Anda di halaman 1dari 25

BAB PEMBAHASAN

1. Tata Kelola Pembangunan Desa Menurut Peraturan Perundang-undangan

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 114 Tahun
2014 Tentang Pedoman Pembangunan Desa pada pasal 1 Ketentuan Umum
dijelaskan bahwa Pembangunan Desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan
kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa. Pembangunan
desa yang dimaksud mencakup bidang penyelenggaraan pemerintahan Desa,
pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa dan
pemberdayaan masyarakat Desa.

Pembangunan Desa sebagai suatu alur kegiatan, memerlukan tata kelola yang baik.
Oleh karenanya fungsi manajemen merupakan acuan dalam sistem pengelolaan
pembangunan. Menurut George Robert Terry: “manajemen adalah pencapaian tujuan
yang telah ditetapkan terlebih dahulu dengan menggunakan kegiatan orang lain yang
terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),
penggerakan (actuating), dan pengendalian (controlling). Sedangkan pengertian
pembangunan (Inayatullah, 1967) adalah perubahan menuju pola-pola masyarakat
yang memungkinkan realisasi yang lebih baik dari nilai-nilai kemanusiaan, yang
memungkinkan suatu masyarakat mempunyai kontrol yang lebih besar terhadap
lingkungannya dan terhadap tujuan politiknya, dan yang memungkinkan warganya
memperoleh kontrol yang lebih terhadap diri mereka sendiri. Maka definisi
manajemen pembangunan adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
dan pengontrolan yang dilakukan untuk mencapai pola masyarakat yang punya
kontrol sehingga dapat merealisasikan rencana yang telah disusun.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014, Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014,


dan Peraturan Menteri Dalam Republik Indonesia Nomor 114 Tahun 2014 telah
mengatur sistem pengelolaan pembangunan desa dalam empat (4) fungsi manajemen
sebagai proses.

1.1 Perencanaan

Perencanaan merupakan susunan langkah-langkah secara sistematik dan teratur untuk


mencapai tujuan organisasi atau memecahkan masalah tertentu. Perencanaan juga
diartikan sebagai upaya memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia dengan
memperhatikan segala keterbatasan guna mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
Perencanaan merupakan langkah awal dalam proses manajemen, melalui perencanaan
seluruh sumber daya dapat diarahkan pada usaha pencapaian tujuan aktivitas program
dan kegiatan yang akan dilaksanakan. Ada dua proses utama dalam perencanaan,
yaitu melakukan prakiraan (rencana) kegiatan dan penganggaran (budgeting).

Pada Pasal 79 ayat (1) Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 dijelaskan bahwa
“Pemerintah Desa menyusun perencanaan Pembangunan Desa sesuai dengan
kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan pembangunan Kabupaten/
Kota.” lebih rinci lagi Pasal 117 Peraturan pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 ayat (1)
menjelaskan bahwa “RPJM Desa mengacu pada RPJM kabupaten/kota.” Meskipun
Pasal 80 ayat (1) berbunyi “Perencanaan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 79 diselenggarakan dengan mengikutsertakan masyarakat Desa,” yang
berarti proses perencanaan bersifat partisipatif. Sedangkan pada ayat (6) disebutkan
bahwa “Perencanaan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan salah satu sumber masukan dalam perencanaan pembangunan
Kabupaten/Kota.” Ini berarti mengharuskan keselarasan antara Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Desa dan Rencana Kerja Pemerintah Desa dengan
Arah Pembangunan Kabupaten.

Pasal 118 ayat (4) Peraturan pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 berbunyi bahwa
“RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun oleh Pemerintah Desa
sesuai dengan informasi dari pemerintah daerah kabupaten/kota berkaitan dengan
pagu indikatif Desa dan rencana kegiatan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi,
dan pemerintah daerah kabupaten/kota.” Pada Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam
Republik Indonesia Nomor 114 Tahun 2014 point (1) menjelaskan bahwa
Pemerintah Desa menyusun perencanaan Pembangunan Desa sesuai dengan
kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan pembangunan Kabupaten/Kota.
Sedangkan di point (2) berbunyi “Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dengan melibatkan seluruh masyarakat
Desa dengan semangat gotong royong.” Di point (3) dijelaskan pula bahwa Dalam
rangka perencanaan dan pelaksanaan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2), pemerintah Desa didampingi oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota yang secara teknis dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah
kabupaten/kota. Dengan demikian, berarti pemerintah kabupaten harus melaksanakan
fungsi pengendalian dalam bentuk pendampingan mulai dari tahap perencanaan
pembangunan desa.

1.2 Pengorganisasian

Pengorganisasian diartikan sebagai kegiatan pembagian tugas-tugas pada orang atau


bagian yang terlibat dalam aktivitas organisasi, sesuai dengan kompetensi
sumberdaya manusia yang dimiliki atau tugas dan wewenang masing-masing bagian.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kegiatan ini merupakan keseluruhan proses
memilih sumberdaya manusia atau bagian serta mengalokasikan sarana dan prasarana
untuk menunjang tugas-tugas itu dalam organisasi, serta mengatur mekanisme
kerjanya sehingga dapat menjamin pencapaian tujuan program.

Menurut George R. Terry, tugas pengorganisasian adalah mengharmonisasikan


kelompok orang yang berbeda, mempertemukan macam-macam kepentingan dan
memanfaatkan seluruh kemampuan ke suatu arah tertentu. Secara sederhana
pengorganisasian dapat diartikan sebagai seluruh proses pengelompokan orang, alat,
tugas, serta wewenang dan tanggung jawab sedemikian rupa sehingga tercipta suatu
organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan yang utuh dan bulat dalam
rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tahun 2014 Pasal 55, Tahapan
persiapan pelaksanaan pembangunan meliputi:

1. Penetapan Pelaksana Kegiatan;


Pada pasal 56 ayat (1), “Kepala Desa memeriksa daftar calon pelaksana kegiatan
yang tercantum dalam dokumen RKP Desa yang ditetapkan dalam APB Desa.
Selanjutnya pada ayat (2) “Kepala Desa menetapkan pelaksana kegiatan dengan
keputusan kepala Desa.” Sedangkan Pasal 57 dijelaskan bahwa “Pelaksana
kegiatan bertugas membantu kepala Desa dalam tahapan persiapan dan tahapan
pelaksanaan kegiatan.”

