BAB Pembahasan 2
BAB Pembahasan 2
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 114 Tahun
2014 Tentang Pedoman Pembangunan Desa pada pasal 1 Ketentuan Umum
dijelaskan bahwa Pembangunan Desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan
kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa. Pembangunan
desa yang dimaksud mencakup bidang penyelenggaraan pemerintahan Desa,
pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa dan
pemberdayaan masyarakat Desa.
Pembangunan Desa sebagai suatu alur kegiatan, memerlukan tata kelola yang baik.
Oleh karenanya fungsi manajemen merupakan acuan dalam sistem pengelolaan
pembangunan. Menurut George Robert Terry: “manajemen adalah pencapaian tujuan
yang telah ditetapkan terlebih dahulu dengan menggunakan kegiatan orang lain yang
terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),
penggerakan (actuating), dan pengendalian (controlling). Sedangkan pengertian
pembangunan (Inayatullah, 1967) adalah perubahan menuju pola-pola masyarakat
yang memungkinkan realisasi yang lebih baik dari nilai-nilai kemanusiaan, yang
memungkinkan suatu masyarakat mempunyai kontrol yang lebih besar terhadap
lingkungannya dan terhadap tujuan politiknya, dan yang memungkinkan warganya
memperoleh kontrol yang lebih terhadap diri mereka sendiri. Maka definisi
manajemen pembangunan adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
dan pengontrolan yang dilakukan untuk mencapai pola masyarakat yang punya
kontrol sehingga dapat merealisasikan rencana yang telah disusun.
1.1 Perencanaan
Pada Pasal 79 ayat (1) Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 dijelaskan bahwa
“Pemerintah Desa menyusun perencanaan Pembangunan Desa sesuai dengan
kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan pembangunan Kabupaten/
Kota.” lebih rinci lagi Pasal 117 Peraturan pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 ayat (1)
menjelaskan bahwa “RPJM Desa mengacu pada RPJM kabupaten/kota.” Meskipun
Pasal 80 ayat (1) berbunyi “Perencanaan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 79 diselenggarakan dengan mengikutsertakan masyarakat Desa,” yang
berarti proses perencanaan bersifat partisipatif. Sedangkan pada ayat (6) disebutkan
bahwa “Perencanaan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan salah satu sumber masukan dalam perencanaan pembangunan
Kabupaten/Kota.” Ini berarti mengharuskan keselarasan antara Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Desa dan Rencana Kerja Pemerintah Desa dengan
Arah Pembangunan Kabupaten.
Pasal 118 ayat (4) Peraturan pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 berbunyi bahwa
“RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun oleh Pemerintah Desa
sesuai dengan informasi dari pemerintah daerah kabupaten/kota berkaitan dengan
pagu indikatif Desa dan rencana kegiatan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi,
dan pemerintah daerah kabupaten/kota.” Pada Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam
Republik Indonesia Nomor 114 Tahun 2014 point (1) menjelaskan bahwa
Pemerintah Desa menyusun perencanaan Pembangunan Desa sesuai dengan
kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan pembangunan Kabupaten/Kota.
Sedangkan di point (2) berbunyi “Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dengan melibatkan seluruh masyarakat
Desa dengan semangat gotong royong.” Di point (3) dijelaskan pula bahwa Dalam
rangka perencanaan dan pelaksanaan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2), pemerintah Desa didampingi oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota yang secara teknis dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah
kabupaten/kota. Dengan demikian, berarti pemerintah kabupaten harus melaksanakan
fungsi pengendalian dalam bentuk pendampingan mulai dari tahap perencanaan
pembangunan desa.
1.2 Pengorganisasian
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tahun 2014 Pasal 55, Tahapan
persiapan pelaksanaan pembangunan meliputi:
3. Sosialisasi Kegiatan;
Tahapan sosialisasi kegiatan dijelakan pada pasal 59; ayat (1) “Kepala desa
menginformasikan dokumen RKP Desa, APB Desa dan rencana kerja kepada
masyarakat melalui sosialisasi kegiatan.” Pada ayat (2), “Sosialisasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilakukan antara lain melalui:
a. musyawarah pelaksanaan kegiatan desa;
b. musyawarah dusun;
c. musyawarah kelompok;
d. sistem informasi Desa berbasis website;
e. papan informasi desa; dan
f. media lain sesuai kondisi Desa.
7. Pengadaan Bahan/Material.
Pasal 65 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tahun 2014 mengatur
Mekanisme dan teknis pengadaan bahan/material, sebagai berikut:
(1) Pelaksana kegiatan mendayagunakan sumberdaya alam yang ada di Desa,
sekurang-kurangnya melakukan:
a. pendataan kebutuhan material/bahan yang diperlukan;
b. penentuan material/bahan yang disediakan dari Desa; dan
c. menentukan cara pengadaan material/bahan.
