Anda di halaman 1dari 235

PENGALAMAN DAN EKSPRESI KESEDIHAN

Analisis Semiotik terhadap Lagu-lagu dan Video Klip Didi Kempot

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi

Disusun Oleh:
Alfonsa Maria Theoterra Yoshanti
039114019

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010

i
ii
Dedicated to:

My beloved Papi, Andreas A.Susanto

Who always believe in me

Thank you so much…how I am proud to be your daughter

iii
Dedicated to:

My beloved Papi, Andreas A.Susanto

Who always believe in me

Thank you so much…how I am proud to be your daughter

iv
ABSTRAK

PENGALAMAN DAN EKSPRESI KESEDIHAN


Analisis Semiotik terhadap Lagu-lagu dan Video Klip Didi Kempot

Alfonsa Maria Theoterra Yoshanti

Lagu-lagu campursari yang dipopulerkan oleh Didi Kempot banyak


mengusung tema kisah cinta yang sedih. Kesedihan itu dikisahkan lewat lirik
lagunya dan semakin ditegaskan dengan ekspresi wajah dan gerak tubuh dalam
video klipnya. Pengalaman dan ekspresi kesedihan yang disajikan sedemikian
rupa dalam video klip dan lagu-lagu Didi Kempot sangat kontras jika
dibandingkan dengan penampilannya yang sangat maskulin. Kontradiksi ini
mengacu pada tradisi maskulin dalam kehidupan sosial, dimana laki-laki dianggap
tidak maskulin jika mengalami dan mengekspresikan emosi yang dianggap ‘milik’
dimensi feminin yaitu emosi sedih. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui bagaimanakah kesedihan dialami dan diekspresikan oleh laki-
laki, yang dalam penelitian ini ditampilkan oleh Didi Kempot lewat lagu-lagu dan
video klipnya. Selain itu, melalui penelitian ini juga dapat diketahui dinamika
antara kesedihan dan maskulinitas.
Penelitian ini menggunakan lirik lagu dan video klip Didi Kempot sebagai
obyek penelitian. Adapun kriterianya adalah: (1) lagu yang dipopulerkan oleh
Didi Kempot, (2) memiliki tema kesedihan, (3) aransemen asli, tidak termasuk
lagu-lagu pop Indonesia yang disadur dalam bahasa Jawa, maupun lagu-lagu versi
remix atau house music. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan
metode analisis semiotik. Proses pengambilan data dilakukan dengan teknik simak
dan catat.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengalaman kesedihan pada lagu-
lagu Didi Kempot disebabkan karena kehilangan sang kekasih, sementara sikap
terhadap kesedihan itu dapat dikatakan sebagai sikap yang pasif. Ekspresi
kesedihan ditunjukkan lewat ekspresi fasial, gestural, dan postural seperti dahi
berkerut, tatapan mata yang sayu, tangan menyentuh dada, dan badan yang
membungkuk. Keberanian Didi Kempot dalam menyajikan pengalaman dan
ekspresi kesedihan dapat dinyatakan sebagai wujud maskulinitas yang baru, yang
tetap mempertahankan sifat tegar, kuat, dan percaya diri namun di sisi lain juga
sensitif dan peka terhadap emosinya sendiri.

Kata Kunci: Didi Kempot, Pengalaman dan Ekspresi Kesedihan, Maskulinitas

v
PENGALAMAN DAN EKSPRESI KESEDIHAN
Analisis Semiotik terhadap Lagu-lagu dan Video Klip Didi Kempot

Alfonsa Maria Theoterra Yoshanti

ABSTRAK

Lagu-lagu campursari yang dipopulerkan oleh Didi Kempot banyak


mengusung tema kisah cinta yang sedih. Kesedihan itu dikisahkan lewat lirik
lagunya dan semakin ditegaskan dengan ekspresi wajah dan gerak tubuh dalam
video klipnya. Pengalaman dan ekspresi kesedihan yang disajikan sedemikian
rupa dalam video klip dan lagu-lagu Didi Kempot sangat kontras jika
dibandingkan dengan penampilannya yang sangat maskulin. Kontradiksi ini
mengacu pada tradisi maskulin dalam kehidupan sosial, dimana laki-laki dianggap
tidak maskulin jika mengalami dan mengekspresikan emosi yang dianggap ‘milik’
dimensi feminin yaitu emosi sedih. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui bagaimanakah kesedihan dialami dan diekspresikan oleh laki-
laki, yang dalam penelitian ini ditampilkan oleh Didi Kempot lewat lagu-lagu dan
video klipnya. Selain itu, melalui penelitian ini juga dapat diketahui dinamika
antara kesedihan dan maskulinitas.
Penelitian ini menggunakan lirik lagu dan video klip Didi Kempot sebagai
obyek penelitian. Adapun kriterianya adalah: (1) lagu yang dipopulerkan oleh
Didi Kempot, (2) memiliki tema kesedihan, (3) aransemen asli, tidak termasuk
lagu-lagu pop Indonesia yang disadur dalam bahasa Jawa, maupun lagu-lagu versi
remix atau house music. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan
metode analisis semiotik. Proses pengambilan data dilakukan dengan teknik simak
dan catat.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengalaman kesedihan pada lagu-
lagu Didi Kempot disebabkan karena kehilangan sang kekasih, sementara sikap
terhadap kesedihan itu dapat dikatakan sebagai sikap yang pasif. Ekspresi
kesedihan ditunjukkan lewat ekspresi fasial, gestural, dan postural seperti dahi
berkerut, tatapan mata yang sayu, tangan menyentuh dada, dan badan yang
membungkuk. Keberanian Didi Kempot dalam menyajikan pengalaman dan
ekspresi kesedihan dapat dinyatakan sebagai wujud maskulinitas yang baru, yang
tetap mempertahankan sifat tegar, kuat, dan percaya diri namun di sisi lain juga
sensitif dan peka terhadap emosinya sendiri.

Kata Kunci: Didi Kempot, Pengalaman dan Ekspresi Kesedihan, Maskulinitas.

vi
THE EXPERIENCE AND EXPRESSION OF SADNESS
A Semiotic Analysis toward Didi Kempot’s Songs and Clips

Alfonsa Maria Theoterra Yoshanti

ABSTRACT

Most of campursari songs, which are popularized by Didi Kempot perform


a sad love story theme. The sadness is described by its lyric and is more
confirmed by facial expression and gestures in its musical video. The experience
and expression of sadness performed in the musical video is somehow in contrast
to Didi Kempot masculine physical appearance. This contradiction refers to the
masculine tradition in the society where man is considered not to be masculine if
he experiences and express such an emotion which belongs to feminine dimension,
which is, sadness. Therefore, this research is intended to find out how sadness is
experienced and expressed by men, which in the research is represented by Didi
Kempot through his songs and musical videos. In addition, through this research,
the dynamics between sadness and masculinity is discovered as well.
The object of this research are Didi Kempot’s song lyrics and musical
video. The criteria of which is: (1) it’s popularized by Didi Kempot, (2) its theme
is sadness, (3) it has original arrangement, not to include Indonesian pop songs
which were translated to Javanese, or its remix version or house music. This is a
qualitative research with a semiotic analysis method. Data collecting process was
done by refer and record technique.
The result of the research shows that the experience of sadness in Didi
Kempot songs is caused by loosing someone who is loved. The attitude towards
the sadness can be categorized as a passive attitude. The expression of sadness is
shown by facial expression, gestures, and postures, such as frown, glaucous,
touching chest with hand, and bent body. Didi Kempot’s courage in performing
the experience and expression of sadness can be stated as a new form of
masculinity, in which keeping the character of tough, strong, and confidence, yet
sensitive to his own emotion in other way.

Keywords: Didi Kempot, Experience and Expression of Sadness, Masculinity.

vii
viii
KATA PENGANTAR

Tibalah saat yang paling membahagiakan dari seluruh proses penyusunan

skripsi: menulis Kata Pengantar. Penulisan skripsi ini sungguh merupakan suatu

proses pendewasaan yang pada akhirnya proses itu hanyalah awal dari berbagai

proses pendewasaan selanjutnya.

Bermula dari keinginan peneliti untuk menyajikan suatu penelitian yang

berbeda, maka peneliti mengangkat tema tentang kesedihan dan maskulinitas.

Peneliti juga memberanikan diri untuk menggunakan metode analisis semiotik,

yang belum pernah digunakan oleh peneliti-peneliti sebelumnya pada Fakultas

Psikologi USD.

Untuk semua pihak yang berperan dalam proses pendewasaan ini, peneliti

ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga untuk:

1. Bapak A.Supratiknya, terima kasih banyak atas bimbingan serta

pendampingan selama saya berproses, dan atas kehormatan dan kebanggaan

menjadi salah satu mahasiswa bimbingan Bapak.

2. Bapak V. Didik Suryo Hartoko, terima kasih atas jam-jam perkuliahan

inspiratif yang saya ikuti selama menjadi mahasiswa, yang membuat saya

tertantang untuk lebih banyak membaca. Terima kasih atas kesediaan Bapak

menjadi salah satu penguji bagi skripsi saya.

3. Ibu Sylvia Carolina MYM., terima kasih atas kesabaran dan senyum yang

selalu dibutuhkan para mahasiswa, dan terima kasih atas kesediaan Ibu

menjadi salah satu penguji bagi skripsi saya.

ix
4. Tangan dan senyum yang selalu membantu dalam segala urusan teknis di

Fakultas Psikologi: Bu Nanik, Mas Gandung, Pak Gie, Mas Doni.

5. Penggemar Didi Kempot nomor wahid, yang memberikan dukungan dan

apresiasi tiada henti: Mas Muji. Mas, saatnya menentukan pilihan: Didi

Kempot atau David Beckham?

6. Dua orang terhebat dalam hidup, yang kasih sayang dan pengorbanannya

layak mendapat piala: kedua orangtuaku Bapak C. Teguh Dalyono dan Ibu

C. Indah Retnowati.

7. Kakak dan sahabat tercinta, jam weker di waktu pagi, jaket di siang hari, dan

selimut di malam hari: my duddie dudders, AY.Adventa Pramushanti.

8. A man with a sharp and brilliant mind, my beloved Papi: Andreas A.

Susanto. Your patience and support definitely contributed many to the

completion of my thesis.

9. Doa dan semangat yang selalu menyertai dari Pakdhe Romo Y.Puryanto,

SCJ.

10. Kehangatan dan keceriaan yang selalu hadir setiap kita semua berkumpul:

Eyang, Pakdhe-budhe, Oom-tante, dan RemAh Martowidjojo.

11. Sahabat yang lucu dan baik hati, Maria Goreti Tri Yuliasari a.k.a Gothe.

Bersamanya hari-hari kuliah menjadi lebih menyenangkan, terlebih karena

hadirnyaberbagai ‘suasana’. (Betapa ini sangat berarti, membagi gelisah dengan

dirimu oh kawan – PADI)

12. Sahabat-sahabat yang kusayangi selalu, Runne, Ria, Rifky.

x
13. Teman diskusi yang tidak saja rela membukakan pintu rumahnya untuk

disambangi sewaktu-waktu, namun juga pintu hati dan telinganya demi

mendengar segala keluh: Agatha Dewan Ayu Budaya.

14. Teman seperjuangan yang sudah dibuat repot oleh segala ketidaktahuanku

akan skripsi: Inung, Ayu, Ita. Sepertinya memang harus diadakan bimbingan

‘skripsi for dummies’ deh.

15. Ibu Maya a.k.a Haksi dan Pak Siswo atas buku-buku tentang Jawa yang

menyelamatkan.

16. Teman-teman yang asik berserta gosip-gosipnya yang ciamik: Memey,

Wedha, Nia. Mari kita update sekarang juga!

17. Semua pengalaman berharga, yang diberikan oleh teman-teman di Marching

Band Universitas Gadjah Mada dan Marching Band UPN Veteran

Yogyakarta. Sungguh sebuah kehormatan dan kenangan yang tidak akan

lewat begitu saja…

18. Sang Mellophone player dengan bakat yang memukau dan selera humor yang

istimewa, Sulka Wijaya. Disadari atau tidak, kau memberiku semangat

sobat!

19. Pertolongan dan semangat dalam sekeping koin dari Romo Bambang

Widiyatmoko, Pr yang hadir tepat pada waktunya. Sekarang saya bisa

bertemu Romo dengan penuh percaya diri.

20. Terakhir, untuk Dia yang telah menuliskan segalanya. Terima kasih telah

membuatku percaya akan perhatianMu yang tidak mengecewakan dan

kasihMu yang tidak pernah padam.

xi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………… i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING……………………... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI……………………………. iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN…………………….. iv
HALAMAN PERNYATAAN……………………………………….. v
ABSTRAK…………………………………………………………... vi
ABSTRACT…………………………………………………………. vii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI………………………... viii
KATA PENGANTAR……………………………………………….. ix
DAFTAR ISI………………………………………………………… xii
DAFTAR TABEL…………………………………………………… xvi

BAB I. PENDAHULUAN………………………………………….... 1
A. Latar Belakang………………………………………………. 1
B. Permasalahan………………………………………………… 8
C. Tujuan Penelitian…………………………………………….. 9
D. Manfaat Penelitian…………………………………………… 9

BAB II. TINJAUAN TEORI………………………………………. 11


A. Emosi………………………………………………………… 11
1. Pengertian dan Konsep Emosi…………………………… 11
2. Pendekatan dalam Memahami Emosi…………………… 13
3. Fungsi Emosi……………………………………………. 15
4. Pengalaman Emosi………………………………………. 17
B. Ekspresi Emosi………………………………………………. 18
1. Pengertian Ekspresi Emosi………………………………. 18
2. Ekspresi Emosi Verbal…………………………………… 19
3. Ekspresi Emosi Nonverbal……………………………….. 20

xii
3.1 Klasifikasi Pesan Nonverbal………………………….. 21
C. Kesedihan……………………………………………………. 25
1. Pengertian dan Konsep Kesedihan………………………. 25
2. Kesedihan dan Depresi…………………………………... 26
3. Ekspresi Kesedihan……………………………………… 29
D. Maskulinitas…………………………………………………. 29
1. Teori Perkembangan Identitas Gender…………………... 30
1.1 Psikoanalisis…………………………………………. 31
1.2 Teori Perkembangan Kognitif……………………….. 32
1.3 Teori Belajar…………………………………………. 33
2. Sifat Maskulin – Feminin……………………………….... 34
3. Emosi Maskulin – Feminin………………………………. 35
E. Tinjauan Umum Mengenai Karakteristik Gender dan Emosi
dalam Budaya Jawa………………………………………….. 36
F. Musik, Lagu, dan Lirik Lagu……………………………….... 38
1. Musik dan Lagu………………………………………….. 38
2. Lirik Lagu………………………………………………... 39
3. Lirik Lagu sebagai Puisi…………………………………. 41
G. Campursari…………………………………………………… 44
1. Keroncong dan Lahirnya Musik Campursari……………. 44
2. Perkembangan Musik Campursari………………………. 46
H. Didi Kempot…………………………………………………. 50
1. Sejarah Hidup Didi Kempot……………………………... 50
2. Posisi Didi Kempot dalam Penelitian……………………. 53
I. Semiotik……………………………………………………… 54
1. Tanda, Penanda, dan Petanda……………………………. 55
2. Makna Konotasi, Makna Denotasi, dan Mitos…………... 56
J. Kesedihan dan Maskulinitas dalam Lagu Didi Kempot……... 59

xiii
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN........................................... 61
A. Jenis Penelitian……………………………………………….. 61
B. Obyek Penelitian……………………………………………... 62
C. Fokus Penelitian……………………………………………… 63
D. Sumber dan Jenis Data……………………………………….. 64
E. Proses Pengambilan Data…………………………………..... 65
F. Metode Analisis Data………………………………………... 66
1. Analisis Isi……………………………………………….. 67
2. Analisis Semiotik………………………………………… 71
G. Keabsahan Data……………………………………………… 71
1. Kredibilitas………………………………………………. 71
2. Dependabilitas…………………………………………… 73

BAB IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN………………. 74


A. Analisis Data………………………………………………… 74
1. Lagu-lagu yang Liriknya Memperlihatkan Tema-tema
Kesedihan……………………………………………....... 74
2. Analisi Isi………………………………………………… 76
3. Analisis Semiotik………………………………………… 76
B. Hasil Analisis Data…………………………………………... 120
1. Hasil Analisis Isi…………………………………………. 120
2. Hasil Analisis Semiotik………………………………….. 122
3. Ringkasan Hasil Analisis Data…………………………... 129
C. Pembahasan………………………………………………….. 131
1. Pengalaman Kesedihan dalam Lirik Lagu-lagu
Didi Kempot……………………………………………... 131
2. Ekspresi Kesedihan dalam Video Klip Lagu-lagu
Didi Kempot……………………………………………... 140
3. Maskulinitas dan Kesedihan……………………………... 145
4. Didi Kempot: Citra Maskulin yang Menjual Kesedihan… 155

xiv
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN…………………………….. 160
A. Kesimpulan…………………………………………………... 160
B. Keterbatasan Penelitian………………………………………. 162
C. Saran…………………………………………………………. 163

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………… 164


LAMPIRAN

xv
DAFTAR TABEL

Tabel1. Sifat Maskulin – Feminin………………………………….... 35


Tabel2. Peta Tanda Roland Barthes………………………………….. 57
Tabel3. Daftar Lagu dan Video Klip Didi Kempot………………….. 65
Tabel4. Penjelasan Tabel Analisis Data Verbal……………………… 68-69
Tabel5. Penjelasan Tabel Analisis Data Nonverbal…………………. 70
Tabel6. Daftar Lagu-lagu yang Memiliki Tema Kesedihan………….. 75
Tabel7. Tema Kesedihan pada Masing-masing Lagu………………… 121
Tabel8. Penanda dan Petanda Konotatif pada Masing-masing Lagu… 123-128

xvi
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Segala sesuatu yang disaksikan, dialami, dan direnungkan tentang

kehidupan dapat dituangkan dalam berbagai bentuk seni, salah satunya seni

musik yang termasuk di dalamnya adalah lagu. Sebuah lagu merupakan

produk karya seni yang tidak semata-mata berurusan dengan masalah estetika

saja, melainkan ada nilai-nilai di dalamnya yang terkait dengan pengupayaan

suatu realitas sosial tertentu. Oleh karena itu, lagu merupakan salah satu

media yang dapat digunakan untuk memahami suatu realitas.

Selain terdiri dari komposisi nada-nada, sebuah lagu mempunyai

wujud bahasa (verbal) dalam bentuk lirik lagu dan wujud visual (nonverbal)

dalam bentuk video klip. Dengan demikian, musik dan lagu pada hakikatnya

merupakan suatu ungkapan atau ekspresi si penyanyi atau penulis lagu

terhadap realita dan kehidupan di sekitarnya.

Salah satu jenis musik yang populer, terutama di wilayah Jawa

Tengah dan sekitarnya, adalah campursari. Musik jenis ini memang sangat

akrab di telinga masyarakat Jawa terutama kelas menengah ke bawah. Begitu

akrab dan tenarnya sehingga musik campursari masih terdengar dimana-mana

hingga kini. Maka tidaklah mengherankan jika ketika bepergian menumpang

bus antarkota, singgah di warung kaki lima, atau menghadiri pesta

pernikahan, pasti akan mendengar musik campursari mengalun melalui

1
2

perangkat pemutar musik, organ tunggal, atau dibawakan langsung oleh

orkes campursari.

Campursari sendiri merupakan jenis musik yang menggabungkan

alat-alat musik tradisional (gamelan) dan alat-alat musik modern (keyboard,

gitar elektrik, bass, dan drum). Munculnya jenis musik campursari telah

mendobrak pakem irama musik keroncong termasuk jenis-jenis seni

keroncong yang di dalamnya terdapat langgam, stambul, serta keroncong asli

sendiri (Suparno, t.t.). Kata „campursari‟ sendiri diambil dari kata „campur‟

yang berarti bergabungnya beberapa alat musik, baik tradisional maupun

modern, dan kata „sari‟ yang berarti penggabungan tadi menghasilkan jenis

irama khas, rancak, dan enak untuk dinikmati (Suparno, t.t.).

Salah satu generasi baru seniman campursari yang cukup fenomenal

adalah Didi Kempot. Pria kelahiran Solo, 31 Desember 1966 ini bernama asli

Didi Prasetyo. Ayahnya adalah Ranto Edi Gudhel, pelawak terkenal asal

Solo, dan kakaknya adalah pelawak Mamiek Prakosa yang lebih dikenal

dengan nama „Mamiek Srimulat‟.

Nama besar dan popularitas Didi Kempot tidak datang begitu saja.

Didi Kempot merintis kariernya sebagai seorang pengamen jalanan bersama

teman-temannya dalam Kelompok Penyanyi Trotoar (kata „Kempot‟ di

belakang namanya adalah kependekan dari Kelompok Penyanyi Trotoar).

Kehidupan jalanan yang merupakan kehidupan kelas menengah ke bawah

adalah lingkungannya sehari-hari. Maka tidaklah mengherankan jika lagu-

lagu Didi Kempot bertemakan kehidupan sehari-hari masyarakat kelas


3

menengah ke bawah, demikian juga dengan lirik lagunya menggunakan

bahasa Jawa ngoko (Gani & Chandra, 2007).

Tema lagu yang sederhana dan nuansa musik yang khas membuat

lagu-lagu Didi Kempot menjadi populer dan disukai. Didi Kempot membaurkan

semua jenis musik mulai dari keroncong, dangdut, pop, hingga slowrock. Oleh

karena itu, banyak yang berpendapat bahwa jenis musik Didi Kempot lebih tepat

disebut pop jawa atau congdut (keroncong dangdut) daripada campursari klasik

ala Manthous. Meski demikian, di tangan Didi Kempot musik campursari menjadi

lebih disukai terutama karena menggunakan irama musik dangdut. Seperti yang

ditulis oleh Bre Redana (2002), mengenai pembauran beberapa jenis musik

tersebut:

“Itu semua dimungkinkan oleh perkembangan teknologi


musik, tentunya juga oleh potensi orang seperti Didi
Kempot ini. Dia seakan sudah tidak ambil pusing lagi
dengan persoalan teknis seperti penggunaan instrumen.
Perhatian tertumpah penuh pada semangat lagu-lagunya,
yakni semangat „kampungan‟, „norak‟, ‟edan-edanan‟,
‟main-main‟ ”.

Meski menyajikan tema-tema yang sederhana, lagu-lagu Didi

Kempot kaya akan kode-kode sosial yang menggambarkan relasi perempuan

dan laki-laki (Gani & Chandra, 2007). Seperti dalam salah satu lagunya yang

berjudul „Tangise Ati‟. Dalam lagu itu, perempuan dipandang juga sebagai

sumber utama kesedihan (heartbreaker) dengan mengakhiri hubungan cinta

secara sepihak. Di sisi lain, laki-laki cenderung tidak berdaya dan selalu

menjadi pihak yang menderita karena hubungan cinta yang diputuskan secara

sepihak.
4

Sifat, peran, serta posisi laki-laki dan perempuan yang ditampilkan

dalam lagu-lagu Didi Kempot menunjukkan perbedaan gender yang selama

ini dikonstruksi oleh masyarakat secara sosial maupun kultural. Istilah

gender merujuk pada suatu konsep kultural yang berupaya membuat

pembedaan dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional

antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat

(Kasiyan, 2008).

Konsep gender yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat

lantas menghasilkan suatu standardisasi pelabelan laki-laki dan perempuan

dalam konteks sosial, atau dengan kata lain menghasilkan sebuah konsep

mengenai stereotip gender. Stereotip gender adalah terminologi „kebiasaan‟

atau ‟kepantasan‟ perihal sifat serta perilaku laki-laki dan perempuan di

masyarakat. Artinya hal-hal apa yang „pantas‟ dan „biasa‟ dilakukan oleh

perempuan dimaknai sebagai stereotip feminin. Sedangkan hal-hal yang

dianggap „pantas‟ dan „biasa‟ dilakukan laki-laki dimaknai sebagai stereotip

maskulin (Kasiyan, 2008).

Stereotip maskulin yang senantiasa dilekatkan pada laki-laki

menjelma dalam serangkaian sifat yang cenderung positif, seperti: rasional,

tegar, kuat, mandiri, tegas, dan dominan. Sementara itu stereotip feminin

yang dilekatkan pada perempuan menjelma dalam bentuk serangkaian sifat

yang cenderung dianggap negatif, seperti: emosional, lemah, halus,

tergantung (dependen), tidak tegas, dan submisif.


5

Maskulinitas sendiri juga disebut sebagai manhood atau

„kelelakian‟, dengan kata lain maskulinitas merupakan konstruksi kelelakian

terhadap laki-laki. Secara umum, maskulinitas tradisional menganggap tinggi

nilai-nilai, antara lain kekuatan, kekuasaan, ketabahan, aksi, kendali,

kemandirian, kepuasan diri, kesetiakawanan laki-laki, dan kerja. Di antara

yang dipandang rendah adalah hubungan interpersonal, kemampuan verbal,

kehidupan domestik, kelembutan, komunikasi, perempuan, dan anak-anak

(Barker, 2005).

Penelitian yang dilakukan Brody dan Hall (dalam Lewis (Ed), 2008)

mengenai perbedaan gender dalam hal emosi menunjukkan bahwa ada

perbedaan frekuensi dalam mengalami dan mengekspresikan emosi antara

laki-laki dan perempuan. Sementara Plant, dkk (2000) menemukan bahwa

beberapa emosi seperti gembira, malu, takut, dan sedih dipandang lebih

sering dialami dan diekspresikan oleh perempuan (emosi feminin) sedangkan

emosi seperti bangga, marah, dan jijik adalah emosi yang lebih sering dialami

dan dirasakan oleh laki-laki, atau dengan kata lain dikelompokkan dalam

emosi maskulin (Aloge, 2000).

Dalam kehidupan sosial, dengan tradisi maskulin yang semacam ini,

laki-laki dianggap gagal jika mereka tidak maskulin, salah satunya jika laki-

laki berpenampilan lemah dan emosional, khususnya jika laki-laki mengalami

emosi yang dianggap „milik‟ dimensi feminin yaitu emosi sedih.

Kesedihan, sebagai salah satu emosi, adalah perasaan yang dialami

ketika kehilangan seseorang atau sesuatu yang berharga, hilangnya afeksi dari
6

orang lain atau lingkungan, serta jika gagal mencapai tujuan. Izard (dalam

Strongman, 2003) mengemukakan bahwa kesedihan lebih merupakan suatu

pengalaman yang dapat menimbulkan keputusasaan, kesepian, dan

keterpisahan. Penyebab khususnya adalah kejadian dalam hidup sehari-hari

manusia, terutama kejadian-kejadian yang melibatkan unsur kehilangan.

Menurut Parrot (dalam Sloboda & Juslin, 2001), kesedihan

merupakan salah satu emosi dasar (basic emotion) yang dimiliki manusia

selain cinta, marah, terkejut, dan takut. Frijda (dalam Prawitasari, 1995)

mengemukakan bahwa emosi lebih merupakan pengalaman internal dan

bukan hanya sekedar kata yang dilabelkan padanya. Dengan kata lain setiap

orang dapat mengalami suatu emosi tertentu, namun makna dan intensitas

dari emosi itu berbeda-beda demikian juga cara atau ekspresi emosinya.

Ekspresi emosi adalah cara untuk mengkomunikasikan emosi

seseorang pada orang lain lewat komunikasi verbal maupun nonverbal

(Widiyanto, 2001). Komunikasi verbal adalah komunikasi menggunakan

bahasa baik bahasa lisan maupun tulis. Sedangkan komunikasi nonverbal

adalah komunikasi menggunakan gerak tubuh dan tangan, juga melalui

ekspresi wajah.

Lirik lagu-lagu Didi Kempot banyak menunjukkan ekspresi

kesedihan. Misalnya dalam salah satu lagu yang berjudul „Parangtritis‟:

rasane kepingin nangis/ yen kelingan parangtritis...atau dalam lagu „Stasiun

Balapan‟ secara jelas diungkapkan bahwa dirinya meneteskan air mata: ra

krasa netes eluh ning pipiku...


7

Ekspresi wajah dan gerak tubuh Didi Kempot dalam video klipnya

semakin menegaskan kesedihan yang sedang dirasakannya. Dalam video

klipnya Didi Kempot sering menutup kelopak mata dan menengadahkan

wajah yang menandakan kepasrahannya menghadapi peristiwa sedih yang ia

alami. Bahkan tanpa malu-malu dia pun menangis dalam salah satu video

klipnya.

Apa yang disajikan Didi Kempot dalam video klip dan lagu-lagunya

sangat kontras jika dibandingkan dengan penampilan dan perawakannya yang

sangat maskulin. Didi Kempot yang tampil gagah, berkulit gelap, berambut

gondrong, mengenakan jaket dan celana kulit, dan dalam salah satu video

klipnya mengendarai „motor besar‟, secara keseluruhan menampilkan citra

maskulin.

Dalam banyak kasus, penelitian dan kajian yang bertemakan

persoalan gender cenderung mengetengahkan topik tentang persoalan

perempuan dan dikaji berdasarkan perspektif perempuan (feminin) saja

sehingga kurang didapat gambaran komparatifnya dengan gender laki-laki.

Berangkat dari stereotip gender yang menggolongkan emosi sedih sebagai

emosi feminin, maka penelitian ini mencoba menghadirkan sosok laki-laki

yang (sama seperti perempuan) juga mengutamakan perasaannya.

Melalui penelitian ini, permasalahan yang akan dijawab adalah

bagaimanakah emosi sedih dialami dan diekspresikan oleh laki-laki, yang

dalam penelitian ini ditampilkan oleh Didi Kempot lewat lagu-lagu dan video

klipnya. Pengalaman dan ekspresi kesedihan dalam lagu-lagu Didi Kempot


8

akan ditempatkan pada konteks maskulinitas. Oleh karena itu penelitian ini

juga akan menjawab pertanyaan mengenai dinamika antara kesedihan dan

maskulinitas.

Pengalaman kesedihan akan diteliti lewat lirik pada lagu-lagu Didi

Kempot (verbal ) sedangkan ekspresi kesedihan akan diamati lewat potongan

adegan atau scene (nonverbal) dalam video klip Didi Kempot. Dengan

demikian lirik lagu-lagu dan video klip Didi Kempot menjadi data penelitian.

Dalam penelitian ini, lirik lagu akan diperlakukan sebagai puisi. Hal

ini sangat memungkinkan karena pada dasarnya penulisan lirik lagu

mengikuti kaidah-kaidah penyusunan puisi terutama dalam penggunaan kata-

kata yang bersifat puitis (Pradopo, 2005).

Selain itu, penelitian ini juga mencoba menambah keragaman

penelitian psikologi dari segi metode dengan menggunakan lirik lagu dan

video klip sebagai data penelitian serta menggunakan semiotik sebagai

metode analisis datanya.

B. PERMASALAHAN

Permasalahan yang ingin dijawab lewat penelitian ini dirumuskan

dalam bentuk pertanyaan penelitian. Pertanyaan inti dari penelitian ini adalah:

(1) bagaimana emosi sedih dialami dan diekspresikan oleh laki-laki, yang

dalam penelitian ini ditampilkan Didi Kempot lewat lagu-lagu dan video

klipnya, serta (2) bagaimana kaitan antara pengalaman dan ekspresi

kesedihan pada lagu-lagu Didi Kempot dengan maskulinitas.


9

Untuk mengetahui bagaimana pengalaman dan ekspresi kesedihan

serta kaitan antara kesedihan dan maskulinitas, terdapat beberapa pertanyaan

turunan dalam penelitian ini, yaitu: (a) situasi dan tindakan apakah yang

menyebabkan munculnya emosi sedih dalam diri Didi Kempot? (b)

bagaimanakah Didi Kempot menyikapi kesedihan yang dirasakannya? (c)

bagaimanakah ekspresi kesedihan diungkapkan secara nonverbal lewat klip

lagu-lagu Didi Kempot? (d) apa saja tanda-tanda maskulinitas yang tampak

pada video klip Didi Kempot? (e) makna apakah yang terkandung dalam

tanda-tanda tersebut? dan (f) bagaimana tanda-tanda tersebut bekerja dalam

kaitannya dengan kesedihan?

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana emosi

sedih dialami dan diekspresikan oleh laki-laki, yang dalam penelitian ini

ditampilkan oleh Didi Kempot lewat lagu-lagu dan video klipnya, serta untuk

mengetahui bagaimana dinamika antara kesedihan dan maskulinitas.

D. MANFAAT PENELITIAN

Secara umum, manfaat penelitian dapat dibagi menjadi dua, yaitu

manfaat teoritis dan praktis.

1. Manfaat teoretis

Penelitian ini dapat menjadi sebuah wacana yang meninjau pengalaman

dan cara mengekspresikan emosi, terutama emosi sedih, dari perspektif


10

sosial, budaya, dan psikologi. Penggunaan maskulinitas sebagai konsep

terkait juga dapat memberikan sumbangan bagi teori-teori psikologi

khususnya dalam hal emosi.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat memberikan alternatif cara bersikap bagi laki-

laki dimana laki-laki tidak perlu takut dan malu untuk dapat mengalami

dan mengekspresikan kesedihannya.

Selain itu, dengan menggunakan analisis semiotik, yang tidak

banyak dilakukan untuk penelitian psikologi, penelitian ini dapat menjadi

alternatif penelitian psikologi dengan menggunakan metode semiotik.


11

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. EMOSI

1. Pengertian dan Konsep Emosi

Emosi merupakan aspek yang penting dalam kehidupan manusia.

Dalam kehidupan sehari-hari, sering terdengar kata „emosi‟ diucapkan

oleh hampir setiap orang pada berbagai kesempatan. Kata „emosi‟

memang akrab dengan kehidupan sehari-hari,namun penggunaannya

cenderung diartikan secara negatif. Emosi dianggap sebagai hal yang

berkonotasi dengan kemarahan atau hal-hal yang merugikan orang lain,

padahal emosi sangat bermanfaat dan dapat memberi warna pada

kehidupan manusia.

„Kesalahan‟ seperti di atas memang tidak bisa dihindari karena

emosi merupakan sesuatu yang sangat kompleks, sehingga emosi tidak

memiliki satu pengertian yang dapat dipahami dan diterima secara

universal. Salah satu upaya menyelidiki definisi emosi adalah dengan

memperhatikan asal katanya atau etimologi emosi. Kata „emosi‟ berasal

dari bahasa Latin emovere, yang terdiri dari kata ‟e‟ berarti keluar dan

‟movere‟ berarti gerak. Dengan demikian secara sederhana emosi dapat

dirumuskan sebagai gerak keluar atau gerak menjauh dari-. Namun upaya

ini tidak cukup menjelaskan kompleksitas emosi, sehingga mendorong

11
12

para ahli dan peneliti untuk terus berupaya merumuskan definisi dan

konsep emosi.

Pada awal sejarah psikologi, William James (dalam Dayakisni,

2004) merumuskan emosi sebagai hasil dari reaksi terhadap sebuah

stimulus. Kemudian Buck (dalam Dayakisni, 2004) menyempurnakan

definisi emosi sebagai perasaan mendalam yang diikuti adanya perubahan

elemen kognitif maupun fisik dan mempengaruhi perilaku.

Konsep emosi lainnya juga dikemukakan oleh Sloman (t.t).

Menurut Sloman, emosi pada hakikatnya adalah proses kognitif yang

melibatkan seluruh aktifitas kognitif lainnya seperti memori, presepsi,

evaluasi, dan pemecahan masalah. Sedangkan Kleinginna dan Kleinginna

(sebagaimana dikutip oleh Sloboda & Juslin, 2001) mencoba menemukan

definisi emosi yang terdapat dalam 92 buah buku, artikel, kamus, dan

sumber-sumber lain. Mereka menemukan bahwa emosi merupakan suatu

interaksi yang kompleks antara faktor subyektif dan obyektif dan

dihubungkan oleh sistem saraf dan hormonal, yang dapat (a)

membangkitkan pengalaman afektif, (b) menimbulkan proses kognitif, (c)

mengaktifkan penyesuaian fisiologis yang luas terhadap situasi yang

menggerakkan, (d) membawa pada tingkah laku yang ekspresif, bertujuan,

dan adaptif.

Ortony, dkk (dalam Guerrero dan Andersen, 1997) mendefinisikan

emosi sebagai keadaan mental spesifik yang berfokus pada afek. Dengan

kata lain, emosi lebih merupakan suatu afek daripada keadaan kognitif dan
13

behavioral. Meski demikian, menurut Scherer (dalam Guerrero dan

Andersen, 1997) komponen kognitif dan behavioral termasuk dalam

komponen yang membentuk emosi selain komponen fisiologis dan faktor

kesiapan aksi.

Selain definisi di atas, masih terdapat banyak sekali definisi emosi

yang berbeda. Hal ini menjelaskan bahwa emosi merupakan fenomena

yang sangat kompleks. Namun, semua definisi di atas memiliki kesamaan

bahwa emosi merupakan keadaan internal yang melibatkan unsur afektif,

kognitf, behavioral, dan perubahan fisiologis yang kesemuanya membawa

pada tingkah laku yang ekspresif, bertujuan, dan adaptif.

2. Pendekatan dalam Memahami Emosi

Cara-cara individu dalam mengalami dan mengekspresikan emosi

sangat membantu untuk merumuskan konsep emosi dan membedakannya.

Menurut Sloboda & Juslin (2001), ada beberapa pendekatan untuk

memahami emosi yaitu pendekatan kategorial, pendekatan dimensional,

dan pendekatan prototip.

a. Pendekatan Kategorial

Menurut pendekatan kategorial, emosi dibagi menjadi beberapa

kategori yang berbeda satu sama lain, yang disebut basic emotions

(emosi-emosi dasar). Basic emotions adalah suatu konsep yang

mengasumsikan bahwa terdapat beberapa emosi yang bersifat asli dan

universal dan merupakan sumber atau asal dari semua emosi lainnya.
14

Emosi-emosi dasar tersebut adalah gembira, marah, sedih, takut, dan

jijik.

b. Pendekatan Dimensional

Jika pendekatan kategorial menitikberatkan pada karakteristik yang

membedakan emosi satu dengan yang lain, maka pendekatan

dimensional mengidentifikasi emosi berdasarkan dimensi-dimensi

yang dimiliki seperti aktivitas, potensi, dan valensi.

Russell (1980) dalam penelitiannya mengemukakan circumplex model

yang membagi emosi ke dalam dua dimensi, yaitu valensi dan aktifasi.

Model semacam ini dianggap sebagai cara yang sederhana dan kuat

untuk mengkategorikan emosi berdasarkan penilaian afeknya

(menyenangkan atau tidak menyenangkan) dan reaksi fisiologisnya

(tinggi atau rendah).

Di sisi lain, pendekatan semacam ini dianggap mengaburkan

perbedaan psikologis emosi berikut aspek-aspeknya. Meski demikian,

kedua pendekatan di atas, kategorial dan dimensional, cenderung

bersifat saling melengkapi.

c. Pendekatan Prototip

Asumsi dasar dari pendekatan ini terletak pada bahasa yang

membentuk konsepsi dan kategorisasi informasi. Keanggotaan emosi

pada suatu kategori didasarkan pada kemiripan dengan prototip lain.

Sebagai contoh emosi riang dan senang lebih cocok menjadi prototip

dari emosi gembira daripada emosi lega.


15

3. Fungsi Emosi

Emosi memiliki fungsi yang sangat penting bagi individu dan

kehidupannya. Menurut Mandatu (2007) terdapat tujuh fungsi emosi,

yaitu:

a. Menimbulkan respon otomatis sebagai persiapan menghadapi krisis

Secara fisiologis, individu memiliki syaraf simpatetik yang merupakan

bagian dari sistem syaraf otonom. Syaraf simpatetik berfungsi

menggerakkan respon otomatis dalam keadaan krisis. Misalnya, jika

bertemu dengan anjing yang terlihat marah, maka reaksi emosi (takut)

akan mengaktifkan fungsi syaraf simpatetik yang menimbulkan

respon menjauh atau lari untuk menghindari anjing tersebut.

b. Menyesuaikan tindakan dengan peristiwa tertentu

Emosi membantu individu untuk menggunakan respon yang tepat

pada situasi tertentu. Misalnya, dalam keadaan duka individu akan

menyesuaikan tindakan dengan situasi tersebut dengan memakai

pakaian hitam atau tidak bercanda tawa.

c. Memotivasi tindakan yang ditujukan untuk pencapaian tujuan tertentu

Setiap tindakan yang dilakukan individu pasti memiliki tujuan yang

hendak dicapai. Dalam hal ini emosi dapat membuat individu

melakukan tindakan-tindakan tertentu untuk mencapai tujuan.

Misalnya, ketika individu mengalami emosi cinta, maka individu akan

terdorong melakukan bermacam-macam tindakan untuk mendapatkan


16

perhatian orang yang dicintai, misalnya menemani mendaki gunung

padahal takut akan ketinggian.

d. Mengkomunikasikan pesan kepada orang lain

Pada saat mengalami suatu emosi, orang lain akan menangkap pesan

di balik emosi tersebut. Misalnya, jika sedang marah maka pesan yang

ingin disampaikan adalah agar orang lain lebih bersikap hormat, atau

ingin memukul orang yang membuat marah. Orang lain akan mengerti

meski pesan itu terkadang tidak diucapkan atau ditunjukkan secara

langsung.

e. Mempererat ikatan sosial

Hubungan sosial yang terjalin tanpa melibatkan emosi membuat

hubungan tersebut menjadi hambar dan kurang bermakna. Adanya

emosi positif seperti kebahagian penerimaan, kegembiraan, dan

kedamaian akan membuat hubungan sosial yang terjalin semkain erat.

