Anda di halaman 1dari 11

h M ah

lmi a
lI a
Jurnal IlmiahMahasiswa FISIP Unsyiah

sis
a
Jurn

wa
Volume 3, Nomor 1 :Februari 2018
www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP
FISIP

NILAI MORAL TOKOH ANAK DALAM

FILM HAFALAN SHALAT DELISA

Hikmah Muliadi, Dr. Hamdani M Syam, MA., Nur Anisah, M.Si.

Program Studi Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Syiah Kuala

Email: hikmahmuliady@gmail.com

ABSTRAK
“Analisis Semiotik Nilai Moral Anak Tokoh Delisa dalam film Hafalan Shalat
Delisa”. Latar belakang dari penelitian ini adalah adanya asumsi bahwa karya
film tidak hanya menjadi sebuah karya seni yang dapat menghibur saja, namun
dapat menjadi salah satu sarana untuk mendidik. Perkembangan dunia
mengarah kepada perkembangan dunia pendidikan untuk dapat lebih kreatif
dalam menggunakan dan memanfaatkan media pembelajaran. Permasalahan
nilai moral merupakan hal yang sangat penting untuk dibahas. Oleh karena itu,
film hafalan Shalat Delisa menjadi objek dalam penelitian ini. Hafalan Shalat
Delisa merupakan film drama Indonesia yang disutradarai oleh Sony
Gaokasak. Film ini menceritakan tentang seseorang anak kecil bernama Delisa
berusia 6 tahun yang ingin sekali menghafal bacaan shalat. Bencana Tsunami
datang dan membuat delisa harus kehilangan hafalannya. Selang beberapa saat
setelah bencana itu, Delisa bangkit dan kembali menghafalkan bacaan shalat.
Hal ini membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini. Penelitian ini
menganalisis tentang nilai moral anak yang ada dalam film Hafalan Shalat
Delisa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui moral anak yang
terkandung dalam film Hafalan Shalat Delisa. Penelitian ini menggunakan
metode dokumentasi dan teknik analisis model Roland Barthes, langkah-
langkahnya menemukan makna Denotasi dan Konotasi. Penelitian ini
menggunakan teori moral dasar bagi anak dari Pam Schiller dan Tamera
Bryant. Hasil dari penelitian ini adalah menemukan pesan moral anak yang
terdapat pada Delisa dalam film Hafalan Shalat Delisa ada 11, yaitu:
kepedulian dan empati, kerja sama, berani, keteguhan hati dan komitmen, suka
menolong, kejujuran dan integritas, mandiri dan percaya diri, loyalitas, rasa
bangga, banyak akal, dan sikap respek.
Kata Kunci: Analisis Semiotik, Nilai Moral, Roland Barthes, Pam Schiller dan
Tamera Bryant

Corresponding Author : hikmahmuliady@gmail.com


JIM FISIP Unsyiah: AGB, Vol. 3. №. 1, Februari 2018 : 159 – 170
h M ah
lmi a
lI a
Jurnal IlmiahMahasiswa FISIP Unsyiah

sis
a
Jurn

wa
Volume 3, Nomor 1 :Februari 2018
www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP
FISIP

ABSTRACT
"Semiotic Analysis of Moral Values of Children of Delisa in the film Hafalan
Salat Delisa". The background of this research is the assumption that the work
of the film is not only a work of art that can entertain only, but can be one
means to educate. The development of the world leads to the development of
the world of education to be more creative in using and utilizing learning
media. The issue of moral values is very important to discuss. Therefore, the
recitation film of Delilah Prayer became the object in this study. Hafalan Surat
Delisa is an Indonesian drama film directed by Sony Gaokasak. This film tells
about a little boy named Delisa 6 years old who wanted to memorize the
reading of prayer. Tsunami disaster came and made delisa had to lose her
memorization. After a few moments after the disaster, Delisa got up and went
back to memorizing the prayer readings. This makes the authors interested in
doing this research. This study analyzes the moral values of children in the film
Hafalan Shalat Delisa. The purpose of this study is to determine the moral of
children contained in the film Hafalan Shalat Delisa. This study uses the
method of documentation and analysis techniques of Roland Barthes model, the
steps to find the meaning Denotasi and Konotasi. This research uses the basic
moral theory for children from Pam Schiller and Tamera Bryant. The result of
this research is to find the moral message of children found in Delisa in Hafalan
Shalat Delisa movie, and there are 11 values, namely: caring and empathy,
cooperation, courage, courage and commitment, helpfulness, honesty and
integrity, self-reliance and self-confidence, loyalty, pride, resourcefulness, and
respect.
Keywords: Semiotic Analysis, Moral Value, Roland Barthes, Pam Schiller and
Tamera Bryant
PENDAHULUAN
Film merupakan salah satu media komunikasi massa dalam bentuk
audio visual yang sifatnya sangat kompleks. Film digunakan sebagai sarana
hiburan dan pendidikan dalam penyampaian suatu pesan. Film adalah karya
seni yang dihasilkan oleh kerjasama tim. Untuk membuat sebuah film
memerlukan skenario yang dibuat oleh penulis, para pemain berakting sesuai
dengan skenario, sutradara yang mengarahkan para pemain untuk berakting,
dan orang-orang lain yang membantu teknis pembuatan film yang disebut
“Kru Film”. Menurut peransi yang dikutip dari buku Seandainya Saya Kritikus
Film, kru film terdiri dari juru kamera, penata suara, penata artistik, penata

