Anda di halaman 1dari 23

ANALISIS MINAT PEMBELIAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK

SUSTAINABLE FASHION DI PULAU JAWA

Disusun oleh:
Adinda Puspita Sari
19/443767/TK/48963

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI


DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN INDUSTRI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2022
LEMBAR PENGESAHAN
PROPOSAL TUGAS AKHIR

Nama : Adinda Puspita Sari


Nomor Induk Mahasiswa : 19/443767/TK/48963
Program Studi : Teknik Industri
Departemen : Teknik Mesin dan Industri
Judul : Analisis Minat Pembelian Konsumen terhadap Produk
Sustainable Fashion di Pulau Jawa

Yogyakarta, 24 Juni 2022


Dosen Pembimbing Tugas Akhir Mahasiswa yang Bersangkutan

Dr. Wangi Pandan Sari, S.T., M.Sc. Adinda Puspita Sari


NIP. 111199002202008201 NIM. 19/443767/TK/48963

Mengetahui,
Ketua Program Studi S-1 Teknik Industri

Dr. Eng. Ir. Titis Wijayanto, S.T., M.Des., IPM., ASEAN Eng.
NIP. 198207092015041001
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Saat ini, isu mengenai lingkungan kerap menjadi pusat perhatian dunia dimana
dilaporkan oleh National Geographic (2018), ditemukan 91% dari keseluruhan
plastik yang diproduksi di dunia tidak didaur ulang. Mengingat bahwa sampah
plastik membutuhkan 400 tahun untuk terurai, maka akan melewati banyak
generasi manusia. Jurnal sains Nature (Simon Reddy & Winnie Lau, 2020)
menetapkan bahwa saat ini, sekitar 11 juta ton plastik dibuang ke lautan setiap
tahun, sehingga merusak habitat satwa liar dan hewan yang hidup di dalamnya.
Tak hanya berdampak bagi satwa dan hewan, saat ini masyarakat mulai
merasakan dampak negatif yang ditimbulkan, seperti pemanasan global, serta
menipisnya sumber daya alam yang secara langsung ataupun tidak langsung
memengaruhi preferensi masyarakat untuk beralih ke penggunaan produk yang
sustainable dan ramah lingkungan (Rusyani et al., 2021). Adanya hal tersebut
memicu munculnya berbagai macam organisasi pecinta lingkungan dan pengguna
sustainable product, yang secara langsung maupun tidak langsung menciptakan
segmentasi pasar tersendiri bagi pelaku bisnis dan perusahaan (Saxena &
Khandelwal, 2010).
Berbagai bidang dan industri saat ini berlomba-lomba untuk menerapkan asas
sustainability atau keberlanjutan, baik dalam produksi, rantai pasok maupun
pemasaran, khususnya dalam industri pakaian/fashion, yang dalam beberapa tahun
belakangan ini menarik perhatian masyarakat dunia. Riset global yang dilakukan
oleh UN Environment Programme menunjukkan bahwa 10% emisi
karbondioksida global dihasilkan oleh industri fashion, sementara industri aviasi
(penerbangan) hanya menghasilkan 2% emisi karbondioksida secara global.
Sustainable fashion, atau fesyen berkelanjutan, merupakan praktik dalam fashion
yang mengedepankan nilai-nilai dari berbagai pihak yang terlibat di dalamnya,
khususnya lingkungan dan kemanusiaan. Dalam hal ini, untuk aspek kemanusiaan
yang dimaksud adalah kondisi tenaga kerja yang bekerja secara manual dengan
upah yang sangat rendah, namun jam kerja yang diharuskan sangat panjang dan
kondisi lingkungan kerja yang tidak sesuai dengan standar. Untuk aspek
lingkungan yang dimaksud adalah material yang digunakan untuk membuat
fashion adalah material yang mudah terurai secara organik (Harris et al., 2016).
Perkembangan sustainable fashion di Indonesia saat ini mengalami
pertumbuhan yang signifikan. Ditemukan mulai banyak fashion brand yang
berprinsip conscious consumerism atau konsumerisme yang sadar, dimana
konsumen dengan sengaja membuat keputusan pembelian yang diyakini memiliki
dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan yang positif. Adanya fashion brand ini
untuk memenuhi permintaan pasar pengguna sustainable product di Indonesia.
Fashion brand lokal Indonesia yang menerapkan prinsip sustainable fashion
diantaranya adalah Sejauh Mata Memandang, Pijak Bumi, Kana Goods, dan
brand lainnya.
Meskipun telah banyak dilakukan penelitian mengenai minat pembelian
sustainable product di banyak negara, namun penelitian yang secara spesifik
meneliti mengenai minat pembelian sustainable fashion masih sangat terbatas,
terutama di Pulau Jawa, Indonesia. Pemilihan Pulau Jawa menjadi lingkup
penelitian dikarenakan pelaku bisnis sustainable product brand lokal Indonesia
terbanyak adalah di Pulau Jawa dan berdasarkan survei yang dilakukan oleh
Perusahaan Kredivo pada tahun 2019, ditemukan bahwa sebanyak 77% transaksi
pembelian produk fashion di Indonesia terjadi di Pulau Jawa. Oleh karena itu,
penelitian ini diharapkan dapat menemukan hubungan bagaimana
variabel-variabel terkait memengaruhi minat pembelian sustainable fashion di
Pulau Jawa secara aktual, dan dapat mengisi kesenjangan penelitian mengenai
topik ini khususnya di Pulau Jawa, Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, dijelaskan bahwa sustainable
fashion di Indonesia saat ini sedang berkembang pesat, khususnya di Pulau Jawa.
Oleh karena itu, penelitian ini melakukan analisis minat pembelian konsumen
terhadap produk sustainable fashion secara aktual di Pulau Jawa.