Emosi juga membantu dalam interaksi antarindividu khususnya

tentang bagaimana sikap atau perilaku yang seharusnya ditampilakan.

f. Mempengaruhi memori dan evaluasi terhadap suatu kejadian

Emosi dapat mempengaruhi memori terhadap suatu kejadian untuk

kemudian mempengaruhi juga evaluasi yang diberikan terhadap

kejadian tersebut. Misalnya, respon emosional ketika dikejar anjing

(detak jantung meningkat, keringat dingin, dan gemetar karena takut)

memberi tahu individu untuk menghindari tempat dan situasi yang

sama di masa yang akan datang. Demikian juga emosi yang


17

menyenangkan dapat bertindak sebagai penguat (reinforcer) yang

mengajarkan individu untuk mencari situasi yang serupa dengan

emosi menyenangkan tersebut.

g. Meningkatkan daya ingat terhadap memori tertentu

Individu akan lebih mengingat kembali kenangan-kenangan yang

diliputi oleh emosi kuat, dan sebaliknya. Misalnya ketika kehilangan

orang yang dicintai, peristiwa ini akan teringat dengan kuat karena

pada saat itu individu mengalami kesedihan yang amat sangat.

4. Pengalaman Emosi

Guerrero (1998) mendeskripsikan pengalaman emosi sebagai suatu

keadaan mental yang spesifik dan merupakan sesuatu yang dialami di

dalam diri seseorang atau dengan kata lain bersifat intrapersonal.

Pengalaman emosi timbul karena adanya reaksi internal dalam diri

seseorang terhadap suatu stimulus yang membangkitkan emosi (emotion-

eliciting stimulus).

Valensi afektif adalah komponen utama dari pengalaman emosi.

Yang dimaksud dengan valensi afektif adalah arah penilaian kognitif dari

suatu situasi tertentu, apakah situasi tersebut dinilai baik atau buruk,

positif atau negatif, sehingga respon terhadap situasi tersebut bisa

dikatakan menyenangkan atau tidak menyenangkan.

Selain valensi afektif, komponen lain yang menyusun pengalaman

emosi adalah: (a) kesadaran akan struktur makna situasional dan penilaian
18

kognitif terhadap suatu situasi, (b) kesiapan aksi, yaitu tendensi untuk

melakukan atau mencegah timbulnya perilaku, dan (c) perubahan faali,

termasuk di dalamnya perubahan detak jantung, perubahan tingkah laku,

dan perubahan ekspresi fasial.

Pengalaman emosi juga merupakan pengalaman yang kaya akan

makna. Emosi yang dialami seseorang merupakan perpaduan dari afek,

persepsi, dan pengetahuan konseptual tentang emosi yang tergabung

dalam suatu waktu tertentu dan menciptakan suatu keadaan dimana emosi

dipahami sebagai disebabkan oleh obyek atau situasi tertentu (Barrett dkk,

2007).

B. EKSPRESI EMOSI

1. Pengertian Ekspresi Emosi

Ekspresi emosi dirumuskan sebagai perubahan-perubahan yang

mendalam pada otot dan kelenjar serta pada tingkah laku yang berasosiasi

dengan emosi (Chaplin, 2004). Ekspresi emosi adalah cara untuk

mengkomunikasikan emosi seseorang terhadap orang lain, yang dilakukan

secara sadar maupun tidak sadar (Widiyanto, 2003).

Emosi dapat diekspresikan dalam berbagai bentuk yang secara garis

besar digolongkan menjadi ekspresi verbal dan nonverbal. Ekspresi verbal

diungkapkan dengan kata-kata termasuk menulis pengalaman emosi atau

berbicara tentang emosi yang sedang dialami. Ekspresi nonverbal misalnya

tampak pada perubahan ekspresi wajah, ekspresi vokal, perubahan


19

fisiologis, gerak dan isyarat tubuh, serta tindakan-tindakan emosional

(Mandatu, 2007).

2. Ekspresi Emosi Verbal

Ekspresi verbal dari emosi diungkapkan dengan simbol atau pesan

verbal berupa kata-kata. Menurut Mulyana (2005), simbol atau pesan

verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih.

Sedangkan komunikasi verbal adalah komunikasi dengan menggunakan

simbol-simbol verbal. Simbol-simbol tersebut dapat berupa kata-kata dan

kalimat dalam berbagai bentuk, baik tertulis maupun lisan. Kata-kata

adalah kategori-kategori untuk merujuk pada objek tertentu: orang, benda,

peristiwa, sifat, perasaan, dan sebagainya.

Deskripsi verbal mengenai suatu emosi tertentu, dapat memberikan

informasi yang cukup akurat mengenai emosi tersebut secara spesifik

Menurut Ortony (dalam Fussell (Ed.), 2002) deskripsi verbal yang biasa

digunakan untuk mengekspresikan emosi adalah dengan menggunakan

kata-kata yang sifatnya literal. Kata-kata tersebut digunakan untuk

menamai atau melabeli suatu perasaan atau keadaan (state) tertentu

sebagai sebuah emosi, misalnya perasaan yang dinamakan sebagai „takut‟,

„marah‟, dan sebagainya.

Meski demikian, sulit untuk mencapai tingkat kejelasan dan kualitas

emosi „takut‟ atau „marah‟ tersebut. Hal ini disebabkan karena emosi

adalah suatu keadaan internal yang sangat kompleks sehingga kualitas


20

yang ada dalam emosi tersebut (misalnya: seberapa „marah‟, atau „takut‟

yang bagaimana) sulit diungkapkan dengan bahasa literal (Kövecses,

2004). Oleh karena itu, digunakanlah bahasa metafor sebagai solusi untuk

mendeskripsikan kualitas dari emosi yang ingin diekspresikan.

Menurut pandangan linguistik, metafor adalah model figuratif untuk

menyebut suatu hal sebagai hal yang sama dengan yang lain, atau dengan

kata lain, mengantikan suatu hal dengan hal lain yang dianggap memiliki

kualitas yang sama. Metafor tidak hanya berfungsi untuk tujuan retoris

semata, melainkan dapat digunakan pula sebagai alat untuk menyampaikan

suatu konsep yang abstrak dan sulit dimengerti agar lebih mudah

dipahami.

3. Ekspresi Emosi Nonverbal

Ekspresi emosi nonverbal adalah ekspresi emosi yang diungkapkan

lewat tanda-tanda nonverbal, yaitu melalui ekspresi wajah, gerakan tangan,

gerak tubuh, cara berbicara, maupun nada suara. Banyak informasi,

terutama suasana hati atau emosi, dapat diperoleh dari ekspresi nonverbal.

Ekman dan Friesen (1984) menyebutkan bahwa emosi dapat

dipelajari melalui tanda-tanda yang terlihat di wajah. Emosi-emosi seperti

marah, sedih, takut, dan terkejut dapat dilihat melalui gerakan-gerakan otot

di dahi, sekitar mata, hidung, dan mulut.

Mengenai ekspresi wajah, Prawitasari (1995) menyatakan bahwa

ekspresi wajah dapat mengungkap emosi manusia. Untuk mengenal


21

emosi-emosi tersebut hal yang paling tepat dilakukan adalah

memperhatikan kerutan-kerutan di sekitar dahi, mata, hidung, dan mulut.

Kerutan-kerutan tersebut akan menunjukkan emosi yang dialami.

Misalnya, emosi sedih akan terlihat dari mata meskipun orang tersenyum

bahkan tertawa. Ketidaksesuaian ini akan menimbulkan kebingungan

dalam mengartikannya, terlebih jika pernyataan yang dikemukakan juga

senjang dengan apa yang diekspresikan melalui wajah. Dalam hal ini,

ekspresi nonverbal terutama ekspresi wajah, gerak tangan, dan tubuh

dinilai lebih jujur daripada pernyataan yang diungkap secara verbal.

Meski demikian, penggunaan ekspresi verbal dan nonverbal

hendaknya terintegrasi dengan baik dan penilaian terhadapnya juga

dilakukan secara menyeluruh dan bersama-sama. Menurut Planalp & Knie

(dalam Fussell (Ed.), 2002) memfokuskan penilaian terhadap salah satu

elemen saja (misalnya ekspresi verbal) cenderung diikuti dengan

pengabaian pada elemen lain. Hal ini membuat kehalusan dan kekayaan

makna dari emosi itu sendiri tidak dapat tertangkap dengan baik.

3.1. Klasifikasi Pesan Nonverbal

Rakhmat (2003) membagi pesan nonverbal menjadi tiga kelompok

besar. Klasifikasi tersebut mengikuti klasifikasi yang dibuat Leathers

(1978) dengan sedikit perubahan:

a. Tipe Visual

1) Pesan kinesik
22

Pesan kinesik adalah pesan nonverbal yang

menggunakan gerakan tubuh untuk menyampaikan makna

tertentu. Pesan kinesik terdiri dari tiga komponen utama,

yaitu pesan fasial (menggunakan air muka untuk

menyampaikan pesan), pesan gestural (menunjukkan gerakan

sebagian anggota badan seperti mata dan tangan), dan pesan

postural (menggunakan seluruh anggota badan).

Pesan fasial

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa wajah dapat

menunjukkan sepuluh kelompok makna, yaitu kebahagiaan,

rasa terkejut, ketakutan, kemarahan, kesedihan, kemuakan,

pengecaman, minat, ketakjuban, dan tekad.

Rangkuman berbagai penelitan tentang wajah

menungkapkan bahwa wajah dapat mengkomunikasikan

hal-hal sebagai berikut: (1) penilaian dengan ekspresi

senang dan tidak senang, (2) minat terhadap orang lain atau

lingkungan, (3) intensitas keterlibatan dalam suatu situasi,

(4) tingkat pengendalian individu terhadap pernyataannya

sendiri, dan (5) ada atau tidaknya pengertian.

Pesan gestural

Menurut Galloway (dalam Rakhmat, 2003) pesan gestural

dapat digunakan untuk: (1) mendorong/ membatasi, (2)

menyesuaikan/mempertentangkan, (3) responsif/tidak


23

responsif, (4) mengungkapkan perasaan negatif/positif, (5)

memperhatikan/tidak memperhatikan, (6) melancarkan/

tidak reseptif, dan (7) menyetujui/menolak.

Pesan postural

Mehrabian (dalam Rakhmat, 2003) menyebutkan tiga

makna yang dapat disampaikan oleh postur tubuh, yaitu

immediacy, power, dan responsiveness.

Immediacy adalah ungkapan kesukaan atau ketidaksukaan

terhadap individu lain. Ketika berkomunikasi, postur yang

condong ke arah lawan bicara menunjukkan kesukaan dan

penilaian positif.

Power mengungkapkan tinggi rendahnya status pada diri

komunikator. Sedangkan responsiveness dikomunikasikan

apabila secara emosional individu bereaksi positif maupun

negatif terhadap lingkungan. Bila postur tubuh tidak

berubah, berarti individu menunjukkan sikap yang kurang

responsif.

2) Pesan proksemik

Dalam pesan proksemik, informasi atau makna tertentu

disampaikan dengan menggunakan pengaturan jarak dan

ruang. Pengaturan jarak dalam komunikasi dapat

mengungkapkan status sosial-ekonomi, keterbukaan, dan

tingkat keakraban antara si pemberi dan penerima pesan.


24

Selain itu, pesan proksemik juga dapat diungkapkan dengan

mengatur ruangan obyek dan rancangan interior.

3) Pesan artifaktual

Pesan artifaktual diungkapkan melalui keseluruhan

penampilan tubuh, pakaian, dan kosmetik yang digunakan.

Walaupun bentuk tubuh relatif menetap, seseorang sering

berperilaku dan berhubungan dengan orang lain sesuai

dengan persepsi yang dimiliki tentang tubuhnya (body

image).

Pakaian dan kosmetik erat kaitannya dengan pembentukan

citra diri. Pakaian yang dikenakan seseorang dapat digunakan

untuk menyampaikan identitas diri. Menyampaikan identitas

diri berarti menunjukkan bagaimana perilaku orang tersebut

dan bagaimana seharusnya perlakuan orang lain terhadap

dirinya. Selain itu, pakaian dapat dipakai untuk

menyampaikan perasaan, status dan peranan, serta fornalitas.

Sedangkan penggunaan kosmetik pada wajah dapat

mengungkapkan kesehatan, sikap yang ekspresif dan

komunikatif, serta kehangatan.

b. Tipe Auditif (Paralinguistik)

Secara keseluruhan, pesan paralinguistik merupakan alat

yang paling cermat untuk menyampaikan perasaan kepada orang


25

lain. Pesan paralinguistik adalah pesan nonverbal yang

berhubungan dengan cara pengucapan pesan verbal. Satu pesan

verbal dapat memiliki arti yang berbeda-beda jika diucapkan

dengan cara yang berbeda. Pesan paralinguistik antara lain terdiri

atas nada, kualitas suara, volume, kecepatan, dan ritme.

c. Tipe Nonvisual – Nonauditif

Pesan yang termasuk dalam tipe nonvisual-nonauditif

adalah pesan sentuhan dan bau-bauan (tacticle and olfactory

messages). Pesan tersebut adalah pesan yang tidak berupa kata-

kata, tidak terlihat, dan tidak terdengar.

C. KESEDIHAN

1. Pengertian dan Konsep Kesedihan

Menurut sejarah evolusi, kesedihan adalah perasaan milik mamalia

yang berakar pada dua hal, yaitu duka mendalam akibat terpisahnya

hubungan induk dengan bayi (maternal-infant separation) dan pada saat

mengalami kekalahan dalam perkelahian. Kesedihan adalah emosi yang

dirasakan ketika kehilangan sesuatu, baik obyek maupun orang lain, yang

sangat penting atau sangat berarti dalam hidup.

Ada banyak hal yang dapat menyebabkan kesedihan. Penyebab

utamanya adalah kehilangan dan keterpisahan, perubahan suasana atau

lingkungan fisik, dan konflik dalam suatu hubungan. Sementara hal-hal


26

yang dapat memicu munculnya perasaan sedih apabila mendengarkan

musik dengan tempo yang lambat, berada di dekat orang yang mengalami

kesedihan, atau mengingat peristiwa masa lalu yang menyedihkan.

Secara biologis, kesedihan dikarenakan kurangnya produksi

seratonin dalam otak. Seratonin adalah senyawa dalam otak yang berperan

sebagai transmiter atau pemancar neural dan memainkan peran dalam

jadwal tidur dan emosi (Chaplin, 2004). Orang yang merasa sedih

memiliki lebih sedikit kadar seratonin dalam tubuh dibandingkan dengan

orang yang sedang gembira.

2. Kesedihan dan Depresi

Kesedihan merupakan salah satu emosi yang sering dialami dalam

kehidupan manusia, maka adalah suatu hal yang wajar apabila seseorang

merasa sedih. Kesedihan merupakan keadaan yang tidak permanen dan

biasanya tidak berlangsung dalam jangka waktu yang lama.

Depresi adalah suatu gangguan yang ditandai dengan kesedihan

mendalam, semangat yang rendah dan berkurangnya minat dalam aktivitas

sehari-hari sebagai reaksi atas stresor-stresor tertentu. Kesedihan sendiri

merupakan salah satu simptom emosional depresi, dimana kesedihan yang

dirasakan itu berlangsung dalam jangka waktu yang lama dan intens.

Depresi bukanlah sedih, melainkan percampuran antara rasa sedih,

pesimis, tanpa harapan, dan marah. Jadi, depresi adalah emosi yang
27

kompleks. Sementara itu, sedih merupakan suatu emosi tunggal (Mandatu,

2007).

Horwitz dan Wakefield (2007) membedakan antara kesedihan dalam

taraf „normal‟ dan kesedihan yang telah menjurus pada gangguan

(disorder) seperti depresi. Beberapa komponen yang membedakan

kesedihan normal dan depresi adalah:

a. Adanya suatu konteks yang spesifik

Yang dimaksud dengan konteks spesifik adalah respon terhadap

stimulus yang secara spesifik berada pada konteks „benar/wajar‟ dan

bukan pada stimulus yang „salah/tidak wajar‟.

Stimulus yang menyebabkan kesedihan adalah rasa kehilangan.

Meski demikian, peristiwa kehilangan yang menjadi pemicu

kesedihan sangat beragam. Kehilangan yang berada dalam area

„wajar‟ dibagi menjadi tiga: pertama, kehilangan cinta dan kasih

sayang dalam hubungan yang melibatkan kedekatan, cinta, dan

persahabatan.

Kedua, kehilangan yang berasal dari aspek hierarkis dalam

hubungan sosial, seperti kehilangan status, kekuasaan, pengaruh,

harga diri dan kehormatan. Ketiga, adalah kegagalan mencapai tujuan

dan cita-cita ideal yang menjadi tujuan dalam hidup.

Ketiga jenis peristiwa kehilangan di atas tidak dapat diprediksi

sebelumnyadan mampu mengancam kesejahteraan hidup karena

obyek yang telah hilang tidak dapat diganti dengan mudah.


28

b. Intensitas yang proporsional

Proporsi atau besarnya intensitas kesedihan sebanding dengan

derajat kepentingan dan permanensi dari kehilangan itu sendiri. Selain

faktor afektif, yang menentukan tingkat keparahan respon, terdapat

faktor kognitif yang turut menentukan besarnya intensitas kesedihan.

Faktor kognitif melibatkan persepsi yang akurat atas peristiwa

kehilangan. Jika seseorang memiliki persepsi yang akurat tentang

kehilangan yang dialami maka kesedihan yang dialami (sebagai

respon atas peristiwa kehilangan) akan berada dalam kategori wajar.

Apabila perspesi seseorang telah terdistorsi oleh keyakinan yang

sifatnya delusional maka kesedihan yang dialami adalah tidak wajar.

c. Periode berlangsungnya kesedihan

Selain disebabkan karena kehilangan, kesedihan juga akan

menetap seiring dengan konteks (eksternal) dan proses coping

(internal). Selama ketegangan akibat kehilangan tetap ada, maka

kesedihan juga akan berlangsung dalam waktu yang lama. Namun jika

kehilangan itu berhasil diatasi maka kesedihan juga akan berakhir.

Biasanya kesedihan akan bertahan lama pada konteks seperti

kegagalan perkawinan, pekerjaan yang menekan, kemalangan yang

terus menerus, dan penyakit kronis. Meski demikian, periode

berlangsungnya kesedihan yang „normal‟ lebih singkat atau lebih

pendek daripada kesedihan yang termasuk gangguan depresi.


29

3. Ekspresi Kesedihan

Kesedihan bisa dilihat dari tampilan fisik seseorang, seperti postur

tubuh dan ekspresi wajah. Tubuh yang membungkuk, air mata pada wajah

disertai bibir yang mencebik, tatapan yang sayu, postur bahu merosot

(lentur ke depan), dan desahan atau nafas panjang yang dapat didengar.

Penelitian mengenai tanda-tanda fisik kesedihan pertama kali

dilakukan oleh Darwin pada tahun 1872. Penelitian tersebut menghasilkan

temuan bahwa tanda-tanda kesedihan tampak dari kelopak mata yang

menurun; otot-otot melemah; kontraksi pada dada; bibir, pipi, dan rahang

turun; sudut-sudut mulut yang menurun; kedua ujung dalam alis

mengangkat; tubuh pasif dan tidak bergerak. Sementara peneitian yang

dilakukan Ekman, dkk. pada tahun 1971 memperoleh kesimpulan bahwa

kesedihan terlihat dengan jelas pada area sekitar mata.

Ekspresi sedih dapat dengan mudah dikenali. Seseorang yang

bersedih akan terlihat dari ekspresi wajah yang sendu dengan mata yang

(mungkin) berkaca-kaca karena menangis. Selain itu aktivitas atau gerak

tubuh menjadi lamban, kata-kata diucapkan dengan berat, menjawab

pertanyaan dengan lebih singkat, dan cenderung menjadi pasif (Mandatu,

2007).

D. MASKULINITAS

Maskulinitas sering disebut sebagai manhood atau „kelelakian‟, atau

dengan kata lain merupakan konstruksi kelelakian terhadap laki-laki. Konsep


30

tentang maskulin (dan begitu juga dengan feminin) dengan segala atributnya

adalah hasil bentukan masyarakat berdasarkan kondisi sosial dan budaya pada

masyarakat tersebut. Oleh karena itu, terdapat perbedaan pandangan

mengenai konsep maskulin pada tiap daerah dan masyarakat.

Leach (dalam Grodan, 2008) mengemukakan bahwa konsep

maskulinitas dapat dipahami dalam dua bentuk. Pertama, maskulinitas

dipahami sebagai suatu bentuk identitas, yaitu suatu bentuk pemahaman atas

diri yang dapat menyusun sikap dan perilaku yang bersifat personal.

Kedua, maskulinitas menjadi ideologi kultural yang menentukan peran-

peran yang dianggap pantas dan harus dapat dipenuhi oleh laki-laki (Leach,

dalam Grodan, 2008). Peran dan stereotip gender berpengaruh pada

terbentuknya identitas gender.

Dalam pandangan sosiologi, identitas gender meliputi keseluruhan

makna yang melekat pada diri seseorang, yang didapat melalui identifikasi

terhadap peran seseorang sebagai laki-laki atau perempuan dalam masyarakat

(Stets dan Burke, 2008).

Seseorang dengan identitas maskulin harus mampu menampilkan sikap-

sikap maskulin. Perilaku yang dianggap merupakan sikap maskulin antara

lain sikap dominan, kompetitif, mandiri, tegar, kuat, dan rasional.

1. Teori Perkembangan Identitas Gender

Menurut Stets dan Burke (2008) terdapat tiga teori pokok untuk

mengetahui tentang perkembangan maskulinitas, yaitu perkembangan

identitas gender menurut psikolanaisis, teori kognitif, dan belajar.


31

1.1 Psikoanalisis

Teori perkembangan psikoseksual berpandangan bahwa

identitas gender seseorang berkembang melalui identifikasi pada

figur orangtua dengan jenis kelamin yang sama dengan anak. Anak

laki-laki belajar sifat maskulin dari figur ayah, sedangkan anak

perempuan belajar sifat feminin dari figur ibu.

Identifikasi ini dilakukan pada saat anak berusia tiga tahun atau

pada masa perkembangan tahap phalic (3-6 tahun). Pada usia ini

muncul ketertarikan pada figur orangtua dari jenis kelamin yang

berbeda. Ketertarikan ini menimbulkan rasa ingin tahu terhadap

perbedaan bentuk tubuh laki-laki dan perempuan, atau orang dewasa

dan anak-anak.

Ketertarikan ini sekaligus menimbulkan konflik berupa rasa

cemburu pada figur orangtua sejenis. Namun, konflik tersebut dapat

diredam pada akhir masa phalic (6 tahun), dimana anak melepaskan

hasrat terhadap figur orangtua lain jenis dan kembali

mengidentifikasikan diri pada figur orangtua sejenis.

Ibu memegang peran sentral dalam perkembangan identitas

gender (Chodorow, dalam Stets&Burke, 2008). Ibu cenderung lebih

memiliki kedekatan dengan anak perempuan karena memiliki jenis

kelamin yang sama, sehingga anak perempuan lebih dibantu dalam

mengembangkan sifat feminin.


32

Di satu sisi, ibu cenderung lebih berjarak dan jauh dengan anak

laki-laki karena berbeda jenis kelamin. Dengan demikian, anak laki-

laki akan didorong untuk lebih dekat dengan ayah. Melalui

identifikasi dengan ayah inilalah anak laki-laki belajar mengenai

sifat maskulin.

1.2 Teori Perkembangan Kognitif

Teori perkembangan kognitif memiliki kesamaan dengan teori

perkembangan psikoseksual. Keduanya mengakui adanya suatu

periode kritis dalam tahap perkembangan yang berpengaruh pada

pembentukan identitas gender. Jika psikoseksual menekankan pada

latarbelakang seksual, maka teori perkembangan kognitif

menganggap periode kritis tersebut dilatarbelakangi oleh proses

kognitif.

Menurut teori ini, ada dua tahap krusial dalam perkembanagn

identitas gender:

a. Menemukan identitas gender yang pasti

Menurut teori perkembangan kognitif, pembentukan identitas

gender sudah ada sebelum tahap identifikasi dengan orangtua.

Ketika anak mulai memahami sebutan “anak laki-laki” atau

”anak perempuan” yang melekat pada dirinya, maka anak mulai

menyesuaikan diri dengan identitas yang dikenakan padanya.

b. Menjaga konstanitas identitas gender


33

Ketika anak telah mengetahui identitas gendernya, maka anak

akan menggunakan identitas gendernya ketika berinteraksi

dengan orang lain. Melalui interaksi dengan lingkungan dan

oranglain, maka anak akan mendapatkan pemahaman bahwa

identitas gendernya akan menetap dan tidk akan berubah.

Ketika identitas gendernya sudah terbentuk, maka dirinya akan

termotivasi untuk menampilkan perilaku yang sesuai dengan

identitas gendernya dan menjaga konstanitas identitas

gendernya.

1.3 Teori Belajar

Teori belajar menekankan arti penting lingkungan sekitar

individu dalam mencapai perkembangan identitas gender. Menurut

teori ini, lingkungan sekitar anak (orangtua, guru, dan teman sebaya)

yang akan membentuk identitas gendernya.

Pengetahuan tentang identitas gender diajarkan lewat pemberian

penguatan berupa „hadiah atau hukuman‟ (reward and punishment).

Pemberian penguatan secara nyata tampak pada penampilan luar,

seperti pakaian, pemilihan mainan, dan sikap sehari-hari. Melalui

mekanisme „hadiah dan hukuman‟, seorang anak akan mempelajari

penampilan dan tingkah laku yang layak bagi dirinya.

Perkembangan identitas gender juga dilakukan melalui

modelling dan observasi. Modelling bukan sekedar meniru perilaku


34

model (orang lain), karena modelling melibatkan penambahan atau

pengurangan tingkah laku yang teramati, menggeneralisir berbagai

pengamatan, dan melibatkan proses kognitif (Alwisol, 2005).

Seorang anak akan meniru hal-hal yang baik dari model dengan

harapan akan mendapatkan „hadiah‟ seperti yang diterima model.

2. Sifat Maskulin – Feminin

Ideologi patriarki dalam masyarakat Indonesia masih tertanam

dengan kuat (Gani & Chandra, 2007). Pada struktur masyarakat seperti ini

sifat-sifat maskulin dan feminin dibedakan dengan sangat jelas. Laki-laki

dan perempuan dipandang sebagai kutub yang berlawanan dalam banyak

atribut kepribadian, bahkan segala ciri dan sifat yang dipersepsikan

berkaitan dengan laki-laki lebih bernilai daripada ciri dan sifat yang

dihubungkan dengan perempuan (Handayani, 2004).

Berkaitan dengan dimensi maskulin, laki-laki dianggap lebih

kompeten, berorientasi pada prestasi, kuat, mandiri, aktif, kompetitif, dan

percaya diri (Handayani, 2004). Hoftstede (2001) mengungkapkan bahwa

laki-laki diharuskan untuk menjadi asertif, kuat, dan fokus pada

kesuksesan secara material. Sedangkan perempuan dituntut untuk lebih

rendah hati, lembut, dan berkonsentrasi pada kualitas hidup.

Model maskulinitas hegemonik menawarkan karakteristik

maskulin „ideal‟ yang harus dimiliki oleh laki-laki, seperti agresif, kuat,

dorongan yang kuat, dan kepercayaan diri. Maskulinitas hegemonik


35

menjadi model maskulinitas yang jamak pada masyarakat patriarkis dan

digunakan sebagai alat legitimasi kekuasaan pada masyarakat patriarkis,

dimana kedudukan pria lebih dominan sehingga kaum perempuan berada

pada posisi subordinat. Hal ini menjadikan segala sifat dan

karakteristiklaki-laki (maskulin) dianggap superior, sedangkan segala sifat

dan karakteristik perempuan adalah inferior. Chambers (2005)

mengemukakan sifat yang tergolong maskulin dan sifat yang tergolong

feminin, antara lain:

Tabel 1. Sifat Maskulin – Feminin

Sifat Maskulin Sifat Feminin


Agresif Emosional
Independen Dependen
Obyektif Subyektif
Dominan, aktif Submisif, pasif
Menyembunyikan emosi Mudah menangis dan „terluka‟
Kompetitif Lembut
Logis Sulit mengambil keputusan
Mudah membuat keputusan Kebutuhan yang tinggi akan rasa aman
Ambisius Banyak bicara
Kasar dalam berbahasa Mudah dipengaruhi
Bicara terus terang Kebiasaan sehari-hari yang rapi dan
Kebiasaan sehari-hari yang kasar teratur
dan ceroboh Berorientasi pada „rumah‟
Banyak bicara

Sumber: Chambers, J. (2005)

3. Emosi Maskulin – Feminin

Penelitian yang dilakukan Brody dan Hall (dalam Lewis (Ed),

2008) mengenai perbedaan gender dalam hal emosi menunjukkan bahwa

ada perbedaan frekuensi dalam mengalami dan mengekspresikan emosi

antara laki-laki dan perempuan. Sementara Plant, dkk (2000) menemukan

bahwa beberapa emosi seperti gembira, malu, takut, dan sedih dipandang
36

lebih sering dialami dan diekspresikan oleh perempuan (emosi feminin)

sedangkan emosi seperti bangga, marah, dan jijik adalah emosi yang lebih

sering dialami dan dirasakan oleh laki-laki, atau dengan kata lain

dikelompokkan dalam emosi maskulin.

E. TINJAUAN UMUM MENGENAI KARAKTERISTIK GENDER DAN

EMOSI DALAM BUDAYA JAWA

Budaya Jawa, yang didukung dan dihayati oleh manusia Jawa, sering

diagungkan sebagai budaya yang menjunjung tinggi persamaan gender. Laki-

laki dan perempuan memiliki tempat dan porsi yang sama dalam kehidupan

sosial. Namun dalam kehidupan sehari-hari, konsep paternalistik tetap hadir

dalam pembagian peran antara laki-laki dan perempuan.

Sebagai contoh, konsep paternalistik berlaku dalam hal pembagian

harta waris. Budaya Jawa mengenal konsep sepikul segendong dalam

pembagian harta waris. Dalam konsep ini, anak laki-laki memperoleh dua

bagian sedangkan anak perempuan hanya memperoleh satu bagian saja.

Konsep yang sama juga berlaku dalam pembagian harta gono-gini (harta

perolehan bersama) pada saat perceraian.

Meski dalam ranah publik laki-laki cenderung lebih dominan daripada

perempuan, namun menurut Handayani (2004) perempuan juga memiliki

dominasi „di balik layar‟ yang sangat berpengaruh. Misalnya dalam

kehidupan rumah tangga, seorang ibu (perempuan) adalah pusat keluarga


37

yang pada umumnya memegang kontrol atas keuangan dan cukup

menentukan dalam pengambilan keputusan-keputusan penting.

Peran ibu dinilai sangat straregis mengingat keluarga adalah basis hidup

yang sangat penting bagi manusia Jawa. Para ibu (perempuan) jelas

memegang peranan riil yang penting dan sangat menonjol. Mengenai kuasa

dan peran perempuan, Rogers (sebagaimana dikutip oleh Handayani, 2004)

menyebutkan bahwa dalam kultur Jawa dominasi laki-laki hanya berhenti

pada ideologi sedangkan dominasi perempuan adalah dominasi yang nyata

dan praktis yang lebih memperlihatkan kuasa yang hidup.

Karakteristik perempuan dalam rumah tangga adalah karakteristik yang

„tahan banting‟ dan mrantasi (serba bisa). Meski demikian, karakteristik ideal

perempuan Jawa juga mengutamakan sifat-sifat lemah lembut, bertutur kata

halus, sopan, dan memiliki pengendalian diri yang tinggi. Demikian halnya

dengan karakteristik laki-laki Jawa pada umumnya yang sangat didominasi

oleh sifat ingin menjaga kehormatan keluarga, tenang, terkontrol, dan tidak

suka berkonflik (Handayani, 2004).

Karakteristik manusia Jawa, laki-laki dan perempuan, yang demikian

cenderung mendekati sifat-sifat feminin daripada maskulin. Bahkan

karakteristik laki-laki Jawa pun lebih dekat dengan ciri sifat feminin

(Handayani, 2004). Meski demikian, menurut Darwin (2005), budaya Jawa

tetap memiliki definisi atau standar maskulinitas tersendiri bagi laki-laki.

Dalam kebudayaan Jawa, laki-laki akan dikatakan sukses jika berhasil


38

memiliki istri (garwa), harta (bondo), kendaraan (turangga), burung sebagai

binatang peliharaan (kukilo), dan senjata atau kesaktian (pusaka).

Dalam hal emosi, manusia Jawa cenderung memiliki perasaan yang

peka, dalam arti cepat menangkap kata-kata terselubung atau sindiran

(Partokusumo, 2007). Meski demikian, pada umumnya manusia Jawa

menghindari keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan emosi tertentu

terutama emosi-emosi negatif.

Sistem nilai Jawa tidak memberi banyak peluang bagi ekspresi

individual yang terbuka karena pengungkapan perasaan-perasaan dianggap

tidak sopan, memalukan, dan mengganggu ketertiban serta kehidupan pribadi

orang lain (Mulder, 1983). Bagi manusia Jawa, keselarasan merupakan kunci

dari kehidupan (Magnis-Suseno, 1984) sehingga jika mengalami emosi

tertentu maka ia akan berusaha mengembalikan keadaan pada suasana emosi

netral sebelumnya. Pertentangan di dalam masyarakat dianggap merusak

harmoni, oleh sebab itu lebih baik mengurangi pertengkaran dan perdebatan

tetapi tidak dalam posisi meninggalkan persoalan.

F. MUSIK, LAGU, DAN LIRIK LAGU

1. Musik dan Lagu

Secara etimologis, kata „musik‟ berasal dari bahasa Yunani

mousikê, yang berasal dari kata muse. Dalam bahasa Yunani kuno, kata

mousikê merujuk pada segala bentuk kesenian dan pengetahuan yang


39

dikuasai oleh pada Muses, sembilan dewi keturunan Zeus pada legenda

Yunani kuno.

Bernstein dan Picker (dalam Sarosa, 2002) mendefinisikan musik

sebagai perpaduan antara berbagai suara yang diolah dalam suatu tempo

tertentu, memiliki nilai-nilai seni dan dapat digunakan untuk

mengekspresikan ide dan perasaan pada para pendengarnya.

Hasil penelitian Sloboda (2001), menemukan bahwa musik

berkaitan erat dengan perubahan suasana hati dan dapat menghasilkan

ketenangan. Misalnya, musik dapat memperbaiki suasana hati yang

diwarnai kejenuhan dan kebosanan, meningkatkan konsentrasi,

memperkuat ingatan, menggugah semangat, bahkan berkaitan erat dengan

perasaan-perasaan lebih mendalam seperti kesedihan dan kesepian. Oleh

karena itu musik berkaitan erat terhadap emosi dalam kehidupan sehari-

hari. Penelitian-penelitian yang telah dikemukakan menguatkan hasil

kajian yang dilakukan, seperti fungsi musik dalam kehidupan sehari-hari,

dan musik dalam sebuah komposisi tetap akan memberikan kontribusi

terhadap respons emosi walau rumit, sederhana atau sefamiliar apapun.

2. Lirik Lagu

Lagu sebagai media yang universal dan efektif, dapat menuangkan

gagasan, pesan, dan ekspresi pencipta lagu kepada pendengarnya melalui

lirik, komposisi musik, pemilihan instrumen musik, dan cara

membawakannya (Krisdianto, 2008). Gagasan dalam lagu dapat berupa


40

ungkapan cinta, curahan hati, kemarahan, kegundahan , kekecewaan, kritik

sosial, dan sebagainya. Gagasan tersebut diungkapkan melalui rangkaian

kata-kata yang disebut lirik lagu.

Lirik lagu adalah faktor dominan dalam penyampaian pesan dari

sebuah lagu hingga akhirnya dapat dinikmati oleh pendengarnya. William

Moylan (dalam Krisdianto, 2008) mengungkapkan bahwa musik yang

mengandung sebuah teks (lirik lagu) akan mengkomunikasikan beberapa

konsep, diantaranya cerita tentang sesuatu, kesan dan pengalaman si

pengarang lagu, dan menimbulkan komentar-komentar atau opini sosial.

Makna yang terkandung dalam lirik lagu dapat bersifat implisit

(tersembunyi) atau eksplisit (terbuka, jelas), abstrak, bahkan tidak dapat

dipahami. Oleh karena itu, lirik lagu mampu menimbulkan banyak

persepsi yang sangat dipengaruhi oleh tingkat pemahaman seseorang yang

berasal dari pengalaman hidup serta aspek lingkungan.

Dalam pembahasan lirik lagu, konteks menjadi salah satu hal yang

penting untuk dapat memaknai lirik lagu. Susan Donley (2001), melihat

adanya keterkaitan yang kuat antara lirik lagu dan realitas sosial. Ia

membagi fungsi lirik lagu menjadi tiga, yaitu fungsi literatur, fungsi

dokumentasi sejarah, dan fungsi dokumentasi sosial.

Fungsi literatur menekankan aspek tema dan pesan pada lirik lagu.

Fungsi dokumentasi sejarah melihat aspek tata nilai, kepercayaan, dan

peristiwa pada kurun waktu tertentu. Sementara fungsi dokumentasi sosial


41

melihat aspek representasi trend, motivasi, pengalaman si pencipta lirik,

dan untuk siapa lirik itu dibuat.

3. Lirik Lagu sebagai Puisi

Dalam penelitian ini, peneliti memperlakukan lirik lagu sebagai

puisi. Pradopo, dalam buku Pengkajian Puisi (2005) mengumpulkan

beberapa definisi tentang puisi, dan menarik kesimpulan bahwa puisi

adalah salah satu jenis karya sastra yang merupakan ekspresi pikiran dan

perasaan serta mampu merangsang imajinasi panca indera yang

kesemuanya itu disusun dalam bahasa yang berirama.

Puisi dikatakan memiliki beberapa unsur pembentuk seperti

kesatuan susunan baris sajak (korespondensi) yang bersifat akustik,

memiliki periodisitas dari awal hingga akhir, dan menggunakan kata-kata

yang bersifat puitis.

Penyusunan lirik lagu mengikuti kaidah unsur-unsur pembentuk

puisi, terutama dalam menggunakan kata-kata yang bersifat puitis. Sebuah

kata memiliki sifat puitis apabila mampu membangkitkan perasaan,

menarik perhatian, dan menimbulkan keharuan.

Kepuitisan itu dapat dicapai dengan bermacam cara, misalnya

dengan bentuk visual (lewat tipografi dan susunan bait), dengan bentuk

bunyi (lewat persajakan, asonansi, aliterasi, kiasan bunyi, lambang rasa,

dan orkestrasi), dengan pemilihan kata (diksi), bahasa kiasan, sarana

retorika, unsur ketatabahasaan, gaya bahasa, dan sebagainya.


42

Unsur pembentuk puisi yang paling penting adalah kata.

Penempatan kata yang menimbulkan gaya kalimat disamping ketepatan

pemilihan kata memegang peranan penting dalam penciptaan puisi. Unsur

kata dalam puisi antara lain:

a) Kosakata

Kecakapan seorang penyair dalam menggunakan kata-kata dalam

puisi ciptaannya menentukan bagus atau tidaknya puisi tersebut.

Seorang penyair sering mempergunakan kata-kata asing atau kata-kata

kuno yang tidak familiar atau tidak umum digunakan dalam bahasa

sehari-hari. Hal ini dilakukan demi mencapai estetisitas atau efek

puitis yang tinggi. Meski demikian, puisi akan memiliki nilai abadi

jika di dalamnya si penyair berhasil menggunakan kata-kata yang

umum digunakan sehari-hari tanpa mengurangi estetisitas dan efek

puitisnya. Penggunaan kata-kata sehari-hari dapat memberikan efek

gaya yang realistis, sedangkan penggunaan kata-kata yang indah dapat

memberi efek romantis.

b) Pilihan kata (diksi)

Perasaan, pikiran, dan pengalaman yang hendak disampaikan penyair

dalam puisinya haruslah disampaikan dengan tepat. Kata-kata yang

dipilih dan disusun sedemikian rupa hingga menimbulkan imajinasi

estetik disebut diksi puitis (Pradopo, 2005). Untuk mendapatkan kata

yang sesuai, penyair mempergunakan kata-kata kias (figuratif),

ungkapan, kata serapan, dan permainan bunyi.


43

c) Kata denotasi dan konotasi

Masih terkait dengan pemilihan kata (diksi), sebuah kata memiliki dua

aspek arti, yaitu denotasi dan konotasi. Altenbard (dalam Pradopo,

2005) mengemukakan bahwa denotasi sebuah kata adalah definisi

kamusnya, yaitu pengertian yang menunjuk pada benda atau hal yang

diberi nama dengan kata tersebut. Sedangkan konotasi sebuah kata

adalah arti tambahan yang dihasilkan dari asosiasi-asosiasi dari

denotasinya, biasanya merujuk pada kualitas atau sifat tertentu.