NILAI MORAL TOKOH ANAK DALAM FILM HAFALAN SHALAT DELISA


(Hikmah Muliadi, Dr. Hamdani M Syam, M.A., Nur Anisah, M. Si.)
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah,
Vol. 3. №. 1. Februari 2018 : 159 – 170
h M ah
lmi a
lI a
Jurnal IlmiahMahasiswa FISIP Unsyiah

sis
a
Jurn

wa
Volume 3, Nomor 1 :Februari 2018
www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP
FISIP

cahaya, editor, pengatur musik hingga pencatat skrip (Ade Irwansyah, 2009:
16).
Film menjadi sebuah karya estetika sekaligus sebagai alat informasi
yang bisa menjadi alat penghibur, alat propaganda, juga alat politik. Ia dapat
menjadi sarana rekreasi dan edukasi. Di sisi lain dapat pula berperan sebagai
penyebarluasan nilai-nilai budaya baru (Akhlis Suryapati, 2010: 26).
Sebelumnya film merupakan salah satu bentuk media massa yang dipandang
mampu memenuhi permintaan dan selera masyarakat akan hiburan dikala
penat menghadapi aktifitas hidup sehari-hari (Denis McQuail, 2005: 13). Sejak
itu pertunjukan film telah menjadi saluran pelarian alias “eskapisme” dari
masyarakat yang lelah bekerja, terutama daerah perkotaan. Pada
perkembangan selanjutnya, film mulai beralih fungsi tidak hanya untuk
memenuhi kebutuhan akan hiburan masyarakat tetapi juga menjadi wahana
penerangan, edukasi dan transformasi (Aep Kusmawan, 2004: 94).
Pada era 1980-an perfilman Indonesia sempat menguasai bioskop-
bioskop lokal. Pada saat itu Festival Film Indonesia atau yang disingkat FFI
diadakan khusus untuk memberikan penghargaan untuk insane film Indonesia.
Namun karena suatu hal, perfilman Indonesia mengalami kemerosotan pada
tahun 1990-an. Perfilman Indonesia sudah tidak mampu menguasai lagi negeri
sendiri, melainkan film-film Hollywood yang merebut posisi tersebut. Hal
tersebut berlangsung hingga 2000-an. Munculnya film Pertualangan Sherina
merupakan awal dari bangkitnya kembali perfilman Indonesia. Semenjak itu,
perfilman Indonesia telah bangun dari tidurnya, film-film lain dengan segmen
yang berbeda-beda juga sukses secara komersil. Perkembangan film Indonesia
saat ini telah banyak mengalami kemanjuan dalam segala bidang. Baik dari segi
cerita, karakteristik pemain, teknik pengambilan gambar bahkan sampai
penggunaan efek dan sarana pendukung lainnya.
Berdasarkan pada pencapaiannya yang menggambarkan realitas, film
dapat memberikan imbas secara emosional dan popularitas. Film mempunyai
pengaruh besar terhadap jiwa penikmatnya, sehubungan dengan ilmu jiwa
sosial terdapat gejala apa yang disebut identifikasi psikologis. Kekuatan dan
kemampuan sebuah film menjangkau banyak segmen sosial membuat film
memiliki potensi untuk mempengaruhi khalayak. Film merupakan dokumen
kehidupan sosial sebuah komunitas yang mewakili realitas kelompok
masyarakat. Baik realitas bentuk imajinasi ataupun realitas dalam arti
sebenarnya. Perkembangan film begitu cepat dan tidak terprediksi, membuat
film kini disadari sebagai fenomena budaya yang progresif.
NILAI MORAL TOKOH ANAK DALAM FILM HAFALAN SHALAT DELISA
(Hikmah Muliadi, Dr. Hamdani M Syam, M.A., Nur Anisah, M. Si.)
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah,
Vol. 3. №. 1. Februari 2018 : 159 – 170
h M ah
lmi a
lI a
Jurnal IlmiahMahasiswa FISIP Unsyiah

