Perencanaan Perkerasan Jalan
Perencanaan Perkerasan Jalan
Pada perkerasan kaku, karena modulus elastisitasnya yang besar, beban yang
diterima terdistribusi secara luas sehingga tegangan tekan yang terjadi pada tanah
dasar menjadi kecil atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa lapisan permukaan
yang biasanya merupakan plat beton adalah bagian utama penahan beban. Dengan
demikian faktor utama yang memberikan kekuatan struktural pada perkerasan kaku
adalah beton. Oleh sebab itu sedikit perubahan pada kekuatan tanah dasar tidak
memberikan pengaruh yang berarti pada kekuatan struktural perkerasan. Walaupun
demikian, retak akan menjadi masalah utama bila tanah dasar tidak mampu
mendukung plat beton.
Perkerasan lentur adalah perkerasan dari agregat yang biasanya diikat dengan
bahan pengikat aspal. Pendistribusian beban yang diteruskan oleh perkerasan ini
tergantung pada tingkat kekakuan dari lapisan-lapisan pembentuknya. Kekuatan
perkerasan ini tergantung pada tebal dan kekuatan lapisan pembentuknya dan daya
dukung tanah dasar. Oleh karena itu sifat-sifat bahan, ketebalan dan daya dukung
tanah dasar adalah parameter perencanaan yang kritikal. Karena sifat bahan
pengikat aspal yang viskoelastis, kendala utama pada perkerasan tipe ini adalah
cepatnya terjadi kerusakan berupa retak dan atau deformasi plastis yang disebabkan
oleh pengaruh panas dan beban.
Dari kedua tipe perkerasan ini, perkerasan lentur sangat populer digunakan. Hal ini
disebabkan karena banyak tersedianya metode-metode perencanaan perkerasan
lentur seperti metode SNI 03-1732-1989), Pd-T01-2002-B, Pt-T-05-2005, AASHTO
(1993), Shell (1978), TAI (1972), NAASRA (1987). Selain itu, perkembangan
teknologi campuran beraspal sangat mendukung pemakaian tipe perkerasan ini.
Perkembangan metode perencanaan tebal perkerasan secara semi analitis atau
analitis (mekanistik) seperti metode Shell (1978), The University of Nottingham
(Brown et al. 1982), TAI (1972), sangat mendukung perkembangan perencanaan
dan jenis campuran beraspal, karena metode-metode perencanaan tersebut
mengakomodasikan kemungkinan penemuan-penemuan jenis campuran beraspal
baru . Hal ini dimungkinkan karena metode ini menggunakan sifat-sifat bahan yang
diwakili oleh besaran-besaran mekanistik seperti modulus kekakuan (Smix) dan angka
Poisson, μ (perbandingan antara regangan lateral dengan regangan aksial).
Sedangkan respon sistem perkerasan terhadap beban yang lewat diberikan dalam
satuan regangan (ε) dan tegangan (σ).
1
II. PARAMETER PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN
Lapisan perkerasan jalan berfungsi untuk menerima dan menyebarkan beban lalu
lintas tanpa menimbulkan kerusakan berarti pada konstruksi jalan itu sendiri. Agar
tujuan tersebut tercapai, beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan
tebal perkerasan jalan antara lain adalah :
- Umur rencana
- Lalu lintas
- Kondisi lingkungan
- Sifat tanah dasar
Jika tanah dasar terletak di bawah tanah galian, perlu diketahui kedalaman galian
dari muka tanah asli sehingga dapat dipastikan apakah pembuatan sumur uji (test
pit) sampai kedalaman pengambilan contoh dapat dilakukan atau jika tidak nilai daya
dukung dapat diperoleh dari perkiraan empiris berdasarkan hasil pemeriksaan batas
atterberg dari contoh tanah asli yang diperoleh dari hasil hand boring.
Jika tanah timbunan akan dijadikan sebagai tanah dasar dan tinggi timbunannya
lebih dari 1 meter, maka contoh tanah untuk pemeriksaan CBR cukup dilakukan
pada contoh tanah yang akan dijadikan bahan timbunan tersebut. Tetapi jika
timbunan kurang dari 1 meter, contoh tanah harus diambil dari tanah yang akan
dijadikan bahan timbunan tersebut dan dari tanah asli atau pengujian CBR in place
pada lokasi rencana jalan.
Jika badan jalan terletak hampir sama dengan muka tanah asli, pengambilan contoh
tanah atau pengujian CBR lapangan (CBR in place) dapat dilakukan disepanjang
trase rencana. Lokasi pengambilan contoh ditentukan berdasarkan jenis tanah yang
ada di sepanjang trase jalan tersebut. Untuk jenis tanah yang sama, interval
pengambilan dapat dilakukan sejarak 1 km, tetapi pengambilan dengan yang lebih
dekat akan memperoleh hasil yang lebih teliti. Pengambilan contoh atau pengujian
CBR lapangan. Pengujian tambahan harus dilakukan pada setiap enggantian jenis
tanah atau kondisi lingkungan pada lokasi yang diragukan kondisi tanah aslinya. Bila
dianggap perlu pengujian lainnya (seperti sondir) dapat juga dilakukan, tetrutama bila
kondisi tanah pada trase jalan tersebut seringkali terendam air.
