakra esmu kingkin
laminira pineting seprapat jaman.*

4. Wartane kang jaman edan,


hewuhaya ing pambudi,
melu edan nora tahan,
yen tan melu hanglakoni,
saben ari nandang kingkin,

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 44


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
kaliren wekasanipun,
dilalah kersaning Allah,
begja begjane kang lali,
luwih begja kang eling
miwah waspada.**

5. Siliring kang samirana,


tumama mring sang Nayaka,
tan weweka na bebaya,
pra Nayaka tindak juti,
amung kedik ingkang murni (muni)
tanpa daya temah hambruk,
naluri leluhurira,
Brawijaya Majapahit,
kendhangira nggarwa
putri saking Cempa.*

6. Tataning nagara rusak,


keh narapraja nandang kingkin,
saking agenging dosanira,
sineret pradaka yekti,
gya pinutus hukum kalis,
ewa dene taksih ndlarung,
para muda sigra kroda,
amrang sabda nyuwun adil,
binantu sang Senapati alaga.*

7. Ingkang gumantya Narendra,


jumeneng mung anyelani,
sampar kesandung kang asma,
bumi Mataram kang wijil,
trahira Nata Mangkubumi,
atajem polotanipun,
saguh datan wegahan,
ngrampungi sabarang kawis, tansah
winong wong ing sangulat sarira.*

8. Suraring driya pinengeten,

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 45


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
candra sengkalaning warsi,
”Wiku-Miyat-Wiwaraning-Jagad”
(1892/1897/1899)
nuswa Jawi pinarimeng,
wiyadi awit netepi,
agama budi lan kawruh,
pinaringan trah Erlangga,
Herucakra Ratu Adil,
kedatanira ing wana Ketangga.*

9. KertanIng praja anggen-nya, liyan praja samya ering,


samya nungkul suka-lila dan aweh sok bulu bekti,
mili berlian rinukmi, cedak tumelung adoh tumiyung,
murah sandang murah pangan, tentrem ayem kawula alit,
thethenguk nemu kethuk isi kencana.*
Catatan :
Aksara ageng wiwitan saben sak pada, menawi dipun waos saking angka
satunggal ngantos angka sanga, saking nginggil mangandap bade nedah-aken
asmanipun pengarang ”R. Ng. Burhan Inggih Ronggowarsito Ing Surakarta.”
Serat Jayabaya punika mirip kaliyan sinyalemenipun ing Serat Kala Tidha
Menawi Serat Kalatidha kaserat tahun Jawi 1769 = 1841 M, lan nalika tahun
1770 J = 1842 M sang pujangga ngasta Serat ”Jangka Jayabaya” aciri prosa, saget
ugi Serat Jangka Jayabaya versi Sabda Palon punika kaserat tahun punika
(1841/1842 M). Tebakan kita ing ngajeng sajak Wentu mboten klentu malih. *****

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 46


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
PUPUH : III

DANDANG GULA

1. Angidunga piwelinge kaki,


Sabda Palon pamong Nuswantara,
amece sengsarane,
rakyate Nuswantara gung,
nampi sasmitaning Hyang Widhi,
kalambangan wong anyabrang,
prapteng tengah tempuh,
saka bantere kang bene,
yaiku ”Gapura-Sapta-Ngesthi-Aji”
keh jalma kang pralaya.**

2. Nandang rekasa wong tanah Jawi,


kadya karsane Kang Murbeng Alam,
Meruhna pra kawulane,
lamun ta jagad punika,
Pangeran Kang Amengku Adil,
nuju becik lan ala,
kang nandur kang ngunduh,
nandur wohing priyangga,
den alami kinarya amertandani,
jagad ana, kang ngasta.**

3. Sarananing peparing wami-warni,


Sangkan paran wujude bebaya,
angrusak tanah Jawine,
wong aglindig datan cukup,
nambut karya datan nyekapi
priyayi akeh kaliren,
sudagar da ambruk,
tatanen akeh kang sirna,
rinusak ing hama katerak paceklik
abot uripe jalma.**

4. Raharjaning bumi ilang yekti,


mubale harda saklangkung ndadra,
tuhu agung karusakane,

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 47


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
keh pandung wanci dalu,
datan tentrem uripe jalmi
ing rahina akeh begal,
pada rebut ducung,
mbalela tindak durjana,
nagri kawedan anggenira ngadili,
jajaran tan cilik pidana.*

5. Kelampahan dangune tigang warsa,


jalma taksih jroning huru hara,
rebutan sandang pangane,
lali sanak sedulur,
marga tanpa ana sihing ati,
lali anggering praja,
amung mburu nafsu,
gya katungka praptanira,
pegeblug kang anyar ing tanah Jawi,
keh janma kang pralaya.*

6. Dadya rusak pra umat sami,


kesandung bae temah pralaya,
tigang wujud dadine,
udan barat angagung,
kayu gung samya rebah sami,
mblasah sami rebah,
keli bena nggegirisi satahu,
kodya benaning samodra,
kang katerak datan saged
nanggulangi, larut kableber sirna.**

7. Tanda ingkang sanget nggegirisi,


alun somya minggah ing daratan,
angrusak tepis wiringe,
karya gatering kalbu,
kang dumunung ing kanan kering,
kayu-kayu keh kang kendang,
pada sirna larut, sela ageng samya
brasta, gumalundung mblasah Katut
iline kali, gumludug swuaranira.*

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 48


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
8. Sakathahe redi mbledos sami,
nggegirisi urubing dahana,
gumleger sru swarane,
muntah lahar lan watu,
mblabar ngelebi kanan kering,
nrajang wana lan desa,
manungsa keh lampus,
kebo sapi gusis sawiji,
raja-kaya datan aha sawiji,
tan wonten mangga puliha.*

9. Wasana sebel horoging bumi,


ana lindu ping pitu sedina,
karya ngrusak jalmane,
anela sitinipun,
brekasakan sami kaeksi,
nyeret saguning jalma,
ginaruk maluku, nlisip sela-selanira,
yaiku jalma kang weruh
sahadat jati, wisik ane Hyang
Suksma.*

10. Lamun mangke tetenger wus kaeksi.


ingkang prapti ing tanah Jawa,
manjat ing tengah rakyate,
kinanthi anak putu,
wujud brekasakan lan demit,
sun sebar kawruh nyata,
agama satuhu,
meruhna ing ma’rifat,
gami Budi nenggih Islam kang sejati
kinarya wisik Hyang Suksma.*

11. Papasthene nusa tekan janji, .


yen wus jangkep limang atus warsa,
kepetung jaman Islame,
musna Bali maringsun,
gami budi madeg sawiji,
sapa kang ngemohna,
yekti nampa bendu,
sun pakakna putuning wang,

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 49


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
nedya pratanda wastane linun demit
gegila myang lelara.*

12. Datang weweka tandon demit,


aja sira samya angedirna,
anedya nglawan demite,
yekti sire diguyu,
para demit ya putu mami,
ngedirna ngelmu,.
myang srana marupi-rupi,
kabeh mara tan pasah
ing awak demit,
balik nyabet mring sira.*

13. Jangkane nusa wus akeh wangsit,


wineca ing jalma kang waskitha,
ing Primbon Jayabayane,
janma tan panggah-pungguh,
wineca sirnane sepalih,
dene ingkang waluya, perlu samya
weruh, Ibarat nulak bebaya,
amung netepi darmane urip sejati,
wasitanira pra kuna.

14. Yaiku Sahadat kang sejati,


ameruhi dununging Pangeran,
katanger jiwa ragane,
lamun tan bisa weruh,
takokna guru kang sejati,
keng wus putus kawruhnya,
wikan manjing alus,
bisa ngajal jroning gesang,
wuninga marang sangkan
parane dumadi, perlu sira upaya.*

15. Nyatakna yen sira wus wiwit,


kabeh wasitane gurunira,
meruhna ma'ripate,
manungsa urip iku,
suket aneng wana petani,
yen wus tekane masa,

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 50


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
ginaruk waluku,
ingkang mleset sela-nira
iku jalma kang weruh sahadat jati,
wisiking Hyang Suksma.*

16. Menawi sira anulayani,


marang geguritanire gesang
lamun abot pinangkane,
urip iku satuhu,
nggawa sarengate Hyang Widhi,
kurda nyidra mring karsa,
karsane Hyang Agung,
marang geguritane gesang,
gesang mbabar sangkang parane
dumadi, waskitha madya padha.*

17. Gegelare sahadat sejati,


kersa lamun urip iku tinggal,
tunggal kabeh myang uripe,
kabeh urip myang lampus, pratanda
yen Agung Hyang Widdhi,
kuwaga nganakna jagad, myang
kuwasa ngukut, paranira kabeh sifat,
marang sangkan parane dumadi,
yeku sumber purnanira.*

18. Mbabar gesang wujuding dumadi,


nggelar wawaraning agama,
warata para umate,
tumeke janjinipun,
para umat ngungkurna gami,
kang masih ngrasuk agama,
tan weruh kang satuhu, amung
anggondeli srengat, agami tan
wuninga ing ati,
ngrusakke sang kawula.*

19. Thathit kliweran ing nusa Jawi,


pratandane ing wong nuduhna,
sampurnakna agamane,
yeku agama Rasul,

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 51


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
anyebarna Islam sejati,
duk jaman Brawijaya,
ingsun datan purun,
angrasuk agama Islam,
marga ingsun uninga agama niki,
nlisik saking kang nyata.**

20. Ngelingana he pra umat sami,


yen sira tan ngetut kersaning wang,
yekti abot penandange,
ingsun pikukuhipun,
nuswantara ing saindenging,
bawana kang sisih wetan,
Asia punika, kasigegan swasana,
dabda kasabdakna mring
bawana wadag iki,
lumantar Sri Buwana.*

21. Semut ireng ngendog jroning geni, ana merak memitran lan baya,
keong sak kenong matane, tikus pada ngidung,
kucing gering ingkang nunggoni, kodok nawu sagars,
oleh banteng sewu, precil-precil kang anjaga, semut ngangrang
angrangsang gunung Merapi, wit Ranti woh Delima.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 52


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
BAB VII

TERJEMAH DAN TAFSIR


RAMALANJAYASAYA
Versi
SABDA PALON - NAYAGINGGONG
PUPUH:I
SINOM:

PERTEMUAN SEGI TIGA DAN PROYEKSI


KEADAAN 500 TAHUN MENDATANG

1. Kepada siapa saja yang mau memperhatikan, sebuah cerita lama, yang
tertulis dalam serat Babad Negeri Majapahit. Ketika itu sang Prabu
Brawijaya sedang mengadakan pertemuan dengan Sunan Kalijaga,
disaksikan oleh penasehat Baginda bernama Sabdo Palon dan
Nayaginggong.

2. Sang Baginda Prabu Brawijaya lalu bersabda dengan kata-kata yang


lemah lembut, dengan maksud menuntun/mengajak kepada
penasehatnya, Sabda Palon bahwa sejak saat ini saya bermaksud ingin
masuk agama Rosul! Oleh karena itu sabda Baginda selanjutnya : ”Saya
harapkan pula kepada anda berdua agar mengikuti jejak saya masuk
agama suci ini, karena inilah agama yang baik dan mulia itu”.

3. Sabda Palon malah menjawabnya dengan kalimat-kalimat yang kurang


sedap, katanya : ”Bila hamba tidak akan ikut agama (Islam) ini, sebab
hamba sudah disebut-sebut Dang Hyangnya pulau Jawa, jadi tidak
mungkin dan sudah pasti bahwa akhirnya hamba mesti berpisah!”.

4. ”Berpisah dengan Paduka Tuanku itu sudah pasti! Sebab hamba sudah
berkesimpulan tak ada gunanya, lebih baik kembali ke alam sunyi (alam
limunan); hanya pesan hamba terakhir, hitunglah sejak pertemuan ini.
(1478 M. pen), bahwa apabila sudah genap hitungan 500 tahun yang akan
datang, hamba akan membalas agama Islam akan hamba ganti
dengan agama Budha kembali, menyebar rata keseluruh Jawa / tanah
air”.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 53


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
5. ”Barang siapa tidak mau mengikuti pernyataan ini, pastilah akan hamba
rusak! Hamba sajikan kepada anak cucu penganut-penganut hamba,
berupa syeitan. Brekasakkan bermacam-macam corak ragamnya! Belum
puas hati hamba bila (penganut-penganut Islam yang mengikuti jejak
paduka tuanku) belum tumpas binasa dan hancur lebur!. Hamba
membuat pertanda : ialah apabila gunung Merapi telah mulai meletus
dan keluar laharnya”.

BRAWIJAYA TERAKHIR MASUK ISLAM


DAN REAKSI SABDA PALON

Sampai point ini dapatlah kita baca faktanya/datanya, bahwa konon 500
tahun yang akan datang dari pertemuan ini (sekitar tahun 1478 M) yang berarti
menunjuk angka tahun 1978 M sekarang, Sabda Palon ingin membalas
membudakkan kembali orang-orang Jawa yang sudah menganut agama Islam
mengikuti jejak Sang Brawijaya sejak 1478 M masuk agama Islam, akan di-
Budhakan kembali. Apakah ucapan Sabdo Palon itu benar? Dan siapa yang
dimaksudkan itu? Apakah itu berarti menunjuk kepada suatu golongan tertentu
yang ini disebut sebagai Aliran Kepercayaan Kebatinan yang sering
mengidantifikasikan dirinya sebagai Agama Budi dibawah Panji-panji
Organisasi SKK dibawah pimpinan. Mr. Wongsonegoro almarhum ?.

Menurut gejala psychologis-politis yang ada dewasa ini, nampaknya apa


yang diucapkan Sabda Palon itu benar. Kenyataan yang sangat peka dan cukup
merisaukan kalangan umat beragama, Khususnya Islam!.

Dan bukankah gejala/tanda-tandanya sudah di dijelaskan pula ? Yakni


apabila Gunung Merapi di Jawa Tengah sudah meletus?. Gunung ini nyatanya
meletus benar-benar, sekitar 1978. Sedangkan laharnya benar-benar meleleh ke
arah barat daya. Wallahu a'lam bissawab.

Ucapan Sabda Palon itu nampaknya menunjukkan kebenaran. Namun


kita nilai sebagai suatu pernyataan emosionil belaka, sebab irasional. Umat
Islam di tanah air yang tidak percaya ramalan ini ternyata hanya melihat gejaIa
munculnya Aliran Kepercayaan Kebatinan kini sebagai bekah bekuh belaka,
dan tidak mau menghubungkan dengan sinyalemen/ramalan itu. Akhirnya
setelah gejala itu benar-benar muncul, mereka hanya bereaksi dengan segala
kemampuan yang ada. Kebetulan bobot umat Islam di tanah air dewasa ini

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 54


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
ibaratnya seperti yang dikatakan sebuah hadist yang mengatakan : ”Umat nanti
akan menunjukkan jumlah yang besar. Namun demikian, kata Nabi, meski
besar ibaratnya seperti buih/gelembung, yang besar, tanpa bobot! Di tanya
kemudian oleh para sahabat : ”Apa sebab demikian Nabi ?” Jawab Nabi,
”Mereka punya penyakit, yakni gila harta dan pangkat dan takut mati!”.

Inilah sebabnya, mengapa ketika anak cucu Sabda Palon berusaha


memunculkan idantitasnya, umat Islam/golongan umat Islam Disini tidak
berdaya, karena sudah berubah menjadi golongan yang lemah. Kalau toh berani
melawannya, maka hanya ditertawakan brekasakan betaka.

Inilah keterangan sedikit tentang pentingnya umat Islam waspada


disamping berpedoman kepada tali Al-Qur'an dan Hadist, juga rasanya tidak
perlu su'udhon terhadap tulisan-tulisan kejawen, yang disangkanya berbau
khu'rafat dan musyrik atau pandai mensyukuri karunia Allah SWT seperti yang
terlihat dalam firman-Nya surat An Naml ayat 38-40 ! Bila kita pandai melihat
gejala-gejala sejarah dari manapun asal dan sumbernya. Maka nniscaya umat
Islam tidak akan kebobolan dari kaum yang disebut anak cucu Sabdo Palon
sebagai brekasakan dan demit dalam naskah ini.

Apabila dalam naskah ini kita melihat adanya gejala pembudhaan


kembali masyarakat Indonesia dewasa ini, maka dalam Ramalan Jayabaya versi
Syech Subakir dinyatakan adanya gejala berkembangnya Nasrani-isme.
Keduanya ternyata telah kita saksikan dewasa ini. Meskipun dalam bentuk
sesungguhnya tidak begitu berarti secara kwantitatif, namun isu-isu demikian
nyatanya cukup merisaukan kalangan umat Islam Disini juga, sampai-sampai
Pemerintah perlu menganjurkan kerukunan hidup umat beragama dan bahkan
harus pula mau menerima fakta munculnya apa yang disebut Aliran
Kepercayaan Kebatinan seperti yang telah diputuakan dalam SU.MPR. 1978
yang lalu.

6. ”Kejurusan barat dayalah bertiupnya lahar gimung Merapi yang meletus


itu, berbau tidak sedap airnya, Ya disaat itulah kemunculan Hamba
(Sabda Palon) dalam usahanya menyebarkan agama Budha/Budhi.
Merapi meletus itulah janjinya dan itu sudah menjadi kehendak Allah
SWT! Semuanya pasti gilir silih berganti ibarat roda berputar dan
kenyataan ini sudah pasti, tidak bisa diibah juga!” kata Sabda Palon
selanjutnya.

7. Pada saat itu hanyalah kesengsaraan rakyat sajalah adanya karena


terlanda musibah-musibah yang beraneka ragam wujudnya. Saat tahun

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 55


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
Kejadiannya ditunjukkan secara sandi : ”Lawon-Sapta-Ngesthi-Aji”,
1871 M. Diibaratkan saat ini seperti orang sedang menyeberang sungai,
datanq di tengah-tengahnya dilanda banjir yang hebat, deras arusnya.
bisa menenggelamkan manusia, maka banyak yang tewas karenanya”.

PERTANDA MUNCULNYA RAMALAN SABDA PALON

Gejala yang disebut dalam point 6 diatas menunjukkan bahwa Kalangan


Islam pada saat ini memang perlu mawas diri secara total, artinya apakah
sebabnya mereka yang semula sudah Islam, bahkan nenek moyangnya
kelihatan pernah memiliki sebuah masjid tetapi kini terlihat disia-siakan, karena
mereka sudah tidak lagi menghayati agama yang pernah dlanut nenek moyang
mereka. Mereka sudah murtad meninggalkan agamanya. Hal itu mungkin
benar akibat bobotnya umat Islam sudah seperti buih tadi, akibatnya
merosotlah peranannya.

Apabila gejala yang disinyalir Hadist tadi memang benar sejalan dengan
sindiran Sabda Palon, maka disana pulalah benteng Islam Disini lalu dapat
dkerobosnya. Akibatnya Islam gigit jari. Untuk tidak gigit jari lagi, jalan yang
perlu dkempuh hanyalah bersikap jujur dan menyembuhkan penyakitnya
sendiri terlebih dahulu. Penyakit itu bermacam ragam. Disamping masalah
khillafiah, juga masalah cara berfikirnya yang harus modern disertai
melenyapkan cara berpikir berkotak-kotak gila pangkat dan kursi dahulu,
sehingga tidak mudah dipecah belah!.

Mengenai tafsir gejala yang ditunjukkan dalam point 7 berikutnya berarti


disaat itulah datangnya permulaan bahaya yang mengancam umat manusia di
tanah air ini seperti disinyalir oleh Sabda Palon tersebut.

Tahun sandi tersebut bisa kita tebak bernilai 1871 Saka + 78 = 1949 M.
Atau dapat juga sama dengan 1878 Saka + 78 = 1956 M. Tahun 1949 menuturkan
datangnya musibah berupa penyerbuan tentara Belanda setelah peristiwa
Madiun (18-09-1948). Yakni berlangsung pada tgI. 19-12-1948 dan inilah yang
Merupakan kesengsaraan kita yang luar biasa tempo hari. Sedang tebakan
tahun 1956 menunjukkan datangnya banjir bandang politik yang dicetuakan
oleh Presiden Soekarno berupa ”Konsepsi Presiden” 21-02-1957. Bukankah pada
saat ini sudah mulai terdengar sindiran bahwa banjir yang datang itu jangan
dilawan!.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 56


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
Buatlah rakit supaya bisa selamat! Benarkah dugaan ini? Masih perlu
memulangkan kepada bahasa yang tersiratnya, bukan yang tersurat, karena
yang tersurat itu hanya perlambang saja.

8. ”Bahaya yang sedang datang itu merata keseluruh penjuru tanah air,
sudahlah menjadi kodrat Allah SWT pemberi hidup ini, tak bisa diubah
sebab kenyataan hidup ada pedoman-pedoman patokannya tertentu
menurut garis Sunatulloh”.

BAHAYA YANG DITIMBULKAN PENGIKUT - PENGIKUT SABDA


PALON

Bahaya yang datang melanda tanah air dan merata seluruh wilayah itu
kiranya benar yakni lanjutan dari proses sejarah dari konsepsi Presiden tersebut
yakni berupa apa yang disebut NASAKOM! Disini peranan dari kaum
brekasakan yang mengejawantah dalam bentuk orang-orang komunis bisa
menumpang kewibawaan Bung Karno Sang Konseptor Nasakom tersebut.
Bukankah akibatnya adanya umat Islam yang tidak mau ikut dalam Nasakom
itu lalu hidupnya terpojok? Tetapi setelah itu kita pun melihat akibat-akibatnya.
Yakni berupa situasi tragis.

Dari sudut ekonomi, munculnya hyper inflasi yang memedihkan


kehidupan bangsa dan rakyat jelata. Sesudah muncul Orde baru, muncul pula
apa yang disebut ”Politik Uang Ketat” (Tight Money Policy) yang berlangsung
antara 1966-1968 yang menyebabkan sulitnya orang mencari uang tunai dan
gulung tikarnya perusahaan-perusahaan nasional. Tragisnya lagi, setelah politik
uang ketat dikendorkan lagi, mereka yang mengambil keuntungan bukan
orang-orang yang memiliki perusahaan yang gulung tikar tadi, Melainkan
orang-orang baru yang kebanyakan dari golongan WNI tidak asli.

Dari sudut politik, dapat kita lihat akibat-akibat pedihnya. Antara lain
banyak orang yang tidak tahu apa bingkongnya politik, ikut keserempet suatu
peristiwa yang bersumber sebuah fitnah dari kaum Sabda Palon jaman itu.

Apa akibat G.30.S/PKI itu selanjutnya? Prihatin. Terutama orang-orang


yang merasa bukan PKI. Misalnya karena mereka ikut SB-2 non Vaksentral.
Dalam prateknya SB-2 itu toh dicantolkan ikut menyokong perjuangan PKI.
Mereka terkibul akal licik kaum komunis demikian, dan terpaksa dikirim pula
masuk RTM (Rumah Tahanan Militer).

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 57


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
Memang banyak ragam musibah yang menyerang bangsa ini sejak
merdeka, hingga kita perlu kewaspadaan nasional benar-benar dan selalu ingat
serta bersandar terus menerus kepada Allah SWT semata, agar kita tidak mudah
tergelincir kepada arus yang dilancarkan oleh kaum Sabda Palon di jaman abad
ke-20.

9. ”Banyak macam ragamnya marabahaya itu; semua itu akan membawa


kerusakan Tanah Jawa/Air belaka; bahwa semua orang yang berusaha
hasilnya tidak mencukupi; para PNS mengalami keruglan besar, para
pengusaha banyak yang jatuh dan gulung tikar; pekerja-pekerja harlan
tidak seberapa hasilnya, begitu pula petani, hasilnya banyak yang
musnah.

10. ”Bumi hilang kesuburannya, banyak hama (wereng) meludeakan


tanaman, kayu-kayu banyak dicuri orang, pendek kata rusaklah Tanah
Air ini dan itu sebabnya karena orang Baling berebut ingin Merusak
peraturan sendiri. Bila waktu malam telah tiba banyak pula maling-
maling gentayangan, juga disiang bolong rampok-rampok begal pun
banyak berkeliaran menghadang mangsanya".

AKIBAT-AKIBAT DATANGNYA MARABAHAYA

Gejala tersebut bisa juga berarti kata perlambang bahwa jamannya sudah
tua, sehingga banyaklah disana-sini kerusakan-kerusakan mental yang
berakibat terpojoknya para pemimpin yang berjiwa benar dan ksatria dan
munculnya keserakahan- keserakahan tertentu yang semua itu Merusakkan
peraturan dan perundang-undengan yang dibuatnya sendiri. Ketimpangan-
ketimpangan sosial mengakibatkan pula munculnya rasa tidak menentu
dikalangan rakyat jelata, yang konon hendak dibelanya, tetapi prakteknya
sebaliknya, dieksploatir dengan berbagai ”Pungli” yang bermacam-macam
dalih. Dan semua ini kan membawa kearah situasi goyah dan menimbulkan
benih-benih huru hara. Maka tidak heranlah kita jika selanjutnya terdapat
sinyalemen berikut ini :

11. ”Huru-hara melanda, berebut mencari fakta kebenaran, tidak


menggubris undang-undang negara, pendeknya tak heranlah bila rakyat
merasa tidak tahan dan merasa prihatin terus. Apa lagi bila tiba-tiba
muncul pageblug yang melanda seluruh tanah air! Esok sakit, sorenya
sudah mati!. (muntaber, pen dll).

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 58


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
12. Tergelincir buah pokalnya sendiri, maka dapat diibaratkan hanya karena
tergelincir sedikit saja orang bisa mati!. Kayu-kayu besar banyak yang
tumbang, karena datangnya angin puyuh berasal dari barat!. Maka
sungai-sungai lalu banjir kalau dilihat dari kejauhan nampaknya seperti
samudra besar saja layaknya”.

13. ”Bahkan gelombang air sungainya bisa naik juga kedaratan? Merusakkan
tepi-tepi tebingnya dikanan-kiri. Kayu-kayu banyak yang hanyut ke laut,
bahkan batu-batu besar pun banyak yang lolos karena besamya arus
sungai yang banjir melanda tadi, sehingga gunung-gunungnya pun
menggereng gemuruh suaranya”.

HURU-HARA AKIBAT PELANGGARAN HUKUM NEGARA

Kayu-kayu banyak yang tumbang seperti disindirkan diatas kiranya


mengandung arti simbolis politis bahwa yang dimaksudkan tak lain adalah
peranan partai-partai politik dan pemimpin-pemimpin rakyat yang
berpengaruh sebelumnya banyak yang tumbang. Itu semua munculnya
perubahan-perubahan struktur didalam masa peralihan yang berjalan perlahan-
lahan tanpa disadari sebelumnya. Pujangga ini dalam serat Sabdatama juga
mengatakan : ”Kahanane kapan howah hangewahi, yeku songsoyo pakewuh,
kewuhaya kang linakan”. terjadilah situasi yang tidak menguntungkan juga
dilihat dari perkembangan politik dan demokrasi yang dicita-citakan sejak
sebelum merdeka. Siapa yang salah?. Keadaan...!

Batu-batu besar ini pun gambaran yang bersifat simbolis untuk


menunjukkan, para pemimpin rakyat kaliber besar dan kuat pendirlan yang
ikut terjungkir Balik dari landasan perjuangan ini, karena partainya dibubarkan.

Begitu pengusaha-pengusaha bekas pemimpin negara yang merintis


terjadi kemerdekaan negara ini ikut menggereng, bernafas besar dalam dada
karena ketidak-puasannya melihat keadaan yang berkembang tidak begitu trep
seperti yang dicita-citakan. Juga melihat peranan parpol yang rusak jiwanya
pada masa itu.

Ini bila kita bicarakan secara simbolis, tetapi apabila kita mau melihat
yang tersurat seperti apa adanya, kita pun segera melihat kenyataan adanya
proses erosi sekarang ini, akibat gundulnya gunung-gunung dan bukit-bukit
karena tanahnya terpaksa dijadikan tanah pertanian oleh rakyat, dan ini akibat
ledakan penduduk yang luar biasa tiap tahun, terutama di Jawa dan Bali. Hutan

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 59


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
menjadi gundul, sedang sungai-sungai menjadi dangkal. Akibatnya mudah
terlanda banjir yang meluap kedaratan.

14. ”Gunung-gunung besar menampakkan gejala hidup sebagai gunung


berapi yang gemuruh suaranya; menakutkan orang! Laharnya memuntah
ke kanan dan kekiri, meluap kemana-mana, Merusakkan hutan serta
desa-desa yang dilandanya. Manusianya banyak yang tewas, bahkan
ternak-ternak habis binasa, sirna lenyap tak ada sisanya yang hidup".

15. ”Gempa bumi tujuh kali sehari, membuat susahnya rakyat. Tanah-
tanahnya menjadi bengkah-bengkah (nela, Jawa), para syetan brekasakan
menyeret semua orang (yang tipis imannya), dan akhirnya banyaklah
mereka yang mati, serta tidak kurang pula yang sakit lalu menjadi tewas
sekonyong-konyong”.

16. ”Sabda Palon setelah itu mengundurkan diri dan lenyap dari pandengan
mata (saat itu, 1478 M), sebentar saja sudah tak menampakkan diri lagi,
kembali ke alam limunan! Sejak itu pula sang Brawijaya lalu terbangun
sejenak diam tak bergerak! Nampaknya seperti lagi menyeBali dirinya,
merasa salah lalu mupus diri menyerah kehendak kodrat Allah SWT
semata, sambil meraba hatinya ”Memang kodrat itu demikian itulah
adanya”.

REAKSI BALASAN SABDA PALON -


BANTUAN GIRINDRAWARTIHANA 1478 DAN 1486 M

Sampai Disini ramalan Sabda Palon dilontarkan menurut penuturan sang


pujangga, R.Ng. Burhan Inggih Ing Surakarta. Ramalan itu dilontorkan
dihadapan Baginda Brawijaya V dan Sunan Kalijaga. Sabda Palon rupanya telah
menyadari bahwa agama Budha yang dlanutnya memang sudah jelas hilang
lenyap sejak pengaruh Islam mulai membesar terutama di akhir-akhir abad ke-
15. Oleh karena itu logis pula jika ia kemudian terpaksa mencari landasan
berpijak lagi kepada penguasa-penguasa lain trah Majapahit yang belum mau
mengikuti jejak sang baginda dipusat pemerintahan itu. Sabda Palon rupa-
rupanya lalu bergabung dengan Girindrawartihana dan akhirnya terjadilah
penyerbuan ke pusat negara. Prof.N.J. Krom mencatat peristiwa penyerbuan
Girindra-wartihana ini berulang 2 kali. Pertama pada tahun 1478 M dan kedua
pada tahun 1486 M. Getaran ramalan Sabda Palon 500 tahun yll. Itu ternyata
sangat terasa dewasa ini.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 60


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
NASEHAT SANG BRAWIJAYA

Dalam keterangan yll telah kita uraikan persoalan ini sampai pada sikap
Sabda Palon dan Nayaginggong, yang dikatakan sebagai penasehat raja
Brawijaya tetapi ternyata pada saat-saat terakhir mereka Baling berpisah karena
membela prinsip! Sang Brawijaya tetap pada pendirlannya bahwa agama yang
paling mulia itu adalah Islam, sedang Sabda Palon - Nayaginggong tetap
bertahan kepada keyakinan lamanya yakni Budha!

Rupa-rupanya pada saat itu arus Islamisasi makin berurat berakar pada
keyakinan masyarakat terbanyak, sehingga sang raja sendiri secara bijaksana
harus mengikuti arus pendirlan rakyatnya. Apabila tidak demikian kira-kira
pendirlan sang raja, maka kewibawaannya tidak akan terjamin lagi. Maka
langkah satu-satunya hanyalah menurutkan arus dan kehendak masyarakat
banyak itu! Melawan arus pendapat umum berarti tidak bijaksana. Ia berarti
akan menjadi seorang raja yang reaksioner dan bukan revolusioner lagi, kata
orang sekarang.

Tentu saja memenghadapi peralihan jaman ini akan ada suatu Kejadian
yang tidak diinginka. Pertama kemungkinan timbul pemberontakan dari unsur-
unsur pengikut orde lama dan kedua merosotnya kewibawaan sang raja itu
sendiri apabila ia meneruskan keyakinan orde lamanya, dengan catatan toh ia
tidak mempunyai wibawa lagi dalam pemerintahan itu, sehingga tidak ada
artinya sama sekali. Untunglah pada akhirnya sang Brawijaya mendalami arti
kemauan rakyatnya. Bukankah sudah sejak lama (kira-kira 1447 M) para pejabat
negara yang mengelilingi raja sudah banyak yang mengikuti orde baru yang
Islam itu? Ini berarti sejak jamannya Sang Kertawijaya adik Ratu Suhita putra
Raja Wikramawartihana (1389 - 1427 M).

Oleh karena itu apabila pada saat ini raja telah mengambil sikap positif
yakni agama Islam sebagai pegangan morilnya, maka hal itu sudah berarti
langkah maju yang terpuji, apa lagi bila hal masuknya Agama baru itu bukan
karena paksaan melainkan karena kesadaran belaka.

Memang pada saat permulaan peralihan sikap mental itu, raja sendiri
nampak termangu-mangu, namun faktanya toh menunjukkan bahwa beliau
telah memenuhi panggilan jaman, sekalipun pada akhirnya raja sendiri menjadi
korban karena meletusnya pemberontakan dari unsur-unsur lama yang
dipimpin oleh Raja Girindrawartihana dari Kediri, sehingga raja pun terpaksa
mati terbunuh dalam keraton. Tetapi matinya sang raja itu berarti mati syahid?

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 61


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
Jadi sesuai dengan keyakinannya bahwa hidup yang langgeng dan abadi itu
hanyalah disisi Allah SWT semata.

Untuk dapat melihat keyakinan Islamnya Raja Kertabhumi itu sebaiknya


mari kita lihat saja penuturan naskah kuno ini lebih lanjut.

17. ”Sang Brawijaya lalu mulai mawas diri lagi. Benarkah kata nasehat para
leluhur yakni manusia-manusia yang berjiwa besar yang telah tersurat
dan tersirat dalam sebuah jangka (takdir) bahwa kelak akan terjadi akibat
bahwa manusia lalu menjadi korban hilang/mati separoh, saking
hebatnya kutukan Allah SWT itu? Dikala itu hanya manusia-manusia
yang tidak tersesat atau tergelincir kearah sesat yang bisa selamat dan
sebagai syarat mutlak untuk menolak mara bahaya, itu hanyalah mereka
yang selalu bisa membaca arti semua tanda-tanda zaman”.

18. “Sudah tersurat dalam Jangka Jayabaya bahwa manusia hidup ini
layaknya bagaikan rumput di dalam hutan belantara atau dalam sawah
ladang petani artinya apabila kena bajak (luku, jawa) pastilah rumput itu
banyak yang mati. Hanya apabila anda Ingin selamat dari kridenya garu
luku itu, yakni mereka yang berada ditengah-tengah giginya garu/bajak
tadi!”.

19. “Oleh karena itu saya menasehatkan (kata Raja), agar anda sekalian
mencari jalan hidup yang sungguh-sungguh dapat menyelamatkan dunia
akherat anda (mencari sarana ingkang sejati) yakni mendalami arti
“Sahadat yang Sempurna”, dengan sarana itu sempurnalah hakekat peri-
kehidupanmu. Apabila karena pedoman itu anda merasa belum nampak
berhasil, maka buktikanlah dengan sungguh-sungguh lagi hingga datang
ajal menimpa sekalipun atau nampaklah keadaan anda dalam
menghayati arti hidup ini seperti keadaan mati di dalam suasana hidup
(mati jroning urip). Itulah jalan yang terbaik dapat terhindar dari segala
macam mara bahaya!”.

TAFSIR

Demikianlah tekad sang raja dalam menempuh arus hidup baru dan
keyakinan baru. Beliau tidak nampak sedikitpun ragu-ragu. Sekalipun ajal telah
datang, ia akan tetap pada pendirlannya yang tegas yakni berpijak kepada
kenyataan/fakta sejarah yang benar. Dalam hal ini dkekankan bahwa arti ”Mati
jroning urip” itu tidak berarti meninggalkan tata hidup dengan segala
peralatan-peralatannya yang ada ini! Ia berarti hidup sederhana, tidak

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 62


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
mendasarkan falsafah bahwa harta benda itu Merupakan alat puncak mencari
kebahagiaan hidup sederhana, menyesuaikan diri dengan alam sekitarnya,
tidak mudah terpengaruh kepada harta benda yang asalnya tidak jelas batal
haramnya.

Apakah dewasa ini kita melihat gejala bahwa seolah-olah banyak orang
berpendapat bahwa ”Harta punya kuasa” itu Merupakan jalan hidup manusia
yang benar? Nampaknya demikianlah apa yang kita saksikan ini.

Jika demikian halnya, maka prihatinlah kita! Bukankah sekarang ini kita
melihat fakta betapa rakyat negara industri-industri maju itu, kini rakyatnya
nampak gelisah dan seperti tidak dapat merasakan kebahagiaan hidup
meskipun harta bendanya melimpah ruah? Ini berarti bahwa orang harus
menyadari bahwa konsep dunia barat maupun timur kini kedua-duanya tidak
dapat menjadi obat yang mujarab untuk mengikuti arus perkembangan hidup
yang sebenarnya. Nampaknya memang benar bahwa Islam Merupakan jalan
tengah yang positif.

Dipandang dari sudut ketauhidan Islam telah menunjukkan jalan


berAllah SWT Yang Esa benar-benar. Dipandang dari sudut ajaran-ajarannya
yang wajar, Islam menunjukkan pedoman hidup yang seimbang ”Carilah
duniamu seolah-olah kamu akan hidup terus, dan kejarlah akheratmu seolah-
olah kamu akan mati besok”, (Hadist). Ini berarti konsep hidup seimbang yang
sungguh-sungguh rasional dan dapat dibenarkan oleh akal pikiran. Kata
seorang muslim sejati. Kita teruakan, bagaimana kata nasehat raja selanjutnya:

20. “Apabila anda belum mengerti hakekat nasehat ini dengan sungguh-
sungguh, maka cobalah tanyakan kepada guru yang sebenar-benarnya
dan yang anda pandang sudah mencapai tataran hidup yang tinggi
ilmunya, terutama yang mempunyai perbedaan tata tertib hidup sehari-
hari, dengan anda nniscayalah anda akan mendapatkan petunjuk yang
benar dimana anda akan mengetahui kedudukan sesungguhnya dari
hakekat diri anda sendiri, artinya kedudukan badan wadagmu itu, dan
demikian pula bila anda kelak sudah meninggalkan wadagmu atau mati!
Dimana pula tempat kedudukanmu itu?”.

TAFSIR

Nasehat diatas jelas menunjukkan kepada kita bahwa ajaran agama yang
benar akan dapat menunjukan jalan hidup dunia dan akherat itu diisyaratkan
oleh Sang Brawijaya ialah jalan Islam! Lewat guru yang benar, anda akan dapat

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 63


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
menemukan mutiaranya ajaran Islam yang sungguh-sungguh. Demikianlah
kiranya wasiat sang Brawijaya bila kita jabarkan sesuai dengan bahasa
sekarang. Memang nampaknya filosofis, tapi falsafah Islam yang murni.
Bukankah Raja Brawijaya mengajak kepada rakyatnya untuk memahami arti
Sahadat yang sempurna atau murni ? itu berarti pengakuan bahwa tidak ada
Allah SWT selain Allah dan Nabi Muhammad sebagai utusanNya yang terakhir.

Kata-kata yang menyebutkan mencari guru yang mempunyai perbedaan


tata tertib hidup sehari-hari dengan anda berarti mancari guru yang
mangajarkan ilmu agama Islam, dus bukan lagi guru yang mengajarkan ilmu-
ilmu agama yang lain seperti lazimnya dkempuh oleh masyarakat
Hindu/Budha sebelumnya. Lewat petunjuk itulah anda akan mendapatkan
petunjuk yang benar dalam mengikuti tertib baru itu!.

Dalam point ke-6 yll, telah kita lihat sinyalemen-sinyalemen Sabda Palon
yang mulai ditandai dengan saat meletusnya gunung Merapi yang konon
dikatakan laharnya mengalir kejurusan barat daya. Kita yang hidup disekitar
tahun 1978 (500 tahun setelah 1478 yang lalu) seolah-olah membuktikan
kebenaran sinyalemen tersebut. Bahkan dalam point ke-7 ditambahkan bukti
yang lain yakni rakyat akan mengalami kesengsaraan hidup yang hebat akibat
musibah-musibah yang datang. Disini ditunjukkan pula tahun sandi
dimulainya musibah-musibah itu yakni sejak tahun 1871 Saka = 1949 M atau
1878 Saka = 1956 M (?).

Dalam point ke-8 & ke-9 juga ditunjukkan gejala bahaya yang bermacam-
macam datang yang faktanya dapat disaksikan sampai mendekat tahun 1978
kini. Semua itu masih kata-kata sinyalemen Sabda Palon dan Nayaginggong
yang mengajak kita kearah tetap beragama Budha/Budhi itu.

Kalau dilihat dari bahasa Jawanya akan kentara sekali bedanya antara
prinsip-prinsip ajaran Budha dan Islam, terutama istilah-istilahnya seperti
misanya, kata sebutan Allah SWT : ”Dewata”! dalam bahasa Indonesianya
memang nampaknya jika kita menyebut Allah SWT mesti Allah SWT Allah,
tetapi dalam bahasa Jawa itu jelas disebutkan Dewata, yang tentunya tidak akan
sama walaupun mula-mula menunjukkan nada-nada yang sama. Perbedaan
penyebutan itu pada hakekatnya akan membawa konsekwensi pula bahwa
sebenarnya akan dibawa kemana arah tujuan itu? Dari Sabda Palon dan
pengikut-pengikutnya, tentu pengertian keAllah SWTan itu akan dibawa ke
arah Allah SWT Dewata, tetapi buat sang raja tentu saja akan dibawa kearah
Allah SWT Allah! Sebagai contoh misalnya kata-kata dalam point 8 yang
menyebutkan : ”Bebaya ingkang tumeka, warata sa tanah Jawi, ginawi kang

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 64


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
paring gesang mboten kenging dipun singgahi, awit ing donya puniki, wonten
anggeripun, karsaning Jawata, kinarya amertandani jagad iku yekti ana Kang
Akarya” siapa yang membuat? Tentu Allah SWT Allah bagi pemeluk agama
Islam. Tapi ajaran Budha yang dimaksudkan memang Jawata/Dewata! Kedua
prinsip pengertian itu memang benar-benar mengakui bahwa jagad ini yang
membikin memang Allah SWT. Hanya yang prinsip ialah Allah SWT Allah dan
Dewata. Prinsip ini akan membawa konsekwensi logis sendiri-sendiri yang
Baling berbeda jauh arahnya, Itulah sebabnya orang tidak boleh menganggap
sama rata saja terhadap ajaran agama masing-masing itu, sebabnya telah
terbukti bahwa yang satu bercampur aduk dengan paham-paham sirik yang
lain tidak!.