2. Penyusunan Rencana Kerja;


Tahap Penyusunan Rencana Kerja diatur pada Pasal 58 Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 114 Tahun 2014, yang terurai dalam ayat-ayat sebagai berikut;
(1) Pelaksana kegiatan menyusun rencana kerja bersama kepala Desa.
(2) Rencana kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat antara lain:
a) uraian kegiatan;
b) biaya;
c) waktu pelaksanaan;
d) lokasi;
e) kelompok sasaran;
f) tenaga kerja; dan
g) daftar pelaksana kegiatan.
(3) Rencana kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam
format rencana kerja untuk ditetapkan dengan keputusan kepala Desa;

3. Sosialisasi Kegiatan;
Tahapan sosialisasi kegiatan dijelakan pada pasal 59; ayat (1) “Kepala desa
menginformasikan dokumen RKP Desa, APB Desa dan rencana kerja kepada
masyarakat melalui sosialisasi kegiatan.” Pada ayat (2), “Sosialisasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilakukan antara lain melalui:
a. musyawarah pelaksanaan kegiatan desa;
b. musyawarah dusun;
c. musyawarah kelompok;
d. sistem informasi Desa berbasis website;
e. papan informasi desa; dan
f. media lain sesuai kondisi Desa.

4. Pembekalan Pelaksana Kegiatan;


Tahapan Pembekalan Pelaksana Kegiatan diatur dalam Pasal 60, yaitu;
(1) Kepala Desa mengoordinasikan pembekalan pelaksana kegiatan di Desa.
(2) Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan/atau pemerintah daerah
kabupaten/kota melaksanakan pembekalan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
(3) Pelaksanaan pembekalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
dengan pembimbingan teknis.
(4) Peserta pembimbingan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) antara
lain meliputi:
a) kepala Desa;
b) perangkat Desa;
c) Badan Permusyawaratan Desa;
d) pelaksana kegiatan;
e) panitia pengadaan barang dan jasa;
f) kader pemberdayaan masyarakat Desa; dan
g) lembaga pemberdayaan masyarakat.

Sedangkan materi pembekalan di Pasal 61, yaitu;


(1) Pembekalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, antara lain:
a. pengelolaan keuangan Desa;
b. penyelenggaraan pemerintahan Desa; dan
c. pembangunan Desa.
(2) Kegiatan pembekalan pengelolaan keuangan desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, antara lain teknis administrasi pengelolaan keuangan
dan teknis penyusunan dokumen pertanggungjawaban keuangan.
(3) Kegiatan pembekalan penyelenggaraan pemerintahan Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, antara lain teknis administrasi
kesekretariatan, pendataan, penetapan dan penegasan batas desa.
(4) Kegiatan pembekalan pembangunan desa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c seperti pendayagunaan teknologi tepat guna dalam pengelolaan
sumber daya lokal, mekanisme pengadaan barang dan jasa, penyusunan
laporan pelaksanaan kegiatan dan pengelolaan informasi Desa.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembekalan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur lebih lanjut oleh bupati/walikota dalam peraturan
bupati/walikota.

5. Penyiapan Dokumen Administrasi;


Penyiapan Dokumen Administrasi Kegiatan di Pasal 62 Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 114 Tahun 2014 menjelaskan bahwa;
(1) Pelaksana kegiatan melakukan penyiapan dokumen administrasi kegiatan.
(2) Pelaksana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam melakukan
penyiapan dokumen berkoordinasi dengan kepala Desa.
(3) Dokumen administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-
kurangnya meliputi:
a. dokumen RKP Desa beserta lampiran;
b. dokumen APB Desa;
c. dokumen administrasi keuangan;
d. dokumentasi foto/gambar sebelum kegiatan pembangunan dilakukan;
e. daftar masyarakat penerima manfaat;
f. pernyataan kesanggupan pelaksana kegiatan menyelesaikan pekerjaan;
g. penyiapan dokumen peralihan hak melalui hibah dari warga masyarakat
kepada Desa atas lahan/tanah yang menjadi aset Desa sebagai dampak
kegiatan pembangunan Desa;
h. penyiapan dokumen jual-beli antara warga masyarakat dengan Desa atas
lahan/tanah yang terkena dampak kegiatan pembangunan Desa;
i. penyiapan dokumen pernyataan kesanggupan dari warga masyarakat
untuk tidak meminta ganti rugi atas bangunan pribadi dan/atau tanaman
yang terkena dampak kegiatan pembangunan Desa;
j. penyiapan dokumen pembayaran ganti rugi atas bangunan pribadi
dan/atau tanaman yang terkena dampak kegiatan pembangunan
Desa;dan
k. laporan hasil analisis sederhana perihal dampak sosial dan lingkungan.

6. Pengadaan Tenaga Kerja;


Tahapan pengadaan tenaga kerja di atur dalam pasal 63 yang berbunyi bahwa
“Pelaksanaan kegiatan pembangunan Desa mengutamakan pemanfaatan
sumberdaya manusia dan sumberdaya alam yang ada di Desa serta
mendayagunakan swadaya dan gotong royong masyarakat.” Sedangkan
mekanisme dan teknis pemanfaatan sumberdaya manusia diatur dengan pasal 64,
yakni;
(1) Pelaksana kegiatan mendayagunakan sumberdaya manusia yang ada di Desa
sekurang-kurangnya melakukan:
a. pendataan kebutuhan tenaga kerja;
b. pendaftaran calon tenaga kerja;
c. pembentukan kelompok kerja;
d. pembagian jadwal kerja; dan
e. pembayaran upah dan/atau honor.
(2) Besaran upah dan/atau honor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e,
sesuai dengan perhitungan besaran upah dan/atau honor yang tercantum di
dalam RKP Desa yang ditetapkan dalam APB Desa.

7. Pengadaan Bahan/Material.
Pasal 65 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tahun 2014 mengatur
Mekanisme dan teknis pengadaan bahan/material, sebagai berikut:
(1) Pelaksana kegiatan mendayagunakan sumberdaya alam yang ada di Desa,
sekurang-kurangnya melakukan:
a. pendataan kebutuhan material/bahan yang diperlukan;
b. penentuan material/bahan yang disediakan dari Desa; dan
c. menentukan cara pengadaan material/bahan.
(2) Besaran harga material/bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai
dengan perhitungan harga yang tercantum di dalam RKP Desa yang
ditetapkan dalam APB Desa.

Dari uraian di atas, keseluruhan tahapan pengorganisasian untuk persiapan


palaksanaan pembangunan desa diarahkan untuk mengoptimalkan sumberdaya
manusia dan sumberdaya alam desa dimaksud. Keterlibatan pemerintah kabupaten
dalam proses ini hanya pada tahap pembekalan pelaksana kegiatan.

1.3 Pelaksanaan

Actuating dimaknai sebagai suatu tindakan untuk mengupayakan agar semua unit
berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan tujuan organisasi. Jadi, actuating
bertujuan untuk menggerakkan orang agar mau bekerja dengan sendirinya dan penuh
dengan kesadaran secara bersam-sama untuk mencapai tujuan secara efektif dan
efisien.

Actuating merupakan upaya untuk merealisasikan suatu rencana. Dengan kata lain,
Actuating dapat diartikan sebagai rangkaian pelaksanaan tindakan-tindakan guna
pencapaian tujuan sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan. Agar tindakan-
tingdakan terarah untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien, maka diperlukan
tata laksana yang menjadi panduan. Demikian halnya dengan pelaksanaan
pembangunan Desa.