sis
a
Jurn

wa
Volume 3, Nomor 1 :Februari 2018
www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP
FISIP

Film memiliki kode tersendiri untuk usia penontonnya. Ada film


khusus dewasa, remaja, anak-anak, atau bimbingan orang tua. Namun tidak
jarang anak justru menonton film-film dewasa. Bahkan film porno juga tidak
luput dari pandangan anak-anak. Sehingga mereka menjadi tidak bermoral dan
bertingkah laku seperti orang dewasa. Film Hafalan Shalat Delisa hadir dengan
harapan yang sangat besar ingin menyampaikan pesan moral yang terkandung
dalam film tersebut. Sony Gaokasak bersama tim produksi berusaha keras
untuk menghasilkan sebuah karya yang mampu menyita perhatian masyarakat
Indonesia, sehingga film tersebut mampu memasuki pasar dan menyampaikan
pesan-pesan yang baik.
Hafalan Shalat Delisa merupakan film drama Indonesia yang dirilis
pada 22 Desember 2011 berdurasi 102 menit. Film ini diproduksi oleh PT
Kharisma Starvision Plus yang yang disutradarai oleh Sony Gaokasak. Film ini
diangkat dari novel laris karya Tere Liye dengan judul yang sama. Film ini
menceritakan tentang seorang gadis belia bernama Delisa berusia 6 tahun,
tinggal bersama ibunya yang ia panggil Ummi serta ketiga kakaknya, Cut
Fatimah (15 tahun) dan si kembar Cut Aisyah dan Cut Zahra (12 tahun). Ayah
mereka Abi Usman bekerja di kapal tanker dan pulang setiap tiga bulan sekali.
Ia ingin sekali menghafal bacaan shalat, disamping untuk ujian sekolahnya, ia
juga akan mendapatkan kalung emas dari Ummi.
Pagi 26 Desember 2004 Delisa sedang di muka kelas untuk ujian
hafalan shalat. Ummi menunggu di luar kelas. Tiba di penghujung kalimat
hafalan shalatnya, tsunami datang. Ujung air menghantam tembok sekolah. Ibu
guru Nur berteriak panik. Tubuh Delisa terpelanting. Delisa megap-megap.
Enam hari kemudian, Prajurit Smith dari Amerika Serikat menemukan
Delisa tersangkut semak belukar berbunga putih empat kilometer dari
sekolahnya. Dengan seluruh tubuh penuh luka, kaki koyak bernanah,
kelaparan, kepanasan, kedinginan, Delisa tidak sadarkan diri. Segera ia
diterbangkan dengan helikopter menuju Kapal Induk John F Kennedy.
Ia tidak tahu bahwa umminya hilang entah kemana. Kedua kakak
kembarnya ditemukan mati berpelukan. Kakak tertuanya dikubur tiga hari
setelah bencana. Rumahnya rata dengan tanah. Lapangan bola tempat ia biasa
bermain rata. Sekolahnya hanya tinggal pondasi tiang bendera. Ayahnya masih
jauh di tengah lautan Kanada. Ia benar-benar sendirian. Bencana Tsunami
datang dan membuat Delisa harus kehilangan hafalannya. Selang beberapa saat
setelah bencana itu, Delisa bangkit dan kembali menghafal bacaan shalat
(www.filmindonesia.or.id, akses 11 Desember 2015).
NILAI MORAL TOKOH ANAK DALAM FILM HAFALAN SHALAT DELISA
(Hikmah Muliadi, Dr. Hamdani M Syam, M.A., Nur Anisah, M. Si.)
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah,
Vol. 3. №. 1. Februari 2018 : 159 – 170
h M ah
lmi a
lI a
Jurnal IlmiahMahasiswa FISIP Unsyiah

sis
a
Jurn

wa
Volume 3, Nomor 1 :Februari 2018
www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP
FISIP