Bandingkan dengan bahasa Indonesianya, pasti akan menampakkan


persamaan-persamaannya. Faktor ini pulalah yang menyebabkan bangsa
Indonesia /Jawa sendiri mudah menyerap prinsip-prinsip tertib baru itu yakni
tertib baru berdasar Islam. Perbedaannya yang tegas ialah penyebutan nama
Allah SWT.

Allah SWT dalam Islam jelas adalah Allah SWT Allah SWT sedangkan
pengertian Budha menurut kata yang lazim disebut sebagai Dewata/Jawata.

Point-point selanjutnya dalam sinyalemen-sinyalemen ini masih


menggambarkan kata-kata Sabda Palon. Baru dimulai point ke-17-20 dan
disambung babak baru lagi dengan lagunya SINOM pula, ditunjukkan nasehat
sang Brawijaya. Bahwa untuk menolak mara bahaya yang disebut oleh
sinyalemen Sabda Palon tersebut tidak ada jalan lain kecuali bahasa sahadat
yang sempurna. Ini berarti kalau menjadi seorang muslim, ya tunjukkanlah
sebagai muslim yang komplit, jangan setengah-setengah seperti misalnya kalau
disuruh shalat jawabnya sudah shalat da'im (semedi), dan setiap hari dibulan
puasa hanyalah mbruwah saja tidak menjalankan ibadat puasa! Walaupun
mereka mengaku seorang Islam, bukanlah muslim sejati, itu perbuatan orang
Budha, kata ramalan Sunan Giri dalam Babad Tanah Jawa.

Lebih nyata dari kata-kata sahadat yang sempurna tersebut ialah ”Fafirru
IllalLah” yang artinya ”Larilah kamu sekalian ke jalan Allah semata-mata”,
jangan lari lewat jalan yang lain-lain. Anda tidak terjamin keselamatannya baik
didunia maupun akherat anda, bahkan anda bisa disebut ”Tersesat”. Ini bukan
propaganda, sekedar mendudukan persoaLan menurut proporsi yang
sebenarnya.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 65


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
Dalam sinyalemen berikutnya, isi ramalan ini terdiri dari 9 tembang
SINOM dan 21 point Dandang Gula. Dalam sinyalemen ke 9 pointnya Jayabaya
versi Sabda Palon, Brawijaya seolah-olah menjawab tantangan-tantangan
marabahaya itu! Sebab keyakinan seseorang pada hakekatnya tidak boleh
tertekan karena diBalik itu dibayangi rasa takut tidak sewajarnya. Sabda Palon
mencegah pengikut-pengikutnya untuk tidak masuk Islam dengan dibayangi
rasa takut tertentu karena bila dilanggar akan dijerumuakan dan menjadi
mangsanya syeitan brekasakan, bala tentara Sabda Palon. Tetapi dalam ajaran
Islam sebaliknya. Manusia dibimbing akalnya kearah sadar mapan sesuai
dengan Iogikanya menuju sikap taqwa yang bersih dari rasa takut dan itulah
sebenarnya yang akan membawa rasa bahagia yang sebenar-benamya. Disini
Brawijaya menunjukkan, kapan dan pada saat PENGUASA yang mana yang
rakyatnya akan mengalami musibah dan kerusakan-kerusakan alam nanti?.

Disinilah anda akan kita bawa untuk ikut menilai, apakah benar-benar
gejala-gejala yang tidak kita sukai itu terjadi pada zaman ini ?.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 66


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
BAB : VIII

PUPUH : II
SINOM ZAMAN GARUDA PANCASILA

Didalam sinyalemen sebelumnya disebutkan bahwa zaman yang akan


datang akan timbul kerusakan-kerusakan tertentu karena kutukan Allah SWT
disebabkan banyak manusia yang sesat jalan hidupnya. Yang bisa selamat nanti
hanyalah mereka yang bisa membaca arti tanda-tanda zaman. Disamping itu
ditunjukkan pula bahwa mereka yang selamat ialah yang tahu menjabarkan arti
”Sahadat yang Sempurna” dan itu berarti mereka yang mendalami arti Islam
yang murni. Dalam kehidupan sehari-harlan menunjukkan sikap sederhana dan
tidak berlebih-lebihan.

Kapan peristiwa menonjol itu akan terjadi? Konon diisyaratkan 500


tahun dari tahun sekitar 1478, itu berarti menunjukkan tahun 1978 M saat ini.
Tapi saatnya dimulai sejak gejala-gejala yang ditunjukkan dalam point berikut
ini, yakni mulai dari 9 sinyalemen dalam Pupuh ke II tembang Sinom
yang akan dibahas secukupnya dibawah ini.

Benarkah tebakan ini nanti? Wallahu allam bissawab! Marilah kita


cocokan saja kebenarannya. Kalau memang benar, marilah kita tingkatkan
kewaspadaan nasional kita dan kalau cocok, anggaplah hal itu sebagai iseng!
Yang penting sikap kita sebagai rakyat Indonesia yang patuh kepada Allah SWT
harus kita nomor satukan. Dan janganlah kita mudah terjebak oleh hasutan
orang yang akan menyeleweng tujuan hidup manusia nomor satu kearah jalan
sesat! Yakni jalan Allah SWT, dan bukanlah jalan yang lain-lain, insya Allah kita
akan selamat dunia akherat kita. Bukankah tujuan masyarakat kita nanti
menuju masyarakat Sosialis Religius?.

1. ”Semerbak baunya mawar dari cita-cita sang raja (Penguasa), dalam


usahanya menegaakan arti kata peringatan-peringatan leluhur jaman
dahulu, yang mengulas situasi jaman yang akan datang, yakni
pertemuan dari jaman tertib baru yang berdasarkan atas prinsip yang
lima, dimulailah disana tanda-tanda lenyapnya segala tata tertib lama,
lebur luluh tak berbekas, seolah-olah semua itu seperti mendahului
kodrat, yang demikian itu karena didorong oleh hasrat untuk mencapai
cita-cita yang luhur, ya cita-cita menata tata tertib baru buat rakyat yang
hidup di jaman baru itu!".

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 67


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
MUNCULNYA REPUBLIK MDONESIA

Kapankah dan siapakah yang dimaksud peringatan leluhur jaman


dahulu itu? Nampaknya hal itu dialamatkan kepada apa yang kini dikenal
sebagai ”Ramalan Sang Jayabaya”, sedangkan yang dimaksud jaman yang akan
datang dan Merupakan permulaan dari tertib baru yang mendasarkan diri atas
prinsip yang lima itu kiranya, apa yang kini disebut bentuk negara baru
REPUBLIK INDONESIA yang berdasarkan PANCASILA kini.

Yang dimaksud dengan lenyappya tertib lama diatas kiranya


dialamatkan kepada tertib penjajahan yang harus diganti itu dengan tertib baru
berdasarkan asas kemerdekaan dan bangsa. Dan tertib baru itu ternyata
ditandai dengan simbol-simbol baru yang gambarnya dinyatakan dalam point
ke 2 berikut.

2. “Dua macam warna (bangsa) menurut faktanya, yang akan dialami oleh
tanah air yang disebut Jawa (Indonesia). Mereka mulai menduduki dan
menegakkan kekuasaan Disini, satu diantaranya seorang Penguasa yang
berkulit kuning, bala tentaranya bercirikan cebol kepati, ya cebol
kepalang (pendek-pendek), sejenis rumpun bangsa yang asalnya dari
arah sebelah timur-laut. Raja Jamus (?) lalu tidur/tertidur, ditengah-
tengah bahaya besar melanda kekuasaannya (ditanah Jawa ini). Lamanya
hanya Seumur Jagung saja”.!

MASA PENJAJAHAN BELANDA DAN JEPANG BERAKHIR.

Gejala yang disinyalir ini nampaknya jelas yaitu untuk menggambarkan


dua bangsa yang berkuasa di tanah air sebelum tertib baru itu muncul. Satu
digambarkan raja yang bertentarakan cebol kepalang (pendek-pendek) alias
tentara Dai Nippon (yang arah negaranya berada timur laut dari negeri ini)
yang lain digambarkan sebagai Raja Jamus yang sedang tidur/tertidur ditengah-
tengah marabahaya sedang datang melanda tanah air. Prabu Jamus itu jelas
untuk menggambarken dominasi kekussaan raja Belanda Disini yang telah lama
menjajah tanah ini.

Bukankah kedatangan Tentara Jepang yang sekonyong-konyong itu


cukup mengagetkan siapa saja, seperti kagetnya orang yang sedang tertidur
tersentak lalubangun, tetapi rumahnya sudah kebobolan! Pemerintah Belanda
pada saat itu memang tepat jika dilukiskan sebagai sedang tidur, tak berdaya
memenghadapi kedatangan tentara kuning yang datangnya sekonyong-
konyong tadi.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 68


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
Gambarannya tentang tentara Kuning (Jepang) ini situasi lengkapnya
dapat dilihat dalam Ramalan Pujangga Ranggawarsita dalam pembukaan
”Serat Jaka Lodhang” yang berbunyi : ”Rongeh jleg timuba, gagaran santosa,
wartane meh teka, si Kara karoda, tatage tan katon, barang-barang ngerong,
suguh tanpa raga, katali kawawar, dadal ameksi, tondo murang tata” (dalam
situasi serba goyah, dengan landasan kekuatan yang kuat dan sentosa, dikala
itu berita gembira hampir datanglah, sebab si penjajah dapat dihalau oleh suatu
kekuatan besar yang tersembunyi. Tetapi setelah itu situasinya cukup
memprihatinkan sebab barang-barang lalu menghilang dari peredaran karena
situasi perang/PD II, kedatangan mereka dapat dibilang dengan semangat
berani mati. Akhirnya, setelah mereka membuat keadaan yang bertentangan
dengan harapan kita dan berlaku sewenang-wenang, maka akhirnya mereka
itupun hancur binasa juga.)*

Murang tata = hilang peri kemanusiaan Jepang pada saat is berkuasa


yang lamanya diibaratkan sebagai sumur jagung itu. Ini berarti saat antara 1942-
1945, namun demikian cukuplah membikin kesengsaraan rakyat di Indonesia.

Situasi rusak ini jelas dilukiskan diatas sebagai ”Barang-barang


ngerong”, barang-barang menghilang, dari peredaran dan gejala ini rupanya
cocok dengan sinyalemen-sinyalemen Sabda Palon, Danghyang Pulau Jawa ini.
Bukankah kekuasaan si Cebol Kepalang Disini dilukiskan hanya seumur jagung
atau 3,5 tahun saja, bukan 3,5 bulan seperti perkiraan orang dahulu.

Benih jagung itu lepas 3,5 tahun sudah tidak bisa ditanam/dimakan lagi,
sebab sudah membusuk. Dalam waktu sekian lama itulah dominasi kekuasaan
Jepang Disini hancur lebur dari tangan sekutu dalam Perang Dunia II yll.
Sesudah itu faktanya dilukiskan dibawah ini.

3. “Garuda Ngawangga lalu berkuasa, lbu berasal dari putri Bali, ia mulai
mendirikan kekuasaan baru di Tanah Jawa,(Indonesia), bala tenteranya
(diibaratkan) dari jenis-jenis setan dan demit, Prabu Jamus lalu datang
lagi menduduki (bekas jajahan yang ditinggalkan tidur tadi), tetapi tidak
lama kemudian mundur lagilah dia, mulai datang babak lagi (Jejer lukira
Sang Nata), Heru Cakra esmu kingkin, lamanya berkuasa hanya
seperempat abad saja".

LAMANYA BERKUASA BUNG KARNO HANYA 25 TAHUN

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 69


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
Apabila hal ini kita tafsirkan, maka perlambang yang menggambarkan
Garuda Ngawangga berkuasa dan ibu ditunjukkan sebagai berasal dari Bali itu
kiranya jelas arah yang ditujunya. Bukankah Garuda Ngawangga itu yang
dimaksud adalah sama dengan simbol GARUDA PANCASILA! Ngawangga
Adipati Karno alias Bung Karno! Bukankah benar, berasal dari putri Bali?
Tampaknya sinyalemen ini sinting, mana bisa Adipati Karno (Ngawangga)
ibunya berasal dari pulau Bali? Masak kata-kata pujangga itu oleh kalangan
cendikiawan Jawa
sering dinilai sebagai ”Sok Miring!” artinya selalu memakai bahasa
sasmita/perlambang/sindiran. Orang yang tidak bisa mengikuti liku-liku jalan
berfikir Kejawen akan mengatakan aneh, tapi buat kita yang sudah ditakdirkan
menjadi orang Jawa ini juga bisa mengerti apa yang disebut bahasa seni yang
justru membahagiakan hati bila mengerti artinya. Bukankah bahasa itu
memperhalus pergaulan dan bersifat menghormati? Dan apabila demikian
hanya berarti kita telah berbuat sesuatu yang tidak akan menyinggung pribadi
yang bersangkutan secara terbuka.

Kalau sinyalemen itu menunjukkan gejala-gejala yang berkenan dihati


yang bersangkutan, mungkin hal itu tidak apa-apa, tetapi sebaliknya jika
terdapat kritik (sekaIipun maksud kritik itu baik) maka mungkin juga bahasa
yang ceplos itu akan menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan oleh semua
pihak. Bukankah ada hadist yang menyebutkan bahwa menilai orang didepan
hidungnya itu tidak boleh!” Kesimpulan kita iaIah bahwa bahasa perlambang di
dalam penulisan sastra Jawa ini hendaklah kita terima sebagimana adanya,
bukan menilai sebagai sinting atau hal-hal yang bersifat bertele-tele (negatif),
bukan! Memang untuk mencari jawabannya kita terpaksa harus putar-putar
otak dahulu, tidak segera ketemu.
Dalam lambang diatas disebutkan pula bahwa beliau disebut pula Sultan Heru
Cakra, yang tanda-tanda kedatangannya digambarkan sebagai layaknya orang
melarat/miskin saja. (Esmu kingkin dapat berarti agak kekurus-kurusan).
Penyebutan ini kiranya tidak cocok dengan Ramalan Syech Subakir yang tertera
dalam Jangka Jayabaya Syech Subakir (terdiri dari 40 tembang Sinom dan 40
tembang Pungkur) yang menyebutkan tanda-tandanya Ratu Adil ya Sang
Sultan Heru Cakra!.

Ramalan Syech Subakir menyebutkan tanda-tandanya antara lain


”Apabila Ratu Adil sudah muncul, maka enak manahe wong cilik” (kalau Ratu
Adil muncul, maka enaklah hati dan perasaan rakyat kecil). Diperjelas lagi oleh
R.Ng. Ranggawarsita dalam Serat Sabda Jati (18 point) ”....Wong cilik bisa
gumuyu, nora kurang sandhang mukti, sedyane kabeh kelakan” point 15).*

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 70


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
Apabila Ramalan Sabda-Palon menyebut Ratu Adil itu sama dengan
Bung Karno, adalah kiranya tidak begitu tepat! Bukankah point ke-8 nya
menyebutkan bahwa Ratu Adil Sultan Heru Cakra itu munculnya di tahun
sandi ”Wiku (9 bukan 7) Miyat (9) Wiwaraning (8) Jagad (1)” yang berarti tahun
Saka = 1899 alias 1977 M? dan bila kita lihat arti watak dan Kejadiannya, kata-
kata sinyalemen itu menunjukkan sifat dan kepribadlan Ratu Adil itu yakni
berwatak sebagai Wiku/Pendeta/Islama yang keluar (miyat) dari pertapaannya
dijagad raya ini (wiwaraning jagad) yang kemudian menguasai buana/dunia
ini! Dikatakan lebih lanjut bahwa beliau masih keturunan juga Sultan
Mangkubumi dari Mataram (point 7). Maaf penguRajan ini. Tidaklah penulis :
bermaksud negatif, malahan justru sebaliknya untuk meninjau saja secara
obyektif, sehingga antara cita-cita negara dan cita-cita bangsa selalu klop
menuju garis masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT.

Apabila Bung Karno sendiri dalam sebuah pidatanya dahulu secara


bijaksama pernah mengisyaratkan atau menafsirkan bahwa Ratu Adil itu tak
lain ialah Republik Indonesia ini (lihat almanak Dewi Sri 1975), dan nyatanya
hal ini logis pula, maka kesimpulan kita ialah benar, bahwa Ratu Adil itu sama
dengan Republik ini, yang Mukamadinah UUD-nya toh menyebutkan
tujuannya yaitu hendak menuju masyarakat adil dan makmur. Tapi sebutan
Heru Cakra tentunya lebih logis dialamatkan kepada pribadi yang masih ada
garis keturunan dari Sultan Mangkubumi dari Mataram! Bukankah, Bung
Karno sudah memiliki simbol / lambang sendiri yakni Adipati Karno dari
Ngawangga (Iihat lakan pewayangan dari Kitab Mahabarata)? yang walaupun
ada hubungan dekat dengan kaum Pendawa (ksatria-ksatria) toh dalam
perjuangan akhir, Adipati Karno tidak memihak kepada Pendawa Lima!
Bahkan ikut tersesat kearah Kurawa. Sayang bukan?.

Dan apabila kemunculan Sultan Heru Cakra yang adil itu menurut
ramalan Jayabaya (inilah yang sementara kita pandang sebagai yang asli dan
berdekatan dengan sumbernya, Kitab Musarar) akan muncul diujung jaman
Kala Bendu (1801-1900 S atau 1879-1978 M), maka benarkah kiranya kesimpulan
kita bahwa Sultan Heru Cakra itu pasti tokoh yang sudah kita kenal sejak
kelahiran Republik Indonesia ini, tahun 1978 ini kiranya tahun penghabisan
zaman Kala Bendu dan dalam tahun 1979 berikutnya berarti permulaan tahun
Kala Suka. Kiranya sesudah SU.MPR 1979 yll, kita rakyat Indonesia akan
menyaksikan suatu keadaan dimana rakyat benar-benar merasakan bentuk
keadilan di segala bidang, baik keadilan sosial, politik dan ekonomi. Itu adalah
pengharapan kita yang biasanya hanya memberikan sugesti kepada siapapun
yang kira-kira bisa memenuhi harapan masyarakat ini sesuai dengan cita-cita
dalam Mukadimah UUD'45 kita.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 71


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
Dan kekuasaan Adipati Karno sendiri menurut Ramalan Sabda Palon
hanya seperempat abad saja. ini berarti saat antara 1945 s/d 1968 saat berakhir
SUPERSEMAR dan jatuh formilnya Bung Karno sebagai Presiden Republik
Indonesia yang pertama.

Gambaran sebab musabab jatuhnya kekuasaan Bung Karno ini


dibenarkan dalam sinyalemen Sabda Palon point 6 yang akan disebut
kemudian. Tetapi untuk memudahkan ingatan baiklah kita cukjikan sedikit :
”Tataning negara rusak, keh narapraja nandang kingkin, saking agenging
dosanira, sineret pradaka yekti, gya pinutus hukum kalis, ewa dane taksih
ndlarung, para muda sigra kroda, amrang sabda nyuwen adil, binantu sang
Senapati alaga!”.

Sang Senapati alaga itu kiranya untuk menyebutkan peranan Letjen


Suharto selaku Kasad pada tahun 1965/66 dahulu atau tokoh Jendral Nasution,
dkk yang saat itu bersatu membantu tekad bulatnya anak-anak KAPPI/KAMI
yang berdemonstrasi meminta keadilan kepada Presiden berhubung munculnya
peristiwa G.30.S/PKI. Bukankah demonstrasi KAPPI/KAMI tempo hari akibat
sikap ndlarungnya Presiden Soekarno tidak segera membubarkan PKI dalang
G.30.S itu. Bahkan sedikit banyak seperti membela mati-matian terhadap
eksistensi PKI. Sikap ini adalah dosa besar! Bukankah begitu fakta 15 TAHUN
yll?

4. “Demikianlah berita sinyalemen jaman edan, serba repot dalam


pemikiran, ikut menggila tidak tahan, tapi bila tidak ikut-ikutan, setiap
hari hanya menderita kekurangan belaka, kelaparanlah akhirnya.
Sudahlah menjadi kehendak Allah SWT, sebahagia-bahagia orang yang
tersesat, masih bahagia orang selalu ingat/ tawakkal kepada Allah SWT
dan bersikap waspada!”.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 72


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
JAMAN GILA MUNCUL

sinyalemen ini mirip dengan karya pujangga Ranggaudaraito dalam


”Serat Kala Tidha” point 7. berdasarkan fakta ini kita menjadi jelas bahwa
ramalan Sabda Palon ini hasil karya R.Ng. Ranggaudaraito pula, sesuai dengan
nama sandi yang terdapat dalam Pupuh II. Itulahlah sebabnya jika ramalan
Sabda Palon ini sebenarnya tidak berhak memakai merk ”Jangka Jayabaya”
seperti kita uraikan dalam Mukadimah yll.

Begitu juga Jangka Jayabaya Syech Subakir menyebut-nyebut pula


pergantlan-pergantlan jaman serta kelakuan-kelakuan manusianya yang
berubah-ubah setiap jaman, meskipun tidak memastikan setiap 100 tahun sekali
seperti ramalan Raja Jayabaya sendiri yang keduanya menyebutkan sumbernya
yaitu kitab Musarar/Asrar.

Ramalan Sabda Palon itu lebih tepat disebut demikian, jadi tidaklah
pantas mengklaim dan memakai merk nama Jangka Jayabaya. Ramalan itu
memang dibuat pada jaman Surakarta sekitar abad 19 yaitu pada
jamannya pujangga R.Ng. Ranggawarsita (1802/1873 M).

Gubahan ini dibuat oleh pujangga Ranggawarsita sebab disana-sini ada


pula kata-kata sandi yang menunjukkan nama-nama pengarangnya yakni
R.Ng. Ranggawarsita. Terbukti lagi pada permulaan ramalan Sabda Palon itu
menyebutkan dasamya yakni berdasarkan cerita Ing Nguni-uni, dan memulai
jalan ceritanya pada saat jaman Majapahit akhir dan bukannya jaman Kediri
abad ke 12. Karena itu tidak tepat jika disebut dengan memakai merk ”Jangka
Jayabaya', melainkan ramalan Sabda Palon demikian saja seharusnya.

5. “Angin baru mulai merajuk menuju arah Sang Narpati (Penguasa), tak
mengira bahwa angin baru yang meniup kepadanya itu Merupakan
bahaya buat dirinya. Para Menteri tidak tahu menahu soalnya hanya
sedikit sekali yang mempunyai cita-cita murni, akhirnya tanpa daya
runtuhlah kekuasaannya, jatuhnya mirip seperti leluhurnya yakni Raja
Brawijaya dari Majapahit, jatuhnya karena sebab memperistri putri
Cempa (asing)!”.

RUNTUHNYA KEKUASAAN BUNG KARNO.

sinyalemen dalam point ke 5 ini jelas untuk dialamatkan kepada pribadi


Bung Karno sebagai Presiden RI kata-kata ”Siliring kang samirana, tumama
mring sang Narpati”, yang terjemahkan secara bebas sebagai ”Angin baru mulai

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 73


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
merajuk menuju arah Sang Penguasa”. Angin baru yang merajuk ini tentu saja
bentuk-bentuk protes dari kalangan muda yang meminta keadilan atas suatu
peristiwa fitnah apa yang disebut G.30.S/PKI dan ini dibuktikan dalam point 6
secara tegas ”Para muda sigra kroda, amrang sabda nyumun adil, binantu sang
Senapati Alaga” (para muda yang kiranya tergabung dalam KAPPI/KAMI)
segera bergerak menuntut keadilan, dibantu sang Senapati Alaga (Jenderal
Panglima Angkatan Bersenjata yaitu Kasad alias Letjen Soeharto? Atau bisa juga
Jenderal Nasution, dkk yang terkena fitnah dalam peristiwa kudeta G.30.S).

Angin baru yang berbahaya itu bisa juga sebaliknya berarti tuduhan
fitnah dari apa disebut Dewan Revolusi sebagai antithese adanya Dewan
Jendral (These) yang katanya hendak menggulingkan kedudukan Presiden
Soekarno rencana kudete dari Dewan jenderal itu ternyata tidak pernah ada
dalam kenyataan! yang ada justru munculnya Dewan Revolusi yang dengan
cara licik telah menggerakkan laskar-laskar tentara dari luar kota untuk
mengepung Istana dengan alasan untuk mencegah/mendahului kemungkinan
timbulnya kudeta dari Dewan Jenderal!. Isu adanya Dewan jenderal itu ternyata
berasal dari sebuah dokumen Gilgreist yang palsu itu. Dokumen ini direka-reka
dan diolah dalam BPI (Badan Pusat Intelejen yang kini diubah menjadi BAKIN),
salah satu organ dari KOTI (Komando Operasi Tertinggi). Sekarang KOTI sudah
dihapuakan pula. Peristiwa yang ditimbulkan oleh G.30.S/PKI (1965) yang
hubungannya erat dengan KOTI ini, nampaknya mirip juga dengan peristiwa
KUTI di Majapahit.

TAMPILNYA KEKUASAAN ORDE BARU.

Tahun sandi tersebut jika dicoba angka tahunnya sama dengan 1899 S =
1977 M. kata-kata Wiku sama pula artinya dengan Pendeta atau Islama/Wali.
Para cendikiawan Jawa pada umumnya menilai Wiku sama dengan 7, tapi bila
angka tahun itu kita jajar, ketemunya tahun 1897 Saka + 78 = 1975 M. Rasanya
pada tahun 1975 yll tidak ada gejala kesan-kesan politik negara yang
menggambarkan muncuInya tokoh yang berwatak Wiku/Pendeta/Wali/Islama
yang keluar dari sebuah pertapaan dunia, tapi apabila kita melihat fokus
persoalan ini dari tahun 1973 yll, maka hal ini juga bisa diterima. Tapi bila Wiku
tadi kita jumbuhkan dengan nama Wali, yang di Jawa terkenal 9 jumlahnya,
maka hal itu berarti petunjuk untuk angka 9, maka jejeran angkanya akan
ketemu 1899 S = 1977 M. Tahun ini jelas menunjukkan tahun berakhirnya dan
hasilnya Pemilu bulan Mei 1977 yll sesudah pemilu lalu SU.MPR bulan Maret
1978 yang konsepsinya telah disiapkan sejak akhir tahun 1977. Apakah tahun
1978 ini Merupakan tahun terjadinya perubahan-perubahan pucuk pimpinan
nasional yang baru?.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 74


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
Disaat itu negara kita mendapatkan semacam anugerah Allah SWT
karena Indonesia telah menetapi ajaran agama budi dan pengetahuan. Sampai
Disini kita harus berhati-hati mentafsirkan arti agama Budi Lan kaweruh ini.
Apakah hal ini berarti ajaran-ajaran yang dikehendaki aliran kebatinan yang
tergabung dalam organisasi SKK? Rasanya kita lihat organisasi itu tidak
menamakan diri sebagai Agama, jadi mustahli bila sinyalemen tersebut untuk
memberikan kesempatan kepada aliran ini. Jadi kita mesti menengok kepada
agama lain, dalam hal ini kita hanya ingin menelaah sedikit, apakah agama budi
yang banyak mengandung prinsip-prinsip ilmu pengetahuan itu bukannya
agama Islam?.

Sebab agama Islam itu adalah agama yang sempurna, bisa dirasakan
dalam budi dan ilmu pengetahuan bahkan sumber dari budi dan kepribadlan
yang luhur bersifat univesal. Dan untuk itu perlu dihubungkan dengan sikap
batin tokoh yang telah diorbitkan oleh ramalan ini. Siapakah tokoh yang mirip
dengan garis atau ciri-ciri watak sebagai raja Erlangga yang benama Heru Cakra
ya Penguasa yang Adil itu?.

Dalam point ke-3 ramalan ini sudah disebut-sebut munculnya Heru


Cakra, sekarang point 8 ini disebut-sebut lagi dengan ciri-ciri lain. Dalam
point 3 menunjukan bahwa Cakra yang perawakannya nampak kekurus-
kurusan itu seperti menunjuk kearah diri Bung Karno, sebab disana disebutkan
”Heru Cakra yang perawakannya agak kekurus-kurusan/esmu kingkin itu
lamanya berkuasa hanya seperempat abad. Ini berarti menunju angka 1945 -
1968/70. Lantas dalam point 7 mengisyaratkan lagi tanda-tanda baru bahwa
yang menggantikan kedudukan kepala negara itu tokoh yang bersifat anyelani
(pengganti sementara) saja, berasal dari bumi Mataram. Kalau tokoh ini juga
memiliki idantitas lain yang dilukiskan oleh ujung point 6 yakni tokoh
Panglima Angkatan Bersenjata, maka jelasiah yang dimaksud, tak lain adalah
Jendral Soeharto! Nuwun sewu, yang saat itu menjabat sebagai Kasad dan
kemudian juga menjadi Presiden Republik ini. Tapi point 7 itu seolah-olah telah
mengorbitkan tokoh lain lagi yang mempunyai garis keturunan Mangkubumi,
atajem polatanipun, saguh datan wegahan, ngrampung sambarang kawis,
tansah winongwong ing sangulat sarira. Tokoh, ini hingga kini nampaknya
masih dirahasiakan oleh Allah SWT, tapi kita yakin bahwa tokoh itu pun akan
berbuat yang seadil-adilnya dalam memegang kendali kekuasaannya.

Apabila naskah itu kita bandingkan dengan Jangka Jayabaya versi Syech
Subakir, tokoh ini disebutkan pula dengan gelar Sultan, lengkapnya Sultan
Heru Cakra, ibu dari Mataram (bukan Iagi dari Bali), istananya sunyi sepi tak

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 75


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
berfungsi....!? Kesimpulan kita ialah bahwa Ratu Adil itu benar sama dengan
badan hukum negara yang disebut Republik Indonesia. Sedangkan
penguasanya disebut dengan nama kebesaran sebagai Sultan Heru Cakra.

Bung Karno pada saat permulaan berkuasa juga bisa nampak berbuat
adil, tapi akhirnya setelah beliau meninggalkan sikap adiInya? Didamprat oleh
kalangan muda, yang dibantu oleh Senapati alaga .... muncullah babak baru.
Apakah setelah SU.MPR 1978 yll kita sudah menemukan Ratu Adil yang
dimaksud ramalan Jayabaya dari segala macam versi tersebut? Mudah-
mudahan demikian adanya. Yang jelas bila ratu adil itu sudah muncul benar-
benar, maka tanda-tandanya ialah ”Tumpes tapis wong kang pada mukir
agama!” wong dora cara. Durjana juti enting, bebotoh pada kabutuh. Marga
adiling sang Nata ......, pada dadi santri jurit!”.

AKHIRNYA DATANG JAMAN GEMILANG

6. “Kemakmuran dan kebesaran negara dibuktikan dengan adanya negara-


negara luar yang merasa segan, semua serba tunduk secara suka rela,
segala bantuan luar negeri banyak yang berdatangan. Diibaratkan yang
jauh mendekat demikian juga yang dekat (cedak tumelung adoh
tumiyung), murah sandang dan murah pangan, rakyat kecil bisa
merasakan suasana ayem tentram. Ibaratnya akan seperti orang yang
sedang mengantuk dapat menemukan makanan yang enak, didalamnya
berisi emas kencana! Suatu masyarakat adil dan makmur yang lama kita
cita-citakan”

Sampai Disini ramalan Sabda Palon, akan kita lanjutkan dalam


kesempatan berikutnya yakni masih harus mengupas 20 point Dandang Gula
lagi. Bukanlah sementara ini sudah cukup melihat gambaran bahwa kelak toh
negeri ini akan mencapai tujuannya juga, asal dengan demikian kita tetap
membangun negara ini dengan sebaik-baiknya dan sejujur-jujurnya, jangan aji
mumpung, melanggar peraturan negara yang sudah sama-sama kita sepakati
dll sikap mental yang tidak terpuji. Mudah-mudahan.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 76


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
BAB : IX

PUPUH : III
DANDANG GULA

PENGANTAR PUPUH TIGA

Setelah kita fahami bahwa karya Serat Jangka Jayabaya versi ini ternyata
adalah hasil karya Pujangga Ranggaudaraito juga, maka agak mudahlah kita
memahami isi sindiran-sindiran yang terdapat dalam pupuh ketiga ini, yang
nampaknya Merupakan penjelasan terperinci mengenai sinyalemen-sinyalemen
terdahulu.

Dalam keterangan yll telah diungkapkan sebagian Ramalan Sabda Palon


yang nampaknya hanya Merupakan figurantif keadaan Majapahit diakhir abad
15, yaitu situasi masa transisi antara lenyapnya orde lama yang bersifat
kebudhaan/kehindhuan, dan munculnya orde baru yang bercorak ke-Islaman.
Dan dalam masa transisi ini logis, bila terjadi sikap-sikap rivalitas antara
penganjur-penganjur orde lama dan penganjur-penganjur orde baru yang
bercorak Islam itu.

Didalam naskah ini kita pun memaklumi sikap Sabda Palon (Figur tokoh
pemimpin agama Budha) yang berusaha ingin bertahan terus dengan segala
daya upayanya, begitu juga logis bagi penguasa-penguasa orde baru yang ingin
bertahan dan ingin menancapkan orde barunya sekokoh mungkin.

Dalam masa lingkaran abad-abad berikutnya dari pada yang dijangka


oleh Sabda Palon 500 tahun yang akan datang, rupanya oleh sang pujangga
Ranggawarsita lalu dikontrol lagi kebenarannya, sehingga tak heranlah jika
dalam pupuh ketiga ini nanti seperti terdapat kata-kata sindiran yang bersifat
ulangan. Tetapi ternyata bahwa situasi yang dilukiskan dalam pupuh satu itu
ternyata gambarannya menyentuh jaman abad 20 dimulai dari saat lenyapnya
kekuasaan penjajahan Belanda (Prabu Jamus) dan munculnya penguasa baru
yang juga bermaksud menjajah juga tidak lama, hanya seumur jagung saja
lamanya (Jepang), kemudian disusul dengan masa baru, yakni dimulainya
jaman Garuda Pancasila, yang terungkap dalam Pupuh II terdiri 9 point Sinom.

Dalam Pupuh II ini ternyata berisi sepintas kilas tentang muncuInya


peranan tokoh wayang benama Adipati dari Nggawangga alias Adipati Karno.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 77


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
Tetapi ganjilnya tokoh ini ialah mengapa ibunya dari Bali? Maka kalau kita cari
tebakan kata tersiratnya, bertemulah dengan nama tokoh prokiamator kita
”Bung Karno” Pupuh II inipun hanya sekilas saja menggambarkan situasi masa
pemerintahannya lalu jatuhlah dan diganti dengan tokoh baru yang dikatakan
hanya sebagai ”Sang Senapati Alaga” tokoh ini setelah kita hubungkan dengan
peristiwa Maret 1966 ternyata menunjuk Pak Harto yang kini benar telah
menjadi Presiden Republik Indonesia ke-2.

Dan dijaman inilah nampaknya cita-cita Sabda Palon dahulu terkabul.


Sebab dalam point ke 8 jelas terlukis kalimat : ”Nuswa Jawi pinarimeng, wiyadi
awid netepi agama budi lan kawruh...” (Tanah Jawa/tanah air mendapatkan
anugerah karena menetapi janji terwujudnya agama Budi dan
kawruh/pengetahuan......) tahunnya ditandai ”Wiku-Miyat-Wiwaraning-Jagad”
alias menunjukkan relatif 1892, 1897 atau 1899 Saka. Kalau kita cari nilai angka
tahun Masehinya ternyata bertemu tahun 1970, persis tahun
surutnya/mangkatnya Bung Karno selaku Presiden Pertama. Kemudian
dilanjutkan lagi kekuasaannya sampai 1975 M (1897+78) dan 1977 M, setelah
Pemilu dilaksanakan. Sifat Pemerintahan Pak Harto yang dikatakan sang
pujangga hanya bersifat ”Anyelani” itu kiranya benar antara tahun 1966 hingga
tahun kewafatan Bung Karno, setelah itu kedudukannya tidak lagi bersifat
anyelani, karena sifat jaman peralihannya sudah lampau. Apakah ini
diisyaratkan sebagai ”Wiku-Miyat-Wiwaraning-Jagad” itu? Selanjutnya disebut
sebagai ”Ratu Adil”? terserah anda untuk ikut meneliti keadaan selanjutnya.

Yang jelas masa Pak Harto selaku penbuasa kedua negeri ini sudah
berlangsung 3 periode (yakni periode I pada tahun 1966 sejak beliau menerima
Super Semar dari Bung Karno; periode II saat pengukuhan kedua kalinya di
tahun 1968 oleh MPRS untuk mengemban pemerintahan sampai terbentuknya
DPR/MPR hasiI pemilu 1971 dan ternyata tahun 1973 beliau diangkat lagi oleh
MPR jadi Presiden lagi sampai 1978. Dan akhirnya periode ketiga diangkat lagi
yakni dari 1978-1982 sebagai hasil pemilu 1977 yll. Apakah sesudah tahun 1982
nanti akan diangkat lagi?.

Yang masih perlu kita catat adalah sinyalemen-sinyalemen selanjutnya


yang terdapat dalam Pupuh III point terakhir yakni 21 yang masih
menggambarkan situasi yang memprihatinkan sebab diakhir pupuh III itu
masih terdapat gejala yang dilukiskan sebagai :

”Semut Ireng ngendog jroning geni,


ana merak memitran Lan baya, keong sak kenong
matene, tikuse pada ngindung, kucing gering ingkang

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 78


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
nunggoni. Kodok nawu segara, holeh bantheng sewu,
precil-precil kang anjaga semut nganorang anorangsang
gunung Merapi, wit Ranti woh Delima?!"

Gambaran ini nampaknya untuk menggambarkan masa puncak ramalan


Sabdo Palon 500 tahun yll. Kalau yang dimaksud permulaan tahun ramalan itu
dari tahun 1478 M, maka angka puncak yang situasinya seperti dilukiskan
ramalan ini berarti menunjuk tahun 1978 yang lalu?.

Seharusnya sejak tahun 1977 yll situasi demikian sudah harus mereda.
Ternyata kita masih dikagetkan lagi oleh Kejadian di tubuh Polri yang malah
terdapat korupsi yang menyangkut uang miliaran rupiah.

Menurut kata pujangga Ranggawarsita dalam Serat Sabdo Jati point 14


dikatakan : ”Maluying benjang yen wus ana 'Wiku, Memuji Ngesthi Sawiji'
sabuk lebu lir majenun, galibedan tudang tuding, anacahken Sakehing wong”
(sembuhnya jaman itu, kelak bila sudah Wiku/Islama/Wali/9, mendo'a 9,
menuju/ngesthi, 8, cita-cita satu/sawiji, 1), maka segala pengikat batil akhirnya
pasti lenyap, tetapi mereka masih menampakkan kelakuan sebagai orang gila
(majenun=gila), putar sana putar sini sambil menghitung banyak orang.

Tahun sandi itu bila kita jabarkan sama dengan 1899 + 78 = 1978 M
adalah hasil pemilu 1977 yll. Rupanya benar kata tersirat ”Anacahken sakehing
wong” (menghitung banyaknya orang) berarti hasiI sensus untuk pemilu dan
hasiInya pemilu itu sendiri.

Konon sesudah itu dikatakan : ”Iku lagi sirep jaman kala bendu, kala
suba/Saka kang gumanti, wong cilik bisa gumuyu, nora kurang sandang mukti,
sedyane kabeh kelakan”. (point 15). Apa artinya ini?.

Artinya ialah disaat itu (1977) barulah meredanya jaman penuh kutukan
Allah SWT, sesudah itu (entah tahun berapa) bergantilah dengan jaman senang,
yang ciri tandanya rakyat jelata sudah mulai bisa tersenyum, tidak kurang
sandang pangannya, semua. Cita-citanya mudah tercapai! (Serat Sabda jati point
14-15)*.

Demikianlah ulasan saya untuk memenghadapi pengertian-pengertian


yang terdapat dalam Pupuh III yang terdapat 21 point tembang dandang gula,
dimana point terakhirnya, (penutup) seperti telah kita sajikan diatas (semut
ireng ngendog ... )!.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 79


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
BAB X

PUPUH : III
DANDANG GULA

1. ”Nyanyikanlah lagu-lagu wasiat Kaki Sabda Palon, Pamong Sebuah


Negara Nusantara ini (sebagai bahan mawas diri) dia telah mensinyalir
bakal datangnya masa-masa yang menyengsarakan Rakyat Nusantara
yang besar ini. Dia merasa telah mendapatkan sasmita tentang
kemungkinan masa depan anak cucu! Dikala itu Rakyat Nusantara
diibaratkan seperti layaknya orang yang sedang menyeberangi sebuah
sungai, yang sampai ditengah-tengahnya, orang harus menerima
kenyataan tentang datangnya deras air sungai yang banjir, yaitu, apabila
sudah dimulai datangnya tahun sandi ”Gapura-Sapta-Ngesthi-Aji” (1879
Saka 178 = 1957 M ?)

DATANGNYA MALAPETAKA BANJIR POLITIK

Pada tahun 1957 dinegara kita mulai ada perselisihan nasional.


Perselisihan mana setelah diadakan musyawarah nasional di Yogyakarta
berakhir dengan damai, tetapi kemudian muncul lagi fitnah dari kaum syeitan
brekasakan (golongan kaum komunis yang atheis) yang tidak menghendaki
Perdamaian nasional, maka meletusiah peristiwa PRPI/Permesta (Februari 1958)
yang mengakibatkan seluruh P.Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Indonesia
bagian Timur lainnya kecuali P.Jawa memberontak terhadap Pemerintah rezim
Soekarno di Jawa. Akibatnya lihat point 2 berikut :

2. “Menderita sengsaralah orang-orang ditanah air pada saat ini. Rasanya


seperti sudah menjadi kehendak Allah SWT yang menjaga sekalian alam
ini! Untuk membuktikan kepada para hamba-Nya bahwa jagad raya ini
ada yang menguasai secara adil menuju jalan yang baik ataupun yang
bathil. Dialah yang menanam dan menuai tanaman-tanaman itu; barang
siapa suka menanam yang baik, nniscaya mereka akan menuai hasilnya
yang baik pula. Itu semua akan dialami manusia sebagai bukti bahwa
dunia ini ada yang membuat!”

