Anda di halaman 1dari 11

REPRESENTASI TOXIC RELATIONSHIP PADA VIDEO KLIP

(Analisis Semiotika John Fiske dalam Video Klip Lagu “Lathi” Oleh Weird Genius)
Ujian Akhir Semester Metode Peneliian Komunikasi Kualitatif

Ismi Novitasari Umafagur


18/424650/SP/28198
isminovitasari@mail.ugm.ac.id

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu elemen yang berperan penting dalam membangun suatu komunikasi adalah
gambar bergerak atau video. Bentuknya yang berupa audio visual, membuat komunikasi
menjadi lebih mudah disampaikan dan diterima. Hal tersebut sesuai dengan model
komunikasi linear yang ditawarkan oleh Harold Lasswell yaitu who, says what, in which
channel, to whom, with what effect. Seorang musisi membuat video klip musik untuk para
penikmatnya dengan tujuan memberikan makna tertentu dibenak penonton. Era yang serba
modern, diikuti dengan perkembangan multimedia yang pesat pula membuat video klip
menjadi lebih bervariatif, baik dari segi editing maupun konsep yang diusung. Video klip
pada era awal 2000an dengan era sekarang memiliki perbedaan pada aspek visual, konsep
dan cara penyampaian pesan. Sebagai salah satu produk komunikasi massa, video klip dinilai
cukup efektif untuk menjalankan fungsi sebagai penyampai pesan [ CITATION Kar19 \l 1033 ].
Video klip awal 2000 an cenderung lebih eksplisit, sehingga pesan yang disampaikan lebih
mudah dicerna oleh penonton. Sedangkan video klip sekarang lebih cenderung implisit,
sehingga perlu ditelaah dan dicerna lebih dalam untuk dapat memahami maksud dari video
tersebut.

Weird Genius merupakan grup musik yang beranggotakan tiga orang, yaitu Reza Arap,
Eka Gustiwana, dan Gerald Liu. Dilansir dari Kompas.com (2017), bahwa grup musik ini
berfokus pada musik elektro (EDM) yang dipadukan dengan musik lokal atau tradisional,
karena grup ini memiliki visi membawa nama Indonesia hingga ke kancah internasional.
Benar saja, Weird Genius berhasil mewakili Indonesia di Thailand untuk acara Viral Fest
Asia 2017. Pada 28 Februari 2020 lalu, grup yang beranggotakan tiga orang ini telah
mengeluarkan single baru yang berjudul “Lathi” dan sekitar sebulan setelahnya Weird Genius
resmi merilis Video Klip “Lathi” di Youtube. Weird Genius tak sendiri dalam menggarap
lagu ini, mereka menggandeng penyanyi dari Surabaya, Sara Fajira, untuk turut serta dalam
single Lathi. Lathi sendiri dalam bahasa Jawa berarti lidah, terdapat pepatah Jawa dalam lirik
lagu ini yaitu ajining diri ono ing lathi. Pepatah tersebut memiliki arti bahwa harga diri atau
kehormatan seseorang terlihat dari tutur kata atau cara bicaranya. Lagu ini menceritakan
tentang hubungan dua insan manusia yang tidak sehat atau biasa disebut dengan toxic
relationship. Pada hubungan tersebut dipenuhi dengan kebohongan dan ego yang
mengatasnamakan “cinta”, namun justru hal tersebut menjadi bumerang terhadap hubungan
itu sendiri.

Sejak tanggal rilisnya, video klip Lathi cukup menyita perhatian banyak orang. Konsep
dan visualisasi yang disajikan pada video klip ini memiliki keunikan. Tak heran apabila
viewers video klip Lathi mencapai lebih dari 12 juta. Secara garis besar, video ini
menceritakan permasalahan-permasalahan dalam suatu hubungan sevasang kekasih. Alur
video ini dimulai dengan wanita yang berdiri sendiri, kemudian datang seorang laki-laki yang
mengubah hidupnya. Namun, perubahan tersebut tak membuat sang wanita merasa nyaman,
hingga wanita ini melakukan perlawanan terhadap sang laki-laki. Substansi pada video ini
menyimpan banyak makna pada setiap elemen yang disajikan. Sehingga, tak sedikit Youtuber
yang melakukan review atau reaction terhadap video klip ini. Salah satu reaction yang
dilakukan oleh pemilik channel Crown Family, usai melihat video Lathi ia mengatakan “I
don’t know what I just watched”. Hal tersebut menunjukkan bahwa memang terdapat makna-
makna tersembunyi dalam video klip Lathi yang dapat menjelaskan keseluruhan cerita.

