Anda di halaman 1dari 32

-1-

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


DINAS KESEHATAN
UPT PUSKESMAS KARANGPAWITAN
Jl. Raya Karangpawitan No.29 Desa Sindangpalay Kecamatan Karangpawitan
Kabupaten Garut Kode Pos 44182 Telp. (0262) 442238
Web Site: pkm-karangpawitan.garutkab.go.id E-mail : uptkarangpawitan@gmail.com

KEPUTUSAN KEPALA UPT PUSKESMAS KARANGPAWITAN


NOMOR : 821/768/SK/PKM-KRP/IV/2023

TENTANG
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA UPT PUSKESMAS KARANGPAWITAN,

Menimbang : a. bahwa puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang


menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif di wilayah
kerjanya;
b. bahwa untuk mendukung pelaksanaan pelayanan kesehatan
yang bermutu dan professional khususnya upaya pencegahan
dan pengendalian di fasilitas pelayanan kesehatan diperlukan
penanganan secara komperhensif melalui suatu pedoman;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Surat Keputusan
Kepala UPT Puskesmas Karangpawitan tentang Pedoman
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di UPT Puskesmas
Karangpawitan.

Mengingat : 1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 46


tahun 2015 tentang akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama,
Tempat Praktik Mandiri Dokter, dan tempat praktik mandiri
dokter gigi;
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 44
tahun 2016 tentang Pedoman Manajemen Puskesmas;
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27
Tahun 2017 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi Di Fasilitas Kesehatan;
-2-

4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 52


tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 43
tahun 2019 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat;
6. Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor
Hk.02.02/D/4871/2023 Tentang Instrumen Survei Akreditasi
Pusat Kesehatan Masyarakat.

MEMUTUSKAN :
Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA UPT PUSKESMAS KARANGPAWITAN
TENTANG PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
INFEKSI.
KESATU : Kebijakan pencegahan dan pengendalian infeksi di UPT
Puskesmas Karangpawitan sebagaimana tercantum dalam
lampiran I surat keputusan ini.

KEDUA : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila di


kemudian hari terjadi kekeliruan akan diadakan perbaikan
sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Garut
pada tanggal : 06 April 2023
KEPALA UPT PUSKESMAS KARANGPAWITAN,

H. Ajat Sudrajat Haryadi, S.Kep.,Ners


Penata
NIP. 19810331 201001 1 007

Salinan sesuai dengan aslinya


KEPALA SUBBAG TATA USAHA,

Rudi Hartono, SP
Penata
NIP. 19690519 199103 1 003
-3-

LAMPIRAN : KEPUTUSAN KEPALA UPT PUSKESMAS


KARANGPAWITAN
NOMOR : 821/768/SK/PKM-KRP/IV/2023
TANGGAL : 06 April 2023
TENTANG : PEDOMAN PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN INFEKSI

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Puskesmas sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting
dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu Puskesmas
dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar
yang telah ditentukan.
Masyarakat yang menerima pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan dan
pengunjung di pelayanan kesehatan dihadapkan pada resiko terjadinya infeksi
nosokomial yaitu infeksi yang diperoleh di pelayanan kesehatan, baik karena
perawatan atau berkunjung ke rumah sakit. Penyakit infeksi terkait pelayanan
kesehatan atau Healthcare Associated Infection (HAIs) merupakan salah satu
masalah kesehatan diberbagai negara di dunia, termasuk Indonesia.
Secara prinsip, kejadian HAIs sebenarnya dapat dicegah bila fasilitas pelayanan
kesehatan secara konsisten melaksanakan program PPI. Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi merupakan upaya untuk memastikan perlindungan kepada
setiap orang terhadap kemungkinan tertular infeksi dari sumber masyarakat
umum dan disaat menerima pelayanan kesehatan pada berbagai fasilitas
kesehatan.
Dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan
kesehatan sangat penting bila terlebih dahulu petugas dan pengambil kebijakan
memahami konsep dasar penyakit infeksi. Oleh karena itu perlu disusun
pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan
agar terwujud pelayanan kesehatan yang bermutu dan dapat menjadi acuan bagi
semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pencegahan dan pengendalian
infeksi di dalam fasilitas pelayanan kesehatan serta dapat melindungi
masyarakat dan mewujudkan patient safety yang pada akhirnya juga akan
berdampak pada efisiensi pada manajemen fasilitas pelayanan kesehatan dan
peningkatan kualitas pelayanan.
-4-