(2) Besaran harga material/bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai
dengan perhitungan harga yang tercantum di dalam RKP Desa yang
ditetapkan dalam APB Desa.
1.3 Pelaksanaan
Actuating dimaknai sebagai suatu tindakan untuk mengupayakan agar semua unit
berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan tujuan organisasi. Jadi, actuating
bertujuan untuk menggerakkan orang agar mau bekerja dengan sendirinya dan penuh
dengan kesadaran secara bersam-sama untuk mencapai tujuan secara efektif dan
efisien.
Actuating merupakan upaya untuk merealisasikan suatu rencana. Dengan kata lain,
Actuating dapat diartikan sebagai rangkaian pelaksanaan tindakan-tindakan guna
pencapaian tujuan sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan. Agar tindakan-
tingdakan terarah untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien, maka diperlukan
tata laksana yang menjadi panduan. Demikian halnya dengan pelaksanaan
pembangunan Desa.
Di dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tahun 2014 proses
pembangunan desa diatur dalam pasal 52, yaitu;
(1) Kepala Desa mengoordinasikan kegiatan pembangunan Desa yang dilaksanakan
oleh perangkat Desa dan/atau unsur masyarakat Desa.
(2) Kepala Desa mengoordinasikan persiapan dan pelaksanaan pembangunan Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhitung sejak ditetapkan APB Desa.
Pada pasal 54 dijelaskan pula bahwa;
(1) Kepala Desa mengoordinasikan pelaksanaan program sektor dan/atau program
daerah yang didelegasikan pelaksanaannya kepada Desa.
(2) Pelaksanaan program sektor dan/atau program daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh perangkat desa dan/atau unsur masyarakat Desa
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dalam hal Pembangunan Kawasan Perdesaan diatur dalam Pasal 123 ayat (1)
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 yang berbunyi “Pembangunan kawasan
perdesaan merupakan perpaduan pembangunan antar-Desa yang dilaksanakan dalam
upaya mempercepat dan meningkatkan kualitas pelayanan, pembangunan, dan
pemberdayaan masyarakat Desa melalui pendekatan pembangunan partisipatif.”
1.4 Pengendalian
Di Dalam ilmu manajemen dikenal suatu sistem yang berfungsi mengawasi rangkaian
proses aktivitas organisasi. Controlling, dalam bahasa Indonesia dapat diartikan
sebagai pengawasan atau pengendalian. Menurut G.R Terry, pengawasan dapat
didefinisikan sebagai proses penentuan, apa yang harus dicapai yaitu standar, apa
yang sedang dilakukan yaitu pelaksanaan, menilai pelaksanaan dan apabila perlu
melakukan perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana yaitu
selaras dengan standar. Pengawasan atau pengendalian bukanlah hanya sekedar
mengendalikan pelaksanaan program dan aktivitas organisasi, namun juga mengawasi
sehingga fungsi ini dimungkinkan untuk melakukan koreksi pada keseluruhan proses
manajemen. Proses pengendalian akan mencatat perkembangan organisasi atau
program kearah tujuan yang diharapkan dan memungkinkan pemangku kepentingan
mendeteksi penyimpangan dari perencanaan tepat pada waktunya untuk mengambil
tindakan korektif sebelum terlambat. Jadi fungsi pengendalian dilakukan sebelum
proses, saat proses, dan setelah proses. Dengan pengendalian diharapkan juga agar
pemanfaatan semua unsur manajemen menjadi efektif dan efisien.
Masyarakat desa memiliki peran penting dalam fungsi pengendalian yang meliputi
pemantauan dan pengawasan penyelenggaraan pembangunan desa. Selanjutnya juga
dipertegas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Pasal 127 ayat 2 point
(j) yang berbunyi “melakukan pengawasan dan pemantauan penyelenggaraan
Pemerintahan Desa dan pembangunan Desa yang dilakukan secara
partisipatif oleh masyarakat Desa.”
Selanjutnya, pasal 85 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tahun 2014
berbunyi sebagai berikut;
(1) Pemantauan pembangunan Desa oleh masyarakat Desa dilakukan pada tahapan
perencanaan pembangunan Desa dan tahapan pelaksanaan pembangunan Desa.
(2) Pemantauan tahapan perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan dengan cara menilai penyusunan RPJM Desa dan RKP Desa.
(3) Pemantauan tahapan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan dengan cara menilai antara lain: pengadaan barang dan/atau jasa,
pengadaan bahan/material, pengadaan tenaga kerja, pengelolaan administrasi
keuangan, pengiriman bahan/material, pembayaran upah, dan kualitas hasil
kegiatan pembangunan Desa.
(4) Hasil pemantauan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dituangkan dalam format hasil pemantauan pembangunan Desa.