Video klip dari lagu yang bercerita tentang hubungan sepasang kekasih ini memiliki
tanda serta simbol yang tersembunyi. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui bagaimana
toxic relationship direpresentasikan melalui simbol dan tanda dalam video klip Lathi. Untuk
dapat memahami tanda dan simbol dalam video ini, peneliti menggunakan analisis semiotika
oleh John Fiske. Melalui analisis semiotika miliki John Fiske, peneliti dapat mengetahui tiga
kode sosial terkait toxic relationship dalam video klip Lathi, antara lain level realitas, level
representasi dan ideologi.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka rumusan masalah dari
penelitian ini adalah bagaimana representasi toxic relationship dalam video klip Lathi dengan
menggunakan analisis semiotika milik John Fiske.
KERANGKA PEMIKIRAN

1. Penelitian Terdahulu
Pada bagian ini peneliti akan mengulas terkait penelitian yang berhubungan dengan
analisis semiotika. Hal ini dilakukan untuk melengkapi referensi teori serta konsep yang
diterapkan dalam penelitian ini.
Penelitian terdahulu yang pertama dilakukan oleh Glory Natha di Universitas Kristen
Petra Surabaya pada tahun 2017. Judul dari penelitian ini adalah Representasi Stereotipe
Perempuan dan Budaya Patriarki dalam Video Klip Meghan Trainor “All About That Bass”.
Pada penelitian ini dijelaskan bagaimana tanda-tanda dalam video klip yang
merepresentasikan perempuan dan makna patriarki menggunakan metode analisis semiotika
milik Roland Barthes. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif interpretatif, hal ini
dimaksudkan agar dapat menemukan makna dari pesan nonverbal. Proses penganalisisan data
dilakukan dengan memilah-milah adegan yang bermakna perempuan yang mengacu pada
level realitas, level representasi, dan level ideologi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa dalam video klip All About That Bass masih berkutat pada stereotipe terhadap
perempuan, budaya patriarki dan gender role pada masyarakat. Hal tersebut dibuktikan
dengan pemilihan warna background, pakaian, serta aksesoris yang digunakan.
Kemudian penelitian terdahulu yang kedua dilakukan oleh Kartika Puspa Rini dan Nurul
Fauziyah di Universitas Bhayangkara Jakarta Raya pada tahun 2019. Penelitian ini berjudul
Feminisme dalam Video Klip Blackpink: Analisis Semiotika John Fiske dalam Video Klip
Blackpink “DDU-DU-DDU-DU”. Pada penelitian ini dijelaskan mengenai bagaimana
representasi feminis dalam video klip Blackpink DDU-DU-DDU-DU melalui level realitas,
representasi dan ideologi miliki John Fiske. Penelitian ini menggunakan paradigma kritis
dengan pendekatan kualitatif, hal tersebut dilakukan agar dapat mengupas tuntas makna-
makna dalam video klip. Penelitian ini menggunakan beberapa teknik pengumpulan, antara
lain observasi dengan cara mengamati secara teliti terhadap substansi video klip, studi
pustaka, dan wawancara dengan Komisioner Komnas Perempuan Indonesia. Teknis analisis
data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis konten, naratif, dan dokumentasi.
Hasil dari penelitian ini berdasar pada tiga level, antara lain: (1) Level realitas
memperlihatkan bahwa kode penampilan, kostum, serta riasan tokoh terlihat sangat feminim.
Sedangkan kode bahasa tubuh, perilaku dan ekspresi terlihat berani, percaya diri, serius serta
bersungguh-sungguh. (2) Level representasi dari sisi teknis mulai dari pengambilan kamera
dan pencahayaan. Pengambilan gambar dengan teknik full shot dan mid shot mengisyaratkan
dominasi, sedangkan pencahayaan yang sangat terang dan minin mengisyaratkan suasana
serius. (3) Level ideologi yaitu feminisme aliran postmodern. Dalam narasi lirik bersifat
berani, menantang, dan percaya diri. Sedangkan visualisasi video klipnya menggambarkan
ideologi individualisme, independen, hedonisme, dan dualisme.
Kedua penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian Representasi Toxic
Relationship Pada Video Klip (Analisis Semiotika John Fiske dalam Video Klip Lagu
“Lathi” Oleh Weird Genius) dari segi objek dan studi. Studi yang digunakan adalah
Semiotika, namun penelitian ini menggunakan teknik analisis Semiotika milik John Fiske.
Perbedaan terdapat pada cara pengumpulan data, penelitian ini tidak melakukan wawancara,
hanya menggunakan studi pustaka dan observasi.