AKIBAT - AKIBAT BANHR POLITIK

Penulis tidak akan memberikan komentar sinyalemen-sinyalemen


tersebut, toh sudah gamblang dan menunjukkan filsafat keagamaan yang perlu

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 80


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
kita gali terus hakekatnya. Oleh karena itu penulis ingin mengemukakan
nasehat Allah SWT lewat Al-Qur'an. Cocoklah nasehat yang bersifat
perumpamaan diatas dengan bunyi surat Ibrahim ayat 24 -25 : ”Tidakkah kamu
perhatikan, bagaimana Allah telah membuat perumpamaan sebuah kalimat
yang baik! Diibaratkan (perbuatan-perbuatan yang baik itu) seperti pohon yang
baik pula; akarnya teguh dan cabang-cabangnya menjulang ke langit! Pohon itu
memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Allah SWTnya. Allah
membuat perumpamaan-perumpamaan itu agar diketahui manusia bahwa
manusia harus selalu mengenang Allah SWTnya sehingga tidak tersesat.

Ayat ini kita bukakan untuk pedoman bahwa setiap tujuan baik itu, pasti
harus banyak mengalami rintangan-rintangan tertentu. Sebenarnya dalam kasus
tersebut kita melihat bahwa antara unsur-unsur daerah dengan unsur pusat
(pada saat peristiwa PRRI/Permesta belum meletus) sudah ada pendekatan
yang baik, yakni hasil musyawarah Nasional di Yogyakarta itu. Tapi rupa-
rupanya unsur-unsur pengikut Sabda Palon diabad 20 ini tidak menghendaki
terwujudnya persatuan nasional yang dikehendaki daerah dan pusat itu.
Pengikut-pengikut Sabda Palon ingin memancing ikan di air keruh, maka
dengan akal fitnah sekalipun, mereka berusaha untuk menggagalkan
Perdamaian nasional yang sudah disepakati bersama itu. Maka digempurlah
pusat gerakan daerah itu. Akibat selanjutnya pertumpahan darah. Pengikut
Sabda Palon menjadi senang dibuatnya. Mereka terus berusaha merongrong
negara ini dimana saat melihat kesempatan. Nanti akan ternyata dalam
peristiwa-peristiwa selanjutnya sampai akhirnya muncul fitnah baru lagi yakni
G.30.S/PKI tahun 1965 yll. Para kesatria-kesatria negara ini satu persatu
tumbang dan tersisihkan dari percaturan negara. Kapankah perbuatan bathil
dari kaum atheis itu akan lenyap sama sekali dari bumi pertiwi ini. Secara
formil sudah kita lihat tahun 1966 tatkala Super Semar memberikan kekuatan
untuk membubarkan PKI. Tapi apakah sesudah itu gerakan-gerakan mereka
sudah padam benar-benar? Ini yang perlu kita perhatikan. Sebab pada
hakekatnya golongan kiri itu selalu pandai mencari mantel untuk meneruskan
cita-cita perjuangannya. Untuk memberantas gerakan-gerakan mereka itu satu-
satunya jalan hanyalah mendekatkan diri kepada pedoman-pedoman yang
telah digariakan Allah SWT lewat ajaran-ajarannya yang ditulis dan dibawakan
oleh para Rasulnya; terakhir Nabi Muhammad saw yang telah kita peluk
berabad-abad ini. Jadi-kalau akhir-akhir ini ada semacam usaha-usaha untuk
menjauhkan rakyat Indonesia dari kepercayaan agamanya yang sudah
mendarah daging ini, patutlah usaha itu kita imbangi dengan konsep-konsep
yang lebih mantap lagi, terutama bagi umat Islam harus menyembuhkan diri
dari penyakit-penyakitnya sendiri, sehingga cita-cita masyarakat Sosialis

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 81


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
religius seperti yang dkanangkan orde baru kini terwujud bobot yang mantap!
Lihatlah nasehat selanjutnya.

3. “Caranya Allah SWT memberikan sesuatu kepada umatnya itu jalannya


bermacam-macam, tidak bisa diduga sebelumnya. Begitu juga tentang
datangnya macam-macam musibah dan marabahaya yang melanda
tanah air ini a.l. ditunjukkan bahwa pekerja-pekerja harlan hasilnya tidak
akan mencukupi (wong glidi datan cukup), usaha apapun hasilnya juga
tak mencukupi, banyak pegawai negeri menderita kelaparan, para
saudagar banyak yang jatuh, hasil pertanian, banyak pula yang ludes
karena datangnya bermacam-macam hama, ditambah pula datangnya
musim pacekIik, pendek kata beratlah sangganya manusia hidup di
zaman ini”.

4. “Kesuburan bumi hilang, munculnya keangkara-murkaan makin


merajalela, sungguh besarlah akibat dan kerusakan-kerusakannya.
Banyak pencuri diwaktu-waktu malam, tidak tentramlah hidup
rakyatnya. Disiang, harinya pun banyak begal-begal menghadang
berebut dahulu; pendeknya para penjahat itu sudah tak takut ancaman
hukuman! Pemerintah sukar mengatasinya, karena mereka mengangap
enteng terhadap ancaman hukuman!”.

5. “Kejadian-Kejadian itu berlangsung selama 3 tahun. Rakyat masih


dilingkari situasi huru-hara, berebut sandang pangannya, lupa terhadap
sanak keluarga, semua itu karena orang telah kehilangan rasa kasih
sayangnya, lupa undang-undang dan peraturan negara (lali angger-
anggering praja), pokoknya semua itu berdasarkan kepada nafsu-nafsu
serakah yang kelewat batas! Segera setelah itu muncul pula datangnya
pagebluk baru ditanah air, banyak manusia yang mengalami kematlan!”.

AKIBAT-AKIBAT POLITIK DAN EKONOMI

Dalam sinyalemen diatas dikatakan bahwa Kejadian-Kejadian itu


berlangsung selama 3 tahun, dan selama itu rakyat masih terus dilingkari situasi
huru hara (duka nestapa). Apakah saat ini menunjukkan Kejadian antara 1965-
1968? Apakah huru hara itu berarti peristiwa G.30.S/PKI di tahun 1965 yang
selama 3 tahun sajak itu rasanya rakyatpun diliputi rasa cemas/harap-harap
cemas. Bukankah situasinya menggambarkan keadaan yang sungguh-sungguh
pahit? Dilihat dari sudut politik, banyak rakyat kecil yang tidak begitu tahu
seluk beluknya perkembangan politik menjadi prihatin dan semacam harap-
harap cemas, karena pembersihan terhadap unsur-unsur G.30.S yang

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 82


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
dilancarkan penguasa, banyak menimpa kepada sanak saudaranya, meskipun
mereka sendiri merasa tidak tersangkut!.

Dilihat dari sudut ekonomi, banyak pula pengusaha-penguasa nasional


yang susah dan gulung tikar, karena mencari uang merasa sulit, akibat adanya
politik uang ketat. (tight money policy) untuk membendung hyperinflasi yang
melanda tanah air sebelumnya. Apa lagi gejala masa itu benar-benar kita lihat,
betapa banyaknya orang yang melanggar undang-undang negara seperti ngaji
mumpung, menyalahgunakan kekuasaannya, sikap-sikap tak terpuji seperti
harta punya kuasa dIl. itu semua pertanda kerusakan jaman yang disinyalir
diatas. Kapan masa itu akan berakhir ?.

6. ”Rasanya keadaan umat telah menjadi rusak (dadya rusak pra umat
sami), tersandung sedikit saja bisa mati (kesandung ae temah pralaya),
menjadi tiga bagian (tigang wujud dadine)! Hujan angin yang besar
mengakibatkan kayu-kayu besar menjadi tumbang, berserakan disungai.
Sungai-sungainya banjir sungguh menakutkan orang! Sungguh seperti
banjimya lautan, sehingga apa yang terlanda banjir itu bisa dari dadal tak
seorangpun dapat menghalang-halanginya, dadal hilang musnah tanpa
bekas !”

MUNCULNYA TIGA KEKUATAN SOSPOL BARU

Gejala kerusakan alam yang dilukiskan diatas tentu akibat penebangan


hutan-hutan Secara ngawur yang sudah berlangsung sejak jaman sebelumnya,
terjadilah erosi. Lumpur-lumpur gunung turun kebawah. Akibatnya sungai
didataran rendah menjadi dangkal bila banjir datang, maka airnya tentu mudah
meluap Merusakkan sawah ladang petani.

Dalam sinyalemen point 6, sang paramal telah memberikan isyarat


bahwa manusianya telah terpecah menjadi 3 golongan, hanya akibat permainan
sepak bola yang tidak fair saja layaknya (dadya rusak para umat sami
kesandung bal temah pralaya, tigang wujud dadine)! Apakah ini berarti saat
munculnya 3 kekuatan sospol sesudah pemilu 1971, Wallahu a’lam bissawab!
Atau apakah ini menunjukkan Kejadian setelah huru hara 15-16 januari 1974
yll? Dan apakah bahasa sandi yang menggambarkan kerusakan para umat
Islam (umat beragama) karena adanya usaha-usaha
penggerogotan/pendangkalan terhadap ajaran-ajaran agama lewat ide-ide
sekuralisasi atau karena munculnya usaha-usaha kaum kebatinan yang non-
agaama itu? Tetapi nyatanya Pemerintah sekarang ini tetap terus membantu
usaha-usaha pembangunan dibidang apirituil dan peningkatan beragama lewat

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 83


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
pendidikan-pendidikan umum maupun khusus keagamaan. Jadi apa yang
harus kita waspadai sekarang ini ialah adanya usaha-usaha dari kaum non
agama yang menggunakan aji-aji mumpung dengan jalan ”Politik kedudung
malulang macan” yang pada hakekatnya kelak akan meniru taktik politik PKI
seperti yang terjadi jaman orde lama dahulu.

Mudah-mudahan analisa ini dapat membantu usaha-usaha Pemerintah


dalam usahanya memberantas segala bentuk subversi, baik yang halus maupun
yang kasar, sehingga penguasa-penguasa yang mendukung kepemimpinan
Presiden sekarang ini, bisa menjalankan tugas sesuai dengan amanat GBHN!.

7. ”Tanda-tanda yang paling menakutkan itu ialah adanya perlambang ikan


pada naik kedaratan, Merusak kanan kirinya, mendebarkan rasa hati
yang berdekatan dikanan kirinya! Aneh pula, banyak kayu-kayu besar
yang tumbang dan hilang musnah; batu-batu besar pun banyak yang
longsor turun kebawah, porak poranda lalu ikut arusnya aliran sungai.
Gemuruhlah suaranya!.

HILANGNYA PERANAN PARTAI - PARTAI BESAR


DAN TOKOH - TOWN PEMIMPIN RAKYAT.

Kalimat-kalimat tersebut kiranya bukan kalimat-kalimat yang harus


ditangggapi secara letterlik, melainkan mengandung sindiran juga. Dalam hal
ini rasanya untuk menggambarkan-betapa banyaknya pemimpin-pemimpin
rakyat yang berjaAllah SWT setelah munculnya permainan sepak bola yang
dilukiskan diatas, sehingga diibaratkan hanya kesandung bola saja mereka
sudah jatuh tersungkur. ”Kalau kayu-kayu besar” itu ibaratkan sebagai
lambangnya para ”Pemimpin Rakyar” yang berjaAllah SWT karena muncul tata
tertib baru (perubahan-perubahan struktur), maka apa yang digambarkan
sebagai batu yang besar juga longsor turun kebawah itu kiranya berarti
gambaran porak porandanya orgenisasi-organisasi politik yang harus
bergabung menjadi satu wadah yang jalan selanjutnya harus mengikuti garis
arus aliran sungai itu. Yang dimaksudkan arus sungai itu kiranya kebijaksanaan
pemerintah yang harus h diturut selama ini. Demikianlah kira-kira arti
perlambang yang menggambarkan ikan-ikan pada naik kedaratan dan Merusak
kanan kirinya itu, terus terang saja kami persilahkan kepada anda untuk
menafsirkan sendiri! Bukankah kata-kata perlambang itu memang sulit artinya?
Jadi salah tafsir bisa tersesat. Dalam hal ini penulis tidak mau melangkah lebih
jauh dari pikiran yang ada dewasa ini.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 84


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
8. ”Semua gunung-gunung meletus, menakutkan situasinya karena udara
dari langit nampak memerah, gemelegar suaranya, memuntahkan, lahar
dan batu, meluber kekanan kiri, memotong hutan dan desa-desa yang
dilaluinya. Manusianya banyak yang tewas, kerbau sapi (ternak) habis
binasa semuanya!.

DIBAYANGI RASA TAKUT

Kejadian ini tentu akibat meletusnya gunung berapi seperti misalnya


gunung Kelud di tahun 1951, Gunung Agung di Bali 1970, Gunung Merapi di
Jateng dll. Sehingga sampai sekarang fakta-fakta batu-batu besar banyak
berserakan Merusakkan bangunan jembatan dan sawah ladang petani.
Penduduk desanya yang masih selamat dan tertinggal lalu ditransmigrasikan ke
luar Jawa. Ini bila kita terima sebagai tafsir biasa. Tapi nampaknya sindiran itu
mengandung arti politis juga! Apa lagi kalau gunung itu mengandung
pengertian lambangnya seorang Penguasa Negara dengan segala isi dan cita-
citanya. Jadi arti lain dari gejala tersebut ialah apabila gunung (Penguasa)
marah, lalu memuntahkan lahar dan segala isinya/batu-batu besar dll, maka
segala pohon besar/kecil bisa tumbang.

9. ”Akhirnya nampak seolah-olah bumi sedang seperti bergetar, datanglah


gempa bumi, sehari 7 kali (simbolis), mengakibatkan kerusakan
manusianya, tanah-tanahnya menjadi bercelah-celah, setan brakasakan
mulai berani menampakkan dirinya lagi, menyeret segala manusia yang
bisa dipengaruhinya, ibaratnya seperti sebuah garu yang membajak
sawah, maka yang bisa selamat hanyalah batu-batu yang berada disela-
sela gigi garu itu! Batu itu adalah ibarat manusia yang hakikatnya tahu
akan arti sahadat sejati, yaitu arti bisikan Allah SWT yang
sesungguhnya”.

sindiran diatas menunjukkan manusia yang selamat dari sebab


perbuatan, kaum pengikut kaum Sabda Palon di abad ke 20 ini hanyalah orang
yang membantu jiwanya dengan tekun mengamalkan agamanya masing-
masing. Bagi umat Islam kata sahadat sejati tidak bisa ditafsirkan lain kecuali
pernyataan pengakuan terhadap Ke-Esaan Allah SWT pribadi, dan Nabi
Muhammad saw adalah utusan terakhirnya.

Jadi jalan selamat dari segala perbuatan kaum syeitan brekasakan bala
Sabda Palon hanyalah satu, yakni jalan agama dan berlindung dibawah

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 85


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
naungan kebesaran Allah SWT semata. Kalau tadi digambarkan kaum syeitan
brekasakan bakal menampakkan diri dihadapan manusia, maka arti syeitan
brekasakan ini bukanlah dalam pengertian yang sebenarnya, melainkan
manusia juga tetapi berwatak ibila karena perbuatan-perbuatannya selalu
melanggar undang-undang, baik undang-undang Allah SWT maupun undang-
undang yang dibuatnya sendiri.

Bukankah setiap hari sekarang ini kita bisa menyaksikan betapa tingkah
polahnya manusia-manusia jaman kini yang diperlihatkan dalam adegan-
adegan film yang bergaya porno, dimana adegan-adegan manusia laki-laki dan
perempuan demikian rupa yang seolah-olah mereka sudah tidak punya rasa
malu lagi dalam hal mengumbar hawa nafsu binatangnya. Padahal dalam
ajaran agama ditegaakan bahwa ”Malu itu setengah dari iman”. Maka manusia
yang tidak punya malu berarti tidak punya iman juga!. Dus berarti jaman edan.

Dan karena itu pula disebut, jaman Kala bendu, jaman penuh kutukan
Allah SWT karena kelakuan manusianya serba mengecewakan. Tanda-tanda
jaman ini banyak, antara lain banyak hujan salah musim, banyak wanita sudah
kurang rasa malunya, banyak laki-laki seperti wanita, yang wanita seperti laki-
laki.........dan seterusnya.

Tanda-tanda ini sekarang sudah banyak kita saksikan di kanan kiri kita.
Ini berarti masalah apa yang kini disebut ”Dekadensi moral”! apakah ini berarti
godaan syeitan terhadap manusia lebih kuat? Kalau begitu benar, jaman kini
peranan kaum beriman seolah-olah masih dikentuti saja oleh kaum syeitan
brekasakan yang mengjawantah dalam bentuk manusia. Maka anjuran yang
paling tepat hanyalah ”Waspada” semoga umat manusia di Indonesia dapat
mengalahkan segala polah tingkoh syeitan brekasakan.

10. ”Apabila kelak tanda-tanda itu sudah muncul, dan datang ditengah-
tengahrakyat Pulau Jawa ini, diikuti oleh anak cucu yang berwatak
syeitan brekasakan dan demit, maka disaat itulah kaum agama
menyebarkan ilmunya yakni ”Ilmu kaweruh nyata” yang bersumber
ilmu agama yang sebenar-benarnya, sehingga orang bisa Mengenai inti
makna yang terkandung dalam ajaran agama Islam yang murni, yakni
agama Wahyu Illahi”.

Inilah isi nasehat Brawijaya dan Sunan Kalijaga setelah Sabda Palon
menghilang. Umat manusia diajak benar-benar untuk mendalami ajaran Islam
dengan sungguh-sungguh, tidak hanya kulitnya saja, tetapi hakekatnya perlu
didalami sedalam-dalamnya. Orang yang mengerti kata ”Sahadat Sejati” yang

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 86


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
dalam istilah kunonya disebut sebagai ajaran ”Kaweruh Nyata” tadi, haruslah
digali dari apinya ajaran Islam!.

Kita tahu bahwa dewasa ini, ada segolongan manusia yang menyebarkan
ilmu ”Kaweruh Nyata” yang pada hakeketnya tidak bersumber kepada ajaran
agama Islam. Mereka menyebutnya sebagai ajaran agama yang benar, karena
dengan ilmu itu orang akan dapat mengetahui hakekat ajaran makrifat agama
Budi! Ia mengambil dalil-dalil sedikit dari salah satu ajaran agama-agama yang
besar didunia ini, lalu dicampur aduk menjadi satu pegangan moril dan
perkumpulan-perkumpulan itu dengan disana sini ditegaakan bahwa inilah
ajaran nenek moyang Jawa yang asli!.

Ajaran ini dinilai oleh Kalangan cendikiawan Islam sebagai ajaran


”Sinkretisme” alias campur-campur (gado-gado). Ia berdiri ditengah-tengah.
Budha tidak, Islam pun bukan! Ajaran ini sungguh tidak membawa membawa
kita kearah pendalaman ajaran agama, tetapi sebaliknya ia mengarah kepada
Filsafah non-agama! Dan ajaran ini bila diterus-teruakan akan kurang serasi
dengan bunyi pasal 29 UUD'45. Dan karena itu logis bila oleh Sabda Palon
pengikut-pengikut ajaran ini dikatakan sebagai ”Mengikuti ajaran Syeitan
Brekasakan” dan demit! Maukah kita diajak kearah itu? Terserah!!!.

Untuk selanjutnya Brawijaya mengingatkan lagi bahwa mendekati tahun


ramalan Sabda Palon nanti orang harus tetap waspada, karena disaat itu umat
Islam akan menghadapi tantangan-tantangan yang berat.

11. ”Kepastian janjinya (janji Sabda Palon) telah tiba, yaitu apabila sudah
genap 500 tahun, tahun mana telah terhitung jaman Islam, lenyap dan
kembali kepada saya (Sabda Palon), agama Budi(a) berdiri tegak, maka
barang siapa yang menolak pasti akan menerima kutukan, dan karena itu
akan saya sajikan kepada anak cucuku : ”Berusahalah kamu memakai
tanda-tanda agar engkau dijaga keselamatannya dari godaan para demit
dan dijauhkan dari penyakit-penyakit (rohani) yang tidak sewajarnya”
(san pakakna putune wang, nedya pratanda wastane linun demit, gegila
myang lelara)”.

12. ”Datanglah bahaya ribuan demit. Dikala itu anda jangan membanggakan
(ojo siro samya anggedirna) akan melawan demit itu! Anak cucu kami
janganlah pula anda menantang perang! Lebih baik
mengandalkan/mendalami ilmu dengan berbagai macam sarana yang
memungkinkan suksesnya. Semua marabahaya itu pasti tidak akan

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 87


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
mempan terhadap tubuh demit itu, bahkan salah-salah akan membalik
sendiri kapadamu!”.

MELAWAN DEMIT HARUS WASPADA DAN TAWAKKAL

Nasehat Brawijaya ini pada pokoknya memberikan gambaran kepada


anak cucu, bahwa pada saatnya janji Sabda Palon nanti tiba, percuma sajalah
anda membikin tantangan-tantangan itu sebab mereka dalam posisi yang kuat!
Dikala itu anak cucu yang masih tetap mencintai agamanya, dinasehatkan agar
mendalami saja terus ajaran-ajaran agama masing-masing itu sebab kalau
ditentangnya toh tidak berdaya, bahkan salah-salah taktis akan membalik
dirimu sendiri. Dengan kata lain umat beragama supaya mengingat senjata
”Bumerang”! ini berarti bahwa kita harus bersabar! Sambil mawas diri, apakah
umat beragama sudah merasa berjuang semaksirnal mungkin untuk
memperlihatkan kebagusan ajaran-ajaran agamanya itu?.

13. ”Menurut prospeknya pulau Jawa ini sudah mulai banyak Ilham-ilham
yang memungkinkan bisa dibuka maknanya oleh para cendikiawan,
yang itu semua telah tersurat dalam primbon Jayabaya. Konon dikala itu
manusia akan tinggal menjadi separuh saja! Adapun yang masih hidup
dinasehatkan perlunya mengetahui dan mempelajari sesuatunya agar
semua itu dapat dimanfaatkan untuk menolak segala macam
marabahaya yang mengancamnya. Begitulah seharusnya daya upaya
manusia yang hidup ini, kata para cendikiawan (Wasita nira pra kuna)
yakni agar menetapi darmanya sebagai manusia hidup”.

14. ”Yaitu mendalami dan mempraktekkan arti sahadat yang sesungguh-


sungguhnya. Dengan begitu anda akan mengetahui sungguh-sungguh
sifat-sifat Allah SWT (Heruhi dununging Pangeran). Hal itu akan terbukti
dalam jiwa raganya. Tapi bila ternyata tidak bisa memahami (tan bisa
wetuh) tanyakanlah kepada guru yang terpercaya, yang sudah anda
pandang sempurna ilmunya, tahu memasuki dunia halus, (wikan
manjing alus), bisa mati didalam hidup (bisa ngajal jroning gesang),
memahami terhadap filsafat ”Sangkan Parane Dumadi”, hal itu perlu
anda cari agar anda bisa melihat apa hakekat hidup ini!”

15. ”Buktikanlah bila anda sudah memulai semua ajaran-ajaran gurumu


misalnya tentang ilmu ma’rifat, yang didalamnya mempelajari hakekat
manusia untuk Mengenai Allah SWTnya selama hidup ini; ibaratnya
dikala itu masih seperti rumput dalam hutan perladengan petani, apabila
sudah saatnya digaruk maluku, maka yang bisa lolos dari keadaan itu,

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 88


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
hanyalah mereka yang berada ditengah/disela-sela gigi garu itu! Itulah
tanda manusia yang sudah memahami arti ilmu Sahadat yang benar,
yang telah mendapatkan nur Ilahi” (Wisiking Hyang Suksma)!”.

16. ”Apabila anda menyalahi tulisan kodratNya, hidup ini memang terasa
amat berat, sebab hidup yang benar itu mesti selalu disaring (dicoba)
oleh kebenaran ajaran-ajaran Allah SWT, artinya ialah bahwa orang
harus bisa menjauhkan diri dari segala nafsu-nafsu (kurda nyidra mring
karsa) yang dilarang Allah SWT yaitu segala liku-liku hidup yang tak
baik agar bisa membuka hakekat ajaran ”Sangkan Parane Dumadi
tersebut. Hasilnya ialah akan menjadi manusia yang bijaksana ditengah-
tengah masyarakatnya”.

17. ”Hakekat ajaran Sahadat yang sesungguhnya itu, apabila orang suka
meninggalkan keramaian-keramaian dunia fana ini, lalu memusatkan
segala persoalan hidup untuk persiapan matinya kelak (kabeh urip
myang lampus), hal ini sebagai pertanda bahwa Allah SWT memang
berkuasa mengadakan jagad tapi juga berkuasa menggulung-Nya. Maka
pulangnya segala persoalan tak lain menuju filsafat ”Siapa yang
mengadakan sesuatu yang ada didunia ini, tak lain hanya Dia yang
sebenar-benarnya sumber permulaan yang ada itu!”.

18. ”Dialah yang mengadakan hidup dan mewujudkan segala mahluk,


mengudal segala liku-liku ajaran agama, merata kepada seluruh umat
manusia, sampailah kepada janji-Nya bahwa banyak orang mengingkari
agama, yang masih mengikuti petunjuk-petunjuk agama tidak
mengetahui hakekatnya yang sungguh-sungguhi hanya berpedoman
sarengat melulu, agamanya tidak sampai dihatinya! Gejala demikian
hanya akan Merusakkan hamba rakyat belaka!”.

19. Kilat menyambar-nyambar di pulau Jawa, suatu pertanda yang bisa


memberi petunjuk kepada manusia, agar mereka menyempurnakan
agama mereka yaitu agama Rosul (Islam) dan sebarkanlah ajaran Islam
yang murni itu. Memang di jaman Brawijaya, saya (Sabda Palon-
Niyaginggong) tidak mau memasuki agama Islam itu, sebab saya
mengerti agama ini menyimpang dari ajaran yang benar”.

KILAT MENYAMBAR PERTAMA DATANGNYA API ISLAM.

Sampai Disini nampaknya pengikut-pengikut Sabda Palon-


Nayaginggong menjadi sadar kembali. Pada jaman Brawijaya mereka

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 89


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
tidak/belum mau masuk Islam tapi kini rupa-rupanya sudah tiba waktunya
bahwa mereka sadar bahwa hanya agama Islam yang murni itulah satu-satunya
agama yang lurus dari segala macam syirik!.

Dalam point 17 kita dihadapkan masalah apakah yang sebenarnya


disebut ”Sangkan Parane Dumadi” itu! Disinilah kita disuruh mawas diri
bahwa Kejadian manusia itu sebenarnya hina dina, sehingga dengan begitu kita
harus pandai menempatkan kedudukan sebagai mahluk yang wajar dan
beriman.

Menurut penelitian kita, rumus Kejawen yang disebut asal mulanya


Kejadian manusia tidak lain seperti apa yang Allah SWT dalam surat Al
Mu'minun ayat 12-14 yang isi artinya : ”Dan sesungguhnya Kami telah
menjadikan manusia (Adam) dari sari-sari tanah. Kemudian kami Jadikan dia
(anak Adam) dari setitik Air Mani yang terletak dalam simpanannya yang
teguh (rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu
segumpal darah itu Kami jadikan tulang belulang. Kemudian tulang-tulang itu
Kami tutup dengan daging; sesudah itu Kami jadikan ia suatu bentuk yang lain
(berbentuk manusia). Maka Maha Suci Allah Pencipta yang paling baik!”. Inilah
kiranya sumber ajaran sangkan paraning dumadi, yang oleh sementara pihak
seolah-olah ajaran itu asll dari nenek moyang Jawa, tetapi sebenarnya dari Allah
SWT sendiri. Nenek moyang kita nampaknya tidak sempat untuk melihat
sumbernya. Mereka hanya mengajarkan kepada anak cucu dari mulut ke mulut
tanpa diketahui sumbernya. Ajaran itu sudah mendarah daging hingga
sekarang dan sempatt menelorkan sekte ajaran sendiri, seolah-olah lepas dari
ajaran agama Islam.

Kalimat-kalimat tersebut jika kita bandingkan/hubungkan dengan


nasehat ajaran Sangkan Paraning Dumadi seperti ternyata dalam point 17
tersebut, akan lebih kentara bahwa ajaran itu sebenarnya bersumber dari Islam.
Dalam bahasa aslinya ajaran Kejawen tersebut berbunyi : ”Gegelare sahadat
sejati, kersa lamun urip lku tinggal, tunggal kabeh myang uripe, kabeh urip
myang lampus, pratanda yen Agung Hyang Widhi, kuwasa nganakna jagad,
myang kuasa ngukut, paranira kabeh sipat, marang sangkan parane dumadi,
yeku bersumber purwanira!”.

Jelasiah kiranya bahwa tujuan penulis ini tak lain untuk memberikan
sinar terang kepada mereka yang belum mendengar ajaran sangkan parane
dumadi dari sumbernya yang asli, agar dengan begitu mereka lalu menjadi
sadar dan ibarat domba yang sedang diumbar di sawah ladang dengan
demikian agar mereka segera pulang kekandangnya!”.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 90


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
Dalam point 14 sudah jelas dikatakan bahwa untuk mendalami arti
keAllah SWTan yang Esa benar-benar itu apabila kita mengerti apa arti sahadat
sejati dan itu harus didalami dalam praktek dengan begitu anda akan
mengetahui sungguh-sungguh sifat-sifat Allah SWT. Hal itu terbukti dalam jiwa
raga anda sendiri. Yang dimaksud kalimat ini tentunya menjalankan ibadat
sholat lima waktu sehari. Bukankah dengan sembohyang itu jiwa dan raga kita
bersama-sama membuktikan pengakuan klia kepada adanya Allah SWT
pencipta hidup dan alam ini? Dengan begitu anda akan ”Heruhi Dununging
Pangeran!” Apabila dengan begitu anda belum bisa merasa mendapatkan apa
yang dicarinya itu, tanyakan kepada guru yang sudah mencapai tataran ilmu
yang tinggi, disanalah anda akan mendapatkan jawaban yang sesungguhnya.

Pesan agama itu sedalam-dalamnya, yakni agama yang dibawa oleh


Nabi Muhammad saw; dan kemudian disebarkan agama murni itu ke pelosok
tanah air agar ajaran agama Islam tidak menjadi agama bibir semata, tetapi
dijiwai benar-benar akan kebenarannya dan itu mustahli tanpa dipraktekkan
dalam hidup sehari-hari seperti layaknya seorang muslim pada umumnya.
Dengan begitu orang akan bisa memahami ajaran itu secara mantap dan dengan
demikian orang tidak akan curiga bahwa penganut-penganut agama Islam ini
tidak memeluk agamanya secara tidak benar, dituduh ”Marga agama niki nlisip
saking kang nyata”!.

Tuduhan pengikut-pengikut Sabda Palon ini menunjukkan bahwa di


jaman Majapahit (masih jaman pra Islam), dia tidak mau masuk Islam karena
dia (Sabda Palon) mengangap bahwa pemeluk agama ini dituduhnya
menyimpang dari ajaran Islam yang murni. Tapi bila sekarang dia (pengikut-
pengikutnya) sadar lalu mau masuk Islam, dan ini yang dimaksud tentunya
para pengikut Sabda Palon tersebut, maka barang siapa tidak mengikuti jejak
dan nasehat sang leluhur (Brawijaya + Sunan Kalijaga, dll) ini, akibatnya pasti
”Beratlah sangganya dikemudian hari” (yen sira tan ngetut kersaning wang,
yekti abot panandange ... ). Selanjutnya lihat point 20 berikut.

20. ”Ingatlah hei manusia, bila anda tidak mau mengikuti saran ini,
nniscayalah bakal berat akibatnya; sayalah yang menjadi jaminan seluruh
Nusantara, yaitu dunia sebelah timur tenggara di Asia ini! Disaat itulah
munculnya suasana baru itu. Semoga saran ini diteruskan kepada
seluruh Rakyat Nusantara lewat jamannya. Sri Buwana!”.

PERINGATAN TERAKHIR SRI BUWANA?!

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 91


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
Siapa yang dimaksud Sri Buwana? Terserah anda sendiri. Untuk
selanjutnya kami llahkan anda melihat kata penutup ramalan ini yaitu tertera
dalam perlambang dalam perlambang pada point 21 dibawah ini..

21. ”Semut Ireng ngendog jroning geni, ana merak memitran lan baya, keong
sakenong matane, tikuse padha ngidung, kucing gering ingkang
nunggoni, kodok nawu segara olah banteng sewu, precil-precil kang
anjaga, semut nganorang anorangsang gunung Merapi, wit Ranti woh
Delima” (Semut hitam bertelur dalam bara api, ada sementara burung
Merak bersahabat dengan binatang buaya, dan anehnya yang tahu
adalah keong yang matanya sebeser kenong; tetapi sementara itu
tikusnya nampak bersenang-senang, sebab hanya kucing kurusiah.yang
menjaganya. Aneh lagi gejalanya bahwa kodok-kodoknya yang
bertingkah menguras lautan. Apa yang diperolehnya? Banteng seribu!
Sayangnya yang menjaga hanya percil-percil (anak-anak kodok yang
kerdil). Akhirnya barisan semut merah marah lalu merangsang gunung
Merapi apa akibatnya? Pohon meranti bisa berbuah Delima?!”
Mungkinkah itu?).

JAMAN PENUH DILEMA DAN RUJAK SENTUL.

Jika didalam tulisan yll sudah digambarkan bahwa puncak ramalan ini
untuk menggambarkan situasi menjelang 1978 seperti yang diramalkan oleh
Sabda Palon - Nayaginggong tersebut, maka penutup tulisan ini kiranya juga
dialamatkan kepada situasi masa transisi dewasa ini, yakni masa penghabisan
jaman Kala Bendu menuju jaman Kala Suka. Situasi nampaknya masih
menggambarkan situasi dilema! Semacam rujak sentul kata orang Jawa. Apa
artinya perlambang tersebut? Marilah kita uraikan ala kadarnya berdasarkan
data yang ada pada saat ini.

”Semut Hitam” dalam perlambang rakyat yang didalamnya


digambarkan bertelur dalam bara api, adalah perlambang situasi yang mustahli
tapi toh menampakkan kenyataan! Dalam situasi dimana terlihat pula gejala
mustahli lagi yakni ada sementara Burung merak (unsur-unsur merak ati)
malah bisa bersahabat dengan buaya (unsur-unsur berbahaya?).

Burung merak ini nampaknya juga berarti mengandung perlambang


isinya gunung Merapi yang nanti akan merangsang oleh semut merah yang
marah gara-gara banyaknya tikus-tikus yang menggerogoti kekayaan negara
yang dibiarkan saja! Bukan dibiarkan, karena kenyataannya yang menjaga
hanya kucing kurus belaka, tak ada arti dan tak ada kekuatan yang semestinya.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 92


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
”Buaya” adalah gambaran unsur-unsur yang berbahaya, tapi anehnya dia bisa
bersahabat dengan burung merak si penjaga gunung Merapi yang manis!.

Gejala,demikian diketahui pula oleh golongan bangsanya ”keong” yang


walaupun jalannya kelihatannya perlahan-lahan (ngremet, Jawa), namun ia
punya mata yang besar, sehingga dapat melihat segala macam gerak gerik isi
gunung yang aneh-aneh dan memuakkan itu. Khususnya mata keong itu
ditujukan kepada tikus-tikus negara yang menggerogoti kekayaan negara.
Tikusnya sungguh berfoya-foya sebab yang menjaga hanya terdiri dari kucing-
kucing kurus beiaka. Sementara itu sang kodok bertingkah hebat sekali yakni
meng-eksploitir lautan yang disangkanya banyak mengandung sumber-sumber
minyak yang sekarang ini harganya didunia selalu melonjak terus! (kodok
nawu segara kiranya berarti explorasi minyak lepas pantai). Tapi yang
dklapatnya banteng seribu (kiranya memperoleh kontraktor yang kuat dan
banyak). Sayangnya hasilnya hanya dijaga oleh precil-precil semata, sehingga
kurang memadai. Akhirnya rakyat marah (semut angorang anorangsang
gunung Merapi). Situasinya lalu nampak kurang serasi lagi. Sementara itu
muncullah perlambang pohon meranti berbuah delima. Apa artinya ini?
Mungkinkah pohon itu akan bisa membuahkan cita-cita “Adining Lima”
Pancasila!.

Demikianlah kira-kira arti simbolisnya menurut tafsir penulis! Memang


untuk menghayati bahasa perlambang mesti dibutuhkan pendalaman segala
macam gerak gerik dan liku-liku pengetahuan yang luas. Akhirnya kita
pulangkan saja kepada Allah SWT seru sekalian alam ini, sebab-menurut
keyakinan kita mengenai hal-hal gaib itu, manusia hanya diberi pengetahuan
sedikit! Mudah-mudahan tulisan ini berguna untuk mendukung segala cita-cita
bangsa yang luhur menuju cita-cita masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila yang kita cita-citakan!.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 93


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
BAB XI

SULTAN HERU CAKRA


SANG RATU ADIL ITU SIAPA ?

Dalam ramalan Jayabaya, yang terdiri dari bermacam-macam versi kita


akan menjumpai apa yang disebut orang sebagai Sultan Heru Cakra yang Sang
Ratu Adil. Siapakah yang dimaksudkan perlambang itu? Kiranya tokoh Heru
Cakra itu bukanlah tertuju kepada paranan satu orang saja, ia menunjuk kepada
beberapa oknum yang secara bergantlan sesuai dengan masa jabatannya
menjalankan tugas sebagai Ratu Adil (Penguasa Adil) di bumi Nusantara ini.

Pendapat ini didasarkan atas pemikiran bahwa dalam ciri-cirinya


ternyata ditunjukkan misalnya asalnya ada yang disebutkan dari Mataram, Bali
dan tanda-tanda idantitas lainnya. Dan karena ini penulis cenderung untuk
menyimpulkan bahwa apa yang disebut ”Ratu Adil” itu tak lain ialah apa yang
disebut badan hukum negara ”Republik Indonesia” ini. Sedangkan yang
disebut Sultan Heru Cakra adalah Kepala-kepala Negara RI yang tentunya
diharapkan bisa menjalankan tugas sebagai Penguasa yang Adil dan benar-
benar sesuai dengan apa yang dikehendaki UUD'45 itu sendiri. Apabila
Penguasa itu sudah tidak sanggup menjalankan misi keadilan lagi, lebih baik
mengundurkan diri sebelum waktunya menjadi telat, sehingga tidak terjadi
situasi yang memanas sebagai akibat sikap Penguasa yang melawan arus!.

Contoh keadaan itu seperti yang ditunjukkan dalam sindiran yang


terdapat dalam ”Jangka Jayabaya Sabda Palon-Nayaginggong” (Sinom point 6
Pupuh 11) yang mengatakan : ”Tataning negara rusak, keh narapraja nandang
kingkin, saking agenging dosanira, sineret pradaka yekti, gya pinutus hukum
lalis, ewadone taksih ndlarung, para muda sigra kroda, amrang sabda nyuwun
adil, binantu Sang Senapati Alaga” (Segala tata tertib pemerintahan negara
menjadi kisruh/rusak, banyak para pegawai negeri menderita
miskin/kekurangan, saking besamya dosa yang dipikul sang Penguasa itu,
akibatnya, tersesat kearah keliru, untunglah akhirnya hukum dapat
menemukan jalannya yang baik, namun demikian hatinya masih menunjukkan
sikap kerasnya (ndlarung untuk mempertahankan kedudukannya akhirnya
pada muda segera bertindak menuntut keadilan, dibantu oleh Sang Panglima
Angkatan Bersenjata).*

Yang dimaksud kalimat ”Para muda sigra kroda amrang sabda nuwun
adil”, itu kiranya untuk menggambarkan peranan para muda yang tergabung

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 94


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
dalam gerakan KAMI/KAPPI dalam tahun 1966 yll, dan kalimat ”Dibantu Sang
Senapati Alaga” kiranya menunjuk kepada para tokoh Panglima Angkatan
Bersenjata yang ada pada saat itu dalam peranan Jenderal pada umumnya dan
Khususnya peranan Jenderal Soeharto selaku Kasad pada tahun 1965/1966.
(Maaf penyebutan nama ini, kan tidak tabu?! (pun) yang bersama tokoh senior
lainnya dikalangan ABRI saat itu, bersatu pada membantu tekad bulat anak-
anak muda yang tergabung dalam organisasi KAMI/KAPPI yang
berdemonstrasi menuntut keadilan kepada Presiden Soekarno berhubung
munculnya peristiwa G.30.S/PKI yang membawa malapetaka itu. Bukankah
demonstrasi KAMI/KAPPI tempo hari akibat sikap ndlarung Presiden Soekarno
yang tidak segera membubarkan PKI, dalang G.30.S itu? Bahkan sedikit banyak
Bung Karno seperti membela mati-matlan eksistensi PKI. Sikap ini adalah jelas
tersesat, mengingat PKI sudah jelas-jelas berbuat sesuatu atas dasar hukum
rimba yang diberangusnya dengan kata-kata manis ”Hukum Revolusi”.

Bukankah begitu fakta sejarah belasan tahun yll? Sebagai bukti bahwa
sikap pemerintahan Bung Karno saat terakhir itu banyak mengandung dosa
ialah tanda-tanda peri kehidupan rakyat dan pegawai negeri menjadi rusak.

Ini tentu akibat adanya hyper inflasi yang bertumpuk-tumpuk (650%/Th)


sehingga keadaan harga-harga barang setiap hari/Minggu boleh dibikang naik
terus, sedang pendapatan bulanan tetap adanya. Bukankah hal ini lalu
menyusahkan kaum yang berpenghasilan tetap sebagai pegawai negeri itu?
“Keh nara praja nandang kingkin” bunyi kalimat sindirannya.

