Anda di halaman 1dari 5

BRAND LOKAL SUKKHA CITTA DALAM MENGEDUKASI MASYARAKAT

TENTANG SUSTAINABLE FASHION DI MEDIA SOSIAL INSTAGRAM

Hanabila Caesadhiba Ichwani

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pakaian merupakan salah satu kebutuhan sandang bagi manusia yaitu kebutuhan yang
diperlukan manusia sebagai simbol mahkluk berbudaya. Biasanya gaya berpakaian
seseorang cenderung dipilih berdasarkan keperluan, kebiasaan atau bahkan kebudayaan.
Saat ini, fungsi pakaian tidak hanya menjadi kebutuhan sandang saja bagi manusia
melainkan pakaian sudah menjadi salah sau bagian dari fashion. Fashion merupakan segala
sesuatu yang sedang trend dalam masyarakat, hal ini bisa mencakup makanan, hiburan,
barang dan pakaian (Trisnawati, 2016). Trend fashion pakaian di Indonesia sendiri sudah
berkembang sejak tahun 50-an, diawali dengan style urban dan pop culture, berkembang
ke tahun 70-an dimana fashion cenderung mengikuti style disco dan punk, berlanjut ke
tahun 90-an yang mana jaket jeans cukup popular di kalangan masyarakat dan hingga kini
style fashion pun telah berkembang seiring dengan perkembangan teknologi. Masuknya era
digitalisasi, dimana hampir semua kegiatan sudah bisa dilakukan lewat handphone
tentunya membawa pengaruh bagi fashion yang berkembang. Akibat dari perkembangan
teknologi, adanya salah satu trend fashion yang berkembang yaitu fast fashion. Fast fashion
adalah model bisnis yang menawarkan pakaian murah dan trendy yang perputarannya
sangat cepat untuk memenuhi dan menguasai pasar (Nidia, 2020).
Fast fashion termasuk bisnis kapitalis yang mana industri mengeluarkan biaya produksi
sedikit untuk mendapatkan keuntungan sebanyak – banyaknya. Awalnya pakaian yang
berfungsi sebagai kebutuhan, seiring berjalannya waktu malah menjadi ladang bisnis.
Pakaian yang seharusnya hanya keluar 4x per tahun berdasarkan musim, kini bisa menjadi
52x dalam setahun demi mengambil keuntungan dan mengikuti trend. Berkembangnya
fast fashion berdampak pada sikap konsumerisme masyarakat karena menganggap bahwa
fast fashion merupakan trend “modis” masa kini. Masyarakat seolah – olah ditipu oleh
industri fashion. Harga sale atau diskon dan produksi besar – besaran yang tidak masuk
akal justru malah membuat masyarakat semakin tertarik dalam membeli fast fashion demi
memenuhi keinginannya. Kurangnya pengetahuan serta sikap konsumtif yang berkembang
akibat adanya keinginan mengikuti “trend” menjadi salah satu faktor mengapa fast fashion
masih digandrungi oleh masyarakat khususnya anak muda. Kurangnya kepedulian terhadap
lingkungan serta sikap bodo amat yang terbentuk akibat era digitalisasi membuat
masyarakat seolah “menutup mata” terhadap fakta yang ada akibat fast fashion.
Padahal fast fashion membawa banyak pengaruh buruk terhadap isu lingkungan bdan
kemanusiaan. Dimulai dari kualitas bahan untuk proses produksi, tentunya untuk
menghemat biaya industri fast fashion menggunakan bahan – bahan yang kualitasnya tidak
bagus. Semua bahan – bahan yang digunakan harus serba instan dan cepat. Sebagai contoh,
bahan nilon dan spandex yang mana kedua bahan tersebut berasal dari plastik yang
diekstraksi. Pakaian berbahan dasar plastik ini apabila diproduksi, ia bisa melepaskan
partikel mikroplastik yang dapat mencemari ekosistem air laut. Berdasarkan studi yang
dilakukan oleh Pusat Riset Oseanografi IPB mengemukakan bahwa ada sebanyak 70%
bagian Tengah Sungai Citarum yang sudah tercemar mikroplastik berupa serat benang
polyester. Hal ini juga diperkuat dengan keberadaan industri tekstil di lokasi tersebut.
Apabila ikan – ikan di laut telah tercemar limbah kemudian dikonsumsi lagi oleh manusia