Dengan pengertian :
hn = Tebal lapisan ke n
ht = Tebal total lapisan yang diamati, biasanya diambil 100 cm
CBRn = Nilai CBR pada lapis ke n
Prosedur kerja atau tatacara pengujian CBR laboratorium dan lapangan harus
mengacu pada SNI 03-1738-1989. Pengukuran CBR ini langsung dilapangan pada
musim hujan atau direndam.
Pengujian DCP dilakuan dengan mempergunakan alat yang memiliki beban seberat
20 lbs (9,07 kg). Beban ini dijatuhkan dari ketinggian 20 inch (50,8 cm) memalui
tiang berdiameter 56/8 inch (16 mm). Akibat pukulan ini, konus baja berbentuk
kerucut dengan luas 1/2 sq. inch (1,61 cm2) bersudut 30o atau 60o akan masuk atau
berpenetsai ke dalam lapisan yang diuji. Pemilihan sudut konus 30o atau 60o,
tergantung pada jenis material yang ada pada atau kekerasan lapisan yang akan
diuji. Gunakan konus yang bersudut 30o pada lapisan yang keras atau yang banyak
mengandung material berbutir.
Data pengujian DCP dalam satuan mm/pukulan dapat dikorelasikan ke nilai CBR
dengan menggunakan grafik yang tersedia dalam SNI 03-2828-1992.
4
- Gradasi tanah berbutir kasar
- Data-data lain di lapangan yang dianggap penting
Dengan melakukan pengujian sondir, kedalaman tanah lunak atau letak lapisan
tanah keras dapat diketahui. Dengan pengujian ini pula, tinggi timbunan tanah dapat
diperkirakan sehingga tidak terjadi penurunan yang berlebihan.
Setiap segmen yang direncanakan harus diwakili oleh satu nilai daya dukung tanah
(CBR) dan selanjutnya nilai ini akan digunakan untuk perencanaan tebal perkerasan
jalan dari segmen tersebut. Nilai CBR wakil ini dapat ditentukan secara grafis
ataupun analitis dengan menggunakan Persamaan 4.1.
5
10
9
8
7
CBR (%)
. 6
5
4
3
2
= Visualisasi
1
= Analisa Statistik
0
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000
STA (m)
Nilai R tergantung dari jumlah data CBR yang terdapat dalam satu segmen dan
besarnya nilai R dapat dilihat pada Tabel 4.1
Hasil perhitungan diberikan secara tabelaris pada Tabel 4.2. dan diberikan dalam
bentuk grafik seperti pada Gambar 4.2. Dari gambar ini didapat hasil CBR wakil
untuk segmen tersebut 4.8%.
8−4
CBR Segmen = 5,8 −
3,18
CBR Segmen = 4,6%
6
Tabel 4.2. Perhitungan CBR Wakil
No. CBR (%) Jumlah ≥ %≥
1 4 13 100
2 5 11 85
3 6 6 46
4 7 4 31
5 8 3 23
Rata-rata 5,8
100
90
80
70
Persentase ≥ (%)
60
50
40
30
10
0
3 4 5 6 7 8 9
CBR (%)
Apabila dalam suatu segmen terdapat nilai CBR yang lebih kecil dari nilai rata-rata
segmen tersebut, maka perlu dilakukan pertimbangan ekonomis untuk memperbaiki
atau mengganti tanah tersebut dengan tanah yang lebih baik atau tetap
mempertahankan tanah tersebut dengan konsekuensi akan dihasilkan struktur
perkerasan jalan yang lebih tebal.
7
perkerasan ini ditentukan oleh kemampuan penyebaran tegangan dari setiap
lapisannya, yang ditentukan oleh tebal lapisan tersebut dan kekuatan tanah
dasarnya.
Sesuai dengan namanya, perkerasan lentur ini bila diberikan beban maka
perkerasan akan melendut/ melentur. Struktur perkerasan lentur ini terdiri atas
beberapa lapisan dengan material tertentu, dimana masing-masing lapisan akan
menerima beban dari lapisan diatasnya dan menyebarkan ke lapisan dibawahnya.
Pada lapisan struktur perkerasan dibawahnya akan menerima/ mendukung beban
yang lebih ringan, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.1.
Beberapa parameter yang perlu diperhatikan dalam penggunaan metoda ini antara
lain :
- Lalu lintas.
- Tanah dasar.
- Lingkungan.
LEA = LEP * (1 + i)
UR
............................................ (5.2)
LEP + LEA
LET = ................................................(5.3)
2
Dengan pengertian :
j = Jenis kendaraan
Cj = Koefisien distribusi kendaraan ke j, lihat Tabel 5.1.