Bila keadaan ini tidak segera di stop, maka sulitlah akan dikatakan,
bagaimana nasib negara ini kelak? Alhamdulillah, akhirnya Allah SWT
memberikan jalan keluarnya yakni rasa keberanlan sikap kaum muda untuk
mendobrak kekuasan Bung Karno yang sudah mulai reaksioner dan
meninggalkan rasa keadilan itu. Padahal beliau sebelumnya telah diorbitkan
sebagai Ratu Adil, Kepala Negara pertama yang menurut istilah ramalan
Jayabaya versi lain (Pranitiwakya) disebut ”Ratu Amisan” (Penguasa Pertama
jadi bukan Ratu/Penguasa yang punya hubungan darah sebagai dikatakan
orang Jawa ”Misanan”, bukan, pen). Disini nampak jelas, bahwa ramalan itu
mengajak/menggiring kearah mana sikap Penguata itu berbuat seadil-adilnya.
Bila ia tidak bisa berbuat adil lagi, maka pastilah datang masa kejaAllah
SWTnya. Seperti petunjuk Al-quran memperingatkan : “.......Dan masa
kebangkitan dan kehancuran itu kami pergilirkan diantara manusia, agar
mereka mendapat pelajaran dan supaya Allah membedakan buat orang-orang
yang beriman dengan orang-orang yang ingkar dan memang sebagian kamu
dijadikanNya gugur sebagai syuhada, karena Allah tidak

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 95


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
mengkehendaki orang-orang yang berlaku sewenang-wenang/dholim”. (Ali
Imran 140 ).......”Dengan begitu Allah SWT akan membersihkan dosa-dosa
orang-orang yang beriman dan membinasakan orang-orang kafir”. (ibid ayat
141).*

SETELAH MENINGGALKAN RASA KEADILAN

Mengenai peranan yang dilakukan oleh sang Penguasa Adil pertama,


setelah ia tidak bisa lagi berbuat seadil-adilnya itu, pujangga Ranggawarsita
melukiakan keadaan pemerintahannya sebagai berikut : (lihat Serat Kala Tidha
point 1-3) :

”Mangkya darajating praja, kawuryan wus sonya ruri, rurah pengrehing


ukara, karena tanpa palupi, atilar silastuti, sujana sarjana kelu, kelu lan Kala
Tidha tidem tandaning dumadi, hartia yangrot dane karoban rubeda”.
(sementara itu derajat dan bobotnya pemerintahan negara, nampaknya seperti
sunyi sepi/ vaccum of power, kisruhlah caranya menerapkan konsepsi (konsepsi
Presiden, 21-02-1957) karena tanpa pertimbangan-pertimbangan yang benar,
ditambah meninggalkan tata permainan yang baik/UUD (ingat, pembentukan
Kabinet Gotong Royong yang ia/Presiden menunjuk diri sendiri sebagai
Formatur Kabinet, dan kemudian juga membentuk Dewan Nasional, sebuah
Lembaga Negara yang tidak ada dalam struktur ketatanegaraan pada waktu
itu), namun demikian para sarjana dan cendikiawan toh tergelincir/terpengaruh
kepada konsepsi yang kisruh itu, tergelincir kearah sesat, bahkan situasinya lalu
menunjukkan serba diam tetapi semua serba jadi, akhirnya seluruh negara lalu
terlanda musibah/halangan besar). Halangan besar itu kiranya apa yang dalam
sejarah diwujudkan dalam bentuk peristiwa PRRI/Permesta di tahun 1958 yll.

Gejala sesudahnya masih ditunjukkan situasi, seolah-olah Penguasa


masih diberi kesempatan berbuat lagi, artinya berbuat yang lebih baik dan
berhati-hati apa bila mau sadar, tetapi apa bila tidak, maka Allah SWT pasti
akan menampakkan gejala lagi yang tentunya tidak nyaman, bahkan selalu
menunjukkan tanda-tanda yang mengkhawatirkan. Cobalah perhatikan
sinyalemen berikut ini :

”Ratune Ratu utama, patihe patih linuwih, pra nayakan tyas raharja,
panekare becik-becik, prandane tan dadi, kalising Kala Bendu, malah saya
ndadra, rubeda kang ngreribeti (G.30.S/PKI, pen), beda-beda hartianing wong
sanagara”. (Kepala Negara cukuplah sebagai Penguasa yang baik, juga Perdana
Mentrinya cukup pula punya syarat-syarat lebih, begitu pula para Menteri-
menterinya berhati tulus-tulus juga, apa lagi para Panglima Angkatan

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 96


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
bersenjatanya juga baik-baik, namun demikian segala cita-citanya nampak
selalu gagal saja, itu akibat perbuatan-perbuatan terkutuk tersembunyi, malah
dibiarkan merajalela, akhirnya datanglah penghalang yang merepotkan lagi
(G.30.S/PKI), akibatnya (timbul fitnah) sebab berbeda-bedalah tafsir orang
seluruh tanah air itu).*

Tafsir-tafsir yang berbeda mengenai masalah yang baru saja timbul itu
terlihat dari adanya sebutan ”Gestok” dan ”Gestapu”. Gestok berarti mengutuk
kepada peristiwa 1 Oktober 1965 yang menggagalkan Gerakan 30 September
1965 dan Gestapu berarti mengutuk kepada gerakan yang mengadakan onar
pada detik-detik sejarah menjelang 1 Oktober 1965. Disini sang Ratu Amisan
nampak tergelincir yang penghabisan, sebab jelas ia bukannya mengutuk
G.30.S/PKI melainkan mengutuk Gerakan 1 Oktober 1965 yang digerakkan oleh
Pak Harto selaku Kasad yang disebutnya nama singkat ”Gestok”. Disini Ratu
Adil Pertama jelas tidak bisa buat adil lagi, maka tidak heranlah kita bila para
pemuda kemudian menuntut bela memohon keadilan, dan mulai saat itulah
datangnya titik balik dan pergantian kekuasaan untuk bergilir kepada tokoh
lain yang diharapkan bisa berbuat adil lagi.

Peristiwa yang ditimbulkan oleh G.30.S/PKI itu sekali lagi telah


digariakan oleh Al-Qur’an sebagai pertanda untuk memisahkan orang-orang
beriman dengan orang-orang pendusta yang ingkar. Ayat Al Qur’an itu
berbunyi sebagai berikut : ”Sungguh, orang-orang kafir itu telah mengadakan
tipu daya, tapi semua tipu daya itu tidak ada dalam lingkaran kekuasaan Allah!
Dia mengetahui apa yang diusahakan oleh setiap diri, dan orang-orang kafir itu
akan mengetahui kesudahannya (untuk siapa kemenangan itu berada)?” (Ar
Ra’du ayat 42).* Maka tak heranlah jika Jenderal Nasution, satu-satunya
Jenderal yang selamat dari ancaman fitnah dan pembunuhan G.30.S/PKI itu,
lalu mengumandangkan pidatanya dihadapan makam 7 Pahlawan Revolusi
sebagai ”Fitnah itu berbahaya dari pada pembunuhan”. Dapatkah anda ikut
menilai bahwa fakta-fakta tersebut sebenarnya ”Bikinan” dan karena itu
mengandung ”Fitnah”?.

Pujangga Ranggawarsita akhirnya memperlihatkan gejala yang


menyedihkan, demikian bunyinya : ”Katatangi tangisira, sira Sang Parameng
Kawi, kawiliteng tyasduh kita, kataming reh wirangi, dane ngupaya sandi,
sumparuna anarwawung, mangimur manuhara, met pamrih melik pokalih,
temah sung ing karsa tan weweka”. (iba hati ratap
tangisnya sang Penguasa orde lama, terlihat rasa sedih yang mengharukan,
sebab masa pemerintahannya ketaman soal yang memalukan, lalu mencari jalan
keluar yang masih serba dirahasiakan, ketemulah buah pikir yang baik, lalu

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 97


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
dinyatakan dengan penuh harapan, yang diharapkan supaya semuanya
berakhir dengan baik. Akhirnya dengan rasa senang hati (lalu diberikan Super
Semar, yakni inti buah pikir yang baik tadi, pen) melaksanakan tujuan itu tanpa
halangan suatu apapun).

Bukti bahwa sinyalemen itu Merupakan titik balik kekuasaan Bung


Karno dipoint berikutnya seolah-olah dibuktikan lagi. Begini bunyinya : Dane
karoban pawarta, bebaratan hujar lamis, pinudya dadya Panigarsa, wekasan
malah kawuri, yen pinikir sayekti, pedah apa aneng ngayun andeder kaluputan,
siniraming banyu Jail, malah-malah dadi kekembanging beka”. (Lantas muncul
berita-berita besar. Isu-isu banyak dilontarkan orang, ada seseorang lalu
ditunjuk jadi ”Pemuka”, akhirnya dia sendiri malah ditinggalkan? Kalau
dipikirkan benar-benar dengan hening, buatlah sekarang ini didepan, hanya
menambahkan kesalahan-kesalahanmu melulu, apabila lupa sedikit saja
(tergelincir sedikit saja) malah jadi buah tutur yang membuat kericuan belaka.

Maksud dari sinyalemen tersebut kalau dirasakan betul inti hakekatnya


mengandung nasehat buat Bung Karno, supaya beristirahatiah, sebab kalau ia
akan berlaku ngotot terus menerus, akhirnya toh tidak baik, akan selalu
menimbulkan kericuan-kericuan belaka, sebab Bung Karno dengan rakyatnya
sudah sama-sama mempertahankan prinsip, sedang situasinya sudah
menunjukkan rujak sentul!.

MUNCULNYA ORDE BARU.

Didalam sinyalemen berikutnya, baik tulisan-tulisan yang terdapat


dalam Serat Kala Tidha buah karya pujangga maupun serat Jangka Jayabaya
versi Sabda Palon, ditunjukkan adanya pergantlan Penguasa baru lagi.
Penguasa baru itu nampaknya berhak menamakan dirinya Ratu Adil. Kalau
yang dahulu disebut sebagai ”Ratu Amisan”, maka menurut Ramalan Jayabaya
versi Sabda Palon disebutkan sebagai ”Jumeneng mung anyelani”, seorang
ramalan Ranggawarsita menyebutkan sebagai ”Pinudya dadya pangarsa”.

Apa kata Sabda, Palon? Setelah point 6 tadi, gejalanya ditunjukkan lagi
dalam point 7 gal berikut : ”Ingkang gumantya Narendra, jumeneng mung
anyelani, sampar kesandung kang asma, bumi Mataram kang Wijil, trahira Nata
Mangkubumi, atajem polatanipun, saguh datan wegahan, ngrampungi
sabarang Kawis, tansah winongwong ing sangulat sarira”. (yang menggantikan
kedudukan sebagai Penguasa baru, ialah penguasa yang statusnya hanya
bersifat anyelani/sementara, namanya sudah dikenal sehari-hari sebelumnya
hanya saja tidak banyak orang mengira dan menduganya, asalnya dari bumi

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 98


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
Mataram, masih dekat dengan kerabat Sultan Mangkubumi; tajamlah sorot
matanya, serba sanggup menjalankan tugas kewajibannya, serba berhasil apa
yang direncanakan, selalu direstui oleh rakyatnya.)

Siapa yang dimaksud sinyalemen ciri-ciri tersebut diatas? Cobalah


perhatikan gejala berikutnya : ”Suraning ciriya pinengeten, candra sengkalaning
udarai, Wiku-Miyat-Wiwaraning-Jagad, nuswa Jawi pinarimeng, wiyat diawit
netepi, agama budi lan kawruh, pinaringan trah Erlangga, Herucakra Ratu Adil,
Kedatanira ing Wana Ketonggo”. (saat kemunculannya diperingati dengan
tahun sangkalan, Wiku (”Wali : 9, bukan Wiku yang mengandung nilai 7) Miyat
(9) Wiwaraning (8) jagad. (1), pulau Jawa (tanah air) mendapatkan anugerah
dari Allah SWT berupa seorang penguasa yang dapat memenuhi harapan atau
seruan agama budi dan pengetahuan, masih segaris ide dengan cita-cita
Erlangga, Heru Cakra Ratu Adil, pusat pemerintahannya disebuah hutan
Ketangga.

Tahun sandi tersebut jika dibaca angka tahunnya sama dengan 1899 Saka
+ 78 = 1977 M. Kata-kata Wiku sama pula artinya dengan Wali/Islama/Pendeta.
Para Cendikiawan Jawa umumnya menilai Wiku sama dengan angka 7, tapi bila
angka tahun itu kita jajar, ketemunya 1897 + 78 = 1975 M. Rasanya pada tahun
itu, tidak ada gejala kesan-kesan politik negara yang menggambarkan
munculnya tokoh negara yang berwatak Wiku / pendeta / wali / Islama
demikian, tapi apabila kita melihat fokus persoalan ini dari tahun 1973 yll, maka
hal ini juga dapat diterima, cuma meragukan. Tapi bila Wiku itu diberi nilai 9,
yang dasamya ialah bahwa Wali di Indonesia ini sudah terkenal 9 jumlahnya,
maka hal itu berarti menunjuk 1899 + 78 = 1977 M, tahun mana menunjukkan
pemilu dan hasilnya lalu disusul dengan sidang SU.MPR bulan maret 1978 yang
konsepsinya telah disiapkan sejak akhir 1977. Apakah tahun 1978 yll kita
melihat adanya perubahan munculnya pimpinan nasional yang baru ?

Disaat ini negara kita telah mendapatkan semacam anugerah dari Allah
SWT karena bangsa ini telah menetapi ajaran/keinginan ajaran agam budi dan
pengetahuan. Sampai disini kita harus berhati-hati mentafsirkan arti agama
budi dan pengetahuan/kaweruh itu.
Apakah hal ini berarti ajaran-ajaran yang dikehendaki oleh aliran kepercayaan
kebatinan yang tergabung dalam organisasi SKK? Rasanya kita lihat organisasi
itu tidak menamakan diri sebagai agama, jadi mustahli bila sinyalemen/sindiran
itu ditujukkan kepada aliran tersebut. Tapi fakta yang kita lihat tatkala SU.MPR
1978 yll, organisasi SKK ini berhasil ditetapkan/dikukuhkan dalam sidang itu,
segala kemauan dan tujuannya? Biarlah fakta itu kita kesampingkan dahulu.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 99


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
Jadi kita mesti menengok lagi kearah agama lain, dalam hal ini agama
Islam yang banyak mengandung prinsip-prinsip ilmu pengetahuan dan
memiliki ciri-ciri kebudayaan tersendiri yang bersifat universal (ingat kata-kata
firman yang selalu mengatakan peringatanNya ”Ya Ayyuhannas” = hei
manusia! ”Ya ayyuhalladzina amanu” = hei orang-orang beriman! Jadi didalam
Al Quran tidak ada disebutkan Hei,, orang-orang Arab! Kesimpulannya ialah
bahwa apabila sekarang ini masih ada isu yang mengatakan bahwa agama
Islam itu adalah agamanya orang Arab saja, itu tidak betul, itu emosional dan
sentimentil. Itu pernyataan orang belum mengerti dan belum pernah membaca
isi Al Qur'an.

Biarlah kita tinggalkan sementara mereka itu sampai akhirnya mereka


mau sadar sendiri kelak. Yang penting orang Islam harus sadar bahwa
agamanya yang baik itu harus dikembangkan pula dengan cara-cara yang baik
pula.

Kalau kita yakin bahwa agama Islam itu agama yang sempurna, bisa
dirasakan dalam budi dan akal ilmu pengetahuan bahkan sumber dari
budi/kepribadlan yang luhur dan bersifat universil tadi, maka perjuangan
kearah penyempurnaan batin umat manusia ini haruslah terus menerus tanpa
kenal lelah dan kekhawatiran apapun, biar bagaimanapun orang lain akan
menjatuhkan.

Dalam hubungannya dengan sikap tokoh yang diorbitkan oleh ramalan


ini, perlu diteliti, siapakah tokoh yang mirip dengan garis orbit atau ciri-ciri
watak sebagai yang dipersamakan Raja Erlangga (abad 11) yang bergelar Heru
Cakra yakni Penguasa yang adil itu?.

Dalam point 3 ramalan itu sudah disebut-sebut munculnya Heru Cakra,


sekarang dalam point 8 disebut-sebut lagi dengan ciri-ciri lain. Yang pertama
disebutkan cirinya “Heru Cakra Esmu Kingkin” (Heru Cakra yang perawakan
kekurus-kurusan), dan layaknya hal itu menunjuk kearah pribadi Bung Karno,
sebab disana disebutkan bahwa lamanya pemerintah hanya seperempat abad
(25 tahun), dan itu berarti menunjuk angka antara 1945/1970 (sampai wafatnya).
Lantas dalam point 7 mengisyaratkan lagi tanda-tanda baru bahwa yang
menggantikan kedudukannya kelak ialah tokoh yang bersifat anyelani, asal
dari Mataram.

Kalau tokoh ini juga memiliki idantitas lain seperti diungkapkan diatas,
maka nama Heru Cakra itu kiranya mengandung sasmita bahwa pada saat
permulaan, penguasa-penguasa dibumi ini agar bisa diharapkan untuk

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 100


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
berbuat adil, tetapi perkara perkembangan berikutnya lalu berubah sikap
karena pengaruh-pengeruh tertentu yang menyesatkan, hal itu merupakan
kodrat diluar kekuasaan manusia, tetapi apabila ia mau kembali ke rel yang
benar, maka pahala Allah SWT itu pasti akan menyertainya dengan cepat, dan
juga akan dijauhkan dari segala musibah yang mengurangi cita-citanya yakni
membentuk masyarakat yang adil dan makmur.

Apabila naskah Sabda Palon ini kita bandingkan dengan jangka Jayabaya
versi Syech Subakir, tokoh ini disebutkan pula dengan gelar Sultan, lengkapnya
”Sultan Heru Cakra” yang cirinya, Ibu dari Mataram, bukan Bali, Istananya
sunyi sepi tak berfungsi...! kesimpulan kita ialah bahwa Ratu Adil itu benar
menunjuk kearah badan hukum negara yang disebut ”Republik Indonesia”
sedang penguasa negara itu harus selalu bisa berbuat adil paramarta. Apabila
sikap adil ini dilupakan, maka wahyu kenegaraan pasti oncat dan bergantilah
penguasa baru itu, yang diharapkan bisa berbuat seperti yang dikehendaki cita-
cita bangsa yang wujudnya tertuang dalam Mukadimah UUD'45.

Apabila bangsa Indonesia dan para pemimpin bisa berbuat Adil dan
Benar, tidak menunjukkan ciri-ciri pemimpin dijaman Kala Bendu (melanggar
UUD’45 dan membuat konsepsi-konsepsi yang dikisruh serta ganjil-ganjil).
Insya Allah, cita-cita masyarakat adil makmur menuju garis Sosialisme Religius
itu, benar-benar segera terwujud, sehingga apa yang tergambar dalam lukisan
point 9 berikut ini akan terbukti didalam waktu dekat ini. Apa kata sinyalemen
itu : ”Kartaning praja anggen-nya, liyan praja samya ering, samya nungkul
sukalila, lan aweh sok bulu bekti, mili berlian rinukmi, cedak tumelung adoh
tumiyung. Murah sandang murah pangan, tentrem ayem kawula alit, tetenguk
nemu kethuk ini kencana”. (Kemakmuran dan kebesaran bangsa dibuktikan
dengan adanya negara-negara luar merasa segan, semuanya serba, tunduk
secara suka rela tidaklah negara-negara itu memberikan upeti, namun segala
bantuan luar negeri toh banyak berdatangan. Diibaratkan mengalirnya harta
kekayaan berupa bantuan-bantuan tadi seperti pepatah ”cedak tumelung”,
adoh tumiyung” dekat memberi yang jauh demikian juga adanya, pendeknya
keadaan negara terasa sangat murah sandang dan pangan, keadaannya
tenteram dan membahagiakan rakyat jelata, bahkan dapat diibaratkan lagi
”Hanya dengan bekerja seenaknya saja sudah cukup mendapatkan hasil yang
luar biasa)”.

Itulah gambaran masa depan yang kita cita-citakan, suatu gambaran


yang cerah. Apakah dengan anugerah demikian manusia Indonesia ini kelak
lalu menjadi tambah malas? Wallahu a'lam bishawab! Bangsa Indonesia
haruslah tetap berpegang teguh kepada pesan Rosul : ”Kejarlah duniamu

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 101


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
seolah-olah kamu akan hidup terus, dan kejarlah ilmu akheratmu seolah-olah
kamu akan mati besok”.

Untuk itu kita anjurkan meninggalkan sikap-sikap buruk seperti


misalnya Aji mumpung (mengkomersjikah jabatannya), jahil metakil, srehi
drengki dan selalu melemparkan isu-isu politik yang hebat-hebat yang hanya
membuat gelisah masyarakat, kata Menhankam Jenderal. M. Jusuf bulan April
1981, itu adalah sikap manusia terkutuk. Sikap mental demikian jelas tidak akan
membawa kearah cita-cita yang luhur, hanya akan menyesatkan bangsa semata-
mata.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 102


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
BAB XII

MENELITI SEJARAH
LEWAT SABDA PALON

”Angidunga piwelinge kaki. Sabda Palon pamong Nuswantara, ameca


sengsarane, rakyate Nuswantara gung, nampi sasmitane Hyang Widhi,
kalambangan wong anyabrang, prapteng tengah tempuh, saka bantere sang
bena, yaiku ”Gapura-Sapta-Ngesthi-Aji”, keh jalma kang pralaya”. (Dandang
gula 1, Jangka Jayabaya versi Sabda Palon-Nayaginggong).

Kalau diterjemahkan secara bebas arti ramalan Jayabaya versi Sabda


Palon pupuh III tersebut akan berarti : ”Bernyanyilah sambil mengingat-ingat
peringatan Sabda Palon, yakni seorang pamong/penasehat raja-raja Nusantara
yang telah mensinyalir bakal datangnya suatu masa yang menyengsarakan
rakyat Nusantara, dengan dasar ilham yang konon diterimanya dari Allah SWT
seru sekalian Alam. Di kala itu goncanglah orang-orang yang sedang
menyeberang sungai besar, yang tiba ditengah-tengah kemudian datanglah
banjir besar yang melandanya, banyaklah manusia yang mati karenanya, Tahun
Kejadiannya dimulai tahun sandi yang berbunyi ”Gapura (9) Sapta (7) Ngesthi
(8) Aji (1) (1879 Saka).

Apa yang disinyalir diatas nampaknya menggambarkan


situasi pada tahun sekitar 1957 M. Tahun Masehi itu diperoleh dari tahun Saka
1879 + 78 = 1957. Kejadiannya diumpamakan sebagai manusia yang sedang
menyeberang sebuah sungai besar, sampai ditengah-tengah tiba-tiba datanglah
banjir melandanya maka bisa tenggelamlah manusia yang berada ditengah-
tengah sungai tersebut, saking derasnya banjir bandang tadi.

Perlambang yang diutarakan diatas tadi jelas, seperti pernah


diungkapkan dalam lembaran-lembaran pupuh terdahulu (pupuh 1) bahwa
dikala itu fakta sejarahnya telah menunjukkan mulai timbulnya adanya
perselisihan nasional di tanah air ini. Perselisihan mana bersumber sebab
munculnya angan-angan Bung Karno berupa yang disebut Konsepsi Presiden”
21-02-1957. Konsepsi mana menunjukkan keinginan Presiden Soekarno untuk
menggalang persatuan nasional yang kuat.

Ide persatuan nasional itu dilukiskan dalam sebuah rumusan politik


”Samenbundeling yan alie revolutionaire krachten”. Penggabungan dari semua
unsur-unsur kekuatan yang revolusioner. Wujudnya mengarah kepada dua

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 103


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
jurusan, pertama membentuk Kabinet Gotong Royong yang didukung oleh
semua kekuatan sospol yang ada, baik terdiri dari golongan Nasionalis, Agama
maupun Komunis/Sosialis.

Kedua, membentuk Dewan Nasional, yang konon maksudnya untuk


membentengi kewibawaan Kabinet, agar sejak itu kabinet tidak mudah jatuh
karena adanya oposisi yang selalu ingin menjatuhkan kabinet.

Ide Bung Karno itu sekaligus diungkapkan bahwa TRIAS POLITICA


tidak cocok buat negara ini. Negara ini menginginkan terwujudnya persatuan
nasional yang meliputi berbagai unsur-unsur kekuatan, sehingga tidak
dibenarkan adanya oposisi. Semboyannya ialah ”Musyawarah untuk Mufakat”.
Ide yang nampak bagus tersebut ternyata mendapat tanggapan dari sementara
kalangan politisi yang mengatakan bahwa tidak mungkin ide Bung Karno itu
akan bisa berjalan sebagaimana yang dicita-citakan, sebab dapat diibaratkan
bahwa tidak mungkin minyak bercampur dengan air! Yang dimaksudkan ialah
tidak mungkinnya kaum komunis bersatu padu, satunya kata dengan
perbuatan kaum agama maupun nasionalis.

Kaum komunis yang atheis dan kaum agama/nasionalis yang punya


dasar-dasar keAllah SWTan. Kalau toh sementara kaum komunis itu nampak
mau bergabung/mendukung konsepsi itu, hal ini hanya lamis dan taktis belaka,
pada akhirnya mereka akan mengkhlanati ide itu sendiri. Bung Hatta juga
menyarankan, kaum komunis itu biar jadi oposisi saja, sebab ia wasis bila
menjadi tukang kontrol jalannya pemerintahan. Kalau dirangkul-rangkul nanti
akan berhlanat lagi! Katanya. Bung Karno tidak menggubris nasehat itu. Seolah-
olah sikap politik Bung Karno waktu itu seperti kata-kata Sabda Palon yang
mengatakan bahwa ”Sinten tan purun anganggea, yekti kula rusak sami, sun
sajekken putu kula, bagasakan rupi-rupi, dereng lega kang ati, yen durung
lebur atempur...” (Jangka Jayabaya versi Sabda Palon, Sinom point 5 pupuh I).

Mengenai ide dibentuknya Dewan Nasional mendapatkan koreksi dari


kalangan parlemen sebagai berikut : ”Dewan itu adalah sebuah lembaga negara.
Dalam struktur ketata-negaran kita, lembaga itu tidak dikenal adanya. Oleh
karena itu jika toh akan diadakan, akan diatur dengan cara bagaimana?. Dan
karena itu, jika toh harus dibentuk, haruslah diadakan perubahan UUD terlebih
dahulu, sesuai dengan ketentuan pasal 137 UUDS. Dan kalau toh nanti Bung
Karno tetap akan membentuknya juga, apakah Dewan Nasional itu tidak akan
malah menjadi saingan DPR? Dan siapa pula yang akan menjadi /pengontrol
kalau Trias Political dihapuakan?”. Demikian tanggapan kalangan anggota
parlemen yang menyangsikan keberhasilan ide yang ganjil tersebut. Tanggapan

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 104


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
itu ternyata tidak sepenuhnya digubris oleh Bung Karno, bahkan siapa saja
yang menentangnya dianggap menentang arus revolusi yang sedang berjalan.
Pembentukkan Dewan Nasional pun akhirnya tidak didahului dengan merubah
UUDS dahulu, ia dibentuk dengan keputusan Presiden saja, padahal badan itu
merupakan lembaga negara, yang adanya tidak cukup dibawah tanda tangan
seorang Presiden.

Gejala ini menurut penilalan penulis seperti yang disindirkan pujangga


Ranggawarsita sebagai ”rurah pengrehing ukara, karana tanpa palupi, atilar
silastuti, sujana sarjana kelu....” (rusaklah caranya, membuat ukara/konsepsi,
karena tanpa pertimbangan yang baik dan benar, ditambah meninggalkan tata
permainan yang baik/UUDS, namun demikian para sarjana dari sementara
cendikiawan pun ikut tergelincir ... ) maka apa akibatnya?.... ”kelu lan kala tida,
hartia yang rat dane karoban rubeda”, tergelincir kearah sesat, akhirnya seluruh
negeri terlanda halangan besar PRRI/Permesta, Pebruari 1958! Seluruh
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Indonesia bagian timur lainnya kecuali
Jawa-Madura memberontak terhadap Pemerintahan Pusat rezim Soekarno yang
dituduhnya banyak dibayangi strategi dan taktik kaum komunis itu. Akibat
selanjutnya?

”Nandang rekasa wong tanah jawi, kadya karsaning Kang Murbeng


Alam, meruha pra kawulane, lamun jagad punika. Pangeran kang amengku
adil, nuju becik lan ala, kang nandur kang ngunduh, nandura wohing
priyonggo dan alami kinarya amartandani, jagad ana kang ngasta”. (bid point
2).

Apa maksudnya? "Menderita sengsaralah akhirnya orang-orang setanah


air, rasanya sudah menjadi kodrat lradat.Nya Allah SWT sama sekalian Alam
yang menguasai keadilan. Untuk membuktikan kepada hamba-hambaNya
bahwa jagad raya ini ada yang menguasai secara adil menuju arah baik dan
buruk, sebab Dialah yang menanam dan yang menuai tanaman-tanaman itu;
barang siapa suka menanam kebaikan is akan menuai kebaikan seperti layaknya
sebab mereka sendirilah yang berbuat. Itu semua akan dialami manusia sebagai
pertanda bahwa dunia ini ada yang membuatnya”.

Rasanya kalimat nasehat diatas tidak perlu dikomentari lagi, toh sudah
gamblang dan menunjukkan pedoman hidup menuju kesadaran umum, kearah
mana sebenarnya usia hidup ini mengadukan nasibnya secara adil benar-benar,
kecuali kepada Allah SWT semata! Sebab segala mobah mosiking manusia itu
pada hakikatnya sudah diketahui Allah SWT. Allah SWT-pun sudah
memberikan pedoman-pedomannya lewat para Nabi/Rosul tentang ajaran yang

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 105


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
baik dan buruk dan mana, yang harus diamalkan serta mana pula yang harus
ditinggalkan, sebab segala perbuatan manusia itu mereka sendirilah yang akan
merasakan buahnya; yang baik akan berbuah baik, yang burukpun dengan
sendirinya berbuah buruk pula. Perbuatan baik itu dikatakan, datangnya dari
Allah SWT, tetapi sebaliknya perbuatan buruk itu asalnya pasti setan
brekasakan yang laknat.

Di dalam Al Qur'an ditunjukkan sebuah firman : ”Tidakkah kau


perhatikan, bagaimana Allah telah membuat perumpamaan, sebuah kalimat
yang baik! Diibaratkan (perbuatan baik) itu seperti pohon yang baik pula;
akarnya teguh dan cabang-cabangnya menjulang tinggi ke langit. Pohon itu
memberikan buahnya pada setiap musim dengan baiknya. Allah membuat
perumpaman itu agar diketahui manusia bahwa manusia harus selalu ingat
kebesaran Allah SWTnya sehingga tidak mudah tersesat lagi”. (Ibrahim 24-25).

Petunjuk ini kita kutipkan untuk pedoman batin bahwa untuk setiap
tujuan baik itu pasti harus banyak mengalami rintangan untuk diuji, apakah
manusia pandai mengamalkan karunia-karunlanya secara baik atau tidak!
Bukankah dikatakan bahwa amalan yang baik itu akan seperti pohon tadi,
akarnya menghujam kokoh, cabang-cabangnya dapat menjulang tinggi dan
membuahkan hasil yang dinikmati manusia. Tetapi sebaliknya, bila pohon itu
rapuh atau tidak banyak manfaatnya, pastilah akan berbuah yang pahit dan
menyengsarakan masyarakat banyak seperti layaknya ”Buah pohon maja yang
pahit”.

Jika dihubungkan dengan fakta sejarah yang berupa konsepsi Presiden


tadi, maka hal itu pun dapat dikatakan bahwa ada akibatnya, pohon konsepsi
itu kiranya tidak akan membuahkan hasil yang bermanfaat, yang nampak
kiranya hanya kesengsaraan rakyat belaka, karena ia ditanam semaunya sendiri,
tidak menggubris tata permainan yang baik, akhirnya mengecewakan.
Kesengsaraan rakyatlah yang terlihat dihadapan mata. Sebenarnyalah dalam
kasus PRRI/Permesta tempo hari, kita telah melihat bahwa unsur-unsur daerah
dan unsur-unsur pemerintahan pusat (sebelum meletusnya peristiwa), sudah
ada pendekatan-pendekatan yang baik, yakni hasil Musyawarah Nasional di
Yogyakarta. Tapi rupa-rupanya unsur-unsur distruktif pengikut Sabda Palon
(anak cucu Sabda Palon) di abad 20 yang mengejawantah dalam barisan kaum
komunis itu (setan brekasakan rupi-rupi) tidak menghendaki terwujudnya
persatuan Nasional yang dikehendaki Daerah maupun Pusat. Kaum Komunis
ingin berkuasa sendiri dan ingin memancing di air keruh, maka dengan akal
licik dan fitnah, mereka berusaha untuk menggagalkan Perdamaian nasional
yang sudah tercapai itu. Heranlah kita, setelah beberapa waktu setelah munas

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 106


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
di Yogyakarta, itu berlangsung, ada berita-berita yang bersifat menghasut dari
koran-koran Merah (harlan Rakyat & Bintang Timur), maka digempurlah
kemudian pusat-pusat gerakan daerah itu. Pengikut-pengikut Sabda Palon
kiranya lalu menjadi senang dibuatnya.

Mereka terus berusaha merongrong kewibawaan negara dimana saja


mereka mendapatkan bahan dan kesempatan, nanti akan ternyata lagi dalam
peristiwa-peristiwa selanjutnya sampai akhirnya meletus lagi fitnah baru
berupa G.30.S 1965 yll.

Para kesatria satu persatu gugur menjadi tumbang dan tersisihkan dari
percaturan politik negara. Kapankah perbuatan balas dandam wadya bala
Sabda Palon yang muncul di abad ke 20 ini akan dapat ditumpas sampai
keakar-akarnya?. Secara formil sudahlah dapat kita saksikan di tahun 1966
tatkala ”Super Semar” memberikan kekuatan hukum untuk membubarkan PKI.
Tapi apakah sesudah itu gerakan-gerakan mereka sudah pada dalam arti
sebenarnya? Sebab pada hakikatnya golongan itu selalu pandai saja berbuat
seperti musang dalam bentuk mencari mantel untuk meneruskan cita-cita
perjuangan kelasnya. Untuk memberantas gerakan-gerakan mereka itu tidak
lain hanyalah melalui jalan perbaikkan ekonomi dan ajaran agama disebar-
luaskan sampai ke dasar-dasamya, seperti yang sudah ditempuh pemerintah
hingga saat ini.

Dan bukankah ramalan ini juga menunjukkan bahwa yang selamat dari
ancaman anak cucu Sabda Palon 500 tahun yad dari pertemuan segi tiga pada
tahun 1978 yll, hanyalah mereka yang tahu menjabarkan kalimata ”Sahadat
Kang Sempurna”? dan hal seperti itu berarti mendalami arti ajaran agama yang
semurni-murninya, sehingga cita-cita masyarakat Sosialis yang Religius itu
benar-benar terwujud.

Tadi disebutkan bahwa pohon yang baik akan membuahkan hasil yang
baik pula, tetapi faktanya telah menyaksikan bahwa selama masa lalu, negara
ini selalu dirundung malang karena datangnya malapataka yang silih berganti,
yang kemudian berakibat kerusakan-kerusakan yang hebat pula, misalnya
kerusakan ekonomi (hyper inflasi), politik (akibat Nasakom dan perubahan
struktur mengakibatkan tumbangnya pemimpin-pemimpin politik yang
berkaliber nasional serta terpojoknya tokoh-tokoh pemimpin yang berjiwa
ksatria/jujur), sosial budaya (masuknya kebudayaan asing kesini menimbulkan
dekadensi moral dan kemerosotan akhlak), dll Lihatlah kemudian dalam
sindiran-sindiran berikutnya. Bukankah itu gambaran sebuah pohon yang
belum sempurna baiknya? Sebab kalau pohon itu baik, akarnya pun teguh dan

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 107


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
cabang-cabangnya menjulang tinggi, dan buahnya pun dirasakan manisnya,
tidak pahit lagi.

AKIBAT EKONOMIS

”Sarananing peparing warni-warni, sangkan paran wujude bebaya,


angrusak tanah Jawine, wong aglinding datan cukup, nyambut karya datan
nyekapi priyayi akeh kaliren, saudagar da ambruk, tatanen akeh kang sirna,
rinusak ing hama katerak paceklik abot uripe jalma”. (point 3).

Artinya ”Cara Allah SWT memberikan sesuatu kepada umat manusia


bermacam-macam tidak bisa dibayangkan wujudnya, begitu pula tentang
datangnya macam-macam musibah dan marabahaya yang melanda tanah air.
Misalnya, lalu terlihat adanya situasi dimana pekerja-pekerja harlan hasilnya
tidak mencukupi, usaha apapun hasilnya tidak sepadan, para pegawai negeri
menderita kekurangan, begitu pula para saudagarnya/pengusaha-
pengusahanya banyak yang jatuh, hasil pertanian banyak yang ludes karena
datangnya bermacam-macam hama, ditambah datangnya musim paceklik,
pendeknya beratlah sangganya manusia/rakyat yang hidup di jaman ini”.

”Raharjaning bumi Ilang yekti, mubale hartia saklangkung ndadra, tuhu


agung karusakane, keh pandung wanci dalu, datan tentrem uripe jalmi ing
rahina akeh begal, pada rebut ducung, mbalela tindak durjana, nagri kawedan
anggenira ngadili, jajaran tan cilik pidana...” (point 4). Berarti : Kesuburan
tanahnya menjadi hilang muncullah sifat-sifat angkara murka yang makin hari
makin merajalela, sungguh besarlah akibat dan kerusakan-kerusakannya,
banyak pencuri di waktu malam, tidak membuat tenteramnya hidup rakyat,
disiang hari banyak begal/pencoleng menghadang berebut dahulu, pendeknya
para penjahat itu sudah tak takut ancaman hukuman yang berat sekalipun”.

Gejala ini kalau kita perhatikan dampaknya ternyata menyentuh waktu


puluhan tahun! Jaman orde lama masih menyambung ke jaman orde baru kini.
Hal ini bisa kita rasakan lagi bila kita meneliti sindiran berikutnya. Tinggalah
kita memutar otak sambil mencocokkan faktanya.

”Kelampahan dangune tigang warsa, jalma taksih jroning hura hura,


rebutan sandang pangane, lali sanak sedulur, marga tanpa ana sihing ati, lali
anggering praja, amung mburu nafsu, gya katungka praptanira, pageblug kang
anyar ing tanah Jawi, keh janma kang pralaya”. (point 5). Berarti : ”Kejadian-
Kejadian itu berlangsung selama 3 tahun. Rakyat masih dalam lingkungan
situasi huru hara, berebut sandang pangan, lupa terhadap sanak keluarga,

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 108


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
semua itu karena Hilangnya rasa cinta sesama, lupa undang-undang dan
peraturan negara (lali angger-anggering praja), pokoknya semua itu
mendasarkan diri atas nafsu-nafsu serakah yang kelewat batas segera setelah itu
muncullah pageblug baru di tanah air banyak pula manusia yang mati”. Dalam
sindiran diatas dikatakan bahwa Kejadian-Kejadian itu berlangsung selama 3
tahun dan selama itu rakyat masih terus dilingkari situasi huru hara dan duka
nestapa. Apakah saat ini menunjukkan Kejadian antara tahun 1965-1968?.

Apakah huru hara ini berarti menunjukkan kepada alamat Peristiwa


Lubang Buaya (G.30.S/PKI) di tahun 1965 yang selama 3 tahun sejak itu rasanya
rakyat pun diliputi rasa cemas atau harap-harap cemas. Bukankah situasinya
menggambarkan keadaan yang sungguh pahit?. Dilihat dari sudut politik,
banyak rakyat kecil yang tidak tahu betul hakikat itu dengan segala seluk beluk
perkembangan politik negara menjadi prihatin dan semacam harap-harap
cemas, karena pembersihan umum terhadap unsur-unsur G.30.S/PKI yang
dilancarkan pihak Penguasa/Tentara, banyak pula menimpa sanak saudara,
meskipun mereka sendiri merasa tidak tersangkut.

Dilihat dari sudut ekonomi, banyak pula pengusaha-pengusaha nasional


yang sudah da gulung tikar, karena mencari uang merasa sulit, akibat adanya
politik uang ketat untuk membendung hyper inflasi yang mengganas.

Apalagi gejala masa itu benar-benar kita lihat, betapa banyaknya orang-
orang yang melanggar undang-undang negara seperti aji mumpung
(komersialisasl jabatan), menyalahgunakan kekuasaan yang lain (kekudung
malulang macan), sikap-sikap tak terpuji seperti harta punya kuasa, dll. Itu
semua pertanda kerusakan mental bangsa yang disinyalir diatas, kapan masa
ini akan berakhir?.

Konon menurut pujangga Ranggawarsita (1802-1873), sembuhnya jaman


gila yang penuh musibah ini kalau tanda-tanda berikut : ”Waloyaning
binjang yen wus ana Wiku, Memuji Ngesthi Sawiji, sabuk lebu(r) lir majnun,
galibedan tudang tuding, anacahken sakehing wong”. (serat sabda jati point 14).

Jadi berarti “kalau sudah ada Wiku/Islama/wali (9) mendo’a (9)


menuju/ngesti (8) sawiji (1), maka segala pengikat yang batil akhirnya akan
lenyap, situasi manusianya yang batil itu akan tergambar seperti orang gila,
tudang tuding/ tunjuk sana tunjuk sini sambil menghitung banyaknya orang.

Tahun sandi tersebut sama dengan Saka 1399 (bukan tahun Jawa Sultan
Agung) kalau ditambah 78 akan sama dengan tahun Masehi 1977. Konon sejak

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 109


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
tahun ini sinyalemen berikutnya (point 15) menggambarkan suatu harapan
yang baik.

“Iku lagi sirep kala bendu, kala suka/ kala suka kang gumanti, wong cilik
bisa gumuyu, nora kurang sandang mukti, sedyane kabeh kelakan”. (itu baru
meredanya jaman penuh kutukan Allah SWT, kemudian setelah itu bergantilah
jaman senang, ditandai dengan situasi banyak rakyat kecil bisa tersenyum, tidak
kurang sandang pangannya, semua tujuan serba mudah tercapai.)

Tetapi hingga saat ini rasanya masyarakat kecil masih serba prihatin.
Tahun tersebut jelas menggambarkan tahun pemilihan umum ketiga tempo
hari. Bukankah kata-kata anacahken sakehing wong itu sama artinya dengan
menghitung banyaknya orang, alias sensus pemilu dan hasilnya? Hasilnya apa?
Memilih Presiden baru!.

Apakah sekarang ini sudah sampai jamannya Ratu Adil? Mudah-


mudahan. Tahun, sandi karya pujangga Ranggawarsita tersebut rasanya
segaris dengan tahun sandi yang terdapat dalam Jangka Jayabaya versi Sabda
Palon ini. Bukankah dipupuh II point 8 menyebutkan sinyalemen seperti yang
dimaksud pujangga itu? ”Suraning ciriya pemengetan, candra sengkalaning
udarai, ”Wiku(9)-Miyat(9)-Wiwaraning(8)-Jagad(l)”, nuswa Jawi pinarimeng,
wlyat diawit netepi, agama Budhi lan kawruh, pinaringan trah Erlangga, Heru
Cakra Ratu Adil, kedatanira ing wana Ketangga.*. Sampai Disini dahulu, kelak
akan disambung dalam judul selanjutnya ”Munculnya Tiga Kekuatan Sospol
dan Ancaman Sabda Palon”.

???????????????????///GAMBAR///?????????????????????????????

TABUR BUNGA DISAMPING LOKA BUSANA


SANG PRABU SRI AJI JOYOBOYO
DALAM RANGKALAN UPACARA ZIARAH 1 SURO

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 110


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
BAB XIII

FILSAFAT KEJAWEN TENTANG


”SANGKAN PARANING DUMADI”

Gegelare sahadat sejati, kersa lamun urip iku tinggal, tunggal kabeh
myang uripe, abeh urip myang lampus, pratanda yen Agung Hyang Widhi,
kuwasa nganakna jagad, myang kuwasa ngukuk paranira kabeh sipat marang
sangkan parane dumadi, yeku sumber purwanira. (Jangka Jayabaya Versi Sabda
Palon point 17 pupuh III).

