TENTANG
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA UPT PUSKESMAS KARANGPAWITAN
TENTANG PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
INFEKSI.
KESATU : Kebijakan pencegahan dan pengendalian infeksi di UPT
Puskesmas Karangpawitan sebagaimana tercantum dalam
lampiran I surat keputusan ini.
Ditetapkan di : Garut
pada tanggal : 06 April 2023
KEPALA UPT PUSKESMAS KARANGPAWITAN,
Rudi Hartono, SP
Penata
NIP. 19690519 199103 1 003
-3-
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Puskesmas sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting
dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu Puskesmas
dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar
yang telah ditentukan.
Masyarakat yang menerima pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan dan
pengunjung di pelayanan kesehatan dihadapkan pada resiko terjadinya infeksi
nosokomial yaitu infeksi yang diperoleh di pelayanan kesehatan, baik karena
perawatan atau berkunjung ke rumah sakit. Penyakit infeksi terkait pelayanan
kesehatan atau Healthcare Associated Infection (HAIs) merupakan salah satu
masalah kesehatan diberbagai negara di dunia, termasuk Indonesia.
Secara prinsip, kejadian HAIs sebenarnya dapat dicegah bila fasilitas pelayanan
kesehatan secara konsisten melaksanakan program PPI. Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi merupakan upaya untuk memastikan perlindungan kepada
setiap orang terhadap kemungkinan tertular infeksi dari sumber masyarakat
umum dan disaat menerima pelayanan kesehatan pada berbagai fasilitas
kesehatan.
Dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan
kesehatan sangat penting bila terlebih dahulu petugas dan pengambil kebijakan
memahami konsep dasar penyakit infeksi. Oleh karena itu perlu disusun
pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan
agar terwujud pelayanan kesehatan yang bermutu dan dapat menjadi acuan bagi
semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pencegahan dan pengendalian
infeksi di dalam fasilitas pelayanan kesehatan serta dapat melindungi
masyarakat dan mewujudkan patient safety yang pada akhirnya juga akan
berdampak pada efisiensi pada manajemen fasilitas pelayanan kesehatan dan
peningkatan kualitas pelayanan.
-4-
B. TUJUAN
Tujuan Umum
Meningkatkan kualitas pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan, sehingga
melindungi sumber daya manusia kesehatan, pasien dan masyarakat dari
penyakit infeksi yang terkat pelayanan kesehatan.
Tujuan Khusus
1. Menjadi penuntun bagi tenaga kesehatan hingga mampu memberikan
pelayanan kesehatan dimana resiko terjadinya infeksi dapat ditekan.
2. Menjadi acuan bagi para penentu kebijakan dalam perencanaan logistik
di Puskesmas.
3. Menjadi acuan dikalangan non medis yang mempunyai resiko terpajan
infeksi dalam pekerjaannya.
4. Menjadi bahan acuan petugas kesehatan dalam memberikan penyuluhan
kepada pasien/ keluarga pasien tentang tindakan pencegahan infeksi.
C. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup program PPI meliputi :
1. Implementasi kewaspadaan isolasi yang terdiri dari :
a. Kewaspadaan standar
1) Kebersihan tangan
2) Penggunaan alat pelindung diri (APD)
3) Etika batuk dan bersin
4) Penempatan pasien
5) Praktik menyuntik yang aman
6) Dekontaminasi peralatan perawatan pasien
7) Pengelolaan linen
8) Pengelolaan limbah
9) Perlindungan petugas
10) Pengendalian lingkungan
b. Kewaspadaan transmisi
1) Kewaspadaan transmisi kontak
2) Kewaspadaan transmisi droplet
3) Kewaspadaan transmisi airborne
2. Pendidikan dan pelatihan PPI
3. Penyusunan dan penerapan bundel infeksi terkait pelayanan kesehatan
4. Surveilans penyakit infeksi terkait pelayanan kesehatan
5. Penggunaan antimikroba secara bijak dan komprehensif dalam
-5-
D. DASAR HUKUM
1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran;
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan;
4. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan
Masyarakat;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2017
Tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan;
-6-
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
Ketua Mutu
KEDUDUKAN
NO. NAMA
DALAM TIM
3. IPCN
Tugas dan Tanggung Jawab IPCN :
a. Melakukan kunjungan kepada pasien yang berisiko di ruangan secara
berkala untuk mengidentifikasi kejadian infeksi pada pasien di baik
rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
-8-
BAB III
PRINSIP DASAR PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
Dl UPT PUSKESMAS KARANGPAWITAN
A. Kewaspadaan Isolasi
1. Kewaspadaan Standar
Pencegahan dan Pengendalian infeksi menjadi bagian penting dalam upaya
meningkatkan mutu pelayanan medis dan asuhan keperawatan di puskesmas
yang berfokus pada keselamatan pasien, petugas dan lingkungan puskesmas.