Ej = Angka ekivalen beban sumbu kendaraan ke j
i = Pertumbuhan lalu lintas
UR = Umur rencana jalan
9
Jumlah lintas ekuivalen harian rata-rata sumbu tunggal seberat 8160 kg pada lajur
rencana yang terjadi selama umur rencana disebut Lintas Ekuivalen Rencana (LER),
nilai inilah yang selanjutnya digunakan untuk perencanaan tebal perkerasan, yang
dihitung dengan persamaan :
UR
LER = LET * .................................................(5.4)
10
5.2.2. Daya Dukung Tanah (DDT)
Dalam metoda ini, daya dukung tanah ditentukan berdasarkan grafik korelasi antara
DDT dengan nilai CBR seperti yang ditunjukan pada Gambar 5.2. atau dengan
menggunakan persamaan:
10
5.2.3. Penentuan Faktor Regional (FR)
Dalam metode perencanaan ini, kondisi daerah setempat dimana jalan tersebut
dibangun juga dipertimbangkan dalam perencanaan. Keadaan kondisi daerah
setempat ini diakomodasikan dalam suatu faktor yang disebut dengan Faktor
Regional (FR). Perbedaan FR suatu daerah dengan daerah lainnya terutama
disebabkan karena kondisi curah hujan (dinyatakan dalam intensitas curah hujan
mm/tahun), kelandaian jalan, persentase kendaraan berat dan pertimbangan teknis
lainnya. Besarnya nilai FR yang dipergunakan di Indonesia seperti yang ditunjukkan
dalam Tabel 5.2. Pada bagian-bagian jalan tertentu, seperti persimpangan,
pemberhentian atau tikungan tajam (jari-jari < 30 m), FR dari tabel tersebut ditambah
dengan 0,5 dan pada daerah rawa-rawa FR ditambah dengan 1,0.
Dalam perencanaan tebal perkerasan dikenal dua macam IP, yaitu Indeks
Permukaan Awal (IPo) dan Indeks Permukaan Akhir (IPt). Kondisi permukaan jalan
yang diharapkan pada saat jalan dibuka dinyatakan sebagai Indeks Permukaan Awal
(IPo). Indeks ini tergantung pada jenis perkerasan yang digunakan sebagai lapis
permukaan jalan. IPo diperoleh dari hasil pengamatan kerusakan-kerusakan yang
terdapat pada permukaan jalan tersebut, antara lain adalah lubang, alur, retak dan
lain sebagainya.
Untuk perkerasan beraspal, nilai ini dapat pula diperoleh dari hasil pengukuran
kerataan permukaan jalan (Roughness) yang dinyatakan dengan nilai IRI
(International Roughness Index). Penentuan indeks permukaan pada awal umur
rencana (IPo) perlu memperhatikan adalah jenis lapis permukaan jalan dan
kerataannya pada awal umur rencana seperti yang ditunjukan pada Tabel 5.3.
11
Indeks Permukaan Akhir (IPt) adalah kondisi akhir permukaan jalan setelah dilewati
kendaraan selama umur rencananya. Nilai IPt ditentukan berdasarkan nilai LER dan
klasifikasi jalan tersebut seperti yang diberikan dalam Tabel 5.4.
Jenis dan kualitas material yang digunakan untuk masing-masing lapis perkerasan
akan menentukan nilai Koefisien Kekuatan Relatif (a) dari material tersebut. Nilai ini
digunakan untuk menentukan tebal masing-masing lapisan yang menggunakan
material tersebut. Kekuatan relatif suatu material merupakan suatu nilai yang
memperhitungkan kekuatan bahan yang akan digunakan sebagai material untuk
lapis permukaan, lapis pondasi dan lapis pondasi bawah. Besarnya Koefisien
Kekuatan Relatif berbagai jenis bahan yang biasanya digunakan sebagai bahan
perkerasan pada struktur perkerasan jalan diberikan pada Tabel 5.5.
Setelah nilai ITP didapat, tebal masing-masing lapisan pada struktur perkerasan
jalan dapat ditentukan dengan kemggunakan Koefisien Kekuatan Relatif (a).
Koefisien kekuatan relatif ini menggambarkan hubungan empiris antara ITP dan
ketebalan dan mengukur kemampuan relatif dari bahan secara fungsi dari
komponen struktural dari perkerasan. Tebal masing-masing lapisan pada struktur
perkerasan dapat ditentukan dengan mengunakan persamaan:
Dengan pengertian :
a1, a2, a3, an = koefisien kekuatan relatif bahan perekarsan masing-masing untuk
lapis permukaan, lapis pondasi dan lapis pondasi bawah,
ditunjukan pada Tabel 5.5
D1 ,D2 , D3, Dn = tebal masing-masing lapis perkerasan (cm), masing-masing untuk
lapis permukaan, lapis pondasi dan lapis pondasi bawah.
Batas-batas minimum tebal lapisan perkerasan ditunjukkan pada Tabel 5.6.
13
Tabel 5.5. Koefisien Kekuatan Relatif dan Tebal Minimal Lapis Perkerasan
Koef. Kekuatan Kekuatan Bahan
Relatif Tebal Jenis Lapis Perkerasan
minimum
a1 a2 a3 MS Kt CBR (cm)
(kg) (kg/cm) (%)
0.25 - - - - - 5 Lapen (mekanis)
0.20 - - - - - Lapen (manual)
0.40 - - 744 - - 4
0.35 - - 590 - - Laston
0.32 - - 454 - -
0.30 - - 340 - -
- 0.24 - 340 - - 8
- 0.26 - 454 - - Laston Atas
- 0.28 - 590 - -
- 0.13 - - 18 - 14 Stabilisasi tanah dgn Semen
- 0.15 - - 22 -
- 0.13 - - 18 - 14 Stabilisasi tanah dgn Kapur
- 0.15 - - 22 -
- 0.14 - - - 100 14 Pondasi Macadam (basah)
- 0.12 - - - 60 15 Pondasi Macadam (kering)
- 0.14 - - - 100 13 Batu Pecah Kls A
- 0.13 - - - 80 14 Batu Pecah Kls B
- 0.12 - - - 60 15 Batu Pecah Kls C
- - 0.13 - - 70 10 Sirtu/ pitran Kls A
- - 0.12 - - 50 Sirtu/ pitran Kls B
- - 0.11 - - 30 Sirtu/ pitran Kls C
ITP eksisting diperkirakan dengan mengetahui ketebalan (Dx) dan jenis masing-
masing lapisan (ax) pada perkerasan eksisting tersebut. Nilai hasil kali ax Dx untuk
masing-masing lapisan arus dikoreksi terhadap nilai kondisi kerusakan yang ada
pada perkerasan eksisting tersebut dengan menggunakan Tabel 5.7.