Film Hafalan Shalat Delisa memang tergolong lebih sedikit


penontonnya dibandingkan dengan film-film bergenre anak-anak seperti;
Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Garuda di Dadaku, Surat Kecil untuk Tuhan
dan Negeri 5 Menara. Berdasarkan data penonton, film Laskar Pelangi pada
tahun 2008 ditonton oleh 4.606.785 penonton, film Sang Pemimpi pada tahun
2009 ditonton oleh 1.742.242 penonton, film Garuda di Dadaku pada tahun 2009
ditonton oleh 1.371.131 penonton, film Surat Kecil untuk Tuhan pada tahun
2011 ditonton oleh 748.842 penonton dan film Negeri 5 Menara pada tahun 2012
ditonton oleh 765.425 penonton, sedangkan Film Hafalan Shalat Delisa ditonton
oleh 631.997 penonton sampai 23 Januari 2012 (www.filmindonesia.or.id, akses
23 Agustus 2015). Jumlah penonton Film Hafalan Shalat Delisa tergolong
sedikit namun penjualan Novel Hafalan Shalat Delisa menjadi Best Seller pada
tahun 2012 sehingga peneliti menarik menjadikan Film Hafalan Shalat Delisa
sebagai objek dalam penelitian ini. Film ini banyak membawa pesan-pesan
yang mengandung makna yang sangat dalam kepada penonton salah satunya
tentang moral anak.
Penelitian ini terfokus pada nilai moral anak yang terdapat dalam diri
anak. Anak yang dimaksud adalah Delisa (tokoh utama dalam film tersebut).
Moral yang diteliti merupakan moral anak, meliputi ajaran kesusilaan, budi
pekerti baik, adat sopan santun yang ada pada anak (Delisa) dalam film
Hafalan Shalat Delisa.
TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian ini menggunakan teori Semiotika Roland Barthes. Dalam
teorinya Barthes mengembangkan semiotika menjadi 2 tingkatan pertandaan,
yaitu tingkat denotasi dan konotasi. Kata konotasi berasal dari bahasa
latinconnotare, “menjadi makna” dan mengarah pada tanda-tanda kultural yang
terpisah/ bebeda dengan kata (dan bentuk-bentuk lain dari komunikasi). Kata
melibatkan simbol-simbol, historis dan hal-hal yang berhubungan dengan
emosional.
Ia berpendapat bahasa adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan
asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu (Sobur,
2013:63)
Dalam buku elemen-elemen semiologi Roland Barthes mengelompokkan
empat konsep utama dalam semiologi. (i) bahasa dan tuturan, (ii) penanda dan
Petanda, (iii) sintagma dan sistem, (iv) denotasi dan konotasi.

NILAI MORAL TOKOH ANAK DALAM FILM HAFALAN SHALAT DELISA


(Hikmah Muliadi, Dr. Hamdani M Syam, M.A., Nur Anisah, M. Si.)
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah,
Vol. 3. №. 1. Februari 2018 : 159 – 170
h M ah
lmi a
lI a
Jurnal IlmiahMahasiswa FISIP Unsyiah

sis
a
Jurn

wa
Volume 3, Nomor 1 :Februari 2018
www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP
FISIP