Pelaksanaan pembangunan desa, menurut Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014


dijelaskan dalam pasal 81 ayat 2 berbunyi, “Pembangunan Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dengan melibatkan
seluruh masyarakat Desa dengan semangat gotong royong.” Berdasarkan ayat
tersebut, jelaslah bahwa pengelolaan pembangunan desa menjadi tanggung jawab
pemerintahan desa dengan mengotimalkan partisipasi masyarakat desa.
Selanjutnya, pada Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan
Pembangunan Desa diatur dalam Pasal 121 ayat (1) yang berbunyi “Kepala Desa
mengoordinasikan kegiatan pembangunan Desa yang dilaksanakan oleh perangkat
Desa dan/atau unsur masyarakat Desa.” Pada ayat (3) dijelaskan bahwa
“Pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengutamakan
pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya alam yang ada di Desa serta
mendayagunakan swadaya dan gotong royong masyarakat.”

Di dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tahun 2014 proses
pembangunan desa diatur dalam pasal 52, yaitu;
(1) Kepala Desa mengoordinasikan kegiatan pembangunan Desa yang dilaksanakan
oleh perangkat Desa dan/atau unsur masyarakat Desa.
(2) Kepala Desa mengoordinasikan persiapan dan pelaksanaan pembangunan Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhitung sejak ditetapkan APB Desa.
Pada pasal 54 dijelaskan pula bahwa;
(1) Kepala Desa mengoordinasikan pelaksanaan program sektor dan/atau program
daerah yang didelegasikan pelaksanaannya kepada Desa.
(2) Pelaksanaan program sektor dan/atau program daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh perangkat desa dan/atau unsur masyarakat Desa
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Berdasarkan pasal-pasal dan ayat-ayat yang telah disajikan di atas, diasumsikan


bahwa keberhasilan pembangunan desa akan tercapai apabila masyarakat
berpartisipasi positif dalam setiap tahapan pelaksanaan pembangunan. Meskipun
demikian, tata kelola pembangunan yang baik oleh pemerintahan desa dan peran
Kepala desa sebagai aktor utama dalam proses pembangunan desa merupakan faktor
penentu.

Dalam hal Pembangunan Kawasan Perdesaan diatur dalam Pasal 123 ayat (1)
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 yang berbunyi “Pembangunan kawasan
perdesaan merupakan perpaduan pembangunan antar-Desa yang dilaksanakan dalam
upaya mempercepat dan meningkatkan kualitas pelayanan, pembangunan, dan
pemberdayaan masyarakat Desa melalui pendekatan pembangunan partisipatif.”

Mengenai Pemberdayaan Masyarakat Desa di jelaskan dalam Peraturan Pemerintah


Nomor 43 Tahun 2014 Pasal 126, sebagai berikut;
(1) Pemberdayaan masyarakat Desa bertujuan memampukan Desa dalam melakukan
aksi bersama sebagai suatu kesatuan tata kelola Pemerintahan Desa, kesatuan tata
kelola lembaga kemasyarakatan Desa dan lembaga adat, serta kesatuan tata
ekonomi dan lingkungan.
(2) Pemberdayaan masyarakat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota,
Pemerintah Desa, dan pihak ketiga.
(3) Pemberdayaan masyarakat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa, forum
musyawarah Desa, lembaga kemasyarakatan Desa, lembaga adat Desa, BUM
Desa, badan kerja sama antar Desa, forum kerja sama Desa, dan kelompok
kegiatan masyarakat lain yang dibentuk untuk mendukung kegiatan
pemerintahan dan pembangunan pada umumnya.

Berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat, Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun


2014 Pasal 127 ayat (1) menjelaskan bahwa “Pemerintah, pemerintah daerah
provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan Pemerintah Desa melakukan upaya
pemberdayaan masyarakat Desa. Kemudian, diuraikan pada ayat (2),
“ Pemberdayaan masyarakat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan;
a. Mendorong partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan pembangunan Desa
yang dilaksanakan secara swakelola oleh Desa;
b. Mengembangkan program dan kegiatan pembangunan Desa secara berkelanjutan
dengan mendayagunakan sumber daya manusia dan sumber daya alam yang ada
di Desa;
c. Menyusun perencanaan pembangunan Desa sesuai dengan prioritas, potensi, dan
nilai kearifan lokal;
d. Menyusun perencanaan dan penganggaran yang berpihak kepada kepentingan
warga miskin, warga disabilitas, perempuan, anak, dan kelompok marginal;
e. Mengembangkan sistem transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan
Pemerintahan Desa dan pembangunan Desa;
f. Mendayagunakan lembaga kemasyarakatan Desa dan lembaga adat;
g. Mendorong partisipasi masyarakat dalam penyusunan kebijakan Desa yang
dilakukan melalui musyawarah Desa;
h. Menyelenggarakan peningkatan kualitas dan kapasitas sumber daya manusia
masyarakat Desa;
i. Melakukan pendampingan masyarakat Desa yang berkelanjutan; dan
j. Melakukan pengawasan dan pemantauan penyelenggaraan Pemerintahan Desa
dan pembangunan Desa yang dilakukan secara partisipatif oleh masyarakat Desa.

1.4 Pengendalian

Di Dalam ilmu manajemen dikenal suatu sistem yang berfungsi mengawasi rangkaian
proses aktivitas organisasi. Controlling, dalam bahasa Indonesia dapat diartikan
sebagai pengawasan atau pengendalian. Menurut G.R Terry, pengawasan dapat
didefinisikan sebagai proses penentuan, apa yang harus dicapai yaitu standar, apa
yang sedang dilakukan yaitu pelaksanaan, menilai pelaksanaan dan apabila perlu
melakukan perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana yaitu
selaras dengan standar. Pengawasan atau pengendalian bukanlah hanya sekedar
mengendalikan pelaksanaan program dan aktivitas organisasi, namun juga mengawasi
sehingga fungsi ini dimungkinkan untuk melakukan koreksi pada keseluruhan proses
manajemen. Proses pengendalian akan mencatat perkembangan organisasi atau
program kearah tujuan yang diharapkan dan memungkinkan pemangku kepentingan
mendeteksi penyimpangan dari perencanaan tepat pada waktunya untuk mengambil
tindakan korektif sebelum terlambat. Jadi fungsi pengendalian dilakukan sebelum
proses, saat proses, dan setelah proses. Dengan pengendalian diharapkan juga agar
pemanfaatan semua unsur manajemen menjadi efektif dan efisien.