justru malah bahaya bagi kesehatan manusia. Kemudian dari isu kemanusiaan, bayangkan
sebuah industri menargetkan produksi secara masal, tentu pekerjanya mau tidak mau
dipaksa memproduksi fashion dengan jumlah yang tidak masuk akal. Fast fashion telah
mengeksploitasi manusia demi memenuhi trend dan kenutuhan konsumerisme. Upah yang
diberikan kepada para pekerja tentu tidak sebanding dengan apa yang sudah mereka
kerjakan.
Melihat miris dan kejam nya dibalik industri fast fashion yang kerap diminati
masyarakat. Seharusnya permasalahan lingkungan seperti itu cepat untuk ditangani,
pentingnya untuk mengedukasi masyarakat mengenai fakta yang ada. Jika dibiarkan
semakin lama akan terus mencemari lingkungan sehingga berpengaruh ada kehidupan dan
keberlanjutan manusia setelahnya. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk membawa
perubahan menuju lingkungan yang lebih baik, salah satunya beralih ke sustainable
fashion. Sustainable fashion adalah pakaian yang dapat dipakai dalam jangka waktu yang
lama serta dibuat berdasarkan kualitas bukan kuantitas (Barnes L. L.-G., 2013). Sustainable
fashion dibuat berdasarkan fashion ethics, yaitu pakaian modis yang menggabungkan
prinsip perdagangan yang adil dengan kondisi tempat kerja yang baik, tidak merusak
lingkungan dan berupaya menggunakan bahan organic yang terurai seraca alami (Barnes
L. &.-G., 2006). Hadirnya konsep sustainable fashion merupakan bentuk kontribusi dalam
mencegah kerusakan lingkungan akibat fast fashion. Namun, kontribusi ini tidak hanya
dijalankan oleh industri fashion ramah lingkungan saja. Melainkan perlu adanya bantuan
dari masyarakat dan kesadaran diri terhadap isu lingkungan sehingga masyarakat akan
memilih untuk beralih ke fashion jangka anjang.
Ada banyak cara yang bisa dilakukan masyarakat dalam menghindari fast fashion yaitu
menghilangkan sikap konsumerisme. Sikap konsumerisme merupakan sikap yang buruk,
sikap ini membuat seseorang membeli sesutau berdasarkan keinginan bukan kebutuhan.
Selanjutnya, rawatlah barang – barang dengan baik agar usianya juga awet. Kemudian beli
lah barang – barang secara preloved atau second hand, selain menghemat biaya tentunya
juga ramah lingkungan. Dan cara yang terakhir beralihlah ke eco brand. Salah satu eco
brand di Indonesia ialah Sukkha Citta, didirikan oleh Denica Riadini pada tahun 2016
merupakan salah satu brand pakaian yang memerhatikan isu lingkungan dilihat dari proses
produksinya yang unik yaitu menggunakan pewarna berbahan dasar buah – buahan hingga
menanam sendiri kapas untuk material pakaian mereka. Tidak hanya itu, dari sisi
kemanusiaan brand ini juga memberdayakan pengrajin khususnya wanita untuk menekan
pembuangan sisa kain tekstil dengan mengolahnya kembali menjadi packaging pakaian.
Di era digitalisasi, media sosial menjadi salah satu platform digital yang penting dalam
penyampaian informasi. Sebagai contoh media sosial Instagram, media sosial Instagram
merupakan salah satu media dengan pengguna terbanyak di dunia. Berbagai fitur yang di
sediakan di Instagram menawarkan berbagai kemudahan bagi pengguna. Salah satunya
fitur feeds dalam pembuatan konten Instagram. Fitur feeds inilah yang dimanfaatkan oleh
brand sustainable fashion Sukkha Citta sebagai strategi dalam mengedukasi masyarakat
mengenai pentingnya isu lingkungan. Dimulai dari membagikan konten edukasi mengenai
kondisi limbah, material ramah lingkungan dan konten edukasi lainnya. Hingga kini dalam
mengembangkan brand nya, Sukkha Citta terus membagikan konten sebagai media edukasi
bagi masyarakat yang ingin beralih kepada brand sustainable fashion.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana Upaya Sukkha Citta dalam Mengedukasi Masyarakat Mengenai Isu