Misalnya, kata „karang‟ memiliki arti denotasi sebuah benda yang

lazim ditemukan di laut, namun juga diasosiasikan dengan sifat

kokoh, kuat, dan teguh.

d) Majas (bahasa kiasan dan gaya retorika)

Penggunaan bahasa kias menyebabkan puisi menjadi hidup, segar,

menarik perhatian, dan menimbulkan kejelasan gambaran angan.

Meski banyak macamnya, bahasa kiasan memiliki sifat umum yaitu

mempertalikan atau mempersamakan suatu hal dengan hal yang lain.

Bahasa kiasan yang sering digunakan adalah metafora, simile,

personifikasi, dan alegori.

Sedangkan penggunaan gaya retorika mampu menimbulkan

ketegangan puitis bagi para pembacanya hingga mampu

berkontemplasi dengan apa yang dikemukakan penyair. Gaya retorika

yang sering dipakai antara lain paradoks, pleonasme, tautologi, dan

hiperbola. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penggunaan


44

bahasa kias dan gaya retorika bertujuan untuk menimbulkan efek

tertentu pada puisi, yaitu efek perbandingan, sindiran, penegasan, dan

pertentangan.

e) Citraan

Citraan atau gambaran pikiran adalah sebuah efek dalam pikiran yang

sangat menyerupai gambaran yang dihasilkan oleh penangkapan

panca indera manusia. Citraan ada bermacam-macam sesuai dengan

yang dihasilkan panca indera, yaitu citraan penglihatan, pendengaran,

penciuman, perabaan, dan pencecapan. Bahkan citraan juga dihasilkan

oleh pemikiran dan gerakan.

G. CAMPURSARI

1. Keroncong dan Lahirnya Musik Campursari

Musik campursari yang kini dikenal luas dan digemari oleh

masyarakat Jawa Tengah dan daerah sekitarnya merupakan variasi atau

turunan dari musik keroncong. Masyarakat Indonesia sudah lama

mengenal musik keroncong sebagai musik yang dibawa oleh para pelaut

dari Portugis. Namun, menurut Andjar Any (seniman musik, penyanyi dan

pencipta lagu) musik keroncong bukanlah semata-mata musik import,

namun merupakan hasil adaptasi nenek moyang terhadap musik yang

datang dari luar.

Sebelum muncul jenis musik dan lagu-lagu keroncong, kata

„keroncong‟ sudah lama dikenal oleh bangsa Indonesia (Achmad, 1983).


45

Wanita Indonesia kerap menggunakan perhiasan berupa gelang tipis

berjumalah 10 hingga 15 buah yang terbuat dari emas atau perak. Apabila

pemakainya berjalan sambil melenggangkan tangannya maka akan

terdengar bunyi seperti alat musik keroncong (ukulele). Selain itu, dalam

kesenian wayang orang juga dikenal istilah „keroncong‟ untuk menamakan

gelang yang dipakai oleh tokoh-tokoh wayang, baik laki-laki maupun

perempuan.

Musik keroncong adalah musik dengan irama yang khas hasil

petikan ukulele ditambah suara kendang dan petikan cello. Pada mulanya,

instrumen musik keroncong terdiri dari gitar, ukulele, banjo, biola,

seruling/flute, mandolin, dan rebana atau jidor. Dalam perkembangan

berikutnya, alat musik keroncong ditambah dengan keyboard dan ada

kalanya menggunakan alat musik gamelan sebagai variasi.

Terdapat beberapa jenis lagu yang sangat erat dengan irama

keroncong. Jenis-jenis lagu tersebut antara lain: lagu dan langgam

keroncong, stambul, gambang kromong, dan langgam jawa. Perubahan

dalam musik keroncong tidak hanya pada instrumen yang digunakan

namun juga merambah pada syair lagu keroncong. Semula syair lagu

keroncong berupa pantun melayu atau parikan (peribahasa) jawa, namun

pada tahun 1935 terjadi perubahan besar dengan munculnya lagu „Rindu

Malam‟ yang berbahasa Indonesia.

Pada tahun 1960, timbulah fenomena baru dengan hadirnya irama

langgam jawa yang dipelopori oleh Andjar Any dengan lagunya „Entit‟,
46

‟Jangkrik Genggong‟, dan „Yen Ing Tawang‟. Irama langgam jawa inilah

yang kemudian mendominasi musik keroncong.

Layaknya aliran musik lain yang mengalami pasang surut, dalam

tubuh musik keroncong juga mengalami masa-masa pergulatan dengan

menurunnya minat dan perubahan selera para pendengar musik keroncong.

Kaidah-kaidah musik keroncong dianggap tidak fleksibel dalam

menghadapi perkembangan zaman. Musik keroncong kemudian

mengalami kemerosotan, karya-karya keroncong baru semakin sulit

ditemukan. Hingga pada akhirnya lahirlah musik campursari yang menurut

Andjar Any (seperti dikutip oleh Aribowo, 2008) merupakan buah

kerinduan para pemusik keroncong terhadap sesuatu yang baru.

2. Perkembangan Musik Campursari

Munculnya jenis musik campursari telah mendobrak pakem irama

musik keroncong dengan menggabungkan alat-alat musik tradisional

(gamelan) dan alat-alat musik modern (keyboard, gitar elektrik, bass, dan

drum). Kata „campursari‟ sendiri diambil dari kata „campur‟ yang berarti

bergabungnya beberapa alat musik, baik tradisional maupun modern, dan

kata „sari‟ yang berarti penggabungan tadi menghasilkan jenis irama khas,

rancak, dan enak untuk dinikmati (Suparno, t.t.).

Manthous, seniman dan pelopor musik campursari, memberikan

batasan bahwa yang disebut irama campursari adalah langgam Jawa

dengan notasi pelog atau slendro. Batasan lain dikemukakan oleh S.


47

Maryo, pengamat musik keroncong asal Solo, bahwa yang disebut

campursari adalah langgam Jawa yang ditambah suara kendang. Selain itu

Juhartono (seperti dikutip oleh Aribowo, 2008) mengungkapkan bahwa

campursari identik dengan irama pentatonik yang mampu mengolah lagu-

lagu cengkok Jawa dengan menggunakan instrumen gamelan.

Perkembangan musik campursari dimulai oleh mendiang

S.Dharmanto. Pada tahun 1972. ia menggubah lagu-lagu langgam Jawa

dengan memasukkan instrumen saron (dari unsur karawitan) ke dalamnya.

Gubahan itu terdapat dalam lagu „Wanito Utomo‟, „Sekar Mawar‟ dan

„Potretmu‟. Ketiga lagu itu terekam dalam album „Potretmu‟ produksi

Lokananta tahun 1973. Dalam album ini, Gesang juga ikut menyumbang

dua lagu, yaitu „Ngelam-lami‟ dan „Andum Basuki‟. Sementara Andjar

Any menyumbang lagu „Yen ing Tawang‟, „Nyidam Sari‟ dan „Eling-

eling‟ yang telah dibuat jauh sebelum album tersebut direkam.

Pada tahun 1976, Mus Mulyadi merekam lagu-lagu campursari

yang diberi istilah pop jawa berjudul „Kidang Talon‟ dan „Gambang

Suling‟. Pada kurun waktu tahun 1976-1978, Radio Orkes Semarang dan

Orkes Bintang Surakarta mulai mengikuti jejak S. Dharmanto dengan

membuat aransemen langgam jawa yang dicampur dengan instrumen

gamelan. Lagu-lagu tersebut telah direkam oleh IRA Record di Semarang.

Namun pada saat itu istilah campursari belum dipergunakan.

Pada tahun 1989, Manthous juga membuat rekaman lagu-lagu

Jawa dengan memasukkan instrumen organ atau keyboard, saron, dan


48

kendang sebagai ciri khasnya. Menurut Is Haryanto, penyanyi dan

pencipta lagu Favorite Grup pimpinan mendiang Aloysius Riyanto,

pemusik keroncong sebenarnya telah melakukan eksperimen dengan

memasukkan unsur gamelan ke dalam keroncong, namun usaha ini hanya

bersifat sambil lalu sehingga cepat dilupakan dan tidak meninggalkan

bekas (Aribowo, 2008). Ketekunan dan ciri khas yang dimiliki Manthous

membuat hasil karyanya semakin sempurna dan disukai masyarakat.

Manthous, yang merupakan pemain cello pada Orkes Keroncong

Bintang Jakarta, pada awalnya memadukan kendang dalam irama langgam

keroncong. Hal ini dikarenakan ketidakpuasannya pada fungsi cello

sehingga ia memutuskan untuk menggantinya dengan kendang. Perubahan

ini kemudian memicu beberapa perubahan dan penambahan lain pada

irama langgam keroncong.

Pergantian dan penambahan instrumen yang dilakukan Manthous

antara lain dengan menambahkan instrumen gamelan seperti saron, siter,

gender, demung, dan gong. Manthous juga menambahkan instrumen

modern seperti gitar bass (sebagai pengganti bas betot), keyboard,

tamborin, gitar elektrik, dan drum. Setelah melalui serangkaian percobaan

yang diulang-ulang dalam waktu yang lama, Manthous menemukan

„racikan‟ yang pas antara alat-alat musik tradisional (gamelan) dan alat-

alat musik modern tanpa menghilangkan laras dan pakem irama

keroncong, hingga terciptalah formula baru bernama campursari.


49

Pada tahun 1995 Manthous membentuk grup campursari dengan

nama Campursari Gunung Kidul (CSGK). Grup campursari ini

meluncurkan album pertamanya dengan judul „Konco Tani‟ yang sangat

laris di pasaran. Album keduanya yang berjudul „Nyidam Sari‟ mendapat

sambutan yang luar biasa dari masyarakat hingga terjual satu juta keping

dalam waktu yang singkat. Sejak saat itu nama Manthous identik dengan

campursari sebagai orang yang memopulerkan jenis musik campursari.

Keberhasilan Manthous mengangkat pamor musik campursari juga

telah menghasilkan banyak penyanyi dan pencipta lagu campursari yang

mengikuti jejak Manthous. Nama-nama tersebut antara lain Koko Thole

yang menggugah perkembangan industri rekaman lokal, pesinden

Sunyahni yang lebih populer sebagai penyanyi campursari, dan bahkan

telah mendirikan perusahaan rekaman sendiri bernama Sunyah Record.

Namun belakangan setelah mendirikan Sunyah Record, produk rekaman

yang dihasilkan diberi nama Jamus (Jawa Musik) dan bukan campursari

lagi.

Selain kedua nama diatas tersebut pula Jujuk Eksa, putra dalang Ki

Rajak Pramono asal Boyolali. Ia dikenal sebagai komposer, pemusik, serta

pencipta irama keroncong dangdut (congdut), yaitu irama campursari yang

lebih didominasi oleh irama dangdut, pop, dan rock. Seniman yang

kemudian berkibar dengan irama congdut ini salah satunya adalah Didi

Kempot.
50

H. DIDI KEMPOT

1. Sejarah Hidup Didi Kempot

Didi kempot disebut oleh beberapa kalangan sebagai generasi baru

campursari. Meski tidak berada pada aliran campursari klasik seperti

Manthous, namun di tangan Didi Kempot musik campursari menjadi lebih

disukai terutama karena menggunakan irama dangdut yang menjadi musik

masyarakat menengah ke bawah kala itu.

Pria kelahiran Solo, 31 Desember 1966 ini bernama asli Didi

Prasetyo. Ayahnya adalah Ranto Edi Gudhel, pelawak terkenal asal Solo,

dan kakaknya adalah pelawak Mamiek Prakosa yang lebih dikenal dengan

nama „Mamiek Srimulat‟. Lahir di keluarga seniman membuat Didi

Kempot memiliki darah seni pula seperti ayah dan kakaknya. Meski Didi

Kempot remaja dikenal sebagai anak yang bandel dan nekat, namun ia

tetap memiliki bakat dan minat seni. Kemampuannya untuk menghasilkan

karya seni terbukti dari lagu-lagu yang telah diciptakannya sejak remaja.

Kelas 3 SMP Didi Kempot memberanikan diri mengamen dengan

lagu-lagu ciptaannya sendiri. Keputusannya untuk mengamen dilakukan

secara diam-diam tanpa sepengetahuan ayahnya. Pengalaman pertamanya

adalah mengamen di rumah tetangga yang hanya berjarak delapan rumah

dari kediamannya. Mengenai hal ini, Didi Kempot mengatakan bahwa

kenekatannnya untuk mengamen itu dianggap sebagai tes mental.

Gitar pertama yang ia miliki juga merupakan hasil kebandelannya.

Pada waktu itu, Didi Kempot yang masih duduk di kelas 2 SMA
51

memutuskan untuk menjual sepeda pemberian ayahnya. Uang hasil

penjualan sepeda itu ia tukarkan dengan sebuah gitar seharga empat ribu

rupiah. Berbekal semangat dan sebuah gitar Didi Kempot hijrah ke Jakarta

untuk menjadi pengamen.

Sewaktu Didi Kempot menginjakkan kaki pertama kali di Jakarta,

kakaknya pelawak Mamiek „Srimulat‟ sudah cukup sukses dan terkenal

sebagai pelawak. Namun, Didi Kempot tidak serta merta hidup enak dan

memanfaatkan ketenaran kakaknya. Ia memilih untuk memulai karirnya

dari bawah, yaitu menjadi pengamen di jalanan.

Didi Kempot merintis kariernya sebagai seorang pengamen jalanan

bersama teman-temannya dalam Kelompok Penyanyi Trotoar (kata

„Kempot‟ di belakang namanya adalah kependekan dari Kelompok

Penyanyi Trotoar). Berbagai kisah hidup yang tidak mengenakkan telah

dialami Didi Kempot selama hidup di jalan. Dalam satu hari ia pernah

tidak mendapat uang sama sekali. Seringkali ia harus berhutang pada

temannya atau pada pemilik warung untuk bisa makan. Bahkan tidur di

emperan toko pun pernah ia jalani.

Kehidupan jalanan yang sulit dan keras tidak menyurutkan niat

Didi Kempot untuk terus berkarya. Ia tetap konsisten menyanyikan lagu-

lagu ciptaannya ketika mengamen. Lagu-lagu ciptaannya kemudian sering

dinyanyikan pula oleh para pengamen lain sehingga sosok dirinya dan

lagu-lagu ciptaannya menjadi terkenal di kalangan para pengamen.


52

Suatu ketika kelompok Lenong Bocah mengajak Didi Kempot

untuk rekaman di TVRI. Pengalaman ini merupakan suatu pengalaman

yang sangat membanggakan untuk Didi kempot pada saat itu. Setelah

menyelesaikan proyek rekaman bersama Lenong Bocah, kakaknya

mengabarkan bahwa ia akan dipertemukan dengan Pompi, musikus

mantan anggota grup No Koes. Setelah mencoba suaranya di studio milik

Pompi, akhirnya Didi Kempot diajak rekaman dengan lagu andalan

berjudul „We Cen Yu‟ kependekan dari „Kowe Pancen Ayu‟.

Sejak saat itulah karir Didi Kempot di industri musik mulai

dikukuhkan. Pada tahun 1997, Didi Kempot meluncurkan album

pertamanya dengan lagu andalan berjudul „Cidro‟, lagu yang ia ciptakan

ketika masih hidup sebagai pengamen jalanan. Album pertamanya juga

merangkum lagu andalan „Stasiun Balapan‟ yang kemudian

menghantarkan Didi Kempot sebagai seniman campursari yang tersohor

hingga ke Belanda dan Suriname. Presiden Suriname, Weyden Bosch,

dalam kunjungannya ke Indonesia pada awal tahun 1998 secara khusus

mengundang Didi Kempot untuk berbincang-bincang layaknya teman

lama. Didi Kempot juga mendapat gelar dari warga Jawa di Belanda

sebagai Penyanyi Jawa Teladan.

Didi Kempot tergolong seniman yang sangat produktif. Hingga

kini karyanya telah berjumlah lebih dari 80 buah album, belum termasuk

lagu-lagu yang tidak terekam. Dalam waktu dekat, Didi Kempot berencana

meluncurkan album barunya yang diberi judul „Rencong Solo‟ atau


53

Reggae Keroncong Solo. Album ini akan menjadi gebrakan baru bagi

karya-karya Didi Kempot sebelumnya karena memadukan irama reggae

dan campursari. Akan ada sepuluh lagu dalam album ini, dua diantaranya

berjudul „Solo Lagi‟ dan ‟Dadung Mlunter‟. Album ini didedikasikan Didi

Kempot bagi kota Solo sebagai kota budaya tempat „kelahiran‟ musik

campursari.

2. Posisi Didi Kempot dalam Penelitian

Dalam penelitian ini, yang menjadi obyek penelitian adalah lagu-

lagu Didi Kempot. Melalui lagu-lagunya, dapat dilihat pengalaman dan

ekspresi kesedihan. Didi Kempot sendiri bukan menjadi subyek penelitian

karena pengalaman dan ekspresi kesedihan yang ditampilkan dalam lagu-

lagu dan video klipnya bukanlah pengalaman dan ekspresi otentik seorang

Didi Kempot sebagai individu.

Didi kempot adalah seorang seniman (artis) yang karya-karyanya

tidak bisa lepas dari kepentingan komersial. Oleh karena itu, apa yang

disajikan Didi Kempot dalam lagu-lagu dan video klipnya adalah sebuah

hiburan (entertainment) yang dibuat demi memenuhi selera pasar

(audience). Meski demikian, pengalaman dan ekspresi kesedihan dalam

lagu-lagu dan video klip Didi Kempot tetap mengacu pada pengalaman

dan ekspresi kesedihan dalam kehidupan sosial sejauh direpresentasikan

oleh Didi Kempot.


54

I. SEMIOTIK

Secara etimologis, semiotik berasal dari kata Yunani semeion, yang

berarti „tanda‟. Jadi, semiotik berkaitan dengan segala hal yang dapat

dimaknai sebagai suatu tanda (Eco, dalam Berger, 2005). Batasan yang lebih

jelas dikemukakan Preminger (dalam Sobur, 2006), bahwa semiotik

mempelajari sistem, aturan, dan konvensi yang memungkinkan tanda-tanda

tersebut memiliki arti.

Tanda sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang terbangun atas dasar

konvensi sosial sebelumnya, dan dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain

(Eco, dalam Sobur, 2006). Yang merupakan tanda adalah sederetan luas

obyek, peristiwa, dan segala fenomena masyarakat dan kebudayaan.

Semiotik telah digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam

menelaah karya sastra dan teks dalam berbagai media. Menurut Barthes

(dalam Sobur, 2006), teks yang dimaksud adalah teks dalam arti luas. Teks

tidak hanya berkaitan dengan aspek linguistik saja melainkan semua tanda-

tanda yang ada dalam sebuah sistem. Dengan demikian, semiotik dapat

digunakan untuk meneliti bermacam-macam teks seperti berita, film, iklan,

fashion, lagu, fiksi, drama, dan puisi.

Penelitian ini menggunakan semiotik Roland Barthes sebagai landasan

teori dan analisis. Model semiotik yang digagas Barthes merupakan

penyempurnaan dari semiotik Saussure, dengan tidak berhenti pada

penandaan dalam tataran makna denotasi, melainkan memberi pemahaman


55

yang lebih luas dengan mengemukakan apa yang disebut sebagai mitos.

Berikut adalah beberapa elemen penting semiotik Roland Barthes:

1. Tanda, Penanda, dan Petanda

Pada dasarnya, pusat perhatian pendekatan semiotik ada pada

tanda. Menurut John Fiske (dalam Sobur, 2006), terdapat area penting

dalam studi semiotik, yaitu: (a) tanda, (b) kode atau sistem dimana tanda

disusun, dan (c) kebudayaan dimana tanda dan kode tersebut disusun.

Dalam semiotik dikenal istilah „penanda‟ dan „petanda‟. Kedua

konsep ini diturunkan oleh Sausurre, yang menyebut penanda (signifier)

untuk segala sesuatu yang dapat ditangkap oleh indera manusia dan

petanda (signified) untuk menyebut konsep atau makna yang

dipresentasikan oleh penanda.

Lebih lanjut dikatakan bahwa penanda terletak pada tingkatan

ungkapan (level of expression) dan mempunyai wujud atau merupakan

bagian fisik seperti bunyi, huruf, kata, gambar, warna, obyek, dan

sebagainya. Sedangkan petanda terletak pada tingkatan isi atau gagasan

(level of content) dari apa yang diungkapkan penanda. Hubungan antar

kedua unsur inilah yang melahirkan makna (Sartini, t.t).

Hubungan antara penanada dan petanda dibagi menjadi tiga, yaitu:

a. Ikon, adalah tanda yang memunculkan kembali obyek atau realitas

yang ditandainya. Contoh ikon adalah peta atau foto.

b. Indeks, adalah tanda yang kehadirannya menunjukkan adanya

hubungan sebab akibat dengan yang ditandai, misalnya asap adalah


56

indeks dari api. Hal ini menjelaskan bahwa asap disebabkan oleh api

dan menunjuk pada eksistensi api.

c. Simbol, adalah sebuah tanda dimana hubungan antara penanda dan

petanda semata-mata adalah masalah konvensi, kesepakatan, atau

peraturan.

2. Makna Konotasi, Makna Denotasi, dan Mitos.

Dalam menganalisis makna dari tanda-tanda, Barthes (dalam

Sobur, 2006) menggagas dua tahapan signifikansi tanda. Signifikansi

tahap pertama merupakan hubungan antara penanda dan petanda di

dalam sebuah realitas eksternal. Barthes kemudian menyebut signifikansi

tahap pertama ini sebagai makna denotasi, yaitu makna yang bersifat

langsung dan paling nyata (eksplisit) dari suatu tanda. Makna denotasi

bekerja pada tingkat deskriptif dan literal yang dipahami oleh hampir

semua anggota suatu kebudayaan.

Signifikansi tahap kedua melibatkan interaksi yang terjadi ketika

tanda bertemu dengan keyakinan, sikap, ideologi, emosi, serta nilai-nilai

dari kebudayaan dimana tanda tersebut beroperasi. Signifikansi tahap

kedua inilah yang disebut makna konotasi. Makna konotatif bekerja pada

tingkat subyektif dengan melibatkan aspek kebudayaan yang lebih luas.

Pada signifikansi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda

bekerja melalui mitos.


57

Tabel 2. Peta Tanda Roland Barthes

Signifi 1. Penanda 2. Petanda


kasi (Signifier) (Signified)
TahapI 3. Makna Denotatif (Denotative Sign)

Signifi 2. Penanda Konotatif 3. Petanda Konotatif


(Connotative Signifier) (Connotative Signified)
kasi
4. Makna Konotatif (Connotative Sign)
Tahap
II
Sumber: Cobley & Jansz (1999), dalam Sobur, Alex (2004: 69).

Peta tanda Barthes di atas memperlihatkan bahwa makna denotatif

(3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat yang

bersamaan, makna denotatif juga merupakan penanda konotatif (4). Jadi,

dalam konsep Barthes, makna konotatif (6) tidak sekedar memiliki

makna tambahan, yaitu petanda konotatif (5), namun juga mengandung

kedua bagian makna denotatif yang melandasi keberadaannya.

Pada signifikansi tahap kedua inilah terdapat apa yang disebut

Barthes sebagai mitos. Menurut kerangka Barthes, mitos adalah juga

suatu sistem pemaknaan tahap kedua (Sobur, 2004). Secara teknis,

Barthes menjelaskan bahwa mitos merupakan tahap kedua dari sistem

semiologis dimana tanda-tanda pada tahap pertama sistem tersebut (yaitu

interaksi antara penanda dan petanda) menjadi penanda dalam tahap

kedua (Berger, 2005).

Mitos berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan

pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode

tertentu (Budiman, dalam Sobur, 2004). Mitos dapat menyebabkan


58

seseorang atau suatu masyarakat tertentu memiliki prasangka terhadap

sesuatu yang dinyatakan dalam mitos tersebut.

Melalui mitos, kebudayaan memahami dan menjelaskan berbagai

aspek tentang realitas atau gejala alam. Mitos-mitos primitif misalnya

kisah awal mula kehidupan, cerita para dewa, dan sebagainya. Sedangkan

mitos-mitos masa kini misalnya mengenai maskulinitas, femininitas, ilmu

pengetahuan, dan kesuksesan (Fiske, dalam Sobur, 2006).

Menurut Susilo (dalam Sobur, 2006) mitos adalah wahana dimana

suatu ideologi terwujud. van Zoest (dalam Sobur, 2006) mengemukakan

bahwa ideologi dapat ditemukan dalam suatu teks dengan cara meneliti

makna konotasi yang terkandung di dalamnya. Ideologi adalah sesuatu

yang abstrak, sementara mitos menyajikan perwujudan dari makna-

makna yang terdapat dalam ideologi. Ideologi harus dapat diceritakan,

dan cerita itu adalah mitos.

J. KESEDIHAN DAN MASKULINITAS DALAM LAGU DIDI KEMPOT

Didi kempot sebagai seorang laki-laki dapat dikatakan mampu

mewakili sosok maskulin secara fisik. Didi Kempot berperawakan gagah,

berkulit gelap, berambut gondrong – yang mengingatkan pada sosok Slash,

gitaris Gun & Roses, mengenakan jaket dan celana kulit, dan dalam salah satu

video klipnya mengendarai motor „besar‟, secara keseluruhan merupakan

representasi citra maskulin.


59

Dalam sebagian besar lagu dan video klipnya yang bertemakan

kesedihan, Didi Kempot dapat dengan bebas mengekspresikan kesedihan.

Bahkan tanpa malu-malu Ia pun menangis dalam salah satu video klipnya.

Pengalaman dan ekspresi kesedihan yang disajikan sedemikian rupa

dalam video klip dan lagu-lagu Didi Kempot sangat kontras jika

dibandingkan dengan penampilan dan perawakannya yang sangat maskulin.

Kontradiksi ini mengacu pada tradisi maskulin dalam kehidupan sosial,

dimana laki-laki dianggap tidak maskulin jika laki-laki mengalami emosi

yang dianggap „milik‟ dimensi feminin yaitu emosi sedih.

Meskipun pengalaman dan ekspresi kesedihan yang ditampilkan Didi

Kempot dalam lagu-lagunya bukanlah pengalaman dan ekspresi otentik

dirinya sebagai seorang pribadi, namun perkataan maupun gerakan yang

mengisyaratkan kesedihan seperti yang dilakukan Didi Kempot adalah

penggambaran sisi melankolis laki-laki. Sifat melankolis dianggap

berlawanan dengan nilai dan kode-kode sifat kejantanan yang identik dengan

laki-laki. Hal ini menjadi menarik karena selama ini sifat melankolis dan

emosional merupakan stereotip sifat feminin.

Melalui penelitian ini, permasalahan yang akan dijawab adalah

bagaimanakah emosi sedih dialami dan diekspresikan oleh laki-laki, yang

dalam penelitian ini ditampilkan oleh Didi Kempot lewat lagu-lagu dan video

klipnya. Pengalaman dan ekspresi kesedihan dalam lagu-lagu Didi Kempot

akan ditempatkan pada konteks maskulinitas. Oleh karena itu penelitian ini

juga akan menjawab pertanyaan mengenai dinamika antara kesedihan dan


60

maskulinitas. Penelitian ini akan membingkai pengalaman dan ekspresi emosi

dalam koteks maskulinitas sehingga dapat diperoleh dinamika antara

kesedihan dan maskulinitas.

Dengan demikian, melalui penelitian ini, dapat diketahui bagaimanakah

kesedihan dialami dan diekspresikan oleh laki-laki, yang dalam penelitian ini

ditampilkan oleh Didi Kempot lewat lagu-lagu dan video klipnya. Selain itu,

melalui penelitian ini juga dapat diketahui dinamika antara kesedihan dan

maskulinitas.

Penelitian ini menggunakan data verbal berupa lirik lagu dan data

nonverbal berupa video klip. Baik data verbal maupun nonverbal akan

dianalisis menggunakan metode analisis semiotik menurut Roland Barthes

yang dikombinasikan dengan metode analisis isi.

Analisis isi digunakan untuk menemukan tanda-tanda yang bermakna

dalam data verbal maupun nonverbal. Untuk data verbal, tanda-tanda yang

bermakna ialah tanda-tanda kepuitisan yang terdapat dalam lirik lagu.

Sedangkan untuk data nonverbal, tanda-tanda yang bermakna ialah ekspresi

kesedihan dalam video klip.

Dalam peta tanda Barthes, analisis isi guna menemukan tanda-tanda

dalam suatu teks disebut dengan proses signifikasi tahap I. Sedangkan

analisis semiotik digunakan untuk mengungkap penanda, petanda, dan makna

konotasi dalam tanda-tanda yang disebut dengan proses signifikasi tahap II.
61

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan

menggunakan metode analisis semiotik. Menurut Hoed (2008), paradigma

metodologis yang menjadi tumpuan analisis semiotik adalah paradigma

kualitatif, penelitian artefak atau teks, dan dapat didukung dengan paradigma

partisipatoris atau bahkan kuantitatif. Namun, yang menjadi paradigma pokok

adalah kualitatif.

Menurut Badgan dan Taylor (dalam Moleong, 2007), penelitian

kualitiatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-

kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

Benister dkk (dalam Alsa, 2003) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai

suatu penelitian interpretatif terhadap suatu masalah, dimana peneliti

mengambil peran sentral dari pengertian atau pemaknaan yang dibuat

mengenai masalah itu.

Metode analisis semiotik pada dasarnya merupakan penelitian

interpretatif. Penelitian kualitatif-interpretatif bersandar pada wawasan dan

penilaian, cenderung bersifat analitis, serta menekankan pada kedalaman

makna (Stokes, 2007).

61
62

B. OBYEK PENELITIAN

Pada dasarnya, obyek kajian dari analisis semiotik adalah teks, baik

verbal maupun nonverbal. Penelitian ini menggunakan lirik lagu-lagu Didi

Kempot sebagai teks verbal, dan video klip sebagai teks nonverbal. Adapun

kriterianya adalah:

1) Lagu-lagu yang digunakan sebagai obyek penelitian adalah lagu yang

dipopulerkan oleh Didi Kempot, artinya lagu-lagu tersebut

dinyanyikan dan atau diciptakan oleh Didi Kempot.

2) Lagu-lagu tersebut adalah lagu-lagu yang bertemakan kesedihan.

3) Lagu-lagu yang digunakan adalah lagu-lagu dengan aransemen asli,

tidak termasuk lagu-lagu pop Indonesia yang disadur dalam bahasa

Jawa, maupun lagu-lagu versi remix atau house music.

C. FOKUS PENELITIAN

Bagian-bagian yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah:

a. Pengalaman Emosi

Pengalaman emosi adalah suatu keadaan mental spesifik dan

merupakan sesuatu yang dialami di dalam diri seseorang (bersifat

intrapersonal), dimana pengalaman tersebut timbul karena reaksi internal

dalam diri seseorang terhadap suatu stimulus yang membangkitkan emosi

(emotion-eliciting stimulus).
63

b. Ekspresi Emosi

Ekspresi emosi adalah cara untuk mengkomunikasikan emosi seseorang

terhadap orang lain, yang dilakukan secara sadar maupun tidak sadar.

Ekspresi emosi digolongkan menjadi dua jenis:

i. Ekspresi Verbal

Ekspresi yang diungkapkan dengan simbol-simbol verbal,

dianataranya kata-kata baik lisan maupun tulisan, yaitu termasuk

pengalaman emosi yang tertulis atau berbicara tentang emosi yang

sedang dialami.

ii. Ekspresi Nonverbal

Ekspresi nonverbal adalah semua bentuk ungkapan emosi selain

menggunkana kata-kata. Ekspresi nonverbal nampak pada

perubahan ekspresi wajah, vokal, perubahan fisiologis, gerak dan

isyarat tubuh, serta tindakan-tindakan emosional.

c. Kesedihan

Kesedihan adalah emosi yang dirasakan ketika kehilangan sesuatu, baik

obyek maupun orang lain, yang sangat penting atau sangat berarti dalam

hidup.

d. Maskulinitas

Maskulinitas dapat dipahami sebagai keseluruhan makna berupa sikap

dan perilaku yang melekat pada diri seseorang sesuai dengan perannya

sebagai laki-laki dalam masyarakat.


64

D. SUMBER DAN JENIS DATA

Data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu data verbal

berupa lirik lagu dan data nonverbal berupa video klip. Kedua jenis data

tersebut menjadi data utama yang merupakan satu kesatuan dan bersifat

saling melengkapi.

Perlu diketahui bahwa sepanjang karier bermusiknya, Didi Kempot

telah banyak menghasilkan album rekaman, baik solo maupun duet. Selain

itu, Didi Kempot juga memiliki banyak lagu-lagu lepas atau single yang tidak

terdokumentasikan dengan baik. Oleh karena itu, peneliti mengalami

kesulitan membuat daftar album dan single Didi Kempot secara lengkap dan

urut.

Berdasarkan fakta tersebut, maka metode pengumpulan data yang

digunakan adalah teknik dokumentasi, yang dilakukan dengan cara

mengumpulkan sebanyak-banyaknya lagu-lagu dan video klip Didi Kempot

yang didapat melalui internet, rekaman dalam bentuk VCD (Video Compact

Disc), dan DVD (Digital Versatile Disc). Berikut ini adalah album Didi

Kempot yang berhasil dikumpulkan oleh peneliti

Tabel 3. Daftar Lagu dan Video Klip Didi Kempot

No. Judul Album Tahun Produksi Jumlah


Produksi Lagu
1. Album Emas Didi Kempot 2002 Ciptasuara Sempurna 12
2. Koleksi Emas Didi Kempot 2004 IMC Duta Record 12
3. Megatop Didi Kempot 2007 IMC Duta Record 10
4. Lagu-lagu Sukses Raja Campursari 2008 Selecta Prima Sentosa 12
Didi Kempot
5. Album Sukses Didi Kempot 2008 Ciptasuara Sempurna 10
6. www.youtube.com 30
TOTAL JUMLAH LAGU 86 buah
65

Lagu-lagu tersebut sedapat mungkin merupakan versi karoke, karena

dalam video versi karaoke terdapat unsur lagu dan lirik lagu yang dapat

disimak sekaligus. Meski demikian, video klip yang bukan merupakan versi

karaoke tetap dikumpulkan dan untuk melengkapinya dikumpulkan juga lirik

lagu Didi Kempot yang didapat melalui internet.

E. PROSES PENGAMBILAN DATA

Langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam proses pengambilan

data verbal (lirirk lagu) adalah:

1) Mengumpulkan sebanyak mungkin lagu-lagu dan video klip Didi Kempot

dari berbagai sumber seperti internet, rekaman dalam bentuk VCD

(Video Compact Disc), dan DVD (Digital Versatile Disc). Dari proses

ini, peneliti berhasil mengumpulkan sebanyak 86 buah video klip Didi

Kempot versi karaoke.

2) Menonton dan menyimak seluruh video klip yang telah terkumpul dengan

seksama.

3) Menyalin secara manual lirik lagu yang terdapat dalam tiap video klip.

4) Mengidentifikasi isi dan tema seluruh lirik lagu dengan mengkhususkan

pada lirik lagu yang bertemakan kesedihan.

Sementara langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam proses

pengambilan data nonverbal (video klip) adalah:

1) Mengumpulkan sebanyak mungkin lagu-lagu dan video klip Didi Kempot

dari berbagai sumber seperti internet, rekaman dalam bentuk VCD


66

(Video Compact Disc), dan DVD (Digital Versatile Disc). Dari proses

ini, peneliti berhasil mengumpulkan sebanyak 86 buah video klip Didi

Kempot versi karaoke.

2) Menonton dan menyimak seluruh video klip yang telah terkumpul dengan

seksama.

3) Mengidentifikasi isi dan tema seluruh video klip dengan mengkhususkan

pengamatan pada video klip yang bertemakan kesedihan.

4) Secara spesifik, pengamatan akan tema dan isi video klip dilakukan pada

adegan-adegan (scene) yang menampilkan ekspresi kesedihan lewat

ekspresi kinesik (fasial, gestural, postural), eskpresi proksemik, dan

ekspresi artifaktual. Selain itu, pengamatan juga dilakukan terhadap

adegan-adegan dalam video klip yang mengandung tanda-tanda

maskulinitas.

Setelah menyimak dengan seksama data-data yang telah terkumpul,

peneliti menemukan bahwa data yang diunduh dari internet

(www.youtube.com) memiliki kualitas gambar dan suara yang kurang bagus.

Demi menjaga keterandalan data, maka peneliti hanya menggunakan data

yang memiliki kualitas gambar dan suara yang bagus, yaitu data dalam format

VCD.

F. METODE ANALISIS DATA

Dalam penelitian ini, baik data verbal maupun nonverbal akan dianalisis

menggunakan metode analisis semiotik menurut Roland Barthes. Menurut


67

Stokes (2007), semiotik akan sangat berguna jika dikombinasikan dengan

metode analisis lainnya terutama analisis isi.

Analisis isi digunakan untuk menemukan tanda-tanda yang bermakna

dalam data verbal maupun nonverbal. Untuk data verbal, tanda-tanda yang

bermakna ialah tanda-tanda kepuitisan yang terdapat dalam lirik lagu.

Sedangkan untuk data nonverbal, tanda-tanda yang bermakna ialah ekspresi

kesedihan dalam video klip.

Dalam peta tanda Barthes, analisis isi untuk menemukan tanda-tanda

dalam suatu teks disebut dengan proses signifikasi tahap I. Sedangkan

analisis semiotik digunakan untuk mengungkap penanda, petanda, dan makna

konotasi dalam tanda-tanda yang disebut dengan proses signifikasi tahap II.

Berikut ini merupakan langkah-langkah yang dilakukan dalam

menganalisis data:

1. Analisis Isi

a) Organisasi data

Organisasi data merupakan langkah awal analisis data.

Organisasi data yang sistematis memungkinkan peneliti untuk

memperoleh kualitas data yang baik. Dalam penelitian ini, organisasi

data dilakukan dengan cara menyimpan dan mengorganisasi data

berupa lirik lagu dan video klip Didi Kempot dengan rapi. Data yang

telah terkumpul akan diorganisasi menurut nomor urut berdasarkan

tahun produksi album dimana lagu tersebut diambil. Selain

mengorganisir data berupa lirik lagu dan video klip, peneliti juga
68

mengorganisir lembar pengkodean hasil analisis data verbal dan

nonverbal berdasarkan nomor urut lagu yang telah ditentukan.

b) Merancang dan membuat tabel analisis

i. Tabel analisis data verbal

Tabel analisis data verbal terdiri dari unsur-unsur pembentuk

kata dalam puisi. Unsur-unsur pembentuk puisi tersebut akan

ditempatkan dalam lima kolom, yaitu kolom lirik lagu, diksi,

kata konotasi, majas, dan citraan. Di atas setiap tabel analisis

data verbal akan dituliskan nomor urut lagu dan judul lagu yang

akan dianalisis. Berikut adalah penjelasan mengenai tabel

analisis data verbal:

Tabel 4. Penjelasan Tabel Analisis Data Verbal

Nomor Nama Penjelasan Isi Kolom Hal yang


Kolom Kolom diamati
1. Lirik Kolom ini berisikan teks lirik lagu yang Keseluruhan
Lagu akan dianalisis. Lirik lagu yang isi teks lirik
dicantumkan adalah lirik lagu asli lagu.
(berbahasa Jawa) dan arti lirik lagu
dalam bahasa Indonesia untuk
mempermudah analisis data.
Pengalihbahasaan tidak dilakukan kata
per kata, namun dilakukan dengan
melihat arti lirik per bait menurut
interpretasi peneliti.
Peneliti menuliskan lirik lagu Didi
Kempot, yang akan dipisahkan antara
bait lagu, bagian reffrain, bridge, serta
bagian coda. Namun tidak menutup
kemungkinan apabila lirik lagu tidak
dapat dipisahkan karena adanya satu
kesatuan utuh yang tidak bisa dipisahkan
dari keseluruhan cerita yang terdapat
dalam lirik lagu.
69

Nomor Nama Penjelasam Isi Kolom Hal yang


Kolom Kolom diamati
2. Diksi Kolom ini akan berisi kata-kata apa saja Kata/kalimat
yang dipakai dalam lirik lagu untuk / bait dalam
menggambarkan atau mengungkapkan lirik lagu
kesedihan. Pilihan kata digolongkan yang
menurut jenisnya, yaitu: kata kerja (KK), melukiskan
kata benda (KB), kata sifat (KS), dan kesedihan.
kata keterangan. Kata.
keterangan masih dibagi lagi menjadi
kata keterangan waktu (kW), tempat
(kT), dan sebagainya
3. Kata Dalam kolom ini, kata-kata atau bait Kata/kalimat
Konotasi yang menggambarkan kesedihan akan / bait dalam
diselidiki makna lirik lagu
konotasi yang terkandung di dalamnya. yang
memiliki arti
konotasi
4. Majas Paparan mengenai majas meliputi bahasa Keseluruhan
kias dan gaya retorika beserta maknanya. isi teks lirik
lagu.
5. Citraan Kolom ini berisikan citraan atau imaji Keseluruhan
yang digunakan dalam lirik lagu. isi teks lirik
Meliputi citraan penglihatan, lagu.
pendengaran, penciuman, perabaan,
pencecapan, dan citraan yang
ditimbulkan oleh pemikiran dan gerakan.

ii. Tabel analisis data nonverbal

Tabel analisis data nonverbal terdiri dari tipe-tipe ekspresi

nonverbal yang menunjukkan kesedihan. Tabel analisis

nonverbal akan terdiri dari enam kolom, yaitu kolom berisikan

potongan adegan (scene), ekspresi nonverbal yang termasuk

pesan kinesik (terbagi menjadi fasial, gestural, dan postural),

pesan proksemik, dan pesan artifaktual. Berikut adalah

penjelasan mengenai tabel analisis data nonverbal:


70

Tabel 5. Penjelasan Tabel Analisis Data Nonverbal

Nomor Nama Penjelasan Isi Kolom Hal yang


Kolom Kolom diamati
1. Potongan Dalam kolom ini peneliti mengambil Keseluruhan isi
Adegan beberapa potongan adegan dalam video video klip.
(scene) klip yang akan dianalisis, yaitu potongan
adegan ketika Didi Kempot
mengekspresikan kesedihan.