B. TUJUAN
Tujuan Umum
Meningkatkan kualitas pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan, sehingga
melindungi sumber daya manusia kesehatan, pasien dan masyarakat dari
penyakit infeksi yang terkat pelayanan kesehatan.
Tujuan Khusus
1. Menjadi penuntun bagi tenaga kesehatan hingga mampu memberikan
pelayanan kesehatan dimana resiko terjadinya infeksi dapat ditekan.
2. Menjadi acuan bagi para penentu kebijakan dalam perencanaan logistik
di Puskesmas.
3. Menjadi acuan dikalangan non medis yang mempunyai resiko terpajan
infeksi dalam pekerjaannya.
4. Menjadi bahan acuan petugas kesehatan dalam memberikan penyuluhan
kepada pasien/ keluarga pasien tentang tindakan pencegahan infeksi.

C. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup program PPI meliputi :
1. Implementasi kewaspadaan isolasi yang terdiri dari :
a. Kewaspadaan standar
1) Kebersihan tangan
2) Penggunaan alat pelindung diri (APD)
3) Etika batuk dan bersin
4) Penempatan pasien
5) Praktik menyuntik yang aman
6) Dekontaminasi peralatan perawatan pasien
7) Pengelolaan linen
8) Pengelolaan limbah
9) Perlindungan petugas
10) Pengendalian lingkungan
b. Kewaspadaan transmisi
1) Kewaspadaan transmisi kontak
2) Kewaspadaan transmisi droplet
3) Kewaspadaan transmisi airborne
2. Pendidikan dan pelatihan PPI
3. Penyusunan dan penerapan bundel infeksi terkait pelayanan kesehatan
4. Surveilans penyakit infeksi terkait pelayanan kesehatan
5. Penggunaan antimikroba secara bijak dan komprehensif dalam
-5-

penyelenggaraan pelayanan di Puskesmas


Pedoman ini digunakan untuk panduan bagi petugas kesehatan di
Puskesmas dalam melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi pada
pelayanan terhadap pasien yang menderita penyakit menular baik kontak
langsung, droplet dan udara.

D. DASAR HUKUM
1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran;
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan;
4. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan
Masyarakat;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2017
Tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan;
-6-

BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Sumber Daya Manusia dan Distribusi Ketenagaan


Dalam melaksanakan pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
di UPT Puskesmas Karangpawitan di bentuk Tim PPI yang terdiri dari Koordinator
tim PPI, IPCN dan Anggota Tim PPI disesuaikan dengan kualifikasi dan beban
kerja yang ada. Untuk distribusi ketenagaan Tim PPI disebutkan sesuai dengan
tugas masing-masing.

Ketua Mutu

Koordinator Tim PPI

IPCN Sekretaris Surveilans Audit

TIM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI


UPT PUSKESMAS KARANGPAWITAN

KEDUDUKAN
NO. NAMA
DALAM TIM

1 Koordinator dr. Naufal Fadhillah Alam

Putri Fina Arafiani Safitri AMd, Keb,


2. IPCN
Rista Wilda Puspita A.Md Keb.

3. Sekretaris Teti Taryati AMKG

4. Surveilans Sinta Nurjanah

5. Audit Lestari Sri Handayani AMd. Kep.

B. Tugas dan Tanggung Jawab


1. Pimpinan fasilitas layanan kesehatan (Pemimpin UPT Puskesmas
Karangpawitan)
Tugas :
a. Membentuk Komite / Tim PPI dengan Surat Keputusan.
-7-

b. Bertanggung jawab dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap


penyelenggaraan upaya pencegahan dan pengendalian infeksi.
c. Bertanggung jawab terhadap tersedianya fasilitas sarana dan prasarana
termasuk anggaran yang dibutuhkan.
d. Menentukan kebijakan pencegahan dan pengendalian infeksi.
e. Mengadakan evaluasi kebijakan pencegahan dan pengendalian infeksi
berdasarkan saran dari Komite / Tim PPI.
f. Mengadakan evaluasi kebijakan pemakaian antibiotika yang rasional dan
disinfektan dirumah sakit berdasarkan saran dari Komite / Tim PPI.
g. Dapat menutup suatu unit perawatan atau instalasi yang dianggap
potensial menularkan penyakit untuk beberapa waktu sesuai kebutuhan
berdasarkan saran dari Komite / Tim PPI.
h. Mengesahkan Standar Prosedur Operasional (SPO) untuk PPI.
i. Memfasilitasi pemeriksaan kesehatan petugas di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan, terutama bagi petugas yang berisiko tertular infeksi minimal 1
tahun sekali, dianjurkan 6 (enam) bulan sekali