dengan pengertian :
dB = lendutan balik (mm)
d1 = lendutan pada saat beban tepat pada titik pengukuran
d3 = lendutan pada saat beban berada pada jarak 6 meter dari titik pengukuran
Gambar 5.3. Tipikal Nomogram Penentuan Nilai ITP untuk Nilai IPt = 2,5 dan IPo > 4
15
Tabel 5.6. Batas Minimum Tebal Lapis Perkerasan
ITP Tebal (cm) Bahan
Lapis Permukaan
< 3,00 5 Lapis pelindung : Buras, Burtu, Burda
300 – 6,70 5 Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutag, Laston
6,71 – 7,49 7,5 Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutag, Laston
7,50 – 9,99 7,5 Lasbutag, Laston
≥ 10,00 10 Laston
Lapis Pondasi
< 3,00 15 Batu pecah, Stabilisasi semen atau kapur
300 – 7,49 20* Batu pecah, Stabilisasi semen atau kapur
10 Laston Atas
7,50 – 9,99 20 Batu pecah, Stabilisasi semen atau kapur Laston
15 Atas
10,00 - 12,14 20 Batu pecah, Stabilisasi semen atau kapur
≥ 12,14 25 Batu pecah, Stabilisasi semen atau kapur
Lapis Pondasi Bawah
Untuk setiap ITP, tebal minimum lapis pondasi bawah adalah 10 cm
Catatan : * Nilai ini dapat diturunkan menjadi 15 cm bila bahan lapis pondasi bawah adalah
material berbutir kasar.
16
Ft = faktor penyesuaian lendutan terhadap temperatur standar 350C, sesuai
Persamaan 5.9, untuk tebal lapis beraspal (HL) lebih kecil 10 cm atau
Persamaan 5.10, untuk tebal lapis beraspal (HL) lebih besar atau sama
dengan 10 cm atau menggunakan Tabel 5.8 atau pada Gambar 5.4 (Kurva
A untuk HL < 10 cm dan Kurva B untuk HL > 10 cm).
Ft = 4,184 x TL- 0,4025 , untuk HL < 10 cm . ................................ (5.10)
Ft = 14,785 x TL- 0,7573 , untuk HL > 10 cm .................................. (5.11)
TL = temperatur lapis beraspal, diperoleh dari hasil pengukuran langsung
dilapangan atau dapat diprediksi dari temperatur udara, yaitu:
TL = 1/3 (Tp + Tt + Tb) ......................................................... (5.12)
Tp = temperatur permukaan lapis beraspal
Tt = temperatur tengah lapis beraspal atau dari Tabel 5.9
Tb = temperatur bawah lapis beraspal atau dari Tabel 5.9
Ca = faktor pengaruh muka air tanah (faktor musim)
= 1,2 ; bila pemeriksaan dilakukan pada musim kemarau atau muka air tanah
rendah
= 0,9 ; bila pemeriksaan dilakukan pada musim hujan atau muka air tanah
tinggi
FKB-BB = faktor koreksi beban uji Benkelman Beam (BB)
FKB-BB = 77,343 x (Beban Uji dalam ton)(-2,0715) ........................ (5.13)
17
Cara pengukuran lendutan balik mengacu pada SNI 03-2416-1991 (Metoda
Pengujian Lendutan Perkerasan Lentur Dengan Alat Benkelman Beam) dan gambar
alat Benkelman Beam (BB) ditunjukkan pada Gambar 5.5.
Tabel 5.9. Temperatur Tengah (Tt) dan Bawah (Tb) Lapis Beraspal Berdasarkan
Data Temperatur Udara (Tu) dan Temperatur Permukaan (Tp)
18
1,80
1,70
1,60 Kurva B
Fak to r Ko r e k s i L e n du tan (Ft) 1,50 (HL > 10 cm)
1,40
1,30
1,20 Kurva A
1,10 (HL < 10 cm)
1,00
0,90
0,80
0,70
0,60
0,50
0,40
20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70
∑d
dR = 1
........................................................... (5.15)
ns
s = deviasi standar = simpangan baku
2
⎛ ns ⎞ ⎛ ns ⎞
n s ⎜⎜ ∑ d 2 ⎟⎟ − ⎜⎜ ∑ d ⎟⎟
s= ⎝ 1 ⎠ ⎝ 1 ⎠ ......................................... (5.16)
n s (n s − 1)
d = Nilai lendutan balik (dB) atau lendutan langsung (dL) tiap titik
pemeriksaan pada suatu seksi jalan
ns = Jumlah titik pemeriksaan pada suatu seksi jalan
Dengan pengertian :
Dwakil = Lendutan yang mewakili suatu seksi jalan
dR = Lendutan rata-rata pada suatu seksi jalan sesuai Persamaan 5.15
s = Deviasi standar sesuai Persamaan 5.16
20
5.3.3. Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah
Tebal lapis tambah/overlay yang diperoleh adalah berdasarkan temperatur standar
35oC, maka untuk masing-masing daerah perlu dikoreksi karena memiliki temperatur
perkerasan rata-rata tahunan (TPRT) yang berbeda. Faktor koreksi tebal lapis
tambah (Fo) dapat diperoleh dengan Persamaan 5.20 atau menggunakan Gambar
5.6.