2. Landasan Teori

Representasi

Saat seseorang melihat, mendengar atau merasakan suatu objek yang melalui bahasa,
kemudian dalam pikirannya membentuk konsep yang mencerna makna tersebut, hal ini dapat
disebut dengan representasi. Sehingga singkatnya representasi merupakan konsep yang ada di
dalam pikiran manusia terhadap makna dari objek yang dikomunikasikan [ CITATION Kar19 \l
1033 ]. Dalam bukunya, Stuart Hall (2003) mendefinisikan representasi sebagai penghubung
antara makna dan bahasa dengan budaya, di mana makna tersebut dihasilkan dari produksi
dan pertukaran antar anggota budaya. Representasi memiliki dua komponen penting yang
saling berhubungan, yaitu pikiran dan bahasa [ CITATION Abi16 \l 1033 ]. Apabila suatu makna
tidak dikomunikasikan dengan bahasa yang kita mengerti, makna makna juga tak akan
terbentuk dalam pikiran kita. Stuart Hall (2003) berpendapat pula bahwa terdapat bagian
penting dari sistem representasi, yaitu berpikir dan merasa. Sehingga untuk memaknai
sesuatu, kelompok masyarakat perlu memiliki latar belakang pemahaman yang sama terhadap
kode budaya [ CITATION Abi16 \l 1033 ].

Sehingga dapat dikatakan bahwa representasi tak dapat lepas dari konsep pikiran dan
bahasa yang saling berkaitan, apabila salah satu konsep tidak ada maka tidak dapat
membentuk representasi. Selain itu sistem representasi terdiri dari berpikir dan merasa,
kelompok mesyarakat perlu memiliki pemahaman yang seragam terhadap kode budaya agar
dapat berpikir dan merasakan objek dengan cara yang sama.

Toxic Relationship

Toxic relationship atau hubungan yang tidak sehat ini dapat didefiniskan sebagai
hubungan yang didalamnya terdapat perilaku “beracun” yang dapat merusak, baik secara
emosional maupun secara fisik [ CITATION Naz19 \l 1033 ]. Hubungan yang tidak sehat ini
ditandai dengan adanya karakter insecurity, egois, dominasi dan kontrol [ CITATION Tho \l 1033
]. Dilansir dari Health Scope, toxic relationship memiliki beberapa tipe, antara lain:
deprecator-belittler (individu yang mencela dan meremehkan pasanganya); the “Bad
Temper” toxic partner (individu yang temperamental dengan pasangannya); the guilt-inducer
(menanamkan rasa bersalah kepada orang lain); the overreactor/deflector; the over-
dependent partner (ketergantungan yang berlebihan terhadap pasangan/ pasif); the
independent toxic controller (individu yang mengendalikan pasangannya); the user (individu
yang tidak pernah puas terhadap pasangannya); the possessive toxic controller (individu yang
memiliki perasaan cemburu yang berlebihan). Terdapat beberapa faktor yang dijelaskan
dalam Psychentral yang membuat seorang individu sulit untuk keluar dari hubungan tidak
sehat, yaitu: individu merasa sudah banyak yang dikorbankan dan diinvestasikan dalam suatu
hubungan baik dari segi waktu, mental, maupun materi; individu ingin menjadi pahlawan
bagi hubungannya; dan yang terakhir individu merasa bahwa hubungan yang ia jalani adalah
hubungan yang ia inginkan.