2. Ketua Tim PPI


Tugas
a. Bertanggung jawab atas :
- Terselenggaranya dan evaluasi program PPI.
- Penyusunan rencana strategis program PPI.
- Penyusunan pedoman manajerial dan pedoman PPI.
- Tersedianya SPO PPI.
- Penyusunan dan penetapan serta mengevaluasi kebijakan PPI.
- Memberikan kajian KLB infeksi di puskesmas.
- Terselenggaranya pelatihan dan pendidikan PPI.
- Terselenggaranya pengkajian pencegahan dan pengendalian risiko
infeksi.
- Terselenggaranya pengadaan alat dan bahan terkait dengan PPI.
- Terselenggaranya pertemuan berkala.
b. Melaporkan kegiatan Komite PPI kepada Pemimpin UPT Puskesmas

3. IPCN
Tugas dan Tanggung Jawab IPCN :
a. Melakukan kunjungan kepada pasien yang berisiko di ruangan secara
berkala untuk mengidentifikasi kejadian infeksi pada pasien di baik
rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
-8-

b. Memonitor pelaksanaaan program PPI, kepatuhan penerapan SPO dan


memberikan saran perbaikan bila diperlukan.
c. Melaksanakan surveilans infeksi dan melaporkan kepada Tim
d. Turut serta melakukan kegiatan mendeteksi dan investigasi KLB.
e. Memantau petugas kesehatan yang terpajan bahan infeksius / tertusuk
bahan tajam bekas pakai untuk mencegah penularan infeksi.
f. Melakukan diseminasi prosedur kewaspadaan isolasi dan memberikan
konsultasi tentang PPI yang diperlukan pada kasus tertentu yang terjadi
di fasyankes.
g. Melakukan audit PPI di seluruh wilayah fasyankes dengan
menggunakan daftar tilik.
h. Memonitor pelaksanaan pedoman penggunaan antibiotika bersama
Komite/Tim PPRA.
i. Mendesain, melaksanakan, memonitor, mengevaluasi dan melaporkan
surveilans infeksi yang terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan bersama
Komite / Tim PPI
j. Memberikan motivasi kepatuhan pelaksanaan program PPI.
k. Memberikan saran desain puskesmas agar sesuai dengan prinsip PPI.
l. Meningkatkan kesadaran pasien dan pengunjung puskesmas tentang
PPI.
m. Memprakarsai penyuluhan bagi petugas kesehatan, pasien, keluarga
dan pengunjung tentang topik infeksi yang sedang berkembang (New-
emerging dan re-emerging) atau infeksi dengan insiden tinggi.
n. Sebagai koordinator antar departemen/unit dalam mendeteksi,
mencegah dan mengendalikan infeksi di puskesmas.
o. Memonitoring dan evaluasi peralatan medis single use yang di re –use.

4. Anggota PPI lainnya Tugas:


a. Bertanggung jawab kepada ketua komite PPI dan berkoordinasi dengan
unit terkait lainnya dalam penerapan PPI
b. Memberikan masukan pada pedoman serta SOP maupun kebijakan
terkait PPI.
-9-