Guna menjamin keberhasilan pembangunan desa, Undang-undang Nomor 6 Tahun


2014 mengatur sistem pengendalian memalui mekanisme yang disebut Pemantauan
dan Pengawasan Pembangunan Desa. Pada Pasal 82 diuraikan;
(1) Masyarakat Desa berhak mendapatkan informasi mengenai rencana dan
pelaksanaan Pembangunan Desa.
(2) Masyarakat Desa berhak melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan
Pembangunan Desa.
(3) Masyarakat Desa melaporkan hasil pemantauan dan berbagai keluhan terhadap
pelaksanaan Pembangunan Desa kepada Pemerintah Desa dan Badan
Permusyawaratan Desa.
(4) Pemerintah Desa wajib menginformasikan perencanaan dan pelaksanaan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa, Rencana Kerja Pemerintah
Desa, dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa kepada masyarakat Desa
melalui layanan informasi kepada umum dan melaporkannya dalam
Musyawarah Desa paling sedikit 1 (satu) tahun sekali.
(5) Masyarakat Desa berpartisipasi dalam Musyawarah Desa untuk menanggapi
laporan pelaksanaan Pembangunan Desa.

Masyarakat desa memiliki peran penting dalam fungsi pengendalian yang meliputi
pemantauan dan pengawasan penyelenggaraan pembangunan desa. Selanjutnya juga
dipertegas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Pasal 127 ayat 2 point
(j) yang berbunyi “melakukan pengawasan dan pemantauan penyelenggaraan
Pemerintahan Desa dan pembangunan Desa yang dilakukan secara
partisipatif oleh masyarakat Desa.”

Berkaitan dengan pengendalian pembangunan desa, pada Peraturan Menteri Dalam


Negeri Nomor 114 Tahun 2014 Pasal 84 diuraikan sebagai berikut;
(1) Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan
Pemerintah Desa melakukan upaya pemberdayaan masyarakat Desa.
(2) Pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
melalui pengawasan dan pemantauan penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan
pembangunan Desa yang dilakukan secara partisipatif oleh masyarakat Desa.
(3) Masyarakat Desa berhak melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan
Pembangunan Desa.
(4) Hasil pengawasan dan pemantauan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), menjadi dasar pembahasan musyawarah Desa dalam rangka
pelaksanaan pembangunan Desa.

Selanjutnya, pasal 85 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tahun 2014
berbunyi sebagai berikut;
(1) Pemantauan pembangunan Desa oleh masyarakat Desa dilakukan pada tahapan
perencanaan pembangunan Desa dan tahapan pelaksanaan pembangunan Desa.
(2) Pemantauan tahapan perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan dengan cara menilai penyusunan RPJM Desa dan RKP Desa.
(3) Pemantauan tahapan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan dengan cara menilai antara lain: pengadaan barang dan/atau jasa,
pengadaan bahan/material, pengadaan tenaga kerja, pengelolaan administrasi
keuangan, pengiriman bahan/material, pembayaran upah, dan kualitas hasil
kegiatan pembangunan Desa.
(4) Hasil pemantauan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dituangkan dalam format hasil pemantauan pembangunan Desa.

Selain pengendalian pembangunan desa dalam pola pemantauan dan pengawasan


partisipatoris, pengendalian pembangunan desa juga di lakukan bupati/walikota.
Mekanisme pengendalian pembangunan desa oleh bupati/walikota diatur dalam
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tahun 2014 pasal 86 sebagai berikut;
(1) Bupati/walikota melakukan pemantauan dan pengawasan perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan Desa dengan cara:
a. memantau dan mengawasi jadwal perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
Desa;
b. menerima, mempelajari dan memberikan umpan balik terhadap laporan
realisasi pelaksanaan APB Desa;
c. mengevaluasi perkembangan dan kemajuan kegiatan pembangunan Desa; dan
d. memberikan pembimbingan teknis kepada pemerintah Desa.
(2) Dalam hal terjadi keterlambatan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai akibat ketidakmampuan
dan/atau kelalaian pemerintah Desa, bupati/walikota melakukan:
a. menerbitkan surat peringatan kepada kepala desa;
b. membina dan mendampingi pemerintah desa dalam hal mempercepat
perencanaan pembangunan desa untuk memastikan APB Desa ditetapkan 31
Desember tahun berjalan; dan
c. membina dan mendampingi pemerintah Desa dalam hal mempercepat
pelaksanaan pembangunan Desa untuk memastikan penyerapan APB Desa
sesuai peraturan perundang-undangan.

1.5 Proses dan Pelaksanaan Pengendalian

Fungsi manajemen dalam manajemen modern tidak berjalan linear. Hal ini
memungkinkan organisasi atau program bergerak terus menerus dan tidak berhenti
pada satu tahap. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa siklus manajemen yang
dilakukan oleh suatu organisasi adalah merencanakan, mengorganisasi staf dan
sumber daya yang ada, melaksanakan program kerja, dan mengendalikan
(pengawasan) jalannya pekerjaan. Di dalam proses pengendalian dilakukan evaluasi
untuk memperoleh umpan balik (feed back) guna melakukan koreksi terhadap
pelaksanaan, untuk dasar perencanaan kembali (replanning), atau untuk perencanaan
selanjutnya. Demikian seterusnya sehingga kegiatan fungsi-fungsi manajemen
tersebut merupakan suatu siklus spiral.

a. Proses dalam Pengendalian

Ada beberapa proses dan tahapan dalam Pengendalian, Proses pengendalian


dilakukan secara bertahap dan sistematis melalui langkah sebagai berikut:
(1) Menentukan standar yang akan digunakan sebagai dasar pengendalian.
Standar sebagai dasar pengendalian pembangunan desa tentunya harus sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Siklus pembangunan desa,
produk administrasi pembangunan desa, dan keterlibatan elemen masyarakat dan
kelembagaan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan menjadi
pedoman utama penyusunan standar pengendalian.
(2) Mengukur pelaksanaan atau hasil yang sudah dicapai.
Berkas jadwal dan target pelaksanaan pembangunan menjadi tolok ukur dalam
penilaian hasil yang sudah dicapai.
(3) Membandingkan pelaksanaan atau hasil dengan standar dan menentukan
penyimpangan jika ada. Mengukur pelaksanaan dan pencapaian hasil
pembangunan desa sesuai dengan perencanaan pembangunan desa yang telah
disusun secara partisipatif dalam bentuk Rencana Kegiatan Pemerintahan Desa.
(4) Melakukan tindakan perbaikan, jika terdapat penyimpangan agar pelaksanaan
dan tujuan sesuai dengan rencana.
(5) Meninjau dan menganalisis ulang rencana, apakah sudah realistis atau tidak. Jika
ternyata belum realistis maka perlu diperbaiki.

b. Implementasi Pengendalaian

Penyelenggaraan pengendalian pembangunan desa yang menjadi tanggung jawab


bupati sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tahun 2014
menyangkut dua hal penting, yaitu melakukan pemantauan dan pengawasan
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan Desa, serta menyangkut keterlambatan
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan Desa sebagai akibat ketidakmampuan
dan/atau kelalaian pemerintah Desa. Sebagai perangkat pemerintahan Kabupaten,
SKPD menjadi pelaksana teknis penyelenggara pengendalian pembangunan desa.