Kinerja PPI dicapai melalui keterlibatan aktif semua petugas puskesmas, mulai
dari jajaran manajemen, dokter, perawat, paramedis, serta petugas kebersihan.
Kegiatan PPI harus dilakukan secara tepat di semua bagian/area di Puskesmas,
mencakup seluruh masyarakat puskesmas dengan menggunakan prosedur dan
petunjuk pelaksanaan yang ditetapkan oleh puskesmas. Upaya pokok PPI
mendasarkan pada upaya memutus rantai penularan infeksi berfokus pada
Kewaspadaan Standar (Standart Precautions), serta Kewaspadaan Isolasi
berdasarkan transmisi penyakit.
Pada tahun 2007, CDC dan HICPAC merekomendasikan 11 (sebelas)
komponen utama yang harus dilaksanakan dan dipatuhi dalam kewaspadaan
standar, yaitu:
a. Kebersihan tangan
b. Alat Pelindung Diri (APD)
c. Pengelolaan Peralatan Perawatan Pasien dan Alat Medis lainnya
d. Kesehatan lingkungan
e. Pengelolaan limbah
f. Penatalaksanaan linen
g. Perlindungan kesehatan petugas
h. Penempatan pasien
i. Hygiene respirasi/etika batuk dan bersin
j. Praktik menyuntik yang aman
k. Praktik lumbal pungsi yang aman
menggunakan cairan yang berbahan dasar alkohol bila tangan tidak tampak
kotor.
2) Tujuan
Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk mencegah terjadi
kontaminasi silang dari tangan petugas ke pasien atau pengguna layanan atau
sebaliknya saat melakukan tindakan aseptik atau saat memberikan pelayanan
kesehatan dengan melakukan kebersihan tangan sesuai 5 momen sesuai
standar PPI.
3) Prinsip kebersihan tangan
a) Pastikan semua petugas kesehatan sudah memahami 5 momen serta 6
langkah kebersihan tangan dan mampu melaksanakan dengan benar
b) Kebersihan tangan dilakukan pada 5 momen sebagaimana tertera dalam
gambar berikut ini
secara rutin
j) Bebaskan area tangan sampai pergelangan tangan jika menggunakan baju
lengan panjang
k) Kertas tisu sekali pakai sebagai pengering tangan jika tidak memungkinkan
dapat menggunakan handuk sekali pakai lalu dicuci kembali
l) Dilakukan audit kepatuhan kebersihan tangan secara berkala
4) Jenis-jenis kebersihan tangan
a) Membersihkan tangan dengan sabun dan air mengalir
b) Menggunakan cairan berbahan dasar alkohol 70%
5) Indikasi dan prosedur kebersihan tangan
a) Membersihkan tangan dengan sabun dan air mengalir
i. Indikasi
Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir harus dilakukan ketika
tangan terlihat kotor atau ketika akan menggunakan sarung tangan
yang dipakai dalam perawatan pasien tersebut
ii. Prosedur
o Pastikan semua aksesoris yang menempel di tangan tidak terpakai
dan kuku harus pendek serta tidak menggunakan pewarna kuku
o Jika lengan atas sampai ke pergelangan tangan maka sisihkan
terlebih dahulu dengan menaikkan lengan atas sampai ke 2/3 tangan
ke arah siku tangan
o Atur aliran air sesuai kebutuhan
o Basahi tangan dan sambil cairan sabun atau sabun antiseptik kurang
lebih 2cc ke telapak tangan
b) Membersihkan tangan dengan cairan berbahan dasar alcohol atau handrub
i. Indikasi
Handrub berbahan dasar alkohol digunakan untuk membersihkan
tangan bila terlihat tidak kotor atau tidak terkontaminasi atau bila cuci
tangan dengan air mengalir sulit untuk diakses
ii. Prosedur
o Siapkan handrub
o Lakukan kebersihan tangan dengan cairan berbasis alcohol dengan
waktu 20-40 detik
6) Sarana kebersihan tangan
a) Wastafel dengan air mengalir menggunakan keran bertangkai, sabun cair
dalam dispenser, pengering tangan dan tempat limbah non infeksius atau
penampung air yang diberi keran air dan penampung air limbah cuci
tangan, sabun dalam dispenser, tisu atau handuk sekali pakai, tempat
-12-
b) Pelapasan APD
-15-
b) Peralatan semi-kritikal
Peralatan semi kritikal adalah alat-alat yang kontak dengan
membran mukosa saat digunakan. Semua peralatan semi kritikal wajib
dilakukan minimal disinfeksi tingkat tinggi (DTT) atau apabila terdapat alat
yang tahan terhadap panas maka dapat dilakukan cara sterilisasi
menggunakan panas, contoh Ambu bag, ETT, handpiece, spekulum.