BAB III
PRINSIP DASAR PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
Dl UPT PUSKESMAS KARANGPAWITAN

A. Kewaspadaan Isolasi
1. Kewaspadaan Standar
Pencegahan dan Pengendalian infeksi menjadi bagian penting dalam upaya
meningkatkan mutu pelayanan medis dan asuhan keperawatan di puskesmas
yang berfokus pada keselamatan pasien, petugas dan lingkungan puskesmas.
Kinerja PPI dicapai melalui keterlibatan aktif semua petugas puskesmas, mulai
dari jajaran manajemen, dokter, perawat, paramedis, serta petugas kebersihan.
Kegiatan PPI harus dilakukan secara tepat di semua bagian/area di Puskesmas,
mencakup seluruh masyarakat puskesmas dengan menggunakan prosedur dan
petunjuk pelaksanaan yang ditetapkan oleh puskesmas. Upaya pokok PPI
mendasarkan pada upaya memutus rantai penularan infeksi berfokus pada
Kewaspadaan Standar (Standart Precautions), serta Kewaspadaan Isolasi
berdasarkan transmisi penyakit.
Pada tahun 2007, CDC dan HICPAC merekomendasikan 11 (sebelas)
komponen utama yang harus dilaksanakan dan dipatuhi dalam kewaspadaan
standar, yaitu:
a. Kebersihan tangan
b. Alat Pelindung Diri (APD)
c. Pengelolaan Peralatan Perawatan Pasien dan Alat Medis lainnya
d. Kesehatan lingkungan
e. Pengelolaan limbah
f. Penatalaksanaan linen
g. Perlindungan kesehatan petugas
h. Penempatan pasien
i. Hygiene respirasi/etika batuk dan bersin
j. Praktik menyuntik yang aman
k. Praktik lumbal pungsi yang aman

Berdasarkan kondisi dan kewenangan puskesmas, 10 item utama kewaspadaan


standar harus diterapkan di puskesmas.
a. Kebersihan Tangan (Hand Hygiene)
1) Pengertian
Kebersihan tangan adalah membersihkan tangan dengan menggunakan
sabun dan air mengalir bila tangan terlihat kotor atau terkena cairan tubuh atau
-10-

menggunakan cairan yang berbahan dasar alkohol bila tangan tidak tampak
kotor.
2) Tujuan
Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk mencegah terjadi
kontaminasi silang dari tangan petugas ke pasien atau pengguna layanan atau
sebaliknya saat melakukan tindakan aseptik atau saat memberikan pelayanan
kesehatan dengan melakukan kebersihan tangan sesuai 5 momen sesuai
standar PPI.
3) Prinsip kebersihan tangan
a) Pastikan semua petugas kesehatan sudah memahami 5 momen serta 6
langkah kebersihan tangan dan mampu melaksanakan dengan benar
b) Kebersihan tangan dilakukan pada 5 momen sebagaimana tertera dalam
gambar berikut ini

c) Mematuhi langkah-langkah kebersihan tangan secara berurutan dengan


baik dan benar
d) Tersedia sarana kebersihan dengan air mengalir dan sabun dengan
dispenser tertutup dan atau cairan berbahan dasar alkohol
e) Sebelum melakukan kebersihan tangan jaga kebersihan tangan individu
dengan memastikan kuku tetap pendek bersih dan bebas dari pewarnaan
kuku dan tidak menggunakan spasi hindari pemakaian aksesoris tangan
f) jika terdapat luka atau lecet maka tutup muka dengan atau lengket dengan
pembalut anti air
g) cuci tangan dengan sabun dan air mengalir bila jelas terlihat kotor atau
kombinasi oleh bahan yang mengandung protein dan lemak
h) sabun cair dianjurkan di dalam botol yang memiliki dispenser jika
menggunakan sabun batangan maka sabun dipotong kecil untuk sekali
pakai
i) Gunakan bahan yang mengandung alkohol untuk dekontaminasi tangan
-11-

secara rutin
j) Bebaskan area tangan sampai pergelangan tangan jika menggunakan baju
lengan panjang
k) Kertas tisu sekali pakai sebagai pengering tangan jika tidak memungkinkan
dapat menggunakan handuk sekali pakai lalu dicuci kembali
l) Dilakukan audit kepatuhan kebersihan tangan secara berkala
4) Jenis-jenis kebersihan tangan
a) Membersihkan tangan dengan sabun dan air mengalir
b) Menggunakan cairan berbahan dasar alkohol 70%
5) Indikasi dan prosedur kebersihan tangan
a) Membersihkan tangan dengan sabun dan air mengalir
i. Indikasi
Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir harus dilakukan ketika
tangan terlihat kotor atau ketika akan menggunakan sarung tangan
yang dipakai dalam perawatan pasien tersebut
ii. Prosedur
o Pastikan semua aksesoris yang menempel di tangan tidak terpakai
dan kuku harus pendek serta tidak menggunakan pewarna kuku
o Jika lengan atas sampai ke pergelangan tangan maka sisihkan
terlebih dahulu dengan menaikkan lengan atas sampai ke 2/3 tangan
ke arah siku tangan
o Atur aliran air sesuai kebutuhan
o Basahi tangan dan sambil cairan sabun atau sabun antiseptik kurang
lebih 2cc ke telapak tangan
b) Membersihkan tangan dengan cairan berbahan dasar alcohol atau handrub
i. Indikasi
Handrub berbahan dasar alkohol digunakan untuk membersihkan
tangan bila terlihat tidak kotor atau tidak terkontaminasi atau bila cuci
tangan dengan air mengalir sulit untuk diakses
ii. Prosedur
o Siapkan handrub
o Lakukan kebersihan tangan dengan cairan berbasis alcohol dengan
waktu 20-40 detik
6) Sarana kebersihan tangan
a) Wastafel dengan air mengalir menggunakan keran bertangkai, sabun cair
dalam dispenser, pengering tangan dan tempat limbah non infeksius atau
penampung air yang diberi keran air dan penampung air limbah cuci
tangan, sabun dalam dispenser, tisu atau handuk sekali pakai, tempat
-12-