Dengan pengertian :
Fo = Faktor koreksi tebal lapis tambah/overlay
TPRT = Temperatur perkerasan rata-rata tahunan untuk daerah/kota tertentu
2,40
2,20
2,00
Faktor Koreksi Overlay (Fo)
1,80
1,60
1,40
1,20
1,00
0,80
0,60
20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70
o
Temperatur Perkerasan Rata-rata Tahunan, TPRT ( C)
21
1,70
1,60
1,50
Perhitungan tebal lapis tambah yang disarankan pada pedoman ini adalah
berdasarkan data lendutan yang diukur dengan alat BB. Pengukuran lendutan
disarankan dilakukan pada kedua jejak roda (jejak roda kiri dan jejak roda kanan).
Pengukuran lendutan pada perkerasan yang mengalami kerusakan berat, retak-retak
dan deformasi plastis harus dihindari.
Tahapan perhitungan tebal lapis tambah perkerasan lentur dengan metode ini adalah
sebagai berikut:
a) Hitung repetisi beban lalu-lintas rencana (CESA) dalam ESA;
b) Hitung lendutan hasil pengujian dengan alat BB dan koreksi dengan faktor muka
air tanah (faktor musim, Ca) dan faktor temperatur standar (Ft) serta faktor beban
uji (FKB-BB) untuk bila beban uji tidak tepat sebesar 8,16 ton)
c) Tentukan panjang seksi yang memiliki keseragaman (FK) yang sesuai dengan
tingkat keseragaman yang diinginkan sesuai seksi 5.3.1.
d) Hitung Lendutan wakil (Dwakil) untuk masing-masing seksi jalan yang tergantung
dari kelas jalan sesuai seksi 5.3.2
hitung lendutan rencana/ijin (Drencana) dengan menggunakan Persamaan 5.22.
atau dengan memplot data lalu-lintas rencana (CESA) pada Gambar 5.8 Kurva D
22
Drencana = 22,208 x CESA-0,2307 ................................. (5.22)
Dengan pengertian :
Drencana = Lendutan rencana, dalam satuan milimeter.
CESA = Kumulatif ekivalen beban sumbu standar, dalam satuan ESA
e) Hitung tebal lapis tambah (Ho) dengan menggunakan Persamaan 5.23 atau
dengan memplot pada Gambar 5.9.
Ho =
[Ln (1,0364 ) + Ln (D sbl ov ) − Ln (D stl ov )]
0,0597
................... (5.23)
Dengan pengertian :
Ho = Tebal lapis tambah sebelum dikoreksi temperatur rata-rata tahunan
daerah tertentu, dalam satuan centimeter.
Dsbl ov = Lendutan sebelum lapis tambah/Dwakil, dalam satuan milimeter.
Dstl ov = Lendutan setelah lapis tambah atau lendutan rencana, dalam satuan
milimeter.
f) Hitung tebal lapis tambah/overlay terkoreksi (Ht) dengan mengkalikan Ho dengan
faktor koreksi overlay (Fo), yaitu sesuai dengan Persamaan 5.24
Ht = Ho x Fo .......................................................(5.24)
Dengan pengertian :
Ht = Tebal lapis tambah/overlay Laston setelah dikoreksi dengan temperatur
rata-rata tahunan daerah tertentu, dalam satuan centimeter.
Ho = Tebal lapis tambah Laston sebelum dikoreksi temperatur rata-rata
tahunan daerah tertentu, dalam satuan centimeter.
Fo = Faktor koreksi tebal lapis tambah/overlay (sesuai Persamaan 5.20 atau
Gambar 5.6)
g) Bila jenis atau sifat campuran beraspal yang akan digunakan tidak sesuai dengan
ketentuan di atas maka tebal lapis tambah harus dikoreksi dengan faktor koreksi
tebal lapis tambah penyesuaian (FKTBL) sesuai Persamaan 5.21 atau Gambar 5.7
atau Tabel 5.10.
23
Gambar 5.8. Hubungan antara Lendutan Rencana dan Lalu-lintas
2,0
Lendutan Rencana /setelah overlay, Dstl ov (mm)
1,8
Ho = 3 cm
1,6
Ho = 5 cm
1,4
Ho = 7 cm
1,2
Ho = 9 cm
1,0
Ho = 12 cm
0,8
Ho = 16 cm
0,6
0,4
0,2
0,0
0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 1,60 1,80 2,00
Lendutan Sebelum Overlay, Dsbl ov (mm)
Penyelesaian :
Perencanaan tebal lapis tambah berdasarkan pengujian lendutan dengan alat BB.