Beberapa cara pengendalian yang harus dilakukan. oleh SKPD terkait; yang meliputi
pengawasan langsung, adalah pengawasan yang dilakukan secara langsung oleh tim
pengendali SKPD terkait. Tim Pengendali memeriksa pekerjaan yang sedang
dilakukan untuk mengetahui apakah dikerjakan dengan benar dan hasilnya sesuai
dengan yang dikehendakinya.

Pengawasan tidak langsung, adalah pengawasan jarak jauh, artinya dengan melalui
laporan secara tertulis yang sesuai dengan mekanisme pelaporan atau pengaduan
yang merupakan hasil pemantauan dan pengawasan masyarakat tentang pelaksanaan
pekerjaan dan hasil yang dicapai. Pengawasan berdasarkan pengecualian, adalah
pengawasan yang dikhususkan untuk kesalahan yang luar biasa dari hasil atau standar
yang diharapkan. Pengawasan ini dilakukan dengan cara kombinasi langsung dan
tidak langsung.

Pengawasan juga bisa dibedakan menurut sifat dan waktunya:


(1) Preventive control, adalah pengawasan yang dilakukan sebelum kegiatan
dilakukan untuk menghindari terjadinya penyimpangan dalam
pelaksanaannya. Pengawasan ini merupakan pengawasan terbaik karena
dilakukan sebelum terjadi kesalahan namun sifatnya prediktif.
(2) Repressive control, adalah pengawasan yang dilakukan setelah terjadinya
kesalahan dalam pelaksanaanya. Dengan maksud agar tidak terjadi
pengulangan kesalahan, sehingga hasilnya sesuai dengan yang diinginkan.
(3) Pengawasan saat proses dilakukan, sehingga dapat segera dilakukan
perbaikan.
(4) Pengawasan berkala, adalah pengawasan yang dilakukan secara berkala,
misalnya perbulan, persemester, dll.
(5) Pengawasan mendadak (sidak), adalah pengawasan yang dilakukan secara
mendadak untuk mengetahui apa pelaksanaannya dilakukan dengan baik
atau tidak.
(6) Pengawasan Melekat (waskat), adalah pengawasan/pengendalian yang
dilakukan secara integratif mulai dari sebelum, pada saat, dan sesudah
kegiatan dilakukan.

2. Kajian Alur Pelaksanaan Pembangunan Desa dan Pemetaan Tahapan


Rentan Penyelewengan.

2.1 Alur Pelaksanaan Pembangunan Desa

Secara normatif pembangunan desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat


desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan. Tujuan
pembangunan desa ini diharapkan mampu dicapai melalui penyediaan pemenuhan
kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi
ekonomi lokal, pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.
Mengingat peningkatan kesejahteraan, kualitas hidup dan penaggulangan kemiskinan
sebagai tujuan pembangunan desa, maka dapat dipastikan bahwa prosesnya
membutuhkan waktu yang lama dan bertahap. Oleh karenanya proses perencanaan,
pengoranisasian, dan pelaksanaan, sampai monitoring dan evaluasi di dalam alur
pembangunan desa harus dipandang sebagai siklus yang saling terkait dan
berkelanjutan. Dengan demikian, maka pelaksanaan pembangunan desa dapat
diartikan sebagai keseluruhan alur pengelolaan pembangunan desa.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tahun 2014,


pembangunan desa di kelola secara mandiri oleh desa. Ada tiga proses dalam dalam
alur pembangunan desa, yaitu proses perencanaan, pelaksanaan, serta pemantauan
dan pengawasan. Masing-masing proses tersebut memiliki prosedur dalam
penyelenggaraannya.

A. Perencanaan Pembangunan Desa

Produk perencanaan pembangunan desa berupa Rencana Pembangunan Jangka


Menengah Desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun; dan Rencana
Pembangunan Tahunan Desa (Rencana Kerja Pemerintah Desa). RKP Desa
merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah desa. Di
dalam prosesnya pemerintah desa menyusun perencanaan Pembangunan Desa
sesuai dengan kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan
pembangunan kabupaten. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa dan
Rencana Kerja Pemerintah Desa ditetapkan dengan Peraturan Desa. Rencana
Pembangunan Desa merupakan satu-satunya dokumen perencanaan di
Desa dan merupakan pedoman dalam penyusunan APBDesa.

Proses perencanaan pembangunan desa dilaksanakan oleh pemerintah desa


melalui musyawarah perencanaan Pembangunan desa dengan mengikutsertakan
masyarakat desa. Musyawarah perencanaan pembangunan desa merupakan
forum penetepan prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan Pembangunan
Desa yang didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, swadaya
masyarakat Desa, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
kabupaten/kota. Prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan Pembangunan Desa
dirumuskan berdasarkan penilaian terhadap kebutuhan masyarakat desa.
Rancangan RPJM Desa memuat visi dan misi kepala Desa, arah kebijakan
pembangunan Desa, serta rencana kegiatan yang meliputi bidang
penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa,
pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.

Penyusunan RPJM Desa dilakukan dengan prosedur kegiatan yang meliputi:


a. pembentukan tim penyusun RPJM Desa;
b. penyelarasan arah kebijakan perencanaan pembangunan kabupaten/kota;
c. pengkajian keadaan Desa;
d. penyusunan rencana pembangunan Desa melalui musyawarah Desa;
e. penyusunan rancangan RPJM Desa;
f. penyusunan rencana pembangunan Desa melalui musyawarah perencanaan
pembangunan Desa; dan
g. penetapan RPJM Desa.

Selanjutnya pemerintah desa malakukan penyusunan Rencana Kerja Pemerintah


Desa (RKP Desa) sebagai penjabaran RPMJ Desa. RKP Desa disusun oleh
Pemerintah Desa sesuai dengan informasi dari pemerintah daerah kabupaten/kota
berkaitan dengan pagu indikatif Desa dan rencana kegiatan Pemerintah,
pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota. RKP Desa
mulai disusun oleh pemerintah desa pada bulan Juli tahun berjalan. lalu
ditetapkan dengan peraturan desa paling lambat akhir bulan September tahun
berjalan. RKP Desa menjadi dasar penetapan APB Desa. Pada penyusunan
RKP Desa, Kepala Desa harus mengikutsertakan masyarakat Desa.
Penyusunan RKP Desa dilakukan dengan kegiatan yang meliputi:
a. penyusunan perencanaan pembangunan Desa melalui musyawarah Desa;
b. pembentukan tim penyusun RKP Desa;
c. pencermatan pagu indikatif Desa dan penyelarasan program/kegiatan masuk
ke Desa
d. pencermatan ulang dokumen RPJM Desa;
e. penyusunan rancangan RKP Desa;
f. penyusunan RKP Desa melalui musyawarah perencanaan pembangunan Desa;
g. penetapan RKP Desa;
h. perubahan RKP Desa; dan
i. pengajuan daftar usulan RKP Desa.
B. Pelaksanaan Kegiatan Pembangunan Desa

Agar kegiatan pembangunan dapat terlaksana sesuai rencana, maka diperlukan


persiapan. Pada persiapan ini pemerintah desa perlu melakukan tahapan yang
meliputi:
a. penetapan pelaksana kegiatan;
b. penyusunan rencana kerja;
c. sosialisasi kegiatan;
d. pembekalan pelaksana kegiatan;
e. penyiapan dokumen administrasi;
f. pengadaan tenaga kerja; dan
g. pengadaan bahan/material.