limbah non infeksius.


b) Handrub kemasan pabrik yang banyak tersedia dalam produk siap pakai
atau siapkan alkohol dengan mencampurkan 97ml alkohol 70% dalam 3ml
gliserin.

b. Alat Pelindung Diri (APD)


1) Pengertian
Alat pelindung diri (APD) adalah perangkat alat yang dirancang sebagai
penghalang terhadap penetrasi zat partikel padat cair atau udara untuk
melindungi pemakainya dari cedera atau penyebaran infeksi atau penyakit
2) Tujuan
Bertujuan untuk menghalangi pajanan bahan infeksius pada kulit, mulut,
hidung atau mata tenaga kesehatan pasien atau pengguna kesehatan
3) Prinsip penggunaan APD
Penggunaan APD perlu memperhatikan prinsip-prinsip berikut ini
a) Harus digunakan sesuai dengan risiko paparan
b) Semua APD yang akan digunakan harus memenuhi standar keamanan
perlindungan dan keselamatan pasien atau petugas sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan
c) Hindari kontak antara APD yang terkontaminasi dan permukaan pakaian atau
lingkungan pelayanan kesehatan
d) Tidak dibenarkan berbagi APD yang sama antara dua petugas atau individu
e) Lepas secara keseluruhan jika tidak digunakan lagi
f) Lakukan kebersihan tangan setiap kali melepas satu jenis APD
4) Jenis, tujuan, dan indikasi penggunaan APD
a) Pelindung kepala (topi)
Sebagai pelindung kepala dan rambut tenaga kesehatan dari paparan
cairan infeksius pasien selama melakukan tindakan atau perawatan. Indikasi
penggunaan topi atau penutup kepala yakni operasi kecil, pertolongan atau
tindakan persalinan, intubasi trakea dan trakeostomi, penghisapan lendir
massif, pembersihan alat kesehatan dan lain-lain
b) Kacamata dan pelindung wajah
Untuk melindungi selaput mukosa, mata, hidung atau mulut petugas
kesehatan dari risiko kontak dengan sekret pernapasan atau percikan darah,
cairan tubuh, sekresi atau ekskresi pasien. Indikasi penggunaannya yakni
pada tindakan yang dapat menimbulkan percikan atau semburan darah, cairan
tubuh, sekret dan ekskresi ke mukosa mata, hidung, atau mulut dan potensi
terjadinya transmisi airborne misalnya pada tindakan gigi, swab hidung atau
-13-

tenggorokan, RJP, penanganan pemulasaraan jenazah dan lain-lain.