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi faktor yang secara signifikan memengaruhi minat konsumen
Pulau Jawa terhadap pembelian sustainable fashion.
2. Mengidentifikasi faktor yang secara signifikan memengaruhi perilaku
konsumen Pulau Jawa terhadap pembelian sustainable fashion secara aktual.

1.4 Asumsi dan Batasan Penelitian


Asumsi yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Hasil analisis minat pembelian konsumen terhadap sustainable fashion secara
aktual di Pulau Jawa dilakukan dengan benar dan sejujur-jujurnya.
Batasan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian dilakukan di Pulau Jawa.
2. Pengambilan data dilakukan secara online menggunakan media Google Form.
3. Objek penelitian berupa sustainable fashion di Pulau Jawa, dimana terbuat
dari material organik serta melalui proses produksi yang memenuhi aspek
lingkungan dan kemanusiaan, dengan batasan produk berupa baju, celana, rok,
dan sepatu.

1.5 Manfaat Penelitian


Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Pelaku bisnis sustainable fashion dapat memahami faktor yang memengaruhi
minat pembelian pada konsumen.
2. Pelaku bisnis sustainable fashion dapat mempertimbangkan perilaku
konsumen dalam melakukan pengembangan produk.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Sustainable lifestyle merupakan gaya hidup dengan mengutamakan