c) Peralatan non kritikal
Peralatan non kritikal adalah peralatan yang saat digunakan hanya
menyentuh permukaan kulit saja contoh tensimeter stetoskop dan lain-lain
2) Tahapan pengelolaan
a) Menggunakan APD
Petugas memakai APD sesuai indikasi dan jenis paparan terdiri dari
topi, gaun/apron, masker, sarung tangan rumah tangga atau sepatu tertutup
b) Proses Pre-Celaning
Semua peralatan atau alat medis yang telah dipergunakan pertama
kali dilakukan pembersihan awal (pre-cleaning) dengan merendam seluruh
permukaan peralatan kesehatan menggunakan enzimatik 0,8% atau
deterjen atau glutaraldehid 2% selama 10-15 menit untuk menghilangkan
noda darah, cairan tubuh.
c) Pembersihan atau pencucian
Proses yang secara fisik membuat membuang kotoran darah atau
cairan tubuh lainnya dari permukaan benda mati ataupun membuang
sejumlah mikroorganisme untuk mengurangi risiko bagi mereka yang
menyentuh kulit atau menangani objek tersebut. Proses ini adalah terdiri
dari mencuci sepenuhnya dengan sabun atau deterjen atau menggunakan
enzim kemudian membilas dengan air bersih dan dikeringkan. Pembersihan
manual dengan menggunakan sikat lalu bilas dengan air mengalir dengan
suhu 40C-50C, lebih disarankan menggunakan air deionisasi atau air
sulingan selanjutnya dicuci dibilas dengan air mengalir kemudian ditiriskan
untuk proses selanjutnya.
d) Proses pengemasan
Pastikan semua peralatan yang akan disterilkan dilakukan
pengemasan dengan membungkus semua alat untuk menjaga keamanan
dan efektivitas sterilisasi dengan menggunakan pembungkus kertas khusus
atau linen. Pengemasan harus mencakup label, nama alat, tanggal
pengemasan, metode sterilisasi, tipe dan ukuran alat yang dikemas.
d. Pengendalian Lingkungan
Pengendalian lingkungan adalah upaya mengendalikan lingkungan melalui
perbaikan mutu air, udara atau ventilasi, permukaan lingkungan, desain dan
konstruksi bangunan. Bertujuan untuk mencegah transmisi mikroorganisme dari
pasien atau pengguna layanan ke petugas atau sebaliknya akibat pengelolaan dan
pengendalian lingkungan yang tidak sesuai standar PPI.