c) Masker
Untuk melindungi wajah dan membran mukosa mulut dan hidung dari
cipratan darah dan cairan tubuh dari pasien atau permukaan lingkungan yang
kotor dan melindungi pasien dari petugas pada saat batuk atau bersin. Indikasi
penggunaannya yakni pada tindakan atau prosedur yang dapat menghasilkan
cipratan darah, cairan tubuh, sekresi atau ekskresi atau jika petugas berisiko
menghasilkan cipratan cairan dari selaput lendir mulut dan hidung, masker
N95 digunakan pada risiko paparan penularan infeksi melalui udara.
d) Gaun
Untuk melindungi baju petugas dari kemungkinan paparan atau percikkan
darah atau cairan tubuh, sekresi, ekskresi atau melindungi pasien dari paparan
pakaian petugas pada tindakan steril. Indikasi penggunaannya yakni transmisi
kontak misalnya saat adanya wabah dan transmisi droplet saat pencegahan
infeksi sebelum operasi atau pra bedah, membersihkan luka tindakan
drainase, menuangkan cairan kontaminasi ke pembuangan atau WC/kloset
dan menangani pasien perdarahan masif, tindakan bedah dan perawatan gigi
e) Sarung tangan
Melindungi tangan dari paparan cairan tubuh, darah, sekresi, ekskresi dan
bahan infeksius lainnya. Indikasi penggunaan sarung tangan yakni pada saat
tindakan aseptik, tindakan steril untuk mencegah risiko penularan
mikroorganisme
f) Sepatu
Sepatu untuk melindungi kaki petugas dari tumpahan/percikkan darah atau
cairan tubuh lainnya dan mencegah dari kemungkinan tusukan benda tajam
atau kejatuhan alat kesehatan yang berisiko melukai kulit. Indikasi
penggunaannya sepatu tertutup dipergunakan oleh seluruh tenaga kesehatan
sedangkan sepatu boot dipergunakan pada prosedur penanganan
pemulasaraan jenazah, penanganan limbah, tindakan operasi, pertolongan
dan tindakan persalinan, penanganan linen dan pencucian peralatan.
-14-

5) Pemakaian dan pelepasan APD


a) Pemakaian APD

b) Pelapasan APD
-15-

c. Pengelolaan Peralatan Perawatan Pasien dan Alat Medis lainnya


Pengelolaan peralatan perawatan pasien dan alat medis lainnya adalah proses
pengelolaan dekontaminasi dan pengemasan berdasarkan kategori kritikal, semi
kritikal, dan non kritikal. Bertujuan untuk mencegah peralatan cepat rusak menjaga
tetap dalam keadaan dekontaminasi sesuai kategorinya, menetapkan produk akhir
yang sudah steril dan aman serta tersedianya peralatan perawatan pasien dan alat
medis lainnya dalam kondisi bersih dan steril saat dibutuhkan
1) Jenis peralatan Kesehatan
a) Peralatan kritikal
Peralatan kritikal adalah alat-alat yang masuk kedalam pembuluh
darah atau jaringan lunak. Semua peralatan kritikal wajib dilakukan
sterilisasi yang menggunakan panas, contoh : semua instrumen bedah,
periodontal scaller dan lain-lain
-16-

b) Peralatan semi-kritikal
Peralatan semi kritikal adalah alat-alat yang kontak dengan
membran mukosa saat digunakan. Semua peralatan semi kritikal wajib
dilakukan minimal disinfeksi tingkat tinggi (DTT) atau apabila terdapat alat
yang tahan terhadap panas maka dapat dilakukan cara sterilisasi
menggunakan panas, contoh Ambu bag, ETT, handpiece, spekulum.
c) Peralatan non kritikal
Peralatan non kritikal adalah peralatan yang saat digunakan hanya
menyentuh permukaan kulit saja contoh tensimeter stetoskop dan lain-lain
2) Tahapan pengelolaan
a) Menggunakan APD
Petugas memakai APD sesuai indikasi dan jenis paparan terdiri dari
topi, gaun/apron, masker, sarung tangan rumah tangga atau sepatu tertutup
b) Proses Pre-Celaning
Semua peralatan atau alat medis yang telah dipergunakan pertama
kali dilakukan pembersihan awal (pre-cleaning) dengan merendam seluruh
permukaan peralatan kesehatan menggunakan enzimatik 0,8% atau
deterjen atau glutaraldehid 2% selama 10-15 menit untuk menghilangkan
noda darah, cairan tubuh.
c) Pembersihan atau pencucian
Proses yang secara fisik membuat membuang kotoran darah atau
cairan tubuh lainnya dari permukaan benda mati ataupun membuang
sejumlah mikroorganisme untuk mengurangi risiko bagi mereka yang
menyentuh kulit atau menangani objek tersebut. Proses ini adalah terdiri
dari mencuci sepenuhnya dengan sabun atau deterjen atau menggunakan
enzim kemudian membilas dengan air bersih dan dikeringkan. Pembersihan
manual dengan menggunakan sikat lalu bilas dengan air mengalir dengan
suhu 40C-50C, lebih disarankan menggunakan air deionisasi atau air
sulingan selanjutnya dicuci dibilas dengan air mengalir kemudian ditiriskan
untuk proses selanjutnya.
d) Proses pengemasan
Pastikan semua peralatan yang akan disterilkan dilakukan
pengemasan dengan membungkus semua alat untuk menjaga keamanan
dan efektivitas sterilisasi dengan menggunakan pembungkus kertas khusus
atau linen. Pengemasan harus mencakup label, nama alat, tanggal
pengemasan, metode sterilisasi, tipe dan ukuran alat yang dikemas.