Lebih lanjut Ia menjelaskan Bahasa (launge) adalah bahasa minus


tuturan: launge sekaligus merupakan institusi sosial dan sistem nilai. Launge
merupakan dimensi sosial bahasa dan tak ada orang yang dapat mengubah
atau menciptakan kondisi ini; pada dasarnya, launge adalah perjanjian bersama
yang mutlak diterima jika orang ingin berkomunikasi.
M. Antonius Birowo (2004: 56) dalam buku metode penelitian denotasi
mengatakan Two order of significantion (signifikasi dua tahap atau dua tatanan)
Barthes terdiri dari first order of signification yaitu denotasi, dan second order of
signification yaitu konotasi. Tatanan yang pertama mencakup penanda dan
petanda yang berbentuk tanda. Tanda inilah yang disebut makna denotasi.
Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan
antara tanda dan rujukannya pada realitas, yang menghasilkan makna eksplisit,
langsung, dan pasti. Sedangkan konotasi adalah tingkat pertandaan yang
menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, yang di dalamnya
beroperasi makna yang bersifat emplisit dan tersembunyi (Tommy Cristomy,
2004: 94).
1. Signifier (penanda) 2. Signified (petanda)
Denotative Sign (tanda denotatif)
3. ConnotativeSignifier (penanda 4. Connotative Signified (petanda
konotatif) konotatif)
Connotative Sign (tanda konotatif)
Sumber: Alex Sobur, 2006, Semiotika Komunikasi, hal. 69.
Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda konotatif (3) terdiri atas
penanda (1) dan petanda (3). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda
denotative tidak sekadar memiliki makna tambahan namun juga mengandung
kedua bagian tanda denotative yang melandasi keberadaannya.
Dalam pengertian umum, denotasi biasanya dimengerti sebagai makna
harfiah, makna yang “sesungguhnya”, bahkan kadang kala dirancukan dengan
referensi atau acuan. Konotasi dan denotasi sering dijelaskan dalam istilah
tingkatan representasi atau tingkatan mana. Secara ringkas, denotasi dan
konotasi dapat dijelaskan sebagai berikut (M. Antonius Birowo, 2004: 57):
Denotasi adalah interaksi antara signifier dan signified dalam sign, antara
sign dengan referent (object) dalam realitas eksternal.Konotasi adalah interaksi
yang muncul ketika sign bertemu dengan perasaan atau emosi
pembaca/pengguna dan lain-lain budaya mereka. Makna menjadi subjektif atau
intersubjektif. Tanda lebih terbuka dalam penafsirannya pada konotasi daripada
denotasi.
NILAI MORAL TOKOH ANAK DALAM FILM HAFALAN SHALAT DELISA
(Hikmah Muliadi, Dr. Hamdani M Syam, M.A., Nur Anisah, M. Si.)
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah,
Vol. 3. №. 1. Februari 2018 : 159 – 170
h M ah
lmi a
lI a
Jurnal IlmiahMahasiswa FISIP Unsyiah

sis
a
Jurn

wa
Volume 3, Nomor 1 :Februari 2018
www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP
FISIP

Dalam hal ini denotasi justru lebih diasosiasikan dengan ketertutupan


makna dan, dengan demikian, sensor atau represi politis. Sedangkan konotasi
identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai “mitos”, dan
berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai
dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu.
Mitos (mythes) adalah suatu jenis tuturan (a type of speech, sesuatu yang
hampir mirip dengan “representasi kolektif” di dalam sosiolgi Durkheim
(Sobur, 2013:224). Barthes mengartikan mitos sebagai “cara berpiki kebudayaan
tentang sesuatu, sebuah cara mengkoseptualisasikan atau memahami sesuatu
hal. Barthes menyebut mitos sebagai rangkaian konsep yang berkaitan (Sobur,
2013:224).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan Kualitatif dengan
menggunakan teknik analisis semiotik. Bogdan & Taylor (1975) mengatakan
bahwa metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang meghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang teramati (Moleong, 1991).
Metode penelitian kualitatif lebih banyak dipakai untuk meneliti
dokumen yang berupa teks, gambar, symbol dan sebagainya untuk memahami
budaya dari suatu konteks sosial tertentu. Metodologi analisis yang interaktif
dan lebih secara konseptual tertentu. Metode kualitatif ini, merujuk pada
metode analisis dokumen untuk menanamkan, mengidentifikasi, mengolah
dan menganalisis dokumen untuk memahami makna/signifikasi.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan
menggunakan metode semiotik dalam menganalisis data. Semiotik adalah
suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda (Alex Sobur, 2004: 15).
Dengan menggunakan metode semiotik, peneliti berusaha menggali realitas
yang didapatkan melalui interpretasi simbol-simbol dan tanda-tanda yang
menyampaikan nilai moral anak tokoh Delisa dalam film Hafalan Shalat Delisa.
Secara khusus peneliti menggunakan metode penelitian analasis
semiotik yang dikemukakan oleh Roland Barthes, untuk menginterpretasikan
atau memaknai simbol dan gambar yang menampilkan tentang nilai moral
anak tokoh Delisa dalam film Hafalan Shalat Delisa.
Objek penelitian adalah masalah yang akan diteliti atau yang akan
dijadikan objek penelitian (Tatang M. Arifin, 1995: 15). Dalam penelitian ini,