penggunaan produk yang terbuat dari material ramah lingkungan untuk mencegah
kerusakan lingkungan yang perlu dikelola dan dijaga untuk generasi berikutnya
(Danielle, 2019). Dalam beberapa tahun terakhir ini, sustainability menjadi hal
yang dipertimbangkan dalam berbelanja segala jenis produk. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Lee (2011), Singh & Bansal ( 2012) dan
Punyatoya (2014) didapatkan hasil bahwa terjadi peningkatan jumlah konsumen
yang secara sadar membeli sustainable product dan penerapan konsep sustainable
lifestyle paling banyak dilakukan di Asia dibandingkan dengan benua lainnya
(Punyatoya, 2014).
Sudah banyak dilakukan penelitian mengenai human behavior dalam
pembelian sustainable product. Tujuan utama dilakukannya penelitian tersebut
adalah untuk menguji faktor psikologis, sebagai variabel pada penelitian, yang
dapat mendorong konsumen untuk membeli sustainable product (human
behavior). Theory of Reasoned Action yang ditemukan pertama kali oleh Ajzen &
Fishbein, (1973) menyimpulkan bahwa keinginan serta minat untuk melakukan
suatu perilaku (human behavior) dapat diprediksi menggunakan dua hal utama,
yaitu attitude toward the behavior dan subjective norm. TRA selanjutnya
dikembangkan kembali oleh Ajzen (1985) dengan menambahkan satu faktor yaitu
perceived behavioral control (PBC), sehingga dinamakan Theory of Planned
Behavior (TPB). Maka, dapat disimpulkan bahwa untuk mengukur human
behavior seseorang dalam melakukan suatu perilaku dengan menggunakan
framework TPB, dapat dipengaruhi oleh attitude toward the behavior, subjective
norm, dan perceived behavioral control (PBC).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Yadav & Pathak (2016), digunakan TPB
sebagai kerangka teoritis untuk melakukan uji pada tiap faktor di dalamnya, serta
menambahkan dua faktor tambahan untuk dilakukan uji, yaitu Environmental
Concern (EC) dan Environmental Knowledge (EK) sebagai faktor dalam
pengujian human behavior spesifik untuk pembelian sustainable product. EC
diyakini dapat secara signifikan memengaruhi perilaku konsumen terhadap
sustainable product dan service (Aman et al., 2012), dan terlebih lagi
memengaruhi minat pembelian. Hasil penelitian Yadav & Pathak (2016)
membuktikan bahwa EC memiliki pengaruh yang paling signifikan pada minat
pembeli konsumen, dimana menunjukkan bahwa konsumen (yang termasuk
sampel penelitian) juga memperhatikan isu yang berhubungan dengan lingkungan
dan mempertimbangkan hal tersebut pada saat membeli product sustainable. Hasil
ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Hartmann & Apaolaza-Ibáñez
(2012) dalam menentukan pentingnya EC sekaligus pilihan untuk eco-friendly
behavior.
Menurut Chan & Lau (2000), EK didefinisikan sebagai pengetahuan yang
dimiliki oleh setiap individu mengenai isu lingkungan. Ketika isu lingkungan
menjadi concern, pengetahuan mengenai lingkungan mengubah environmental
attitude dan perilaku pembelian juga akan dipengaruhi oleh EK. EK dinyatakan
sebagai salah satu variabel penting yang dapat memengaruhi minat dan perilaku
pembelian sustainable product (Mostafa, 2009). Hasil penelitian Yadav & Pathak
(2016) membuktikan bahwa EK juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
minat pembelian sustainable product, dimana hasil ini mendukung penelitian
yang dilakukan oleh Mostafa (2009) dan Vicente-Molina et al., (2013) bahwa EK
memegang peranan krusial dalam perilaku pro-environmental, termasuk
pembelian sustainable product. Pada penelitian ini, penggunaan TPB berhasil
terbukti berguna dalam menentukan minat pembelian product sustainable, juga
didukung dengan penambahan dua faktor EK dan EC. Pada akhirnya
menunjukkan peningkatan robustness dan kekuatan prediktif yang dihasilkan
sebanyak 37.7% dari sebelumnya 27.1%. (Yadav & Pathak, 2016).
Kerangka TPB digunakan kembali oleh Kumar Jain et al., (2017) dengan
menguji tiga faktor prediktor pada TPB dengan menambahkan control on
availability (CVA) sebagai faktor prediktor tambahan, serta mengganti perceived
behavior control (PBC) menjadi perceived consumer effectiveness (PCE), untuk
mengetahui pengaruhnya terhadap minat pembelian (purchase intention) yang
nantinya berdampak pada perilaku pembelian (purchase behavior). Data
dikumpulkan melalui metode kuesioner, guna mendapatkan data sampel secara
cepat dengan cakupan luas. Penggunaan metode pengumpulan data ini digunakan