2. Ekspresi Dalam kolom ini peneliti menuliskan Detail ekspresi


Nonverbal dengan poin-poin mengenai ekspresi nonverbal
nonverbal apa saja yang ditunjukan oleh dalam potongan
Didi Kempot untuk menggambarkan adegan, tanda-
kesedihan. tanda
maskulinitas
Kolom ekspresi nonverbal dibagi menjadi:
 Kinesik, yaitu ekspresi nonverbal yang
ditunjukkan lewat gerakan tubuh. Terdiri
dari:

 Fasial (air muka)

 Gestural (gerakan sebagian anggota


badan)

 Postural (keseluruhan anggota


badan)

 Proksemik, yaitu ekspresi nonverbal


lewat pengaturan jarak dan ruang.

 Artifaktual, yaitu ekspresi nonverbal


yang diungkapkan melalui penampilan
luar, yaitu pakaian atau kosmetik.

c) Pengkodean

Pengkodean dilakukan untuk mengorganisir dan mensistemasi

data yang telah terkumpul untuk mempermudah proses analisis data.

Terlebih dahulu peneliti akan menyimak lirik lagu dan video klip

yang menjadi data penelitian secara berulang-ulang agar

memperoleh pemahaman menyeluruh. Kemudian peneliti akan

menuangkan hasil pengamatan tersebut ke dalam tabel analisis

sesuai dengan kolom-kolom yang terdapat pada tabel analisis data.


71

2. Analisis Semiotik

Hasil pengamatan yang telah dituangkan dalam tabel analisis merupakan

tanda-tanda bermakna yang akan menjadi penanda konotatif pada

signifikansi tahapII. Penanda konotatif tersebut akan dianalisis lagi

berdasarkan dimensi-dimensi emosi (kesedihan), sosial, dan budaya

sehingga dapat diketahui petanda konotatif dan makna konotatif yang

terdapat dalam teks tersebut.

G. KEABSAHAN DATA

Sebuah penelitian dapat dikatakan sebagai karya ilmiah apabila

memiliki kriteria dan memenuhi syarat layaknya penelitian ilmiah. Oleh

karena itu, peneliti melakukan berbagai langkah yang diperlukan agar mampu

mencapai keabsahan dan keterandalan data. Teknik kontrol dan pemeriksaan

data dilakukan menurut apa yang secara de facto dilakukan oleh peneliti.

1. Kredibilitas

Dalam penelitian kualitatif, konsep kredibilitas digunakan sebagai

pengganti konsep validitas yang terdapat dalam penelitian kuantitatif.

Kredibilitas data mengacu pada kesesuaian data yang digunakan dengan

tujuan penelitian yang hendak dicapai.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengalaman dan

ekspresi kesedihan dalam lagu-lagu campursari yang dipopulerkan oleh

Didi Kempot. Pengalaman kesedihan dilihat lewat lirik lagu-lagu Didi

Kempot, sedangkan ekspresi kesedihan dilihat lewat video klipnya.


72

Menurut Moylan (dalam Krisdianto, 2008), lirik lagu mampu

mengkomunikasikan cerita, emosi, maupun pengalaman si pengarang lagu

sebagai gagasan utama pada lagu itu sendiri untuk disampaikan pada

penikmatnya. Sedangkan ekspresi kesedihan dapat diamati lewat potongan

adegan video klip yang menunjukkan kesedihan. Dengan demikian, lirik

lagu dan video klip dapat dijadikan data yang handal untuk melihat

pengalaman dan ekspresi emosi.

Sedangkan langkah-langkah yang ditempuh peneliti untuk

mencapai kredibilitas data adalah:

a. Familiarisasi Data

Familiarisasi data dilakukan dengan cara membaca dan menyimak

data yang telah terkumpul dengan seksama dan secara berulang-ulang.

Dengan melakukan hal ini secara cermat maka peneliti semakin akrab

dan mengenal data dengan baik. Hal ini membuat peneliti menjadi

semakin yakin dengan data yang digunakan dalam penelitian ini.

b. Triangulasi

Dalam penelitian ini, triangulasi yang dimaksud adalah triangulasi

antar data. Yang dimaksud dengan triangulasi antar data ialah

pengecekan kesesuaian isi (tema), pengalaman, dan ekspresi emosi

yang muncul pada setiap data.


73

2. Dependabilitas

Konsep dependabilitas adalah konsep yang menggantikan

reliabilitas dalam penelitian kuantitatif. Dependabilitas menekankan usaha

peneliti untuk memperhitungkan perubahan konteks yang mungkin terjadi

selama proses penelitian. Untuk menjaga konsistensi konteks, maka perlu

dilakukan pencatatan secara rinci mengenai latar (setting) dan alur

penelitian.

Langkah yang ditempuh peneliti untuk mencapai dependabilitas

penelitian ini adalah dengan mengkonsentrasikan diri pada pencatatan rinci

mengenai proses pengambilan data yang dilakukan. Melalui catatan

tersebut diharapkan pembaca dapat mempelajari dengan seksama langkah-

langkah penelitian yang dilakukan oleh peneliti sehingga pada akhirnya

mampu mengkaji ulang dan mengkritisinya (Poerwandari, 2005).


74

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. ANALISIS DATA

1. Lagu-lagu yang Liriknya Memperlihatkan Tema Kesedihan

Peneliti berhasil mengumpulkan sebanyak 86 buah lagu Didi

Kempot yang diperoleh dari rekaman dalam format VCD dan internet.

Namun, lagu-lagu yang diunduh dari internet memiliki kualitas gambar

dan suara yang kurang bagus. Demi menjaga keterandalan data, maka

peneliti hanya menggunakan data yang memiliki kualitas gambar dan

suara yang bagus, yaitu data dalam format VCD.

Dari 56 buah lagu yang terdapat dalam VCD Didi Kempot yang

berhasil dikumpulkan oleh peneliti, terdapat beberapa judul lagu yang

dimuat lebih dari satu kali. Sehingga jika lagu-lagu tersebut hanya dihitung

satu kali maka total jumlah lagu dalam VCD adalah 50 buah lagu.

Selain itu, dari 50 buah lagu tersebut hanya 13 judul lagu yang

menunjukkan tema kesedihan. Oleh karena itu, peneliti hanya akan

menggunakan lagu-lagu yang memiliki tema kesedihan untuk menjadi

obyek analisis. Berikut ini adalah ketigabelas lagu Didi Kempot yang

bertema kesedihan dan menjadi obyek analisis data:

74
75

Tabel 6. Daftar Lagu-Lagu yang Memiliki Tema Kesedihan

No. Judul Lagu Vokal Ciptaan Produksi Format


1. Tanjung Mas Didi Kempot L. Maryanto Dasa Studio VCD
Ninggal Janji
2. Stasiun Balapan Didi Kempot Didi Kempot IMC Duta Record VCD
No. Judul Lagu Vokal Ciptaan Produksi Format
3. Terminal Didi Kempot Didi Kempot dan IMC Duta Record VCD
Tirtonadi Ranto E. Gudhel
4. Sewu Kutha Didi Kempot Didi Kempot dan IMC Duta Record VCD
Arie Wibowo
5. Parangtritis Didi Kempot Didi Kempot IMC Duta Record VCD
6. Wis Cukup Didi Kempot Didi Kempot IMC Duta Record VCD
7. Kalung Emas Didi Kempot Didi Kempot Selecta Prima Sentosa VCD
8. Pingin Ngombe Didi Kempot Didi Kempot Selecta Prima Sentosa VCD
9. Ikhlas Didi Kempot Didi Kempot IMC Duta Record VCD
10. Tangise Ati Didi Kempot Mas Hadi dan Siu IMC Duta Record VCD
HS.
11. Lingso Tresno Didi Kempot Didi Kempot IMC Duta Record VCD
12. Ilang Tresnane Didi Kempot Didi Kempot IMC Duta Record VCD
13. Aku Dudu Raja Didi Kempot Didi Kempot Selecta Prima Sentosa VCD

Semua lagu yang menjadi obyek analisis adalah lagu-lagu yang

dipopulerkan oleh Didi Kempot, dalam arti bahwa lagu-lagu tersebut

dinyanyikan dan atau diciptakan oleh Didi Kempot. Dari ketigabelas lagu

yang menjadi obyek analisis, terdapat empat lagu yang tidak diciptakan

sendiri oleh Didi Kempot. Lagu-lagu tersebut ialah Tanjung Mas Ninggal

Janji (ciptaan L. Maryanto), Terminal Tirtonadi (ciptaan Didi Kempot

dan Ranto E. Gudhel), Sewu Kutha(ciptaan Didi Kempot dan Arie

Wibowo), dan Tangise Ati (ciptaan mas Hadi dan Siu HS.).

Meskipun tidak diciptakan oleh Didi Kempot sendiri, namun

keempat lagu di atas adalah karya kolaborasi yang memang diciptakan

untuk dinyanyikan oleh Didi Kempot sehingga lagu-lagu tersebut tetap


76

menjadi data yang berharga. Misalnya lagu Terminal Tirtonadi yang

merupakan karya kolaborasi Didi Kempot dan ayahnya sendiri, yaitu

Ranto E. Gudhel.

2. Analisis isi

Analisis isi dilakukan terhadap lirik dan video klip lagu-lagu Didi

Kempot untuk menemukan tanda-tanda yang bermakna. Analisis isi

terhadap lirik lagu Didi Kempot (Analisis Verbal) digunakan untuk

menemukan tanda-tanda kepuitisan dalam lirik lagu, yaitu diksi, kata

konotatif, majas, dan citraan. Sedangkan analisis isi terhadap video klip

Didi Kempot (Analisis Nonverbal) digunakan untuk menemukan tanda-

tanda atau ekspresi kesedihan yang meliputi ekspresi kinesik, proksemik,

dan artifaktual. Selain itu, analisis isi juga digunakan untuk menemukan

tema pada masing-masing lagu.

3. Analisis semiotik

Berikut ini akan dipaparkan analisis terhadap data penelitian, yaitu

ketigabelas lagu Didi Kempot yang bertemakan kesedihan, dengan

menggunakan metode semiotik menurut Roland Barthes. Pada dasarnya,

kedua jenis data (verbal dan nonverbal) yang menjadi obyek dalam

penelitian ini adalah satu kesatuan dan bersifat saling melengkapi. Meski

dianalisis secara terpisah, namun satu lagu dan videoklipnya merupakan

satu kesatuan yang harus dilihat secara utuh. Oleh karena itu, hasil analisis
77

data verbal dan nonverbal akan dipaparkan dalam satu bagian menurut

judul lagunya.

Lagu-lagu yang menjadi obyek analisis menggunakan kata ganti

orang pertama (aku) untuk menyebut Didi Kempot. Dengan demikian,

dapat dikatakan bahwa Didi Kempot menjadi aktor utama dalam lirik lagu

maupun video klipnya. Untuk itu akan diberikan keterangan dalam analisis

data bahwa „si aku‟ dalam lirik lagu maupun dalam video klip diperankan

oleh Didi Kempot sendiri. Demikian juga apabila lagu tersebut diciptakan

oleh Didi Kempot, maka dalam analisis data akan dituliskan keterangan

bahwa Didi Kempot bertindak sebagai pencipta lagu.

1. Lagu 1. Tanjung Mas Ninggal Janji

Vokal : Didi kempot

Cipt. : L. Maryanto

Lagu ini merupakan ungkapan perasaan si aku kepada

kekasihnya (kowe, -mu). Diceritakan bahwa si aku pergi

menghantarkan kepergian kekasihnya dan sang kekasih berjanji

bahwa kepergiannya tidak akan lama. Namun, sudah bertahun-tahun

sang kekasih tak kunjung datang. Meski demikian si aku masih

memendan rasa rindu dan tetap menanti kedatangan sang kekasih

(genapnya janji) meski sudah melebihi janji.

Pada tataran penanda konotatif, penulis lirik memakai pilihan

kata (diksi) yang dapat menggambarkan apa yang dirasakan oleh si


78

aku. Kata „hujan‟ dan „musim kemarau‟ dipilih untuk menggambarkan

suasana hati yang bagai „dilanda kemarau‟ dan „menantikan hujan‟

(bait 1 dan bait 5).

Sebagai kepulauan tropis, Indonesia memiliki dua musim,

yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Penggunaan kata hujan

dan kemarau sangat dekat dan sangat dipahami oleh semua orang

Indonesia, terutama mereka yang mata pencahariannya sangat

mengandalkan musim, seperti petani dan nelayan. Cuaca di musim

kemarau sangat kering, panas, dan berdebu. Perbedaan suhu udara

ketika siang dan malam hari dapat menjadi sangat ekstrim sehingga

potensial untuk merebaknya penyakit. Beberapa daerah yang

merupakan pegunungan karst, seperti Gunung Kidul, bahkan sangat

„menderita‟ ketika musim kemarau tiba. Sumber-sumber air yang

mengering membuat hasil tanam buruk dan berdampak bagi

kesejahteraan penduduknya. Oleh karena itu, turunnya hujan sangat

diharapkan agar dapat membawa kesejukan dan kesejahteraan.

Pemilihan kata hujan dan kemarau digunakan sebagai bahasa

kias berupa simile (= pengungkapan dengan perbandingan eksplisit)

yang tampak pada bait 1:

“Bebasan kaya ngenteni udan ing mangsa


ketiga
Najan mung sedelo ora dadi ngapa
Penting isa ngademke ati”
[Seperti menanti hujan di musim kemarau
Meski hanya (turun) sekejap tak menjadi
masalah
Yang penting bisa menyejukkan hati]
79

Perasaan ini ditegaskan pada bait 2:

“Semono uga rasane atiku, mung tansah


nunggu tekamu”
[Seperti itulah rasa hatiku
Tetap menanti kedatanganmu]

Arti atau makna sesungguhnya dari bahasa kias tersebut

berfungsi sebagai petanda konotatif, yaitu menggambarkan hati yang

bagai dilanda „kemarau‟ (rasa sedih) dan menantikan „hujan‟

(kedatangan kekasih), yang meski hanya „turun‟ (datang) sekejap saja

namun dapat „menyejukkan‟ (membawa kebahagiaan) dalam hati.

Jadi, dapat diperoleh makna konotatif bahwa „rasa hati‟ si aku yang

tetap menanti kedatangan kekasihnya „seperti menanti hujan di musim

kemarau‟.

Dalam lagu ini, dikisahkan bahwa si aku menghantarkan

kepergian sang kekasih di pelabuhan Tanjung Mas (bait 4). Pilihan

kata seperti „mengahantar‟, „menanti‟, „meninggalkan‟ merupakan

penanda konotatif yang menggambarkan keseharian atau kegiatan

orang-orang di pelabuhan. Ada yang menanti kedatangan seseorang,

menghantarkan kepergian seseorang, dan yang pergi meninggalkan

orang yang menghantarkan. Pemilihan kata ini sangat lugas namun

dapat menimbulkan rasa rindu dan haru yang sangat khas ketika

menghantar kepergian atau menanti kedatangan seseorang. Kerinduan

dan rasa haru inilah yang dirasakan si aku ketika menghantarkan

kekasihnya di pelabuhan (Makna Konotatif).


80

Kesedihan yang dirasakan si aku juga tampak lewat raut muka,

seperti mata terpejam dan dahi berkerut. Ekspresi kesedihan, seperti

mata yang terpejam dan dahi berkerut, juga menjadi penanda

konotatif. Mata yang memejam hingga menimbulkan kerut di dahi

mengekspresikan kesedihan yang teramat dalam, seolah-olah tak kuat

lagi menanggung kesedihan dalam hati (Adegan1.3).

Adegan1.2 Adegan1.3

Penulis lirik menggunakan citraan perabaan dan pemikiran.

Citraan perabaan muncul ketika si aku ingin merasakan kesejukan

hujan (bait 1). Rasa sejuk ketika air hujan mengenai kulit yang panas

karena kemarau menimbulkan sensasi segar hingga mampu

menawarkan panas yang dirasakan. Citraan pemikiran tampak ketika

si aku mengenang (teringat) peristiwa di pelabuhan Tanjung mas,

dimana sang kekasih pergi meninggalkannya dan tempat dimana si

aku selalu menunggu kepulangan sang kekasih (bait 3 dan bait 4).

Citraan ini juga didukung ekspresi artifaktual yang ditampilkan

si aku (diperankan oleh Didi Kempot sendiri). Pada Adegan1.2,

tampak bahwa si aku membawa tas ransel warna merah yang terlihat

menggembung (penanda konotatif). Tas ransel semacam itu kerap


81

dibawa orang-orang yang hendak pergi berlayar karena lebih praktis

daripada membawa koper. Tas yang terlihat menggembung

menunjukkan bahwa tas tersebut berisi banyak barang seperti hendak

atau telah melakukan perjalanan yang jauh. Dalam lagu ini memang

dikisahkan bahwa sang kekasihlah yang pergi, namun kehadiran tas

yang dibawa oleh Didi Kempot selaku model cukup dapat

menghadirkan suasana bepergian.

2. Lagu 2. Stasiun Balapan

Vokal : Didi Kempot

Cipt. : Didi kempot

Dikisahkan bahwa si aku, dalam lagu ini, menghantar

kepergian kekasihnya di Stasiun Balapan, Solo. Si aku merasa

kehilangan dan sangat sedih melepas kepergian kekasihnya hingga

meneteskan air mata. Sang kekasih berjanji hanya pergi untuk

sementara waktu, namun kenyataannya ia tidak kunjung pulang. Hal

ini membuat si aku pun bertanya-tanya, apakah kekasihnya lupa atau

memang sengaja melupakan janjinya. Meski demikian, si aku tetap

berharap bahwa sang kekasih masih mengingat janjinya dan segera

pulang.

Pada bait 2 disebutkan tentang apa yang dialami si aku:

“Ning stasiun balapan, rasane kaya wong


kelangan. Kowe ninggal aku.
Ra krasa netes eluh ning pipiku”
82

[Di Stasiun Balapan, rasanya seperti orang


yang kehilangan. Kau meninggalkan aku. Tak
terasa menetes air mata di pipiku]

Kata „air mata‟ berfungsi sebagai penanda konotatif yang

dipilih untuk secara tegas menggambarkan kesedihan yang dirasakan

si aku ketika menghantar kepergian sang kekasih di Stasiun Balapan.

Air mata memang merupakan indikator kesedihan yang paling utama,

meski ada juga air mata yang disebut „air mata bahagia‟ namun pada

umumnya orang berair mata (menangis) ketika dirinya merasa sedih.

Suasana perpisahan dengan sang kekasih diungkapkan dengan

diksi seperti „menghantar‟, „meninggalkan‟, dan „pergi‟. Diksi tersebut

merupakan penanda konotatif yang menunjukkan kegiatan di stasiun.

Kata „kehilangan‟ sebagai penanda konotatif menjadi ungkapan

perasaan si aku yang pergi ditinggal kekasihnya. Sedih dan kecewa

dapat menggambarkan perasaan orang yang kehilangan.

Sang kekasih mengucap janji bahwa ia pasti akan kembali

namun setelah bertahun-tahun sang kekasih tak kunjung pulang

bahkan tanpa berkirim kabar. Kenyataan ini membuat si aku bertanya:

“Lali apa pancen nglali [Lupa atau memang melupakan?]” (bait 5).

Pertanyaan di atas adalah penanda konotatif yang bersifat retoris,

yaitu pertanyaan yang tidak memerlukan jawaba karena sesungguhnya

jawabannya sudah diketahui atau sudah terkandung dalam pertanyaan

itu. Penulis lirik mencantumkan pertanyaan retoris sebagai sarana


83

retorika untuk memberikan efek penegasan akan apa yang dirasakan

oleh si aku.

Meski sadar bahwa kekasihnya tak akan kembali dalam waktu

dekat, dan mungkin juga telah melupakannya, namun si aku masih

berharap kekasihnya segera pulang (bait 5). Hal ini menandakan

bahwa si aku memilih untuk berpikir positif dengan meyakini bahwa

sang kekasih tidak sengaja melupakan dirinya. Si aku memilih untuk

mempercayai janji sang kekasih daripada menilai bahwa sang kekasih

tidak bertanggung jawab dengan janjinya.

Stasiun Balapan adalah salah satu stasiun kereta api yang

terdapat di kota Solo, Jawa Tengah. Keberadaan Stasiun Balapan

bahkan telah menjadi ikon yang sangat melekat pada kota Solo.

Setting video klip lagu ini pun adalah Stasiun Balapan sehingga

mampu menjadi visualisasi suasana Stasiun Balapan:

Adegan2.1

Adegan2.2 Adegan2.3
84

Keempat potongan adegan di atas memperlihatkan Stasiun

Balapan sebagai latar dan Didi Kempot sebagai aktor (si aku). Pada

Adegan2.1, si aku duduk bersandar di kursi peron dengan tangan kiri

memegang pundak sebagai sang kekasih (diperankan oleh seorang

aktor wanita). Gestur demikian memperlihatkan rasa sayang si aku

pada sang kekasih, sekaligus perasaan cemas dan khawatir akan

kepergian sang kekasih. Ekspresi wajahnya memperlihatkan tatapan

mata yang sayu, menerawang, serta sudut-sudut bibir yang menurun.

Gestur dan ekspresi wajah tersebut adalah penanda konotatif yang

memperlihatkan kesedihan dan kekhawatiran yang membayangi

ketika akan melepas kepergian sang kekasih.

Ekspresi serupa juga terlihat pada Adegan2.3. Tatapan mata

yang menerawang seperti menunjukkan bahwa si aku sedang

mengenang kepergian sang kekasih dan janji yang diucapkannya.

Senada dengan hal ini, dalam lirik lagunya juga muncul citraan

pemikiran yang tampak pada bait 1 dan bait 4. Citraan lainnya adalah

citraan perabaan (bait 2) dimana si aku merasakan air mata yang

menetes di pipinya.

3. Lagu 3. Terminal Tirtonadi

Vokal : Didi Kempot

Cipt. : Didi Kempot dan Ranto E. Gudhel


85

Lagu ini menceritakan penantian si aku akan kedatangan sang

kekasih. Pada suatu ketika, si aku menghantarkan kepergian sang

kekasih di Terminal Tirtonadi, Solo. Sebelum pergi sang kekash

berjanji bahwa ia pasti kembali. Si aku menunggu hingga bertahun-

tahun namum sang kekasih tak kunjung pulang. Si aku pun merasa

rindu dan berharap kekasihnya ingat untuk segera pulang.

Adegan3.1

Kenangan si aku di Terminal Tirtonadi adalah kenangan yang

sangat membekas dan tidak dapat dilupakan. Hal ini terlihat dari

ekspresi gestural yang ditunjukkan si aku (diperankan oleh Didi

Kempotsendiri) pada Adegan3.1. Si aku berdiri di koridor terminal

dengan kepala menengadah dan kedua telapak tangan tangan terbuka

yang diangkat setinggi dada. Ekspresi tersebut adalah penanda

konotatif yang menandakan bahwa si aku sedang mengenang

peristiwa di Terminal Tirtonadi ketika menghantar kepergian sang

kekasih. Mata yang terpejam, dahi berkerut, dan mulut yang membuka

menunjukkan kesedihan dan kerinduan yang teramat dalam.

Cerita tentang penantian si aku didukung dengan pemilihan

kata seperti pergi, menunggu, menanti, dan rindu. Si aku telah menanti
86

sang kekasih hingga bertahun-tahun, meski demikian si aku tetap setia

menunggu kepulangan sang kekasih. Bahkan jika sang kekasih sudah

lupa sekalipun, si aku tetap akan menunggu sampai sang kekasih ingat

untuk segera pulang. Hal ini diungkapkan pada bait 2:

“Rasane ngitung nganti lali


Wis pirang taun anggonku ngenteni
Ngenteni sliramu, ning kene tak tunggu
Nganti saelingmu”
[Rasanya menghitung hingga lupa
Sudah berapa tahun aku menunggumu
Menanti dirimu, di sini kutunggu
Sampai seingatmu]

Masa penatian yang lama ditunjukkan pada baris pertama bait

2: “Rasane ngitung nganti lali” [Rasanya menghitung hingga lupa].

Kalimat tersebut juga merupakan penanda konotatif yang hendak

mengungkapkan betapa sang kekasih telah pergi untuk waktu yang

lama, sehingga si aku yang setia menunggu pun bisa sampai lupa

menghitung waktu. Ungkapan tentang lamanya penantian si aku juga

tampak pada bait-bait selanjutnya, seperti: “Mangsa rendeng wis

ganti ketiga, apa kowe ra krasa” [Musim hujan telah berganti

kemarau, apa kau tak hirau] pada bait 3, “Wis suwe kangen sing tak

rasake” [Tlah lama rindu yang kurasakan] pada bait 4.

Penantian yang tak berujung rupanya membuat si aku merasa

rindu dan menderita dalam ketidakpastian. Bahkan untuk

mengungkapkan kerinduannya pun si aku memakai kata ganti „ini‟,

seperti dapat disimak pada bait 4: “Wis suwe kangen sing tak rasakke,

rasane koyo ngene” [Tlah lama rindu yang kurasakan, rasanya seperti
87

ini]. Padabait 4, kata „ini‟ adalah penanda konotatif yang sarat makna.

Kata „ini‟ digunakan untuk mengungkapkan perasaan yang tak

terdeskripsikan akibat menanggung rindu selama menunggu

kedatangan sang kekasih. Meski tak terungkap lewat kata-kata,

ekspresi nonverbal si aku dapat mengungkapkan perasaan si aku:

Adegan 3.3 Adegan 3.4

Pada Adegan 3.3, tampak si aku yang menopang kepala

dengan tangan kiri. Jika seseorang menunjukkan ekspresi gestural

semacam ini, maka dapat diartikan bahwa orang tersebut merasakan

sakit di kepala, atau memiliki beban pikiran yang berat. Dengan

demikian, dapat dikatakan bahwa si aku memiliki beban pikiran yang

berat dan merasa frustrasi karena kepergian sang kekasih. Rasa

frustrasi itu muncul karena penantian si aku yang tidak membuahkan

hasil. Sekian tahun menanti, namun sang kekasih tak kunjung pulang.

Rasa rindu yang dalam diungkapkan dengan gerakan tangan kanan

yang menyentuh dada, menunjukkan bahwa rasa rindunya tersimpan

dalam dada (Adegan3.4).

Keseluruhan lagu ini menggunakan citraan pemikiran yang

ditimbulkan oleh kenangan si aku tentang perpisahan di Terminal


88

Tirtonadi (bait 1). Kenangan tentang perpisahan ini membawa si aku

pada kesedihan dan rasa frustrasi karena kepergian sang kekasih.

Meski demikian, lagu ini juga menunjukkan nuansa ketegaran sebab si

aku akan terus menunggu hingga sang kekasih ingat untuk pulang dan

menemuinya.

4. Lagu 4. Sewu Kutha

Vokal : Didi Kempot

Cipt. : Didi Kempot dan Arie Wibowo

Lagu ini merupakan ungkapan kerinduan si aku terhadap sang

kekasih yang telah pergi entah kemana. Si aku telah mencari sang

kekasih ke berbagai tempat dan bertanya pada banyak orang, namun

tidak ada yang mengetahui keberadaan kekasihnya itu. Si aku telah

mencoba melupakan sang kekasih, namun si aku tidak bisa

membohongi dirinya sendiri bahwa ia masih mencintai kekasihnya. Si

aku bahkan telah mengihlaskan sang kekasih apabila ia sudah hidup

dengan layak. Meski demikian, si aku tetap berharap bisa bertemu

walau hanya sekejap mata untuk menawarkan rasa rindu dalam dada.

Gambaran si aku yang mencari sang kekasih ke berbagai

tempat dapat dilihat pada potongan adegan di bawah ini:


89

Kedua potongan adegan di atas menunjukkan si aku

(diperankan oleh Didi Kempot sendiri) yang menempuh perjalanan

dengan sepeda motornya ke dua tempat yang berbeda. Pertama, ke

tempat dengan jalan aspal yang rata, dengan nuansa teduh oleh hijau

tumbuh-tumbuhan di kanan kiri jalan. Kedua, ke tempat gersang dan

berdebu, dengan jalan yang tidak rata dan berpasir.

Kedua adegan tersebut cukup mampu menjadi visualisasi

tentang betapa jauh dan betapa lamanya perjalanan yang telah

ditempuh si aku untuk mencari sang kekasih. Bahkan dikatakan bahwa

si aku telah melewati „seribu kota‟ dan menjalani „seribu hati‟ (bait 1)

demi mengetahui keberadaan sang kekasih. Visualisasi dan sarana

retorika hiperbola (= pengungkapan yang melebih-lebihkan

kenyataan sehingga kenyataan tersebut menjadi tidak masuk akal)

yang terdapat dalam bait 1berfungsi sebagai penanda konotatif.

Visualisasi dan sarana retorika hiperbola memberikan lagu ini citraan

gerak yang membuat pencarian si aku, yang dikisahkan melewati

seribu kota, terasa konkret.

Pencarian yang dilakukan si aku nampaknya tidak

membuahkan hasil. Si aku tidak berhasil menemukan keberadaan sang


90

kekasih meski telah mencari ke berbagai tempat dan bertanya pada

setiap orang. Si aku pun mencoba untuk melupakan sang kekasih.

Untuk mengungkapkan maksud ini, pencipta lirik menggunakan

bahasa kias sinekdok pars pro toto (= pengungkapan sebagian dari

obyek untuk menunjukkan keseluruhan obyek). Kata „nama‟

merupakan penanda konotatif yang dipilih sebagai pengganti atas

„diri‟ sang kekasih yang utuh, yaitu sosok fisiknya dan segala sesuatu

yang ada dalam diri sang kekasih.

Dalam lagu ini, tidak dikisahkan alasan kepergian sang

kekasih. Namun dapat ditangkap kesan bahwa sang kekasih pergi ke

tempat yang jauh untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Hal ini

terlihat di bait 3 baris pertama: “Umpamane kowe uwis mulyo, lilo aku

lilo” [Seandainya kau sudah berbahagia, rela aku rela]. Kata „mulyo‟

dalam bahasa Jawa dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana

seseorang berada dalam kondisi bahagia lahir dan batin. Bahagia

secara lahir adalah kondisi yang „mapan‟ atau tercukupinya kebutuhan

material, sedangkan bahagia secara batin adalah sensasi psikologis

yang dirasakan ketika kebutuhan material telah tercukupi, yaitu

merasa aman, nyaman, dan puas.

Kondisi „mulyo‟ yang dimaksud dalam lagu ini dapat dicapai

dengan dua cara. Pertama, dengan mencari pekerjaan yang lebih

menjanjikan secara materi dan yang kedua, menikah dengan orang

yang berlimpah materi. Terlepas dari apapun cara yang dipilihnya,


91

kepergian sang kekasih demi memperoleh kehidupan yang lebih baik

telah menjauhkan si aku dari sang kekasih sehingga si aku merasa

sedih dan berusaha untuk mencari sang kekasih.

Meski demikian, si aku akan merelakan sang kekasih apabila

tujuannya (untuk hidup „mulyo‟) telah tercapai. Hal ini menunjukkan

bahwa si aku pada akhirnya memilih untuk menerima kepergian

kekasihnya walaupun ada konflik batin bahwa hatinya masih

mencintai dan ingin bertemu dengan kekasih yang dicintainya.

Emosi sedih yang dirasakan si aku tertangkap lewat ekspresi

nonverbal seperti potongan adegan berikut:

Adegan4.1 Adegan4.3

Pada Adegan4.1, tampak penanda konotatif (ekspresi fasial si

aku) berupa tatapan mata yang sayu dan menerawang seolah

mengenang sosok kekasih yang telah pergi entah kemana. Sementara

pada Adegan 4.3, si aku tampak berdiri dengan kepala mendongak,

tangan menyentuh dada, dan bahu melengkung ke dalam. Lewat

penanda konotatif yang merupakan ekspresi postural ini, si aku

menunjukkan kepasrahan hati sekaligus harapan untuk dapat bertemu

dengan sang kekasih meski hanya sekejap mata.


92

5. Lagu 5. Parangtritis

Vokal : Didi Kempot

Cipt. : Didi Kempot

Sesuai dengan judulnya, lagu ini berkisah tentang pengalaman

si aku bersama sang kekasih di Pantai Parangtritis. Pengalaman itu

adalah pengalaman yang manis sekaligus menyedihkan karena si aku

bertemu dan berpisah dengan sang kekasih di Pantai Parangtritis.

Dikisahkan bahwa sang kekasih mengingkari janji yang diucapkannya

dan pergi meninggalkan si aku. Suasana pantai seakan mengingatkan

si aku akan sosok sang kekasih. Meskipun sang kekasih telah pergi,

namun si aku tetap teringat dan menunggu kedatangan sang kekasih di

tempat kenangan mereka, Pantai Parangtritis.

Pantai Parangtritis adalah pantai yang terletak di Kabupaten

Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pantai Parangtritis adalah

tempat tujuan wisata yang sangat populer karena keindahan alamnya,

seperti ombak yang besar dan gunung-gunung pasir di sekitar pantai

yang disebut „gumuk‟. Pantai Parangtritis juga menyediakan beberapa

jasa wisata seperti dokar dan layang-layang.


93

Didi Kempot, sebagai pencipta lagu, memanfaatkan diksi yang

dapat menggambarkan perasaannya dengan tepat. Kata-kata yang

berhubungan dengan alam seperti: (pantai) Parangtritis, hujan, malam, dan

ombakadalah penanda konotatif yang digunakan sebagai penguat suasana

melankolis. Suasana pantai dengan deburan ombak, angin, dan pasir

menyodorkan sebuah perasaan khas yang mengingatkan si aku pada sang

kekasih, seperti yang diungkapkan pada bait 4:

“Ombak gedhe katon ngawe-awe


Nelangsa ning ati rasane
Ombak gedhe sing dadi seksine
Isih kelingan tekan seprene”
[Ombak besar seperti memanggil-manggil
Merana di hati rasanya
Ombak besar yang jadi saksinya
Masih teringat hingga saat ini]

Dalam lagu ini, Didi Kempot sebagai pencipta lirik juga

memunculkan citraan yang berbeda di setiap baitnya. Pada bait 1

muncul citraan perabaan dalam ungkapan „hati seperti diiris‟. Kalimat

ini merupakan penanda konotatif yang mengandung makna konotasi

yaitu hati yang terasa perih karena didera perasaan sedih dan tersakiti

dirasakan seperti diiris, sebuah sensasi yang hanya bisa dirasakan oleh

kulit sebagai indera perabaan. Ungkapan „hati seperti diiris‟ juga

merupakan bahasa kias berupa simile (= pengungkapan dengan

perbandingan eksplisit).

Citraan penglihatan muncul pada bait 2, ketika turun hujan

gerimis di malam hari. Sedangkan citraan pemikiran hadir lewat

kenangan si aku akan pantai Parangtritis, tempat dimana si aku


94

menunggu perjumpaannya kembali dengan sang kekasih (bait 3).

Debur ombak Parangtritis yang seakan memanggil-manggil dan

menjadi saksi cinta si aku pada sang kekasih menciptakan citraan

pendengaran (bait 4). Ungkapan „suara ombak seperti memanggil-

manggil‟ adalah bahasa kias personifikasi (= pengungkapan dengan

menyampaikan benda mati atau tidak bernyawa memiliki sifat

layaknya manusia), yaitu ombak yang dikiaskan bisa bersuara.

Secara keseluruhan, lagu ini memiliki kesatuan citraan alam.

Hal ini dapat dilihat dari pemilihan kata yang bernuansa alam serta

citraan pendengaran, perabaan, penglihatan, dan citraan pemikiran

yang selingkungan. Keseluruhan citraan alam ini menimbukan

suasana yang sangat khas dan memperjelas apa yang ingin

disampaikan oleh pencipta lagu. Romantisme alam yang hadir lewat

keseluruhan citraan, membawa pada suasana melankolis yang tengah

dirasakan si aku.

Selain lewat citraan, kesedihan yang dirasakan si aku juga

diungkapkan lewat diksi: teringat, menangis, dan „nelangsa‟ (merana).

Perasaan merana yang dirasakan dalam hati didukung dengan ekspresi

gestural si aku yang mengarahkan tangan kanan ke dada seperti

potongan adegan di bawah ini:


95

Adegan5.1

Didi Kempot, sebagai si aku, tampak berdiri di tepi pantai

dengan tangan kanan memegang dada. Ekspresi ini hendak

menunjukkan bahwa rasa nelangsa dirasakan di dalam dada. Raut

muka yang sedih ditandai dengan mata terpejam dan dahi berkerut,

sementara rambut Didi Kempot yang tergerai tampak bergerak ditiup

angin. Keseluruhan penanda konotatif yang berupa ekspresi kinesik

ini menunjukkan bahwa Didi Kempot seolah „menikmati‟ perasaan

nelangsa sambil mengenang sang kekasih di tepi pantai.

6. Lagu 6. Wis Cukup

Vokal : Didi Kempot

Cipt. : Didi Kempot

Lagu ini adalah ungkapan perasaan si aku terhadap sang

kekasih. Diceritakan bahwa si aku menderita karena perlakuan sang

kekasih yang selalu menyakiti hatinya. Si aku pun menangisi rasa

cintanya yang begitu besar, yang justru membuat ia menderita. Meski

telah disakiti, si aku tidak merasa sakit hati dan menerima segala
96

perlakuan sang kekasih terhadap dirinya. Si aku pun berharap sang

kekasih tidak pergi meninggalkannya.

Diksi yang digunakan oleh si pencipta lirik, yaitu Didi Kempot,

mampu mengungkapkan apa yang dirasakan si aku dengan sangat

jelas. Pilihan kata-kata tersebut menjadi penanda konotatif yang

melukiskan penderitaan cinta dan kesedihan yang dirasakan si aku.

penderitaan cinta si aku terlukis lewat kata-kata seperti menyakiti,

menangis(i), dan meninggalkan. Adapun kata-kata seperti: air mata

dan (ke)takut(an) semakin mempertegas kesedihan dan penderitaan

yang dirasakan si aku. Kesedihan dan penderitaan si aku tampak jelas

dari ekspresi nonverbal berikut:

Adegan6.2 Adegan6.4

Pada Adegan6.2, si aku (yang diperankan oleh Didi kempot

sendiri) meneteskan air mata dengan pandangan mata yang sayu.

Sementara pada Adegan6.4, si aku mengatupkan bibir dengan

pandangan menerawang dan dahi berkerut. Dalam adegan ini si aku

seolah-olah sedang merenungi pengalaman sedih yang dideritanya.

Selain diksi, pencipta lirik juga menggunakan simile (=

pengungkapan dengan perbandingan eksplisit) untuk memberikan


97

gambaran mengenai perasaan si aku. Penggunaan simile dapat dilihat

pada bait 3:

“Bebasan nangis wis ra metu iluhku


Nangis, nangisi rasa tresnaku
Bebasan lara wis suwe ra entuk jantu
Marine yen kowe ra ninggal aku”
[Seperti menangis sudah tak keluar air mataku
Menangisi rasa cintaku
Seperti sakit sudah lama tak mendapat obat
Bisa sembuh jika kau tak meninggalkanku]

Simile pertama, „seperti menangis sudah tak keluar air mata‟,

ingin menggambarkan bahwa si aku merasakan kesedihan yang dalam

dan sudah berlangsung dalam waktu lama. Si aku menyikapi

kesedihan itu dengan menangis, dan karena terlalu sering menangis

maka air matanya pun diibaratkan sudah tidak keluar lagi. Disebutkan

bahwa si aku menangisi rasa cintanya. Sungguh pernyataan yang

mengandung paradoks (= pengungkapan dua hal yang seolah-olah

bertentangan namun sebenarnya tidak jika sungguh-sungguh

dipikirkan atau dirasakan) mengingat cinta yang seharusnya

membawa kebahagiaan pada diri seseorang justru membuat si aku

sedih dan menderita.

Simile kedua, „seperti sakit sudah lama tak mendapat obat‟.

Kesedihan si aku diibaratkan penyakit yang memerlukan „obat‟ untuk

bisa sembuh. Tanpa „obat‟ penyakit (rasa sedih) itu akan tetap ada dan

semakin membuat si aku menderita. „Obat‟ yang dimaksud tidak lain

adalah sang kekasih itu sendiri, seperti yang dikatakan pada baris
98

selanjutnya: „(penyakitku) bisa sembuh jika kau (sang kekasih) tak

meninggalkanku‟.

Dilihat dari makna kedua simile di atas, dapat dikatakan bahwa

kehadiran sang kekasih adalah segala-galanya bagi si aku. Oleh karena

itu, meski telah disakiti hatinya namun si aku tetap berharap sang

kekasih selalu ada di sisinya dan tidak pernah meninggalkannya.