NILAI MORAL TOKOH ANAK DALAM FILM HAFALAN SHALAT DELISA


(Hikmah Muliadi, Dr. Hamdani M Syam, M.A., Nur Anisah, M. Si.)
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah,
Vol. 3. №. 1. Februari 2018 : 159 – 170
h M ah
lmi a
lI a
Jurnal IlmiahMahasiswa FISIP Unsyiah

sis
a
Jurn

wa
Volume 3, Nomor 1 :Februari 2018
www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP
FISIP

yang menjadi objek penelitian adalah film Hafalan Shalat Delisa karya Sony
Gaokasak yang diproduksi oleh PT Kharisma Starvision Plus.
Unit analisis menurut Sujoko S Efferin (2004: 55) yaitu merupakan satuan
terkecil dari objek penelitian yang diinginkan oleh peneliti sebagai klasifikasi
pengumpulan data. Unit analisis penelitian moral anak tokoh Delisa dalam film
Hafalan Shalat Delisa adalah unit produksi dari setiap plot atau scene dari film
ini yang menyampaikan pesan moral anak tokoh Delisa, konteks unit analisis
tetap berkaitan dengan rumusan masalah yang diteliti.
Dalam penelitian ini melakukan teknik pengumpulan data dengan cara
observasi. Observasi adalah melakukan pengamatan langsung untuk
memperoleh informasi (Ardial, 2014: 367). Peneliti mengadakan pengamatan
langsung melalui media yang bersangkutan. Dalam hal ini, melakukan
pengamatan langsung dengan cara menonton film Hafalan Shalat Delisa dan
memperdalam setiap scene yang mengandung nilai moral dasar anak.
Analisis data merupakan upaya mencari data dan menata secara
sistematis catatan hasil pengumpulan data untuk meningkatkan pemahaman
terhadap objek yang sedang diteliti. Dalam menganalisis data yang telah
dikumpulkan, penulis menggunakan jenis pendekatan kualitatif dengan
analisis semiotik. Teknik analisis yang digunakan adalah semiotik Roland
Barthes. Studi semiotik mengambil fokus penelitian pada seputar tanda. Tanda
atau lambang yang diteliti dalam penelitian ini adalah kalimat (ucapan lisan),
gesture, dan ekspresi wajah.
Peneliti akan melakukan analisis data dengan cara menonton film
Hafalan Shalat Delisa. Sebelum diolah, data yang terkumpul perlu diseleksi dan
diklarifikasi terlebih dahulu atas dasar realibilitasnya (Alamsyah Taher, 2009:
74). Data yang rendah realibilitasnya akan digugurkan atau dilengkapi dengan
substitusi. Setelah terklarifikasi, dilakukan pengolahan data atau analisis data
dengan menggunakan teknik analisis semiotika Roland Barthes, sehingga
merupakan suatu informasi yang siap untuk dievaluasi dan diinterpretasi.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Setelah melihat analisis yang peneliti lakukan tentang moral dasar anak
tokoh Delisa dalam film Hafalan Shalat Delisa. Jelas bagaimana film ini
menyiratkan nilai pendidikan dalam film, banyak hal yang terkait pesan film
dapat diaplikasikan dalam kehidupan. Kehidupan yang digambarkan dalam
film dari tokoh Delisa anak korban bencana alam tsunami yang sangat gigih
dalam berjuang untuk mendapatkan sesuatu yang ia inginkan. Kegigihan

NILAI MORAL TOKOH ANAK DALAM FILM HAFALAN SHALAT DELISA


(Hikmah Muliadi, Dr. Hamdani M Syam, M.A., Nur Anisah, M. Si.)
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah,
Vol. 3. №. 1. Februari 2018 : 159 – 170
h M ah
lmi a
lI a
Jurnal IlmiahMahasiswa FISIP Unsyiah

sis
a
Jurn

wa
Volume 3, Nomor 1 :Februari 2018
www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP
FISIP