Tahapan Pelaksanaan Kegiatan, Kepala Desa mengoordinasikan tahapan pelaksanaan


kegiatan yang sekurang-kurangnya meliputi:

1) Rapat kerja dengan pelaksana kegiatan;


Kepala Desa menyelenggarakan rapat kerja pelaksana kegiatan dalam rangka
pembahasan tentang perkembangan pelaksanaan kegiatan. Rapat kerja membahas
antara lain:
(1) perkembangan pelaksanaan kegiatan;
(2) pengaduan masyarakat;
(3) masalah, kendala dan hambatan;
(4) target kegiatan pada tahapan selanjutnya; dan
(5) perubahan kegiatan.
Rapat kerja dilaksanakan sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahap mengikuti tahapan
pencairan dana Desa yang bersumber dari Anggaran dan Pendapatan Belanja
Negara.

2) Pemeriksaan pelaksanaan kegiatan infrastruktur Desa;


Kepala Desa mengoordinasikan pemeriksaan tahap perkembangan dan tahap
akhir kegiatan infrastruktur Desa. Pelaksanakan pemeriksaan dapat dibantu oleh
tenaga ahli di bidang pembangunan infrastruktur sesuai dengan dokumen RKP
Desa. Dalam rangka penyediaan tenaga ahli, kepala Desa mengutamakan
pemanfaatan tenaga ahli yang berasal dari masyarakat Desa. Jika tidak tersedia
tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepala Desa meminta bantuan
kepada bupati/walikota melalui camat perihal kebutuhan tenaga ahli di bidang
pembangunan infrastruktur yang dapat berasal satuan kerja perangkat daerah
kabupaten/kota yang membidangi pekerjaan umum dan/atau tenaga pendamping
profesional. Pemeriksaan dilakukan dengan cara memeriksa dan menilai sebagian
dan/atau seluruh hasil pelaksanaan kegiatan pembangunan infrastruktur Desa.
Pemeriksaan dilakukan dalam 3 (tiga) tahap meliputi:
(1) tahap pertama: penilaian dan pemeriksaan terhadap 40% (empat puluh
per seratus) dari keseluruhan target kegiatan;
(2) tahap kedua: penilaian dan pemeriksaan terhadap 80% (delapan puluh
per seratus) dari keseluruhan target kegiatan; dan
(3) tahap ketiga: penilaian dan pemeriksaan terhadap 100% (seratus per
seratus) dari keseluruhan target kegiatan.
Selanjutnya, pemeriksa melaporkan kepada kepala Desa perihal hasil
pemeriksaan pada setiap tahapan. Laporan hasil pemeriksaan kemudian menjadi
bahan pengendalian pelaksanaan kegiatan oleh kepala Desa.
3) Perubahan pelaksanaan kegiatan;
Apabila ada kejadian khusus yang berdampak pada perubahan pelaksanaan
kegiatan pembangunan, maka pemerintah kabupaten harus menetapkan peraturan
terkait kejadian khusus tersebut dengan mengeluarkan peraturan bupati.
Peraturan tersebut harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Penetapan peraturan akan dilakukan, jika terjadi hal-hal:
(1) kenaikan harga yang tidak wajar;
(2) kelangkaan bahan material; dan/atau
(3) terjadi peristiwa khusus seperti bencana alam, kebakaran, banjir dan/atau
kerusuhan sosial.
Jika hal-hal yang demikian terjadi, maka Kepala Desa mengoordinasikan
perubahan pelaksanaan kegiatan pembangunan di desa. Perubahan kegiatan
dilakukan dengan ketentuan:
(1) penambahan nilai pagu dana kegiatan yang ditetapkan dalam APB Desa
dilakukan melalui:
- swadaya masyarakat,
- bantuan pihak ketiga, dan/atau
- bantuan keuangan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau
pemerintah kabupaten/kota.
(2) tidak mengganti jenis kegiatan yang ditetapkan dalam APB Desa; dan
(3) tidak melanjutkan kegiatan sampai perubahan pelaksanaan kegiatan disetujui
oleh kepala Desa.

Rapat kerja untuk membahas dan menyepakati perubahan pelaksanaan kegiatan


dipimpin oleh Kepala Desa. Hasil kesepakatan dituangkan dalam berita acara.
Bila perubahan pelaksanaan kegiatan terjadi di bidang pembangunan
infrastruktur Desa, maka berita acara dilampiri perubahan gambar desain dan
perubahan rencana anggaran biaya. Berita acara menjadi dasar bagi kepala Desa
menetapkan perubahan pelaksanaan kegiatan dalam keputusan kepala desa.
4) Pengelolaan pengaduan dan penyelesaian masalah;
Pada pelaksaan kegiatan pembangunan masalah bisa saja muncul, baik masalah
teknis kegiatan atau masalah yang bersifat non-teknis. Kepala Desa berkewajiban
mengoordinasikan penanganan pengaduan masyarakat dan penyelesaian masalah
dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan Desa. Penanganan pengaduan dan
penyelesaian masalah berdasarkan ketentuan sebagai berikut:
- menjaga kerahasiaan identitas pelapor;
- mengutamakan penyelesaian masalah di tingkat pelaksana kegiatan;
- menginformasikan kepada masyarakat Desa perkembangan penyelesaian
masalah;
- melibatkan masyarakat Desa dalam menyelesaikan masalah; dan
- mengadministrasikan bukti pengaduan dan penyelesaian masalah.
Penyelesaian masalah dilakukan secara mandiri oleh Desa berdasarkan kearifan
lokal dan pengarusutamaan perdamaian melalui musyawarah desa.