Lingkungan Melalui Media Sosial Instagram?
DAFTAR PUSTAKA

Barnes, L. &.-G. (2006). Fast fashioning the supply chain: shaping the research agenda.
Journal of Fashion Marketing and Management: An International Journal. Diambil
kembali dari Barnes, L. &.-G. (2006). Fast fashioning the supply chain: shaping the
research agenda.
Barnes, L. L.-G. (2013). Consumption practices of fast fashion products: a consumer-based.
Journal of Fashion Marketing and Management: An International Journal. Diambil
kembali dari
https://www.researchgate.net/publication/257471868_Consumption_practices_of_fast
_fashion_products_A_consumer-based_approach
Fletcher, K. (2010). Slow fashion: An invitation for systems change. Fashion Practice, 2, 259-
265. Diambil kembali dari
https://www.researchgate.net/publication/233596614_Slow_Fashion_An_Invitation_f
or_Systems_Change
Nidia, C. (2020). Dampak Fast Fashion dan Peran Desainer Dalam Menciptakan. Edisi
Yudisium Periode Agustus, 9(2), 157-166. Diambil kembali dari
https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/jurnal-tata-busana/article/view/35921
Pristiandaru, D. L. (2023, June 25). Kompas.com. Diambil kembali dari Fast Fashion: Tren
Pakaian yang Berdampak Buruk untuk Lingkungan:
https://lestari.kompas.com/read/2023/06/25/150000986/fast-fashion--tren-pakaian-
yang-berdampak-buruk-untuk-lingkungan
Ramadani, R. N. (2022, November 2). Diambil kembali dari Fast Fashion Waste, Limbah yang
terlupakan: https://www.its.ac.id/news/2022/11/02/fast-fashion-waste-limbah-yang-
terlupakan/
Setiawan, G. A. (2019). Binus University. Diambil kembali dari TREND INDUSTRI FESYEN
DI INDONESIA: https://binus.ac.id/bandung/2019/12/trend-industri-fesyen-di-
indonesia/
Shafie, S. K. (2021). Fashion Sustainability: Benefits of Using SUstainable Practicesin
Producing. International Business Education Journal, 1, 103-111. Diambil kembali
dari
https://www.researchgate.net/publication/352740657_Fashion_Sustainability_Benefit
s_of_Using_Sustainable_Practices_in_Producing_Sustainable_Fashion_Designs
Thio, A. (1987). Sociology (An Intro-duction). New York: Westview.
Todeschini, B. V.-d.-M. (2017). Innovative and sustainable business models in the fashion.
Business Horizons, 6, 759-770.
Trisnawati, T. Y. (2016). Fashion sebagai bentuk ekspresi diri dalam komunikasi. Jurnal The,
3(2), 36-47. Diambil kembali dari https://journals.usm.ac.id/index.php/the-
messenger/article/view/268
Yunita, F. D. (2023, January 18). Diambil kembali dari 10 Brand Fashion Indonesia yang
Mengusung Konsep Sustainable Fashion: https://zonaebt.com/lingkungan/10-brand-
fashion- indonesia-yang- mengusung konsep-sustainable-fashion/

Anda mungkin juga menyukai