Fungsi manajemen dalam manajemen modern tidak berjalan linear. Hal ini
memungkinkan organisasi atau program bergerak terus menerus dan tidak berhenti
pada satu tahap. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa siklus manajemen yang
dilakukan oleh suatu organisasi adalah merencanakan, mengorganisasi staf dan
sumber daya yang ada, melaksanakan program kerja, dan mengendalikan
(pengawasan) jalannya pekerjaan. Di dalam proses pengendalian dilakukan evaluasi
untuk memperoleh umpan balik (feed back) guna melakukan koreksi terhadap
pelaksanaan, untuk dasar perencanaan kembali (replanning), atau untuk perencanaan
selanjutnya. Demikian seterusnya sehingga kegiatan fungsi-fungsi manajemen
tersebut merupakan suatu siklus spiral.
b. Implementasi Pengendalaian
Beberapa cara pengendalian yang harus dilakukan. oleh SKPD terkait; yang meliputi
pengawasan langsung, adalah pengawasan yang dilakukan secara langsung oleh tim
pengendali SKPD terkait. Tim Pengendali memeriksa pekerjaan yang sedang
dilakukan untuk mengetahui apakah dikerjakan dengan benar dan hasilnya sesuai
dengan yang dikehendakinya.
Pengawasan tidak langsung, adalah pengawasan jarak jauh, artinya dengan melalui
laporan secara tertulis yang sesuai dengan mekanisme pelaporan atau pengaduan
yang merupakan hasil pemantauan dan pengawasan masyarakat tentang pelaksanaan
pekerjaan dan hasil yang dicapai. Pengawasan berdasarkan pengecualian, adalah
pengawasan yang dikhususkan untuk kesalahan yang luar biasa dari hasil atau standar
yang diharapkan. Pengawasan ini dilakukan dengan cara kombinasi langsung dan
tidak langsung.
Ada dua tahap penting dalam proses penyelenggaraan pembangunan desa, yaitu
tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan kegiatan pembangunan. Pada masing-
masing tahapan tersebut terdapat proses sebagai bagian dari tata kelola yang
bertujuan untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas pengelolaannya.
Pada pasal 10 Permendagri No 114 Tahun 2014 berbunyi; (1) Tim penyusun
RPJM Desa melakukan penyelarasan arah kebijakan pembangunan
kabupaten/kota. (2) Penyelarasan arah kebijakan dilakukan untuk
mengintegrasikan program dan kegiatan pembangunan Kabupaten/Kota
dengan pembangunan Desa. (3) Penyelarasan arah kebijakan dilakukan
dengan mengikuti sosialisasi dan/atau mendapatkan informasi tentang arah
kebijakan pembangunan kabupaten/kota. (4) Informasi arah kebijakan
pembangunan kabupaten/kota sekurang-kurangnya meliputi:
a. rencana pembangunan jangka menengah daerah kabupaten/kota;
b. rencana strategis satuan kerja perangkat daerah;
c. rencana umum tata ruang wilayah kabupaten/kota;
d. rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota; dan
e. rencana pembangunan kawasan perdesaan.
Penetapan dan perubahan RPJM Desa adalah proses berikutnya. Kepala Desa
mengarahkan Tim penyusun RPJM Desa melakukan perbaikan dokumen
rancangan RPJM Desa berdasarkan hasil kesepakatan musyawarah
perencanaan pembangunan Desa. Rancangan RPJM Desa menjadi lampiran
rancangan peraturan Desa tentang RPJM Desa. Rancangan peraturan Desa
tentang RPJM Desa dibahas dan disepakati bersama oleh kepala Desa dan Badan
Permusyawaratan Desa untuk ditetapkan menjadi Peraturan Desa tentang RPJM
Desa. Apabila terjadi peristiwa khusus seperti bencana alam, krisis politik, krisis
ekonomi, dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan; atau terdapat
perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi,
dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota, Kepala Desa dapat mengubah
RPJM Desa. Perubahan RPJM Desa, dibahas dan disepakati dalam
musyawarah perencanaan pembangunan Desa dan selanjutnya ditetapkan
dengan peraturan Desa.
Pada tahapan ini Kelapa Desa membentuk Tim Penyusun Rencana Kerja
Pemerintah Desa. Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari; kepala
Desa selaku pembina, sekretaris Desa selaku ketua, ketua lembaga
pemberdayaan masyarakat sebagai sekretaris; dan anggota yang meliputi
perangkat desa, lembaga pemberdayaan masyarakat, kader pemberdayaan
masyarakat desa, dan unsur masyarakat. Jumlah tim paling sedikit 7 (tujuh) dan
paling banyak 11 (sebelas) orang. Tim penyusun RKP Desa melaksanakan
kegiatan sebagai berikut:
a. pencermatan pagu indikatif desa dan penyelarasan program/kegiatan
masuk ke desa;
b. pencermatan ulang dokumen RPJM Desa;
c. penyusunan rancangan RKP Desa; dan
d. penyusunan rancangan daftar usulan RKP Desa.