1) Untuk mengkoreksi nilai lendutan lapangan digunakan Persamaan 5.9. Hasil
lendutan yang telah dikoreksi ditunjukkan pada Tabel 5.12.
2) Keseragaman lendutan
Berdasarkan hasil perhitungan yang disajikan pada Tabel 5.12, maka sebagai
gambaran tentang tingkat keseragaman lendutan yang sudah dikoreksi dapat
dilihat pada Gambar 5.10.
3) Lendutan wakil (Dwakil atau Dsbl ov) dengan menggunakan Persamaan 5.17
(untuk Jalan Arteri), yaitu:
Dwakil atau Dsbl ov = dR + 2 S
= 0,405 + 2 x 0,1097
= 0,624 mm
4) Menghitung lendutan rencana/Ijin/ (Drencana atau Dstl ov) dapat menggunakan
Gambar 5.8 Kurva D atau dengan Persamaan 5.22 sebagai berikut :
5) Menghitung tebal lapis tambah (Ho) sesuai Gambar 5.9 atau dengan
Persamaan 5.23 sebagai berikut:
Ho = {Ln(1,0364) + Ln(Dsbl ov ) - Ln(Dslt ov)}/0,0597
= {LN(1,0364)+LN(0,624)-LN(0,408)}/0,0597
= 7,3 cm
25
Tabel 5.12. Contoh Nilai lendutan BB Terkoreksi (dB)
Beban Lendutan balik/BB O Koreksi Pada Koreksi Koreksi Lendutan
Temperatur ( C)
Sta Uji (mm) Temperatur Musim Beban Terkoreksi (mm), dB =
2
dB
Standar (Ft) (Ca) (FKB-BB)
(ton) d1 d2 d3 Tu Tp Tt Tb TL 2(d3-d1) x Ft x Ca x FKB-BB
82,000 8,20 0,00 0,07 0,17 29 46,1 37,3 34,6 39,4 0,9 1,2 0,990 0,370 0,137
82,100 8,20 0,00 0,09 0,18 29 44,0 36,3 33,7 38,0 0,9 1,2 0,990 0,402 0,162
82,200 8,20 0,00 0,07 0,14 29 44,1 36,4 33,7 38,1 0,9 1,2 0,990 0,312 0,098
82,300 8,20 0,00 0,05 0,15 30 42,6 36,1 33,5 37,4 1,0 1,2 0,990 0,339 0,115
82,400 8,20 0,00 0,07 0,20 31 38,3 34,5 32,0 34,9 1,0 1,2 0,990 0,476 0,227
82,500 8,20 0,00 0,07 0,14 31 43,7 37,1 34,5 38,4 0,9 1,2 0,990 0,310 0,096
82,600 8,20 0,00 0,17 0,31 31 46,9 38,7 35,9 40,5 0,9 1,2 0,990 0,660 0,435
82,700 8,20 0,00 0,07 0,13 32 46,2 38,8 36,1 40,4 0,9 1,2 0,990 0,277 0,077
82,800 8,20 0,00 0,08 0,22 32 46,6 39,0 36,2 40,6 0,9 1,2 0,990 0,467 0,218
82,900 8,20 0,00 0,07 0,14 32 36,5 34,2 31,6 34,1 1,0 1,2 0,990 0,340 0,115
83,000 8,20 0,00 0,08 0,15 32 44,7 38,1 35,4 39,4 0,9 1,2 0,990 0,326 0,106
83,100 8,20 0,00 0,09 0,15 32 42,8 37,2 34,5 38,2 0,9 1,2 0,990 0,334 0,112
83,200 8,20 0,00 0,07 0,14 32 45,5 38,5 35,7 39,9 0,9 1,2 0,990 0,301 0,091
83,300 8,20 0,00 0,20 0,30 32 44,6 38,1 35,3 39,3 0,9 1,2 0,990 0,653 0,426
83,400 8,20 0,00 0,09 0,18 32 43,3 37,4 34,7 38,5 0,9 1,2 0,990 0,398 0,159
83,500 8,20 0,00 0,07 0,18 33 43,2 37,9 35,1 38,7 0,9 1,2 0,990 0,396 0,157
83,600 8,20 0,00 0,09 0,19 33 43,5 38,0 35,3 38,9 0,9 1,2 0,990 0,417 0,174
83,700 8,20 0,00 0,09 0,20 34 44,0 38,7 36,0 39,6 0,9 1,2 0,990 0,433 0,188
83,800 8,20 0,00 0,07 0,25 33 38,4 35,6 32,9 35,6 1,0 1,2 0,990 0,586 0,344
83,900 8,20 0,00 0,10 0,16 33 40,5 36,6 33,9 37,0 1,0 1,2 0,990 0,365 0,133
84,000 8,20 0,00 0,09 0,16 34 45,4 39,4 36,6 40,5 0,9 1,2 0,990 0,341 0,116
Jumlah 8,505 3,686
Lendutan Rata-rata (dR) 0,405
Jumlah Titik (ns) 21
Deviasi Standar (s) 0,1097
26
1,000
0,900
0,800
0,700
0,600
0,500
0,400
0,300
0,200
0,100
0,000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
,00
,10
,20
,30
,40
,50
,60
,70
,80
,90
,70
,00
,80
,10
,90
,00
,20
,30
,40
,50
,60
82
82
82
82
82
82
82
82
82
82
83
83
83
83
83
84
83
83
83
83
83
Km
Lendutan Rata-Rata
27
Ht = 7,30 cm x FKTBL
= 7,30 cm x 0,87
= 6,4 cm
9) Kesimpulan
Tebal lapis tambah yang diperlukan untuk ruas jalan Purwakarta-Plered
agar dapat melayani lalu-lintas sebanyak 30.000.000 ESA selama umur
rencana 10 tahun adalah 7,3 cm Laston dengan Modulus Resilien 2000
MPa dengan Stabilitas Marshall minimum sebesar 800 kg atau setebal 6,4
cm untuk Lanston Modifikasi dengan Modulus Resilien 3000 MPa dan
Stabilitas Marshall minimum sebesar 1000 kg.