Seperti yang tertulis pada bait 2:

“Aku ra lara ati karo kowe


S‟najan aku kerep mbok larake
Mung siji wedhi sing tak pikirake
Aku ojo nganti ditinggalke”
[Aku tak sakit hati denganmu
Meski aku sering kau sakiti
Hanya satu (ke)takut(an) yang
kupikirkan
Aku jangan sampai kau tinggalkan]

Tiap bait dalam lagu ini memiliki makna yang kontradiktif.

Baris terakhir dari tiap bait seperti sebuah pernyataan isi hati dan

sikap si aku yang sesungguhnya. Misalnya pada bait 1, pada awalnya

si aku mengatakan „wis cukup‟ [sudah cukup] pada perlakuan sang

kekasih yang selalu menyakiti hatinya dan membuatnya menangis.

Namun pada baris keempat (baris terakhir), si aku berkata „tak tampa,

ora papa‟ [ku terima, tak mengapa]. Kata „cukup‟ bisa diartikan

bahwa si aku menentang atau tidak ingin mengalami lagi perlakuan

buruk dari sang kekasih, namun pada akhirnya si aku justru menerima

dan tidak mempermasalahkan hal tersebut.


99

Pada bait 2, makna kontradiktif itu tampak dari sikap si aku

yang tidak merasa sakit hati meski sudah disakiti hatinya, bahkan si

aku merasa takut apabila sang kekasih pergi meninggalkannya. Makna

kontradiktif tersebut merupakan sarana retorika yang digunakan untuk

memperjelas maksud yang ingin disampaikan si pencipta lagu dan

meningkatkan unsur kepuitisan lirik lagu. Sarana retorika semacam ini

disebut kontradiksi interminis (= pernyataan yang bersifat

menyangkal apa yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa lagu ini kaya akan

penanda dan petanda konotatif yang keseluruhannya menghadirkan

citraan kesedihan. Suasana sedih dan suram seperti menyelimuti

seluruh isi lagu dan video klipnya. Pada lirik lagunya, citraan

kesedihan tertangkap lewat pilihan kata dan sarana retorika, sementara

setting malam hari dan ekspresi kesedihan yang diambil dengan teknik

close up dalam video klipnya turut menimbulkan efek suram dan

sedih.

7. Lagu 7. Kalung Emas

Vokal : Didi Kempot

Cipt. : Didi Kempot

Dalam lagu ini, diceritakan bahwa si aku membeli sebuah

kalung emas untuk sang kekasih. Namun kalung emas itu kini telah

berubah warna menjadi biru, tak ubahnya seperti rasa cinta sang
100

kekasih yang telah „luntur‟ karena telah melupakan si aku. Hal ini

membuat si aku merasa sedih dan sakit hati. Meski demikian, si aku

tetap tidak mengerti mengapa sang kekasih melupakannya. Si aku pun

bertanya-tanya apakah salah dan dosa yang telah ia lakukan hingga

sang kekasih melupakan dirinya.

„Emas‟ dan „kalung emas‟ merupakan penanda konotatif yang

memiliki beragam makna. Dalam lagu ini, Didi kempot sebagai

penulis lirik dan pencipta lagu memilih „kalung emas‟ sebagai simbol

rasa cintanya yang besar dan hanya dipersembahkan untuk sang

kekasih seorang. Emas adalah logam yang bernilai tinggi dan sering

dimanfaatkan untuk membuat perhiasan. Nilai emas yang sangat

tinggi itu dinilai sepadan dengan rasa cinta si aku yang begitu besar

sehingga si aku mempersembahkan kalung emas sebagai lambang

cinta pada kekasihnya.

Namun kalung emas tersebut dikisahkan telah berubah warna

menjadi biru. Hal ini tentu saja adalah ungkapan yang mengandung

makna konotasi karena warna kuning keemasan pada logam emas

sendiri tidak mungkin luntur atau berubah warna, terlebih berubah

warna menjadi biru. Kalung emas yang berubah warna (luntur)

menjadi biru melambangkan cinta yang telah berubah karena sang

kekasih telah melupakan si aku (bait 1). Warna emas adalah penanda

konotatif yang sering diasosiasikan dengan kebahagiaan dan kejayaan,

sedangkan warna biru sering diasosiasikan dengan perasaan sedih.


101

Maka (warna) emas yang luntur menjadi biru‟ dipilih sebagai simbol

kebahagiaan yang berubah menjadi kesedihan.

Penyebab kesedihan yang dirasakan si aku adalah sang kekasih

yang melupakannya. Gambaran perasaan si aku terungkap pada bait 3:

“Lara atiku, atiku kelara-lara


Rasane nganti tembus ning dada
Nangisku iki mergo kowe sing njalari”
[Sakit hatiku, hatiku sakit
Rasanya samapai tembus ke dada
Tangisku ini kau yang menyebabkan]

Dan ditegaskan pada bait 4:

“Kebangetan apa salahku iki,


Apa dosaku iki”
[Keterlaluan apa salahku, apa dosaku]

Pada akhirnya si aku pun tetap tidak mengerti mengapa sang

kekasih tega melupakan dirinya. Si aku pun mengungkap tanya: „apa

salahku, apa dosaku‟. Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa si

aku cenderung mengembalikan segala pernasalahan yang terjadi ke dalam

dirinya, ia merasa bertanggung jawab atas peristiwa buruk yang terjadi

(bahwa sang kekasih melupakan dirinya). Memang dalam lagu ini tidak

diceritakan tentang apa persisnya yang membuat sang kekasih pada

akhirnya melupakan si aku, meski tidak menutup kemungkinan bahwa

„kesalahan‟ bukan hanya dari pihak si aku melainkan juga dari pihak sang

kekasih. Sikap si aku dapat dimaknai bahwa dalam menghadapi masalah

yang membuat dirinya sedih, si aku memilih untuk mencari penyebabnya

dalam diri sendiri.


102

Pada kedua bait diatas, terdapat dua sarana retorika sebagai

penanda konotatif yang digunakan pencipta lirik, yaitu Didi Kempot,

untuk menegaskan maksudnya. Pada bait 3 terdapat sarana retorika berupa

kiasmus (= pernyataan yang diulang dengan membalik salah satu bagian

kalimatnya), yaitu pada kalimat: „sakit hatiku, hatiku sakit‟. Sedangkan

pada bait 4, kalimat: „apa salahku, apa dosaku‟ adalah sarana retorika

tautologi (= pengulangan hal serupa dengan menggunakan sinonimnya).

Tautologi digunakan supaya arti kata yang dimaksud lebih mendalam,

sedangkan kiasmus digunakan untuk membuat pernyataan lebih intensif

dan menimbulkan pemikiran.

Karena sikap sang kekasih yang telah melupakannya, maka si aku

merasa sakit hati. Rasanya digambarkan sampai „tembus ke dada‟. Rasa

sakit yang dirasakan sampai menembus dada adalah penanda konotatif

yang dapat dimaknai sebagai rasa sakit yang amat sangat. Si aku pun

sampai menangis karena merasakan sakitnya. Seperti terlihat pada

potongan adegan di bawah ini:

Adegan7.1 Adegan7.4 Adegan7.5


103

Ketiga adegan di atas adalah penanda-penanda konotatif yang

secara keseluruhan merujuk pada kesedihan sebagai petanda

konotatifnya. Pada Adegan7.5, si aku (yang diperankan oleh Didi

Kempot sendiri) menekan tangan kirinya ke dada. Ekspresi ini hendak

menegaskan bahwa rasa sakit yang dideritanya dirasakan di dada.

Sedangkan pada Adegan7.1 si aku dengan mata terpejam dan dahi

berkerut memalingkan wajahnya ke kanan, seolah ingin

mengenyahkan kesedihan yang tengah dirasakannya. Si aku pun

mengenang rasa cintanya yang besar dan sosok sang kekasih yang

telah mengecewakannya. Hal ini dapat dilihat pada Adegan7.4.

8. Lagu 8. Pingin Ngombe

Vokal : Didi Kempot

Cipt. : Didi Kempot

Dalam lagu ini diceritakan bahwa si aku merasakan rindu yang

amat dalam pada kekasihnya. Rasa rindu itu diibaratkan seperti

dahaga yang membuat leher terasa kering. Si aku dengan setia selalu

menunggu kedatangan kekasihnya, namun setelah sang kekasih tiba

ternyata si aku mendapati bahwa sang kekasih sudah berubah, tidak

seperti dulu lagi. Yang paling mengagetkan si aku adalah bahwa sang

kekasih telah menggendong seseorang, bisa disimpulkan bahwa yang

digendong adalah seorang bayi. Si aku pun merasa kecewa karena

sang kekasih telah ingkar janji.


104

Seperti yang telah disebutkan di atas, kerinduan yang

dirasakan si aku diibaratkan seperti dahaga yang membuat leher terasa

kering. Ungkapan tentang dahaga yang membuat leher kering serta

rasa haus yang dapat tawar dengan air putih merupakan penanda

konotatif yang diceritakan di bait 1:

“Aku pingin ngombe, ngelak sing tak rasake


Nganti garing ning gulu rasane
Kulinane kowe biyen sing tansah nyepake
Banyu putih yo kanggo nelesi lambe”
[Aku ingin minum, dahaga yang kurasakan
Rasanya sampai kering leher ini
Biasanya kau yang menyiapkan
Air putih untuk membasahi bibir]

Perasaan ini ditegaskan di bait 2:

“Kuwi sak tenane kangen sing tak rasake


Rasa kangenku mung kanggo kowe”
[Seperti itulah rindu yang ku rasakan
Rasa rindu yang hanya untukmu]

Dalam bait 1 juga disebutkan bahwa: „biasanya kau (sang

kekasih) yang menyiapkan, air putih untuk membasahi bibir‟. Air

putih disini menjadi penanda konotatif bagi cinta dan kasih sayang

dari sang kekasih yang mampu menawarkan „dahaga‟ (kerinduan)

yang dirasakan si aku. Lewat bait ini tertangkap citraan pencecapan

berupa rasa haus atau dahaga yang membuat leher menjadi kering.

Setelah melewati penantian yang penjang, akhirnya sang

kekasih kembali pulang menemui si aku. Namun ternyata si aku

mendapati bahwa sang kekasih telah menjadi orang yang berbeda,

tidak seperti dulu lagi (bait 2). Diceritakan bahwa sang kekasih pulang
105

dengan „menggendong‟ dan „menyayang‟ seseorang. Tentu bisa

disimpulkan bahwa yang „digendong‟ dan „disayang‟ adalah seorang

bayi. Dengan demikian jelaslah bahwa dalam perjalanannya sang

kekasih telah menjalin hubungan dengan orang lain hingga

menghasilkan keturunan.

Hal ini tentu saja membuat si aku merasa sedih dan kecewa.

Ternyata sang kekasih telah mengkhianati perasaan cinta dan

mengingkari janji yang telah ia ucapkan sebelum pergi meninggalkan

si aku. Maka si aku pun bertanya pada sang kekasih:

“Sapa sing tok gendong,


sapa ing tok sayang
Sayang, sayang, kuwi sapa?”
[Siapa yang kau gendong,
siapa yang kau sayang
Sayang, sayang, siapa itu?]
Meski sudah jelas siapa yang digendong sang kekasih, namun

si aku masih bertanya juga. Keseluruhan bait ini merupakan penanda

konotatif dalam bentuk pertanyaan yang bersifat retoris, yaitu

pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban karena sesungguhnya

jawabannya telah diketahui oleh si penanya. Pertanyaan retoris ini

merupakan sarana retorika yang dimanfaatkan pencipta lirik untuk

mempertegas pernyataan.

Kekecewaan dan kesedihan si aku ditunjukkan lewat ekspresi berikut

ini:
106

Adegan8.2 Adegan8.3

Pada Adegan8.2, si aku (yang diperankan oleh Didi Kempot

sendiri) terlihat sangat sedih menghadapi kenyataan bahwa sang

kekasih telah ingkar janji. Memicingkan mata, dahi berkerut dan bibir

yang mencebik mengisyaratkan bahwa si aku berusaha menahan

kesedihan dan kekecewaan yang dirasakannya. Sementara pada

Adegan8.3, si aku tampak menyentuh dahi dengan ibu jarinya,

menandakan bahwa si aku memikirkan kesedihan yang tengah

dirasakannya.

9. Lagu 9. Ikhlas

Vokal : Didi Kempot

Cipt. : Didi Kempot

Dalam lagu ini, si aku dan sang kekasih diceritakan sudah

hidup bersama sebagai pasangan suami istri. Suatu hari sang kekasih

pergi meninggalkan si aku dalam waktu yang cukup lama dan si aku

pun menunggu kepulangan sang kekasih dengan setia. Namun setelah

kembali pulang, sang kekasih justru menuntut agar mereka berpisah

dan tak ingin hidup bersama lagi. Hal ini tentu membuat si aku sedih
107

dan sakit hati. Meski telah berusaha untuk mendapatkan sang kekasih

kembali, pada akhirnya si aku memilih untuk mundur dan mengalah

pada keinginan sang kekasih.

Untuk menggambarkan rasa cinta si aku pada sang kekasih,

pencipta lirik menggunakan tanaman sebagai penanda konotatif dalam

bentuk metafora (= mengungkapkan perbandingan tanpa

menggunakan kata pembanding), seperti yang disebutkan pada bait 3

baris 3: „Tresna sing ngrembuyung saiki wis dadi garing‟ [Rasa cinta

yang subur sekarang menjadi layu]. Rasa cinta diibaratkan seperti

tanaman yang bisa ditanam, tumbuh subur, dan akhirnya menjadi layu.

Pada bait 1 baris 4 dikatakan bahwa si aku „nandur becik‟ [menanam

kebaikan] tapi begitu kebaikan itu „tumbuh‟ justru disakiti. Kebaikan

disini berarti hal-hal baik termasuk cinta dan kepercayaan pada sang

kekasih.

Keinginan sang kekasih untuk berpisah membuat si aku sedih

dan sakit hati. Kesedihan ini nampak dari ekspresi wajah si aku:

Adegan9.2 Adegan9.3

Pada kedua potongan adegan di atas, tampak bahwa si aku

(diperankan oleh Didi Kempot sendiri) memejamkan mata dengan


108

dahi berkerut dan bibir membuka. Ekspresi fasial ini merupakan

penanda konotatif yang mengisyaratkan kesedihan teramat dalam

yang dirasakan si aku. Tangan yang menyentuh dada merupakan

ekspresi gestural untuk menunjuk „batin‟ sekaligus menandakan

bahwa dirinya mengalami kesedihan yang nyata dan menyakitkan.

Meski sedih dan kecewa, namun pada akhirnya si aku memilih

untuk mengalah dan merelakan sang kekasih. Sikap si aku untuk

mundur diambil karena sang kekasih yang „dikejar‟ (diperjuangkan)

sudah melupakan dirinya, sementara jika ditangisi hanya akan

membuat si aku merana. Daripada sakit hati dan merana maka lebih

baik si aku mundur dan mengalah, seperti yang terungkap pada bait 1

dan 2:

“Trimo mundur timbang lara ati


Tak oyako wong kono wis lali”
[Lebih baik mundur daripada sakit hati
Biar ku kejar kau pun sudah lupa]

“Trimo ngalah aku wis ra betah


Tak tangisa malah mung gawe susah” [Lebih
baik mengalah aku sudah tak tahan
Ditangisi pun hanya membuat ku merana]

Jika orang yang „dikejar‟(diperjuangkan) sudah lupa dan hanya

membuat si aku merana, maka merelakan menjadi jalan keluar yang

tepat. Keputusan ini dapat dimaknai bahwa si aku tidak menginginkan

adanya konflik yang berlarut-larut karena konflik hanya menyebabkan

si aku terluka dan tersakiti.


109

10. Lagu 10. Tangise Ati

Vokal : Didi Kempot

Cipt. : Didi Kempot

Dalam lagu ini, dikisahkan bahwa sang kekasih pergi

meninggalkan si aku tanpa berkirim kabar sama sekali. Saat hujan

turun dengan deras di malam hari, si aku pun mengenang kepergian

sang kekasih dengan sedih. Si aku tak menyangka bahwa sang kekasih

akan mengingkari janji dan pergi meninggalkan dirinya. Namun jika

hubungan mereka memang harus berakhir demikian, maka si aku akan

merelakan.

Pada bait 1, terdapat pilihan kata yang dapat menjadi penanda

konotatif. Si pencipta lirik (yaitu Didi Kempot sendiri) memanfaatkan

diksi yang memunculkan dua citraan yang berbeda, yaitu citraan

penglihatan dan pemikiran. Citraan penglihatan muncul ketika si aku

melihat hujan deras yang turun pada malam hari. Sedangkan citraan

pemikiran timbul saat si aku teringat akan kepergian sang kekasih.

Kedua citraan di awal lagu ini saling mendukung dalam memunculkan

suasana melankolis. Pemanfaatan kata „hujan‟ sebagai penanda

konotatif memiliki kesan melankolis yang khas, ditambah dengan

suasana yang ditimbulkan oleh „malam‟ sehingga membuat

keseluruhan lagu memiliki nuansa sedih.

Penyebab kesedihan si aku adalah kepergian sang kekasih,

yang rupanya merupakan pertanda bahwa sang kekasih telah


110

mengingkari janji. Oleh si aku, peristiwa ini dianggap sebagai

„garising pesti‟ (suratan takdir). Takdir mengandung pengertian

bahwa segala sesuatu yang terjadi telah digariskan oleh Tuhan dan

tidak mungkin diubah oleh manusia. Hal ini menandakan bahwa si

aku memaknai penderitaannya sebagai takdir, sehingga si aku tidak

dapat mencegah atau menanggulanginya dan hanya bisa menerima

saja. Kesedihan yang dirasakan si aku tampak dari ekspresi nonverbal

di bawah ini:

Adegan10.2 Adegan10.4 Adegan10.5

Ketiga adegan di atas juga menjadi penanda konotatif. Pada

Adegan10.2, penderitaan dan kesedihan yang tengah dialami si aku

(diperankan oleh Didi Kempot sendiri) tampak jelas tergambar dari

ekspresi fasialnya. Mata yang sayu dengan tatapan lurus ke depan,

dahi berkerut, serta bibir setengah membuka merupakan pendanda

konotatif yang mengisyaratkan besarnya penderitaan yang harus

ditanggung si aku. Sementara Adegan10.4 secara dramatis

menggambarkan kesedihan si aku dengan efek air hujan yang turun

deras mengenai kepala si aku yang menunduk. Adegan10.5 bahkan

hanya menampilkan ekspresi postural saja yaitu badan membungkuk


111

dan kepala telungkup pada kedua tangan. Sebagai penanda konotatif,

ekpresi gestural seperti ini cukup jelas menggambarkan kesedihan

tanpa harus terungkap lewat kata-kata atau lewat ekspresi fasialnya.

Kehidupan si aku digambarkan sebagai kehidupan yang

„rekasa‟ (susah). Dalam bahasa Jawa, „urip sing rekasa‟ (hidup yang

susah) dapat digambarkan sebagai kehidupan yang serba kekurangan,

terutama kekurangan materi yang bisa membawa pada „kekurangan‟

sosial dan psikologis. Dalam video klipnya, si aku digambarkan

sebagai orang yang kekurangan secara materi, seperti pada potongan

adegan berikut:

Pada adegan pertama (dari kiri) tampak sepasang kaki si aku

yang hanya beralaskan sandal jepit memijak jalan berbatu dan

ditumbuhi lumut. Sementara pada adegan berikutnya, tampak si aku

menyusuri jalan dengan memanggul tas besar di bahu kanannya.

Sandal jepit, jalan berbatu dan berlumut, serta tas besar dalam kedua

potongan adegan di atas adalah penanda konotatif yang menunjukkan

kesederhanaan hidup si aku.

Meskipun si aku hidup susah, namun keadaan itu tidak

membuatnyamenyerah. Bahkan si aku akan menerima keadaannya itu


112

demi mengikuti keinginan hati untuk hidup bersama sang kekasih

(bait 2). Namun sang kekasih justru membuatnya kecewa dan sakit

hati dengan pergi meninggalkan si aku. Pada bait 3 disebutkan bahwa:

„laraning ati sing nyangga aku dhewe‟ [sakit hati ini aku sendiri yang

menanggung]. Hal ini menunjukkan bahwa sang kekasih memang

sudah tidak peduli lagi dengan perasaan si aku. Pada akhirnya si aku

pun merasa bahwa dirinya sudah cukup menderita dan jalan keluar

yang terbaik hanyalah merelakan kepergian sang kekasih.

11. Lagu11. Lingso Tresno

Vokal : Didi Kempot

Cipt. : Didi Kempot

Lagu ini adalah ungkapan perasaan si aku terhadap sang

kekasih. Si aku merasa sakit hati terhadap sang kekasih yang telah

melupakannya. Namun untuk mengatasi sakit hati itu tidaklah

semudah memijit buah randu, yang tanpa dipijit dengan keras pun bisa

pecah dan mengeluarkan biji randu. Indahnya pemandangan pantai

Parangtritis selalu mengingatkan si aku akan sosok sang kekasih

meski sang kekasih sendiri telah melupakannya.

Sakit hati yang dirasakan si aku digambarkan lewat simile (=

pengungkapan dengan perbandingan eksplisit) pada bait 1 dan 2.

Ungkapan perasaan si aku pada bait 1 adalah sebagai berikut:

“Sindap sing ana rambutku iki


Isih isa tak kramasi
113

Nanging yen ngramasi lara ati


Ora gampang kaya mijet wohing ranti”
[Ketombe yang ada di rambutku
Masih bisa kucuci
Tapi jika mencuci (rasa) sakit hati
Tak semudah seperti memijit buah randu]

Sedangkan ungkapan perasaan si aku pada bait 2 adalah sebagai berikut:

“Lingso sing ana rambutku iki


Isih isa tak petani
Nanging yen metani lara ati
Ora gampang kaya mijet wohing ranti”
[Kutu yang ada di rambutku
Masih bisa kutelisik
Tapi jika menelisik sakit hati
Tak semudah memijit buah randu]

Pada kedua bait di atas, ketombe dan kutu rambut menjadi

penanda konotatif dalam lagu ini. Dikatakan bahwa sakit hati

diperbandingkan dengan ketombe dan kutu pada rambut. Untuk

mengatasi ketombe, rambut biasa dicuci (dikeramas) sedangkan untuk

mengatasi kutu, rambut cukup ditelisik. Namun untuk bisa mengatasi

sakit hati yang dirasakan si aku, tidak cukup hanya „mencuci‟ dan

„menelisik‟nya saja. Oleh karena itu, disebutkan bahwa usaha si aku

dalam mengatasi sakit hati tidak semudah „memijit buah randu‟.

Pohon randu adalah pohon penghasil kapas. Kapas tersebut

berasal dari buah randu yang jika telah matang sangat mudah pecah

atau terbuka. Ketika buah randu itu pecah, maka dari dalamnya akan

keluar kapas dan biji randu. Buah randu sangatlah rapuh, jika telah

benar-benar matang buah randu bisa pecah dengan sendirinya tanpa

perlu dipijit atau dibelah.


114

Konotasi ini dipilih untuk menggambarkan bahwa „memijit

buah randu‟ adalah tindakan yang sangat mudah, yang tidak

memerlukan usaha keras. Jadi „mencuci‟ dan „menelisik‟ (mengatasi,

menyembuhkan) sakit hati ternyata tidaklah mudah, namun

membutuhkan usaha yang keras.

Pada lagu ini, Didi Kempot (sebagai pencipta lagu) kembali

menggunakan nuansa alam untuk memberi kesan melankolis. Pada

bait 3 disebutkan bahwa keindahan pantai Parangtritis selalu

mengingatkan si aku akan sosok sang kekasih meski sang kekasih

telah melupakannya. Hal ini membuat si aku merasa sedih setiap kali

teringat pada kekasihnya. Kesedihan itu terlihat dari ekspresi

nonverbal di bawah ini:

Adegan11.1 Adegan11.4

Tampak pada kedua potongan adegan di atas, si aku

(diperankan oleh Didi Kempot sendiri) dengan mata terpejam, dahi

berkerut, dan bibir setengah terbuka menunjukkan kesedihannya. Pada

Adegan11.4, si aku yang mengarahkan tangan ke dada seakan

menegaskan sakit hati dan kesedihan yang dirasakannya.


115

Dalam lagu ini terdapat penanda konotatif dalam bentuk diksi

yang sangat unik yaitu „lingso‟ (kutu) dan „sindap‟ (ketombe).

Ketombe mungkin masih jamak pada masa sekarang, namun tidak

demikian dengan kutu rambut. Kutu rambut adalah masalah

kebanyakan orang pada masa lampau, terutama orang-orang yang

tinggal di desa atau lingkungan yang kurang bersih. Namun pada masa

sekarang sangatlah jarang mendapati orang yang memiliki kutu

rambut, meski pada orang-orang yang tinggal di desa sekalipun.

Hal ini menandakan bahwa Didi Kempot sendiri (sebagai

pencipta lagu) mengalami atau paling tidak akrab dengan „fenomena‟

kutu rambut. Oleh karena itu Didi Kempot menggunakan diksi „kutu‟

dan „ketombe‟ dalam lagu ini. Demikian juga dengan „buah randu‟

yang saat ini sudah jarang ditemui pohonnya di daerah kota. Pohon

randu masih bisa ditemui di desa-desa, pun sedikit jumlahnya. Meski

tergolong diksi yang tidak populer, namun pemanfaatan diksi tersebut

berhasil memberikan keunikan pada lagu ini sebagai salah satu dari

sekian banyak lagu ciptaan Didi Kempot.

12. Lagu 12. Ilang Tresnane

Vokal : Didi Kempot

Cipt. : Didi Kempot

Lagu ini bercerita tentang kisah cinta si aku yang kandas di

tengah jalan. Diceritakan bahwa si aku dan sang kekasih telah


116

menjalin cinta dan hampir bersanding di pelaminan. Di tengah

perjalanan cinta mereka, ternyata sang kekasih menjatuhkan

pilihannya pada pria lain. Rasa cinta sang kekasih pada si aku telah

hilang dan sang kekasih telah melupakan sumpahnya untuk selalu

setia. Si aku pun berusaha untuk merelakan sang kekasih meski

batinnya tidak demikian. Si aku hanya bisa berharap semoga

keputusan sang kekasih untuk menikah dengan pria lain merupakan

keputusan yang tepat.

Si aku tidak pernah menyangka bahwa sang kekasih akan

melupakan sumpah dan janji yang dulu pernah diucapkannya. Hal ini

menjadi sumber kesedihan yanng dirasakan si aku, seperti yang

diungkapkan dalam bait 2:

“Wis ilang tresnane


Wis lali piye sumpahe nalika kae
Ning saiki kok ngene dadine
Tresnamu jebul mung ana lambe”
[Telah hilang rasa cintamu
Sudah lupa sumpah(mu) waktu itu
Namun sekarang kenapa begini jadinya
(rasa) Cintamu ternyata hanya di mulut saja]

Rasa cinta si aku diibaratkan seperti pohon kelapa yang

ditanam sejak lima tahun yang lalu (bait 3). „Pohon kelapa‟ itu

akhirnya tumbuh dan daunnya siap untuk dijadikan „janur‟. Hal ini

dapat diartikan bahwa cinta (pohon kelapa) yang ditanam dan

dipelihara selama lima tahun pada akhirnya siap untuk dibawa ke

jenjang selanjutnya, yaitu pernikahan (janur). Janur adalah daun

kelapa yang masih muda. Menurut tradisi Jawa, janur yang telah
117

dirangkai sedemikian rupa akan dipasang di muka rumah mempelai

wanita sebagai penanda berlangsungnya pernikahan. Pada akhir cerita,

memang terpasang janur di muka rumah sang kekasih, namun yang

bersanding dengan sang kekasih di pelaminan bukanlah si aku

melainkan pria pilihan sang kekasih.

Si aku berusaha untuk merelakan sang kekasih karena

kenyataannya sang kekasih telah memilih pria lain. Meski batinnya

tidak merelakan, namun si aku berusaha menerima dan berharap

bahwa keputusan sang kekasih benar adanya. Ekspresi wajah si aku

menunjukkan kesedihan yang tengah dirasakannya:

Adegan12.2 Adegan12.3

Kedua potongan adegan di atas memperlihatkan si aku

(diperankan oleh Didi Kempot sendiri) tengah memejamkan mata

disertai dahi yang berkerut. Pada Adegan12.2, tampak bahwa si aku

menahan kesedihan yang dirasakannya dengan mengatupkan bibir.

Sementara Adegan12.3 memperlihatkan si aku yang tengah duduk

dengan kedua telunjuk menyentuh dahi. Dari ekspresi fasialnya

terlihat bahwa si aku memikirkan kejadian yang telah menimpanya

dan mengisyaratkan kepedihan yang dalam.


118

13. Lagu 13. Aku Dudu Raja

Vokal : Didi Kempot

Cipt. : Didi Kempot

Lagu ini mengisahkan penderitaan cinta yang dialami si aku.

Dalam lagu ini, si aku digambarkan sebagai orang yang miskin harta

dan buta aksara. Meski demikian, si aku tetap memiliki perasaan

layaknya manusia, perasaan yang pasti akan sakit jika dipermainkan

oleh orang yang dicintai. Si aku terlanjur mencintai sang kekasih

dengan sepenuh hati, namun cintanya tidak diterima oleh sang kekasih

bahkan sang kekasih tega menipu dan melupakan si aku.

Pada awal lagu, muncul citra diri si aku sebagai orang yang

buta aksara dan orang yang miskin harta. Gambaran tersebut terdapat

pada bait 1 dan 2:

“Aku pancen wong sing tuna aksara


Ora bisa nulis ora bisa maca”
[Aku memang orang yang buta aksara
Tidak bisa menulis tidak bisa membaca]

“Aku pancen wong cilik ra kaya raja


Bisa mangan wae aku uwis nrima”
[Aku memang orang kecil tidak seperti raja
Bisa makan saja aku sudah puas]

Kedua bait di atas mengungkapkan dengan jelas tentang citra diri si

aku. Pada bait 1 diungkapkan bahwa si aku adalah „orang yang buta

aksara, tidak bisa menulis, tidak bisa membaca‟. Keadaan seperti ini bisa

dimaknai bahwa si aku adalah orang yang penuh kelemahan dan tidak

sempurna. Gaya penuturan seperti ini juga disebut enumerasi (= ungkapan


119

penegasan dengan menguraikan bagian demi bagian dari suatu

keseluruhan).

Sedangkan pada bait 2, si aku digambarkan sebagai orang „kecil‟,

tidak seperti raja yang memiliki banyak harta dan kekuasaan. Bahkan

dikatakan bahwa si aku sudah puas jika sudah bisa makan. Ungkapan ini

semakin mempertegas citra diri si aku sebagai orang „kecil‟ yang miskin

dan tidak berdaya. Gaya penuturan ini disebut sebagai litotes (= ungkapan

yang mengecilkan fakta dengan tujuan merendahkan diri).

Meskipun si aku hanyalah orang „kecil‟ yang miskin harta dan buta

aksara, namun si aku tetap manusia yang akan terluka jika disakiti oleh

orang yang dicintai. Si aku terluka karena sang kekasih yang amat dicintai

tega menipu dan melupakannya. Bahkan rasa cinta si aku pun tidak

diterima oleh sang kekasih.

Pada bait 3 diungkapkan bahwa sang kekasih menipu si aku hingga

badan menjadi „kering‟. Ungkapan ini hendak menggambarkan betapa

sang kekasih telah menipu si aku habis-habisan, baik raga maupun

perasaan, hingga badan atau fisik si aku dilukiskan telah menjadi kering.

Penuturan seperti ini adalah sarana retorika berupa hiperbola (=

pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan

tersebut menjadi tidak masuk akal). Penggunaan ketiga sarana retorika di

atas (enumerasi, litotes, dan hiperbola) beserta pilihan katanya memiliki

peran sebagai penanda konotatif dan merupakan upaya penulis lirik, yaitu
120

Didi Kempot sendiri, untuk menegaskan keadaan atau citra diri si aku

sebagai orang „kecil‟ yang mengalami penderitaan cinta.

Adegan13.1 Adegan13.3

Kedua potongan adegan di atas adalah penanda konotatif yang

memperlihatkan penderitaan cinta si aku (diperankan oleh Didi Kempot sendiri).

„Si aku‟ dengan pandangan mata menerawang, dahi berkerut, dan bibir terbuka

seolah sedang mengenang dan meratapi penderitaannya.

B. HASIL ANALISIS DATA

1. Hasil analisis isi

Analisis isi yang dilakukan terhadap data penelitian menghasilkan temuan

berupa tanda-tanda kepuitisan dalam lirik lagu (lihat LAMPIRAN:

ANALISIS VERBAL) dan ekspresi kesedihan dalam video klipnya (lihat

LAMPIRAN: ANALISIS NONVERBAL). Selain itu, analisis isi juga

menghasilkan temuan berupa tema-tema yang terdapat pada tiap lagu.

Berikut ini adalah tema-tema yang diperlihatkan dalan lirik lagu dan

video klip Didi Kempot sebagai data penelitian:


121

Tabel 7. Tema Kesedihan pada masing-masing Lagu


No. Judul Lagu Tema Kesedihan
1. Tanjung Mas  Menghantarkan kepergian sang kekasih di pelabuhan
Ninggal Janji  Janji yang diingkari
 Memendam rasa rindu
 Tetap menanti kedatangan sang kekasih.
2. Stasiun Balapan  Menghantarkan kepergian sang kekasih di terminal bis
 Merasakan sedih dan kehilangan saat melepas kepergian sang
kekasih
 Janji yang tidak ditepati
 Berharap sang kekasih segera pulang
3. Terminal  Menghantarkan kepergian sang kekasih di terminal bis
Tirtonadi  Janji yang tidak ditepati
 Rasa rindu dan penantian akan kedatangan sang kekasih
 Berharap sang kekasih ingat untuk segera pulang
5. Parangtritis  Kenangan bersama sang kekasih di Pantai Parangtritis
 Suasana pantai mengingatkan pada sang kekasih
 Janji yang diingkari
 Masih mengingat dan menunggu kedatangan sang kekasih di
Parangtritis
6. Wis Cukup  Sikap sang kekasih yang selalu menyakiti hati
 Tak sakit hati meski kerap disakiti
 Perasaan takut ditinggalkan
7. Kalung Emas  Perasaan cinta sang kekasih yang tak lagi sama
 Perasaan sedih dan sakit hati
 Sang kekasih yang telah melupakan si aku
8. Pingin Ngombe  Kerinduan pada sang kekasih
 Menanti kedatangan kekasih
 Sang kekasih yang telah berubah, tidak seperti dulu lagi
 Janji yang diingkari menyebabkan kekecewaan
9. Ikhlas  Sang kekasih pergi meninggalkan si aku
 Menunggu kepulangan sang kekasih
 Keinginan sang kekasih untuk berpisah
 Perasaan sedih dan sakit hati
 Mundur dan mengalah pada keinginan kekasih untuk berpisah
10. Tangise Ati  Sang kekasih pergi meninggalkan si aku
 Teringat akan kepergian sang kekasih
 Rasa sedih dan sakit hati karena janji yang diingkari
 Merelakan kepergian sang kekasih
11. Lingso Tresna  Sang kekasih yang telah melupakan si aku
 Berusaha keras untuk menyembuhkan sakit hati
 Tetap teringat pada sang kekasih
12. Ilang Tresnane  Kisah cinta yang kandas di tengah jalan
 Rasa cinta yang telah hilang
 Janji yang dilupakan
 Berusaha merelakan sang kekasih
13. Aku Dudu Raja  Cinta yang tidak diterima
 Keadaan diri yang penuh kelemahan dan tidak sempurna
122

Ketigabelas lagu yang menjadi data dalam penelitian ini memiliki

tema tentang kesedihan yang terjadi dalam hubungan percintaan antara „si

aku‟ dan sang kekasih. Kesedihan itu terutama muncul karena sang

kekasih mengingkari atau tidak menepati janjinya untuk segera pulang.

Apabila pada akhirnya sang kekasih telah kembali pulang, si aku

mendapati bahwa sang kekasih telah berubah, bukan lagi sang kekasih

yang dulu dikenalnya. Hal ini membuat si aku menyadari bahwa sang

kekasih telah melupakan dirinya dan ingin mengakhiri hubungan.

Jika teringat tentang kepergian sang kekasih atau sewaktu

mengunjungi tempat-tempat kenangan, si aku pun merasa sedih. Hal lain

yang menyebabkan munculnya rasa sedih pada diri si aku adalah sikap

sang kekasih yang menyakitkan hati, cinta yang kandas di tengah jalan,

cinta yang tidak diterima, dan keadaan diri si aku yang penuh tak

sempurna dan penuh kelemahan.

Meski kepergian sang kekasih membuat si aku merasa sedih dan

kehilangan, namun si aku tetap menanti kedatangan sang kekasih dengan

setia. Si aku masih memendam rasa rindu dan berharap untuk bisa bertemu

dengan sang kekasih yang telah meninggalkannya. Bahkan si aku pun

berusaha mencari sang kekasih demi mengetahui keberadaannya. Terhadap

keinginan sang kekasih untuk berpisah, si aku pun memilih untuk mundur

dan mengalah pada keinginan sang kekasih. Walaupun kerap disakiti,

namun si aku tidak merasa sakit hati. Hal ini disebabkan karena si aku

takut apabila sang kekasih meninggalkannya.


123

2. Hasil analisis semiotik

Analisis semiotik dilakukan terhadap hasil analisis isi, yaitu unsur-

unsur kepuitisan, ekspresi kesedihan, dan tema kesedihan. Hasil analisis

isi menjadi penanda konotatif sedangkan makna yang terkandung di

dalamnya akan menjadi petanda konotatif.

Tabel 8. Penanda dan Petanda Konotatif pada masing-masing Lagu

No. Judul Lagu Penanda Konotatif Petanda Konotatif


1. Tanjung Mas Bait 1: Majas simile, menggambarkan
Ninggal Janji “Seperti menanti hujan rasa hati yang bagai dilanda
di musim kemarau.” „kemarau‟ (rasa sedih) dan
Bait 2: menantikan „hujan‟
“Seperti itulah rasa (kedatangan kekasih).
hatiku.”
Tanjung Mas Pelabuhan di kota Semarang
Menghantar, menanti, Kegiatan orang-orang di
meninggalkan pelabuhan. Menimbulkan
kesan rindu dan haru yang
khas.
Adegan1.3: Mengekspresikan kesedihan
Mata terpejam, dahi yang teramat dalam.
berkerut
Tas ransel Menghadirkan suasana
bepergian, mengembara.
2. Stasiun Balapan Air mata Menunjukkan kesedihan.
Stasiun Balapan Stasiun kereta api di kota Solo,
Jawa Tengah.
Menghantar, Aktivitas di stasiun kereta api,
meninggalkan, pergi menimbulkan kesan rindu dan
haru
Kehilangan (kelangan) Perasaan sedih, kecewa, dan
tidak berdaya ketika ditinggal
pergi kekasih.
Bait 5: Sarana retorika, yang
“Lupa atau memang merupakan penegasan terhadap
melupakan” apa yang dirasakan si aku.
Adegan2.1 Memperlihatkan rasa sayang,
Tangan kiri memegang rasa cemas/khawatir, dan
pundak sang kekasih, kesedihan.
tatapan mata sayu, sudut-
sudut bibir menuru
124

No. Judul Lagu Penanda Konotatif Petanda Konotatif


Adegan2.3: Mengenang kepergian sang
Tatapan mata kekasih.
menerawang
3. Terminal Terminal Tirtonadi Terminal bus di kota Solo,
Tirtonadi Jawa Tengah
Adegan3.1: Mengenang dengan sedih
Berdiri di koridor peristiwa perpisahan dan
terminal dengan kepala perasaan rindu pada sang
tengadah dan tangan kekasih.
terangkat.
Mata terpejam, dahi
berkerut, mulut
membuka.
Pergi, menunggu, Aktivitas di terminal bus
menanti, rindu.
Bait 3: Ungkapan tentang lamanya
“Musim hujan telah penantian dan kerinduan si aku.
berganti kemarau, apa
kau tak hirau”
Bait 4:
“Tlah lama rindu yang
kurasakan”
Bait 4: Ungkapan perasaan yang tak
“Tlah lama rindu yang terdeskripsikan akibat
kurasakan,rasanya seperti menanggung rindu.
ini”
Adegan3.3: Merasakan sakit di kepala,
Menopang kepala dengan memiliki beban pikiran yang
tangan kiri berat, frustasi.
Adegan3.4: Menunjukkan rasa rindu yang
Tangan menyentuh dada tersimpan di hati.
4. Sewu Kutha Bait 1: Sarana retorika hiperbola,
“seribu kota telah menggambarkan betapa jauh
kulewati, seribu hati dan lamanya perjalanan si aku
kujalani” mencari sang kekaih.
Bait 2: Majas sinekdok pars pro toto,
“Sudah kucoba „nama‟ sebagai perwakilan dari
melupakan namamu dari keseluruhan „diri‟ sang
hatiku” kekasih.
Mulyo Berbahagia lahir dan batin
Adegan4.1: Mengenang sosok sang kekasih
Tatapan mata sayu dan
menerawang
Adegan4.3: Kepasrahan hati dan harapan
Kepala untuk dapat bertemu kembali.
mendongak, bahu
melengkung ke depan.