-18-
1) Air
a) Sistem air bersih
Sistem air bersih harus direncanakan dan dipasang dengan
mempertimbangkan sumber air bersih dan sistem pengairannya. sumber air
bersih dapat diperoleh langsung dari sumber air berlangganan dan atau
sumber air lainnya dengan baku mutu yang memenuhi dan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
b) Persyaratan Kesehatan air
Sistem air bersih untuk keperluan fasilitas pelayanan kesehatan dapat
diperoleh dari Perusahaan Air Minum, sumber air tanah, air hujan, atau
sumber lain yang telah diolah sehingga memenuhi persyaratan kesehatan,
memenuhi persyaratan mutu air bersih, memenuhi syarat fisik, kimia,
bakteriologis yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Distribusi air ke
ruang-ruang menggunakan sarana perpipaan dengan tekanan positif
c) Sistem pengeloaan limbah cair baik medis dan non medis
Tersedia sistem pengolahan pengolahan air limbah yang memenuhi
persyaratan kesehatan. Saluran air limbah harus kedap air, bersih dari
sampah dan dilengkapi penutup dengan bak kontrol untuk menjaga
kemiringan saluran minimal 1%
2) Ventilasi ruangan
a) Bangunan fasilitas pelayanan kesehatan harus mempunyai udara yang baik
meliputi ventilasi alami dan atau ventilasi mekanik atau buatan yang optimal
b) Bangunan fasilitas pelayanan kesehatan harus mempunyai pintu bukaan
permanen kisi-kisi pada pintu dan jendela dan atau bukan permanen yang
dapat dibuka untuk kepentingan ventilasi alami, bukaan minimal 15% dari
luas total lantai
c) Besarnya pertukaran udara yang disarankan untuk berbagai fungsi ruang di
bangunan FKTP minimal 6 - 12x pertukaran udara per jam dan untuk KM/WC
10x pertukaran udara per jam
d) Pemilihan sistem ventilasi yang alami, mekanik, atau campuran perlu
memperhatikan kondisi lokal, seperti struktur bangunan, cuaca, biaya, dan
mutu udara
e) Tersedianya toilet yang terpisah antara laki-laki dan perempuan.
3) Kontruksi bangunan
a) Desain bangunan
i. Bentuk denah bangunan simetris dan sederhana untuk mengantisipasi
kerusakan apabila terjadi gempa
ii. Tata ruang bangunan harus mempertimbangkan sirkulasi udara dan
-19-
pencahayaan
iii. Tata letak bangunan dan ruang dalam bangunan harus
mempertimbangkan zonasi berdasarkan tingkat risiko penularan
penyakit, zonasi berdasarkan privasi dan kedekatan hubungan fungsi
antar ruang pelayanan
iv. Tinggi-rendah bangunan harus dibuat tetap menjaga keserasian
lingkungan dan pencegahan banjir
v. Aksesibilitas diluar dan didalam bangunan harus mempertimbangkan
kemudahan bagi semua orang termasuk penyandang cacat dan lanjut
usia
b) Persyaratan kehandalan bangunan, harus memenuhi persyaratan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan
c) Sistem pencahayaan
i. bangunan fasilitas pelayanan kesehatan harus mempunyai
pencahayaan alami dan atau pencahayaan buatan
ii. Pencahayaan harus didistribusikan merata dalam ruangan
iii. Lampu-lampu yang dipergunakan diusahakan dari jenis hemat energi
d) Pembersihan tumpahan dan percikan
Jika ada cairan tubuh, darah, muntahan, percikan ludah, darah atau
eksudat, luka pada permukaan lantai dinding atau tirai pembatas
dibersihkan menggunakan spill kit berisi :
i. Spill kit infeksius, berisi : topi, sarung tangan, kacamata, masker,
serok, dan sapu kecil, cairan deterjen, cairan klorin 0,5% dan kain
perca/tisu/koran bekas, plastik warna kuning
ii. Spill kit B3, berisi : topi, sarung tangan, kacamata, masker, gaun, serok
dan sapu kecil, deterjen, larutan tertentu berdasarkan bahan kimianya
dan kain perca/tisu/koran bekas, plastik warna coklat
e. Pengelolaan Limbah
1) Jenis dan pengertian limbah
a) Berdasarkan jenisnya limbah di fasilitas pelayanan kesehatan dibagi atas
limbah padat domestik, limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), limbah
cair dan limbah gas.