5) Penyusunan laporan hasil pelaksanaan kegiatan;


Pelaksana kegiatan berkewajiban menyampaikan laporan perkembangan
pelaksanaan kegiatan kepada kepala Desa. Penyampaian laporan disesuaikan
dengan jenis kegiatan dan tahapan penyaluran dana kegiatan. Laporan kegiatan
disusun berdasarkan pertanggungjawaban terhadap penggunaan dana yang
diterima dan tahapan perkembangan pelaksanaan kegiatan. Laporan dituangkan
dalam format laporan hasil pelaksanaan kegiatan pembangunan Desa. Format
laporan dilampiri dokumentasi hasil pelaksanaan kegiatan pembangunan Desa
yang sekurang-kurangnya meliputi:
- realisasi biaya beserta lampiran bukti-bukti pembayaran;
- foto kegiatan infrastruktur Desa kondisi 0%, 40%, 80% dan 100% yang
diambil dari sudut pengambilan yang sama;
- foto yang memperlihatkan orang sedang bekerja dan/atau melakukan
kegiatan secara beramai-ramai;
- foto yang memperlihatkan peran serta masyarakat dalam kegiatan
pembangunan Desa;
- foto yang memperlihatkan pembayaran upah secara langsung kepada tenaga
kerja kegiatan pembangunan Desa; dan
- gambar purna laksana untuk pembangunan infrastruktur Desa.

6) Musyawarah pelaksanaan kegiatan Desa dalam rangka


pertanggungjawaban hasil pelaksanaan kegiatan;
Penyelenggaraan musyawarah Desa dalam rangka pelaksanaan pembangunan
Desa dilaksanakan oleh Badan Permusyawaratan Desa. Musyawarah desa
diselenggarakan setiap semester yaitu pada bulan Juni dan bulan Desember tahun
anggaran berikutnya. Di dalam musyawarah desa tersebut Kepala Desa
menyampaikan kepada Badan Permusyawaratan Desa tentang laporan
pelaksanaan pembangunan Desa berdasarkan laporan akhir pelaksana kegiatan.
Pelaksana kegiatan menyampaikan laporan akhir pelaksanaan kegiatan dengan
cara:
- menyampaikan laporan akhir pelaksanaan kegiatan kepada kepala Desa;
dan
- menyerahkan hasil pelaksanaan kegiatan untuk diterima kepala Desa
dengan disaksikan oleh Badan Permusyawaratan Desa dan unsur
masyarakat Desa.

7) Pelestarian dan pemanfaatan hasil kegiatan.

Pelestarian dan pemanfaatan hasil pembangunan desa dilaksanakan dalam rangka


memanfaatkan dan menjaga hasil kegiatan pembangunan Desa. Pelestarian dan
pemanfaatan dilaksanakan dengan cara:
- melakukan pendataan hasil kegiatan pembangunan yang perlu dilestarikan
dan dikelola pemanfaatannya;
- membentuk dan meningkatkan kapasitas kelompok pelestarian dan
pemanfaatan hasil kegiatan pembangunan Desa; dan
- pengalokasian biaya pelestarian dan pemanfaatan hasil pelaksanaan
kegiatan pembangunan Desa.
Ketentuan pelestarian dan pemanfaatan ditetapkan dengan peraturan Desa.
Kepala Desa membentuk kelompok pelestarian dan pemanfaatan hasil kegiatan
pembangunan Desa. Pembentukan kelompok ditetapkan dengan keputusan
kepala Desa.

2.2 Pemetaan Tahapan Rentan Penyelewengan.

Secara prinsif berlakunya undang-undang nomor 6 Tahun 2014 menghendaki


agar pembangunan desa mampu mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi
masyarakat Desa untuk pengembangan potensi dan Aset Desa guna
kesejahteraan bersama. Mengupayakan terbentuknya Pemerintahan Desa yang
profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab. Sehingga iklim
penyelenggaraan pemerintahan desa dapat meningkatkan pelayanan publik bagi
warga masyarakat Desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum dan
memajukan perekonomian masyarakat Desa serta mengatasi kesenjangan
pembangunan nasional melalui pengukuatan masyarakat Desa sebagai subjek
pembangunan.

Namun demikian, penyelenggaraan pembangunan desa bisa saja mengalami


kendala. Baik di sebabkan oleh ketidakmampuan sumberdaya manusia dalam
pengelolaannya, maupun kendala yang disebabkan oleh tindak penyelewengan.
Oleh karena itu, diperlukan indentifikasi potensi penyelengan terhadap
penyelenggaraan pembangunan desa agar para pemangku kepentingan dapat
melakukan antisipasi sehingga tujuan pembangunan desa dapat tercapai.

Ada dua tahap penting dalam proses penyelenggaraan pembangunan desa, yaitu
tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan kegiatan pembangunan. Pada masing-
masing tahapan tersebut terdapat proses sebagai bagian dari tata kelola yang
bertujuan untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas pengelolaannya.

2.2.1 Potensi Penyelewengan Pada Tahap Perencanaan Pembangunan Desa.

A. Tahap Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa.

Proses Perencanaan Pembangunan desa dimulai dengan tahap penyusuanan


RPJM Desa yang dilaksanakan oleh tim penyusun RPJM Desa. Pada Pasal 8
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tahun 2014 ayat (1), Kepala
Desa membentuk tim penyusun RPJM Desa. Di ayat (2) dijelaskan bahwa tim
penyusun terdiri dari; kepala Desa selaku pembina, sekretaris Desa selaku
ketua, ketua lembaga pemberdayaan masyarakat selaku sekretaris; dan
anggota yang berasal dari perangkat Desa, lembaga pemberdayaan
masyarakat, kader pemberdayaan masyarakat Desa, dan unsur masyarakat
lainnya. Pada proses ini, penyelewengan dapat terjadi dengan mengabaikan
prinsif transparansi. Pemerintah Desa bisa saja mengabaikan partisipasi
masyarakat. Sehingga tidak ada keterwakilan unsur di luar pemerintah
desa di dalam tim penyusun RPJM Desa.

Pada pasal 10 Permendagri No 114 Tahun 2014 berbunyi; (1) Tim penyusun
RPJM Desa melakukan penyelarasan arah kebijakan pembangunan
kabupaten/kota. (2) Penyelarasan arah kebijakan dilakukan untuk
mengintegrasikan program dan kegiatan pembangunan Kabupaten/Kota
dengan pembangunan Desa. (3) Penyelarasan arah kebijakan dilakukan
dengan mengikuti sosialisasi dan/atau mendapatkan informasi tentang arah
kebijakan pembangunan kabupaten/kota. (4) Informasi arah kebijakan
pembangunan kabupaten/kota sekurang-kurangnya meliputi:
a. rencana pembangunan jangka menengah daerah kabupaten/kota;
b. rencana strategis satuan kerja perangkat daerah;
c. rencana umum tata ruang wilayah kabupaten/kota;
d. rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota; dan
e. rencana pembangunan kawasan perdesaan.

Proses selanjutnya adalah pengkajian keadaan desa. Pasal 12 menyebutkan


bahwa; (1) Tim penyusun RPJM Desa melakukan pengkajian keadaan Desa.
(2) Pengkajian keadaan Desa dilakukan dalam rangka mempertimbangkan
kondisi objektif Desa. (3) Pengkajian keadaan Desa), meliputi kegiatan
sebagai berikut:
a. penyelarasan data Desa;
b. penggalian gagasan masyarakat; dan
c. penyusunan laporan hasil pengkajian keadaan Desa.