5. Parangtritis Pantai Parangtritis Pantai tujuan wisata yang


terletak di Kabupaten Bantul,
Daerah Istimewa Yogyakarta.
125

No. Judul Lagu Penanda Konotatif Petanda Konotatif


(pantai) Parangtritis, Memunculkan suasana
hujan, malam, ombak. melankolis.
Bait 1: Majas simile, ungkapan hati
“Rasanya ingin menangis yang terasa perih akibat didera
jika teringat Parangtritis, perasaan sedih dan tersakiti.
(rasa) di hati seperti
diiris”
Teringat, menangis, Ungkapan kesedihan yang
merana (nelangsa) dirasakan si aku.
Adegan5.1: Perasaan merana yang terjadi
Berdiri di tepi pantai, dalam hati, seolah „menikmati‟
tangan menyentuh dada, perasaan merana.
rambut ditiup angin, mata
terpejam, dahi berkerut
6. Wis Cukup Menyakiti, menangis(i), Melukiskan kesedihan dan
meninggalkan penderitaan cinta si aku.
Air mata, (ke)takut(an) Mempertegas kesedihan yang
dirasakan si aku.
Adegan6.2: Merasakan kesedihan yang
Pandangan mata sayu, dalam.
meneteskan air mata
Adegan6.4: Merenungi kesedihan yang
Mengatupkan bibir, dirasakan.
pandangan menerawang,
dahi berkerut
Bait 3: Majas simile, kesedihan yang
“Seperti menangis sudah dalam dan sudah berlangsung
tak keluar air mata dalam waktu lama.
“Seperti sakit tak „obat‟ yang dimaksud tidak
mendapat obat” lain adalah sang kekasih itu
sendiri.
Setting malam hari dan Menimbulkan efek suram dan
ekspresi si aku yang sedih
diambil dengan teknik
close up (Adegan6.2 dan
Adegan6.4)
7. Kalung Emas Emas Logam mulia bernilai tinggi,
warna emas sering
diasosiasikan dengan kejayaan
dan kebahagiaan.
Kalung emas Perhiasan bernilai tinggi,
sebagai simbol rasa cinta yang
besar
Biru Diasosiasikan dengan perasaan
sedih, melankolis.
Kalung emas menjadi Rasa cinta yang berubah dan
biru tak lagi sama, kebahagiaan
berubah menjadi kesedihan.

Bait 3: Sarana retorika kiasmus,


“Sakit hatiku, hatiku menegaskan dan membuat
sakit”. pernyataan lebih intensif.
126

No. Judul Lagu Penanda Konotatif Petanda Konotatif


Bait 3: Rasa sakit yang amat sangat
“Sakit hatiku, hatiku akibat perbuatan sang kekasih
sakit. Rasanya hingga hingga membuat si aku
tembus ke dada. menangis (sedih).
Tangisku ini kau yang
menyebabkan”.
Bait 4: Sarana retorika tautologi,
“Apa salahku, apa menekankan dan membuat
dosaku”. pernyataan lebih mendalam.
Adegan7.1: Seolah ingin mengenyahkan
Mata terpejam, dahi kesedihan yang dirasakannya.
berkerut, memalingkan
wajah ke kanan.
Adegan7.4: Mengenang rasa cinta terhadap
Wajah sedikit sang kekasih yang telah
menengadah, pandangan mengecewakannya.
mata terawang, bibir
setengah terbuka.
Adegan7.5: Hendak menegaskan bahwa
Menekan tangan kiri ke rasa sakit yang dideritanya
dada, mata terpejam, dahi dirasakan di hati.
berkerut, bibir terbuka.
8. Pingin Ngombe Bait 1: Dahaga yang membuat leher
“Aku ingin minum, kering mengibaratkan
dahaga yang kurasakan. kerinduan.
Rasanya sampai kering (diitegaskan dalam bait 2).
leher ini”.
Bait 1: „air putih‟ adalah simbol bagi
“Biasanya kau yang cinta dan kasih sayang dari
menyiapkan. Air putih sang kekasih yang dapat
untuk membasahi bibir”. menawarkan „dahaga‟
(kerinduan).
Menggendong, Menimang seorang bayi
menyayang
Adegan8.2: Berusaha menahan kesedihan
Memicingkan mata, dahi dan kekecewaan.
berkerut, bibir mencebik.
Adegan8.3: Memikirkan kesedihan yang
Menyentuh dahi dengan tengah dirasakan.
ibu jari, mata terpejam,
dahi berkerut.
9. Ikhlas Menanam kebaikan Berbuat hal-hal yang baik,
termasuk mencintai dengan
sepenuh hati.
Bait 3: Rasa cinta diibaratkan
“Rasa cinta yang subur „tanaman‟ yang ditanam,
sekarang menjadi layu” tumbuh subur, dan akhirnya
menjadi layu.
Memejamkan mata, dahi
berkerut, bibir membuka.
Tangan yang menyentuh Ekspresi gestural untuk
dada menunjuk batin, menandakan
bahwa si aku mengalami
kesedihan dalam batin.
127

No. Judul Lagu Penanda Konotatif Petanda Konotatif


10. Tangise Ati Hujan deras pada malam Memunculkan suasana sedih,
hari melankolis.
Adegan10.2: Mengalami penderitaan dan
Mata sayu, pandangan kesedihan.
lurus ke depan, dahi
berkerut, bibir setengah
membuka.
Adegan10.4:
Air hujan yang turun
deras
mengenai kepala yang
menunduk.
Adegan10.5:
Badan membungkuk,
kepala telungkup pada
kedua tangan.

Sandal jepit Kemiskinan, kesederhanaan.


Jalan berbatu yang Lingkungan yang keras, hidup
ditumbuhi lumut yang sulit
Memanggul tas besar Hidup nomaden, pengembara.
11. Lingso Tresna Ketombe (sindap); Jamur pada kulit kepala,
mencuci rambut. diibaratkan sebagai sakit hati;
mengatasi sakit hati.
Lingso; menelisik. Kutu rambut diibaratkan
sebagai sakit hati;
menyembuhkan sakit hati.
Buah randu Buah penghasil kapas,
memiliki kulit luar yang rapuh,
mudah pecah atau terbuka.
Memijit buah randu Tindakan yang sangat mudah,
tidak memerlukan usaha keras.
Keindahan pantai Mengingatkan pada sosok sang
Parangtritis kekasih, menimbulkan suasana
haru dan melankolis.
Adegan 11.1: Menunjukkan kesedihan.
Mata terpejam, dahi
berkerut, bibir setengah
membuka
Adegan11.4: Menegaskan sakit dan
Mengarahkan tangan ke kesedihan yang dirasakan si
dada aku dalam hati.
12. Ilang Tresnane Bait 2: Mengucapkan kebohongan,
“(rasa) Cintamu hanya di tidak bersungguh-sungguh
mulut saja” memaksudkan apa yang
diucapkan.
Pohon kelapa Diibaratkan sebagai rasa cinta
Janur Daun kelapa yang masih muda,
sebagai penanda kesiapan
menuju jenjang perkawinan.
Adegan12.2: Menahan rasa sakit atau
Memejamkan mata, dahi kesedihan.
berkerut, mulut mengatup
128

No. Judul Lagu Penanda Konotatif Petanda Konotatif


Adegan12.3: Memikirkan kejadian yang
Duduk dengan kedua telah menimpa si aku dan
telunjuk menyentuh dahi mengisyaratkan kepedihan
yang dalam.
13. Aku Dudu Raja Bait 1: Enumerasi, orang yang
“Orang yang tuna aksara, berpendidikan rendah, penuh
tidak bisa menulis, tidak kelemahan, tidak sempurna.
bisa membaca”
Bait 2: Litotes, orang yang miskin
“Orang kecil tidak seperti harta dan tidak berdaya.
raja”
Badan menjadi kering Habis-habisan jiwa dan raga.
Adegan13.1 dan Adegan Mengenang dan meratapi
13.2: penderitaan.
Pandangan mata
menerawang, dahi
berkerut, bibir membuka.

Berdasarkan analisis semiotik yang telah dilakukan, tampak bahwa

ketigabelas lagu yang menjadi obyek analisis memiliki beragam penanda

konotatif dalam bentuk diksi (pilihan kata) dan frase (kalimat) yang umum

digunakan sehari-hari. Diksi yang menjadi penanda konotatif antara lain

adalah diksi yang berhubungan dengan musim (hujan, kemarau, kering,

gersang) dan tanaman (buah randu, janur, pohon kelapa). Penanda

konotatif yang lain seperti ketombe (sindap), kutu rambut (lingso) juga

digunakan untuk mengungkapkan perasaan dan isi hati „si aku‟ yang sedih

dan tersakiti.

Selain melalui diksi, kesedihan yang dirasakan „si aku‟ juga

terungkap melalui penggunaan frase (kalimat) yang merupakan bahasa

kias atau bahasa metafor. Penggunaan metafor sebagai penanada konotatif

misalnya ditemukan pada Lagu1: “seperti menanti hujan di musim

kemarau”. Frase ini hendak menggambarkan rasa hati yang bagai dilanda

kemarau (rasa sedih) dan menantikan hujan (kedatangan kekasih). Metafor


129

lain juga ditemukan pada Lagu5: “(rasa) di hati seperti diiris” atau pada

lagu7: “rasanya hingga tembus ke dada”. Kedua frase tersebut hendak

mengungkapkan rasa hati yang sangat sakit dan terasa perih karena didera

perasaan sedih dan sakit hati.

Penggunaan diksi dan frase yang merupakan bahasa metafor sangat

membantu dalam pencapaian efek puitis dari lagu-lagu Didi Kempot.

Misalnya pada Lagu5, gabungan diksi seperti pantai, hujan, malam, pasir,

dan ombak, dapat menciptakan suasana melankolis yang mampu

menghadirkan suasana haru yang khas.

Ekspresi nonverbal pada potongan adegan (scence) dalam video klip

Didi Kempot juga berfungsi sebagai penanda konotatif. Sekalipun tanpa

penggunaan kata-kata, ekspresi nonverbal yang tertangkap lewat potongan

adegan dalam video klip mampu menunjukkan kesedihan dan penderitaan

yang dirasakan „si aku‟. Misalnya pada Adegan10.4 dan 10.5, „si aku‟

(yang diperankan oleh Didi Kempot) memandang lurus ke depan dengan

mata yang sayu, badan membungkuk, dan disertai air hujan yang turun

deras mengenai kepala yang menunduk. Adegan ini menggambarkan

penderitaan dan kesedihan yang dialami „si aku‟.

3. Ringkasan hasil analisis data

Analisis isi terhadap lirik lagu dan video klip Didi Kempot

menghasilkan temuan berupa tanda-tanda bermakna yang kemudian


130

dianalisis menggunakan analisis semiotik untuk menemukan makna

konotatif yang terkandung di dalamnya.

Ketigabelas lagu yang menjadi data dalam penelitian ini memiliki

tema tentang kesedihan yang terjadi dalam hubungan percintaan antara „si

aku‟ dan sang kekasih. Kesedihan yang dialamu „si aku‟ terutama

disebabkan karena „si aku‟ kehilangan sang kekasih yang amat dicintainya.

Sang kekasih pergi meninggalkan si aku dan mengingkari janjinya.

Apabila pada akhirnya sang kekasih telah kembali pulang, si aku

mendapati bahwa sang kekasih telah berubah. Hal ini membuat si aku

menyadari bahwa sang kekasih telah melupakan dirinya dan ingin

mengakhiri hubungan.

Sikap atau respon „si aku‟ terhadap rasa sedih akibat kehilangan sang

kekasih adalah tetap menanti kedatangan sang kekasih dengan setia. Si aku

masih memendam rasa rindu dan berharap untuk bisa bertemu dengan sang

kekasih yang telah meninggalkannya. Bahkan „si aku‟ pun berusaha

mencari sang kekasih demi mengetahui keberadaannya. Walaupun sang

kekasih telah menyakiti hatinya, namun „si aku‟ tidak merasa sakit hati.

Hal ini disebabkan karena „si aku‟ takut apabila sang kekasih

meninggalkannya.

Kesedihan yang dirasakan „si aku‟ diungkapkan dengan

menggunakan diksi dan frase sebagai penanda konotatif yang merupakan

bahasa kias atau bahasa metafor. Diksi yang digunakan untuk

mengungkapkan kesedihan antara lain diksi yang berhubungan dengan


131

musim, tanaman, dan tempat-tempat tertentu yang digunakan sebagai

setting (pantai, terminal, stasiun, dan pelabuhan).

Rasa sedih, sakit hati, dan kecewa tergambar jelas lewat ekspresi

nonverbal pada wajah (fasial), terutama pada daerah sekitar mata. Dalam

video klipnya, tampak bahwa si aku (diperankan oleh Didi Kempot

sendiri) memejamkan mata atau memandang dengan sayu dan

menerawang disertai kerutan di area dahi. Kesedihan juga tergambar jelas

dengan air mata yang menetes di pipi. Sedangkan di area sekitar mulut

tampak bibir yang membuka, sudut-sudut bibir menurun, dan bibir

mencebik.

Ekspresi gestural seperti tangan yang menyentuh dada, tangan yang

menopang dahi, kepala tengadah maupun menunduk dan telungkup juga

menunjukkan kesedihan yang sedang dirasakan si aku. Sedangkan

ekspresi postural yang menggambarkan kesedihan adalah bahu yang

melentur ke depan dan badan yang membungkuk.

C. PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini, pengalaman dan ekspresi kesedihan yang

disajikan Didi Kempot dalam lagu-lagunya bukanlah pengalaman otentik

Didi Kempot sebagai seorang individu, melainkan sebuah hiburan

(entertainment) dan dibuat demi memenuhi selera pasar (audience).

Peneliti menyadari betapa Didi Kempot adalah seorang seniman (artis)

yang karya-karyanya tidak lepas dari tujuan komersil dan hiburan. Meski
132

demikian, pengalaman dan ekspresi kesedihan yang menjadi hasil penelitian

tetap mengacu pada pengalaman dan ekspresi kesedihan dalam kehidupan

sosial sejauh direpresentasikan oleh Didi Kempot.

Berdasarkan ringkasan hasil analisis data yang telah dipaparkan, dapat

diketahui pengalaman dan ekspresi kesedihan yang dalam penelitian ini akan

dibingkai dengan penjelasan mengenai maskulinitas sebagai konsep terkait.

Dengan demikian dapat diketahui juga dinamika dan kaitan antara

maskulinitas dengan kesedihan.

1. Pengalaman kesedihan dalam lirik lagu-lagu Didi Kempot

Pengalaman emosi, sebagai suatu keadaan mental yang spesifik,

merupakan sesuatu yang dialami di dalam diri seseorang atau dengan kata

lain bersifat intrapersonal, yaitu reaksi internal terhadap stimulus yang

membangkitkan emosi (Guererro, 1998). Pengalaman emosi sendiri

merupakan pengalaman yang kaya akan makna dan merupakan perpaduan

dari afek, persepsi, dan pengetahuan konseptual tentang emosi yang

tergabung dalam suatu waktu tertentu dan disebabkan oleh obyek atau

situasi tertentu (Barrett dkk, 2007).

Hasil temuan berupa tema-tema dari tiap lagu memperlihatkan

bahwa lagu-lagu Didi Kempot mengusung tema percintaan yang sedih.

Kesedihan dalam hubungan antara „si aku‟ dengan sang kekasih terutama

muncul karena sang kekasih tidak menepati janjinya. Sang kekasih berjanji

untuk segera pulang, tidak meninggalkan „si aku‟ dalam waktu yang lama.
133

Namun selang waktu bertahun-tahun sang kekasih tak kunjung pulang.

Selain janji yang tidak ditepati, sang kekasih juga membuat „si aku‟

bersedih karena telah melupakan dan menyakiti hati „si aku‟.

Pendekatan kategorial, yang menggelompokkan emosi ke dalam

kategori-kategori yang disebut basic emotions (emosi-emosi dasar),

menggolongkan kesedihan sebagai salah satu dari enam emosi dasar yang

dimiliki manusia. Kesedihan adalah emosi yang dirasakan ketika

kehilangan seseorang atau sesuatu, baik benda, tujuan, ambisi, atau

keinginan, yang sangat penting atau sangat berarti dalam hidup (Power,

2001).

Bagi „si aku‟, sang kekasih jelas merupakan sosok atau figur yang

penting dalam kehidupannya. ‟Si aku‟ sangat mencintai dan menyayangi

sang kekasih dengan sepenuh hati. Oleh karena itu ketika sang kekasih

pergi meninggalkannya, tidak menepati janji untuk segera pulang, atau

ketika sang kekasih telah melupakannya, „si aku‟ merasa sedih dan sakit

hati.

Ketika „si aku‟ kehilangan sang kekasih maka ia mengalami

kesedihan. Pengalaman kesedihan, sebagai pengalaman internal, dapat

diekspresikan tidak hanya melalui wajah, suara, maupun gerakan tubuh,

tapi juga melalui kata-kata (Planalp, dalam Guerrero, 1998). Dalam

penelitian ini, pengalaman kesedihan tersebut terungkap lewat kata-kata

yang menyusun lirik lagu.


134

Lirik lagu adalah faktor dominan dalam penyampaian pesan dari

sebuah lagu hingga akhirnya dapat dinikmati oleh pendengarnya. Unsur

utama yang membangun suatu lirik adalah kata. Penempatan dan

pemilihan kata dapat menimbulkan gaya penuturan yang khas, berbagai

makna konotasi, citraan, maupun sarana retorika yang sangat berperan

dalam membangun suatu lirik yang utuh.

Pilihan kata atau diksi menjadi penanda konotatif, yaitu tanda-

tanda yang memiliki makna konotatif atau makna tambahan. Menurut

Roland Barthes, makna konotatif (connotative sign) merupakan hasil

interaksi antara penanda dan petanda konotatif yang ada pada suatu teks

dengan melibatkan aspek keyakinan, sikap, ideologi, emosi, serta nilai-

nilai dari kebudayaan dimana tanda tersebut beroperasi.

Sebagian besar lirik lagu-lagu Didi Kempot menggunakan kosakata

bahasa Jawa, termasuk lagu-lagu yang menjadi obyek analisis dalam

penelitian ini. Dalam lagu-lagunya, Didi Kempot memanfaatkan diksi

yang umum digunakan sehari-hari, namun hal tersebut tidak mengurangi

efek puitis dan estetitas pada lagu-lagunya.

Salah satu diksi yang digunakan untuk mengungkapkan perasaan

„si aku‟ adalah diksi yang berkaitan dengan musim, seperti kata „hujan‟

dan „kemarau‟. Kata „hujan‟ dan „kemarau‟ dipilih untuk menggambarkan

suasana hati yang bagai „dilanda kemarau‟ dan „menantikan hujan‟ (Lagu

1, bait 1 dan bait 5). „Kemarau‟ menggambarkan rasa sedih, dan untuk

mengatasi kesedihan itu diperlukan „hujan‟ (kedatangan sang kekasih).


135

Masih berkaitan dengan musim, „tanaman‟ juga digunakan untuk

mengiaskan cinta yang berujung pada kesedihan. Rasa cinta diibaratkan

tanaman yang bisa ditanam, tumbuh subur, tetapi pada akhirnya tidak

menghasilkan buah dan menjadi layu, seperti yang disebutkan pada Lagu 9

bait 3 baris 3: “Tresna sing ngrembuyung saiki wis dadi garing” [Rasa

cinta yang subur sekarang menjadi layu].

Rasa cinta juga diibaratkan seperti pohon kelapa. „Pohon kelapa‟

itu tumbuh dan siap diambil „janur‟nya. Janur adalah daun kelapa yang

masih muda. Menurut tradisi Jawa, janur yang telah dirangkai sedemikian

rupa akan dipasang di muka rumah mempelai wanita sebagai penanda

berlangsungnya pernikahan. Namun bukanlah „si aku‟ yang bersanding

dengan sang kekasih di pelaminan melainkan pria pilihan sang kekasih.

Pemanfaatan kata-kata atau diksi seperti di atas, merupakan suatu

gaya bahasa atau gaya penuturan yang berfungsi untuk mempertalikan atau

mempersamakan satu hal dengan yang lain. Gaya bahasa yang

dipergunakan oleh diksi di atas adalah bahasa kias berupa simile, yaitu

pengungkapan suatu hal lewat perbandingan yang eksplisit, dan metafora,

yaitu perbandingan secara langsung tanpa menggunakan kata pembanding.

Simile dan metafora memiliki fungsi perbandingan. Selain perbandingan,

suatu gaya bahasa juga dapat berfungsi sebagai sindiran, penegasan, dan

pertentangan.

Lagu-lagu Didi Kempot kaya akan metafora yang dimanfaatkan

untuk mengungkapkan isi hati dan rasa cinta yang dalam. Rasa cinta
136

diibaratkan seperti „kalung emas‟ (Lagu 7) yang diberikan hanya untuk

sang kekasih atau juga seperti „air putih‟ (Lagu 8) yang mampu meredakan

„dahaga‟ (kerinduan) yang dirasakan „si aku‟. Sakit hati akibat

pengkhianatan sang kekasih dikiaskan seperti „ketombe‟ dan „kutu rambut‟

yang untuk membasminya tak cukup hanya dengan „mencuci‟ dan

„menelisiknya‟ saja (Lagu 11).

Selain simile dan metafora, terdapat juga gaya bahasa lainnya

seperti hiperbola. Gaya bahasa tersebut berfungsi sebagai sarana retorika

untuk semakin menegaskan maksud suatu kata. Contoh sarana retorika

hiperbola ada pada Lagu 4 bait 1: “Sewu kutha wis tak liwati, sewu ati tak

lakoni” [Seribu kota telah kulewati, seribu hati kujalani]. Sarana retorika

ini hendak menggambarkan betapa jauh dan lamanya perjalanan yang telah

ditempu „si aku‟ untuk mencari keberadaan sang kekasih.

Sarana retorika tautologi, terdapat pada Lagu 7 bait 4: “Apa

salahku iki, apa dosaku iki” [Apa salahku, apa dosaku]. Dan sarana

retorika kiasmus pada Lagu 7 bait 3: “Lara atiku, atiku kelara-lara” [Sakit

hatiku, hatiku sakit]. Sarana retorika tautologi dan kiasmus digunakan

untuk menegaskan perasaan „si aku‟ yang sakit hatinya dan

mempertanyakan perihal sang kekasih yang tega melupakan dirinya.

Selain memberikan penegasan terhadap perasaan sedih dan sakit

hati yang dirasakan „si aku‟, penanda konotatif yang hadir lewat pilihan

kata-kata mampu menimbulkan atmosfer dan suasana tertentu.

Pemanfaatan kata-kata seperti „hujan‟ dan „malam‟ mampu menghadirkan


137

suasana sedih dan melankolis, terutama pada Lagu 10 bait ke 1: “Udan

deres wayahe wis wengi, njur kelingan lungamu dek wingi” [Hujan deras

di malam hari, ku teringat kepergianmu kemarin].

Tempat-tempat yang menjadi kenangan „si aku‟ dan sang kekasih

pun turut memunculkan kenangan yang sedih. Obyek wisata seperti pantai

mampu membangkitkan kenangan sedih antara „si aku‟ dan sang kekasih.

Pantai Parangtritis adalah obyek wisata terkenal yang terletak di

Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Keindahan pantai

Parangtritis beserta deburan ombak dan hembusan anginnya mengingatkan

„si aku‟ pada sosok sang kekasih. bahkan dikisahkan bahwa deburan

ombak seperti „memanggil-manggil‟ kenangan manis antara „si aku‟ dan

sang kekasih yang masih diingatnya hingga saat ini (Lagu 5). Kesatuan

citraan pantai, debur ombak, dan hembusan angin ini mampu

menghadirkan suasana melankolis.

Beberapa lagu-lagu Didi Kempot juga memakai area publik, seperti

stasiun kereta api, pelabuhan, dan terminal bus. Tempat-tempat tersebut

merupakan penanda konotatif yang unik dan menjadi ciri khas Didi

Kempot. Tempat-tempat tersebut bukanlah area eksklusif dan mampu


138

mewakili gaya hidup masyarakat kelas menengah ke bawah yang

memanfaatkan moda transportasi yang relatif murah seperti terminal,

stasiun, dan pelabuhan.

Suasana terminal, stasiun, dan pelabuhan tentu berbeda dengan

suasana di bandar udara yang eksklusif dan hanya mampu digapai kelas

menengah atas. Di terminal, pelabuhan, dan stasiun, orang-orang bebas

keluar masuk tanpa dipungut biaya. Biasanya orang-orang pergi ke

terminal, pelabuhan, atau stasiun untuk pergi ke suatu tujuan. Namun ada

juga yang menanti kedatangan seseorang, menghantarkan kepergian

seseorang, dan yang pergi meninggalkan yang menghantar. Semuanya itu

bisa dilakukan dengan bebas dan tanpa sekat.

Aktivitas yang terjadi di tempat-tempat tersebut, seperti

„meninggalkan–ditinggalkan‟, „menghantar‟, „menanti‟, dan „menunggu‟

mampu memberikan kesan haru dan rindu yang khas. Suasana haru itulah

yang dirasakan „si aku‟ ketika menghantar kepergian sang kekasih. „Si

aku‟ pun merasa sedih karena ditinggalkan, sekaligus rindu dan berharap

sang kekasih akan segera pulang. Karena rasa sedih dan haru itu maka „si

aku‟ pun meneteskan air mata (Lagu 2 bait 2):


139

“Ning stasiun balapan, rasane kaya wong


kelangan. Kowe ninggal aku.
Ra krasa netes eluh ning pipiku”
[Di Stasiun Balapan, rasanya seperti orang
yang kehilangan. Kau meninggalkan aku. Tak
terasa menetes air mata di pipiku]

Kata „air mata‟ berfungsi sebagai penanda konotatif yang dipilih

untuk secara tegas menggambarkan kesedihan yang dirasakan si aku ketika

menghantar kepergian sang kekasih di Stasiun Balapan. Air mata memang

merupakan indikator kesedihan yang paling utama (Rottenberg, dalam

Power, 2001). Pada bait di atas juga disebutkan bahwa perasaan „si aku‟

seperti „orang yang kehilangan‟. Rasa kehilangan bisa dilukiskan seperti

perasaan sedih dan kecewa ketika ditinggalkan sang kekasih. Orang yang

„kehilangan‟ juga merasakan ketidakberdayaan akan peristiwa yang

menimpa dirinya. Mengalami kehilangan (experiencing loss) merupakan

penyebab utama atau inti dari pengalaman kesedihan (Banyan, 2003).

Kesedihan yang dialami „si aku‟ juga terungkap lewat kata-kata

lain yang juga secara lugas melukiskan kesedihan tersebut, misalnya kata

„merana‟ (nelangsa), „menangis‟, dan „sakit‟. Sedangkan kesedihan

tersebut muncul apabila si aku merasa „rindu‟ pada sosok sang kekasih,

„teringat‟ akan janji dan kenangannya bersama sang kekasih, „menghantar‟

kepergian sang kekasih, maupun „menunggu‟ kedatangan sang kekasih.

Interpretasi terhadap suatu kejadian yang merupakan stimulus

pembangkit emosi (emotion-eliciting stimulus) merupakan awal mula

terjadinya suatu pengalaman emosi dan proses emosi dimulai ketika suatu

makna diberikan secara pribadi terhadap beberapa kejadian anteseden


140

(Guererro, 1998). Situasi yang sama belum tentu akan menghasilkan

emosi yang sama karena tergantung pemaknaan terhadap situasi tersebut.

Ketika seseorang mengalami kesedihan, berarti orang tersebut

mengalami kehilangan yang signifikan. Kesedihan merupakan tanda

bahwa seseorang harus mendapatkan kembali apa yang telah hilang atau

menggantinya dengan sesuatu atau obyek lain yang dapat mengatasi rasa

kehilangan (Banyan, 2003).

„Si aku‟ sebagai korban, yang tersakiti dan mengalami kesedihan,

ternyata tidak berusaha untuk mendapatkan kembali sang kekasih (sebagai

„obyek‟ yang hilang) maupun mengganti posisi sang kekasih dengan

wanita lain untuk bisa mengisi rasa kehilangan tersebut. „Si aku‟ tidak

melakukan suatu aksi melainkan memilih untuk bersikap pasif dengan

tetap mempercayai janji-janji sang kekasih. Hal ini senada dengan

pendapat Ben-ze‟ev (2001), yang mengemukakan bahwa salah satu ciri

kesedihan adalah sikap menerima kehilangan yang cenderung berujung

pada tindakan pasif.

Dalam masa penantian akan kedatangan sang kekasih, „si aku‟

berpikir bahwa sang kekasih mungkin telah melupakan dirinya dan cinta

mereka. Terhadap hal ini, „si aku‟ berkeyakinan dan bersikap seolah-olah

sang kekasih hanya lupa dan berharap agar sang kekasih segera ingat akan

janji-janjinya dan segera pulang menemui „si aku‟.

Meski kepergian sang kekasih membuat si aku merasa sedih dan

kehilangan, namun „si aku‟ tetap menanti kedatangan sang kekasih dengan
141

setia. Si aku masih memendam rasa rindu dan berharap untuk bisa bertemu

dengan sang kekasih yang telah meninggalkannya. Bahkan „si aku‟ pun

berusaha mencari sang kekasih demi mengetahui keberadaannya. Terhadap

keinginan sang kekasih untuk berpisah, „si aku‟ pun memilih untuk

mundur dan mengalah pada keinginan sang kekasih. Walau kerap disakiti,

namun „si aku‟ tidak merasa sakit hati. Hal ini disebabkan karena „si aku‟

takut apabila sang kekasih meninggalkannya.

2. Ekspresi kesedihan dalam video klip lagu-lagu Didi Kempot

Emosi, sebagai suatu keadaan mental yang berpusat pada afek,

dapat diekspresikan secara verbal dan nonverbal (Guererro, 1998).

Ekspresi nonverbal dari emosi, bisa diamati pada suara dan ekspresi wajah

(Ekman, dalam Guererro, 1998).

Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa ekspresi nonverbal bisa

berdiri sendiri dan menghasilkan suatu pengalaman emosi (Graham,

2007). Meski suatu pengalaman emosi bisa saja tidak diekspresikan secara

nonverbal, namun pada kondisi yang natural suatu pengalaman emosi pasti

diikuti dengan ekspresi nonverbal.

Selain teramati pada suara dan ekspresi wajah (fasial), ekspresi

nonverbal juga teramati lewat ekspresi gestural dan postural. Ekspresi

gestural adalah ekspresi yang diperlihatkan anggota tubuh tertentu, seperti

tangan, bahu, kaki, dan lain-lain. Sedangkan ekspresi postural adalah

ekspresi yang diperlihatkan oleh tubuh secara keseluruhan. Kesedihan


142

tampak terutama lewat ekspresi wajah. Tanda-tanda kesedihan pada wajah

terlihat di daerah sekitar mata dan dahi juga di daerah sekitar bibir.

Kesedihan yang dialami „si aku‟ (dalam video klipnya diperankan

oleh Didi Kempot sendiri) nampak jelas pada beberapa adegan yang

terdapat dalam video klip. Ekspresi kesedihan tampak pada wajah di

daerah mata, dahi dan bibir. Seperti pada potongan adegan di bawah ini:

Adegan1.3 Adegan6.4 Adegan7.4

Ketiga potongan adegan di atas, memperlihatkan ekspresi

kesedihan yang tampak pada wajah. Teknik pengambilan gambar close-up

turut mendukung kejelasan dari ekspresi kesedihan yang diamati. Ketiga

potongan adegan di atas memperlihatkan kerutan pada daerah dahi disertai

dengan mata yang terpejam (Adegan1.3), menatap sayu (Adegan6.4), dan

menerawang (Adegan7.4). Ekspresi nonverbal semacam itu

mengekspresikan kesedihan yang teramat dalam dan seolah-olah

mengatakan bahwa „si aku‟ sedang merenungi pengalaman sedih yang

dideritanya.

Selain pada daerah mata dan dahi, kesedihan juga tampak pada

daerah bibir. Sebenarnya ketiga daerah utama pada wajah (mata, dahi, dan
143

bibir) adalah suatu kesatuan yang bersama-sama menampilkan ekspresi

kesedihan pada wajah. Seperti pada Adegan 6.4 terlihat bahwa bibir yang

mengatup, pandangan mata yang sayu dan kerutan di dahi menandakan

bahwa „si aku‟ sedang merenungi kesedihan yang dirasakannya. Ekspresi

yang hampir serupa tampak juga pada adegan berikut:

Adegan8.2 Adegan12.2

Adegan12.2 juga memperlihatkan bibir yang mengatup dan dahi

yang berkerut namun dengan mata yang terpejam. Pada Adegan8.2,

tampak bahwa „si aku‟ dengan memicingkan mata, mengerutkan dahi, dan

bibir yang menyebik. Kedua adegan tersebut sama-sama mengisyaratkan

bahwa „si aku‟ sedang berusaha menahan kesedihan dan kekecewaannya.

Selain pada wajah, ekspresi gestural atau ekspresi yang

diperlihatkan oleh anggota tubuh tertentu juga mampu menunjukkan

kesedihan yang sedang dialami „si aku‟. Gerakan kepala, bahu, tangan, dan

anggota tubuh lainnya adalah ekspresi nonverbal yang berharga dan dapat

melengkapi ekspresi fasial untuk mendapatkan suatu ekspresi emosi yang

utuh.
144

Ekspresi gestural yang paling sering ditampilkan „si aku‟ adalah

tangan yang menyentuh dada atau yang diarahkan ke dada. Ekspresi

gestural tersebut tampak pada potongan adegan di bawah ini:

Adegan3.4. Adegan5.1 Adegan11.4

Tangan yang ditempelkan ke dada adalah ekspresi gestural yang

menunjuk pada hati atau batin. Seperti pada teks (lirik) yang menyertai

potongan adegan di atas, terdapat kata „nelangsa‟ (merana) dan „ati‟ (hati)

pada Adegan5.1. Sementara pada Adegan11.4 terdapat kata „lara ati‟

(sakit hati). Sedangkan pada Adegan3.4, tangan menyentuh dada untuk

menunjuk pada rasa „kangen‟ (rindu) dalam hati. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa perasaan sedih, merana, sakit, dan rindu semuanya

dirasakan atau berpusat dalam hati.

Kesedihan yang tengah dialami „si aku‟ menjadi beban pikiran

yang seolah tak kuat lagi ditanggungnya. Ketiga potongan adegan di

bawah memperlihatkan „si aku‟ dengan mata terpejam, dahi berkerut, dan

bibir mengatup tengah menyentuh atau menopang dahi. Secara umum,

ekspresi gestural semacam ini menandakan bahwa seseorang sedang

menderita sakit kepala, memiliki beban pikiran, dan frustasi. Demikian

pula dengan „si aku‟, ia tengah memikirkan kesedihan yang dirasakannya


145

yang menjadi beban pikiran yang cukup berat. Selain itu, ekspresi gestural

semacam itu juga dapat mengisyaratkan kepedihan yang dalam.

Adegan3.3 Adegan8.3 Adegan12.3

Keseluruhan postur tubuh „si aku‟ juga dapat menjadi penanda

kesedihan yang tengah dialaminya. Seperti terlihat pada Adegan10.5,

dimana „si aku‟ membungkukkan badan dengan kepala telungkup pada

kedua tangan. Ekspresi gestural seperti ini cukup jelas menggambarkan

kesedihan, keletihan, keputusasaan, dan beban pikiran yang berat tanpa

harus terungkap lewat kata-kata atau lewat ekspresi fasial.

Adegan10.5

Seseorang yang sedang mengalami kesedihan akan terlihat jelas

dari ekspresi wajah yang sendu dengan mata yang (mungkin) berkaca-kaca

karena menangis (Mandatu, 2007). Dalam video klipnya, ‟si aku‟ juga

tidak ragu-ragu meneteskan air mata yang menandakan bahwa dirinya


146

benar-benar merasa sedih yang tak tertahankan lagi. Potongan adegan

berikut memperlihatkan ‟si aku‟ yang meneteskan air mata dengan

pandangan mata yang sayu:

Adegan6.2

3. Maskulinitas dan Kesedihan

Maskulinitas sering disebut sebagai manhood atau „kelelakian‟,

atau dengan kata lain merupakan konstruksi kelelakian terhadap laki-laki.

Konsep tentang maskulin (dan feminin) dengan segala atributnya adalah

hasil bentukan masyarakat berdasarkan kondisi sosial dan budaya pada

masyarakat tersebut. Oleh karena itu, terdapat perbedaan pandangan

mengenai konsep maskulin pada tiap daerah dan masyarakat.

Menurut Leach (dalam Grodan, 2008), maskulinitas dapat

dipahami dalam dua bentuk, yaitu sebagai identitas dan sebagai ideologi.

Sebagai identitas, maskulinitas berakar pada perbedaan aktual antara laki-

laki dan perempuan yang membentuk suatu pemahaman atas diri dan

menyusun sikap atau perilaku yang bersifat personal. Pemahaman

maskulinitas sebagai identitas merujuk pada pendekatan sifat (traits)

dimana seseorang memiliki sifat atau kepribadian tertentu yang

diasosiasikan pada laki-laki.


147

Sedangkan maskulinitas sebagai ideologi menitikberatkan pada

pendekatan normatif, dimana maskulinitas dipandang sebagai gender ideal

bagi laki-laki yang dikonstruksikan secara sosial. Ideologi maskulin

mengharuskan laki-laki memiliki karakteristik spesifik yang tidak dimiliki

oleh perempuan.

Maskulinitas sebagai konstruksi sosial berbeda-beda pada setiap

kelompok, kelas sosial, ras, etnisitas, bahkan pada setiap zamannya.

Menurut Darwin (2005), budaya Jawa juga memiliki definisi atau standar

maskulinitas tersendiri. Dalam kebudayaan Jawa, laki-laki akan dikatakan

sukses jika berhasil memiliki istri (garwa), harta (bondo), kendaraan

(turangga), burung sebagai binatang peliharaan (kukilo), dan senjata atau

kesaktian (pusaka).

Secara umum, maskulinitas tradisional menganggap tinggi nilai-

nilai, antara lain kekuatan, kekuasaan, ketabahan, aksi, kendali,

kemandirian, kepuasan diri, kesetiakawanan antar laki-laki, dan kerja keras

(Barker, 2005). Seseorang dengan identitas maskulin harus mampu

menampilkan apa yang dianggap sebagai sifat-sifat maskulin, antara lain

sifat dominan, percaya diri, kuat, tegas, mandiri, kompetitif dan rasional.

Dalam penelitian ini, Didi Kempot sebagai pencipta lagu,

penyanyi, dan aktor utama dalam setiap video klipnya, menunjukkan

beberapa karakteristik maskulin yang tampak pada penampilan fisiknya.

Didi Kempot memiliki perawakan yang gagah, badan berotot, berkulit

gelap dan berambut gondrong. Penampilan fisik yang demikian


148

merupakan penanda maskulinitas yang mencitrakan seorang laki-laki yang

kuat, jantan, dinamis, dan percaya diri – sifat-sifat yang dalam konvensi

makna selama ini diidentikkan dengan sifat lelaki.

Selain penampilan fisik, maskulinitas Didi Kempot juga nampak

dari pakaian yang dikenakan. Dalam penelitian ini, pakaian sebagai

penanda maskulinitas terekam dalam ekspresi artifaktual. Ekspresi

artifaktual sebagai salah satu komponen ekspresi nonverbal, diungkapkan

melalui keseluruhan penampilan tubuh, pakaian, dan kosmetik. Pakaian

yang dikenakan seseorang dapat digunakan untuk menyampaikan identitas

diri yang berarti menunjukkan bagaimana perilaku orang tersebut dan

bagaimana seharusnya perlakuan orang lain terhadap dirinya. Selain itu

pakaian dapat dipakai untuk menyampaikan perasaan, status dan peranan,

serta fornalitas.

Pada dasarnya, pakaian merupakan indikator yang tepat dalam

menyatakan kepribadian dan gaya hidup orang yang mengenakannya

(Sobur, 2004). Dalam video klipnya, Didi Kempot sering menggunakan

pakaian berwarna hitam dengan berbagai model, seperti jaket kulit hitam,

kaos singlet hitam, celana hitam, topi kupluk hitam, dan sebagainya.

Pakaian seperti jaket, celana, dan sepatu kulit dengan model seperti

yang dikenakan Didi Kempot dalam video klipnya, adalah model pakaian

yang sangat „laki-laki‟. Kekuatan dan kelenturan bahan kulit seakan

melambangkan kekuatan dan kelenturan laki-laki. Kaos singlet yang

memperlihatkan otot-otot lengan yang besar semakin mempertegas


149

maskulinitas Didi Kempot. Warna hitam memberikan kesan misterius

namun berwibawa, sebuah kesan yang mampu membangkitkan aura

maskulin dimana laki-laki dipandang sebagai sosok yang misterius dan

berwibawa.

Dalam salah satu video klipnya (Lagu 4. Sewu Kutha), Didi

Kempot mengenakan celana kulit, kaos model singlet berwarna hitan,

kacamata hitam, dengan rambut panjangnya yang tergerai ditiup angin,

menaiki „motor besar‟, di jalan yang berdebu dan gersang, seperti yang

terlihat pada potongan adegan di bawah ini:

Mengenai citra maskulin yang ditampilkan pada kedua potongan

adegan di atas, Willis (dalam Barker, 2006) melihat bahwa perpaduan

antara motor, derum, pengendara yang sedang melaju mengekspresikan

budaya, nilai-nilai, dan identitas para motorbikeboys. Kesolidan,

kecekatan, resiko, dan kekuatan motor itu sendiri cocok dengan sifat dunia

para bikeboys yang konkrit dan aman. Masih menurut Willis, akselerasi

sepeda motor yang ganas dan agresifitas suara keras knalpot

melambangkan asertivitas maskulin.