Dalam kesempatan dahulu sudah disinggung tentang point ke-17 ini,


tapi belum sempat diuraikan sedemikian rupa sehingga menemukan titik yang
dituju. Dalam kesempatan inilah ajaran itu akan dipulangkan kepada asal
muasalnya. Kemana? Kepada Islam sejati, ya Islam murni, tanpa diselipkan
pengertian yang kisruh yang membuat orang purba sangka. Bukankah sudah
jelas bahwa falsafah Sangkan Parane Dumadi itu ajaran Islam yang murni?.

Hanya sedikit menimbulkan purba sangka, karena didalam buku-buku


Kejawen aslinya, yakni Al-Qur’an, sehingga timbul pengertian
diantara orang-orang awam bahwa ajaran-ajaran itu seolah-olah berasal dari
nenek moyang sendiri. Anehnya orang-orang Jawa tertentu lebih suka
mengakui ajaran demikian berasal dari nenek moyangnya itu, ketimbang
berasal dari ajaran Allah SWT yang lewat wahyu yang diterima Nabi
Muhammad SAW.

Apabila hal ini berlangsung terus menerus, penulis khawatir bahwa


mereka akan tersesat dijalan, akibatnya sia-sialah hidupnya selama didunia
yang akan disambung di alam akhir nanti. Bukankah dalam buku ”Falsafah
Centhini” karya susuhunan Paku Buwono ke V di Surakarta (1820-1823) jelas

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 111


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
dituliskan bahwa ajaran-ajaran kebatinan para leluhur Jawa dahulu itu
bersumber kepada ajaran Islam?. Memang disana ada bab-bab yang berisi
ajaran ”Kasampurnaning Kawruh” yang didalamnya membicarakan juga ajaran
”Kawula Gusti” yang menimbulkan tanda tanya bagi kalangan agama, tetapi
bukankah ajaran itu tidak menumbuhkan pengertian antara sang ”Kewula dan
Gusti”?

Di dalam Falsafah Centhini dikatakan antara lain : ”Bedanipun Kawula


lan Gusti, mahluk yen rinusak pasthi rusak, beda lan Gusti yekti, Pangeran
Kang Maha Gung, tan kan tenan pepinggir neki, genge tanpa wekasan, lembut
tan kajumput, kang aran Islam punika, dipun rosa angaji ing dalil Hadist, ing
kitab kalih welas”.(dandang gula point 6).

Artinya bahwa bedanya Kawula/makhluk dan Allah SWT, makhluk bila


dirusak pasti rusak berbeda dengan Allah SWT yang sesungguhnya memiliki
sifat-sifat Maha Besar, tidak ada permulaan dan juga tidak ada akhirnya;
besamya tak bisa diukur, lembut tapi tidak bisa dijemput; dan yang disebut
Islam itu haruslah diperkuat dengan hadistnya dan kitab-kitab lainnya (yang
berjumlah 12?)”.

Juga dalam bab ”Kaweruh Kudu Weruh Asale” halaman 76 point 2


dikatakan : ”Tan ora kena ora kudu ngawruhi, kan tan weruh kamulyan, kitab
ahkamuddin lire, kang samya rebut kawruh, partilu endi angrawuhi dhiri, lan
angrawuhi Hyang Suksma, yekti kang rumuhun, angawruhi ing sarira, kang
wus kasebut ing jro dalil Hadist yayi, wit ananing manungsa”, (tidak bisa tidak
harus mengetahui, yang tidak mengetahui pasti tidak akan menemukan
kebahagiaan kitab Ahkamuddin misalnya banyak ingin mengetahuinya,
sehingga timbul pertanyaan, dahulu mana yang penting, mengetahui
kedudukan diri pribadi terlebih dahulu atau mengetahui Allah SWT-nya?.
Pastilah yang terlebih dahulu haruslah mengetahui diri sendiri yang telah juga
tersebut dalam hadist sejak adanya manusia ini).

Dari Al-Qur’an kita akan dapat mengetahui asal-usul kita/manusia ini,


yang dalam istilah Jawa disebutnya lagi dengan ajaran ”Sangkan Paraning
Dumadi” yang pada hakikatnya rumus itu sebagai cara manusia untuk belajar
mawas diri tentang Kejadiannya.
Dengan mengetahui asal mula Kejadiannya diharapkan bahwa manusia akan
memperoleh sikap positif mengenai kedudukan dirinya, sehingga tidak ada
alasan untuk mengingkari Allah SWTnya dan menjadi kafir. Menurut penelitian
penulis, rumus Kejawen ajaran ”Sangkan paraning Dumadi” tersebut haruslah
dipulangkan kepada dalil atau nash menurut ajaran agama Islam, yakni

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 112


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
berdasarkan firman Allah SWT dalam surat Al Mu’minun ayat 12-14 yang
artinya : ”Dan sesungguhnya Kami telah menjadikan manusia (Adam) dari sari-
sari tanah. Kemudian kami jadikan dia (anak Adarn) dari setitik Air Mani yang
terletak dalam simpanannya yang teguh (rahim). Kemudian air mani itu Kami
jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan tulang belulang.
Kemudian tulang-tulang itu Kami tutup dengan daging; sesudah itu kami
jadikan ia suatu bentuk yang lain (berbentuk manusia). Maha Suci Allah
Pencipta yang paling baik!”.

Inilah sumber ajaran ”Sangkan Paraning Dumadi” yang jamannya Sunan


Kalijaga masyarakat belum diberi tahu asal mulanya sumber itu, sehingga
dikira ajaran itu merupakan ajaran nenek moyang asli, yang disebut Kejawen.
Kini sudah waktunya bagi mereka yang belum tahu duduk soalnya menyadari
kembali bahwa ajaran tersebut berasal dari Allah SWT SWT sendiri, bukan
ajaran manusia semata. Dengan memulangkan sumber pengetahuan itu kepada
sumbernya, tidak syak lagi bahwa manusia akan tersesat jalan, sudah barang
tentu dengan catatan bahwa cara menempuhnya pun harus menurut contoh-
contoh yang diberikan Nabi tidak asal saja ”......Marilah mengikuti apa yang
diturunkan Allah SWT dan mengikuti jejak yang dicontohkan Rosul! Bukan
menurutkan kata nenek moyang yang memang tidak mendapatkan petunjuk
dari Allah”. (Al Ma’idah 104).

Apabila kita menyadari bahwa kedudukan manusia itu semula remeh


saja, maka tak ada alasan baginya untuk menyombongkan diri dimuka bumi ini
begitu rupa sehingga mereka berbuat seolah-olah seperti pepatah ”Lupa kacang
akan kulitnya”. Kalau kita menyadari bahwa ”Paranira kabeh sipat, marang
sangkan paraning dumadi, yeku sumber purnawira”, maka bagaimana pada
akhir sejarah umat manusia ini? Perlu menengok ayat berikutnya : ”Kemudian
sesudah itu benar-benar kamu sekalian akan mati!” dan ”Dihari kiamat nanti
kamu akan dibangkitkan lagi!” (Al Mu'minun ayat 15-16).

Jelasiah kiranya bahwa tujuan penulisan ini tak lain untuk memberikan
sinar terang kepada mereka yang belum mendengar dan belum mengetahuinya,
agar supaya dengan begitu mereka menjadi lebih sadar, sehingga ibarat domba
yang digembalakan di sawah ladang petani dengan keterangan ini mereka
sadar dan segera pulang ke kandangnya, karena mataharinya hampir
terbenam!.

Dalam point 14 yll sudah jelas dikatakan bahwa untuk mendalami arti
KeAllah SWTan Yang Maha Esa itu apabila kita mengerti apa arti ”Sahadat
Sejati” sebab itu akan memberitahukan kepada manusia tentang ”Dununging

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 113


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
Pangeran” (hakikat Allah SWT) dan hal itu dibuktikan dalam jiwa raganya alias
melakukan sholat 5 waktu sehari semalam seperti yang ditunjukkan Nabi.

Seperti Sultan Agung dari Mataram (1613-1645), Sri Paku Buwana V pun
menganjurkan sholat 5 waktu itu. Dalam Falsafat Centhininya beliau berwasiat
demikian : ”mulane yayi awajib, kita punika asalat, limang wektu ing wajibe, ya
bener yen ana ngucap, asalat karsa Allah, nora salat nadyan kufur, kafir ya
karsaning Allah”. (bab 14 AsmaRadena point 68). Yang arti terjemahannya :
”Maka dari itu adinda, kita ini wajib sholat 5 waktu! Ya betul kalau ada orang
bilang sholat itu sudah kehendak Allah, tidak sholatpun walaupun dikatakan
kafir ya kehendak Allah SWT. Maka dari itu ...”Bener dadi luput yayi, sebab
durung weruh ing khas khaq ...” (69) artinya ”benar jadi salah adinda, sebab
mereka belum mengetahui kebenaran yang khas...”.

Sultan Agung memberikan wejangan lewat Solawatan Khotaman Nabi


dalam bab sholat 5 waktu itu sebagai berikut : ”Kaweruhana rukune Islam
lelima, din sahadat, salat zakat lan puwasa, munggah khaji maring Mekkah yen
kuwasa lakanana kuwi”. (Ketahuilah bahwa rukunnya Islam itu ada lima,
pertama mengucap sahadat, kemudian sholat, lalu zakat dan puasa, pada
akhirnya naik haji bila syarat-syarat kemampuannya ada, itu perlu dijalankan).

Kalau syair-syair itu dinyanyikan dengan iringan alat sederhana terdiri


dari kendang, ketipung dan terbang, maka rasanya menjadi terharu dan dapat
meresap dalam sumsum tulang dan hati sanubari menjadi tenteram.

Dijaman Sunan Kalijaga dan para Wali menyebarkan agama Islam,


mereka memakai sarana kesenlan dengan membuat gamelan besar (laras besar)
yang disebut “Gamelan Sekaten” (asal kata sahadatain), artinya kalau orang
akan melihat gamelan yang istimewa itu tiap tahun sekali diwajibkan mereka
mengucapkan kalimat sahadat dan masyarakat Jawa yang belum Islam yang
kesengsem untuk melihat gamelan itu tentu saja mau dengan rela hati
memenuhi petunjuk dan pengarahan para wali itu. Padahal lebih dalam lagi
dari itu masyarakat sejak saat itu sudah mulai merubah kepercayaannya dari
menyembah Sang Hyang Tunggal atau Budha berubah menjadi takluk kepada
Allah SWT Allah SWT menurut ajaran agama Islam. Karena apa yang
terkandung dalam pengertian Sahadat Sejati itu berarti kesaksian tentang
”Tidak ada Allah SWT yang disembah selain Allah, dan Nabi Muhammad
adalah utusan-Nya”.

Dijaman Sultan Agung pengertian Islam itu diperluaskan sekali, bahwa


untuk menjadi pengikut Islam yang sejati ini tidak cukup hanya mengucapkan

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 114


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
sahadat semata, tetapi juga harus mengenal 5 syarat seperti diuraikan diatas,
maka sejak saat itu proses Islamisasi tidak hanya tersebar dipantai utara Jawa
saja, mengalirlah ke pedalaman yang menjadi wilayah kesultanan Mataram.
Bahkan di jaman Paku Buwana V (abad 19) tatkala kitab Taj’ussalatin (Karangan
Imam Bukhari, 1603) berhasil diterjemahkan dalam bentuk sajak oleh pujangga
besar Surakarta Yasadipura I (1729-1803) dan telah berhasil dipelajari oleh
kalangan istana di Jawa Tengah, maka pengertian orang akan agama Islam ini
nampak lebih diperdalam lagi, bahkan orang cenderung ingin mangambil
kandungan pikiran-pikiran positif dalam Islam untuk diambil manfaatnya lebih
lama lagi.

Berhubung saat itu bahasa Al Qur’an yang Arab itu belum banyak
dikenal masyarakat luas, maka segala ajaran agama Islam masih banyak
diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa. Oleh karena itu jika kemudian hari
banyak paham Kejawen yang disinari ajaran Islam, hal itu sudah selayaknya,
sehingga apa yang dahulu samar-samar pengertiannya dan sumbernya, sejak
kini seharusnya mulai dipahami benar-benar, sehingga tidak perlu lagi ada
ajaran KeAllah SWTan YME yang tidak menurutkan pengertian-pengertian
ajaran-ajaran agama.

Bukankah dalam point diatas dinyatakan bahwa Sahadat sejati itu akan
menunjukkan ”Dununging Pangeran” dan hal itu akan terbukti ”Ketenger jiwa
ragane”. Jiwa raganya bersatu membuktikan akan kebesaran Allah SWT yakni
dinyatakan dengan perbuatan sholat 5 waktu seperti diutarakan diatas.

Sholat yang baik dan diterima Allah SWT itu haruslah yang khusu' yang
rumusan para Wali tempo dulu dinyatakan sebagai ”Wikan manjing alus, bisa
ngajal jroning gesang” sehingga dengan berbuat demikian orang akan
mengetahui apa yang disebut ”Sangkan Paraning Dumadi” dan karena itu
”Perlu Sira Upaya” (perlu anda cari).

Apabila dijaman Sultan Agung dan Paku Buwana V orang sudah


mengenal Islam dengan baik, tetapi kemudian hari terutama akhir-akhir ini
malah terjadi adanya sebaliknya yakni adanya pendangkalan ajaran agama
Islam lewat pintu-pintu yang tidak semestinya, maka sudah sewajarnya bila
sejak sekarang harus dimulai niat baru lagi. Niat untuk menyebarkan
pengertian agama Islam sedalam-dalamnya, tidak sekedar sholat tanpa tahu
artinya, melainkan sebaliknya. Sembahyang asal sembahyang itu kiranya yang
disindirkan orang seperti dinyatakan dalam ramalan yang berbunyi ”Kang
masih ngrasuk agama, tan weruh kang satuhu, mung anggondeli srengat, agami

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 115


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
tan wuninga ing ati, ngrusak-ke sang kawula”. Yang seharusnya tidak boleh
demikian.

Dengan sembahyang yang khusu' tadi percayalah bahwa kelak akan


hilang dengan sendirinya tuduhan orang mengatakan bahwa margi agama niki
nlisip kang nyata”.

Pada akhirnya penulis berharap bahwa sindiran yang terdapat dalam


point 19 itu dapat dijadikan cambuk bagi kalangan penganjur-penganjur Islam
yakni agar pertanda-pertanda itu diperhatikan demi untuk kesempurnaan
agama serta strategi pengamalannya yaitu agama Rosul/Islam yang murni
(pratandane ing wong nuduhna, sampurnakna agamane, yeku agama Rosul,
anyebarna Islam sejati ... ).

Tetapi bila sekarang ini mereka lalu sadar dan mulai memasuki agama
Islam kembali, maka barang siapa yang tidak mengikuti jejak dan nasehat ini,
akibatnya kelak pasti beratlah ( Yen sira tan ngetut kersaning wang, yekti abot
panandange ... )Selanjutnya Lihatlah point penutup berikut ini.

”Ngelingana he pra umat sami, yen sira tan ngetut kersaning wang, yekti
abot panandange, ingsun pikukuhipun, Nuswantara ing saindanging, bawana
kang sisih wetan, Asia punika, kasigegan swasana, sabda kesabdakna mring
bawana wadag iki, lumantar Sri Buwana”. (20) (Artinya : Ingatlah hei para umat
manusia semua, bila anda tidak mau mengikuti jejak saya ini, nniscayalah bakal
berat akibatnya. Sayalah yang akan menjadi penjamin seluruh bumi Nusantara
dan sekitarnya ini, yakni sebagian dunia sebelah timur (tenggara) di Asia ini.
Disaat itu akan muncul suasana baru, yakni di dekritkan terhadap seluruh
dunia. Lewat kewibawaan Sri Buwana)

Kalimat dalam point 20 ini jelas mengandung peringatan kepada seluruh


umat manusia yang berada di belahan bumi Asia bahwa peringatan itu
nampaknya berasal dari Sang Brawijaya (Penguasa) kepada seluruh warga
negara yang berdiam di Nusantara dan sekelilingnya yang isinya tegas
menggambarkan situasi baru akan adanya perubahan-perubahan tertentu.
Apakah perubahan-perubahan baru itu berbahaya?. Sehingga sang Baginda
terpaksa memberikan peringatan ”Barang siapa tidak mengikuti jejak saya ini
pastilah berat sangganya!” peringatan itu kiranya juga mengarah kepada jaman
500 tahun yad dari tahun 1478 yang gambarannya ditunjukkan dalam point
terakhir (21) bahwa situasinya nampaknya lalu menjadi dilema (rujak sentul,
Jawa), yang satu mengajak ke utara (lor) dan yang lain ke selatan (kidul). Apa
sebab?.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 116


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
Lihatlah sindiran berikut ini yang selanjutnya akan penulis biarkan tanpa
komentar, biarlah kiranya anda juga berfikir apa maknanya?,

”Semut ireng ngendog jroning geni, ana merak memitran lan baya, keong
sak kenong matane, tikuse padha ngidung, kucing gering ingkang nunggoni,
kodok nawu segara, oleh bantheng sewu, precil-precil kang anjaga, semut
nganorang anorangsang gunung Merapi, wit Ranti woh Delima”.

(Semut hitam/rakyat bertelur dalam bara api, ada sementara burung


merak (ati) bersahabat dengan (unsur-unsur) buaya/bahaya, dan anehnya yang
tahu adalah keong yang matanya sebesar kenong; tetapi sementara itu tikus-
tikusnya (negara) nampak (bernyanyi) bersenang-senang, sebab hanya kucing
kurusiah yang menjaganya (dan karena itu tidak berdaya). Aneh lagi gejalanya
bahwa kodok-kodoknya yang bertingkah menguras lautan (explorasi minyak
lepas pantai). Apa yang diperolehnya? Banteng seribu! Sayangnya yang
menjaga hanya precil-precil (anak-anak kodok yang kerdil). Akhirnya barisan
semut merah marah lalu merangsang gunung Merapi, akhirnya timbul teka taki
mungkinkah?. Pohon meranti bisa berbuah delima?”.... Pancasila ?!

Sampai disini kita melihat situasi yang mengandung kalimat serba tanda
tanya. Apakah situasi itu akan menjurus kepada arah yang lebih positif?.
Nampaknya demikianlah dan dalam masalah ini penulis teringat bunyi dan arti
surat Ali Imran ayat 140.

???????????????????/GAMBAR///????????????????????????????????
MEMBERSIHKAN LOKA MUKSA
MENJELANG ACARA 1 SURO

BAB : XIV

MUNCULNYA TIGA KEKUATAN


SOSPOL DAN ANCAMAN
ANAK CUCU SABDA PALON

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 117


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
• Apakah itu ”Kesandung bae temah pralaya”, tigang wujud dadine!?.
• Bumi bergetar, gempa bumi tujuh kali sehari!.
• Setan brekasakan lalu nampak kelihatan, menyeret manusia yang
tergelincir!.
• Siapa yang selamat? ”Jaman kang weruh Sahadat Jati!”.
• Apa itu Islam yang Murni ?.

Point-point yang kita simpulkan diatas diambil dari sari-sari kalimat


yang tersembunyi dibalik-balik sinyalemen-sinyalemen yang terdapat dalam
Ramalan Jayabaya versi Sabda Palon, yang baik ke 6 selengkapnya berbunyi
sebagai berikut : ”Dadya rusak pra umat sami, kesandung bae temah pralaya,
tigang wujud dadine, udan barat angagung, kayu gung rebah sami, mblasah
sami rebah, keli bena nggegirisi satuhu, kadya benaning samodra, kang katerak
datan saged nanggulangi, larut kableder sirna”. (Point 6 Dandang Gula).

Apa artinya? Akan nampak jelas lagi bila kita terjemahannya, yakni
”Rasanya keadaan Umat (Islam) telah menjadi rusak, hanya karena tersandung
permainan sedikit saja bisa tersungkur, menjadi 3 golongan wujudnya!. Hujan
angin yang besar mengakibatkan kayu-kayu besarpun menjadi tumbang,
berserakan di sungai-sungai!. Sungainya banjir menakutkan orang, sungguh
seperti lautan saja layaknya, sehingga apa saja yang terlanda banjir itu bisa
dadal tak sesorang pun dapat menghalang-halanginya, dadal musnah tak
berbekas!”.

Gejala kerusakan alam yang dilukiskan diatas bila kita lihat secara biasa
tentu saja akibat penebangan hutan-hutan secara ngawur yang sudah
berlangsung sejak jaman sebelumnya, maka terjadilah erosi. Lumpur-lumpur
gunung gundul turun ke bawah, akibatnya sungai-sungai di dataran rendah
menjadi dangkal. Apabila banjir datang, maka airnya tentu mudah meluap
merusakkan sawah ladang petani.

Tetapi bila kita telah memahami bahasa perlambang itu sebagian besar
juga mengandung sindiran (kritik halus), maka kerusakkan umat manusia yang
menjadi tiga bagian/golongan gara-gara kesandung bola permainan tadi, sebab
kelihatannya ditunjukkan yaitu ”Karena adanya hujan lebat yang besar,
sehingga kayu-kayu besar terpaksa banyak yang tumbang. Bukankah hubungan
kalimat tersebut ganjil?. Memang bahasa perlambang itu nampak selalu
miring/ganjil menurut kata cendikiawan sastra Jawa. Dan karena itu, kalimat ini
pasti juga mengandung sasmita yang perlu dicari arti tersiratnya. Rupa-rupanya
hal itu tertuju kepada peranan manusia-manusia pemimpin yang berada di

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 118


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
tengah-tengah masyarakat. Kalau kadang-kadang penulis melihat arti kata
sindiran ”Gunung” itu sebagai perlambang kekuasaan negara dan ”Kayu-kayu”
itu berarti lambang peranan tokoh-tokoh pemimpin rakyat maka jelasiah bahwa
kayu-kayu besar yang banyak tumbang itu pasti ditujukan kepada peranan
pemimpin-pemimpin rakyat yang tumbang, akibat adanya perubahan-
perubahan struktur itu. Mereka ini lalu banyak kehilangan tongkat dan tempat
berpijak landasan perjuangannya. ”Angin Besar” itu rupanya gambaran-
gambaran ketentuan-ketentuan/kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dirumuskan
oleh penguasa dalam rangka mengadakan perubahan-perubahan struktur tadi,
maka lantas anehlah fakta yang diperlihatkan... hanya kesandung sepak terjang
permainan sedikit saja bisa pecah menjadi tiga bagian! Bukankah itu aneh?.

Maka untuk mawas diri umat manusia pada umumnya dan umat Islam
khususnya (karena kata-kata Jawa ”Umat” tadi umumnya untuk sebutan yang
beragama Islam) keadaan yang aneh tadi rupanya sebagai tanda peringatan
agar umat Islam menyadari wasiat Nabi Muhammad SAW yang tercantum
dalam sebuah Hadist yang artinya : ”Akan datang pada suatu ketika Umat
Islam menjadi rebutan! Apa sebab? Tanya seorang sahabat nabi, yang dijawab
Nabi : ”Karena Umat Islam yang besar itu punya penyakit!” Apa penyakitnya?
Tanyanya lagi, jawab Nabi : ”Gila harta dan pangkat, tetapi takut mati!”.

Dan karena itu mudah dikalahkan dan dipecah belah, karena disana para
pemimpin Islam (khususnya) itu sudah memandang ”Harta & Kedudukan”
yang menjadi tujuannya, dan bukan Idialisme yang dikejar, sehingga mudahlah
ditaklukkan. Padahal apa yang dicarinya itu akhirnya cuma sekian saja, tidak
mengandung arti yang menentukan. Inilah yang disindir pula oleh sementara
Islama sebagai ”"Agamane wong kalah karo arta”!

Dalam point 6 diatas diperlihatkan dengan bahasa isyarat bahwa


manusianya lalu terpecah menjadi 3 golongan/bagian, hanya akibat permainan
politik tingkat tinggi sambil senda gurau layaknya ”Dadya rusak pra umat
sami, kesandung bal temah pralaya, tigang wujud dadine!”

Apakah hal itu berarti munculnya 3 kekuatan sosial politik sesudah


pemilu yang lalu?. Wallahu a’lam bissawab!. Nyatanya sesudah perubahan-
perubahan struktur dewasa ini, kita telah melihat gambaran politik di tanah air
kini seperti lukisan kesan-kesan sang pujangga tadi, ”...Udan barat angagung,
kayu gung samya rebah sami, mblasah sami rebah, keli bena nggegirisi satahu,
kadya benaning samodra, kang katerak datan saged nanggulangi, larut kableder
sirna”. (Gara-gara perubahan struktur yang hebat itu, banyaklah pemimpin-
pemimpin rakyat yang berpengaruh sebelumnya menjadi tumbang,

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 119


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
berserakkan hanyut tergelincir aliran sungai yang membanjir, menakutkan
sebab dapat diibaratkan banjir bandang itu seperti layaknya samudra luas saja;
karena itu barang siapa terlanda arus sungai yang besar itu pasti tidak mampu
menanggulanginya, larut terjebak arusnya sungai-sungai banjir politik
tersebut).

Untuk mengesankan arti kalimat-kalimat dalam ramalan Sabda Palon


dimuka, sehingga dapat memperoleh gambaran yang tepat maka dipersilahkan
anda menengok kata-kata Sabda Palon dalam pupuh dimuka : ”Sinten tan
purun nganggeya, yekti kula risak sami, sun sajekken putu kula, brekasakan
rupi-rupi, datang lega kang ati, yen durung lebur atempur, kula damel
pratanda, pratanda tembayan mami, hartii Merapi yen wus njeblug mili lahar”.
(sinom pupuh I point 5).

Sindiran ini nampaknya sejalan dengan sindiran pujangga


Ranggawarsita yang mengatakan; ”Gelap gangsuling tembung, ki pujangga
panggupitanipun, kahanane kapan howah hangewahi, yeku sangsaya pakewuh,
hewuhaya kang linakan” (Serat Sabda Tama point 7). Artinya kalau kata-kataku
yang salah, maafkanlah, sang pujangga mulai melihat gelat gelitnya, situasinya
apabila, anda mengadakan perubahan-perubahan struktur (tidak tepat),
akibatnya malah menimbulkan bahaya, sebab serba repotlah yang
menjalankannya).

GEJALA-GEJALA YANG ANEH LAGI

Kalau diteruskan kalimat-kalimat tersebut dengan sinyalemen-


sinyalemen berikutnya, maka situasinya hanyalah memprihatinkan. Coba
Oerhatiicah kalimat berikut :

”Tanda ingkang sanget nggegirisi, alun samya minggah ing daratan,


angrusak tepis wiringe, karya gatering kalbu, kang dumunung ing kanan
kering, kayu-kayu keh kang kendang, pada sirna larut, sela ageng samya brasta,
gumalundung mblasah katut iline kali; gumludung swaranira”.

Terjemahannya : ”Tanda-tanda yang paling menakutkan itu ialah adanya


perlambang ikan pada naik ke daratan, merusak kanan kirinya, mendebarkan
rasa hati yang berdekatan dikanan kirinya!. Sebab disamping itu orang terpaksa
melihat banyak kayu-kayu besar yang tumbang dan hilang musnah; bahkan
batu-batu besar pun banyak yang longsor turun, porak poranda lalu ikut
arusnya aliran sungai banjir itu. Gemuruhlah suaranya!.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 120


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
Bukankah kalimat-kalimat yang logis tadi ada terselip kata-kata yang
aneh lagi? Sekali lagi, kalimat diatas jelas-jelas bukan kalimat biasa tanpa
pengertian yang mengandung ”Hakikat”! kalimat-kalimat tersebut sudah jelas
mengandung kata sindiran yang menggambarkan betapa banyaknya Pemimpin
Rakyat yang gugur peranannya dan berjaAllah SWT hingga diibaratkan hanya
kesandung bola sepak saja mereka sudah jatuh tersungkur tak berdaya. Ada
yang bisa hidup ngatut (menggelincirkan diri) mengikuti aliran sungai itu, tapi
mereka terpaksa merubah mentalitasnya, menjadi oportunis! Padahal jaman
sebelumnya apabila orang sudah mendapat cap oportunis demikian, sudah
termasuk golongan orang yang tercela habis-habisan.? Itu dulu.

Kalau ”Kayu-kayu besar itu ibaratnya sebagai lambang ”Peranan para


pemimpin rakyat” yang berjaAllah SWT karena tersisih peranannya disebabkan
munculnya tata tertib baru, maka apa yang dilukiskan sebagai ”Batu-batu
besar” pun akhirnya longsor ke bawah. Lambang itu kiranya berarti gambaran
porak porandanya organisasi-organisasi politik yang harus tergabung menjadi
3 wadah yang jalan seharusnya mengikuti garis-garis besar aliran sungai yang
mengalir dari tebing-tebing gunung atau puncak-puncaknya gunung itu. Yang
dimaksud ”Arus Sungai” itu kiranya kebijaksanaan-kebijaksanaan penguasa
yang harus diturut selama ini ”Kebijaksanaan mana tentu saja mengarah
kepada kemauan si penguasa demi tercapainya perubahan-perubahan struktur
tadi. Demikianlah kiranya arti perlambang yang bisa kita baca arti sasmitanya.
Adapun perlambang yang menggambarkan ”Ikan-ikan pada naik kedaratan
dan merusak tebing-tebing dikanan kirinya itu ”Terus terang saja masih sulit
perlu dicari lagi jawabannya, penulis rasanya belum juga menemukan
maknanya. Tetapi apabila hal itu kita hubungkan dengan kemajuan tekhnologi
penerbangan sekarang, yang para insinyur sudah bisa membuat kapal-kapal
terbang (yang berbentuk seperti ikan, pen) yang mendarat dan take off diatas
lautan, maka kesimpulan kita ialah bukankah kapal-kapal terbang yang
bertentuk seperti ikan-ikan besar itu yang dimaksudkan ramalan ini?. Seperti
akhir-akhir ini di Inggris telah membuat jenis kapal
terbang semacam itu, yang dapat kita saksikan lewat layar kaca TVRI pada
tgl.17-01-1979 yll?.

Bukankah kata-kata perlambang itu sungguh rumit dan halus sifatnya,


karena kita dihadapkan dengan tataran ”Hakikat”. Ya seperti kita mempelajari
ilmu agama yang juga harus melewati tataran-tataran (a) sarenggat,. (b) tarekat,
(c) hakekat, (d) ma'rifat! Bahasa-bahasa perlambang tadi semuanya harus dicari
maknanya dari sudut ”Hakikat” nya, bukan seperti yang kita lihat lewat mata
kepala ini.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 121


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
Apabila kita bisa demikian, nniscayalah bahasa perlambang tadi mudah
kita tangkap isinya, Insya Allah.

Bukankah dalam Al Qur’an manusia beriman itu juga disuruh percaya


kepada yang gaib-gaib seperti yang tersiratnya ternyata dalam surat Al Baqarah
3 : ”Alladziina yu'minuuna bilghoib” yaitu mereka yang beriman/percaya
kepada sesuatu apapun yang gaib-gaib. Menurut tafsir dikatakan sebagai
berikut : ”Yang Gaib” ialah yang tidak dapat ditangkap oleh panca indra.
Percaya kepada yang gaib itu mengitikadkan adanya suatu yang ”Maujud”
yang tidak dapat ditangkap dengan panca Indra, karena ada dalil yang
menunjukkan kepada adanya, seperti misalnya percaya kepada Allah SWT,
malaikat, hari akhirat dan sebagainya. Kata-kata dan sebagainya itu misalnya
bisa diperluas kepada penglihatan-penglihatan gaib yang nampak dalam
bayangan mimpi atau perlambang-perlambang yang isinya mengandung
hikmah untuk diketahui manusia!. Dan karena itu manusia disuruh
menggunaikan akal sehatnya untuk memahami segala sesuatu itu, baik yang
nyata dalam penglihatan mata kepala ini, maupun yang tidak kelihatan mata
kepala dan semua itu bisa dikontrol dari niatnya (Hadist).

BENCANA ALAM YANG MEMPRIHATINKAN

Rupa-rupanya balas dandam Sabda Palon itu jalannya lewat pintu


apapun, misalnya konsepsi-konsepsi politik, konsepsi-konsepsi ekonomi, sosial
budaya dan terakhir lewat pula kerusakan-kerusakan alam.yang timbul.
Disanalah setan brekasakan itu numpangi, yang menurut rumusan pujangga
dikatakan sebagai selalu membuatuti orang-orang yang suka meng-aji
pumpung. Kata-kata itu selengkapnya berbunyi : ”Beda kang aji pumpung,
nirwaspada rubedane turut, kakinthilan manggon anggung atutwuri, tyas riwut
ruwet daharu korup si nerung agoroh”. (Berbedalah otang-orang yang sengaja
meng-aji pumpung itu, tidak waspada halangannya akan selalu mengikut lho,
sayangnya orang itu selalu dapat dikintil dari belakang orang-orang yang
hatinya tidak jujur/tersesat, mereka selalu mengajak-ajak, sikap yang dusta
tetapi caranya selalu memberangkus dengan alasan-alasan yang tampaknya
logis).

Bukankah godaan setan itu juga lewat iming-imingan harta benda


berjuta-juta, seperti sindiran berikut : ”Lamun nganti korup ing panggawe
dudu, dadi pakuwoning ebila, mlebu ing ngalam pakewuh, ewuh pananing ati,
tema wuruh kabesturan” artinya apabila anda sampai terjebak kearah sesat,
anda akan menjadi makanan ibila, masuk kedalam lingkaran alam yang

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 122


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
membahayakan, bingunglah akhirnya, akibatnya menyesal bukan kepalang
(Serat Sabda Jati point 6).

Kejadian selanjutnya diperlihatkan sebagai berikut : ”Sakathae


redi.mbledos sami, gegirisi urubing dahana, gumleger seru swarane, muntah
lahar lan watu, mblabar ngelebi kanan kering, nrajang wana lan desa,
manungsa keh lampus, kebo sapi gusis samya, raja kaya datan ana sawiji, tan
wonten monggo puliha” (semua gunung-gunung meletus, menakutkan
situasinya karena udaranya nampak memerah, gemuruh suaranya,
memuntahkan lahar dan batu, meluber ke kanan kiri, memotong hutan dan
desa-desa yang dilaluinya, manusianya banyak yang tewas, kerbau sapi (ternak)
habis, binasa, tak mungkin bisa pulih kembali seperti semula).

Kejadian ini tentu akibat meletusnya gunung-gunung berapi yang


banyak berserakan disepanjang pulau Jawa dan daerah Maluku itu misalnya, G.
Kelud, G. Agung, G. Merapi, dll sehingga sampai sekarang fakta baru-baru ini
banyak berserakkan merusakkan bangunan jembatan dan sawah ladang petani,
tak mungkin ia akan bisa pulih kembali seperti semula. Penduduk desanya
yang masih selamat dan tertinggal lalu ditransmigrasikan. Ini bila kita
menerima tafsir biasa, tidak dicari hakikatnya.

Bagaimana kalau kata-kata perlambang itu harus kita cari hakikatnya?.


Kalau gunung-gunung itu berarti perlambangnya seorang penguasa besar
dengan segala isi dan cita-citanya yang dimuntahkan lewat keputusan-
keputusan resminya, maka artinya tentu berlainan dengan kalimat biasa, ia
berarti segala keputusan penguasa yang dimuntahkan tadi harus ditaati bila
tidak, pohon-pohon besar dan kayu-kayu besar serta batu-batu itu bisa tumbang
karena terlanda muntahan sang gunung tadi. Apa akibat seterusnya?.

”Wasana sebel horeging bumi, ana lindu ping pitu sedina, karya ngrusak
jalmane, anela sitinipun, brekasakan sami kaeksi, nyeret sagunging jalma,
ginaruk maluku, nlisip selanira, yaiku jalma kang weruh sahadat sejati, wisiking
Hyang Suksma. (point 9).

”Akhirnya nampak bumi pertiwi seolah-olah bergetar, bahkan datanglah


kemudian gempa bumi 7 kali sehari, membuat kerusakkan semua manusianya,
tanah-tanah pertanian menjadi bercelah-celah, setan brekasakan lalu
menampakkan diri menyeret semua orang yang bisa diseret, ibaratnya akan
seperti kridenya sebuah garu pembajak (yang memang digerakkan oleh setan),
apabila kena garukan maluku itu, orang yang bisa selamat, hanya mereka yang

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 123


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
berada disela-selanya gigi garu tadi, mereka itu ialah orang-orang yang tahu
akan arti hakikatnya ”Sahadat Sejati”, bisikan dan firman Allah SWT”.

Yang perlu kita ingat ialah bahwa dalam naskah ini, pembaca harus
mengerti arti sindiran-sindiran itu, yang sebenarnya menggambarkan
pergulatan paham/agama yang dianut oleh ketiga unsur manusia yang
mengadakan pertemuan segi 3 diakhir abad 15 tempo hari, yakni unsur Sunan
Kalijaga, sebagai pembawa aapirasi Islam, kemudian unsur Brawijaya sebagai
unsur penguasa yang berhak menetapkan segala keputusan dan
pengayomannya terhadap rakyatnya dan unsur Sabda Palon yang membawa
aapirasi lain, yang konon telah mendominir pengaruhnya dinegara itu, dan
karena itu menuntut agar posisi ini tidak berubah!.

Unsur Sunan Kalijaga ingin memasukan ajaran Islam yang sudah


mendapat tempat disebagian besar rakyat pulau Jawa ini kepada sang
Brawijaya, unsur Sabda Palon sebaliknya, ingin bertahan terus kepada paham
agamanya yang lama. Sunan Kalijaga jelas nampak sudah berhasil menanamkan
pengertian kepada sang penguasa bahwa ajaran Islam lebih banyak
mengandung manfaat bagi penduduk yang sebagian besar sudah pindah
kepada agama baru itu. Sunan Kalijaga rupanya mempunyai garis saran kepada
penguasa berhubung faktanya umat manusia ditanah ini kini sudah banyak
yang menganut agama baru ini, alangkah baiknya lagi, jika sang baginda juga
mengikuti keyakinan rakyatnya yang sebagian besar itu, sehingga dengan
begitu akan menambah kewibawaan sang baginda.

Sebaliknya bila sang baginda berada dalam sikap agama lamanya, maka
sikap demikian kiranya dapat dianggap tidak bijaksana. Menurut istilahnya
sekarang raja dianggap reaksioner tidak revolusioner lagi.

Sikap politik demikian justru akan merugikan kedudukan sang raja


sendiri. Sebaliknya Sabda Palon melihat gelagat pengaruh Sunan Kalijaga yang
besar demikian merasa khawatir, bahwa ia dan pengikut-pengikutnya akan
terdesak, apalagi kalau sang baginda benar-benar masuk Islam, maka Sabda
Palon akhirnya memilih jalan perpisahan, sebab sudah jelas terbayang
dihadapan Sabda Palon bahwa dalam tempo singkat rakyat Pulau Jawa ini akan
segera mengikuti jejak penguasanya yang sudah memasuki agama Rosul/Islam
itu, termasuk orang-orang yang masih nampak ragu-ragu sekalipun. Ini berarti
saat gulung tikarnya peranan Sabda Palon & Nayaginggong selaku penasehat
raja.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 124


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
Sebenarnya sang baginda sudah cukup bijaksana, ialah mengajak Sabda
Palon mengikuti jejaknya karena toh sang penguasa itu yang memegang
kebijaksaan terakhir sebagai imbalannya Sabda Palon tetap berada
disampingnya, dengan demikian, kedudukannya tidak hilang. Tetapi sang
penasehat itu rupanya punya keyakinan dan ide yang kuat dan tidak
menginginkan arus politik pada saat itu berubah dan mengarah jurusan lain,
sekalipun jurusan lain itu akan menempatkan kedudukan baginda makin kuat.

Akibat sikap sang penasehat ini, maka terjadilah perubahan politik di


Majapahit. Perubahan politik ini tidak diinginkan Sabda Palon dan penguasa-
penguasa daerah yang masih kuat berpegang kepada agama lamanya, maka
terjadilah pergolakkan dan penyerbuan ke ibukota Majapahit yang
mengakibatkan tewasnya baginda di keraton ”Sirna-ilang-kertaning-bumi”,
1400 Saka atau 1478 M. Pararaton menantiai dengan ”Sonya-nora-yoganing-
wong”, yang ketemunya angka tahun yang sama. Hanya bedanya dengan
Pararaton ialah apabila babad mengatakan penyerbuan itu dilakukan oleh
unsur-unsur Islam, Pararaton tidak menyebut-nyebut satu katapun.

Pendapat ini memperkuat penyelidikan para sarjana sejarah bahwa


sesungguhnya Majapahit hancur bukan karena perbuatan orang-orang Islam,
tetapi oleh unsur-unsur non-Islam itu, dan untuk menutupi kekalahannya itu,
mereka tidak segan-segan memfitnahnya. Dengan sikap dan perilaku sisa-sisa
penganut ajaran agama lama itu mereka mengira bahwa tahta Majapahit masih
bisa ditegakkan dengan falsafah lamanya. Mereka sia-sia dan bahkan Majapahit
setelah itu masih terasa sangat goyahnya. Terjadilah tarikan kearah sana dan
kemudian kembali kearah sini. Karena tidak heranlah kita bahwa sejarah yang
ditunjukkan dalam tahun-tahun 1478, 1486 dan terakhir1518 adalah gambaran
tarikan-tarikan pengaruh antara paham agama lama dan agama baru itu.

Tahun 1478 adalah tahun kemenangan Islam pada saat itu bisa diterima
sang Penguasanya, tetapi fakta itu membuat Sabda Palon dan penguasa-
penguasa daerah yang masih kuat menganut paham lamanya berusaha
menumbangkannya. Terjadilah penyerbuan Ke pusat ibukota Majapahit yang
berakhir dengan kewafatan sang baginda. Sejak itu Girindrawartiana (dari
Kediri) menduduki tahta Majapahit sebenarnya, tapi kemudian nampaknya
digeser lagi oleh kekuatan baru. Apakah kekuatan baru itu ada unsur-unsur
Islamnya?. Masih tanda tanya. Tetapi ketika terjadi pemberontakkan Ki Ageng
Kutu dari Wengker pada tahun 1482 M, Raja Majapahit pada saat itu
memerintahkan Batara Katong untuk menumpasnya dan berhasil baik berkat
bantuan Ki Ageng Mirah (Islam).

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 125


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
Batara Katong setelah berhasil melaporkan kepada Baginda bahwa ia
sekaligus masuk Islam, maka sang baginda pun menyatakan tidak
berkeberatan. Ucapnya ”Pancen agama Islam iku, luwih becik .... !”. Maka
diwisudalah Batara Katong jadi raja di Panaraga pada tahun 1482 M.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 126


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
BAB XV

AGAMA SEBAGAI

 Janji Sabda Palon : ”Ing mbinjing sang pungkur mami, yen wus prapta
kang wanci, jangkep gangsal atus tahun, awit ing dinten punika, kula
gantos agami, agama Budha kula sebar tanah Jawa!”.
 Mungkinkah hal itu? Ingatlah, dikala itu para demit akan menggoda
dengan senyuman-senyuman yang sinis!.
 Apakah obat penolak bahaya itu? ”Wasitane prakuna, yaiku Sahadat
kang Sejati”! apakah itu berarti mendalami Islam yang semurni-
murninya?.