Semiotika

Semiotika merupakan teori yang mempelajari mengenai tanda dalam kehidupan


manusia [ CITATION Wid15 \l 1033 ]. Littlejohn (1996) mengatakan bahwa semiotika
merupakan makna yang terdapat dalam sebuah tanda, tanda tersebut dapat berupa teks, iklan,
film, atau berita). Sehingga dalam video klip ataupun film, semiotika memiliki tanda dengan
berbagai pemaknaan. Pada penelitian ini menggunakan semiotika miliki John Fiske bukan
tanpa alasan. Semiotika milik John Fiske memungkinkan peneliti untuk melakukan
interpretasi yang luas terhadap video klip yang akan dikaji. Dengan begitu, peneliti dapat
menguak makna-makna yang tersembunyi dalam substansi video klip.

Dalam bukunya, Wibowo (2011) memaparkan tiga proses yang terjadi dalam
representasi menurut John Fiske, yaitu level realitas, level representasi dan level ideologi.
Level representasi secara visual terlihat dari gerakan, riasan, kostum, ucapan, gerak-grik, dll.
Level representasi lebih kepada teknis, seperti kamera, musik, pencahayaan, angle, dll yang
dapat menjelaskan pesan yang disampaikan. Kemudian pada level ideologi merupakan
gabungan dari realitas dan representasi yang ditransformasikan menjadi kode-kode ideologi,
seperti liberalisme, sosialisme, kelas, ras, individualisme, dll.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Dengan menggunakan metode


kualitatif, peneliti dapat menghasilkan data yang lebih terperinci dan eksplanatif terkait
analisis makna dalam video klip. Hal tersebut sejalan dengan yang dikatakan oleh Moleong
(2005) bahwa dengan mengamati perilaku maupun lisan pada suatu objek dapat
menghasilkan data yang deskriptif. Sehingga pada penelitian ini, peneliti melakukan
pengamatan secara komprehensif pada setiap scene yang mengandung representasi toxic
relationship. Penelitian ini menggunakan paradigma kritis, hal ini memungkinkan peneliti
untuk menguak makna yang ada pada video klip.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah semiotika milik John Fiske.
Analisis semiotika milik John Fiske ini terbagi menjadi tiga level, yaitu level representasi,
level realitas dan level ideologi. Subjek pada penelitian ini adalah video klip Lathi milik grup
musik Weird Genius. Pesan dari video klip Lathi menjadi objek dari penelitian ini. Peneliti
menggunakan teknik pengumpulan data data observasi dan studi pustaka. Observasi
dilakukan dengan mengamati dan melihat secara mendalam seluruh isi video klip, sedangkan
Studi pustaka dilakukan dengan mencari informasi terkait konsep toxic relationship. Teknik
analisis yang digunakan pada penelitian ini yaitu konten (pengamatan terhadap isi dari video
klip Lathi) dan dokumentasi (mengumpulkan tangkapan layar dan melakukan pengamatan
terhadap representasi toxic relationship).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Peneliti telah melakukan observasi dan pengamatan terhadap isi video klip Lathi yang
menunjukkan representasi toxic relationship. Peneliti menemukan tiga scenes yang
merepresentasikan toxic relationship, antara lain:

1. Scene yang merepresentasikan toxic relationship diawali dengan tangkapan layar


berkode waktu 00:31 – 00:52.
Level realitas: Seorang pria dengan kostum berwarna hitam menghampiri seorang
wanita dengan kostum berwarna putih, memeluk dengan mengalungkan tangannya
pada leher wanita. Kemudian rantai melilit pada tubuh wanita dan tubuhnya dipenuhi
darah karena lilitan rantai tersebut.
Level representasi: Wanita dan pria berada di dalam ruangan kosong dengan tembok
berwarna semu abu-abu dan suasana yang suram.
Level ideologi: Kekuasaan, dominasi.
2. Scene yang merepresentasikan toxic relationship selanjutnya dengan kode waktu
02:05 – 02:30.
Level realitas: Sang pria kembali mengalungkan tangannya pada leher wanita dengan
raut wajah marah dan wanita menunjukkan wajah kesakitan. Kemudian wanita
berubah menjadi karakter berkostum serba hitam dengan riasan serba hitam pula,
berbalik menyerang pria hingga membuat sang pria berlutut, lalu sang wanita
menunjukkan raut wajah bengis dan puas.
Level representasi: Berada di dalam ruangan kosong dengan pencahayaan yang
minim, serta lantai dipenuhi dengan dedaunan kering yang berserakan dan suasana
mencekam dengan warna yang didominasi abu-abu serta hitam.
Level ideologi: Balas dendam.
3. Scene terakhir yang merepresentasikan toxic relationship ditunjukkan pada tangkapan
layar dengan kode waktu 01:04; 01:27; 02:37; dan 02:40.
Level realitas: Seorang dalang menggerakkan wayang Rahwana yang awalnya
menguasai dan menyerang wayang Sinta. Kemudian keadaan berbalik menjadi Sinta
menyerang Rahwana.
Level representasi: Warna wayang didominasi dengan warna hitam, dengan kelir
berwarna putih dan suasana mencekam.
Level ideologi: Balas dendam.
Setelah dilakukan analisis semiotika, ketiga scenes dalam video klip Lathi di atas
memang merepresentasikan toxic relationship. Hal tersebut dapat terlihat dari scene pertama
yang mengandung makna toxic relationship, bahwa wanita yang yang awalnya terlihat
bahagia dengan pelukan lelaki, lambat laun berubah menjadi ketidaknyamanan.
Ketidaknyamanan tersebut digambarkan dengan rantai yang melilit di badannya hingga
membuatnya terluka. Hal sesuai dengan tipe toxic relationship the independent toxic
controller. Tipe ini sesuai karena lelaki dalam video klip menjadi pasangan yang mengekang
dan mendominasi, sehingga membuat pasangan wanitanya tidak nyaman dan merasa tersiksa.
Dominasi dan kekangan tersebut ditutupi dengan kalimat romantis dan indah dari lelaki untuk
wanita yang sebenarnya bersifat manipulatif. Kata-kata manis yang bersifat manipulatif ini
sesuai dengan lirik pada lagu Lathi, yaitu “ajining diri ono ing lathi” bahwa tutur kata adalah
cerminan diri.
Scene kedua dan ketiga ini memiliki kesamaan makna, hanya saja dibedakan dengan
objek yang ditampilkan, manusia dan wayang. Kedua scene tersebut memperlihatkan
bagaimana lelaki dan wanita saling menyakiti satu sama lain. Berawal dari perubahan wanita,
dari yang pasrah menjadi pemberontak, ditandai dengan perubahan karakter sang wanita. Hal
tersebut mengindikasikan hubungan yang tidak sehat, karena sepasang kekasih seharusnya
saling menyayangi bukan saling menyakiti.

PENUTUP

1. Kesimpulan

Keseluruhan makna dari ketiga scenes yang telah dianalisis mengandung toxic
relationship. Analisis representasi toxic relationship dilakukan dengan metode analisis milik
John Fiske melalui tiga level, antara lain: (1) Level realitas kostum dan properti didominasi
dengan hitam dan putih, riasan yang digunakan pun didominasi dengan warna hitam. Properti
tambahan yang digunakan juga tidak banyak, salah satunya rantai. Berawal dari tokoh pria
yang mendominasi, kemudian tokoh wanita berusaha untuk melakukan perlawanan dan
membalas dendam. (2) Level representasi, pencahayaan dalam video klip ini minim, sehingga
menimbulkan suasana yang mencekam, serius, dan suram. Teknik pengambilan video juga
didominasi dengan full shot dan mid shot. Setting yang digunakan adalah ruangan kosong
dengan tembok berwarna semu abu-abu dan terdapat daun-daun kering berserakan di tas
lantai. (3) Level ideologi yaitu kekuasaan, dominasi, dan pembalasan dendam, dimana hal
tersebut perlihatkan bagaimana sepasang kekasih saling menyakiti.