oleh banyak penelitian sebelumnya (Francis, J. et al., 2004; (Debevec et al.,
2013); Uddin & Khan, 2016; Yadav & Pathak, 2016), khususnya untuk
mendapatkan data dan informasi dengan validitas tinggi, mengetahui perilaku dari
responden secara langsung, dan memperoleh data perbandingan sebagai bahan
evaluasi (Wright, 2005). Kumar Jain et al., (2017) melakukan pengolahan data
menggunakan pendekatan structural equation modeling (SEM). SEM paling
sering digunakan untuk melakukan penelitian multivariat khususnya pada bidang
pendidikan, psikologi, manajemen, ilmu sosial, ilmu pemasaran, dan ilmu politik.
Pemodelan SEM adalah salah satu teknik peubah ganda yang dapat menganalisis
beberapa peubah laten endogenous dan eksogenous secara simultan. Hasil
penelitian Kumar Jain et al., (2017) menggunakan SEM menunjukkan hasil
pemodelan good fit, dengan faktor yang paling menentukan minat pembelian
untuk sustainable product adalah perceived consumer effectiveness (PCE).
Perbedaan hasil yang didapatkan dengan penelitian Yadav & Pathak, (2016) dapat
dipengaruhi oleh perbedaan variabel penelitian yang digunakan. Pada Yadav &
Pathak, (2016), variabel prediktor tambahan yang diteliti adalah EK dan EC guna
mempertimbangkan apakah terdapat pengaruh dari pengetahuan diri dan concern
terhadap lingkungan dengan minat pembelian sustainable product, sementara
Kumar Jain et al., (2017) menambahkan CVA dan mengganti PBC menjadi PCE
sebagai variabel prediktor, dimana lebih mempertimbangkan apakah terdapat
pengaruh dari sustainable product itu sendiri dibandingkan dengan pengaruh dari
dalam diri dengan minat pembelian sustainable product. Sementara dalam
penyusunan hipotesis, keduanya menggunakan metode yang sama yaitu kerangka
TPB.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Yadav & Pathak, (2016) dan
Kumar Jain et al., (2017), Heo & Muralidharan, (2019) tidak menggunakan
kerangka TPB dalam menyusun hipotesis serta variabel yang digunakan untuk
melakukan penelitian. Penelitian ini kembali menguji faktor prediktor yang
sebelumnya diujikan oleh penelitian lain, yaitu environmental knowledge (EK)
(Anggraeni & Balqiah, 2021; Rusyani et al., 2021; Yadav & Pathak, 2016),
environmental concern (EC) (Anggraeni & Balqiah, 2021; Rusyani et al., 2021;
Yadav & Pathak, 2016), dan perceived consumer effectiveness (PCE) (Kumar Jain
et al., 2017). Ketiga variabel ini diteliti untuk mengetahui apakah memengaruhi
environmentally conscious consumer behavior (ECCB). ECCB merupakan
seberapa jauh konsumen membeli produk yang diyakini memberikan manfaat
terhadap lingkungan (Roberts, 1996). Berdasarkan studi yang dilakukan oleh
Grocery Manufacturers Association (2009), menunjukkan bahwa dari 6400
konsumen yang mengikuti survei, 95% willing to consider pembelian sustainable
product, namun hanya 22% yang benar-bener melakukan pembelian. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat gap diantara attitude dengan actual purchase
behavior. Hasil penelitian Heo & Muralidharan, (2019) menemukan bahwa EK
secara langsung memengaruhi perilaku pembeli dalam membeli sustainable
product, EK secara langsung saling berterkaitan dengan EC, menunjukkan bahwa
konsumen yang memiliki pengetahuan terhadap lingkungan adalah orang-orang
yang concern dengan isu-isu lingkungan. Namun, EK tidak berkaitan dengan
PCE, dimana konsumen dengan pengetahuan terhadap lingkungan belum tentu
percaya bahwa dapat menyelesaikan permasalahan lingkungan. Bertentangan
dengan hipotesis yang dibangun, PCE tidak secara langsung dapat memprediksi
ECCB. Penelitian ini juga membuktikan bahwa EC ditemukan dapat memprediksi
ECCB lebih lagi dibandingkan dengan EK. Hal ini menunjukkan bahwa
konsumen dengan tingkat kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan akan
semakin memengaruhi perilaku terhadap pembelian sustainable product.
Berdasarkan penelitian-penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti
sebelumnya, ditemukan bahwa perilaku konsumen terhadap pembelian
sustainable product dapat diukur menggunakan variabel yang berbeda dengan
metode yang berbeda. Namun, penelitian yang secara spesifik meneliti mengenai
minat pembelian sustainable fashion masih sangat terbatas, terutama di Pulau
Jawa, Indonesia. Untuk memenuhi research gap, posisi penelitian ini dapat dilihat
pada peta penelitian pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Peta Penelitian
BAB III