Dalam artikel yll, telah sampailah kita kepada pembahasan liku-liku


tentang kematian sang Brawijaya alias Sang Baginda Kertabhumi dari
Majapahit. Ia meninggal dikeraton dari tangan pemberontak yang dipimpin
oleh Girindrawartiana dari Keling/Kediri sebelah timur laut. Rupa-rupanya
gerakkan Girindrawartiana itu berkat pembakaran emosi dari Sabda Palon
setelah ia mengundurkan diri dari istana Majapahit, kemudian bqrgabung
dengan raja Keling yang masih berpegang teguh kepada agama 13manya, maka
terjadilah perittlwa yang tragis itu. Bagaimana seterusnya?.

Dari data yang tetungkap dalam Babad Panaraga dan Prasasti Ngebel dapat
diketahui bahwa penguasa pusat Majapahit itu tidaklah anti Agama Islam. Oleh
sebab itu jika Solichin Salam dalam bukunya ”Sekitar Wali Sanga” hal.16
menuliskan bahwa penguasa Majapahit antara 1478-1498 M dipegang
Girindrawartiana, hal itu sangat kita ragukan. Bukankah menurut N.J. Krom
tahun 1486 terjadi penyerbuan lagi ke pusat ibukota Majapahit yang dilakukan
oleh unsur-unsur Hinduisme dari Keling (Girindrawartiana)?. Penyerbuan itu
jelas lewat Panaraga segala (lih. Babad Tanah Jawa), dan menyebabkan Batara
Katangpun tewas dalam penyerbuan itu, sehingga la berkuasa di Panaraga
hanya 4 tahun saja, yaitu dari tahun 1482-1486 M (lih.Prasasti Kematlan Batara
Katang di pesareannya di desa Setana Panaraga, 2 km ke timur dari pasar Legi
Panaraga).

Kalau pada tahun antara 1498-1518 di Majapahit memerintah seorang


raja bernama Prabu Udhara sebagai Brawijaya ke VII dengan pusat
pemerintahannya di Kediri, yang dikabarkan kalah perang dengan tentara

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 127


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
Demak, maka jelas penguasa pusat yang masih mengaku sebagai raja Majapahit
itu masih menganut agama lama, bukan Islam. Kesimpulan kita ialah bahwa
pada saat itu di Jawa Timur sudah ada 2 pool kekuasaan yakni yang satu
dengan ide agama yang baru sebagai pedoman/falsafah hidup bernegara dan
lain tetap berpegang pada ide lamanya. Kedua-duanya hidup bersaingan yang
berakhir dengan kekalahan paham lama.

Tetapi apakah setelah Kesultanan Demak berdiri selama 68 tahun (1481,


Geni-mati-siniraming-janmi, 1403 Saka hingga 1559 M), tidak ada usaha-usaha
tarikan kearah paham lain lagi? Tidak dipersoalan dahulu.

Sehubungan dengan gambaran sejarah diatas, kita perlu melihat arti


sindiran point 9 yll yang menyatakan bahwa setan brekasakan lalu
menampakkan diri menyeret segala manusia yang bisa diseretnya; ibaratnya
akan seperti garukannya sebuah bajak bergigi, yang selamat dari garukan
maluku itu hanyalah orang-orang yang berada disela-selanya gigi garu itu,
artinya meskipun selamat tetap tergencet. Siapa itu? Mereka yang tahu arti
”Sahadat Sejati”!.

Kejadian yang digambarkan itu nampak jelas. Ia menggambarkan situasi


pergolakkan antara faham lama dan baru dijaman Majapahit, tetapi apabila
keadaan itu juga nampak sekarang, karena dalam ramalan itu digambarkan
pula keadaan 500 tahun dari saat pertemuan segi tiga pada tahun 1478 atau dari
saat umpatan Sabda Palon itu dinyatakan dihadapan Sang Brawijaya dan Sunan
Kalijaga, maka wujudnya sakarang masih harus diraba terlebih dahulu. Bukan
untuk mencari perselisihan, tetapi untuk mendekatkan kepada pengertian
bersama menuju sikap sadar mapan.

Sikap sadar mapan itu berarti tahu menempatkan diri dalam posisi,
bagaimana kepercayaan agama masing-maasing itu ditempatkan sesuai dengan
aturan permainan yang baik seperti yang digariskan oleh Menag dalam SK-nya
No. 70 & 77 tahun 1978 akhir-akhir ini. Tidaklah berarti mereka sadar bila
dalam sikap bathinnya seperti yang dilukiskan point 5 diatas : ”Sinten tan
purun anganggea, yekti kula risak sami, sun sajek-ken putu kula, bagasakan
rupi-rupi, dereng lega kang ati, yen durung lebur atempur....”.

Kenapa mereka bersikap demikian? Seolah-olah mereka


menggantungkan diri perjuangan idenya seperti menurutkan bantuan kekuatan
dari para setan? Sikap bathin demikian mengandung rasa sentimen dan
emosional yang konfrontatif, yang tidak akan membawa keuntungan apapun
bagi dirinya maupun bagi negara, bahkan menimbulkan sikap curiga

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 128


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
mencurigai diantara manusia ditanah air ini. Dan sikap demikian belum menuju
sikap sadar mapan yang sesungguhnya sesuai dengan sikap kerohanian yang
suci bersih yang dicita-citakan, kecuali apabila sikap itu dititik-beratkan kepada
sikap politik yang tidak mengenal kebersihan hati.

Apabila tanda-tanda demikian sudah nampak, Sunan Kalijaga akhirnya


memberikan tinggalan wasiat kepada anak cucu yang hidup sekian ratus tahun
y.a.d. lagi itu. Apakah kata wasiat/nasehat itu?.

”Lamun mangke tetenger wus kaeksi ingkang prapti ing tanah Jawa,
manjing ing tengah rakyate, kinanthi anak putu, wujud brekasakan lan demit,
sun sebar kawruh nyata, agami satuhu, meruhna ing ma'ripat, agami budi
nenggih Islam kang sejati kinarya wisik Hyang Suksma”. (Apabila kelak tanda-
tanda itu sudah kelihatan, dan datang ditengah-tengah rakyat Pulau Jawa ini,
gejala demikian diikuti anak cucu pengikut Sabda Palon yang berwujud/watak
setan brekasakan dan demit, dikala itu akan disebarkan ilmu pengetahuan
agama yang sesungguhnya, agama itu mengajarkan kepada tataran ma'rifat
(sempurna) yakni agama yang mengandung ajaran budi luhur ya agama Islam
yang semurni-murninya, karena hal itu semua memang kehendak Allah SWT
YME) ( point 10).

Nampaknya Sunan Kalijaga setelah mengetahui bahwa agama Islam


akan diganti dengan agama Budi atau ilmu kaweruh nyata yang garisnya bukan
menganut prinsip agama Islam yang sesungguhnya, maka lalu diarahkan atau
ditumpangi pengertian bahwa agama Budi yang banyak mengandung ilmu
pengetahuan itu tak lain adalah agama Islam! Dalam sinyalemen diatas
memang nampak bahwa umat manusia seolah-olah akan diajak untuk
mengikuti ajaran kaweruh nyata yang dianggapnya benar dan dengan
demikian orang akan melihat inti hakiki ma’rifatnya agama Budi yang tidak
mengarah prinsip Islam itu, dan kesimpulannya konon ajaran itu adalah
gambaran agama Islam yang sejati. Apakah demikian arti kata yang tersurat
dan tersirat ini? Perlu kita lihat dahulu kalimat berikutnya :

”Papasthene nusa tekan janji, yen wus jangkep limang atus warsa, toan
kepetung Jaman Islame, musna bali maring sun, agami budi madeg sawiji, sapa
kang ngemohna, yekti nampa bendu, sang sayakna putuning wang, nedya
pratanda wastane linun demit gegila myang lelara” (Kepastian janjinya (janji
Sabda Palon), telah tiba, yaitu apabila sudah genap 500 tahun, tahun mana telah
terhitung jaman Islam, lenyap dan kembali kepada saya (pengikut-pengikut
Sabda Palon) agama Budi berdiri tegak mendireng pribadi, maka barang siapa
menolak pasti akan menerima kutukan, dan karena itu wasiatku, segerakanlah

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 129


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
cita-citamu itu anak cucu, dan buatlah pertanda sendiri, agar engkau terjaga
dari godaan ancaman setan demit yang bisa membikin gila dan penyakit itu” ....
point 11).

”Datang weweka tandon demit, aja sira samya angedirna, anedya


nglawan demite, yekti sira diguyu, pra demit ya putu mami, aja anantang yuda,
ngedirna ngelmu, myang srana marupa-rupa, kabeh mara tan pasah ing awak
demit balik nyabet mring sira”. .(Datanglah bahaya ribuan demit, dikala itu
anda jangan membanggakan bisa melawan demit-demit itu, niscaya anda akan
diperolok-olokan saja oleh mereka (anak cucu Sabda Palon), janganlah pula
anda menantang perang! Sambil membanggakan unggulan (dahulu), dengan
sarana/akal yang bermacam-macam, sebab semua yang datang menentangnya
akan terasa sia-sia seolah-olah akan membalik mengenai dirimu sendiri,... point
12).

TITIK KEMUNDURAN ISLAM!

Nasehat ini pada pokoknya memberikan peringatan/gambaran kepada


anak cucu agar pada saat janji Sabda Palon telah tiba waktunya yakni 500 tahun
dari pertemuan itu (1478 M), segala budi daya itu nampaknya akan percuma
saja, sebab mereka dalam posisi yang kuat. Dikala itu anak cucu yang masih
tetap mencintai agamanya (Islam), dinasehatkan agar bersabar sambil
mendalami terus ajaran-ajaran agama masing-masing itu sebab kalau toh
ditentangnya secara terbuka tidak berdaya sedikit pun, anda akan ditertawakan
saja layaknya, bahkan salah-salah taktik akan membalik kepada dirimu sendiri.
Dengan kata lain umat beragama supaya mengingat kata-kata mutiara ”Senjata
Makan Tuan” (Bumerang!).

Ini berarti bahwa kalangan umat beragama agar bersikap sabar, sambil
mawas diri, apakah umat beragama. sudah berjuang semaksirnal mungkin
untuk mempertihatkan kebagusan ajaran-ajaran agamanya itu, khususnya yang
beragama Islam?.

Disamping itu harus diingat pula bahwa bukankah situasi umat pada
saat ini dapat diibaratkan seperti buih yang besar tanpa bobot?. Kata sebuah
Hadist. Dan karena itu mudah dipecah belah/dikalahkan, sebab umat yang
besar itu nampaknya masih mempunyai banyak penyakit yang perlu
disembuhkan terlebih dahulu.

Penyakit itu ialah, Gila harta/pangkat dan takut mati. Kata Hadist itu
lebih lanjut. Ditengah-tengah situasi ini sebenarnya umat beragama Islam (yang

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 130


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
hendak ditaklukkan, tadi) banyak menerima ujian dari Allah SWTnya, apakah
iman seseorang yang beragama Islam itu benar-benar dapat dibanggakan
menurut garis yang kuat sebagaimana layaknya seorang muslim yang
mempunyai keyakinan iman yang kuat, atau imannya itu sekedar untuk
mencari pamrih dunia saja?. Seperti disindirkan saja bahwa ”Agamane wong
kalah karo banda” (Agama orang orang kalah dengan harta saja), jika demikian
halnya, maka senanglah para demit itu , dan karena itu para demit akan
mentertawakan anda sejadi-jadinya. Camkanlah nasehat Sunan Kalijaga yang
mengevaluasikan ramalan Sabda Palon.

MENOLAK BAHAYA DENGAN APA ?

”Jangkane nusa wus akeh wangsit wanaca ing jalma kang waskitha, ing
Primbon Jayabayane, janma tan panggah-pungguh, wineca sirnane sepalih,
dane ingkang maluya, perlu weruh, ibarat nulak bebaya, amung netepi
darmane urip, yekti wasitane pra kuno” (Menurut gambarannya Pulau Jawa
kini, sudahlah mulai banyak rahasia-rahasia hidup ini mulai terbaca oleh
cendikiawan, khususnya apa yang tersurat dalam ramalan Jayabaya yang
mengatakan bahwa kelak manusianya akan lenyap dan tinggal separuh saja.
Adapun yang merasa sehat pikirannya (tidak ikut tersesat) perlu mengetahui
cara-cara menolaknya marabahaya (yang ditimbulkan oleh anak cucu Sabda
Palon) itu, yakni dengan jalan selalu mengamalkan apa arti hidup ini yang
sesungguhnya itu, sesuai dengan wasiat para ahli kekunoan” .... point 13).

”Yaiku Sahadat kang sejati, ameruhi dununging Pangeran, katanger jiwa


ragane, lamun tan bisa weruh, takokna guru kang sejati, kang wus putus
kaweruhe, wikan manjing alus, bisa ngajal jroning gesang, wuninga marang
sangkan parane dumadi, perlu sira upaya” (Yaitu mendalami arti "Sahadat
Sejati”, dengan begitu anda mengetahui sifat-sifat Allah SWT yang sebenarnya
(meruhi dununging Pangeran), hal itu akan terbukti dalam perbuatan jiwa
raganya (sholat 5 waktu); tetapi bila dengan begitu toh tidak juga bisa
mengetahui hakikatnya, maka tanyakanlah kepada guru yang sejati, yakni yang
mempunyai ciri-ciri sempurna ilmunya, yang tahu dan bisa sembahyang
dengan cara khusu' yakni memasuki dunia halus (wikan manjing alus), bisa
mati didalam hidup (bisa ngajal jroning gesang), memahami filsafat ”Sangkan
Paraning Dumadi”, hal itu perlu anda cari” .... 14).

Agar anda bisa melihat apakah hakikat yang terkandung dalam hidup ini
?. ”Nyatakna yen sira wus wiwit, kabeh wasitane gurunira, meruhma ma’ripate,
manungsa urip iku, suket aneng wana petani, yen wus tekane masa, ginaruk

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 131


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
maluku, ingkang nlisip sela-nira iku jalma kang weruh Sahadat Sejati, wisiking
Hyang Suksma” (point 15). Apa artinya ini semua?.

”Buktikanlah bila anda sudah memulai semua ajaran-ajaran gurumu,


misalnya tentang ilmu ma'rifat, yang didalamnya mempelajari hakikat manusia
hidup ini yang diibaratkan seperti orang sakit didalam hutan/sawah petani,
apabila sudah saatnya (ginaruk maluku), maka yang bisa lolos dari garukannya
maluku (Bajak bergigi) itu hanya mereka yang berada
ditengah-tengahnya/disela-selanya gigi garu tadi. Itu berarti orang yang sudah
tahu dan memahami arti ilmu Sahadat yang benar, yang telah mendapatkan
Nur Illahi (Wisiking Hyang Suksma)”. I

”Menawi sira anyelayani, marang geguritanira gesang lamun abot


pinangkane, urip iku satuhu, nggawa sarengane Hyang Widhi, kurda nyidra
mring karsa, kersane Hyang Agung, marang geguritane gesang, gesang mbabar
sangkang parane dumadi, waskitha madyapada”...point 16). yang artinya :
”Apabila anda menyalahi terhadap kodratmu itu, hidup ini akan terasa
beratnya, sebab hidup yang benar mesti selalu dicoba (disaring) oleh kebenaran
ajaran Allah SWT, artinya ialah bahwa orang harus bisa menjauhkan diri dari
segala nafsu-nafsu rendah (korda nyidra mring karsa) yang dilarang Allah SWT
yaitu dengan jalan membuka pengertian hakikat ajaran ”Sangkan Paraning
Dumadi” tersebut, hasilnya ialah akan menjadi manusia yang bijaksana
ditengah-tengah masyarakatnya.
”Gegelare sahadat sejati, kersa lamun urip iku tinggal, tunggal kabeh
myang uripe, kabeh urip myang lampus, pratanda yen Agung Hyang Widhi,
kuwasa nganakna jagad, myang kuwasa ngukut, paranira kabeh sifat marang
sangkan parane dumadi, yeku sumber purwanira”. (Penjabaran hakikat ajaran
Sahadat Sejati itu, apabila orang suka meninggalkan keramaian dunia fana ini,
kemudian lalu memusatkan segala persoalan hidup ini untuk persiapan
matinya kelak (kabeh urip myang lampus), hal ini untuk membuktikan
kebesaran Allah SWT dan sebagai pertanda bahwa Allah SWT itu sungguh
berkuasa, kuasa mengadakan jagad juga kuasa menggulungnya, maka
pulangnya segala persoalan ini hanyalah kesadaran apabila manusia menyadari
dirinya sendiri yang kecil ini bahwa segala yang ada tentu ada yang
mengadakan yakni DIA yang adanya Esa dan menjadi sumber permulaan yang
ada ini semua”.... point 17).

”Mbabar gesang wujuding dumadi, nggelar wewaraning agama, warata


para umate, tumeka janjinipun, para umat ngungkuma agami, kang masih
ngrasuk agama, tan weruh kang satuhu, amung anggongeli srengat, agami tan
wuninga Ing ati, ngrusakke sang kawula”. (Menjabarkan arti hidup sebagai

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 132


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
wujudnya seorang mahluk berdasarkan hakikat ajaran agama tidaklah
gampang, meratakan pengertian kepada umatnya, sampai datang janjinya, tapi
kemudian mengapa mereka lalu banyak yang meninggalkan ajaran agamanya?.
Sementara itu yang masih memegang agamanya tidak mengetahui arti yang
sesungguhnya, karena semata-mata hanya berpegang pada hukum-hukum
sarengatnya belaka sehingga pengertian agamanya tidak sampai kepada
hatinya, maka gejala demikian hanya akan mengakibatkan kerusakan mental
masyarakat biasa .... point 18).

”Thathit kliweran ing nusa Jawi, pratandane ing wong nuduhna,


sampurnakna agamane, yeku agama Rasul, anyebarna Islam sejati, duk jaman
Brawijaya, ingsun datan purun, angrasuk agama Islam, marga ingsun uninga
agama niki, nlisip saking kang nyata”. (Kilat menyambar-nyambar di Pulau
Jawa, suatu pertanda yang bisa memberi petunjuk kepada manusia, agar
mereka menyempurnakan agamanya, yaitu agama Rosul (Islam), dan karena itu
sebarkanlah ajaran itu semurni-murninya, jangan sampai menyimpang dari
rilnya. Memang dijaman Brawijaya (abad 15), saya (Sabda Palon) tidak mau
memasuki agama Islam, karena dikala itu saya mengerti bahwa agama ini
belum berjalan selurus-lurusnya, masih menyimpang dari ril ajaran yang murni
benar .... point 19).

Sampai Disini nampaknya terjadi situasi pembalikan agama/kesadaran


agama. Pengikut-pengikut Sabda Palon menjadi sadar kembali kepada
agamanya yakni Islam. Diakui bahwa dijaman Brawijaya mereka (Sabda
Palon/gambaran diri penganut-penganut faham lama) tidak mau masuk agama
Islam mengikuti jejak sang Brawijaya, tapi kini (abad 20) rupa-rupanya sudah
tiba waktunya bahwa mereka harus pulang ke kandangnya yakni
merungkep/memeluk agama dengan setulus-tulusnya.

Jika kita teliti kalimat demi kalimat sejak point 13 - 19 ini, penulis
semacam melihat bayangan sejarah agama Islam ditanah air ini nampak adanya
gejala penyelewengan-penyelewengan tertentu yang menyebabkan orang-orang
yang meng-kiblat garis kepemimpinan Sabda Palon menjadi bimbang/tidak
puas, dan menjadi reaksioner dan juga menjadi sebab dan alasan Sabda Palon
sendiri tidak wau mengikuti jejak Sang Brawijaya untuk memasuki agama
Islam!.

Gejala ini mungkin seperti yang dijelaskan oleh Hooykaas sebagai


”ARAB JUDULNYA, PERSI-MUSLIM ISINYA, MELAYU BAHASANYA, DAN
SUSUN DIACEH” (C.Hooykaas Dalam ”Over Maeise Lkeratuur”, Leidan, Brill,
1947 hal. 166) yang mengkritik sehuah buku karangan berjudul ”Taj’us Salatin”

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 133


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
(oleh Imam Bukhari dalam tahun 1603) yang telah diubah kedalam sajak
berbahasa Jawa oleh pujangga besar Surakarta, Yasadipura I (1729-1803) yang
menurut Prof. Dr. Denya Lombad telah dipelajari oleh kalangan istana di Jawa
tengah untuk memahami pikiran-pikiran politik dalam Islam.

Apakah dengan pemahaman tentang Islam semacam gambaran diatas


orang lalu berprasangka bahwa ajaran itu kurang trep? Dan kini setelah
disempurnakan oleh para mubaligh di abad 20 ini orang makin menyadari
tentang kebenaran agama Islam itu? Mudah-mudahan. Memang sampai kini
pun kita masih melihat tanda-tanda bahwa isi ajaran agama Islam yang
dipraktekkan dipelosok tanah air ini semacam masih mencerminkan gambaran
persi-muslim, tetapi mukanya masih menampakkan Arabnya! Jadi belum
kelihatan wajah Islam yang murni. Kapan akan terjadi penyempumaan?.

Tetapi menurut kesan penulis selajutnya, kinilah waktu telah terjadinya


gerak penyempurnaan itu, sehingga sudah selayaknya mulai sekarang orang
sadar kepada agamanya. Apakah ini akibat banyaknya buku-buku bacaan
agama Islam yang bisa dibaca terjemahannya? Dan terutama setelah Al Qur’an
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, orang yang mula-mula tidak tahu
menjadi tahu, dan sadar bahwa agama Islam lebih sempurna dari pada agama
yang lain-lain, sehingga tidak selayaknya jika sampai kini masih tetap adanya
orang-orang, Islam yang statistik saja. Kalau jumlah mereka itu masih banyak,
maka kewajiban para da'i untuk menyebar luaskan dakwahnya dan tanggung
jawab para da'i sekarang memang meneruskan perjuangan para Wali dahulu,
yang rasanya belum sampai kepada titik final. Akan disambung Judul baru
”FALSAFAH KEJAWEN TENTANG SANGKAN PARANING DUMADI”!.

??????????????????????gambar????????????????????
PINTU GERBANG BALAM LOKASI SENDANG TIRTO KAMANDANU
DESA MENANG - PAGU - KENRI
JATIM

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 134


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
BAB XVI

RAMALAN JAYABAYA DAN


RANGGAWARSITA SUMBER
SEMANGAT PERJUANGAN BANGSA

Mengapa ramalan Jayabaya maupun Ranggawarsita begitu populer


dimata rakyat Indonesia, khususnya suku Jawa?. Terutama sejak jaman
penjajahan Belanda dan sesudah pendudukan Jepang sekitar tahun 1942-1945.

Karena kenyataan bahwa masa penjajahan itu menelorkan situasi yang


membuahkan kesengsaraan rakyat, mengakibatkan rakyat yang tertindas
mancari pelarian pengharapan datangnya juru selamat.

Di Kalangan penganut agama Nasrani sumber semangat mencari juru


selamat itu dengan mengharap-harap kedatangan Yesus Kristus yang konon
akan turun kembali ke dunia fana ini untuk menjadi hakim yang adil.

Di kalangan umat Islam seperti mengharapkan kedatangan Imam Mahdi


yang bersama Nabi Isa Al masih (Yesus Kristus) akan memerangi kaum Dajjal,
si kafir dan pembohong besar yang menyesatkan bangsa-bangsa seluruh dunia.
Kapan munculnya Imam Mahdi itu?. Menurut penelitian saya, Imam Mahdi
yang muncul di Arab Saudi tahun 1979 lalu bukanlah yang sebenarnya, karena
ada dalilnya yang banyak, baik yang terdapat di dalam Al Qur'an maupun
Hadist.

Jelasnya Imam Mahdi itu menurut pengamatan saya sudah muncul, tapi
jelas bukan yang muncul tempo hari melainkan suatu bangsa di timur tengah
yang berjuang karena Allah SWT semata, yang munculnya dari salah satu suku
bangsa Palestina yang hendak membebaskan bumi Palestina yang dikuasai
Dajjal Yahudi (alias Israel) sekarang ini Pejuang itu bersama kaum Muslim
lainnya pada suatu ketika bisa berhasil bahkan lalu dapat membentuk
pemerintahan sendiri selama 40 tahun, sehingga sinar dunia Islam waktu itu
memancarkan keseluruh dunia, baik dunia barat maupun dunia timur. ”Itu
akan terjadi setelah selesainya perang besar antara dua golongan pasukan
dalam medan perang yang luas sifatnya, sedangkan seruan keduanya satu
(sama nadanya)”, yakni ”Perdamaian”! (Shahih Muslim, Fachuruddin HS,
Penerbit Bulan Bintang Jakarta, 1978 hadist 372 hal. 240-241).

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 135


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
Perang besar antara dua golongan pasukan yang menggunakan
semboyan yang sama ”Perdamaian” itu menurut penelitian saya adalah perang
antara Blok Nato dan Blok Pakta Warsawa yang kini sudah saling berhadapan.
Kapan itu akan terjadi? Rasanya setelah rampungnya konsilidasi Dunia Islam
yang ditandai Peringatan Abad Kebangkitan Islam selama 5 tahun (1400-1405 H
atau 1980-1985 M nanti). Kriwikan perang besar di Timur Tengah itu sekarang
sudah bermula dengan timbulnya ”Perang Irak-Iran”. Lalu muncul lagi daerah
antara Syiria dan Yordania yang sumber sebabnya juga dibuat-dibuat oleh
kaum Dajjal yang sumber fitnah. Perang timur tengah begitu peka, mengingat
wilayah ini merupakan sumber energi yang sangat vital.

Kalau perang besar itu akan bermula tahun 1986 dan dalam perang itu
Nabi Isa (Yesus) lalu turun di Damaskus, disebelah timur Menara Putih disana,
maka turunnya Nabi Isa, itu tak lain akan mengejar Dajjal yang mulai dapat
meloloskan dirinya dari belenggu rantai besinya, selama ratusan tahun yll.
Munculnya Dajjal lewat Iran terus ke Irak dan Syiria menuju Yerusalem. Maka
gegerlah seluruh dunia. Dajjal yang dibelenggu dengan rantai besi ini kiranya
identik dengan peranan yang dibawakan oleh Uni Soviet sekarang ini.
Bukankah negara itu dikenal dunia pers sebagai ”Negeri di Balik Tirai Besi”?.
Kalau perang besar itu benar-benar muncul sekitar tahun 1986 (dan logis
menurut sifat lawan yakni AS, sejak Ronald Reagen terpilih menjadi Presiden
baru AS, politiknya sangat anti komunis dan kini konon sedang
mempersiapkan akan memperbesar produksi senjata nuklirnya), maka sejak
tahun itu kiranya saat munculnya dunia Islam mulai bersinar terang itu. Tentu
saja sesudah perang selesai. Tenggang waktunya sekitar 5 tahun yad ini kiranya
merupakan tahun konsolidasinya dunia Islam pula. Jadi sejak 1986-2026 M (40
Tahun) itu dunia benar-benar akan dibayangi oleh sinar gemilangnya dunia
Islam itu. Bukankah dalam perang besar itu Dajjal bisa dikalahkan oleh Nabi Isa
(Yesus) Siapa Nabi Isanya? inilah kiranya saat yang diramalkan pujangga
terkenal di Jawa R.Ng. Ranggawaisita kelak akan muncul situasi dimana rakyat
akan menemukan dunia sejahtera itu yang gambarannya dilukiskan sebagai
”Wong ngantuk nemu kethuk malmuh sak margi-margi jroning kethuk isi dinar
sak bokor”!. Ramalan ini kiranya sama dengan ramalan yang ada dalam Hadist
”Bakal datang masa dimana orang mengedarkan segumpal emas untuk
disedekahkan, tapi tak seorang pun yang mau menerimanya. Saat itu pula akan
terjadi dimana seorang laki-laki akan dilayani 40 wanita yang dilindunginya”
(Bukhari).

Perbandingan jumlah laki-laki 1:40 tadi kiranya sebagai akibat perang


besar itu, maka tak heraniah jadinya. Jadi saat sesudah 1986 nanti
menggambarkan situasi yang cerah, berbeda dengan ramalan Dr. Mahar

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 136


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
Mardjono di Harlan Kompas 9 Oktober 1980 yang sifatnya pesimistis yang
didasarkan akibat ledakan penduduk yang luar biasa tak dapat dicegah itu
sehingga terjadilah kiamat konon, 13-11-2026 M itu?. Apakah ramalan itu untuk
menjawab situasi bahwa usaha KB tak berhasil?. Situasi yad optimis tadi
rupanya seperti dikatakan dalam ramalan Jayabaya Selot-selot jaman teka,
besuk wolak-walike jaman teka, bala sirrolah rawuhe datan kanyana-nyana,
tumpes tapis wong kang pada mukir agama”. Di saat itu ”Gusti Allah bade
melehaken tiyang sak jagad” (Allah SWT akan memberikan bukti keadilan-Nya
terhadap manusia sedunia) begitulah kata penjelasan seorang ahli tafsir ramalan
Jayabaya.

Situasi pengadilan dunia nanti selanjutnya dilukiskan sebagai berikut :


”Wong nyilih mbalekake, wong utang bayar, utang jiwa nyaur jiwa, utang
wirang nyaur wirang. Wong curang, keplantrang, wong jahil drekikil, durjana
musna, pengkhianat dipangan laknat. Sing dosa rekasa, sing salah nemohi
susah”. (Orang berhutang mesti mengembalikan pinjamannya, hutang jiwa
balas jiwa, hutang malu membayar malu, orang yang curang akan keplantrang-
plantrang. Orang jahil terusir, penjahat musnah, pengkhianat dilaknat Allah
SWT, yang banyak dosanya bakal sengsara, yang salah pasti menemukan
susah).

Itulah jaman transisi yang bakal datang. Dalam ramalan Jayabaya hal itu
dilukiskan sebagai akan datangnya Ratu Adil yang dapat membebaskan rakyat
Indonesia dari segala penindasan dan kesengsaraan.

Yang masih memprihatinkan kita itu kini adalah situasi perang total
nanti. Al Maududi, ahli pikir Islam yang wafat 22-09-1979 yll manggambarkan
ketakutan dunia Barat dewasa ini dan bagaimana peranan Islam dimasa
mendatang, telah mengemukakan keterangan bersumber pada pendapat Sergel
Nauman, ex-anggota Lembaga Ketentaraan Amerika Serikat tentang perang
Dunia yad, katanya : ”Bahwa perang yad ini tidak melulu antara 2 kelompok
yang berperang saja, tapi merupakan kehancuran total, wanita dan anak-anak
tidak luput dari bahayanya, hal ini disebabkan karena para sarjana kimia telah
mencabut tugas peperangan dari tentara manusia dan menyerahkan kepada
benda-benda dari bahan kimia dan alat-alat perang yang tidak mempunyai roh
dan rasa serta tidak membedakan antara pihak yang berperang dengan yang
tidak (non battant). Sekarang ini, katanya lebih lanjut, ada dua kelompok yang
berperang bukan menunjukkan sasarannya pada medan dan benteng-benteng
tentara, tetapi peperangan berada ditengah-tengah kota dan desa, karena
sesungguhnya, kekuatan musuh yang pokok menurut teori modern, bukan

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 137


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
pada tentaranya tapi pada negaranya yang makmur, pasaran dagang dan
pabrik-pabrik industrinya.
Sekarang ini seluruh kota dan dilempari dengan bom dari atas yang
bakal meledak dari bahan-bahan pembakar, gas beracun dan bakteri yang
memusnahkan jumlah besar manusia”. (Buletin Dakwah no. 41, 1979). Dengan
judulnya ”Mencari Iman” buletin ini selanjutnya mengemukakan situasi dunia
barat kini, betapa masyarakat barat dewasa ini menghadapi kemajuan jaman
yang serba benda, tapi batinnya selalu diliputi keresahan, sehingga ketakutan
dunia barat itu nampaknya menuju kepada suatu titik kegelisahan batin bahkan
sampai kepada sikap batin yang tidak masuk akal, yaitu adanya pembunuhan
diri secara massal karena sudah bosan hidup mewah, katanya. Kesimpulan kita
ialah, alangkah dahsyatnya perang besar nanti apabila benar-benar meletus?.
yang menjadi titik kewaspadaan nasional kita ialah mungkinkah 5 yahun yad
itu benar-benar akan terjadi pereng besar itu? Nampaknya demikian. Tapi itu
cuma masa peralihan dari jaman gila ini menuju jaman baru yang insya Allah
gambaran kita berdasarkan Hadist Shahih dll, tadi benar adanya. Sikap batin
yang paling baik hanyalah mendekatkan diri kepada Allah SWT belaka sambil
memohon rahmatNya.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 138


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
BAB : XVII

ADA KERETA BERJALAN TANPAI KUDA


ADA PERAHU JUGA YANG BERJALAN DI UDARA?
SUNGAI HILANG KEDUNGNYA
PASAR HILANG KEMANDANGNYA

Sesuai dengan judul karangan ini, maka karya ini sebenarnya bukan hasil
tulisan raja Jayabaya, melainkan tafsir sandi terhadap ramalan raja Jayabaya
dari seorang, pujangga ahli tassawuf di Jawa yang sudah banyak dikenal
ramalan-ramalannya yakni R. Ng. Ranggawarsita, pujangga inilah yang
mengubah ramalan Jayabaya yang bersumber dari kitab Asrar (Sunan Giri ke-3)
dalam berbagai versi.

Sebenarnya kitab Asrar itu pertama-tama digubah olah Pangeran WIJIL


dari Kadilangu, Demak. Lalu disebut dengan Istilah lain, yakni ”Kitab Musarar”
berhubung Isinya banyak mengungkap rahasia sejarah masa lampau, dan yad.

Asrar sendiri berarti ringkasan sejarah, sedang Musarar (berasal dari


bahasa Arab, sirri = rahasia, hal-hal yang mengandung rahasia), karena
didalamnya sudah mengandung sinyalemen-sinyalemen jaman yang akan
datang.

Penyebutan Musarar itu dilakukan oleh pujangga-pujangga kemudian


terutama oleh Ng. Yasadipura (Nenek Ranggawarsita) yang menggantikan
kedudukan Pangeran WIJIL setelah wafatnya pada hari Senin Pon, 7 Maulud Be
Jam’iah 1672 Jawa = 1747 M ? (pada jaman Paku Buwana II), dan akhirnya
pujangga Ranggawarsita (1802-1873).

Bukti bahwa sindiran Jaman Jayabaya ini merupakan tafsir sandi


terhadap ramalan raja Jayabaya ialah menilik isi dan bahasanya. Isinya jelas
lain, cekak aos (singkat padat) dan disana sini mengambil juga kalimat-kalimat
singkat Yang terdapat dalam kitab ramalan raja Jayabaya (yang bersumber kitab
Asrar) itu. Bahasanya juga sudah bahasa Jawa baru, bukan bahasa sastra Jawa
tinggi, melainkan bahasa sindiran yang mudah dikenal rakyat. Nyatanya
hingga kini rakyat pedesaan mengenal/mengucapkan jenis ramalan ini sebagai
ramalan Jayabaya, meski penulisnya sendiri menyebutkan dengan judul
”Perlambang lan sindhen/ pasemon jaman Jayabaya”, sindiran jaman yang
dimaksud raja Jayabaya (1135-1157 M).

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 139


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
Bukti lain bahwa sindiran ini mungkin benar karya Ranggawarsita bisa
dilihat dari pasemon-pasemon karya pujangga itu lainnya yang mirip dan sama
semangatnya (ingat mbok randha kilangan kisa isine gula klapa, 20 point, serta
30 point lainnya yang bermula dengan sinyalemen ”Keong lurik saparan
paran”).

Bukti terakhir kalimat karangan ini dibait pertama yang menyatakan :


”Iku tanda yen tekane jaman Jayabaya” (itu adalah pertanda bila sudah sampai
jaman yang dimaksud raja Jayabaya). Jaman yang dimaksud Raja Jayabaya itu
adalah 7 abad kemudian dari saat hidupnya sang raja (abad ke-12.M), sehingga
menunjuk abad ke 19/20 kini. Disini akan dimulai adanya sebuah tanda fisik
yang disebut ”Kreta mlaku tanpa jaran” (kereta berjalan tanpa kuda) alias
”Mobil” (lihat gambar auto-bus dengan uap Bikinan Perancis pada 1907).

Juga disebut lagi adanya ”Prau mlaku ing duwur awang-awang” alias
kapal udara, (lihat gambar kapal terbang Bikinan sekitar tahun 1933 dll)

Jelaslah sudah bahwa Karangan yang dimaksud dalam artikel ini bukan
karya raja Jayabaya, melainkan tafsir sandi R.Ng. Ranggawarsita dan bukan
pujangga yang lain, yang tidak dikenal dalam kesusasteraan Jawa. Untuk itu
marilah segera kita mulai, dari permulaan sindiran dimaksud :

1. ”Besuk yen wis ana kreta mlaku tanpa jaran, tanah Jawa kalungan wesi,
prahu mlaku ing duwur awang-awang, kali Pang kedunge, pasar ilang
kumandange, iku tanda yen tekane jaman Jayabaya wis cedak”. (kelak
bila sudah ada kereta berjalan tanpa kuda, tanah Jawa berkalung besi,
perahu berjalan diatas udara, sungai hilang kedungnya, pasar hilang
kumandangnya, itu pertanda bahwa sudah dekat dengan jaman yang
diramalkan raja Jayabaya).

APA MAKSUDNYA ?

Kereta berjalan tanpa kuda itu jelas ialah mobil, truk, bus dll yang
munculnya diakhir abad ke 19 dan sampai penyempurnaan bentuknya hingga
kini, bahkan kini makin banyak saja adanya, pertama di Jepang kini sudah
mencapai apa yang disebut dalam istilah ekonomi ”Over produksi”. Anehnya
rakyat Indonesia kini masih belum banyak memilikinya, meskipun di Jepang
sendiri setiap orang petani sudah memiliki mobil dan semua peralatan modern
yang kita kenal sekarang. Ini bukti bahwa Indonesia masih melarat.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 140


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
Perahu berjalan diatas udara itu juga jelas, yaitu ”Kapal Terbang” yang
proses kemajuannya hingga kini sudah kita ketahui juga, bahkan ada pula kapal
terbang yang kecepatannya sudah 2 kali kecepatan suara, super sonic jumbo jet!
Bikinan Inggris yang suaranya bisa memecahkan kaca-kaca jendela rumah yang
berdekatan dengan Lapangan Udara. Kapal terbang jenis ini konon
produksinya masih terbatas, berhubung masih banyak diprotes oleh banyak
negara. Percobaannya pernah dilakukan antara London-Singapura tahun yang
lalu.

Sungai hilang kedungnya. Ini tentu saja akibat erosi, yakni karena
penebangan hutan-hutan yang menyebabkan, lumpur-lumpur gunung banyak
yang longsor ke bawah lalu dibawa arus air sungai. Akibatnya sungai-sungai
mengalami pendangkalan dan lenyaplah pusaran-pusaran sungai yang
berkedung yang dalam-dalam itu. Karena sungai mengalami pendangkalan,
maka jika terdapat hujan sedikit saja, mudah meluapkan air banjir yang
menggenangi kota-kota di dataran rendah, seperti Jakarta, Surabaya, dll.

Kumandang pasar sekarang ini memang tidak terdapat lagi. Kumandang


pasar itu konon menurut penuturan orang mulai hilang sejak tahun 1905. Yang
dimaksud kumandang pasar itu ialah gema suara orang gemrenggeng dipasar,
baik yang memancar ke sebelah timur, barat atau ke segala penjuru angin.

Suara itu bisa terdapat ditengah-tengah lapangan terbuka. Misalnya ada


seorang yang bersuara keras (mbengok, Jawa), maka kira-kira 100 meter dari
tempat suara keras itu lalu terdengar disana suara gema yang mengerikan
persis suara orang yang mbengok tadi yakni didalam detik berikutnya.
Misalnya suara keras ”Hore”,........ detik berikutnya lalu terdengar
suara..”Hore” pula, seolah-olah suara setan mengerikan. Gema ini waktu
penulis masih kecil, masih dapat kita buktikan. Misalnya lagi anak gembala sapi
membunyikan cemetinya jarak sekitar 100-200 meteran; Nah, gema suara ini
sekarang sudah lenyap tiada lagi Apakah sekarang ada ahli peneliti alam yang
bisa menemukan sebab musabab Hilangnya gema suara itu? Belum terdengar.

Perlambang lain bahwa tanah Jawa kalungan besi, yang dimaksud tak
lain ialah rel kereta api yang memanjang sejak ujung pulau Jawa disebelah utara
dan selatan hingga Banyuwangi-Jakarta.

Jelasnya, sejak di Jawa tengah kerets api dari Maos sampai Cilacap lalu
bersambung dari Kroya hingga Cirebon telah dibuatkan relnya, maka sejak itu
praktis tanah Jawa mulai dapat disebut kalungan wesi, yang dimaksudkan jelas
pembuatan rel kereta api tersebut. Mengenai sejarah perkembangan KA ini juga

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 141


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
dimulai dari sejak permulaan memakai sistem uap hingga munculnya kereta api
listrik dapat kita lihat, baik di Jakarta maupun Surabaya. Bahkan sekarang ini di
Jepang sedang disiapkan sebuah kereta api kilat yang kecepatannya perjam bisa
menempuh perjalanan sepanjang 250 km/jam. Bukan main. Kapan Indonesia
biasa melayani perjalanan KA secepat itu? Rasanya tidak mungkin, sekalipun
Repelita sudah berulang sampai 5 x sekalipun, meski Mayjen Ali Moertopo
pernah bilang dipermulaan tahun pelita pertama dahulu konon 25 tahun
mendatang, Republik ini sudah bisa menyamai Jepang. Tapi 25 tahun yang akan
datang itu Jepang kira-kira sudah melangit! Sedang di Indonesia meski Repelita
sudah 3 x berjalan, keadaannya masih serba rawan begini. Pendeknya asal
pejabat KA disini sudah bisa melayani masyarakat dengan apa adanya KA
sekarang saja sudah baiklah apabila servicenya mengenai air dan
keterlambatannya tidak usah terlalu berjam-jam.

2. ”Bumi saya suwe saya mengkeret, sekilan bumi dipajeki, jaran doyan
sambel, wong wadon nganggo pakaian lanang, iku tandane bakal nemoni
wolak walike jaman”. (Bumi makin lama makin menciut saja layaknya,
sejengkal bumi/tanah saja dipajeki, kuda makan sambel, kaum wanita
suka memakai pakaian lelaki. Itu pertanda kebalikan jaman sudah dekat).