Selain itu juga pada pedoman ini telah dikenalkan pengaruh dari sistem drainase
dalam perencanaan tebal perkerasan jalan. Pengaruh faktor lingkungan lebih
banyak difokuskan kepada besaran temperatur yang nantinya juga akan
mempengaruhi dari nilai Modulus Elastisitas terutama untuk lapisan beraspal.
28
Lap. Beraspal
Lapis Pondasi
Tanah Dasar
Kadang-kadang untuk perkerasan lentur yang dibuat dari bahan stabilisasi, lapis
pondasi dan lapis pondasi bawah bisa terbuat dari campuran semen tanah atau
campuran bahan penstabilisasi lainnya. Saat ini juga sudah diperkenalkan
bahan-bahan lain seperti Cement Treated Recycling Base (CTRB) ataupun
Cement Treated Recycling Sub Base (CTRSB).
29
Berdasarkan jenis dan fulngsi material lapis perkerasan, estimasi kekuatan relatif
dikelompokkan kedalam 5 kategori yaitu beton aspal (asphalt concrete), lapis
pondasi granular (granular base), lapis pondasi bawah granular (granular sub
base), cement treated base, dan asphalt treated base.
0.5
0.4
Koefisien Kekuatan Relatif (a1)
untuk lapis permukaan AC
0.3
0.2
0.1
0.0
0 100,000 200,000 300,000 400,000 500,000
Terlihat dari Gambar 5.13 bahwa untuk mendapatkan nilai koefisien kekuatan
relatif dari lapis pondasi granular dapat menggunakan hubungan dengan
besarnya Modulus Elastisitas ataupun dengan menggunakan hubungan antara
koefisien kekuatan relatif dengan besarnya nilai CBR dari lapis pondasi tersebut.
30
Sedangkan untuk mendapatkan nilai koefisien relatif dari lapis pondasi bawah
granular diberikan dengan menggunakan Persamaan 5.27 atau menggunakan
grafik pada Gambar 5.14 yang menghubungkan antara koefisien kekuatan relatif
dengan berbagai parameter pengujian.
Sedangkan untuk koefisien relatif lapis pondasi bersemen dan lapis pondasi
beraspal ditunjukkan pada Gambar 5.15 dan Gambar 5.16 yang memberikan
hubungan antara koefisien relatif dan parameter-parameter pengujian.
31
Gambar 5.14 Hubungan antara Koefisien Kekuatan Relatif Lapis Pondasi
Bawah Granular Dengan Parameter Pengujian
5.4.4.2. Reliabilitas
Reliabilitas dimaksudkan untuk mengakomodasi beberapa ketidakpastian
didalam melakukan perencanaan pada perkerasan lentur. Tingkat reliabilitas
32
yang tinggi merujuk pada lalu lintas yang padat dan begitu juga sebaliknya.
Dengan kata lain reliabilitas yang tinggi digunakan untuk merencanakan jalan
dengan klasifikasi yang tinggi dan tingkat reliabilitas yang rendah digunakan
untuk merencanakan jalan dengan klasifikasi yang rendah juga. Tabel 5.13
memberikan rekomendasi tingkat reliabilitas yang digunakan untuk berbagai
klasifikasi jalan.
33
Gambar 5.16. Hubungan antara Koefisien Kekuatan Relatif Lapis Pondasi
Beraspal dengan Parameter Pengujian
34
Tabel 5.14. Standard Normal Deviate
Standard
Reliabilitas, Normal
R(%) Deviate, Zr
50 0.000
60 -0.253
70 -0.524
75 -0.674
80 -0.842
85 -1.036
90 -1.282
91 -1.341
92 -1.405
93 -1.476
94 -1.555
95 -1.645
96 -1.751
97 -1.881
98 -2.054
99 -2.326
99.9 -3.090
99.99 -3.750
Dengan Pengertian :
DD = faktor distribusi arah
DL = faktor distrbusi lajur
W18 = beban gandar standar
Sedangkan untuk faktor distribusi lajur diberikan pada Tabel 5.15 berikut ini.