seorang tokoh Delisa tidak terlepas dari dukungan seorang ummi, abi, saudara
kandungnya dan semua yang ada disekitarnya. Delisa tetap semangat dalam
menjalani kehidupan sehari-hari meski hanya berdua dengan abinya.
Abi adalah sosok ayah yang sangat menjaga Delisa dan mendidik Delisa
agar dapat mengikhlaskan segala sesuatu yang pernah terjadi kepada dirinya.
Delisa terus dapat dukungan dari abinya dan ustadz Rahman. Ustadz Rahman
adalah guru Delisa yang sangat sayang kepadanya. Sampai suatu hari ketika
bencana tsunami melanda Aceh, ustadz Rahman mencari Delisa diantara
puing-puing reruntuhan dan di berbagai rumah sakit yang menampung
korban bencana tsunami. Pada akhirnya ustadz Rahman berjumpa dengan
Delisa, namun kondisi Delisa tidak seperti dulu, Delisa harus kehilangan satu
kakinya karena terkena reruntuhan saat tsunami.
Dengan menggunakan teori Roland Barthes dan konsep 16 nilai moral
dasar anak menurut Paschiller dan Tamera Bryant peneliti menemukan 11
(sebelas) nilai moral dasar anak tokoh Delisa dalam film Hafalan Shalat Delisa,
antara lain; Pertama, Kepedulian dan Empati, Delisa menghibur Tiur dengan
cara membagikan kebahagiannya agar Tiur juga merasakan punya ayah seperti
dirinya. Kedua, Kerja Sama, teman-teman Delisa kehilangan sandal saat pulang
pengajian, kemudian Delisa bekerjasama untuk mencari sandal-sandal yang
hilang. Ketiga, Berani, yaitu berani dalam mengutarakan ketidakpahamannya
kepada apa yang disampaikan oleh ustad Rahman. Keempat, Keteguhan Hati
dan Komitmen, delisa selektif memilih pekerjaan mana yang harus ia lakukan
terlebih dahulu dan tetap menyelesaikan sampai selesai. Kelima, Suka
Menolong, Delisa membantu teman-temannya yang sedang kesusahan dalam
menyelesaikan masalahnya. Keenam, Kejujuran dan Integritas, Delisa
menumbuhkan inspirasi bagi Umam untuk melakukan hal yang sama. Ketujuh,
Mandiri dan Percaya Diri, Delisa memilih belajar sepeda sendiri bersama Tiur,
tidak harus menunggu abinya yang mengajarkan. Kedelapan, Loyalitas, Delisa
telah menepati janjinya kepada ummi untuk bisa menghafal bacaan shalat
sampai benar. Kesembilan, Rasa Bangga, Delisa bangga dapat menyelesaikan
tugasnya dengan baik dan sesuai dengan harapan. Kesepuluh, Banyak Akal,
Delisa tetap membaca doa sebelum tidur walaupun menggunakan bahasa
Indonesia. Kesebelas, Respek, Delisa telah bersikap sopan kepada gurunya
dengan menjabat dan mencium tangan gurunya. Kesebelas hasil penelitian ini
kemudian peneliti rangkum dalam sebuah karya ilmiah. Penelitian ini dapat
menjadi pedoman kepada orang tua untuk memilih film yang baik untuk
ditonton agar terbentuk moral yang baik bagi anak. Mengingat sangat banyak
NILAI MORAL TOKOH ANAK DALAM FILM HAFALAN SHALAT DELISA
(Hikmah Muliadi, Dr. Hamdani M Syam, M.A., Nur Anisah, M. Si.)
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah,
Vol. 3. №. 1. Februari 2018 : 159 – 170
h M ah
lmi a
lI a
Jurnal IlmiahMahasiswa FISIP Unsyiah

sis
a
Jurn

wa
Volume 3, Nomor 1 :Februari 2018
www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP
FISIP