LANDASAN TEORI

3.1 Sustainable Fashion


Menurut Goworek (2012), sustainable fashion merupakan pakaian yang
mengimplementasikan satu atau lebih aspek keberlanjutan sosial dan
lingkungan, seperti proses produksi yang mengadopsi perdagangan yang adil
(fair trade) maupun menggunakan kain yang terbuat dari bahan organik.
Sustainable fashion mencakup banyak sekali masalah yang bersifat etis atau
lingkungan dalam produksi dan konsumsi fesyen (Lee et al., 2012).

3.2 Analisis Minat Pembelian (Purchase Intention)


Menurut Schiffman (2007), minat merupakan salah satu aspek psikologis
yang berpengaruh besar terhadap perilaku. Minat beli diartikan sebagai
kecenderungan konsumen untuk mengambil tindakan yang berhubungan
dengan pembelian yang diukur dengan tingkat kemungkinan konsumen
melakukan pembelian (Assael, 2001). Menurut Kotler & Keller (2009), minat
beli adalah perilaku konsumen yang muncul sebagai respon terhadap objek
yang menunjukkan keinginan seseorang untuk melakukan pembelian. Minat
beli akan timbul ketika seseorang sudah terpengaruh terhadap mutu, kualitas,
mapun informasi mengenai produk (Durianto, 2003). Minat beli dapat
diidentifikasi melalui aspek-aspek sebagai berikut (Ferdinand, 2002):
1. Minat transaksional, yaitu kecenderungan seseorang untuk membeli
produk. Konsumen telah memiliki minat untuk melakukan pembelian
produk.
2. Minat referensial, yaitu kecenderungan seseorang untuk mereferensikan
suatu produk kepada orang lain. Konsumen yang memiliki minat untuk
melakukan pembelian produk menyarankan orang lain untuk melakukan
pembelian produk yang sama.
3. Minat preferensial, yaitu minat yang menggambarkan perilaku seseorang
yang memiliki preferensi utama pada produk tersebut. Konsumen telah
memiliki minat untuk melakukan pembelian terhadap produk yang
menjadi preferensinya.
4. Minat eksploratif, yaitu minat yang menggambarkan perilaku seseorang
yang selalu mencari informasi mengenai produk yang diminati dan
informasi yang mendukung sifat positif terhadap produk tersebut.

3.3 Theory of Planned Behaviour


Secara psikologis, sifat perilaku manusia dapat dipertimbangkan dan
direncanakan (Ajzen, 1991). Menurut Ajzen (1991), theory of planned
behaviour (TPB) dinyatakan sebagai teori keinginan serta minat dari
seseorang untuk melakukan suatu perilaku. TPB merupakan pengembangan
dari theory of reasoned action (TRA) (Ajzen, 1973) yang sebelumnya
menyatakan bahwa terdapat dua faktor yang digunakan untuk memprediksi
perilaku, yaitu attitude toward the behaviour dan subjective norm. Pada TPB,
ditambahkan satu prediktor, yaitu perceived behavioural control (PBC).
3.3.1 Attitude Toward Behaviour
Sikap terhadap perilaku mengacu pada sejauh mana seseorang memiliki
evaluasi atau penilaian yang menguntungkan atau tidak terhadap suatu
perilaku (Ajzen, 1991). Sikap mencerminkan keinginan, dan keyakinan
seseorang dalam melakukan tindakan tertentu (Krueger, 1993). Sikap
merupakan kecenderungan seseorang untuk berperilaku secara konsisten pada
sesuatu yang disuka ataupun tidak tentang objek tertentu (Schiffman &
Wisenblit, 2015). Dapat disimpulkan bahwa attitude sangat berkaitan erat
dengan behaviour.
3.3.2 Subjective Norm
Menurut Ajzen (1991), norma subjektif, atau yang merupakan faktor
sosial, mengacu pada tekanan sosial yang dirasakan untuk melakukan atau
tidak melakukan suatu perilaku. Tekanan yang dirasakan dari orang lain yang
dianggap penting, akan memengaruhi niat seseorang dalam berperilaku (Wan,
Shen, & Choi, 2017). Norma subjektif mengacu pada standar pada tingkat
kelompok sosial (Niemiec et al., 2020).
3.3.3 Perceived Behavioural Control
Perceived behavioural control mengacu pada kemudahan atau kesulitan
yang dirasakan ketika melakukan suatu perilaku dan diasumsikan
mencerminkan pengalaman masa lalu, termasuk antisipasi hambatan (Ajzen,
1991). Menurut Ajzen (1991), hambatan yang dimaksudkan dapat berasal dari
dalam atau faktor internal, seperti keterampilan, kemauan, dan lain-lain,
maupun dari luar atau faktor eksternal, seperti lingkungan. Perilaku seseorang
sangat dipengaruhi oleh kepercayaan diri individu terhadap kemampuan untuk
melakukannya.