Mengacu pada pendapat Willis, sifat-sifat seperti yang

diasosiasikan dengan sepeda motor adalah sifat-sifat maskulin, yaitu


150

kesolidan, kecekatan, resiko, kekuatan, dan agresifitas. Citra semacam

inilah yang mencoba ditampilkan oleh Didi Kempot dalam kedua adegan

di atas.

Selain lewat pakaian dan „motor besar‟yang dikenakan, rokok juga

menjadi penanda maskulinitas lain yang digunakan Didi Kempot dalam

video klipnya. Dalam kehidupan sehari-hari, rokok memang ditempatkan

sebagai simbol maskulinitas karena budaya merokok sendiri pada awalnya

memang dikhususkan untuk pria. Namun bangsa Indonesia sendiri tidak

mengenal budaya menghisap tembakau dengan cara dibakar (merokok),

tetapi dengan cara dikunyah dicampur daun sirih (menyirih). Uniknya

kegiatan menyirih tersebut tidak hanya dilakukan oleh pria namun juga

dilakukan dilakukan oleh wanita di Indonesia.

Rokok membawa citra jantan, pemberani, dan macho. Sifat-sifat

”khusus pria” tersebut selanjutnya melekat pada rokok itu sendiri. Jika

ditinjau dari karakteristik morfologisnya, rokok mewakili bentuk ‟phalus‟

yang identik dengan milik pria. Oleh karena itu, disadari maupun tidak,

produk rokok memang membawa nilai-nilai kelelakian sejak awalnya

(Suwardikun, 2006).
151

Citra dan sifat-sifat maskulin yang ditampilkan Didi Kempot lewat

penampilannya sangat berbeda dengan pengalaman dan ekspresi kesedihan

yang ditampilkan dalam lagu-lagunya. Pengalaman kesedihan dalam lagu-

lagu Didi Kempot dialami dengan cara yang tidak agresif atau kasar

melainkan dengan dengan penuh penghayatan, lembut, dan sensitif.

Bahkan Dalam lagu-lagunya, Didi Kempot tidak mencoba untuk

menyembunyikan kesedihannya melainkan mengekspresikan dengan apa

adanya.

Dalam budaya barat, yang disepakati pula dalam budaya timur,

laki-laki tidak seharusnya menunjukkan atau mengekspresikan emosinya,

terutama kesedihan dan ketakutan. Emosi seperti sedih dan takut

hendaknya diubah ke dalam bentuk emosi lain, misalnya marah, sebagai

bentuk emosi yang dirasa lebih pantas dan bisa diterima bagi laki-laki

(Power, 2001).

Hal ini tidak bisa lepas dari stereotip gender yang tumbuh subur di

masyarakat. Brody dan Hall (dalam Lewis (Ed), 2008), mengemukakan

hasil penelitian mereka bahwa stereotip yang menempatkan perempuan

lebih emosional daripada laki-laki berlaku di banyak kebudayaan yang

berbeda. Meski demikian, stereotip yang berlaku cenderung

menitikberatkan pada ekspresi emosi daripada pengalaman emosi.

Pengalaman emosi memang sesuatu yang bersifat personal sebagai

respon atas stimulus yang membangkitkan emosi. Respon atas stimulus

pembangkit emosi ini berbeda-beda pada setiap orang, tergantung pada


152

makna apa yang diberikan terhadap stimulus tersebut. Pemberian makna

ini berlangsung secara pribadi, sehingga stimulus yang sama belum tentu

akan menghasilkan emosi yang sama.

Dalam lagu-lagunya, kesedihan yang dikisahkan sedang dialami

oleh Didi Kempot, sebagai seorang laki-laki dengan citra maskulin, adalah

pengalaman emosi yang jamak sekaligus unik. Disebut jamak karena

penyebab pengalaman kesedihan itu adalah penyebab pengalaman sedih

yang „umum‟ dirasakan oleh seorang laki-laki (maupun perempuan).

Pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman kesedihan yang

disebabkan kehilangan orang yang dicintai.

Didi Kempot (sebagai aktor – „si aku‟) mengalami kesedihan

karena ditinggalkan oleh sang kekasih. Kesedihan dalam hubungan antara

„si aku‟ dengan sang kekasih terutama muncul karena sang kekasih tidak

menepati janji, melupakan, dan menyakiti hati „si aku‟. Tempat-tempat

yang membangkitkan kenangannya dan sang kekasih juga membuat „si

aku‟ bersedih.

Kehilangan (loss) adalah penyebab utama atau inti dari pengalaman

kesedihan (Banyan, 2003). Kehilangan itu sendiri ada bermacam-macam,

jenis kehilangan yang paling menimbulkan kesedihan adalah kehilangan

suatu hubungan yang dekat, intim, dan personal terhadap seseorang. Orang

tersebut bisa jadi merupakan teman, kekasih, orangtua, maupun kerabat.

Kedua, adalah kehilangan yang dirasakan ketika gagal mencapai tujuan


153

atau ambisi tertentu. Termasuk di dalamnya adalah kehilangan status atau

posisi yang sifatnya hierarkial (Lewis (Ed), 2008).

Meski demikian, keseluruhan pengalaman kesedihan adalah unik

walaupun situasi atau stimulus yang menyebabkan kesedihan (preseden)

itu sama. Hal yang unik dari pengalaman kesedihan „si aku‟ adalah reaksi

atau respon (anteseden) yang dilakukan terhadap kesedihan yang

dirasakannya.

Ketika sang kekasih meninggalkannya, tentu saja „si aku‟ merasa

sedih dan rindu. Namun setelah menyadari bahwa akhirnya sang kekasih

tak akan kembali dan telah melupakan janjinya, atau mendapati cinta sang

kekasih yang telah berubah, „si aku‟ tetap menanti kedatangan sang

kekasih dengan setia. Si aku masih memendam rasa rindu dan berharap

untuk bisa bertemu dengan sang kekasih yang telah meninggalkannya.

Tipe respon seperti di atas merupakan tipe respon yang cenderung

pasif. Dikatakan pasif karena tidak melibatkan suatu aksi yang nyata

untuk, setidaknya, mengatasi kesedihan yang dirasakan, namun „si aku‟

tetap berkubang dalam kesedihan itu dengan terus menanti dan berharap

bahwa sang kekasih akan kembali dan ingat akan janji-janji yang telah

diucapkannya.

Levant (dalam Worell (Ed), 2002) mengemukakan bahwa laki-laki

akan cenderung mengingkari, memendam, atau mengalihkan emosi yang

dirasakannya sementara perempuan akan lebih didukung untuk

mengungkapkan emosinya. Namun, „si aku‟ sebagai laki-laki tidak


154

mengingkari, memendam, bahkan mengalihkan kesedihan yang

dirasakannya tapi justru menerima bahkan menikmati kesedihan yang

dirasakannya.

Ekspresi wajah (fasial) yang ditampilkan „si aku‟ pun turut

mendukung dan memperjelas kesedihan yang dialaminya. Untuk

mengekspreikan kesedihannya, „si aku‟ (dalam video klipnya diperankan

oleh Didi Kempot sendiri) memejamkan mata atau memandang dengan

tatapan sayu atau menerawang disertai kerutan di area dahi. Sedangkan di

area sekitar mulut tampak sudut-sudut bibir menurun dan bibir mencebik.

Selain ekspresi fasial, ekspresi gestural seperti tangan yang

menyentuh dada, menopang dahi, kepala menunduk dan telungkup juga

menunjukkan kesedihan. Sedangkan ekspresi postural yang

menggambarkan kesedihan adalah bahu yang melentur ke depan dan

badan yang membungkuk.

Bahkan Didi Kempot, dalam video klipnya, tanpa malu-malu

mengekspresikan kesedihan dengan menangis. Selama ini menangis selalu

menjadi bentuk ungkapan kesedihan yang mendalam. Namun, hal ini

sangat kontradiktif dari nilai sifat-sifat maskulin seperti pemberani, tidak

boleh menangis (cengeng), dan tidak boleh bersikap pengecut.

Didi Kempot dengan kemampuannya mengidentifikasi dan

mengekspresikan emosi dalam lagu-lagunya seakan mematahkan asumsi

yang berkembang selama ini bahwa laki-laki relatif tidak „familiar‟ dan

kesulitan dalam mengidentifikasi serta mengekspresikan emosinya sendiri.


155

Cara Didi Kempot mengalami dan mengekspresikan kesedihan

dalam lagu-lagunya, tidaklah melalui cara yang agresif atau kasar, tidak

pula berpura-pura tegar dan kuat. Didi Kempot mengekspresikan

kesedihan dengan bahasa yang lembut, sensitif, dan penuh metafora. Didi

Kempot dengan apa adanya berani menerima dan mengalami kesedihan,

yaitu emosi yang menurut Plant (2000) merupakan emosi yang masuk

dalam kategori feminin. Hal ini membuktikan bahwa emosi sedih beserta

pengalaman dan eskpresinya tidak hanya milik dimensi feminin saja.

Namun hal ini tidak berarti bahwa dengan mengalami dan

mengekspresikan kesedihan, Didi Kempot menjadi kurang maskulin. Didi

Kempot justru memunculkan suatu perspektif yang unik dimana seorang

laki-laki mampu mengalami dan mengekspresikan kesedihannya.

4. Didi Kempot: Citra Maskulin yang Menjual Kesedihan

Melalui keseluruhan lagu dan video klipnya, Didi Kempot

mencoba untuk – menurut istilah Planalp (dalam Guerrero, 1998) –

mengkomunikasikan suatu pengalaman dan ekspresi kesedihan pada orang

lain, yang dalam hal ini adalah audience atau para penikmat lagu-lagu Didi

Kempot. Dengan demikian komunikasi yang terjalin antara Didi Kempot

dan para penikmat lagu-lagunya berada pada ranah komunikasi massa.

Komunikasi massa dapat diartikan sebagai proses penyampaian

pesan yang ditujukan pada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen,


156

dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama

dapat diterima secara serentak dan sesaat (Jalaluddin, 2003).

Dalam kerangka komunikasi, istilah „massa‟ sendiri merujuk pada

jumlah atau kuantitas kecepatan dan derajat pada sistem, produk, dan

audience yang menerima pesan tersebut (Dimbleby, 1998). Disinilah letak

perbedaan komunikasi massa dan komunikasi interpersonal, dimana

perbedaan tersebut terletak pada pengendalian arus informasi, umpan balik

(feedback), stimulasi alat indera, dan proporsi unsur isi dan hubungan.

Istilah media massa biasanya merujuk pada penyebaran informasi

melalui buku, surat kabar, majalah, film, radio, program-program televisi,

CD, DVD, dan sebagainya. Definisi ini sebenarnya sama dengan

membedakakan saluran (channel) yang digunakan yakni cetak seperti

buku, majalah, surat kabar, dan elektronik seperti radio , televisi, dan film

(Straubhaar dan LaRose, 2002). Menurut McQuail (1993) fungsi utama

media massa pertama-tama adalah sebagai pemberi informasi kepada

masyarakat umum. Fungsi lainnya adalah pemberi identitas, sebagai sarana

interaksi dan integrasi sosial, dan sebagai sarana hiburan.

Pengalaman dan ekspresi kesedihan yang disajikan Didi Kempot

dalam lagu-lagu dan video klipnya tidak bisa dilepaskan dari unsur hiburan

(entertainment). Fakta bahwa Didi Kempot menciptakan lagu-lagunya

untuk tujuan komersial dan demi memenuhi selera pasar tidak bisa

diingkari. Dengan demikian, pengalaman dan eskpresi kesedihan yang

disajikan Didi Kempot dalam lagu-lagunya ditujukan sebagai hiburan


157

untuk para penikmat lagunya. Dengan demikian, Didi Kempot adalah citra

maskulin yang tidak saja mengalami kesedihan namun juga menjual

kesedihan.

Meskipun pengalaman dan ekspresi kesedihan Didi Kempot

tidaklah otentik dan dikomunikasikan demi kepentingan komersial, namun

lagu-lagu Didi Kempot yang bertemakan kesedihan mampu

mempengaruhi suasana hati penikmatnya dan menularkan keyakinan

persuasif yang mungkin saja akan diwujudkan menjadi tindakan nyata.

Zillmann (dalam Bryant (Ed), 2003) mengemukakan bahwa media

hiburan memiliki tujuan utama untuk mengatur dan memanipulasi emosi

audience. Sementara Vorderer (dalam Bryant (Ed), 2003) mengemukakan

bahwa hakikat media hiburan adalah menghadirkan kesempatan bagi para

penggunanya untuk merasa senang, gembira, dan tercerahkan, atau dengan

kata lain membuat para penggunanya terhibur. Hal ini terasa kontradiktif

dengan tema-tema kesedihan yang ditawarkan lagu-lagu Didi Kempot

sebagai sebuah hiburan.

Penelitian yang dilakukan Vorderer terhadap 150 respondennya

menghasilkan temuan bahwa 40% responden senang mempertahankan

kesedihan yang mereka rasakan dengan cara mendengarkan lagu-lagu

bertema sedih yang memiliki kesamaan dengan situasi sedih yang mereka

alami.

Menurut Vorderer, motivasi dasar untuk mempertahankan

kesedihan adalah kemampuan untuk menerima kesedihan dan penderitaan


158

sebagai manifestasi dari perasaan „hidup‟ yang kompleks, bahkan sejenis

perasaan senasib dengan orang lain yang menderita kesedihan karena hal

yang sama. Orang yang mengalami kesedihan karena patah hati mungkin

akan semakin menderita ketika mendengarkan sebuah lagu cinta, namun

pada saat yang sama ia juga mendapatkan dukungan emosional (emotional

support) dari lagu tersebut berupa perasaan senasib sepenanggungan

dengan orang lain yang merasakan hal yang sama. Dalam hal ini orang

tersebut adalah sang penyanyi itu sendiri sebagai orang yang membawakan

atau menyanyikan lagu tersebut.

Sebuah lagu merupakan media komunikasi massa yang tidak

semata-mata berurusan dengan masalah komersial dan estetika saja,

melainkan ada nilai-nilai di dalamnya yang terkait dengan pengupayaan

suatu realitas sosial tertentu. Oleh karena itu, lagu merupakan salah satu

media yang dapat digunakan untuk memahami suatu realita.

Melalui lagu-lagunya, Didi Kempot mencoba mengkonstruksikan

suatu relaitas baru yang berbeda dari konstruksi sosial selama ini. Didi

Kempot, melalui lagu-lagunya, menampilkan citra maskulin yang berani

mengalami dan mengekspresikan kesedihannya. Senada dengan hal ini,

Levant (dalam Worell (Ed), 2002) mengemukakan pendapatnya tentang

apa yang disebut dengan „the new masculinities‟.

Menurut pendapat Levant, laki-laki dengan citra maskulin yang

baru akan mengkombinasikan baik sifat-sifat maskulin lama (old traits)

maupun sifat-sifat maskulin baru (new traits). Laki-laki dengan sifat


159

maskulin baru ini akan menjadi sosok laki-laki yang tegar, kuat, dan

percaya diri namun juga sensitif dan peka terhadap emosinya sendiri.

Apresiasi yang lebih besar terhadap kehidupan emosi akan membuat laki-

laki lebih terbuka untuk mengekspresikan emosinya baik verbal maupun

nonverbal. Dengan demikian, kehidupan emosi mereka menjadi lebih kaya

dan bermakna.

Lagu-lagu Didi Kempot yang bertemakan kesedihan telah

melahirkan konstruksi sosial baru (atau dalam bahasa musik adalah „genre‟

baru) yang mampu menggugah kesadaran psikologis penikmat lagu-

lagunya (massa). Didi Kempot mampu menarik para penikmatnya dengan

sesuatu yang lain, yakni kemampuan Didi Kempot dalam memahami

psikologi massa. Hal ini diperlihatkan lewat kekuatan lagu-lagunya yang

mampu membawa penikmatnya dalam pengalaman kesedihan yang

diciptakannya.

Selain emosi yang ikut terbawa, lewat lagu-lagu tersebut keinginan

atau kesadaran untuk menolak konstruksi maskulin yang lama pun telah

dibawa ke permukaan. Secara gamblang Didi Kempot memperlihatkan

keberaniannya dalam mengalami dan mengekspresikan kesedihan sebagai

wujud maskulinitas yang baru menggantikan konstruksi sosial lama yang

dirasa tidak relevan lagi.


160

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti menarik

beberapa kesimpulan terkait dengan hasil penelitian. Pertama, peristiwa atau

situasi yang menyebabkan munculnya emosi sedih adalah peristiwa

kehilangan, yaitu kehilangan orang yang dicintai (sang kekasih). Kesedihan

dalam hubungan antara „si aku‟ dengan sang kekasih terutama muncul karena

sang kekasih tidak menepati janji, melupakan, dan menyakiti hati „si aku‟,

serta kenangan akan tempat-tempat khusus yang pernah dikunjungi si aku dan

sang kekasih.

Kedua, sikap atau respon terhadap kesedihan yang dialami „si aku‟

adalah respon yang pasif, yaitu tetap menerima, menanti, dan berharap sang

kekasih segera pulang dan mengingat janji-janjinya. Meski demikian, sebagai

laki-laki „si aku‟ tidak mengingkari, memendam, bahkan mengalihkan

kesedihan tetapi justru menerima kesedihan dengan apa adanya dan tanpa

malu-malu serta mengekspresikan kesedihannya dengan bahasa yang lembut,

sensitif, dan penuh metafora.

Ketiga, ekspresi kesedihan ditunjukkan lewat ekspresi fasial, gestural,

dan postural. Ekspresi fasial kesedihan ditunjukkan dengan tatapan sayu dan

menerawang disertai kerutan di area dahi. Sedangkan di area sekitar mulut

tampak sudut-sudut bibir menurun dan bibir mencebik. Ekspresi gestural

160
161

ditunjukkan lewat tangan yang menyentuh dada, tangan menopang dahi,

kepala menunduk dan telungkup. Sedangkan ekspresi postural yang

menggambarkan kesedihan berupa bahu yang melentur ke depan dan badan

yang membungkuk.

Keempat, bahwa pengalaman dan ekspresi kesedihan dalam lagu-lagu

Didi Kempot bukanlah pengalaman otentik Didi Kempot sebagai seorang

individu, melainkan sebuah hiburan (entertainment) dan dibuat demi

memenuhi selera pasar (audience). Meski demikian, pengalaman dan ekspresi

kesedihan itu tetap mengacu pada pengalaman dan ekspresi kesedihan dalam

kehidupan sosial sejauh direpresentasikan oleh Didi Kempot.

Kesimpulan di atas membawa pada kesimpulan yang Kelima, yaitu

pengalaman dan ekspresi kesedihan yang ada dalam lagu-lagu Didi Kempot

membuktikan bahwa emosi sedih mampu dialami dan diekspresikan oleh

laki-laki. Dengan demikian emosi sedih tidak hanya milik dimensi feminin

saja.

Terkait dengan kesimpulan di atas, kesimpulan yang Keenam adalah

bahwa keberanian Didi Kempot dalam menyajikan pengalaman dan ekspresi

kesedihan pada lagu-lagunya dapat dinyatakan sebagai wujud maskulinitas

yang baru, yaitu maskulinitas yang tetap mempertahankan sifat tegar, kuat,

dan percaya diri namun di sisi lain juga sensitif dan peka terhadap emosinya

sendiri.
162

B. KETERBATASAN PENELITIAN

Sebagai karya tulis ilmiah, penelitian ini memiliki batasan area

penelitian. Tema penelitian ini adalah mengenai emosi, yaitu pengalaman dan

ekspresi kesedihan. Penelitian ini mencoba untuk tidak berhenti sebatas

pendeskripsian hasil, maka dalam bagian pembahasan peneliti memasukkan

maskulinitas sebagai konsep terkait untuk membingkai pengalaman dan

ekspresi kesedihan yang menjadi hasil penelitian.

Peneliti juga menyadari sepenuhnya bahwa penelitian ini memiliki

beberapa keterbatasan. Keterbatasan tersebut antara lain adalah keterbatasan

akses peneliti terhadap teori mengenai kesedihan dan maskulinitas. Literatur

mengenai emosi terutama yang berbicara mengenai kesedihan cukup sulit

ditemui. Dari beberapa literatur yang berhasil dikumpulkan oleh peneliti,

kebanyakan berbicara mengenai emosi marah (anger), malu (shame), gembira

(happy) dan cinta (love). Sedangkan mengenai maskulinitas, banyak literatur

yang tidak menjadikan maskulinitas sebagai fokus utama. Kebanyakan

literatur yang berhasil dikumpulkan peneliti adalah literatur tentang feminitas

yang hanya menjadikan maskulinitas sebagai salah satu unsur pelengkap

literatur.

Keterbatasan yang kedua ada pada obyek penelitian, yaitu lagu-lagu dan

video klip Didi Kempot. Peneliti mengalami kesulitan untuk mendapatkan

semua album dan single (lagu lepas) Didi Kempot. Hal ini dikarenakan Didi

Kempot memiliki banyak single yang tidak terdokumentasikan dengan baik.

Peneliti hanya mendapatkan dokumentasi rekaman dalam bentuk VCD yang


163

beredar tahun 2000 ke atas, sementara rekaman tahun 2000 ke bawah sudah

tidak beredar lagi di pasaran. Oleh karena itu, peneliti mengalami kesulitan

membuat daftar album dan single Didi Kempot secara lengkap dan urut.

Selain kedua hal di atas, peneliti juga menyadari keterbatasan dalam hal

metode analisis data. Dalam penelitian ini, analisis data dilakukan dengan

metode semiotik. Mengenai hal ini, peneliti menyadari sepenuhnya bahwa

pemahaman peneliti mengenai semiotik sebagai metode penelitian masih

dalam taraf permukaan. Peneliti memperoleh pemahaman mengenai semiotik

lewat buku-buku, artikel, jurnal, dan hasil diskusi. Oleh karena itu peneliti

menyadari bahwa penggunaan semiotik sebagai metode analisis data dalam

penelitian ini masih membutuhkan banyak penyempurnaan.

C. SARAN

Berdasarkan seluruh proses penelitian yang telah dilakukan hingga

mendapatkan kesimpulan dan dengan memperhatikan beberapa keterbatasan

penelitian di atas, maka peneliti menyarankan:

1. Bagi kaum laki-laki, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

alternatif cara bersikap dengan mengadopsi konsep maskulinitas baru

dimana laki-laki tidak perlu takut dan malu untuk dapat mengalami dan

mengekspresikan kesedihannya. Karena dengan berani mengalami dan

mengekspresikan kesedihannya, laki-laki tidak akan menjadi kurang

maskulin namun justru menunjukkan bahwa, sebagai laki-laki, dirinya

memiliki adekuasi yang baik.


164

2. Bagi peneliti selanjutnya, peneliti menyarankan untuk mencoba

melakukan penelitian sejenis yaitu penelitian teks menggunkan metode

semiotik. Tentu saja peneliti selanjutnya diharapkan mampu memperbaiki

atau mengatasi keterbatasan-keterbatasan penelitian ini seperti yang telah

diungkapakan di atas.

Peneliti juga menyarankan bagi peneliti selanjutnya yang berminat pada

tema penelitian serupa supaya melengkapi pembahasan dengan

menggunakan teori ethnopoetica agar pembahasan dapat lebih tajam dan

lengkap sehingga beroleh kesimpulan yang makin sempurna.

3. Bagi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, peneliti menyarankan

agar semiotik sebagai salah satu metode penelitian diperkenalkan pada

mahasiswa Fakultas Psikologi USD. Semiotik sebagai salah satu metode

penelitian sangat bermanfaat untuk penelitian-penelitian teks dan media

yang dapat digunakan sebagai alternatif penelitian psikologi selain

penelitian sikap dan perilaku.

4. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebuah

informasi yang berguna agar masyarakat menyadari bahwa laki-laki pun

mampu mengalami dan mengekspresikan kesedihannya. Oleh karena itu,

masyarakat diharapkan memberi kesempatan dan ruang bagi laki-laki

untuk mengalami dan mengekspresikan kesedihannya, dan bukan

menekan laki-laki dengan stereotip yang berlaku selama ini.


165

DAFTAR PUSTAKA

Alsa, Asmadi. 2003. Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif serta Kombinasinya


dalam Penelitian Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Alwisol. 2005. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.

Banyan, Calvin D. 2003. The Secret Language of Feelings: A Rational Approach


to Mastering Emotions. Minnesota: Abbot Publishing House, Inc.

Barker, Chris. 2006. Cultural Studies: Teori dan Praktek (Judul asli: Cultural
Studies: Theory and Practice. Sage Pub. London, 2000). Yogyakarta:
Bentang.

Barrett, Lisa Feldman. 2006. The Experience of Emotion. 02 April 2008.


http://dept.psych.columbia.edu/~kochsner/pdf/Barrett_AR_2006.pdf

Ben-ze‟ev, Aaron. 2001. The Subtlety of Emotions. New York: Bradford Books.

Berger, Arthur Asa. 2005. Tanda-tanda dalam Kebudayaan Kontemporer: Suatu


Pengantar Semiotika (Judul asli: Signs in Contemporary Culture. An
Introduction to Semiotics). Yogyakarta: Tiara Wacana.

Bryant, Jennings (Ed). 2003. Communication and Emotion: Essays in Honor of


Dolf Zillmann. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Pub.

Chambers, J. 2005. Typical Feminine and Masculine Traits. 02 April 2008.


http://coefaculty.csus.edu/chambersj/assets/043.gender.pdf

Chaplin, J.P. 2004. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa.
166

Darwin, Muhadjir M. 2005. Negara dan Perempuan: Reorientasi Kebijakan


Publik. Yogyakarta: Penerbit Media Wacana.

Dayakisni, Tri & Yuniardi, Salis. 2004. Psikologi Lintas Budaya. Malang: UMM
Press.

Dimbleby, Richard & Burton, Graeme. 1998. More Than Words: An Introduction
to Communication, third edition. New York: Routledge.

Fussell, Susan R. 2002. The Verbal Communication of emotions: Interdisciplinary


Perspectives. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc., Publisher.

Gani, Damayanti Y. & Chandra, W. 2007. Campursari ala Didi Kempot:


Perempuan dan Laki-laki Jawa Mendobrak Patriarki. 3 Oktober 2007.
http://yolagani.wordpress.com/2007/11/23/campursari-ala-didi-kempot-
perempuan-dan-laki-laki-jawa-mendobrak-patriarki/

Graham, Steven M. 2007. Facial Expression of Emotion. 20 September 2009.


Encyclopedia of Social Psychology. 2007. SAGE Publications.
http://www.sage-ereference.com/socialpsychology/Article_n209.html

Guerrero, Laura K & Andersen, Peter A. 1998. Handbook of Communication and


Emotion. California: Academic Press.

Handayani, Christina S. dan Novianto, Ardhian. 2004. Kuasa Wanita Jawa.


Yogyakarta: LkiS.

Hoed, Benny H. 2008. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya. Jakarta: FIB UI
Depok.
167

Horwitz, Allan V & Wakefield, Jerome C. 2007. Loss of Sadness: How Psychiatry
Transformed Normal Sorrow into Depressive Disorder. United Kingdom:
Oxford University Press.

Kasiyan. 2008. Manipulasi dan Dehumanisasi Perempuan dalam Iklan.


Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Kövecses, Zoltán. 2004. Metaphor and Emotion: Language, Culture, and Body in
Human Feeling. United Kingdom: Cambridge University Press.

Leach, Colin W (Ed) & Tiedens, Larissa Z. 2004. The Social Life of Emotion.
United Kingdom: Cambridge University Press.

Leathers, Dale G. 1978. Nonverbal Communication Systems. Massachusstes: Ally


& Bacon.

_____________. 1992. Succesful Nonverbal Communication: Principles and


Applications. Massachusstes: Ally & Bacon.

Lewis, Michael (Ed). 2008. Handbook of Emotions. New York: Guilford Press.

McQuail, Dennis & Windahl, Sven. 1993. Communication Models for The Study
of Mass Communication, 2nd edition. London : Longman.

Mendatu, Achamnto.2007. Mengenal Emosi Anda. 02 April 2008. Penerbit


SmartPLan MediA (publikasi bebas di internet) tersedia di:
http://www.smartpsikologi.blogspot.com/2007/11/mengenal-emosi-
anda.html

Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.
168

Mulyana, Deddy & Rakhmat, J. 2005. Komunikasi Antar Budaya. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya.

Partokusumo, H. Karkono K, dkk. 2007. Menggali Filsafat dan Budaya Jawa.


Jakarta: Prestasi Pustaka.

Pradopo, Rachmat Djoko. 2005. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: UGM Press.

Prawitasari, Johana E. 1995. Mengenal Emosi melalui Komunikasi Nonverbal.


Buletin Psikologi UGM Tahun III No.1. Yogyakarta: Fakultas Psikologi
Universitas Gadjah Mada.

Poerwandari, Kristi. 2005. Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku


Manusia. Jakarta: LPSP3.

Power, Mick & Dalgleish, Tim. 2008. Cognition and Emotion: From Order to
Disorder, 2nd edition. New York: Psychology Press.

Rakhmat, Jalaluddin. 2003. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya.

Redana, Bre. 2002. Potret Manusia sebagai si Anak Kebudayaan Massa. Jakarta:
LSPP.

Sloboda, Jhon A. & Juslin, Patrik N. 2001. Music and Emotion: Theory and
Research. New York: Oxford University Press.

Sobur, Alex. 2004. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.


169

__________. 2006. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis


Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.

Stokes, Jane. 2007. How to do Media and Cultural Studies: Panduan untuk
Melaksanakan Penelitian dalam Kajian Media dan Budaya. (Judul asli:
How to do Media and Cultural Studies, SAGE Pub., London, 2003).
Yogyakarta: Bentang.

Straubhaar, Joseph & LaRose, Robert. 2002. Media Now: Communications Media
in the Information Age, third edition. United States of America: Wadsworth
Group.

Strongman, K.T. 2003. The psychology of Emotion: From Everyday Life to


Theory. England: Jhon Wiley & Sons Ltd.

Suparno. (t.t). Campursari Merambah Mancanegara. 10 Oktober 2007.


www.pikiran-rakyat.com/cetak/0303/16/0107.htm

Suwardikun, Didit Widiatmoko. 2006. Persuasi Visual pada Iklan Rokok: Antara
Regulasi dan Menyiasati. 02 April 2008.
http://www.desaingrafisindonesia.files.wordpress.com/.../persuasi-visual-
pada-iklan-rokok-2006.doc

Widiyanto, Priyo T. 2001. Emosi dalam Kehidupan Manusia. Bunga Rampai


Psikologi 2. Yogyakarta: Penerbit Universitas Sanata Dharma.

Worell, Judith (Ed). 2002. Encyclopedia of Women and Gender. California:


Academic Press.
LAMPIRAN
ANALISIS VERBAL
TERHADAP LIRIK LAGU
DIDI KEMPOT
Lagu1. TANJUNG MAS NINGGAL JANJI
Vokal: Didi Kempot
Cipt. : L. Maryanto

LIRIK LAGU DIKSI KATA KONOTASI MAJAS CITRAAN


Bebasan kaya ngenteni udan ing KB: hujan, hati. Hati bagai dilanda ‘kemarau’ Simile (perbandingan)  Citraan Perabaan
mangsa ketiga KK: menanti. (rasa sedih) yang menantikan = Seperti menanti hujan di = rasa sejuk yang
Najan mung sedelo ora dadi ngapa kW: musim kemarau ‘hujan’ (kedatangan kekasih) musim kemarau. diharapkan mampu
Penting isa ngademke ati yang meski hanya ‘turun’ dihasilkan hujan.
Seperti menanti hujan di musim (datang) sekejap namun dapat
kemarau ‘menyejukkan’ (membawa
Meski hanya (turun) sekejap tak kebahagiaan) dalam hati.
menjadi masalah
Yang penting bisa menyejukkan
hati
Semono ugo rasane atiku KB: hati. ‘rasa hati’ si aku yang tetap
Mung tansah nunggu tekamu KK: menanti, menanti kedatangan sang
Ra krasa setaun kowe ninggal aku kedatangan(mu), kekasih dilukiskan ‘bagai
Kangen... kangen'e atiku meninggalkan(ku), menanti hujan di musim
Seperti itulah rasa hatiku rindu. kemarau’
Tetap menanti kedatanganmu kW: setahun.
Tak terasa setahun kau
meninggalkanku
Rindu… rindunya hatiku
Aku sih kelingan nalika ning KK: teringat, berjanji. Citraan Pemikiran
pelabuhan kT: pelabuhan. = si aku mengenang (teringat)
Kowe janji lunga ra ana sewulan kejadian di pelabuhan.
Nanging saiki wis luwih ing janji
Nyatane kowe ora bali-bali
LIRIK LAGU DIKSI KATA KONOTASI MAJAS CITRAAN
Aku masih (ter)ingat ketika di
pelabuhan
Kau berjanji pergi tak sampai
sebulan
Tapi sekarang sudah lebih dari janji
Kenyataannya kau tak kunjung
pulang
Ning Pelabuhan Tanjung Mas kene KK: menghantar, Citraan Pemikiran
Biyen aku ngeterke kowe menanti. = Pelabuhan Tanjung Mas,
Ning pelabuhan Semarang kene kT: Pelabuhan Tanjung Semarang diasosiasikan
Aku tansah ngenteni kowe Mas, Semarang. dengan peristiwa perginya
Di Pelabuhan Tanjung Mas ini kekasih dan penantian
Dulu aku menghantar kepergianmu datangnya sang kekasih
Di pelabuhan Semarang ini
Aku tetap menanti kedatanganmu
Bebasan kaya ngenteni udan ing KB: hujan. Hati bagai dilanda ‘kemarau’
mangsa ketiga KK: menanti, rindu, (rasa sedih) yang menantikan
Ra krasa sethaun kowe ninggal aku meninggalkan(ku). ‘hujan’ (kedatangan kekasih)
Kangen… kangen’e atiku. kW: musim kemarau.
Seperti menanti hujan di musim
kemarau
Tak terasa setahun kau
meninggalkanku
Rindu… rindunya hatiku
Lagu2. STASIUN BALAPAN
Vokal: Didi Kempot
Cipt. : Didi Kempot

LIRIK LAGU DIKSI KATA KONOTASI MAJAS CITRAAN


Ning Stasiun Balapan KK: mengahantar. Citraan Pemikiran
Kutha Solo sing dadi kenangan kT: Stasiun Balapan, = mengenang ketika
Kowe karo aku, naliko ngeterke Kota Solo. menghantarkan kepergian
lungamu kekasih di Stasiun Balapan,
Di Stasiun Balapan Solo.
Kota Solo yang menjadi kenangan
Engkau dan aku, ketika
menghantar kepergianmu
Ning stasiun balapan KB: air mata. Sedih dan kecewa bisa Citraan Perabaan
Rasane kaya wong kelangan KK: kehilangan, menggambarkan rasa ‘orang = merasakan air mata yang
Kowe ninggal aku meninggalkan(ku). yang kehilangan’ menetes di pipi.
Ra krasa netes eluh ning pipiku kT: Stasiun Balapan.
Di Stasiun Balapan
Rasanya seperti orang yang
kehilangan
Kau meninggalkan aku
Tak terasa menetes air mata di
pipiku
Da a... Dada sayang
Da... Slamat jalan
Da a… Dada sayang
Da… Slamat jalan
Janji lunga mung sedelo KK: berjanji, pergi. Citraan Pemikiran
Jare sewulan ra ana kT: Stasiun Balapan = mengenang janji kekasih
Pamitmu nalika semono Solo. sewaktu berpisah di Stasiun
Ning Stasiun Balapan Solo Balapan Solo.
LIRIK LAGU DIKSI KATA KONOTASI MAJAS CITRAAN
(kau ber-)Janji pergi hanya
sebentar
Katamu tak ada sebulan
Pamitmu waktu itu
Di Stasiun Balapan Solo
Jare lungo mung sedelo KK: pergi, lupa, Retoris (penegasan)
Malah tanpa kirim warta melupakan. = lupa atau melupakan?
Lali apa pancen nglali
Yen eling mbok enggal bali
Katamu hanya pergi sebentar
Juga tanpa kirim kabar
Lupa atau memang melupakan?
Jika kau ingat segeralah pulang
Lagu3. TERMINAL TIRTONADI
Vokal: Didi Kempot
Cipt. : Didi Kempot dan Ranto E. Gudhel

LIRIK LAGU DIKSI KATA KONOTASI MAJAS CITRAAN


Nalikane ing Tirtonadi KB: bis. Citraan Pemikiran
Ngenteni tekane bis wayah wengi KK: menunggu, pergi = ditimbulkan oleh kenangan
Tanganmu tak kanthi, kowe ngucap kW: malam hari. si aku tentang perpisahan di
janji kT: Titronadi. Terminal Tirtonadi
Lungo mesti bali
Suatu ketika di Tirtonadi
Menunggu datangnya bis malam hari
Tanganmu ku genggam, kau ucap
janji
Pergi pasti kembali
Rasane ngitung nganti lali KK: menunggu(mu), ‘rasanya menghitung hingga
Wis pirang tahun anggonku ngenteni menanti. lupa’ mengungkapkan betapa
Ngenteni sliramu, ning kene tak sang kekasih telah pergi untuk
tunggu waktu yang lama, sehingga si
Nganti saelingmu aku yang setia menunggu pun
Rasanya menghitung hingga lupa bisa sampai lupa dalam
Sudah berapa tahun aku menghitung waktu.
menunggumu
Menanti dirimu, di sini kutunggu
Sampai seingatmu
Mangsa rendeng wis ganti ketiga kW: musin hujan, ‘Musim hujan telah berganti
Opo kowe ra krasa kemarau. kemarau‘ ungkapan ini
Yen kowe isih eling lan tresna digunakan untuk
Kudune kowe krasa menggambarkan masa
penantian yang lama.
LIRIK LAGU DIKSI KATA KONOTASI MAJAS CITRAAN
Musim hujan telah berganti kemarau
Apa kau tak hirau
Kalau kau masih ingat dan cinta
Harusnya engkau hirau
Wis suwe3x, kangen sing tak rasakke KK: rindu, Rasanya seperti ‘ini’. Kata
Rasane3x, rasane kaya ngene menunggu(mu). ‘ini’ digunakan untuk
Neng kene3x, Aku ngenteni kowe melngungkapkan perasaan
Aku kangen, kangenku mung kanggo akibat rindu yang amat sangat
kowe hingga tak terkatakan. ‘ini’
Tlah lama, rindu yang kurasakan juga melukiskan keadaan
Rasanya, rasanya seperti ini aktual yang dirasakan si aku
Di sini, aku menunggumu selama merasakan rindu dan
Aku rindu, rinduku hanya untukmu menunggu sang kekasih.
Rasane ngitung nganti lali KK: menunggu(mu),
Wis pirang taun anggonku ngenteni menanti.
Ngenteni sliramu, ning kene tak
tunggu
Nganti saelingmu
Rasanya menghitung hingga lupa
Sudah berapa tahun aku
menunggumu
Menanti dirimu, di sini kutunggu
Sampai seingatmu
Lagu4. SEWU KUTHA
Vokal: Didi Kempot
Cipt. : Didi Kempot dan Arie Wibowo

LIRIK LAGU DIKSI KATA KONOTASI MAJAS CITRAAN


Sewu kutha uwis tak liwati KK: pergi(mu), Peggunaan kata ‘seribu kota’ dan Hiperbola (penegasan) Citraan Gerak
Sewu ati tak lakoni mencari(mu). ‘seribu hati’ hendak menggambarkan =seribu kota, seribu hati. = melewati ‘seribu
Nanging kabeh pada ra ngerteni betapa jauhnya dan betapa lamanya kota’, menjalani
Lungamu neng endi pencarian si aku untuk mengetahui ‘seribu hati’
Pirang tahun anggonku nggoleki keberadaan sang kekasih.
Seprene durung bisa nemoni
Seribu kota sudah kulewati
Seribu hati kujalani
Namun semua tak ada yang tahu
Kemana pergimu
Sudah berapa tahun aku mencarimu
Hingga sekarang belum bisa bertemu
Wis tak coba nglaleake jenengmu saka KK: melupakan. Diungkapkan bahwa ‘nama’ (segala Sinekdok pars pro toto
atiku sesuatu tentang sang kekasih dan rasa (perbandingan)
Sak tenane aku ora ngapusi, isih tresna cinta si aku pada sang kekasih) sang = menggunakan ‘nama’
sliramu kekasih tersimpan di ‘hati’. untuk mewakili segala
Sudah kucoba tuk melupakan namamu sesuatu yang ada pada diri
dari hatiku sang kekasih.
Sebenarnya aku tak berdusta, masih cinta
padamu
Umpamane kowe uwis mulyo, lilo aku lilo KK: mengobati. ‘mulyo’ kata dalam bahasa Jawa yang
Yo mung siji dadi panyuwunku bisa diartikan sebagaai ‘bahagia’ yang
Aku pingin ketemu mengandung arti bahagia secara fisik
Sanajan sak kedeping mata (kebutuhan material tercukupi) dan
Kanggo tamba kangen jroning dada bahagia secara psikologis (rasa aman,
nyaman, puas).
LIRIK LAGU DIKSI KATA KONOTASI MAJAS CITRAAN
Seumpama kau sudah bahagia, rela aku Kerinduan digambarkan seperti
rela penyakit yang agar bisa ‘sembuh’
Hanya satu permintaanku (reda) dibutuhkan ‘obat’ atau penawar,
Aku ingin bertemu yaitu pertemuannya dengan kekasih.
Meski hanya sekejap mata
Untuk mengobati rindu dalam dada
Lagu5. PARANGTRITIS
Vokal: Didi Kempot
Cipt. : Didi Kempot