film maupun serial tv yang kurang mendidik dan tidak mengandung


pendidikan moral yang baik.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian dalam skripsi ini, maka pesan moral anak
dalam film Hafalan Sholat Delisa, meliputi:
1. Kepedulian dan empati yaitu kemampuan Delisa menanggapi
perasaan, pikiran dan pengalaman orang lain.
2. Kerja sama yaitu Delisa bersedia menggabungkan tenaganya
dengan tenaga orang lain (temannya) untuk mencapai tujuan
bersama.
3. Berani yaitu Delisa bisa menangani kesulitan dan berani
menghadapi bahaya.
4. Keteguhan hati dan komitmen yaitu Delisa mempertahankan
keinginannya untuk menghafal bacaan sholat.
5. Suka menolong yaitu Delisa membantu teman – temannya.
6. Kejujuran dan integritas yaitu Delisa berbicara apa adanya dan
tidak berbohong.
7. Mandiri dan percaya diri yaitu Delisa yang berusaha memenuhi
kebutuhannya sendiri.
8. Loyalitas yaitu Delisa yang setia kepada komitmen untuk terus
menghafal bacaan sholat.
9. Rasa bangga yaitu perasaan senang Delisa saat menyelesaikan
tugasnya.
10. Banyak akal yaitu kemampuan Delisa mengatasi kesukarannya.
11. Sikap respek yaitu Delisa menghormati seseorang.
SARAN
Setelah peneliti melakukan penelitian dan analisis mendalam terhadap
film Hafalan Shalat Delisa yang mengandung pesan moral anak. Maka penulis
dapat memberikan beberapa saran yang mudah-mudahan dapat bermanfaat
bagi semua pihak yang ingin mendalami pesan moral anak dalam Film. Saran-
sarannya adalah sebagai berikut:
Kepada pihak pembuat film khususnya film untuk anak-anak,
hendaknya membuat film yang lebih banyak mengandung pesan moral anak.
Mengingat banyaknya film anak-anak saat ini yang diselipkan adegan-adegan
dewasa, yang sebenarnya tidak pantas ditonton oleh anak-anak. Sehingga
selain akan menghibur film juga dapat mendidik pemirsanya.
NILAI MORAL TOKOH ANAK DALAM FILM HAFALAN SHALAT DELISA
(Hikmah Muliadi, Dr. Hamdani M Syam, M.A., Nur Anisah, M. Si.)
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah,
Vol. 3. №. 1. Februari 2018 : 159 – 170
h M ah
lmi a
lI a
Jurnal IlmiahMahasiswa FISIP Unsyiah

sis
a
Jurn

wa
Volume 3, Nomor 1 :Februari 2018
www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP
FISIP

Kepada masyarakat diharapkan dapat bersikap kritis dan selektif


terhadap berbagai tayangan hiburan, agar dapat mengambil manfaat dari film
yang ditonton. Kepada para orang tua hendaknya mendampingi anaknya
dalam menonton film ataupun tayangan televisi. Kepada para anak hendaknya
mencontoh perilaku moral yang baik yang terdapat atau ditampilkan dalam
film tersebut, dan jangan mencontoh perilaku yang buruk.
Kepada akademisi yang berminat melakukan penelitian pada topik
kajian yang sama, hendaknya lebih menekankan penelitian pada aspek
penelitian khalayak tentang bagaimana mereka menerima dan menyikapi film
khususnya film untuk anak-anak.
DAFTAR PUSTAKA
Sobur, Alex. 2001, Analisis Teks Media Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana,
Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
--------------. 2013. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Irawansyah, Ade. 2009, Seandainya Saya Kritikus Film, Yogyakarta: CV
Homerian Pustaka. Hal 16.
McQuail, Denis. 2005, Teori Komunikasi Massa, Jakarta: Erlangga. Hal. 13.
Barthes, Roland. 2012, Elemen – Elemen Semiologi, Yogyakarta: Jalasutra.
------------------. 2009, Mitologi, Jogyakarta: Kreasi Wacana.
Wibowo, Indiwan Seto Wahyu. 2013, Semiotika Komunikasi, Jakarta: Mitra
Wacana Media.
Konfiden, Film Indonesia-Data Penonton akses Jumat, 3 Juli 2015 pukul 11.29
WIB – http://filmindonesia.or.id/movie/viewer.
Komisi Penyiaran Indonesia. 2013. Undang-Undang No.8 Tahun 1992 tentang
Perfilman.http://www.kpi.go.id/download/regulasi/UU%20No.%208%
20Tahun%201992%20tentang%20Perfilman.pdf. Diakses: 29 Maret
2015.

NILAI MORAL TOKOH ANAK DALAM FILM HAFALAN SHALAT DELISA


(Hikmah Muliadi, Dr. Hamdani M Syam, M.A., Nur Anisah, M. Si.)
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah,
Vol. 3. №. 1. Februari 2018 : 159 – 170

Anda mungkin juga menyukai