b) Limbah B3 pelayanan medis dan penunjang medis terdiri atas limbah
infeksius dan benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksik dan limbah
bahan kimia
c) Limbah infeksius adalah limbah yang dihasilkan dari pelayanan pasien yang
terkontaminasi darah cairan tubuh, sekresi dan ekskresi pasien atau limbah
-20-
sementara
iv. Limbah non infeksius seperti botol-botol obat dapat dilakukan recycle
dengan menggunakan pembersihan untuk dipergunakan kembali atau
dilakukan kerjasama dengan pihak ketiga secara resmi dari fasilitas
pelayanan kesehatan dalam bentuk kerjasama
v. Pembuangan air limbah non infeksius dibuang di tempat pembuangan
akhir (TPA) yang sudah ditentukan oleh pihak pemerintah daerah
setempat
c) Pengelolaan limbah benda tajam
i. Semua limbah benda tajam dimasukkan ke dalam kotak benda tajam
)safety box) yang kuat, tahan air, tahan tusukan berwarna kuning atau
kotak benda tajam yang diberi label limbah benda tajam
ii. Penempatan safety box pada area yang aman dan mudah dijangkau atau
digantung pada troli Tindakan, tidak menempatkan safety box di lantai
iii. Pembuangan safety box dilakukan setelah kotak terisi 2/3 dengan
menutup rapat permukaan lobang box agar jarum tidak dapat keluar
iv. Pembuangan akhir limbah benda tajam dapat dilakukan melalui
pembakaran di insenerator atau dikelola sama dengan limbah B3 lainnya
d) Pengelolaan limbah cair
f. Pengelolaan Linen
Dimaksudkan agar pengelolaan linen yang meliputi pengumpulan,
pengangkutan, pemilahan dan pencucian linen yang sesuai dengan prinsip dan
standar PPI. Bertujuan untuk mencegah infeksi silang dari pasien dan petugas,
menjaga ketersediaan bahan linen dan mutu linen.
Prinsip pengelolaan linen : Semua petugas yang terlibat dalam pengelolaan linen
agar menerapkan teknik perlakuan linen disesuaikan dengan kategori kebersihan
linen yang terbagi sebagai berikut
• linen biasa adalah linen yang sudah dilakukan proses pencucian dan siap
untuk pemakaian pelayanan non steril
• linen steril adalah linen yang sudah dilakukan sterilisasi
• linen kotor adalah linen yang sudah dipakai oleh pasien atau keluarga atau
petugas
• linen infeksius adalah linen yang sudah terkontaminasi darah, cairan tubuh,
sekresi dan ekskresi
Linen dari ruang isolasi diperlakukan sebagai linen infeksius.
h. Penempatan Pasien
Penempatan pasien adalah menempatkan pasien pada tempat yang telah
ditentukan atau mengatur jarak pasien berdasarkan kewaspadaan transmisi
(kontak, udara dan droplet) untuk memudahkan pelayanan dengan
mempertimbangkan aspek keamanan serta keselamatan pasien maupun petugas
kesehatan
1) Prinsip penempatan pasien
a) Kamar terpisah bila dihawatirkan terjadinya kontaminasi luas terhadap
lingkungan misalnya pada luka lebar dengan cairan keluar, diare, pendarahan
tidak terkontrol
-23-
b) Kamar terpisah dengan pintu tertutup pada kondisi yang diwaspadai terjadi
transmisi melalui udara dan kontak, misalnya luka dengan infeksi kuman gram
positif, covid-19 dan lain-lain
c) Kamar terpisah atau kohorting dengan ventilasi dibuang keluar dengan
exhaust van ke area tidak ada orang lalu-lalang, misanya pada TB
d) Kamar terpisah dengan udara terkunci bila diwaspadai transmisi airborne
meluas, misalnya pada pasien dengan varicella
e) Kamar terpisah bila pasien kurang mampu menjaga kebersihan
f) Bila Kamar terpisah tidak memungkinkan dapat dilakukan sistem kohorting
(penggabungan pasien dengan jenis penyakit yang sama). Bila pasien
terinfeksi dicampur dengan non infeksi maka pasien petugas dan pengunjung
harus menjaga kewaspadaan standar dan transmisi.
2) Penempatan pasien di triase dan ruangan pemeriksaan
Penempatan pasien di ruang triase harus diberi jarak minimal 1 meter
antara satu pasien dengan yang lainnya. Ruangan pemeriksaan yang digunakan
untuk memeriksa pasien harus berventilasi baik dengan sirkulasi udara yang baik
3) Prosedur penempatan pasien
a) Pastikan pasien infeksius ditempatkan terpisah dengan pasien non-infeksius
b) Penempatan pasien disesuaikan dengan pola transmisi infeksi penyakit
pasien berdasarkan kontak, droplet, airborne sebaiknya ruangan tersendiri
c) Bila tidak tersedia ruangan tersendiri, diperbolehkan dirawat bersama pasien
lain yang jenis infeksinya sama dengan menerapkan sistem kohorting.