3.4 Structural Equation Modeling


Menurut Hair et al. (2018), Structural Equation Modeling (SEM)
merupakan metode statistik analisis data yang dapat menganalisis hubungan
beberapa variabel dependen dan independen secara langsung. Penggunaan
SEM sebagai metode analisis data berbeda dengan model regresi lainnya,
karena dapat menjelaskan secara menyeluruh hubungan antara beberapa
variabel di dalam penelitian, baik recursive maupun non recursive. (Jogiyanto,
2011). Adapun dua hal yang bisa dilakukan pada satu waktu dalam SEM:
1. SEM mampu untuk menguji hubungan antara variabel yang memiliki sifat
multiplerelationship.
2. SEM mampu menggambarkan pola hubungan antara variabel laten dan
variabel indikator.
Adapun variabel utama yang digunakan pada SEM:
1. Variabel Laten
Variabel laten merupakan variabel yang tidak bisa diukur secara langsung
karena sifatnya yang kompleks dan abstrak, sehingga harus diukur
menggunakan variabel teramati (indikator) (Jogiyanto, 2011). Variabel
laten diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu variabel laten endogenus
dan variabel laten eksogenus. Variabel laten endogenus merupakan
variabel laten disebabkan oleh variabel laten lain yang berada di luar
model. Dengan kata lain, variabel laten endogenus hanya berfungsi
sebagai variabel independen. Sementara itu, variabel laten yang
disebabkan oleh variabel laten lainnya di dalam model disebut variabel
laten endogen, sehingga dapat berfungsi sebagai variabel dependen
sekaligus independen.
2. Variabel Indikator
Variabel indikator merupakan variabel teramati atau variabel yang dapat
diamati/diukur secara empiris. Variabel indikator merupakan variabel yang
digunakan untuk membentuk variabel laten, baik variabel laten endogenus
maupun variabel laten eksogenus, dan diwujudkan dengan
pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner kepada responden dengan skala
likert.
Variabel laten endogenus dinotasikan dengan huruf Yunani yaitu “eta” ( Ƞ
), dan variabel laten eksogenus dinotasikan dengan huruf Yunani yaitu “ksi” (
ξ ). Terdapat dua jenis konstruk apabila dilihat dari hubungan variabel laten
dengan indikatornya, yaitu variabel laten dengan konstruk formatif dan
variabel laten dengan konstruk reflektif.
Variabel laten dengan indikator formatif memiliki kausalitas dengan arah
panah berasal dari variabel indikator ke variabel latennya, sehingga apabila
terjadi perubahan pada salah satu variabel indikator maka akan menyebabkan
perubahan makna variabel latennya (Hair et al., 2018). Hubungan tersebut
dapat dilihat pada Gambar 3.1, di mana Y1 menunjukkan hubungan antara
variabel laten dengan indikatornya. Sementara itu, variabel laten dengan
indikator reflektif memiliki kausalitas dengan arah panah berasal dari variabel
laten ke variabel indikatornya, sehingga apabila terdapat perubahan pada salah
satu variabel laten akan menyebabkan perubahan pada variabel indikator
lainnya. Hubungan tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.1, di mana Y2, Y 3,
Y4 menunjukkan hubungan variabel laten dengan variabel indikator
masing-masing.

Gambar 3.1 Path Model


BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Objek Penelitian


Objek pada penelitian ini adalah sustainable fashion atau pakaian ramah
lingkungan yang terbuat dari material organik serta melalui proses produksi
dengan penerapan konsep keberlanjutan (sustainability), yang berasal dan
dipasarkan di Pulau Jawa tanpa adanya spesifik brand tertentu, dengan
batasan produk berupa baju, celana, rok, dan sepatu. Data yang digunakan
pada penelitian ini meliputi data primer, yaitu data yang diperoleh dengan
menyebarkan kuesioner pada konsumen yang pernah melakukan pembelian
sustainable fashion dan target pasar dari brand sustainable fashion di Provinsi
Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta,
dan Jawa Timur, serta data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari penelitian
terdahulu, literatur, dan informasi lainnya yang mendukung. Pengambilan data
pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Menurut
Sugiono (2010), purposive sampling merupakan metode sampling untuk
menentukan sampel penelitian dengan beberapa pertimbangan tertentu yang
bertujuan agar data yang diperoleh menjadi representatif.