LIRIK LAGU DIKSI KATA KONOTASI MAJAS CITRAAN


Rasane kepingin nangis KB: hati. Rasa hati yang perih karena Simile (perbandingan) Citraan Perabaan
Yen kelingan Parangtritis KK: menangis. didera perasaan sedih dan = hati seperti diiris = penggambaran hati yang
Ning ati kaya diiris kT: Parangtritis. tersakiti dirasakan seperti seperti diiris.
Rasanya ingin menangis ‘diiris’
Jika ingat Parangtritis
Di hati seperti diiris
Nalika udan gerimis KB: hujan, janji(mu). Citraan Penglihatan
Rebo wengi malem kemis = hujan gerimis di malam
Ra nyana, ra ngira janjimu jebul hari.
mung lamis
Ketika hujan gerimis
Hari rabu malam kamis
Tak disangka, tak dikira janjimu
ternyata palsu
Parangtritis, ning kono wong manis KK: teringat, menangis. Citraan Pemikiran
Yen eling kowe rene yo gelis kT: Parangtritis. = ingatan akan Pantai
Parangtritis, ning kono wong manis Parangtritis
Yen eling aku kepingin nangis
Parangtritis, disana hai manis
Jika kau ingat lekaslah kemari
Parangtritis, disana hai manis
Jika teringat aku ingin menangis
Ombak gedhe katon ngawe-awe KB: ombak. Personifikasi (perbandingan) Citraan Pendengaran
Nelangsa ning ati rasane KK: merana, teringat. = ombak yang memanggil- = suara ombak yang
Ombak gedhe sing dadi seksine manggil memanggil-manggil
Isih kelingan tekan seprene
LIRIK LAGU DIKSI KATA KONOTASI MAJAS CITRAAN
Ombak besar seperti memanggil-
manggil
Merana di hati rasanya
Ombak besar yang jadi saksinya
Masih teringat hingga saat ini
Lagu6. WIS CUKUP
Vokal: Didi Kempot
Cipt. : Didi Kempot

LIRIK LAGU DIKSI KATA KONOTASI MAJAS CITRAAN


Wis cukup, nggonmu gawe KB: hati(ku), Kontradiksi interminis
Gawe lara atiku mata(ku). (pertentangan)
Wis cukup, nggonmu gawe KK: menyakiti, = menerima dan tidak
Gawe nangis mripatku menangis. mempermasalahkan meski
Tak tampa, ora papa pada awalnya mengatakan
Sudah cukup, kau membuat cukup.
Membuat sakit hatiku (menyakiti
hatiku)
Sudah cukup, kau membuat
Membuat mataku menangis
Ku terima, tak mengapa
Aku ra lara ati karo kowe KB: (ke)takut(an). Kontradiksi interminis
S’najan aku kerep mbok larake KK: sakit hati. (pertentangan)
Mung siji wedhi sing tak pikirake = tidak sakit hati meski kerap
Aku ojo nganti ditinggalke disakiti.
Aku tak sakit hati denganmu
Meski aku sering kau sakiti
Hanya satu (ke)takut(an) yang
kupikirkan
Aku jangan sampai kau tinggalkan
Bebasan nangis wis ra metu iluhku KB: air mata, obat. ‘menangis tak berairmata’ ;  Simile (perbandingan)
Nangis, nangisi rasa tresnaku KK: menangis(i), ‘sakit yang tak terobati’, = seperti menangis tak
Bebasan lara wis suwe ra entuk jantu sakit, sembuh, semuanya melukiskan kesedihan keluar air mata, seperti
Marine yen kowe ra ninggal aku meninggalkan(ku). yang dirasakan. sakit tak mendapat obat.
 Paradoks (pertentangan)
= menangisi rasa cinta
LIRIK LAGU DIKSI KATA KONOTASI MAJAS CITRAAN
Seperti menangis sudah tak keluar air
mataku
Menangisi rasa cintaku
Seperti sakit sudah lama tak mendapat
obat
Bisa sembuh jika kau tak
meninggalkanku
Wis cukup, nggonmu gawe KB: hati(ku), Kontradiksi interminis
Gawe lara atiku mata(ku). (pertentangan)
Wis cukup, nggonmu gawe KK: menyakiti, = menerima dan tidak
Gawe nangis mripatku menangis. mempermasalahkan meski
Tak tampa, ora papa pada awalnya mengatakan
Sudah cukup, kau membuat cukup.
Membuat sakit hatiku (menyakiti
hatiku)
Sudah cukup, kau membuat
Membuat mataku menangis
Ku terima, tak mengapa
Lagu7. KALUNG EMAS
Vokal: Didi Kempot
Cipt. : Didi Kempot

LIRIK LAGU DIKSI KATA KONOTASI MAJAS CITRAAN


Kalung emas sing ana gulumu KB: kalung emas, ‘kalung emas’ yang berubah Metafora (perbandingan) Citraan Penglihatan
Saiki wis dadi biru cinta(mu), hati(mu). warna (luntur) menjadi ‘biru’ = cinta yang luntur, hati = emas yang luntur jadi
Luntur kaya tresnamu, luntur kaya KK: luntur, menandakan cinta yang tak lagi yang luntur. biru
atimu melupakan(ku). sama karena sang kekasih telah
Ra nyana kowe lali karo aku melupakan si aku.
Kalung emas di lehermu
Sekarang menjadi biru
Luntur seperti cintamu, luntur seperti
hatimu
Tak ku kira kau melupakanku
Kalung emas kuwi biyen tak tuku KB: kalung emas, rasa ‘kalung emas’ menjadi simbol
Tak pasrahke mung kanggo sliramu cinta. rasa cinta untuk sang kekasih.
Gedhe rasa tresnaku yo mung KK: melupakan(ku).
kanggo sliramu
Ra nyana kowe lali karo aku
Kalung emas itu dulu ku beli
Ku berikan hanya untukmu
Besarnya rasa cintaku hanya padamu
Tak ku kira kau melupakanku
Lara atiku, atiku kelara-lara KB: hati, tangis(ku). Kiasmus (penegasan) Citraan Perabaan
Rasane nganti tembus ning dada KS: (hati yang) sakit = sakit hatiku, hatiku sakit. = sakit hati yang dirasakan
Nangisku iki mergo kowe sing sampai ke dada
njalari
Sakit hatiku, hatiku sakit
Rasanya samapai tembus ke dada
Tangisku ini kau yang menyebabkan
LIRIK LAGU DIKSI KATA KONOTASI MAJAS CITRAAN
Kebangeten apa salahku iki Tautologi (penegasan)
Apa dosaku iki… = apa salahku, apa dosaku.
Keterlaluan apa salahku
Apa dosaku…
Lagu8. PINGIN NGOMBE
Vokal: Didi Kempot
Cipt. : Didi Kempot

LIRIK LAGU DIKSI KATA KONOTASI MAJAS CITRAAN


Aku pingin ngombe, ngelak sing tak KB: air putih. Metafora (perbandingan) Citraan Pencecapan
rasake KK: minum, dahaga, = leher yang kering = dahaga, hingga leher terasa
Nganti garing ning gulu rasane membasahi. kering
Kulinane kowe biyen sing tansah KS: kering.
nyepake
Banyu putih yo kanggo nelesi
lambe
Aku ingin minum, dahaga yang
kurasakan
Rasanya sampai kering leher ini
Biasanya kau yang menyiapkan
Air putih untuk membasahi bibir
Kuwi sak tenane kangen sing tak KK: rindu, menunggu. ‘rasa rindu’ dirasakan seperti
rasake dahaga yang membuat leher
Rasa kangenku mung kanggo kowe (tenggorokan) terasa kering
Ngenteni tekamu ning kene kowe
tak tunggu
Bareng mulih wis ra kaya pamitmu
Seperti itulah sebenarnya rasa rindu
yang ku rasakan
Rasa rindu yang hanya untukmu
Menunggu kedatanganmu di sini
kutunggu
Setelah pulang tidak seperti
pamitmu
LIRIK LAGU DIKSI KATA KONOTASI MAJAS CITRAAN
Sapa sing tok gendhong Retoris (penegasan)
Sapa sing tok sayang = keseluruhan bait
Sayang sayang kuwi sapa? 2x merupakan pertanyaan
Siapa yang kau gendong retorik.
Siapa yang kau sayang
Sayang sayang siapa itu?
Dino ganti wulan, wulane wis ganti KB: hari, bulan, tahun, Klimaks (penegasan)
tahun windu. = hari berganti bulan, bulan
Aku setyo ngenteni ning stasiun KK: menunggu(mu). berganti tahun, tahun
Tahun ganti windu, suwene kowe KS: setia. berganti windu.
tak tunggu kT: stasiun.
Bareng mulih wis ra kaya pamitmu
Hari berganti bulan, bulan berganti
tahun
Aku setia menunggu di stasiun
Tahun berganti windu, lamanya ku
menunggumu
Setelah pulang tidak seperti
pamitmu
Lagu9. IKHLAS
Vokal: Didi Kempot
Cipt. : Didi Kempot

LIRIK LAGU DIKSI KATA KONOTASI MAJAS CITRAAN


Trima mundur timbang lara ati KB: nasib(ku). ‘kebaikan’ disini juga bisa Metafora (perbandingan) Citraan Gerak
Tak oyako wong kono wis lali KK: sakit hati, lupa, berarti hal-hal yang baik, = kebaikan yang ditanam = mengejar sang kekasih
Pancen wis nasibku iki disakiti. termasuk cinta dan dan tumbuh.
Nandur becik tukule kok dilarani kepercayaan pada sang
Lebih baik mundur daripada sakit hati kekasih.
Biar ku kejar kau pun sudah lupa
Memang sudah nasibku ini
Menanam kebaikan, begitu tumbuh disakiti
Trimo ngalah aku wis ra betah KK: mengalah,
Tak tangisa malah mung gawe susah berpisah.
Karepe wis ngajak pisah KS: merana.
Karo aku wis ra karep omah-omah
Lebih baik mengalah aku sudah tak tahan
Ditangisi pun hanya membuat ku merana
Kau mau kita berpisah
Tak mau berumahtangga lagi denganku
Nangis aku isin senajan lara ing batin KK: menangis, Metafora (perbandingan)
Aku lilo pisah kanti lahir batin berpisah. = rasa cinta yang subur
Tresna sing ngrembuyung saiki wis dadi KB: rasa cinta. menjadi layu.
garing KS: malu, sakit (di
Aku lilo pisah kanti lahir batin hati).
(untuk) Menangis aku malu walaupun sakit
di batin
Aku rela berpisah lahir batin
Rasa cinta yang subur sekarang sudah layu
Aku rela berpisah lahir batin
Lagu10. TANGISE ATI
Vokal: Didi Kempot
Cipt. : Mas Hadi dan Siu HS.

LIRIK LAGU DIKSI KATA KONOTASI MAJAS CITRAAN


Udan deres wayahe wis wengi KB: hujan deras,  Citraan Penglihatan
Njur kelingan lungamu dek wingi janji = hujan deras di malam
Apa wis dadi garising pesti KK: teringat, hari.
Kowe bakal cidro janji mengingkari.  Citraan Pemikiran
Hujan deras di malam hari kW: malam hari = teringat akan kepergian
Ku teringat kepergianmu kemarin kekasih.
Apa memang sudah suratan takdir
Kau akan mengingkari janji
Sanadyan uripku rekasa KS: (hidup(ku)
Kabeh mau bakale tak tampa yang) susah
Nuruti gegayuhaning rasa
Bebrayan urip klawan ndiko
Meskipun hidupku susah
Semua itu akan kuterima
Demi mengikuti keinginan hati
Untuk hidup bersamamu
Kowe lunga tanpa kabar nganti seprene KB: hati (yang sakit)
Laraning ati sing nyangga aku dhewe KK: pergi
Ora ngira yen bakal ngene dadine
Wis wis yo wis, yen ngono yo wis tak
lilakake
Kau pergi tanpa kabar hingga saat ini
Sakit hati aku sendiri yang menanggung
Tak kusangka akan begini jadinya
Sudah sudahlah, jika memang demikian
aku relakan
Lagu11. LINGSO TRESNO
Vokal: Didi Kempot
Cipt. : Didi Kempot

LIRIK LAGU DIKSI KATA KONOTASI MAJAS CITRAAN


Sindap sing ana rambutku iki KB: ketombe, (rasa) ‘semudah memijit buah Simile (perbandingan)
Isih isa tak kramasi sakit hati. randu’ hendak menggambarkan = seperti memijit buah
Nanging yen ngramasi lara ati tindakan yang sangat mudah, randu.
Ora gampang kaya mijet wohing ranti tidak membutuhkan usaha keras.
Ketombe yang ada di rambutku Jadi, ‘mencuci’
Masih bisa kucuci (menyembuhkan) sakit hati
Tapi jika mencuci (rasa) sakit hati membutuhkan usaha yang keras,
Tak semudah seperti memijit buah tidak semudah memijit buah
randu randu.
Lingso sing ana rambutku iki KB: kutu, (rasa) ‘semudah memijit buah Simile (perbandingan)
Isih isa tak petani sakit hati. randu’ hendak menggambarkan = seperti memijit buah
Nanging yen metani lara ati tindakan yang sangat mudah, randu.
Ora gampang kaya mijet wohing ranti tidak membutuhkan usaha keras.
Kutu yang ada di rambutku Jadi, ‘menelisik’ sakit hati
Masih bisa kutelisik membutuhkan usaha yang keras,
Tapi jika menelisik sakit hati tidak semudah memijit buah
Tak semudah memijit buah randu randu.
Endahe ombak segara Parangtritis KB: ombak. Citraan Penglihatan
sak kidule Jogja KK: (meng)ingat. = keindahan pantai
Eling aku tansah eling kT: Parangtritis. Parangtritis.
Sanajan kowe ora eling
Indahnya ombak Pantai Parangtritis di
sebelah selatan Jogja
Ingat aku masih (meng)ingat
Meski kau sudah tak ingat
Lagu12. ILANG TRESNANE
Vokal: Didi Kempot
Cipt. : Didi Kempot

LIRIK LAGU DIKSI KATA KONOTASI MAJAS CITRAAN


Tak trima trimake yen pancen ngono KB: kenyataan(nya),
karepe batin.
Tenane batinku ora ngilakake KK: menerima, tidak
Ning nyatane kudu kaya ngene merelakan.
Muga-muga bener pilihane
Aku akan menerima jika memang
begitu maumu
Sebenarnya batinku tidak merelakan
Tapi kenyataannya memang harus
seperti ini
Semoga benar yang kau pilih
Wis ilang tresnane KB: rasa cinta(mu),
Wis lali piye sumpahe nalika kae sumpah(mu).
Ning saiki kok ngene dadine KK: lupa
Tresnamu jebul mung ana lambe,
mung ana lambe
Telah hilang rasa cintamu
Sudah lupa sumpah(mu)
waktu itu
Namun sekarang kenapa begini
jadinya
(rasa) Cintamu ternyata hanya di
mulut, hanya di mulut
Klapa sing tak tandur limang tahun KB: janur Si aku ‘menanam’ Citraan Penglihatan
kepungkur (mengusahakan) ‘pohon kelapa’ = pohon kelapa yang tumbuh,
Uwis tukul godonge wis dadi janur (cinta) hingga tumbuh dan siap janur yang dipasang di depan
LIRIK LAGU DIKSI KATA KONOTASI MAJAS CITRAAN
Janur sing semampir ana ing ngarep dijadikan ‘janur’ (pernikahan). rumah.
omahmu Namun pada akhirnya yang
Nanging sing nyanding kowe dudu bersanding dengan sang kekasih
awakku di pelaminan bukanlah si aku.
Dudu aku
(pohon) Kelapa yang kutanam lima
tahun yang lalu
Sudah tumbuh daunnya sudah
menjadi janur
Janur yang dipasang di depan
rumahmu
Tapi yang mendampingimu bukan
aku
Bukan aku
Lagu13. AKU DUDU RAJA
Vokal: Didi Kempot
Cipt. : Didi Kempot

LIRIK LAGU DIKSI KATA KONOTASI MAJAS CITRAAN


Aku pancen wong sing tuna aksara KB: hati, rasa cinta ‘orang yang buta aksara’, Enumerasi (penegasan)
Ora bisa nulis ora bisa maca KS: (orang yang) buta ‘tidak bisa menulis tidak bisa = orang yang buta aksara,
Nanging ati iki isih nduwe rasa aksara. membaca’ hendak melukiskan tidak bisa menulis, tidak bisa
Rasa tresna kaya tumrape keadaan diri si aku yang penuh membaca.
menungsa kelemahan dan tidak sempurna.
Aku memang orang yang buta
aksara
Tidak bisa menulis tidak bisa
membaca
Tapi hati ini masih punya rasa
Rasa cinta layaknya manusia
Aku pancen wong cilik ra kaya raja KB: orang kecil Citra diri sebagai orang ‘kecil’, Litotes (perbandingan)
Bisa mangan wae aku uwis nrimo orang yang tidak mampu dan = bisa makan saja sudah puas
Nanging ati iki isih duwe rasa tidak berdaya.
Jroning batin sak tenane pengen
kanda
Aku memang orang kecil tidak
seperti raja
Bisa makan saja aku sudah puas
Tapi hati ini masih punya rasa
(di) Dalam hati ini sebenarnya
ingin berkata
Pupus godhong gedhang KK: (me)tipu Hiperbola (penegasan)
Ajang pincuk saiki wis ra kelingan KB: tunas daun pisang, = menipu hingga badan
Biting pringe garing lidi. kering
Kok apusi awakku yo nganti garing KS: kering
LIRIK LAGU DIKSI KATA KONOTASI MAJAS CITRAAN
Tunas daun pisang
Piring daun pisang sekarang sudah
tak ingat
Lidi yang menjadi kering
Kau tipu aku sampai (badanku)
kering
Klaras godhong gedhang KB: daun pisang kering,
Sing tak gagas saiki wis ra cinta.
kelingan KK: menanam, tidak
Tiwas ketiwasan diterima
melu nandur tresna aku ra
ketriman
Daun pisang kering
(orang) Yang kupikirkan sekarang
sudah tak ingat
Sudah terlanjur, ikut menanam
cinta aku tak kau terima
ANALISIS NONVERBAL
TERHADAP VIDEO KLIP
DIDI KEMPOT
Lagu 1. Tanjung Mas Ninggal Janji

Ekspresi Nonverbal
Potongan Adegan Kinesik
Fasial Gestural Postural Proksemik Artifaktual

 mata terpejam satu tangan memegang Berdiri bersandar pada (Didi Kempot  rambut diikat
 dahi berkerut erat tali tas ransel yang tiang rumah, dengan sebagai aktor  jaket kulit warna
 mulut terbuka dipanggul pada sebelah posisi tubuh sedikit tunggal dalam hitam
bahu. condong ke depan. adegan ini, jadi  tas ransel merah
tidak terekam  cincin emas
ekspresi
proksemiknya)

Adegan1.1

 mata terpejam  tangan kanan Posisi duduk di lantai (Didi Kempot  rambut diikat
 dahi berkerut memeluk ransel teras rumah dan sebagai aktor  jaket kulit warna
 tangan kiri disangga menyangga tas pada tunggal dalam hitam
oleh lutut kaki kiri kaki sebelah kanan. adegan ini, jadi  t-shirt hitam
 kaki kiri menekuk ke tidak terekam  celana panjang
luar ekspresi kulit warna hitam
 kepala sedikit miring proksemiknya)  tas ransel merah
ke kanan.  cincin emas
 sepatu kulit warna
hitam
Adegan1.2

 mata terpejam (Didi Kempot  rambut digerai


 dahi berkerut sebagai aktor  topi kupluk warna
 mulut terbuka tunggal dalam hitam
adegan ini, jadi
tidak terekam
ekspresi
proksemiknya)

Adegan1.3
 mata terpejam  kepala menengadah Duduk tanpa bersandar (Didi Kempot  rambut digerai
 dahi berkerut ke kanan atas di pembatas teras sebagai aktor  topi kupluk warna
 mulut terbuka  kedua tangan tunggal dalam hitam
diletakkan pada adegan ini, jadi  kaos singlet hitam
kedua lutut tidak terekam  celana panjang
ekspresi kulit warna hitam
proksemiknya)

Adegan1.4
Lagu 2. Stasiun Balapan

Ekspresi Nonverbal
Potongan Adegan Kinesik
Fasial Gestural Postural Proksemik Artifaktual
 tatapan mata  tangan kiri Duduk bersandar di Jarak akrab fase  rambut digerai
sayu, memegang pundak kursi peron. dekat.  t-shirt hijau
menerawang model  jaket kulit hitam
 sudut-sudut  tangan kanan  celana panjang
bibir menurun memegang tangan warna putih
model  sepatu kulit
 kaki kiri warna coklat
ditumpangkan pada
lutut kaki kanan.
Adegan2.1
 mata terpejam tangan kanan Berdiri di jalur naik-  rambut digerai
 dahi berkerut memegang dada turun penumpang (Didi Kempot  t-shirt hijau
kereta. sebagai aktor  jaket kulit hitam
tunggal dalam  celana panjang
adegan ini, jadi warna putih
tidak terekam  sepatu kulit
ekspresi warna coklat
proksemiknya)

Adegan2.2
 tatapan mata  kedua tangan Berdiri dengan kedua  rambut digerai
sayu, bertumpu pada tagan bertumpu pada (Didi Kempot  t-shirt hijau
menerawang sandaran kursi sandaran kursi peron sebagai aktor  jaket kulit hitam
 bibir terbuka peron tunggal dalam  celana panjang
 bahu melentur ke adegan ini, jadi warna putih
depan tidak terekam
ekspresi
proksemiknya)
Adegan2.3
 mata terpejam  tangan kiri di Berdiri di depan  rambut digerai
 dahi berkerut dalam saku jaket gerbong kereta (Didi Kempot  t-shirt hijau
 tangan kanan barang. sebagai aktor  jaket kulit hitam
diangkat sejajar tunggal dalam  celana panjang
dada, dengan adegan ini, jadi warna putih
telapak tangan tidak terekam  sepatu kulit
membuka ekspresi warna coklat
 bahu melentur ke proksemiknya)
depan.
Adegan2.4
Lagu 3. Terminal Tirtonadi

Ekspresi Nonverbal
Potongan Adegan Kinesik
Fasial Gestural Postural Proksemik Artifaktual
 mata terpejam  kepala Berdiri dengan  rambut digerai
 dahi berkerut menengadah kepala menengadah (Didi Kempot  t-shirt merah
 mulut terbuka  kedua tangan sebagai aktor lengan panjang.
diangkat tunggal dalam
setinggi dada, adegan ini, jadi
dengan telapak tidak terekam
tangan ekspresi
membuka. proksemiknya)
Adegan3.1
 tatapan mata sayu Kedua tangan  rambut diikat
 dahi berkerut terbuka menyentuh (Didi Kempot  kacamata
 bibir setengah dada sebagai aktor sebagai
terbuka tunggal dalam aksesoris di
adegan ini, jadi kepala
tidak terekam  baju bahan
ekspresi bludru, warna
proksemiknya) hitam
keunguan.
Adegan3.2
 mata terpejam  tangan kiri Duduk di rumput,  rambut digerai
 mulut terbuka menopang dahi dengan kaki kiri (Didi Kempot  rompi kulit
ditekuk menopang sebagai aktor  t-shirt putih
tangan kiri. tunggal dalam  celana panjang
adegan ini, jadi kulit
tidak terekam  sepatu kulit
ekspresi  jam tangan
proksemiknya)
Adegan3.3
 mata terpejam Tangan kanan Duduk di rumput,  rambut digerai
 dahi berkerut terbuka memegang dengan kaki kiri (Didi Kempot  rompi kulit
 mulut membuka dada ditekuk. sebagai aktor  t-shirt putih
tunggal dalam  celana panjang
adegan ini, jadi kulit
tidak terekam  sepatu kulit
ekspresi  jam tangan
proksemiknya)
Adegan3.4
Lagu4. Sewu Kutha

Ekspresi Nonverbal
Potongan Adegan Kinesik
Fasial Gestural Postural Proksemik Artifaktual
 tatapan mata  rambut digerai
sayu, (Didi Kempot  jaket kulit hitam
menerawang sebagai aktor
 dahi berkerut tunggal dalam
 mulut setengah adegan ini, jadi
membuka tidak terekam
ekspresi
proksemiknya)
Sc4.1
 mata terpejam Tangan kanan  rambut digerai
 dahi berkerut memgang dada (Didi Kempot  t-shirt merah
 mulut membuka sebagai aktor  jam tangan
tunggal dalam
adegan ini, jadi
tidak terekam
ekspresi
proksemiknya)
Sc4.2
 mata terpejam  kepala Kepala mendongak,  rambut digerai
 dahi berkerut mendongak bahu melengkung (Didi Kempot  kemeja oranye
 mulut membuka  tangan kiri ke dalam. sebagai aktor
memegang dada tunggal dalam
adegan ini, jadi
tidak terekam
ekspresi
proksemiknya)
Sc4.3
Lagu5. Parangtritis

Ekspresi Nonverbal
Potongan Adegan Kinesik
Fasial Gestural Postural Proksemik Artifaktual
 mata terpejam Tangan kanan Berdiri di tepi pantai  rambut digerai
 dahi berkerut memegang dada (Didi Kempot  ikat kepala
 bibir membuka sebagai aktor  kaos singlet
tunggal dalam hitam
adegan ini, jadi  syal kain pantai
tidak terekam warna-warni
ekspresi
proksemiknya)

Adegan5.1
 mata terpejam Kepala Berdiri di tepi pantai  rambut digerai
 dahi berkerut menengadah (Didi Kempot  ikat kepala
 bibir membuka sebagai aktor  kaos singlet
tunggal dalam hitam
adegan ini, jadi  syal kain pantai
tidak terekam warna-warni
ekspresi
proksemiknya)

Adegan5.2
 mata terpejam (Didi Kempot  rambut digerai
 dahi berkerut sebagai aktor  ikat kepala
 bibir membuka tunggal dalam
adegan ini, jadi
tidak terekam
ekspresi
proksemiknya)

Adegan5.3
Ekspresi Nonverbal
Potongan Adegan Kinesik
Fasial Gestural Postural Proksemik Artifaktual
 mata terpejam Tangan kiri Berdiri di depan (Didi Kempot  rambut digerai
 dahi berkerut memegang patung patung sebagai aktor  topi/penutup
 bibir membuka tunggal dalam kepala
adegan ini, jadi  kaos singlet
tidak terekam hitam
ekspresi  syal kain pantai
proksemiknya) warna-warni

Adegan5.4
Lagu6. Wis Cukup

Ekspresi Nonverbal
Potongan Adegan Kinesik
Fasial Gestural Postural Proksemik Artifaktual
 pandangan mata  kepala sedikit Duduk sambil  rambut diikat
menerawang tengadah menerawang di teras (Didi Kempot  jaket jeans
 bibir terkatup  kedua tangan rumah sebagai aktor  t-shirt hitam
rapat, jari-jari tunggal dalam  cincin
ditekuk seperti adegan ini, jadi
menggenggam tidak terekam
ekspresi
proksemiknya)

Adegan6.1
 pandangan mata  rambut diikat
sayu (Didi Kempot  jaket jeans
 meneteskan air sebagai aktor  t-shirt hitam
mata tunggal dalam
 mulut terbuka adegan ini, jadi
tidak terekam
ekspresi
proksemiknya)

Adegan6.2
 pandangan mata Jari telunjuk dan (Didi Kempot  rambut digerai
menerawang jari tengah sebagai aktor  jaket hitam
 dahi berkerut menyentuh bibir tunggal dalam  t-shirt hitam
 bibir terbuka adegan ini, jadi
tidak terekam
ekspresi
proksemiknya)

Adegan6.3
Potongan Adegan Ekspresi Nonverbal
Kinesik
Fasial Gestural Postural Proksemik Artifaktual
 pandangan mata
menerawang (Didi Kempot
 dahi berkerut sebagai aktor
 bibir terkatup tunggal dalam
adegan ini, jadi
tidak terekam
ekspresi
proksemiknya)

Adegan6.4
 mata terpejam  rambut diikat
 dahi berkerut (Didi Kempot  jaket jeans
 meneteskan air sebagai aktor
mata tunggal dalam
 bibir terbuka adegan ini, jadi
tidak terekam
ekspresi
proksemiknya)

Adegan6.5
Lagu7. Kalung Emas

Ekspresi Nonverbal
Potongan Adegan Kinesik
Fasial Gestural Postural Proksemik Artifaktual
 mata terpejam Kepala menoleh ke  Topi kupluk
 dahi berkerut kanan bawah (Didi Kempot  Jaket kulit
 bibir setengah sebagai aktor hitam
terbuka tunggal dalam
adegan ini, jadi
tidak terekam
ekspresi
proksemiknya

Adegan7.1
 pandangan mata Kepala tengadah ke  Topi kupluk
menerawang atas (Didi Kempot  Jaket kulit
 dahi berkerut sebagai aktor hitam
 bibir terbuka tunggal dalam
adegan ini, jadi
tidak terekam
ekspresi
proksemiknya

Adegan7.2
 dahi berkerut  Topi kupluk
 bibir terbuka (Didi Kempot  Jaket kulit
 sebagai aktor hitam
tunggal dalam
adegan ini, jadi
tidak terekam
ekspresi
proksemiknya

Adegan7.3
Ekspresi Nonverbal
Potongan Adegan Kinesik
Fasial Gestural Postural Proksemik Artifaktual
 pandangan mata  Topi kupluk
menerawang (Didi Kempot  Jaket kulit
 bibir setengah sebagai aktor hitam
terbuka tunggal dalam
adegan ini, jadi
tidak terekam
ekspresi
proksemiknya

Adegan7.4
 mata terpejam Tangan kiri  Topi kupluk
 dahi berkerut memegang dada. (Didi Kempot  Jaket kulit
 bibir setengah sebagai aktor hitam
terbuka tunggal dalam  T-shirt hitam
adegan ini, jadi  Kalung
tidak terekam  Gelang
ekspresi
proksemiknya

Adegan7.5
Lagu8. Pingin Ngombe

Ekspresi Nonverbal
Potongan Adegan Kinesik
Fasial Gestural Postural Proksemik Artifaktual
 mata
menerawang (Didi Kempot
 dahi berkerut sebagai aktor
 bibir setengah tunggal dalam
terbuka adegan ini, jadi
tidak terekam
ekspresi
proksemiknya

Adegan8.1
 pandangan mata
sayu (Didi Kempot
 dahi berkerut sebagai aktor
 bibir mencebik tunggal dalam
adegan ini, jadi
tidak terekam
ekspresi
proksemiknya

Adegan8.2
 mata terpejam ibu jari tangan kiri  rambut diikat
 dahi berkerut menyentuh dahi (Didi Kempot  jaket kulit hitam
sebagai aktor  t-shirt hitam
tunggal dalam  kalung
adegan ini, jadi
tidak terekam
ekspresi
proksemiknya

Adegan8.3
Lagu9. Ikhlas

Ekspresi Nonverbal
Potongan Adegan Kinesik
Fasial Gestural Postural Proksemik Artifaktual
 mata  rambut diikat
menerawang (Didi Kempot  syal coklat
 dahi berkerut sebagai aktor  jaket kulit hitam
 bibir terbuka tunggal dalam
adegan ini, jadi
tidak terekam
ekspresi
proksemiknya

Adegan9.1
 mata terpejam tangan kanan  rambut diikat
 dahi berkerut menyentuh dada (Didi Kempot  syal coklat
 bibir terbuka sebagai aktor  jaket kulit hitam
tunggal dalam
adegan ini, jadi
tidak terekam
ekspresi
proksemiknya

Adegan9.2
 mata terpejam Tangan kiri  rambut digerai
 dahi berkerut menyentuh dada (Didi Kempot  kemeja
 bibir terbuka sebagai aktor shanghai hitam
tunggal dalam  syal coklat
adegan ini, jadi
tidak terekam
ekspresi
proksemiknya

Adegan9.3
Lagu10. Tangise Ati

Ekspresi Nonverbal
Potongan Adegan Kinesik
Fasial Gestural Postural Proksemik Artifaktual
 mata Kepala tengadah ke  rambut diikat
menerawang kanan atas (Didi Kempot  t-shirt putih
 dahi berkerut sebagai aktor  jaket jeans
 bibir terbuka tunggal dalam
adegan ini, jadi
tidak terekam
ekspresi
proksemiknya

Adegan10.1
 pandangan mata  rambut digerai
sayu (Didi Kempot  jaket kulit hitam
 dahi berkerut sebagai aktor
 bibir setengah tunggal dalam
terbuka adegan ini, jadi
tidak terekam
ekspresi
proksemiknya

Adegan10.2
 mata terpejam  rambut diikat
 dahi berkerut (Didi Kempot  kaos singlet
 bibir setengah sebagai aktor hitam
terbuka tunggal dalam
adegan ini, jadi
tidak terekam
ekspresi
proksemiknya

Adegan10.3
Ekspresi Nonverbal
Potongan Adegan Kinesik
Fasial Gestural Postural Proksemik Artifaktual
 mata terpejam Kepala menunduk (Didi Kempot  rambut digerai
 dahi berkerut sebagai aktor  jaket kulit hitam
 bibir terkatup tunggal dalam
 adegan ini, jadi
tidak terekam
ekspresi
proksemiknya

Adegan10.4
Badan  rambut diikat
membungkuk, (Didi Kempot  jaket kulit hitam
kepala telungkup sebagai aktor
pada kedua lengan. tunggal dalam
adegan ini, jadi
tidak terekam
ekspresi
proksemiknya

Adegan10.5
Lagu11. Lingso Tresno

Ekspresi Nonverbal
Potongan Adegan Kinesik
Fasial Gestural Postural Proksemik Artifaktual
 mata terpejam  rambut diikat
 dahi berkerut  jaket merah
 bibir setengah (Didi Kempot
terbuka sebagai aktor
tunggal dalam
adegan ini, jadi
tidak terekam
ekspresi
proksemiknya
Adegan11.1
 mata terpejam Tangan kiri Berdiri dengan  rambut diikat
 dahi berkerut menyentuh dada tangan kiri (Didi Kempot  t-shirt hitam
 bibir terbuka menyentuh dada sebagai aktor  kemeja hijau
tunggal dalam muda
adegan ini, jadi  celana panjang
tidak terekam hitam
ekspresi  sepatu hitam
proksemiknya

Adegan11.2
 mata  rambut diikat
menerawang  jaket merah
 dahi berkerut (Didi Kempot
 bibir setengah sebagai aktor
terbuka tunggal dalam
adegan ini, jadi
tidak terekam
ekspresi
proksemiknya
Adegan11.3
Ekspresi Nonverbal
Potongan Adegan Kinesik
Fasial Gestural Postural Proksemik Artifaktual
 mata terpejam Tangan kanan  rambut diikat
 dahi berkerut menyentuh dada (Didi Kempot  jaket merah
 bibir setengah sebagai aktor  cincin
terbuka tunggal dalam
adegan ini, jadi
tidak terekam
ekspresi
proksemiknya

Adegan11.4
Lagu12. Ilang Tresnane

Ekspresi Nonverbal
Potongan Adegan Kinesik
Fasial Gestural Postural Proksemik Artifaktual
 mata terpejam Tangan kanan  rambut diikat
 dahi berkerut menyentuh dada (Didi Kempot  jaket merah
 bibir setengah sebagai aktor  syal
terbuka tunggal dalam  celana panjang
adegan ini, jadi hitam
tidak terekam
ekspresi
proksemiknya

Adegan12.1
 mata terpejam  rambut diikat
 dahi berkerut (Didi Kempot  jaket hitam
 bibir mencebik sebagai aktor  t-shirt hitam
tunggal dalam
adegan ini, jadi
tidak terekam
ekspresi
proksemiknya
Adegan12.2
 mata terpejam Telunjuk kedua Duduk dengan lutut  rambut diikat
 dahi berkerut tangan menyentuh menyangga kedua (Didi Kempot  jaket hitam
dahi siku, telunjuk kedua sebagai aktor  t-shirt hitam
tangan menyentuh tunggal dalam
dahi. adegan ini, jadi
tidak terekam
ekspresi
proksemiknya

Adegan12.3
Lagu13. Aku Dudu Raja

Ekspresi Nonverbal
Potongan Adegan Kinesik
Fasial Gestural Postural Proksemik Artifaktual
 mata Kepala tangadah ke  rambut diikat
menerawang kanan atas (Didi Kempot  jaket putih
 dahi berkerut sebagai aktor
 bibir terbuka tunggal dalam
adegan ini, jadi
tidak terekam
ekspresi
proksemiknya

Adegan13.1
 pandangan mata Kedua tangan  rambut diikat
sayu menyentuh dada (Didi Kempot  jaket putih
 dahi berkerut sebagai aktor  t-shirt hitam
 bibir setengah tunggal dalam  kalung
terbuka adegan ini, jadi
tidak terekam
ekspresi
proksemiknya

Adegan13.2
 mata  rambut diikat
menerawang (Didi Kempot  jaket putih
 dahi berkerut sebagai aktor
 bibir setengah tunggal dalam
terbuka adegan ini, jadi
tidak terekam
ekspresi
proksemiknya

Adegan13.3
DAFTAR LAGU-LAGU
DALAM VCD DIDI KEMPOT
1. ALBUM EMAS DIDI KEMPOT

Produksi: Ciptasuara Sempurna (2002)

No. Judul Lagu Ciptaan


1. Tanjung Perak NN
2. Taman Jurug Anjarany
3. Bojo Loro A.Samsuri
4. Yen Ing Tawang Ana Lintang (PMP) Anjarany
5. Caping Gunung (PMP) Gesang
6. Iki Weke Sapa (PMP) Anjarany
7. Nyidam Sari (PMP) Anjarany
8. Lingsir Wengi Sukap Jiman
9. Kusumaning Ati Jujuk Eksa
10. Gethuk Manthous
11. Tanjung Mas Ninggal Janji L.Maryanto
12. Janda Baru S.Harsono

2. KOLEKSI EMAS DIDI KEMPOT

Produksi: IMC Duta Record (2004)

No. Judul Lagu Ciptaan


1. Ikhlas Didi Kempot
2. Sekonyong Koder Didi Kempot
3. Kuncung Didi Kempot
4. Stasiun Balapan Didi Kempot
5. Terminal Tirtonadi Didi Kempot & Ranto E Gudhel
6. Parangtritis Didi Kempot
7. Tangise Ati Mas Hadi & Siu HS
8. Wis Cukup Didi Kempot
9. No Didi Kempot
10. Nunut Ngiyup Didi Kempot
11. Lingsa Tresna Didi Kempot
12. Ilang Tresnane Didi Kempot

3. MEGATOP DIDI KEMPOT

Produksi: IMC Duta Record (2007)

No. Judul Lagu Ciptaan


1. Kere Munggah Bale Teguh Ribawanta
2. Nemu Rondo Didi Kempot
3. TKI Nagih Janji L.Maryanto & Didi Kempot
4. Sewu Kutha Arie Wibowo & Didi Kempot
5. Blebes Tawi Sasmita
6. Pokoke...Melu Didi Kempot
No. Judul Lagu Ciptaan
7. Seketan Ewu Didi Kempot
8. Kesetrum Tresna Didi Kempot
9. Ora Ganteng Didi Kempot
10. Modal Dengkul Didi Kempot

4. LAGU-LAGU SUKSES RAJA CAMPURSARI DIDI KEMPOT

Produksi: Selecta Prima Sentosa (2008)

No. Judul Lagu Ciptaan


1. Kopi Lampung Didi Kempot
2. Sentir Lengo Potro Didi Kempot
3. Kalung Emas Didi Kempot
4. Pingin Ngombe Didi Kempot
5. Ojo Sujono Didi Kempot
6. Jamu Jawa Yani RB & Hery Gempel
7. Aku Dudu Raja Didi Kempot
8. Bojo Gemati Didi Kempot
9. Pitik Kampung Didi Kempot
10. Stasiun Balapan Didi Kempot
11. Kopi Lampung Didi Kempot
12. Sentir Lego Potro Didi Kempot

5. ALBUM SUKSES DIDI KEMPOT

Produksi: Ciptasuara Sempurna (2008)

No. Judul Lagu Ciptaan


1. Sewu Kutha Arie Wibowo & Didi Kempot
2. Cinta Tak Terpisahkan Cak Diqin
3. Minggat Sony Joss
4. Ojo Sujono Didi Kempot
5. Slenco Cak Diqin
6. Nglamun Didi Kempot
7. Dudu Jodone Wiwien Ngesti
8. Dongane Uripku Didi Kempot
9. Stasiun Balapan Didi Kempot
10. Cucak Rawa NN

Anda mungkin juga menyukai