d) Semua ruangan terkait kohorting harus diberi tanda kewaspadaan
berdasarkan jenis transmisinya. Penggabungan pasien dalam satu ruangan
untuk pasien yang diisolasi harus berjarak minimal 1 meter antar tempat tidur
e) Petugas yang ditugaskan diruang isolasi atau kohort tidak boleh melakukan
pelayanan kepada pasien di ruangan lain
f) Jumlah orang yang diizinkan untuk memasuki tempat ruang isolasi atau kohort
harus dibatasi seminimal mungkin
g) Pasien yang tidak dapat menjaga kebersihan diri atau lingkungannya
sebaiknya dipisahkan tersendiri
h) Mobilisasi pasien infeksius yang jenis transmisinya melalui udara agar dibatasi
di lingkungan fasilitas pelayanan Kesehatan.
i) Pasien HIV tidak diperkenankan dirawat Bersama dengan pasien TB dalam
satu ruangan tetapi pasien TB-HIV dapat dirawat Bersama dengan pasien TB
j) Hindari penggunaan peralatan yang sama untuk beberapa pasien
k) Lakukan pembersihan berkala dan desinfeksi sesuai kewaspadaan standar
melalui pengelolaan lingkungan di tempat-tempat umum
-24-
iv. Jika tidak memungkinkan penyediaan ruang isolasi yang cukup maka
dilakukan pengelompokkan dengan menempatkan pasien dengan
jarak 1 meter
v. Batasi orang yang berada didalam kamar
vi. Segera lakukan pembersihan setiap menemukan sumber penularan
alat bekas pakai, makanan, minuman, darah, sekresi, cairan tubuh,
kotoran dll
vii. Peralatan perawatan pasien harus dijaga agar tetap bersih dan kering
b. Kewaspadaan transmisi droplet
1) Pengertian
Kewaspadaan transmisi droplet adalah tindakan kewaspadaan untuk
menghindari penularan penyakit infeksi melalui droplet (sekresi yang
dikeluarkan melalui saluran pernafasan) selama batuk, bersin atau
berbicara. Contoh penyakit seperti influenza, ISPA, SARS, COVID-19,
pertussis dll.
2) Prinsip kewaspadaan pada transmisi droplet
i. Pastikan semua petugas mematuhi prosedur kewaspadaan standar
yang telah ditetapkan saat akan memberikan pelayanan
ii. Lakukan keberishan tangan sebelum dan sesuai kontak dengan
pasien dan lingkungan sekitar
iii. Gunakan masker jika ada gangguan saluran pernafasan
iv. Pasien dengan penularan droplet ditempatkan dalam ruangan
tersendiri, jika tidak memungkinkan gunakan kohorting dengan jarak
minimal 1 meter antar tempat tidur
v. Pasien, pengunjung, keluarga harus diajarkan kebersihan tangan
dan etika batuk
vi. Gunakan APD sesuai jenis paparan dan indikasi
c. Kewaspadaan transmisi airborne
1) Pengertian
Kewaspadaan transmisi udara (airborne) adalah tindakan pencegahan
yang dirancang untuk mencegah penyebaran infeksi yang ditularkan
melalui udara dengan menghirup atau mengeluarkan mikroorganisme
dari saluran nafas. Secara teoritis partikel yang berukuran <5um
dikeluarkan dari saluran pernafasan dan dapat tetap melayang di udara
untuk beberapa waktu. Contoh penyakit seperti TB, avian flu, COVID-19,
SARS, Varicella, Campak dll
2) Prinsip kewaspadaan pada transmisi droplet
i. Lakukan keberihan tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
-26-
b. Bundle maintenan
1) Melakukan kebersihan tangan setiap sebelum dan sesudah melakukan
perawatan
2) Gunakan APD sesuai indikasi dan jenis paparan
3) Setiap akan mengakses sambungan infus maka melakukan desinfeksi
dengan alkohol 70%
4) Perhatikan penggunaan selang kateter yang elastis sehingga dapat terlipat
dengan baik
5) Gunakan balutan steril dengan pemasangan yang aman dan nyaman
6) Pastikan konektor dengan sistem tertutup
7) Pastikan perangkat infus dalam kondisi tertutup dan diberi label tanggal
pemasangan
Ditetapkan di : Garut
Pada Tanggal : 06 April 2023
KEPALA UPT PUSKESMAS KARANGPAWITAN,