4.2 Instrumen Penelitian


Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Kuesioner yang bersifat online questionnaire dengan menggunakan
Google Forms yang akan digunakan untuk pengambilan kuantitatif.
Kuesioner akan disebarkan melalui sosial media seperti WhatsApp, LINE,
Instagram, dan Twitter.
2. Software SPSS digunakan untuk melakukan analisis dan pengolahan data
hasil kuesioner
3. Software LISREL digunakan untuk melakukan pengolahan data dengan
SEM.

4.3 Tahapan Penelitian


Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1. Adapun tahapan
yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Merumuskan Masalah
Pada tahapan ini, dilakukan penguraian permasalahan yang akan diangkata
terkait dengan minat pembelian konsumen terhadap produk sustainable
fashion.
2. Melakukan Studi Literatur
Pada tahapan ini, dilakukan studi literatur guna menemukan research gap
dari penelitian terdahulu terkait topik minat pembelian konsumen terhadap
produk sustainable fashion sehingga peneliti dapat mengetahui posisi
penelitian untuk kemudian dapat dilakukan penelitian lebih lanjut. Selain
itu, studi literatur juga dilakukan pada teori, serta data lainnya yang
mendukung penelitian.
3. Menentukan Variabel
Pada tahapan ini, dilakukan studi literatur untuk menentukan
variabel-variabel yang akan digunakan dalam model penelitian. Terdapat
dua jenis variabel yang digunakan, yaitu variabel laten dan variabel
indikator.
4. Menyusun Model Penelitian
Pada tahapan ini, dilakukan penyusunan model penelitian dan hipotesis
terkait minat pembelian konsumen terhadap produk sustainable fashion.
Selain itu juga dilakukan pendefinisian hubungan antara setiap variabel
laten dengan variabel indikator terkait.
5. Menyusun Kuesioner
Pada tahapan ini, dilakukan penyusunan kuesioner yang akan digunakan
sebagai instrumen penelitian dalam mengumpulkan data kuantitatif.
Kuesioner yang digunakan merupakan kuesioner yang diadopsi dari
penelitian sebelumnya. Sebelum dilakukan pengambilan data, kuesioner
diujikan terlebih dahulu melalui pilot study, serta uji validitas dan
reliabilitas, guna mengetahui apakah pertanyaan yang ditentukan sudah
valid dan reliabel. Apabila terdapat pertanyaan yang belum valid dan
reliabel, maka tahapan penyusunan kuesioner dilakukan ulang.
6. Melakukan Pengambilan Data
Pada tahapan ini, kuesioner yang sudah valid dan reliabel disebar secara
online melalui sosial media dalam bentuk Google Form. Responden pada
penelitian ini merupakan konsumen yang pernah berbelanja dan/atau
menjadi target pasar dari brand sustainable fashion di Pulau Jawa.
7. Melakukan Pengolahan dan Analisis Data
Pada tahapan ini, data yang didapatkan dari tahapan sebelumnya diolah
dengan menggunakan software SPSS dan LISREL. Analisis data
dilakukan guna mengetahui variabel apa saja yang berpengaruh secara
signifikan terhadap minat pembelian konsumen terhadap produk
sustainable fashion.
8. Menarik Kesimpulan dan Saran
Pada tahapan ini, kesimpulan diambil dari hasil analisis data guna
menjawab tujuan awal penelitian, dan saran dibuat dengan
mempertimbangkan arahan dan arahan untuk penelitian selanjutnya.
Gambar 4.1 Diagram Alir Penelitian