MAKSUD DAN KOMENTAR

Bumi makin lama makin menciut itu kiranya akibat kemajuan teknik dan
perkembangan penduduk dewasa ini. Di tahun 1901 tiap km bumi Jawa ini
kurang lebih 300 orang saja. Tapi kini kira-kira sudah mencapai antara 3000-
4000 orang. Bahkan Prof. Dr. Mahar Mardjono rektor UI menurut kompas, 09-
10-1980 telah meramalkan perkembangan, penduduk ditanah air ini akan
mencapai 202% di tahun 2000-an (226 jt), dan bahkan beliau sampai meramal
kiamat akan terjadi pada tanggal 13-11-2026 M. Ah, kok bisa-bisanya menyebut
tgl. dan tahunnya segala, sedangkan Tuhan sendiri sudah jelas mengatakan
dalam firman-firmanNya bahwa mengenai kapan terjadinya kiamat itu tak
seorang pun diberitahu, sampai Nabi Muhammad SAW sekalipun, kecuali
tanda-tandanya belaka.

Saya pun lalu menanggapi dalam artikel lain (mungkin dimuat sebelum
ini) bahwa antara tahun 1986 hingga 2026 itu justru kebalikkannya. Bukan
pesimistis melainkan optimis. Kemiskinan di negeri ini penyebabnya bukanlah
akibat ledakan penduduk seperti banyak pertimbangan kaum cendikiawan
mengatakan, melainkan akibat kebodohan sendiri, bahkan berdasarkan wasiat
Nabi masa sesudah perang besar yang akan terjadi nanti dunia masih akan
menyaksikan masa gilang gemilangnya cahaya Islam diseluruh dunia, sampai

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 142


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
dilukiskan ”Orang yang mau bersedekah dengan mengedarkan emasnya
kemana-mana tak ada orang yang mau menerimanya”. Hal ini kiranya sejajar
dengan ramalan pujangga Ranggawarsita yang mengatakan akan datang situasi
dimana ”Wong ngantuk nemu kethuk, malenuk sak margi-margi, jroning
kethuk isi dinar sak bokor”. Kejadian ini terjadi setelah terjadi ”Wolak waliking
jaman teka”. Bukankah tandanya kalau banyak wanita berpakaian lelaki? yang
kini sudah terjadi?!

Tanda-tanda selanjutnya menyatakan adanya sindiran ”Jaran doyan


sambel”, kuda suka makan sambal. Apakah ini harus kita terima menurut kata
yang tersurat itu? Tidak! itu hanya simbol/pasemon. Artinya dapat kita lihat
datanya. Ditahun 1916 di Medan, Singapura, Jakarta, dll, ada semacam dokar
yang ditarik oleh orang/manusia, tapi sebagian besar penariknya orang-orang
Cina. Nama dokar semacam itu disebut ”Angkong”, sekarang sudah diganti
”Becak” yang menjalankan juga manusia, tukang becak! Tukang becak yang
doyan sambal inilah yang dimaksudkan sindiran dimuka.

Di tahun 1916 itu konon sejak dari Medan, Binjai, Pangkalanbrandan,


Langsa sampai ke Kotaraja/Aceh masih ada angkong. Inilah yang disebut jaran
doyan sambel diatas. Lalu gejala lagi ”Wong wadon nganggo pakaian lanang,
perempuan senang berpakaian lelaki, juga sudah kita saksikan sekarang ini.
Dan kalau sudah nampak tanda-tanda semacam itu, berarti akan segera terjadi
”Kebalikkan jaman”!. Dalam serat Sabda Tama karya Ranggawarsita
disebutkan ”Rasane wus karasuk, kesuk klawan kala mangsanipun, kawisesa
kawasanira Hyang Widhi, cahyane wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor”
(rasanya sudah tibalah saatnya, terdesak oleh pergantian jamannya, diadili
sendiri kekuasaan yang tidak adil itu oleh Allah SWT sendiri, sinar pertolongan
Allah SWT itu datangnya sekonyong-konyong, laju lancar tak seorang pun
dapat menghalanginya.), kapan waktunya? terserah Allah SWT sendiri.

Untuk itu perlu diperhatikan lagi sindiran berikutnya, tentang peranan


janji, yang menurut ajaran agama Islam (surat Al Mu'minun ) merupakan kunci
suksesnya tujuan hidup manusia, baik yang bersifat pribadi maupun yang
bersifat kenegaraan/kemasyarakatan. Apa kata sindiran berikut ini?.

3. ”Akeh janji ora ditetepi, akeh wong wani nglanggar sumpahe dewe”.
(Banyak orang, melanggar janji, banyak orang berani melanggar
sumpahnya sendiri pula).

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 143


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
MAKSUD DAN KOMENTAR

Janji itu memang kuncinya sukses, makanya kita pun harus bisa
menetapinya, sebab kalau tak bisa pasti akan membuat kacau balaunya
hubungan muamalah antara sesama, sehingga tak heran kita bila Nabi
Muhammad SAW berwasiat; ”Ada dua perbuatan yang paling ringan dan yang
paling berat”, kata Nabi kepada para sahabat, lalu tanya seorang sahabat :
”Perbuatan apa yang paling ringan dan berat itu, ya Nabi ?” dijawabnya : ”Yang
paling ringan adalah mengucapkan kalimat sahadat! Sedang yang paling berat
adalah mengucapkan janji atau amanat”.

Meskipun mengucap sahadat itu adalah perbuatan yang paling ringan,


namun kalau hatinya memang belum terbuka ya berat juga rasanya. Sebaliknya
janji, meskipun kelihatannya ringan tapi biasanya berat juga dilaksanakan,
kalau janji itu didasari rasa ikhlas dan perhitungan yang baik dengan mencari
dasar keridhoan Allah SWT. Didalam sejarah negeri kita ini juga ada janji-janji
dari pihak kolonialis, baik Jepang maupun Belanda.

Ketika terjadi pemberontakan di Jember, 1916 Pak Cokroaminoto pernah


dipanggil Gubernur Jenderal Mr. Y.P. Graaf van Limburg Stirum yang
memberitahukan bahwa seandainya dijaman perang Dunia I ini disini tidak ada
pemberontakan, sesudah perang nanti Indonesia akan diberi kemerdekaan,
katanya. Pak Cakra percaya, setelah perang dunia I selesai Jenderal Stirum pada
tahun 1921 diganti Mr. Dirk Fok. Singkatnya, Pak Cokro lalu nagih janji
kemerdekaan kepada penggantinya. Jendral Fok jawabnya gampang saja : ”Ya
saya tidak mengerti soal itu, sekarang yang berkuasa di tanah Jawa saya. Kalau
nagih ya nagihlah kepada Limburg Stirum”. Nah begitu cara Belanda main silat
lidah. Janji semacam itu juga mirip Jepang ketika masa perang dunia II, Jepang
pula plintat plintut. Sehubungan dengan itu pun kita menyaksikan pula gejala
lain, ”Akeh wong wani nglanggar sumpahe dewe”, banyak orang melanggar
sumpah sendiri, sekarang ini setiap hidung nampaknya punya watak demikian,
sekalipun itu sarjana dan bekas pejabat, seperti contoh ketika terbongkarnya
manipulasi Bank Pembangunan Daerah DI. Yogyakarta baru-baru ini. Ada
seorang eks pejabat pemerintah daerah yang terlibat manipulasi itu, berani
mengeluarkan ”Sumpah Palsu”!

Saya khawatir, nanti jangan-jangan banyak juga contoh dinegeri ini.


Kalau sinyalemen ini benar, wah ngalamat. Tapi melalui karangan ini, saya
selaku warga negara biasa dan rakyat biasa juga, menganjurkan kepada siapa
saja, berbuatlah satunya kata dengan perbuatan, seperti anjuran permulaan
orde baru ditahun 1966 yll, supaya rakyat ini tidak cemas!.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 144


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
BAB : XVIII

HUKUM ALIAH DITENDANG,


MANUSIA GILA HARTA

Sindiran Jayabaya menurut olahan R. Ng. Ranggawarsita sebenarnya


terdiri dari 54 point, dan yang sudah kita analisa baru 3 point. Namun
sebelumnya marilah kita ingat lagi salah satu pesan dari Ki Ranggawarsita
dalam Serat KalaTidha yang sudah dinyatakan : ”Hujaring panitisastra, kang
wewarah sung pepeling, inq jaman keneng musibah, wong ambeg jatmika
konthit, mengkono yen niteni, pedah apa amituhu, pawarta lalawora, malah
anggeranta ati, angur baya angiket caritaneng kuno”. (Menurut tutur kata para
cendikiawan, dijaman penuh musibah ini, banyaklah orang berjiwa kesatria
malah terpojok : begitu pula bila kita selidiki gejalanya. Lalu buat apa menurut
berita isu-isu ngaya wara hanya menyakitkan hati? Lebih baik melihat-lihat
ceritera kuno-kuno saja). Bukankah disini banyak nasehat-nasehat baik untuk
mawas diri dan memperbaiki sikap-sikap yang salah? Begitulah kata saya.

Dalam point selanjutnva sindiran jaman penuh marabahaya ini dapat


kita tuturkan dibawah ini (sindiran ke-4).

”Manungsa pada seneng nyalah, ora ngindahake Hukum Allah. Barang


jahat diangkat-angkat, barang suci dibenci”. (Manusia sekarang selalu senang
kepada hal-hal yang salah, tidak mengindahkan Hukum Allah! Barang jahat
malah diangkat-angkat, barang baik (bersih) malah dibenci).

APA DAN MENGAPA ?

Kalau diteliti sentuhan-sentuhannya sindiran/nasehat ini, rasanya sangat


luas jangkauannya. Tapi kita akan singkat saja penjelasannya/uRajannya.
Perlambang diatas menunjukkan kelakuan manusia jaman sekarang, yang
sebagian besar memang begitulah, lebih suka barang-barang/hal-hal yang sesat
dan menyesatkan ketimbang yang lurus menurut ajaran agama (Hukum Allah).
itu semua akibat dilatar-belakangi sifat-sifat angkara murka, maka saking
besamya watak serakah itu orang lantas lupa daratan, melik ngendong lali, kata
peri bahasa Jawa. Akibatnya jelas melanggar hukum Allah SWT pun jadi.

Barang atau hal-hal yang menuju kejahatan malah dilangkah/dicari-cari.


Bahkan setiap kesempatan selalu dicari jalan reka-rekanya (teorinya untuk
mencapai barang bathil tadi. Maka muncullah teori-teori kejahatan yang hebat-

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 145


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
hebat meniru teknik-teknik kejahatan yang terdapat dalam film-film barat,
akibatnya pihak pemerintah selalu prihatin, bagaimana ya caranya
memberantas? Munculah terakhir gerakan Sapu Jagad. Karena selama ini
kiranya masih banyak senjata-senjata resmi maupun gelap yang masih
digunakan/disewakan orang untuk keperluan kejahatan. Sebentar nampaknya
dapat dikumpulkan ribuan senjata api (52.000 pucuk) dan kelihatan mereda
beberapa saat. Tapi tak lama kemudian toh masih ada saja kejahatan yang
mempergunakan senjata api?, Meskipun tebakan kita benar, yakni kajahatan
akan hilang, namun masih ada oknum-oknum tertentu yang tidak mau
menyerahkan senjatanya itu. Jelas, mereka pasti memang berniat untuk selalu
mengotaki atau merencanakan teori-teori kejahatannya, kapanpun jadi, apabila
teorinya aman untuk dijalankan. Akibatnya selanjutnya masih terasa juga,
situasi nekad mbrekat, yang ngedan berdandan, yang ngerti mangan ati...
begjane sing jujur. Meskipun harus mau menerima resiko hancur!. Ini penyakit.
Orang-orang yang mempunyai kori-kori kejahatan ini memang tidak senang
kepada barang yang suci yang memang diajarkan oleh hukum-hukum agama
Allah SWT. Selanjutnya? ”Akeh manungsa mung ngutamakake duwit, lali
kamanungsane lali kebecikan, lali sanak lali kadang”. (banyak manusia hanya
mengutamakan uang, lupa peri kemanusian, lupa kepada kebajikan, lupa sanak
lupa saudara/keluarga) (sindiran ke-5).

APA DAN MENGAPA?

Komentar dan uRajan saya sebagai berikut. Bukankah setelah jaman


penuh harta kini ditanah air tetap masih terus merajalela watak-watak yang
materialistis itu? Aji mumpung justru merajalela. Ukuran segalanya adalah
”Uang” sampai ada ucapan orang ”Ada uang abang disayang, tak ada uang
abang ditendang”, ini berarti tanpa uang orang akan sia-sia saja. Malah terdapat
juga gejala, buat senak famili yang kaya raya diagung-agungkan dan diakui
sanak, tapi yang melarat? Walaupun masih ada hubungan dekat
kekeluargaannya tidaklah diakui sebagai keluarga sendiri. Suatu ketika
terjadilah keadaan seorang ibu dari desa yang melarat, datang kekota mencari
anak yang sudah berpangkat. Kepada seorang tamu yang menanyakan
hubungan kekeluargaannya lalu dikatakan ”Oh itu rewang atau babu yang baik
yang merawat saya sejak kecil dulu, makanya saya anggap bebas saja disini”.
Begitulah kira-kira cara mengalihkan kesan. Tindakan semacam ini pun
menyalahi hukum agama juga. Bukankah sudah banyak orang mengerti bahwa
orang tua itu sendiri itu ibarat Allah yang kelihatan? Maafkan pengumpaman
orang Jawa yang kelewat batas ini. Yang sebenarnya adalah pengertian bahwa
orang tua itu wajib dihormati setelah sikap taqwa kita terhadap Allah SWT.
Anak yang masih mempunyai watak demikian lebih terkenal dengan sebutan

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 146


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
”Anak durhaka”. Masih banyak sikap-sikap yang tidak terpuji lagi, seperti
dinyatakan dalam sindiran ke 6 berikut ini :

”Akeh bapak lali anak, akeh anak wani nglawan ibu nantang bapak,
sedulur pada cidra, keluarga pada curiga mencurigai, kanca dadi mungsuh,
akeh manungsa lali asale”. (banyak seorang bapak lupa kepada anaknya,
banyak anak berani melawan ibunya serta menantang ayahnya. Sanak saudara,
pada saling fitnah memfitnah sehingga timbul keluarga saling curiga
mencurigai malahan banyak terjadi kawan menjadi lawan dan akhirnya banyak
pula orang yang lupa asal usulnya/sejarah permulaannya).

MENGAPA?

Sindiran dimuka bila kita ambilkan dari dalil-dalil ajaran Islam akan
sangat kelihatan sekali sebab musababnya, yang tak lain dan tak bukan sebagai
refleksi pimpinan atau perbuatan orang tua mereka. Ini akan kelihatan sekali
jika kita bandingkan kelakuan anak-anak desa yang jarang kita melihat
kenakalan mereka, sampai mereka berani melawan ibu dan bapaknya.

Itu semua jika kita pulangkan sebabnya pasti akibat pengaruh ”Uang”
yang ciri kebudayaan kota memang sangat dipengaruhi kebudayaan barat yang
materialistis itu. Kenakalan-kenakatan remaja kota yang banyak diulas koran-
koran dewasa ini obatnya hanyalah kembali kepada nasehat Allah SWT dan
Nabi akhir jaman, yang bila anda mau mempelajari (tak usah yang berbahasa
Arabnya, melainkan yang terjemahannya saja), pasti anda akan bisa melihat
komplitnya pedoman-pedoman hidup praktis tanpa mencari-cari teori sendiri
yang belum tentu berhasil manakala tanpa landasan idiil kepada Illahi.
Dibawah ini dalil-dalil mawas diri mencari sebab dan penanggulangannya
tentang gejala kenakalan remaja dewasa ini yang kelihatannya sudah terjangkau
dalam sindiran jaman Jayabaya ini.

Sabda Nabi Muhammad SAW : ”Setiap anak yang dilahirkan adalah


dengan fitrahnya (bersih dan suci), maka orang tua-nyalah (yang bertanggung
jawab) atas ke-Yahudiannya, ke-Nasraniannya, atau ke-Manusiannya”.
(Rahwaahut Thabrani) selanjutnya :

”Ajarilah anak-anakmu sekalian menulis; (dan membaca), serta berolah


raga” (seperti berenang, memanah dll) (Hadist riwayat Ibnu Abbas dan Ad
Dailami).

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 147


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
”Kamu semua adalah pemimpin dan setiap pemimpin harus
bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya, Imam (Kepala negara) adalah
pemimpin dan harus bertanggung jawab terhadap rakyat! Laki-laki adalah
pemimpin dan harus bertanggungjawab terhadap keluarganya; wanita adalah
(juga) pemimpin dalam rumah tangga suaminya dan harus bertanggung jawah
terhadap rumah tangganya (Hadist Bukhari dari Abdullah bin Umar).

Nah tanpa komentarpun kiranya anda sudah bisa menyerap pengertian


hakikatnya untuk mengatasi kenakalan remaja dan atau anak-anak muda
dewasa ini.

Satu hal yang sekarang ini sangat menonjol sifat negatifnya karena
remaja yakni kurang memiliki rasa sopan santun terhadap orang tuanya
maupun sesama, misalnya berjalan ngegleng didepan orang tua yang manapun
acuh tak acuh, membantah nasehat orang tua sambil mengejak ”Ah itu kuno”,
katanya. Gayanya sini, dangkal dan sok pintar.

Belum lagi kita melihat gejala ”Akeh wong lali asale”, banyak orang lupa
sejarah asal muasalnya ia bisa ini dan itu. Siapa yang mengorbitkan anda
dahulu menjadi berpangkat ini? Kenapa sekarang anda kelihatannya memusuhi
orang yang berjasa kepada anda dahulu? Setidaknya menunjukkan rasa hormat
anda? Ini adalah contoh saja yang sifatnya umum!. Maka tak heran sampai
terjadi situasi ”Kanca dadi mungsuh”, kawan menjadi lawan! Tanpa menyadari
bahwa sikap yang berubah itu sebenarnya akibat tergelincir kepada pengaruh
”Dajjal” (pembohong ulung) yang mengembara didunia yang pekerjaannya
tukang menyesatkan manusia ke jalan kebathilan itu.

Makanya dalam sindiran ke-4 dimuka lalu disindirkan oleh sang


pujangga sebagai ”Banyak orang menyalah/menyesat, banyak orang tidak
mengindahkan/menendang Hukum Allah SWT, maka lihat saja akibatnya
kelak! Tuhan akan membuktikan nash-Nya dengan kejadian ”Wolak waliking
jaman teka...” nanti.

Contoh terdekat sudah kita maklumi ketika tahun 1966 yakni peristiwa
jatuhnya orde lama, munculnya orde baru! Apakah sesudah itu dunia lalu
mandeg greg? Tidak! Dunia masih akan berputar untuk mencari mana diantara
manusia yang sungguh beriman, dan mana yang berdusta. Sampai hari kiamat
datang! Cakra Manggilingan itu akan berjalan terus untuk menuju situasi yang
adil dan makmur yang lurus sesuai dengan pedoman-pedoman agamanya
masing-masing dan bagi bangsa Indonesia tentunya dengan landasan UUD'45

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 148


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
dan Pancasila tanpa dikecapkan. Akhirnya kita melangkah lagi kepada sindiran
7.

”UKUMAN RATU ORA ADIL, AKEH PANGKAT JAHAT LAN JAIL!


AKEH KELAKUAN SING GANJIL, WONG APIK-APIK PADA KEPENCIL”.
(Terjemahannya : Kebijaksanaan penguasa tidak adil, banyak orang berpangkat
berhati jahat, banyak pula kelakuan-kelakuan yang refleksinya ganjil, sehingga
banyak orang berjiwa ksatria menjadi terpencil).

Sindiran ini sudah jelas, tidak perlu dikomentari, anda sudah pasti
mengerti dengan jelas. Dan Impact-nya memang luas sekali, sehingga kalau
dibeberkan khawatir akan menimbulkan salah faham. Saya sekedar
penyambung lidah suara pujangga abad ke 19 yll. Gejala selanjutnya terdapat
dalam point 8 yang nampaknya memberi contoh proses sejarah akibat
munculnya situasi ketidak-adilan tersebut. Apa, kata sindiran ke 8 ini?

”AKEH WONG NYAMBUT GAWE APIK-APIK PADA KRASA ISIN,


LUWIH UTAMA NGAPUSI. WEGAH NYAMBUT GAWE KEPENGIN URIP
MEWAH, NGUMBAR NAFSU ANGKARA MURKA, NGEDEKAKE
DURAKA”. (terjemahannya : terjadilah situasi dimana banyak orang yang
bekerja baik-baik terpaksa malu, karena orang memandang perbuatan menipu
itu dianggapnya sebagai yang utama. Mereka enggan bekerja keras tapi ingin
hidup mewah! Lalu mengumbar hawa nafsunya, yang hakikatnya hanya akan
memperbesar watak dustanya.)

Nah, apabila watak-watak yang disindirkan dimuka adalah merupakan


perbuatan si orang tua jaman sekarang, maka akibatnya pasti menurun kepada
anak-anaknya. Maka muncul pulalah gejala kenakalan remaja yang kita
saksikan, seperti akhir-akhir ini membuktikan sindiran diatas, betapa kenakalan
remaja akhirnya menjurus kepada perkelahian massal sampai kepada
pengrusakkan gedung milik negara, sudah merupakan pelanggaran hukum. ...!

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 149


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
BAB : XIX

DEKADENSI MORAL AKIBAT


SALAH JALAN

Pernah di kemukakan dalam sindiran Jaman Jayabaya terdahulu gejala


”Hukum Allah ditendang, manusia gila harta”, maka akibatnya? Dekadensi
moral tambah merajalela. Tanda-tanda selanjutnya dapat diikuti dalam
sinyalemen ke-9 berikut, ini : ”Wong bener tenger-tenger, wong salah bungah-
bungah, wong apik ditampik-tampik, wong jahat munggah pangkat”. (orang-
orang yang merasa berbuat benar terpaksa diam mengusap dada, sebab yang
salah diberi hati akibatnya salah tambah senang gembira ria, melihat orang
yang baik-baik justru ditampik/ditolak (ingat masa dekat pemilu), apalagi kalau
melihat wong jahat malah naik pangkat). Maka ngelus dada itu sudah pasti.
Akibat selanjutnya. Lihat sindiran point ke 10 berikut.

”Wong agung kesinggung, wong ala kepuja”. (Para pembesar berjiwa


besar lalu merasa tersinggung, sebab banyak kejadian orang-orang berhati jahat
malah dipuja-puja).

Meskipun hal ini tidak beri komentar, anda sudah banyak mendengar
kejadian semacam itu. Ini bisa kita cek bila kita berwawancara dengan para
pembesar yang merasa tersinggung kebijaksanaannya. Juga
orang-orang/pemimpin rakyat yang sebenarnya berpengaruh malah disudutkan
dalam permainan politik negara. Gejalanya sifat umum menyebar dibanyak
negara.

Suatu pertanda belum adanya keadilan yang diidam-idamkan rakyat


banyak. Cita-cita negara kita ingin mencapai negara hukum yang adil dan
sejahtera, maka menjadi kewajiban kita semua untuk mengejar cita-cita
demikian. Caranya harus waspada terhadap ”Wong-wong kang pada kekudung
walulang macan”.

Apa artinya ini? Artinya banyak orang yang berkerudung atas nama
pemerintah, tetapi perbuatannya ini untuk kepentingan sempit
pribadinya/pribadi golongannya sendiri. Akibatnya tentu mengecewakan
rakyat! Tapi rakyat tak bisa berbuat apa-apa. Mungkin kalau kita berbicara
masalah ketatanegaraan, gejala demikian berlakunya sistem ”Negara
Kekuasaan” (Machtstaats) dan bukannya sistem ”Negara Hukum” (Rechtstaats)
yang menjadi tujuan negara kita secara murni. Mudah-mudahan orang-orang

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 150


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
yang kebetulan duduk ditempat-tempat sebagai pengambil keputusan negara
selalu bisa jembar imannya, sehingga kebijaksanaannya bisa
menembus/mengalahkan hati orang-orang yang berjiwa sesat/tidak benar tadi,
supaya cita-cita negara ini selalu didekatkan dengan rahmat Allah SWT yang
melimpah ruah.

AKIBAT SOS-BUD BAGAIMANA ?

Apabila keadaan pemerintahannya masih belum bisa stabil dalam arti


yang sebenarnya, maka refleksinya masih dapat kita lihat dalam
masyarakatnya. Berikut ini adalah sindiran ke-11 yang perlu kita atasi.

”Wong wadon ilang wirange, wong lanang ilaang prawirane”. (Banyak


kaum wanita hilang rasa malunya, sedang kaum prianya hilang rasa
kesatrianya).

Gejala ini pun sangat memprihatinkan, bila benar-benar terjadi di negeri


kita. Bukankah gejala wanita yang kehilangan rasa malunya ini dapat lihat
adanya, banyak tumbuh pelacuran dewasa ini? Pelacuran itu macam-macam
bentuk dan variasinya. Nah. Misalnya perbuatan yang berbentuk menjadi
”Model foto” yang akan diambil gambar pornonya. Perlombaan ratu kecantikan
dengan menonjolkan pameran bagian-bagian tubuh yang vital untuk diukur-
ukur dan berpakaian ala bikini (pakaian mandi) yang begitu polos seolah-olah
kaum wanita ini sudah tidak perlu malu lagi bagian-bagian tubuhnya ditonton
orang banyak. Tontonan macam ini hanya akan mengundang dan merangsang
nafsu seks belaka. Ini belum bicara masalah night club dengan hostessnya.

Terhadap gejala kaum pria banyak kehilangan sikap kesatrianya-pun


rasanya hal ini berhubungan erat dengan sikap ”Kepahlawanan” yang
memudar. Sikap kepahlawanan yang memudar, ini tentu ada sebabnya.
Misalnya orang telah merasa kehilangan rasa setia kawannya. Leigt Star
Pancasila kita banyak disalah-artikan oleh orang-orang tertentu sehingga
banyak pendapat para pembesar yang masih berjiwa kesatria menasehatkan
"Janganlah Pancasila ini terlalu dikecapkan" akibatnya nanti pasti tawarlah
kesaktiannya kalau kesaktiannya menawar maka akan terjadi hal yang tidak
menguntungkan cita-cita Pancasila itu sendiri. Akibatnya seperti ibarat yang
pernah dikemukakan pujangga : ”Bokor bocor sapa sing nambal”?
(Bokor/wadah yang bagus lalu pecah, siapa yang bisa menambal?). Wah berabe
kalau sampai terjadi sindiran itu seperti apa yang kita analisa ini.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 151


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
Cara untuk menghindarkan bokor supaya tidak pecah, hanyalah
perbuatan-perbuatan suci dan terpuji! Bukan perbuatan negatif seperti serakah,
nekad mbrekat ngedan berdandan dst-nya. Penyakit itu obatnya hanyalah
”Agama” dan rasa iman yang ikhlas! Ini berarti menyingkirkan watak jahil
metakil, drengki, srehi, dil, dan kembali kepada watak Budi yang luhur seperti
yang dinasehatkan pujangga Ranggawarsita : ”Haywa sira banjur wedi, samar
nora kapanduman, elingnga marang kodrate, Pangeran luwih kuwasa, sapa
ngestokake dawuh, sayekti antuk nugraha”. (Jangan anda penuh rasa kuatir,
takut tak akan mendapatkan bagian. Allah SWT punya Kuasa! Barang siapa
tawakkal sungguh-sungguh pasti akan mendapatkan pahala yang besar).

”Nugrahanira Hyang Widhi, tan kena kinira-kira, marga sewu dalane,


yogya dan sabar darana, haywa kasesa-sesa, grusa-grusu narung binuh,
ngrusakke tanceping tekad”. (Pahala Allah SWT itu tidak bisa dikaya ngapa,
sebab seribu satu macam jalannya, untuk itu bersabarlah, jangan grusa-grusu
dan nunjang palang, itu hanya akan Merusakkan cita-cita luhurmu belaka).

Kita masih perlu memperhatikan gejala lagi seperti terdapat dalam


sindiran ke-12 berikut ini : ”Akeh wong lanang ora duwe bojo, akeh wong
wadon ora setya marang bojone. Akeh ibu pada ngedol anake, akeh wong
wadon ngedol awake, akeh wong pada ijol bojo”. (Banyak kaum lelaki tidak
punya istri, banyak kaum wanita tidak setia pada suami. Banyak ibu rumah
tangga menjual anaknya, serta banyak orang pada bertukar isteri.)

Gejala ini sudah banyak terjadi, anda kami persilahkan melihat kanan
kiri, tetangga sendiri. Bagaimana cara menanggulanginya? Kembali kepada
kesadaran beragama saja, tak ada jalan lain kecuali itu! Konsepsi manusia yang
ilmiah sekalipun tak akan berjalan bila tidak didasari rasa agama yang tulus
seperti telah dlanjurkan para pemimpin di jaman permulaan orba timbul
dahulu. Ini tidak berarti kita berdakwah lho, cuma mengingatkan cita-cita kita
sendiri sebagai negara ”Sosialis yang bersifat Religius”.

Kalau cita-cita ini sudah terwujud, maka gejala berikut ini (sindiran ke 13
& 14) pasti bisa hilang lenyap. Gejala apa itu?.

”Wong wadon nunggang jaran, wong lanang linggih dingklik” (13)


”Rondo sauwang loro, prawan saiga lima, duda pincang payu sangang uang”
(14) (Kaum wanita bisa naik kuda, sebaliknya kaum lelaki hanya duduk
dingklik, sementara itu janda tak berharga, bahkan perawanpun tak berharga,
sebaliknya duda pincang saja laku 9 uang).

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 152


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
Ini hanya ibarat arti hakikinya ialah situasi yang serba abnormal. Gejala
”Rondo sak uwang loro” memang belum kelihatan terjadi. Kata sak uang itu
dijaman penjajahan dahulu bernilai 8,5 sen.

”Prawan saiga lima” berarti saiga (saga). Saga itu jenis barang/buah
warnanya merah. Saiga beratnya kira-kira 0,25 (seperempat) gram. Di jaman
penjajahan, emas seperempat gram itu harganya Rp. 0,50 (lima puluh sen).

”Duda pincang payu sangang uwang”. Hitungan 9 uang itu = + 8.5 x 9 =


76.5 sen. Tapi jaman dahulu yang disebut 9 uang tersebut dibulatkan 75 sen.
Jadi kalau ada orang berjual beli dengan harga 9 uang hanya diberi 75 sent
sebab kalau 25 sen juga diganti dengan sebutan ”3 uang” (telung uang).

Nilai yang disebutkan diatas tentunya lain jika kita kurs dengan nilai
sekarang, sehingga kesimpulannya tak lain, semua itu hanya ibarat. Kejadian itu
tentu ada sebab-sebabnya. Dan tidak akan disorot dalam artikel ini selanjutnya
anda masih perlu melihat gejala lain lagi yang sifatnya serius, seolah-olah masih
menunjukkan gejala puncak yang bersifat abnormal. Lihatlah sindiran ke 15
berikut ini.

”Akeh wong ngedol ilmu, akeh wong ngaku-aku, njabane pituh jerone
dadu. Ngakune suci nanging palsu. Akeh bujuk akeh loyo!” (Banyak orang
menjual ilmu/konsepsi, banyak orang mengaku-aku, luarnya putih tapi
dalamnya ternyata berisi dadu. Mengaku suci/bersih tapi palsu. Banyak terjadi
bujuk rayu, akibatnya banyak orang lemas akibat tertipu).

Sindiran Ke 16 berbunyi :

”Akeh udan salah mangsa, akeh prawan tuwa, akeh randa nglairake
anak, akeh jabang bayi lahir nggoleki bapake” (Banyak hujan salah musim
(sudah kita buktikan). Banyak perawan tua (belum kawin) banyak janda
melahirkan anak, akibatnya banyak pula anak setelah besar lalu mencari
ayahnya).

Yang perlu kita jelaskan ialah ”Banyak hujan salah musim”. Menurut
hukum alam (Ilmu Bumi & Alam), perhitungan musim kemarau itu seharusnya
terjadi antara bulan April - Oktober, sedangkan musim penghujan terjadi antara
bulan Oktober-April. Tapi musim-musim sekarang ini tidaklah persis seperti
perhitungan ilmu bumi & alam tadi. Terkadang bulan Oktober yang seharusnya
sudah mulai banyak hujan, ternyata sampai bulan Nopember hanya terjadi 1-2
kali saja. Akibatnya musim hujan itu melongok ke bulan yang seharusnya

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 153


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
sudah mulai kemarau. Misalnya banyak terjadi di bulan Mei-Juni masih banyak
hujan turun, ini tentu akibat adanya kutukan Allah SWT terhadap manusia
yang tidak mengindahkan HUKUM ALLAH SWT seperti dinyatakan dalam
sindiran ke-14 yang lalu. Nah ternyata ini masih dipertegas lagi dalam sindiran
ke-17 berikut :

”Akeh wong nentang agama, pri kemanungsan saya ilang, omah suci
dibenci-benci, omah ala dipuja, wong wadon lacur ing ngendi-ngendi”. (Banyak
orang menentang agama, peri kemanusiaan makin hilang, rumah-rumah ibadah
dibenci, rumah-rumah jelek (mandi uap, apa) malah dipuja-puja, sebab sudah
banyak terjadi wanita yang telah melacurkan dirinya).

Inilah yang barang kali terjadi akibat adanya orang-orang tertentu


berusaha mensekulerkan cita-cita negara ini. Akibatnya lalu nampak gejala
seperti adanya usaha-usaha yang menjauhkan tatanan-tatanan agama dengan
tatanan pemerintahan, yang seharusnya saling mengisi (ingat pasal 29 UUD'45).
Tentu saja caranya sangat halus, sehalus sutera ungu. Gejala ini bila kita biarkan
hanya akan mendekatkan kutukan Allah SWT terhadap manusia-manusia yang
hidup dinegeri ini baik-baik secara wajar. Sekarang PKI sudah tiada, maka
usaha-usaha yang sifat mirip-mirip dengan ide-ide Komunis sudah selayaknya
dijauhkan juga. Usaha sekularisme kiranya identik dengan cita-cita PKI. Maka
waspadalah! Apalagi tadi disebutkan adanya gejala ”Peri kemanusiaan sudah
lenyap”, padahal salah satu sila Pancasila kita. Inilah yang sering dinasehatkan
para pembesar yang masih berjiwa Pancasilais sejati sebagai ”Janganlah
Pancasila itu sering dikecapkan!”.

Gejala ini sudah pernah dikatakan Dr. Rusian Abdulgani demikian,


"Pancasila itu adalah perpaduan antara ilmu dan religi. Maka bila ada orang
bicara selangit tentang Pancasila, sambil meletakkan otak di dengkulnya dan
menjauhkan diri dari rasa agama, maka orang tersebut adalah munafik”.
Nasehat agama hanyalah ”Waspadalah” Nasehat pujangga Ranggawarsita agar
”Waspadalah menghadapi jaman edan” (Serat Kala Tidha).

Makanya tidaklah kita heran jika sindiran ke-18 marJh menyebutkan :


”Akeh laknat akeh pengkhianat! Akeh anak mangan bapak, sedulur mangan
sedulur, kanca dadi mungsuh, guru disatru, tangga pada curiga mencurigai
kana kene angkara murka”. (Banyak kutukan Allah SWT akibat banyak
pengkhianat bangsa! Banyak anak memakan ayah, famili makan famili, kawan
jadi lawan, guru disatru/dijadikan lawan, tangga pada curiga mencurigai, itu
akibat disana sini banyak sifat-sifat angkara murka).

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 154


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
Akibat selanjutnya : ”Sing weruh kebubuhan, sing ora meruh ketutuh”
(19) artinya : ”Orang yang tahu liku-likunya malah dituduh, yang tidak tahu
malah menjadi tambal butuh”. Ini pasti akibat gejala berfikir yang over acting,
yang melampaui batas. Akibatnya hilanglah keadilan dan rasa kebenaran.
Apakah ini akibat adanya wong jahat diangka-angkat seperti sindiran dimuka?
Entah, yang jelas gejala demikian abnormal, akibat penyakit yang sedang
menjalar belum mau disembuhkan dan ajaran agama, sikapnya masih serba
munafik seperti dikatakan Pak Rusian Abdulgani.

Akhirnya kita perlu waspada dengan landasan pikiran prasangka baik


(Khusnudhon) bukan prasangka buruk (su'udhon) yang hanya mengakibatkan
perpecahan belaka. Bukankah tadi dikatakan? ”Bokor pecah sapa sing
nambal?”, yang dapat menambal hanya kita sendiri dengan berpikir
khusnudhon! Semua gejoiak masyarakat harus dilihat dari kacamata untuk
memperbaiki situasi, bukan distruktif! Perhatikan sindiran ke-20 berikut ini.

”Besuk yen wis ana peperangan teka, saka wetan, kulon, kidul lan elor.
Akeh wong becik saya sengsara, wong jahat saya seneng” (20) ”Wektu iku akeh
dandang diunekake kuntul, wong salah dianggap bener, pengkhianat saya
nikmat, durjana saya sampurna, wong jahat munggah pangkat wong lugu
keblenggu” (21). Apa ini puncak dari kedhaliman? Apa artinya semua ini?
Peperangan yang dimaksud kiranya apa yang dilukiskan Hadist Shahih Muslim
bakal terjadinya perang antara dua pasukan yang bersemboyan sama,
”Perdamaian” yakni antara Blok Nato & Blok Pakta Warsawa.

KEBALIKKAN JAMAN DATANG

Tanda-tanda kebalikan jaman itu sudah banyak diterangkan dimuka.


Dalam point ke 20 & 21 dinyatakan sebagai berikut : ”Kelak bila sudah ada
perang besar yang datang dari segala penjuru angin (Timur, Barat, Utara,
Selatan), banyak terjadi orang-orang/pemimpin-pemimpin berjiwa baik makin
sengsara, sebaliknya orang-orang jahat makin bergembira ria, diwaktu itu pula
banyak terjadi putih dikalahkan hitam, orang yang salah dianggap benar,
pengkhianat makin terasa nikmat durjana/penjahat makin menyempurnakan
teori kejahatannya, orang jahat malah naik pangkat, sebaliknya yang lugu/jujur
malah terbelenggu”.

Tanda-tanda tersebut kalau dipelajari menunjukkan situasi puncak


kesewenang-wenangan yang merajalela, baik yang terdapat dalam masyarakat
biasa maupun masyarakat luar biasa yang justru harus membina hidup tertib
itu malah tergelincir kearah sesat. Apakah hal ini akibat belum adanya

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 155


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
kesadaran hukum yang baik atau karena terlalu banyak dipengaruhi
pertimbangan-pertimbangan pribadi, sehingga faktor obyektif dilupakan?
Wallahu a'lam.

Tanda-tanda yang lain kebalikan jaman itu ditunjukkan bila terjadi


perang besar yang datang dari segala penjuru mata angin. Menurut penelitian
saya berdasarkan sumber-sumber otentik baik berdasar Al-Qur’an, Hadist
Shahih dan Injil serta ramalan Ranggawarsita/Jayabaya Pranitiwakya yang
diolah oleh pujangga ini, ”Maka Perang besar itu ialah perang antara dua
golongan pasukan dalam medan perang yang luas sifatnya, sedang seruan
keduanya satu (sama nada) yakni ”Perdamaian”! (Shahih Muslim, Frachrudin
HS, penerbit Bulan Bintang Jkt, 1978 hadist ke 372 hal.240-241).

Perang besar antara dua pasukan yang menggunakan semboyan sama,


”Perdamaian” itu jelas menunjukkan kepada kita ialah perang antara dua blok
kekuatan militer yang saling berhadapan kini yakni Blok Nato dan Pakta
Warsawa. Kedua blok raksasa ini selalu menunjukkan sikap-sikap
konsolidasinya menuju persiapan perang. Sikap politik Presiden terpilih AS,
Ronald Reagen yang anti komunis itu, jelas akan memperbanyak program
senjata-senjata nuklirnya untuk menghadapi keunggulan-keunggulan tertentu
peralatan senjatanya Soviet ini. Masa pemerintahan Ronald Reagen itu
berlangsung 4 tahun (1981-1984) apakah ini berarti selama masa itu ketegangan
dunia akan makin memuncak mencapai klimaks Perang Dunia ke-3?.

Tapi menurut gambaran berdasarkan ramalan Hadist Nabi Muhammad,


jaman sesudah perang besar yang berakhir dengan kekalahan Dajjal dari
Moskow itu dunia masih akan ditunjukkan masa gilang-gemilangnya dunia
Islam selama 40 tahun. Sesudah itu barulah dekat dengan apa yang dinamakah
kiamat kubro.

Situasi jaman keemasan itu tidak hanya terdapat dalam dunia Arab,
melainkan seluruh dunia, bahkan Nusantara akan merasakan jaman emas itu,
yang oleh Pujangga Ranggawarsita dilukiskan sebagai ”Wong ngantuk nemu
kethuk, malenuk sak margi-margi, jroning kethuk isi dinar sak bokor”.
Gambaran ini menurut Hadist dilukiskan sebagai : ”Bakal datang suatu masa,
dimana orang mengedarkan sedekah berupa segumpal emas tapi seorangpun
tak ada yang mau menerimanya, lain hainya kalau kemarin-kemarin” katanya.

Gambaran ini jelas berlawanan dengan gambaran-gambaran orang-orang


pintar pada umumnya dewasa ini, yang menggambarkan serba pesimistisnya
menghadapi jaman yang akan datang. Jika proses perkembangan pendudukan

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 156


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
kita tidak bisa dicegah. Bahkan Prof. Dr. Mahar Mardjono malah
menggambarkan akan terjadinya kiamat tahun 2026 M. Wallahum a'lam. Allah
SWT saja yang Maha Tahu tentang soal yang satu itu.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 157


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
BAB : XX

PERLAMBANG-PERLAMBANG LAIN SEBELUM


TERJADI KEBALIKAN JAMAN

Gambaran situasi jaman berikut ini masih menunjukkan jaman gila yang
penuh dekadensi moral, yang refleksinya berupa situasi kesewenang-wenangan
yang rupanya hanya bersifat menggiring kepada situasi puncak belaka menuju
situasi klimaks yaitu terjadinya kebalikkannya jaman tersebut. Kalau kita
mengerti bahwa akibat jaman kebalikkan nanti orang-orang yang berbuat
kurang senonoh akan dibalas oleh keadaan sesuai dengan perbuatannya, maka
seharusnyalah orang berusaha menghindarkan watak-watak negatif itu.