2. Rekomendasi

Pada penelitian selanjutnya, peneliti merekomendasikan kepada peneliti lainnya untuk


mengkaji bagaimana perlawanan direpresentasikan dalam video klip Lathi dengan
menggunakan teknik metode analisis semiotika milik tokoh lain. Karena pada video klip
Lathi terdapat kode dan tanda yang mengandung perlawanan. Harapan untuk para video
maker kedepannya agar mengangkat isu-isu sosial yang lainnya, tak hanya menghibur namun
dapat memberikan insight baru bagi penontonnya.

Daftar Pustaka:

Ardianda, A., Sudrajat, R., & Nasionalita, K. (2016). Representasi Kecantikan dalam Video
Klip Bercahaya (Analisis Semiotika John Fiske dalam Iklan Konsmetik Ponds). e-
Proceeding of Management : Vol.3, No.2, 2549-2558.
Cory, T. L. (n.d.). Toxic Relationships: What They Are And 8 Types of Toxic Individuals.
Retrieved from Healthscopemag.com: https://www.healthscopemag.com/health-
scope/toxic-relationships/
Family, C. (2020, April). "…I don’t know what I just watched…". WHO IS THIS ? Weird
Genius - Lathi (ft. Sara Fajira) Official Music Video - REACTION. Retrieved from
Youtube.com: https://www.youtube.com/watch?v=Ygexr-l27o4
Genius, W. (2020, Maret 26). Weird Genius - Lathi (ft. Sara Fajira) Official Music Video.
Retrieved from Youtube.com: https://www.youtube.com/watch?v=8uy7G2JXVSA
Hall, S. (2003). Representation: Cultural Representation and Signifying Practices. Ed. Stuart
Hall. London: Sage Publication.
kamusdata.com. (2017, September 13). Arti Peribahasa Ajining diri dumunung ana ing lathi,
ajining raga ana ing busana. Retrieved from kamusdata.com:
https://www.kamusdata.com/arti-peribahasa-ajining-diri-dumunung-ana-ing-lathi-
ajining-raga-ana-ing-busana/
Kompas.com. (2017, Mei 2017). Berkenalan dengan Weird Genius, Grup Musik Elektronik
ala Indonesia. Retrieved from Kompas.com:
https://entertainment.kompas.com/read/2017/05/17/102255910/berkenalan.dengan.we
ird.genius.grup.musik.elektronik.ala.indonesia
Moleong, L. J. (2005). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Rini, K. P., & Fauziah, N. (2019). FEMINISME DALAM VIDEO KLIP Blackpink: Analisis
Semiotika John Fiske Dalam Video Klip Blackpink DDU-DU DDU-DU . Jurnal
Komunikasi Universitas Garut: Hasil Pemikiran dan Penelitian , 317-328.
Solferino, N., & Tessitore, M. (2019). Huamn Networks and Toxic Relationship. Munich
Personal RePEc Archive, 1-10.
Stone, E. (2018, Juli 8). 3 Reasons It’s So Tough to End a Toxic Relationship. Retrieved from
psychcentral.com: https://psychcentral.com/blog/3-reasons-its-so-tough-to-end-a-
toxic-relationship/
Wibowo. (2011). Manajemen Perubahan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada .
Widianto, R., Warouw, D. M., & Senduk, J. J. (2015). Analisis Semiotika pada Film Senyap
Karya Joshua Oppenheimer. e-journal “Acta Diurna” Volume IV. No.4, 1-9.

Anda mungkin juga menyukai