Tabel 4.1 Timeline Penelitian


DAFTAR PUSTAKA

Ajzen, I., & Fishbein, M. (1973). Attitudinal and Normative Variables as


Predictors. Journal of Personality and Social Psychology, 27(1), 41–57.
Anggraeni, D., & Balqiah, T. E. (2021). What Influence Indonesian Millennial to
Have Environmentally Conscious Consumer Behavior?
Chan, R. Y. K., & Lau, L. B. Y. (2000). Antecedents of green purchases: A survey
in China. Journal of Consumer Marketing, 17(4), 338–357.
https://doi.org/10.1108/07363760010335358
Debevec, K., Schewe, C. D., Madden, T. J., & Diamond, W. D. (2013). Are
today’s Millennials splintering into a new generational cohort? Maybe!
Journal of Consumer Behaviour, 12(1), 20–31.
https://doi.org/10.1002/cb.1400
Harris, F., Roby, H., & Dibb, S. (2016). Sustainable clothing: Challenges, barriers
and interventions for encouraging more sustainable consumer behaviour.
International Journal of Consumer Studies, 40(3), 309–318.
https://doi.org/10.1111/ijcs.12257
Hartmann, P., & Apaolaza-Ibáñez, V. (2012). Consumer attitude and purchase
intention toward green energy brands: The roles of psychological benefits
and environmental concern. Journal of Business Research, 65(9),
1254–1263. https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2011.11.001
Heo, J., & Muralidharan, S. (2019). What triggers young Millennials to purchase
eco-friendly products?: the interrelationships among knowledge, perceived
consumer effectiveness, and environmental concern. Journal of Marketing
Communications, 25(4), 421–437.
https://doi.org/10.1080/13527266.2017.1303623
Kumar Jain, V., Agarwal, S., & Jain, V. K. (2017). Understanding Purchasing
Behaviour Towards Environmentally Sustainable Products Using Theory of
Planned Behaviour: An StructuralEquation Modeling Approach. 19, 14–23.
https://doi.org/10.9790/487X-1908011423
Lee, K. (2011). The green purchase behavior of hong kong young consumers: The
role of peer influence, local environmental involvement, and concrete
environmental knowledge. Journal of International Consumer Marketing,
23(1), 21–44. https://doi.org/10.1080/08961530.2011.524575
Mostafa, M. M. (2009). Shades of green: A psychographic segmentation of the
green consumer in Kuwait using self-organizing maps. Expert Systems with
Applications, 36(8), 11030–11038.
https://doi.org/10.1016/j.eswa.2009.02.088
National Geographic. (2018). A whopping 91% of plastic isn’t recycled.
https://www.nationalgeographic.com/science/article/plastic-produced-recycli
ng-waste-ocean-trash-debris-environment
Punyatoya, P. (2014). Linking Environmental Awareness and Perceived Brand
Eco-friendliness to Brand Trust and Purchase Intention. Global Business
Review, 15(2), 279–289. https://doi.org/10.1177/0972150914523572
Roberts, J. A. (1996). Green consumers in the 1990s: Profile and implications for
advertising. Journal of Business Research, 36(3), 217–231.
https://doi.org/10.1016/0148-2963(95)00150-6
Rusyani, E., Lavuri, R., & Gunardi, A. (2021). Purchasing Eco-Sustainable
Products: Interrelationshipbetween Environmental Knowledge,
Environmental Concern,Green Attitude, and Perceived Behavior.
Sustainability (Switzerland), 13(9). https://doi.org/10.3390/su13094601
Saxena, R., & Khandelwal, P. K. (2010). Can Green Marketing be used as a tool
for Sustainable Growth?: A Study Can Green Marketing be used as a tool for
Sustainable Growth?: A Study Performed on Consumers in India-An
Emerging Economy Performed on Consumers in India-An Emerging
Economy. https://ro.uow.edu.au/dubaipapers/96
Simon Reddy, & Winnie Lau. (2020). Breaking the Plastic Wave: Top Findings
for Preventing Plastic Pollution | The Pew Charitable Trusts.
https://www.pewtrusts.org/en/research-and-analysis/articles/2020/07/23/brea
king-the-plastic-wave-top-findings
Singh, A. K., & Bansal, M. (2012). Green Marketing : A Study of Consumer
Attitude and Environmental Concern. The Indian Journal of Commerce,
65(2), 273–283.
Uddin, S. M. F., & Khan, M. N. (2016). Exploring green purchasing behaviour of
young urban consumers. South Asian Journal of Global Business Research,
5(1), 85–103. https://doi.org/10.1108/sajgbr-12-2014-0083
Vicente-Molina, M. A., Fernández-Sáinz, A., & Izagirre-Olaizola, J. (2013).
Environmental knowledge and other variables affecting pro-environmental
behaviour: Comparison of university students from emerging and advanced
countries. Journal of Cleaner Production, 61, 130–138.
https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2013.05.015
Wright, K. B. (2005). Researching Internet-Based Populations: Advantages and
Disadvantages of Online Survey Research, Online Questionnaire Authoring
Software Packages, and Web Survey Services. Journal of
Computer-Mediated Communication, 10(3), 00–00.
https://doi.org/10.1111/J.1083-6101.2005.TB00259.X
Yadav, R., & Pathak, G. S. (2016). Young consumers’ intention towards buying
green products in a developing nation: Extending the theory of planned
behavior. Journal of Cleaner Production, 135, 732–739.
https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2016.06.120

Anda mungkin juga menyukai