35
Sedangkan untuk kumulatif beban gandar standar selama umur rencana
diberikan pada persamaan berikut ini:
W t = W18 x
(1+ g) n
-1
..........................................................(5.29)
g
Dengan Pengertian :
Wt = kumulatif beban gandar standar
W18 = beban gandar standar
n = umur pelayanan
g = perkembangan lalu lintas
36
Indeks permukaan ini menyatakan nilai kenyamanan dan kekuatan perkerasan
yang berhubungan dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat. Ada
Indeks permukaan, yaitu Indeks Permukaan Akhir (IPt) dan Indeks Permukaan Awal
(IPo). Indeks Permukaan Akhir (IPt) adalah kondisi akhir permukaan jalan setelah
dilewati kendaraan selama umur rencananya Adapun arti dari beberapa nilai IPt
tersebut adalah sama seperti yang telah diuraikan dalam seksi 5.2.4 terdahulu.
Dalam menentukan indeks permukaan akhir (IPt) perlu dipertimbangkan faktor-
faktor klasifikasi fungsional jalan sebagaimana diberikan pada Tabel 5.19.
⎛ ΔIP ⎞
log⎜ ⎟
logW18 = ZR × S0 + 9.36log(ITP + 1) − 0.20 + ⎝ 4.2 − 1.5 ⎠ + 2.32log(M ) − 8.07
1094 R …(5.30)
0.40 +
(ITP + 1)5.19
37
Dengan Pengertian :
W18 = Perkiraan jumlah beban sumbu standar ekivalen 18 kip (CESA).
Zr = Deviasi Normal Standar
S0 = Standar error
ΔIP = Perbedaan IP0 dan IPt.
MR = Modulus Resilien
ITP = Indeks Tebal Perkerasan
Lapis Terdapat sedikit atau sama sekali tidak terdapat retak kulit buaya
Permukaan dan/atau hanya terdapat retak melintang dengan tingkat keparahan 0.35 – 0.40
Beton Aspal rendah
< 10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau
0.25 – 0.35
< 5% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi
> 10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau
< 10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau
0.20 – 0.30
5% - 10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan
tinggi
> 10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau
< 10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau 0.14 – 0.20
> 10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi
> 10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau
0.08 – 0.15
> 10% retak melintang dengan tingkat keparahan tinggi dan tinggi
Lapis pondasi Terdapat sedikit atau sama sekali tidak terdapat retak kulit buaya
0.20 – 0.35
yang dan/atau hanya terdapat retak melintang dengan tingkat keparahan
distabilisasi rendah
< 10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau 0.15 – 0.25
< 5% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi
> 10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau 0.15 – 0.20
< 10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau
5% - 10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan
tinggi
> 10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau 0.10 – 0.20
< 10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau
> 10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi
> 10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau 0.08 – 0.15
> 10% retak melintang dengan tingkat keparahan tinggi dan tinggi
Lapis pondasi Tidak terdapat pumping, degradasi dan kontaminasi 0.10 – 0.14
atau lapis
pondasi bawah Terdapat pumping, degradasi dan kontaminasi 0.00 – 0.10
granular
38
Grambar 5.17. Grafik Penentuan ITP dengan Metode Mekanistik – Empiris
39
5.4.9. Pelapisan Tambah Menggunakan Data Lendutan FWD
Perencanaan tebal lapis tambah menggunakan data lendutan diperkenalkan
pada metoda ini. Tahap perencanaan adalah sebagai berikut:
0.24 P
MR = ………………………………(5.31)
dr r
Dengan Pengertian :
MR = Modulus Resilien Tanah dasar, psi
P = Beban yang digunakan, lbs.
dr = Lendutan pada jarak r dari pusat pembebanan.
r = Jarak dari pusat pembebanan, inci.
Dimana :
⎡ ⎛ Ep ⎞
2
⎤
a c = ⎢a 2 + ⎜ D 3 ⎟ ⎥
.............................................(5.33)
⎢ ⎜ MR ⎟⎠ ⎥
⎣ ⎝ ⎦
Dengan Pengertian :
ac = jari-jari gelembung tegangan di interface perkerasan-tanah dasar.
a = jari-jari pelat pembebanan, inci
D = tebal total lapisan perkerasan diatas tanah dasar, inci.
MR = modulus resilien tanah dasar, psi
Ep = modulus efektif perkerasan, psi.
Dengan Pengertian :
d0 = lendutan yang diukur dan terkoreksi temperatur.
a = jari-jari pelat pembebanan, inci.
D = tebal lapis perkerasan diatas tanah dasar, inci.
Ep = modulus efektif perkerasan.
40
⎧ ⎡ ⎤⎫
⎪ ⎢ ⎥⎪
⎪ ⎢ 1 ⎥⎪
⎪ ⎢1 − 2 ⎥⎪
⎪ ⎢ ⎛D⎞ ⎥⎪
⎪ ⎢ 1+ ⎜ ⎟ ⎥ ⎪
⎪ 1 ⎣ ⎝ a ⎠ ⎦⎪
d 0 = 1.5 pa ⎨ + ⎬ ………………………(5.34)
⎪ ⎛ D Ep ⎞
2
Ep ⎪
⎪ MR 1+ ⎜ 3 ⎟ ⎪
⎪ ⎜a M ⎟ ⎪
⎝ R ⎠
⎪ ⎪
⎪ ⎪
⎪ ⎪
⎩ ⎭
Dengan Pengertian :
hol = tebal lapis tambah.
ITPol = ITP yang dibutuhkan
ITPf = ITP yang dibutuhkan dalam umur rencana.
ITPeff = ITP existing.
41