Perhatikanlah gejala, sama yang diperlihatkan dalam bentuk


perlambang-perlambang jaman kini. Antara lain : ”Sing curang garang, sing
jujur kojur, pedagang akeh sing keplanggrang, wong main akeh sing ndadi”.
(22). Artinya : ”yang curang menunjukkan tanda watak yang garang, sedangkan
yang jujur malah menunjukkan kojur. Para pedagang banyak yang terkena
pepalang/halangan, sedang orang-orang yang suka berjudi malah ndadi”.

Apakah situasi itu perlu diturut? Kilau kita ingin hidup selamat dan
bahagia, maka watak-watak sesat tadi perlu dijauhkan. Titik, tak ada komentar.

”Akeh barang kharam, akeh anak kharam, wong wadon nglamar wong
lanang, wong lanang ngasorake drajad”. (23) Artinya : ”Banyak barang haram,
banyak anak haram, orang perempuan malah melamar kaum pria, sebaliknya
kaum lelaki yang malah merendahkan derajat kelakiannya”.

Apakah ini akibat gejala yang sudah disebut dimuka dimana banyak
terjadi ”Wong wadon nunggang jaran, wong lanang linggih dingklik” (Kaum
perempuan mudah mendapatkan pekerjaan, sedang sebaliknya kaum lelaki).
Mungkinkah ini akibat banyaknya kesempatan-kesempatan kerja buat kaum
hawa? Kesempatan mana wujudnya tak lain berupa kesempatan-kesempatan
kerja jenis hiburan yang bermodal kecantikan akhirnya bisa mendapatkan
imbalan jasa yang tinggi. Akibatnya memang enak dilihat dari sudut luar, tetapi
dari sudut dalam, terpaksa mereka harus mengorbankan kehormatannya jelas
sudah banyak kita lihat dewasa ini, maka tak heran kita, jika pernah terjadi huru
hara di Jakarta, dimana massa banyak menunjukkan kemarahannya dengan
jalan merusak rumah-rumah pelesiran, seperti night club, dll. Wanita yang

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 158


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
bekerja di tempat-tempat hiburan malam itu kita kenal dijaman ini sebagai
”hosstess”! Tanda-tanda lainnya lagi :

”Akeh barang mlebu luang, akeh wong kaliren lan wuda” (24) artinya :
”Banyak barang masuk pegadaian, banyak menderita kelaparan (hongerudim)
serta banyak pula orang telanjang bulat”. Gejala telanjang bulat ini bukan
karena miskinnya, tapi karena lacurnya. Ini semua pengaruh kebudayaan kaum
hippies yang berdatangan kesini dengan dalih wisatawan.

”Wong tuku nglenik sing dodol, sing dodol akal akal” (25). Artinya :
”Pembeli menawar barang kelewat jlimet sedang penjual pun berusaha dengan
alasan apapun barangnya laku dengan keuntungan minimal yang diharapkan.

Gejala ini jika kita lihat dari sudut ”Hukum Permintaan dan Penawaran”
menunjukkan situasi pendapatan masyarakat yang kecil, tidak sepadan dengan
jerih payahnya. Kalau gejala ini terjadi di jaman pembangunan ini, rasanya
menunjukkan gejala ”Ketimpangan” yang perlu diatasi pemerintah.

Situasi ekonomi yang masih melarat disana sini ditunjukkan gejalanya


lagi sebagai berikut : ”Wong golek pangan kaya gabah di-interi, sing kebat
kliwat, sing telat sambat, sing gede kesasar, sing cilik kepleset! Sing anggak
ketungkak, sing wedi mati, sing nekat mbrekat, sing jirih ketindih! Sing ngawur
makmur, sing ngati-ati ngrintih!, sing ngedan keduman, sing waras gagas,
wong tani di taleni, wong dora ura-ura” (26) artinya : ”Orang mencari pangan
seperti gabah diinteri saja, yang tidak sabar pasti keliwatan, yang (gajinya).
terlambat pasti sambat, yang besar menunjukkan gejala tersesatnya, sedang
yang kecil terpeleset, yang sombong ketanggor, yang penakut malah tergilas,
yang ngawur malah makmur, yang hati-hati malah merintih! Yang gila bisa
berdandan, yang waras gigit jari! Kaum petani rasanya diikat erat. Yang penipu
bisa bernyanyi-nyanyi gembira”.

Bagaimanapun situasi tersebut adalah gambaran ekonomi yang belum


berhasil. Meskipun keadaan orang serba giat bekerja, namun hasilnya masih
sangat minim, buktinya? Bila segala yang diharapkan terlambat sedikit saja,
situasi orang masih menunjukkan kelabakannya. Sementara itu kaum tani
masih serba terikat oleh keadaan yang belum beres tadi. Akibatnya, serba susah
dan resah saja, sekalipun dalam gambaran kelihatan serba enak, tetapi
kenyataannya masih kebalikannya. Benarkah keadaan itu berlangsung jaman
ini? Bukan pemerintah yang bertanggung jawab, tapi rakyat!.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 159


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
Gambaran yang serba tragis tadi pasti harus kita cari sebab musababnya.
”Ratu ora netepi janji, musna kekuwasakane” (27). Artinya : ”Penguasa yang
tidak menepati janjinya, pasti akan mudah lenyap kekuasaannya”.

”Bupati dadi rakyat, wong cilik dadi priyayi, sing mendele dadi gede
sing jujur kojur” yang artinya : ”Sang Bupati (kalau sudah habis masa
jabatannya) kembali menjadi rakyat lagi. Sebaliknya yang mula-mula kecil saja
kedudukannya bisa menjadi pegawai priyayi besar. Sebaliknya yang besar tetap
bertahan jadi orang besar saja. Akibatnya yang jujur malah kojur. Tak perlu
dikomentari, banyak yang sudah di dimaklumi sekalian rakyat banyak yang
berfikir”.

”Akeh omah ing nduwur jaran, wong mangan wong, anak lali bapak,
wong tuwa lali tuwane” (29) artinya : ”Banyak rumah diatas kuda, orang
makan orang, anak lupa ayahnya, yang tua lupa tuanya”.

Rumah diatas kuda itu adalah gambaran becak dan penariknya.


Bukankah penarik becak itu tempat pengemudinya persis diatas atap becaknya?
Gambaran ini hanya untuk mempertegas kapan situasi abnormal tadi terjadi.

”Pedagang adol barange saya laris, bandane saya ludes, akeh wong mati
kaliren, ing sisihe pangan. Akeh wong nyekel bandaning urip sengsara” (30)
artinya : ”Penjual menjual barangnya habis-habis saja, tapi lama kelamaan
dalam perhitungan modalnya kok habis/ludes?. Banyak orang mati kelaparan,
tapi disampingnya banyak pangan, banyak pula orang yang
memegang/mempunyai harta benda berlimpah, malah sengsara (batinnya)”.

Gambaran ekonomi rakyat tadi jelas belum adanya jaminan ketentraman


hidup dan belum adanya keadilan sosial. Padahal itu yang menjadi tujuan
negara kita?! Kesimpulan kita ialah bahwa gambaran itu pertanda belum
mendapat berkah. Apa sebab? Karena orang mengingkari hukum Allah. Titik!.

”Sing edan bisa dandan, sing bengkong bisa nggalang gedong, wong
waras adil uripe nggrintih lan kepencil” (31) artinya : ”Yang gila bisa
berdandan, yang bengkok justru bisa membuat gedung magrong-magrong,
yang wajar pikirannya dan bertindak adil hidupnya malah merana dan
terpencil”.

Inilah yang lukisannya dalam serat Kala Tidha digambarkan sebagai :


”Amenangi jaman edan ewuhnya ing pambudi, melu edan ora tahan, yen tan
melu nglakoni, baya kaduman melik, kaliren wekasanipun, ndilallah kersane

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 160


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
Allah, begja begjane kang lali, luwih becik kang eling miwah waspada”.
(Mengalami jaman gila, ikut menggila tidak tahan, tapi kalau tak ikut-ikutan
tidak mendapatkan bagian, kelaparan akhirnya. Tapi sudah kehendak Allah
SWT kiranya, meski demikian kita harus ingat bahwa sebahagia-bahagianya
orang yang tergelincir sesat itu pasti masih bahagia mereka yang selalu ingat
kepada Tuhan nya dan waspada). Bukankah begitu?.

Mengapa orang yang berbuat baik dan adil malah terpencil? Ini tentu ada
sebab-sebabnya yang belum mau beres saja. Kapan beresnya? ”Yen wus ana
Wiku-Memuji-Ngesthi-Sawiji, sabuk lebu lir majenun, galibed tudang tuding
anacahken sakehing wong (Serat Sabda Jati). Kalau sudah ada para Wiku/Ulama
mendoa menuju cita-cita yang satu, maka segala pengikut bathil akhirnya akan
lenyap, mereka lalu seperti orang gila, galibed wira-wiri kesana kemari sambil
menghitung banyaknya orang”. Apakah itu pertanda pemilihan umum?
Anacahken sakehing wong identik dengan menghitung banyaknya orang alias
sensus dan hasilnya Pemilu. Mungkinkah setelah pemilu nanti situasinya akan
berubah? Mudah-mudahan. Saya tidak perlu menunjukkan tahun sandi diatas,
anda sudah mengerti, dan cobalah tambah 78 tahun akan menunjukkan Masehi
berapa?.

Tetapi tahun baru menunjukkan sirepnya/meredanya jaman Kala


Bendu/jaman edan. Sesudah itu baru berganti jaman Kala Suka/jaman senang,
ciri-cirinya, ”Wong cilik bisa gemuyu, nora kurang sandang bukti, sedyane
kabeh kelakon” (Rakyat kecil mulai bisa tersenyum, tidak kurang sandang
pangannya, segala cka-citanya rasanya mudah saja tercapai). Insya Allah, kalau
kita mau bertobat.

”Ana peperangan ing njero timbul, amargo para pangkat akeh sing pada
salah paham. Durjana saya ngambra-ambra, penjahat saya tambah, wong apik
saya sengsara”. (32). Artinya : ”Ada pemberontakan dalam negeri, karena para
pembesar banyak yang salah paham. Penjahat makin merajalela dan bertambah-
tambah, sementara itu orang-orang baik/ kesatria makin terpojok”.

Ini jelas gejala ketidak-adilan telah merajalela, maka akibatnya tak ada
lain ”pemberontakan” tadi. Maka marilah kita meningkatkan kewaspadaan
nasional kita. Karena penjahat itu bagaimanapun akan berusaha menumpangi
keadaan yang timbul tadi. Bukankah contoh aktual banyak kita lihat baru-baru
ini? Hanya karena soal sedikit saja mudahlah menyalakan api kerusuhan itu.
Sekali lagi marilah kita semua sadar dan bertindak adil & benar.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 161


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
”Akeh wong mati jajaran saka peperangan, kebingungan lan kobongan,
wong bener saya tenger-tanger, wong salah saya. bungah, akeh banda musna,
ora karuan parane, akeh wong lan drajat pada minggat ora karuwan sebabe”.
(33). Artinya : ”Banyak orang mati dalam peperangan/pemberontakan,
kebingunan dan kebakaran. Orang yang benar makin tenger-tenger (mengusap
dada) orang yang salah makin girang-girang. Banyak harta benda musnah tidak
karuan arahnya. Akhirnya terjadi pula orang-orang berpangkat banyak yang
minggat tidak karuan sebabnya”.

Gejala selanjutnya identik dengan sinyalemen-sinyalemen Serat Kala


Tidha yang menunjukkan jaman gila diatas sebagai berikut :

”Akeh barang kharam, akeh bocah kharam. Begjane sing lali, begjane
sing eling lan waspada”. (34). Artinya : ”Banyak barang-barang haram, serta
anak haram/jadah. Maka mujurlah bagi yang sesat, tapi juga mujurlah bagi yang
selalu ingat kepada Allah SWT.

Kesimpulannya adalah jangan turuti hawa nafsu, sekali-kali hal itu akan
membawa kemujuran harta benda yang haram tadi. Sebaliknya tingkatkan ingat
dan waspada terhadap keadaan abnormal tadi supaya selamat dunia dan
akhirat.

”Angkara murka saya ndadi, kana kene saya bingung, akeh wong sing
kebiluk melu curang, pedagang akeh alangane. Akeh buruh nantang juragan,
juragan dadi umpan”. (35). Artinya : ”Angkara murka makin merajalela, disana
sini makin bingung, banyak orang yang terjerumus ikut curang. Pengusaha
banyak halangannya. Banyak kaum buruh menentang majikan, sehingga
akibatnya pengusaha menjadi sasaran dan umpan gejolak massa”.

Gejala ini tentu akibat tidak berfungsinya organisasi buruh ditengah-


tengah situasi politik dan ekonomi yang belum mantap tadi. Ini salah satu
unsur kelemahan akibat adanya perubahan-perubahan struktur yang belum
trep dengan cita-cita pembangunan bangsa tentunya? Kewajiban kita untuk
memperbaiki keadaan, sebelum nasi menjadi bubur. Gejala negatif itu rasanya
masih ada saja. ”Sing swarane seru oleh pengaruh. Wong pinter diinger-inger
lan banjur malik tingal. Wong ala dipuja, wong ngerti mangan ati”. (36).
Artinya : ”Yang suaranya lantang mendapat pengaruh. Orang pinter keblinger
lalu grombyang malik tingal (munafik), sedang orang-orang berhati jahat malah
di sanjung-sanjung, akibatnya orang yang ngerti/bijaksana hanya makan hati
saja”.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 162


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
Gejala selanjutnya : ”Banda dari memala, pangkat dadi pemikat”
(37). Artinya : ”Harta kekayaan jadi penyakit, pangkat yang menjadi pengikat”.

Ini adalah gambaran masyarakat yang terlalu materialistis yang


berkembang biak akibat persilangan jalan antara kebudayaan Barat dan Timur
yang campur aduk, akhirnya menyesatkan bangsa. Masih adakah konsepsi idiil
yang lebih baik dan sempurna yang dapat mengatasi kemelut demikian?
Konsepsinya yang jelas sudah nampak sekarang ini yakni, ”Sosialisme Religius”

Hanya saja hingga sekarang ini belum tersusun rapi. Saya lalu teringat
Dr. H. Rusian Abdulgani ketika memberikan ceramah di UII Yogyakarta yang
mengatakan : ”Idiologi Islam dalam praktek pelaksanaan belum merupakan
suatu kesatuan monopolitis. Melainkan lebih Merupakan mozaik, dimana
nasionalisme dan kebudayaan bangsa masing-masing memberikan coraknya
tertentu kepada ideologi Islam.

Juga dalam pengembangan di bidang ketata-negaraan, sosial dan


ekonomi. ”Menurut Ruslan Abdulgani, kebangkitan Dunia Islam diharapkan
kepada berbagai tantangan yang memerlukan jawabannya. Dunia Islam harus
dapat memperkembangkan secara ilmiah dan praktis pokok ajaran ideologi
Islam ditengah-tengah negara dan masyarakatnya masing-masing. Sedangkan
masalah apakah susunan negaranya masing-masing itu harus berbentuk
Republik atau Monarki sipil, semi-terokrasi atau oreatorian, yaitu kombinasi
sistem pemerintahan militer dan sipil, kesemuanya itu nampaknya belum
dikonsensuskan secara universal ideologis-Islamiah”, demikian kata Dr. Ruslan
Abdulgani.

Komentar penulis, kalau hal ini sudah tersusun, maka kemungkinan


akan memudahkan pengisian cita-cita negara kita yang disebut ”Sosialisme
Religius” seperti berkali-kali dipidatokan Presiden Soeharto dalam berbagai
kesempatan. Ini berarti akan memperkaya khasanah citra Negara Pancasila kita
dengan UUD’45-nya. Dengan begitu akan lebih memberi bobot falsafah negara
Pancasila ini ditengah-tengah dunia yang sedang bergejolak tidak menentu
arahnya ini. Segala gejolak sosial yang nampak rawan tadi kiranya lalu dapat
diberantas.

”Sing sewenang-wenang rumangsa menang. Sing ngalah rumangsa


kabeh sarwa salah” (38). Artinya : ”Yang sewenang-wenang makin merasa
menang, sedang yang mengalah dianggap serba salah”. Padahal bukan begitu
sikap kita yang benar. Ini semua pasti akibat masih tipisnya rasa iman manusia-
manusia yang hidup dinegara ini. Perhatikan sinyalemen berikutnya :

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 163


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
”Ana bupati sing asor imane. Patihe kepala judi, wong sing atine suci
saya dibenci. Wong sing jahat lan pinter njilat saya oleh pangkat/drajat.
Pemerasan saya ndadra. Maling lungguh wetenge mblenduk”, (39). Artinya :
”Ada Bupati yang rendah sekali imannya, patihnya tukang judi, maka
akibatnya orang yang berhati bersih makin dibenci. Orang yang jahat dan pinter
berwatak penjilat makin diberi pangkat/derajat tinggi. Akibatnya pemerasan
merajalela, pencuri duduk di kursi, perutnya gendut-gendut”. Apa tumon?
Silahkan mawas diri lagi dengan melihat gejala berikutnya :

“Maling wani nantang sing duwe omah. Begal pada ndugal, rampok
keplok-keplok. Wong omong mitenah sing diomong, wong jaga nyolong sing
dijaga, wong njamin jaluk dijamin” (40). Artinya : Pencuri berani nantang yang
punya rumah. Begal makin merajalela rampok bertepuk tangan, pemfitnah
memfitnah yang dilindunginya. (pejabat/atasan memfitnah bawahan yang
melindungi kejahatannya). Penjaga malam mencuri barang orang yang dijaga.
Orang seharusnya menjamin malah minta dijamin”. Tidak perlu dikomentari
semua jelas, anda bisa melihat di kanan kiri anda sendiri. Bukankah kita itu
semua gambaran masyarakat yang curang? Tidak bisa memelihara amanat?.
Selanjutnya :

”Pitik angkrem sak nduwure pikulan” (41). Artinya : ”Ayam angkrem


diatas pikulan”. Yang uRajannya : mengandung hakiki, bahwa orang yang
mempunyai tugas dan kewajiban serta tanggung jawab malah menghabiskan
keuangan (Pemerintah) yang dipercayakan padanya. Sindiran ini mirip sindiran
no. 40 diatas.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 164


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
BAB : XXI

PUNCAK JAMAN PENUH ANGKARA MURKA

Biasanya setiap ramalan tidak ada yang persis benar, tetapi hanyalah
sesuatu gambaran dengan simbol-simbol tertentu, yang orang tidak dapat
menebak dengan apa yang tersurat, melainkan haruslah dicari dari yang
tersirat belaka. Begitulah kita dapat memberi contoh misalnya ramalan Jayabaya
dalam berbagai versinya dan juga ramalan-ramalan R. Ng. Ranggawarsita, dll.

Tetapi ada juga ramalan-ramalan yang sifatnya lebih to the point, artinya
tidak perlu mencari kata tersiratnya, melainkan apa yang tersurat itu. Ramalan-
ramalan tersurat itu umumnya masih terselubung dengan bahasa sindiran, kita
harus dapat membacanya dengan ilmu-ilmu penyangga lainnya, misalnya ilmu
sejarah, ilmu tata negara, ilmu politk, dll sehingga akhirnya kita dapat mengerti
hakikatnya.

Didalam Hadist Nabi Muhammad SAW juga banyak wasiat-wasiat yang


sifatnya masih perlambang, sehingga apabila ada seorang muslim yang
bertahan pendapatnya bahwa hadist-hadist itu harus diterima menurut apa
yang tersurat apa adanya itu. Sering sulit akan mencari jawabnya.

Contoh, didalam hadist Shahih, baik kumpulan karangan muslim


maupun Bukhari, disana banyak terdapat hadist-hadist yang bersifat ramalan
yang terselubung, seperti misalnya si Dajjal yang kafir bakal muncul, Imam
Mahdi, Ya’juj dan Ma’juj, matahari bakal terbit dari barat dan masih banyak
lagi. Untuk mencari jawabannya yang sesungguhnya orangpun harus
mempunyai persediaan ilmu yang luas, dengan begitu barulah kita dapat
mengerti hakikat yang dimaksud. Barang siapa menolak dalil ini, selamanya
mereka tidak akan dapat mengetahui artinya.

Dalam kesempatan ini kita banyak membicarakan ramalan ini bercampur


antara kata-kata yang langsung pengertiannya tersurat, dan ada juga yang
tersirat. Kita harus bisa mengamalkan hakikatnya. Meskipun rasanya lebih
mudah diterima akal, namun bila kita tidak mengetahui jalannya sejarah negara
ini secara kronologis, akhirnya pun akan tersesat tafsirnya. Kalau pun kelihatan
cocok, hal itu karena sifat sindiran itu begitu universal, maka sering cocok juga
dicarikan data jauh sebelum fakta yang dimaksud sendiri oleh sang pujangga.
Nah Disini lalu nampaklah seni dan romantikanya sejarah.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 165


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
Kita lanjutkan analisa/penuturan klimaks jaman yang penuh dekadensi
moral menurut sindiran Jayabaya seperti yang sudah banyak kita ungkapkan
dimuka.

”Akeh wong mendem donga, kana kene rebutan unggul, angkara murka
ngambra-ambra. Agama ditentang, akeh wong angkara murka ngedekake
duraka”. (42) . Artinya : ”Banyak orang mendem doa, disana sini pada rebutan
unggul angkara murka merajalela. Agama ditentang, banyak orang berwatak
angkara murka itu hanya untuk memperbesar kedustaan belaka”.

Di dalam sindiran jaman ini banyak terjadi kata-kata berulang, tapi


maksudnya bersamaan dengan apa yang tersurat terlebih dahulu. Apa maksud
sang pujangga? Menurut penelitian saya, hal ini hanya untuk mempertegas
pengertian belaka.

”Hukum agama dilanggar, peri kemanungsan diiles-iles, kesopanan di


tinggal, akeh wong edan jahat lan kelangan akal budi. Wong cilik sing kepencil,
amarga dadi korbane si jahil” (43). Artinya : “Hukum agama banyak dilanggar
orang, peri kemanusian diinjak-injak, sopan santun ditinggalkan, banyak orang
gila berhati jahat dan kehilangan akal budi yang sehat. Rakyat kecil jadi
terpaksa terpencil karena perbuatan-perbuatan orang-orang berniat jahil”.

”Banjur ana Ratu duwe pengaruh lan duwe prajurit, negarane ambane
saprowolon. Tukang mangan suap saya ndadra, wong jahat di tampa, wong
suci dibenci. Timah dianggep perak, emas dianggep tembaga. Dandang
dikandakake kuntul, wong dosa sentosa. Wong becik dicekik. Maling dilepas,
sing kelangan disalahake” (44). Artinya : ”Lalu ada seorang kepala negara yang
punya pengaruh dan tentara yang luas negaranya seperdelapan, tukang makan
suap makin merajalela, penjahat diterima, sebaliknya orang yang baik-baik
malah dibenci. Timah dianggap perak, emas dianggap tembega. Dandang
dibilang kuntul, manusia pendusta makin kuat, santosa kedudukannya. Orang
baik disingkirkan, maling dilepas orang (tertentu) tetapi yang kehilangan (Pihak
LP) malah disalahkan”. Ini banyak terjadi akhir-akhir ini. Berita maling dilepas
dari penjara terdengar disurat-surat kabar, tetapi berita siapa yang melepaskan
tidak terdengar?!.

”Wong nganggur kepungkur, wong sregep kerungkep, wong nyengit


kesengit, kaum buruh pada ngeluh” (45). Artinya : ”Pengangguran tetap
tersingkur, sebaliknya orang-orang yang rajin malah kajungkel. Yang
menyakitkan hati orang pasti dibenci orang juga. Sementara itu keadaan kaum
buruh pada mengeluh.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 166


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
Ini tertuju pada SPSI yang kini pegang peranan, tapi undang-undang
perburuhannya tidak menguntungkan nasib kaum buruh. Bagaimana
pemecahannya? Jangan dibiarkan terus berlarut-larut? Kasihan si kecil yang
tenaganya diperas kaum majikan. Selanjutnya lagi perhatikan gejala :

”Wong sugih krasa wedi, wong wedi dadi priyayi, senenge wong jahat,
susahe wong becik” (46). Artinya : ”Orang-orang kaya merasa takut, penakut
malah jadi pegawai negeri (priyayi), senanglah kaum penjahat dan susahlah
orang-orang yang baik-baik”.

Situasi demikian tidak perlu mencemaskan. Bukankah ada dalil agama


yang menyatakan : ”Bangun jatuhnya umat manusia itu memang Aku
pergilirkan untuk menjadi bukti kebesaran-Ku, mana diantara mereka yang
benar-benar beriman, dan mana diantara mereka itu yang pendusta (Ali Imran
ayat 40).

”Akeh wong dakwa mendakwa, tindake manungsa saya kuciwa” (47).


Artinya : ”Banyak orang saling tuduh menuduh, menunjukkan tindakan
manusia serba mengecewakan orang saja”. Mengapa bisa terjadi?.

Inilah sulitnya menegakkan negara hukum yang beradab dan adil itu,
kalau penegak-penegak hukumnya tidak berbuat seadil-adilnya. Akibatnya
akan mengecewakan dan mencemaskan saja.

”Ratu karo Ratu rembugad negara endi sing dipilih lan disenengi” (48).
Artinya : ”Kepala Negara dengan Kepala Negara lainnya saling bertemu dan
berunding untuk menentukan sikap, memilih blok mana yang paling baik?”.

Gejala ini timbul berhubung sudah munculnya dua blok raksasa yang
telah membentuk persekutuan masing-masing. Misalnya, Blok Nato yang
dipimpin oleh AS dan Blok Pakta Warsawa dipimpin oleh Soviet. Dalam hal ini
Pamerintah Indonesia telah tegas mengeblok negara-negara yang netral, yang
dalam berita-berita surat kabar terkenal dengan sebutan ”Gerakan Non Blok”
artinya tidak mengikut kedua blok yang saling berhadap-hadapan bersiap-siap
perang itu. Akhirnya kita harus waspada lagi terhadap gejala yang disebutkan
berikut ini :

“Hore! Hore! Wong Jawa kari separo, Landa, Cina sajado” (49). Artinya :
“Hore!, Hore!, Manusia Jawa (Indonesia) tinggal separo? Belanda, Cina tinggal
sejodoh”.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 167


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
Apa ini harus kita terima menurut kata yang tersurat itu? Logika
sekarang rasanya tidak mungkin, mengingat perkembangan penduduk begitu
sulit dicegah, sehingga diperkirakan kenaikan penduduk Indonesia ditahun
2000-an nanti akan naik menjadi 202% dibanding tahun 1976 yll. Ini berarti akan
menunjuk angka 226 juta jiwa. Tetapi entah, kalau akibat perang dunia ketiga
nanti menyebabkah sindiran itu terwujud. Menurut ratio kita sekarang yang
dimaksud tinggal separo itu rasanya bukanlah dalam arti jumlahnya, tetapi
pendapat umumnya terpaksa terbelah menjadi dua. Bukankah dimuka ada
sindiran ”Bokor pecah sapa sing nambal?”. Cina dan Belanda (kaum putih)
sejodoh itu artinya sudah seia sekata. Dalam hal ini kita melihat fakta
sejodohnya Cina Komunis dengan negara-negara Barat pada umumnya (AS dan
sekutunya). Inilah kiran.ya jawaban yang benar.

”Akeh wong ijir, akeh wong cetil, eman ora keduman, sing keduman ora
eman” (50). Artinya : ”Banyak orang ijir dan cetil, sama tidak kebagian, tetapi
sebaliknya bagi yang mendapat bagian, mereka dengan suka hati memberikan
sebagian kepadanya yang tidak punya!”

Ini gejala sosial yang tidak sosial. Ini karena akibat watak materialistis
akibat pengaruh kebudayaan barat! Watak demikian bertentangan dengan
Pancasila kita, yang wajib kita berantas juga. Caranya? Lewat agama.
Selanjutnya perhatikan lagi :

”Akeh wong mbarnbung, akeh wong limbung. Akeh wong omah-omah


pada bubrah” (50). Artinya : ”Banyak orang gelandangan, banyak orang
bingung, banyak rumah tangga yang pada bubrah”. Akibatnya watak orang
sudah seperti iblis.

”Selot-selote jaman yen besuk wolak waliking jaman teka bala sirolah
rawuhe datan kanyana-nyana, tumpes tapis wong kang pada mukir agama”
(51). Artnya : ”Lambat laun datanglah saat kelak bila kebalikan jaman telah tiba,
maka bala tentara Allah SWT datangnya sekonyong-konyong, tumpas binasalah
orang-orang yang mengingkari ajaran agama”.

Disaat itu akan terjadi pengadilan yang seadil-adilnya. Apakah ini berarti
saat datangnya Ratu Adil, yang sebenarnya itu? Wallahu a’lam. Allah SWT
sajalah yang Maha mengetahuinya. Selanjutnya perhatian akibat timbulnya
kebalikan jaman itu.

”Wong nyilih mbalekake, wong, utang mbayar” (52). Artinya : ”Orang


berhutang wajib mengembalikan pinjamannya”.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 168


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
Sudah wajar. Yang terjadi sebelumnya adalah kebalikannya, yaitu
banyak orang berhutang malah ngemplang!.

”Utang jiwa nyaur jiwa, utang wirang nyaur wirang. Sing suci bakal dadi
wiji. Sing ora suci bakal dadi siti” (53) Artinya : ” Hutan jiwa pasti membayar
jiwa, hutang malu mengembalikan rasa malu. Yang suci bersih bakal menjadi
bibit/benih kebaikan, sedang yang jahat masuk liang lahat”.

Inilah yang dikatakan. orang ”Pilihan Umur” itu, bukan pilihan umum!
Selanjutnya sebagai penutup karya ini dikatakan :

”Wong curang keplanggrang, wong jahil drekikil, durjana musna,


pengkhianat dipangan laknat. Sing dosa rekasa, sing salah nemoni susah” (54).
Artinya : ”Orang-orang yang curang bakal menemukan hal-hal yang tidak
menyenangkan, orang jahil mesti tersingkir, penjahat pasti musnah,
pengkhianat dilaknat Allah SWT dan akhirnya yang banyak dosanya pasti
mengalami kesulitan hidupnya, sedangkan yang salah pasti susah”.

Itu sudah pasti, maka nasehat kita, kembalilah ke jalan benar, baik yang
rakyat biasa, maupun rakyat yang luar biasa, supaya cita-cita negara ini bisa
segera tercapai, selalu mendapatkan ridhlo Allah SWT serta lindunganNya.

Akhirnya semoga sindiran jaman ini dipergunakan menurut semestinya,


baik bagi yang berwenang sebagai bahan Kewaspadaan Nasional dan untuk
membina tertib hukum serta tertib, masyarakat dalam dilingkungan percaturan
dunia maupun Internasional kita dewasa ini dan di masa mendatang.

?????????????????/gambar??????????????????
LOKSA MUKSA
SANG PRABU SRI AJI JOYOBOYO

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 169


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
BAB : XXII

SILSILAH RAJA TANAH JAWA

Sampai saat ini masyarakat Indonesia percaya bahwa Raja Jayabaya


merupakan keturunan Dewa seperti yang tertera dalam berbagai ceritera
pewayangan. Bahkan melalui peninggalan-peninggalan sejarah yang berhasil
ditemukan dan diolah oleh para ahli, sepakat disimpulkan sebagai titisan Dewa
Wisnu yang bartugas menata hidup manusia di dunia.

Pendekatan masalah pemaparan silsilah raja-raja, kelihatannya memang


selalu berkaitan dengan pola religi yang ada dalam masyarakat. Bahwa
keberhasilan serta keperkasaan seorang raja dalam memimpin rakyatnya
tidaklah lepas dari adanya kekuatan-kekuatan diluar kemampuan manusia
yang selalu menyertainya. Hal ini biasa disebut ”WAHYU KERAJAAN” yang
jatuhnya tidak akan bergeser keluar dari jalur keturunan sang raja. Dan kalau
pun kerajaan beserta lokasinya sering kali berpindah-pindah dan berganti
nama, kenyataannya yang tampil ditahta tertinggi masih berada disatu jalur
keturunan.

Garis keturunan raja-raja di tanah Jawa secara jelas baru dapat diketahui
dengan pasti menurut catatan sejarah sejak tampilnya Jayabaya menjadi raja
Kediri. Sehingga dikatakan sebagai cikal bakalnya, atau yang menurunkan raja-
raja di tanah Jawa.

Dari berbagai sumber data yang ada dapat diurutkan sebagai berikut :

KERAJAAN KEDIRI/MAMENANG

Sang Prabu Aji Jayabaya kawin dengan Dewi Sera, berputera empat
orang yang terdiri atas tiga, wanita dan seorang laki-laki benama Prabu
Jayaamijaya yang kemudian menjadi Raja Mamenang menggantikan ayahnya.

1. Prabu Jayaamijaya kawin dengan Dewi Satami berputera dua orang seorang
diantaranya benama Prabu Jayaamisena menggantikan sebagai raja.
2. Prabu Jayaamisena kawin dengan Dewi Citraswara berputera dua orang.
Putera pertama bernama Prabu Kusumacitra menjadi raja dan
memindahkan kerajaan Ke Pengging.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 170


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
KERAJAAN PENGGING

3. Prabu Kusumacitra beristri dua, berputera lima orang. Dengan Dewi Soma
lahir Prabu Citrasoma yang kemudian menggantikan ayahnya di Pengging.
4. Prabu Citrasoma beristri dua, berputra empat. Dengan Dewi Sriati
berputera tiga orang, nomor dua benama Prabu Pancadriya menjadi raja di
Pengging.
5. Prabu Pancadriya beristri dua dan berputera empat. Dengan Dewi
Gandawati antara lain berputra Prabu Anglingdriya yang kemudian
menjadi Raja Pengging.
6. Prabu Anglingdriya beristri dua dan berputera tiga. Dengan Dewi Sinta
berputera Prabu Suwelacala yang menjadi dan memindahkan kerajaan ke
Medang Kamulan dan Prabu Pandayanata menggantikan sebagai Raja
Pengging.
7. Prabu Suwelacala beristri lima dan berputera lima. Dengan Dewi
Darmastuti berputera Prabu Sri Mapunggung II (no. 5) menjadi raja di
Purwacarita.

KERAJAAN PURWACARITA

8. Prabu Sri Mapunggung beristri lima dan berputera tujuh. Dengan Dewi
Sulastri lahir Prabu Jayalengkara (no. 7), menjadi raja menggantikan
ayahnya.
9. Prabu Jayalengkara beristri dua dan berputera lima. Dengan Dewi
Candralata lahir Resi Getayu (no. 5), yang kemudian menjadi raja dan
pindah ke Jenggala.

KERAJAAN JENGGALA

10. Resi Gatayu beristri lima dan berputera enam. Dengan Dewi Citraswara
berputera : a. Dewi Kilisuci yang kemudian menjadi penguasa makhluk
halus di Laut Selatan dengan sebutan Gusti Kanjeng Ratu Kidul. b. Prabu
Lembu Amiluhur menjadi Raja Jenggala.
11. Prabu Lembu Amiluhur beristri enam, selir 40, berputra 100. Dengan Dewi
Tejaswara lahir Raden Panji Asmarabangun (no. 97) yang ketika diangkat
menjadi raja Jenggala bergelar Prabu Inu Kertapati.
12. Prabu Inu Kertapati beristri delapan, berputera delapan. Dengan Dewi
Candra Kirana berputera seorang nama Raden Labang yang ketika menjadi
raja Jenggala bergelar Prabu Surya Amiluhur, setelah itu memindahkan
kerajaannya ke Jawa Barat (Pajajaran) dan bergelar Prabu Panji
Maesatwidreman.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 171


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
KERAJAAN PAJAJARAN

13. Prabu Panji Maesatandreman beristeri empat, berputera lima. Dengan Dewi
Candrasari terlahir Raden Jaka Suparta yang kemudian ketika menjadi raja
Pajajaran bergelar Prabu Banjarsari. Pada saat itu pula keratonnya
dipindahkan ke Segaluh.
14. Prabu Banjarsari beristri 26, berputera 78 dengan Ratu Agung berputera
Prabu Mudingsari (no. 15) menjadi raja di Pajajaran/Segaluh.
15. Prabu Mudingsari beristri tiga, berputera enam. Dengan Dewi Warsiki lahir
Prabu Mundingwangi yang kemudian menjadi raja di Pajajaran.
16. Prabu Mundingwangi beristri satu, selir dua, berputera lima. Dengan
Endang Setaman lahir Prabu Sunda Anyakrawati, disebut pula Prabu
Pamekas menjadi Raja Pajajaran.
17. Prabu Sunda Anyakrawati berputera dua belas. Dengan Dewi Ambarsari
berputera Raden Susuruh yang kemudian menjadi raja Majapahit bergelar
Prabu Bratana dan dengan seorang selir berputera Raden Ciyung Wanara
yang menjadi Raja Pajajaran bergelar Prabu Sri Mahasekti.

KERAJAAN MAJAPAHIT

18. Prabu Bratana beristri dua, berputera lima. Dengan Dewi Madani lahir
Prabu Brakumura menjadi Raja Majapahit.
19. Prabu Brakumura kawin dengan Dewi Dinding berputera Arya Adiwijaya
menjadi raja Majapahit III bergelar Prabu Brawijaya I.
20. Prabu Brawijaya I beristri dua, berputera empat. Dengan putri dari
Pengging lahir Raden Hayam Wuruk menjadi raja Majapahit IV bergelar
Prabu Brawijaya II.
21. Prabu Brawijaya II kawin dengan Dewi Panurun lahir Arya Lembu Amisani
bergelar Brawijaya III.
22. Prabu Brawijaya III kawin dengan Retna Panjawi lahir Prabu Bratanjung
dan bergelar Prabu Brawijaya IV.
23. Prabu Brawijaya IV beristri dua, selir satu, berputera lima. Dengan Dewi
Tampen lahir Arya Angkawijaya yang kemudian menjadi raja Majapahit
bergelar Prabu Brawijaya V.
24. Prabu Brawijaya V beristeri dan selir banyak, berputera 117. a. Dengan
Puteri Cina berputera Raden Patah (no.13), menjadi Adipati Bintara Demak
dan ketika dinobatkan menjadi Raja Demak bergelar Sultan Sah Alam
Akbar Sirrollah Kaliffatulrasul Amirilmukmin Tajudin Abdulkamidulhak,
atau Sultan Adil Surya Alam yang kemudian menurunkan sekali lagi
sebagai raja Demak. b. Dengan Puteri Wandhan berputera Raden Bondan

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 172


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
Kejawan (no.14) bergelar Ki Ageng Tarub II, yang kemudian menurunkan
raja-raja tanah Jawa selanjutnya sampai Sultan HB X dan PB XII sekarang
ini, sebagai berikut :
25. Raden Bondan Kejawan kawin dengan Rara Nawangsih berputera tiga.
Raden Depok (no.2) bersahabat dengan Sunan Mejoagung, diambil mantu
dan diberi gelar Ki Ageng Getas Pendawa.
26. Ki Ageng Getas Pendawa beristri dua berputera 12. dengan putri
Mojoagung berputera Bagus Senam yang kemudian disebut Ki Ageng Sela.
27. Ki Ageng Sela beristri dua, berputera 14. Dengan istri muda berputera
Bagus Aenis yang kemudian disebut Ki Ageng Nglaweyan.
28. Ki Ageng Nglaweyan kawin dengan puteri Sesala berputera dua. Yang tua
bernama Bagus Kuncung atau Ki Ageng Pemanahan yang menjadi Lurah
Prajurit di Pajang. Setelah berhasil menaklukkan Arya Penangsang, diberi
sebidang tanah berupa hutan di Mentaok dan kemudian bergelar Ki Ageng
Mataram.
29. Ki Ageng Pemanahan beristri satu dan punya beberapa selir, berputera 31.
Dengan istri resmi berputera Raden Bagus Damar atau Raden Ngabehi
Danang Sotawijaya, menjadi raja Mataram bergelar Kanjeng Panembahan
Senapati Ingalaga. Disebut juga Kanjeng Sunan Seda Kejenar.
30. Panembahan Senapati Ingalaga beristri banyak dan berputera 23. dengan
Istri asal dari Pati berputera R.M. Jolang menjadi raja Mataram bergelar
Kanjeng Susuhunan Hadi Prabu Anyakrawati Senapati Ingalaga Mataram
Ingkang Seda Krapyak. Wafat ketika berburu di Krapyak DIY.
31. R.M. 3olang (Kanjeng Sunan Krapyak) kawin dengan Ratu Adi berputera
R.M. Jatmika atau Pangeran Rangsang, menjadi raja Mataram bergelar
Kanjeng Sultan Agung Prabu Anyokrokusuma Senapati Ingalaga
Ngabdurrahman Sayidin Pana Dinan Ing Mataram.
32. Sultan Agung Anyokrokusuma punya beberapa istri dan 12 putera. Dengan
Ratu Kilen (Batang) berputera R.M. Suyidi yang kemudian menjadi raja
Mataram bergelar Kajeng Susuhunan Prabu Mangkurat Agung Senapati
Ingalaga Ngabdurrachman Sayidin Panata Dinan. Wafat dan dimakamkan
di Tegal Arum dalam perang melawan Trunojoyo.
33. Kanjeng Susuhunan Prabu Mangkurat Agung. Kawin dan berputera 22
orang. a. Dengan Ratu Kilen dari Surabaya berputera R.M. Rachmad yang
kemudian dinobatkan sebagai raja di Kartasura oleh Inggris diatas Geladak
kapal Admiral. Karenanya bergelar Kanjeng Susuhunan Mangkurat Amral.
b. Dengan Ratu Ageng berputera R.M. Derajad atau Pangeran Puger, yang
kemudian menjadi raja bergelar Kanjeng Susuhunan Paku Buwana I di
Kartasura.
34. Kanjeng Susuhunan Paku Buwana I, kawin dan berputera 22 orang. Dengan
Ratu Paku Buwana berputera R.M. Surya (no.5), yang kemudian menjadi

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 173


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)
raja di Kartasura bergelar Kanjeng Susuhunan Prabu Amangkurat Jawi
Senapati Ingalaga Ngabdurrachman Sayidin Panatagama Kalifatullah di
Kartasura.
35. Kanjeng Susuhunan Amangkurat Jawa, kawin dan berputera 42 orang.
Diantaranya dengan Ratu Ageng bergelar Kanjeng Susuhunan Paku
Buwana II dan memindahkan Keraton ke Surakarta. Dengan Mas Ayu
Tejawati berputera R.M. Sujana (no.21) yang kemudian menjadi raja
Yogyakarta bergelar Kanjeng Sultan Hamengku Buwana I .....
36. Kanjeng Susuhunan Paku Buwana II selanjutnya menurunkan raja-raja di
Keraton Surakarta dan Kanjeng Susuhunan Hamengku Buwana I
menurunkan raja-raja di Keraton Yogyakarta.

Ramalan Joyoboyo versi Sabdo Palon ___________________________________________ 174


Oleh : Moch. Hari Soewarno (Agustus 2004)

Anda mungkin juga menyukai