Pada proses penyelarasan data desa, penyelewengan dapat terjadi sebagai


akibat dari ketidakmampuan desa dalam mengelola data desa sebagai
akibat dari lemahnya sumberdaya manusia. Sedangkan pada proses
penggalian gagasan masyarakat, Pemerintah desa dapat saja melakukan
penyelewengan dengan mengabaikan partisipasi masyarakat, atau
gagasan hanya disusun oleh segelintir orang, bahkan bisa saja gagasan
yang muncul adalah gagasan fiktif. Sehingga tujuan untuk menemukenali
potensi dan peluang pendayagunaan sumber daya Desa, dan masalah yang
dihadapi Desa tidak tercapai.
Proses berikutnya adalah Penyusunan Rencana Pembangunan Desa melalui
musyawarah Desa. Badan Permusyawaratan Desa menyelenggarakan
musyawarah Desa berdasarkan laporan hasil pengkajian keadaan desa.
Musyawarah Penyusunan Rencana Pembangunan Desa membahas dan
menyepakati sebagai berikut:
a. laporan hasil pengkajian keadaan Desa;
b. rumusan arah kebijakan pembangunan Desa yang dijabarkan dari visi dan
misi kepala Desa; dan
c. rencana prioritas kegiatan penyelenggaraan pemerintahan Desa,
pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan
masyarakat Desa.

Setelah penyelenggaraan musyawarah penyusunan rencana pembangunan


desa, tim penyusun RPJM Desa menyusun rancangan RPJM Desa
berdasarkan berita acara musyawarah desa. Selanjutnya tim penyusun RPJM
Desa membuat berita acara tentang hasil penyusunan rancangan RPJM Desa
yang dilampiri dokumen rancangan RPJM Desa. Lalu disampaikan kepada
kepala Desa.

Proses selanjutnya, Kepala Desa menyelenggarakan musyawarah perencanaan


pembangunan Desa yang diadakan untuk membahas dan menyepakati
rancangan RPJM Desa. Musyawarah perencanaan pembangunan Desa diikuti
oleh Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa, dan unsur masyarakat.
Pada Proses ini, unsur yang terlibat dalam musyawarah adalah hal yang
penting untuk diperhatikan. Sehingga rencana pembangunan yang akan
tertuang dalam RPJM Desa sesuai dengan aspirasi masyarakat sebagai subjek
pembangunan desa.

Penetapan dan perubahan RPJM Desa adalah proses berikutnya. Kepala Desa
mengarahkan Tim penyusun RPJM Desa melakukan perbaikan dokumen
rancangan RPJM Desa berdasarkan hasil kesepakatan musyawarah
perencanaan pembangunan Desa. Rancangan RPJM Desa menjadi lampiran
rancangan peraturan Desa tentang RPJM Desa. Rancangan peraturan Desa
tentang RPJM Desa dibahas dan disepakati bersama oleh kepala Desa dan Badan
Permusyawaratan Desa untuk ditetapkan menjadi Peraturan Desa tentang RPJM
Desa. Apabila terjadi peristiwa khusus seperti bencana alam, krisis politik, krisis
ekonomi, dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan; atau terdapat
perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi,
dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota, Kepala Desa dapat mengubah
RPJM Desa. Perubahan RPJM Desa, dibahas dan disepakati dalam
musyawarah perencanaan pembangunan Desa dan selanjutnya ditetapkan
dengan peraturan Desa.

B. Tahap Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Desa

Pada tahapan ini Pemerintah Desa berkewajiban menyusun Rencana Kerja


Pemerintah Desa (RKP Desa) sebagai penjabaran RPJM Desa. RKP Desa
disusun oleh Pemerintah Desa sesuai dengan informasi dari pemerintah daerah
kabupaten/kota berkaitan dengan pagu indikatif Desa dan rencana kegiatan
Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah
kabupaten/kota. RKP Desa mulai disusun oleh pemerintah Desa pada bulan
Juli tahun berjalan. RKP Desa ditetapkan dengan peraturan Desa paling
lambat akhir bulan September tahun berjalan. RKP Desa menjadi dasar
penetapan APB Desa.

Tahap awal penyusun RKP Desa adalah Penyusunan Perencanaan


Pembangunan Desa melalui Musyawarah Desa. Badan Permusyawaratan Desa
menyelenggarakan musyawarah Desa dalam rangka penyusunan rencana
pembangunan Desa. Hasil musyawarah Desa menjadi pedoman bagi
pemerintah Desa menyusun rancangan RKP Desa dan daftar usulan RKP
Desa. Badan Permusyawaratan Desa menyelenggarakan musyawarah Desa
paling lambat bulan Juni tahun berjalan. Musyawarah Desa melaksanakan
kegiatan sebagai berikut:
a. mencermati ulang dokumen RPJM Desa;
b. menyepakati hasil pencermatan ulang dokumen RPJM Desa; dan
c. membentuk tim verifikasi sesuai dengan jenis kegiatan dan keahlian
yang dibutuhkan.
Tim verifikasi yang dimaksudkan di atas, berdasarkan Permendagri nomor
114 tahun 2014 pasal 32 ayat (2) dapat berasal dari warga masyarakat Desa
dan/atau satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota.

Pada tahapan ini Kelapa Desa membentuk Tim Penyusun Rencana Kerja
Pemerintah Desa. Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari; kepala
Desa selaku pembina, sekretaris Desa selaku ketua, ketua lembaga
pemberdayaan masyarakat sebagai sekretaris; dan anggota yang meliputi
perangkat desa, lembaga pemberdayaan masyarakat, kader pemberdayaan
masyarakat desa, dan unsur masyarakat. Jumlah tim paling sedikit 7 (tujuh) dan
paling banyak 11 (sebelas) orang. Tim penyusun RKP Desa melaksanakan
kegiatan sebagai berikut:
a. pencermatan pagu indikatif desa dan penyelarasan program/kegiatan
masuk ke desa;
b. pencermatan ulang dokumen RPJM Desa;
c. penyusunan rancangan RKP Desa; dan
d. penyusunan rancangan daftar usulan RKP Desa.

Pada tahapan perencanaan pembangunan desa, baik penyusunan RPJM Desa


maupun penyusun RKP Desa, terdapat tiga (3) aspek yang berpotensi
diselewengkan sebagai akibat ketidakmampuan sumberdaya manusianya, atau
unsur kesengajaan untuk memperoleh keuntungan pribadi. Ketiga aspek
tersebut adalah:

a. Partisipasi masyarakat dalam proses penyusunannya,


b. Penganggaran rencana kegiatan pembangunan, dan
c. Keselarasan arah pembangunan desa dengan arah kebijakan
pembangunan kabupaten

Anda mungkin juga menyukai