3) Prosedur sterilisasi pada peralatan kritikal


Sterilisasi peralatan kritikal dapat menggunakan autoklaf atau panas kering
-17-

adalah proses menghilangkan semua mikroorganisme termasuk endospora


dengan menggunakan uap tekanan tinggi atau panas kering (oven). Jika
menggunakan proses sterilisasi panas kering pastikan semua instrumen kritikal
sudah dibersihkan awal (pre-cleaning) sebelum dilakukan proses sterilisasi.
Penggunaan sterilisasi pemanasan kering pada temperatur 170 C dalam waktu
1 jam atau temperatur 160 C dalam waktu 2 jam.
4) Proses desinfeksi peralatan semi kritikal
Desinfeksi peralatan semi kritikal dilakukan melalui proses DTT adalah
proses menghilangkan semua mikroorganisme kecuali beberapa endospora
bakterial dilakukan dengan merebus dan menguapkan atau memakai
desinfektan kimiawi. Proses DTT dengan perendaman dilakukan menggunakan
cairan desinfektan atau glutaraldehid 2% atau peroksida hidrogen 6% selama
15-20 menit. Proses DTT dengan cara perebusan dan pengukusan dilakukan
dalam waktu 20 menit dihitung setelah air mendidih atau sampai terbentuknya
uap yang diakibatkan oleh air yang mendidih
5) Peralatan non kritikal
Peralatan non kritikal adalah pengelolaan peralatan yang berhubungan
dengan kulit untuk yang merupakan risiko terendah. Pencucian dilakukan
dengan deterjen dan air mengalir kemudian dikeringkan dengan cara digantung
misalnya manset tensimeter. Desinfeksi dilakukan dengan alkohol swab 70%
misalnya stetoskop, termometer dan lain-lain. Pembersihan dilakukan
menggunakan kain bersih yang sudah dilembabkan dengan cairan klorin
0,05%, gosok dan lap semua permukaan yang dibersihkan, misalnya
permukaan tempat tidur, meja dan lain-lain
6) Penyimpanan peralatan steril
Penyimpanan instrumen atau peralatan steril dengan benar sangat penting
untuk menjaga tetap steril. Oleh karena itu perlu ditulis tanggal sterilisasi dan
tanggal kadaluarsa pada bungkus alat steril sebelum penyimpanan instrumen
atau peralatan steril dikemas dan disimpan di lingkungan yang bersih

d. Pengendalian Lingkungan
Pengendalian lingkungan adalah upaya mengendalikan lingkungan melalui
perbaikan mutu air, udara atau ventilasi, permukaan lingkungan, desain dan
konstruksi bangunan. Bertujuan untuk mencegah transmisi mikroorganisme dari
pasien atau pengguna layanan ke petugas atau sebaliknya akibat pengelolaan dan
pengendalian lingkungan yang tidak sesuai standar PPI.
-18-

1) Air
a) Sistem air bersih
Sistem air bersih harus direncanakan dan dipasang dengan
mempertimbangkan sumber air bersih dan sistem pengairannya. sumber air
bersih dapat diperoleh langsung dari sumber air berlangganan dan atau
sumber air lainnya dengan baku mutu yang memenuhi dan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
b) Persyaratan Kesehatan air
Sistem air bersih untuk keperluan fasilitas pelayanan kesehatan dapat
diperoleh dari Perusahaan Air Minum, sumber air tanah, air hujan, atau
sumber lain yang telah diolah sehingga memenuhi persyaratan kesehatan,
memenuhi persyaratan mutu air bersih, memenuhi syarat fisik, kimia,
bakteriologis yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Distribusi air ke
ruang-ruang menggunakan sarana perpipaan dengan tekanan positif
c) Sistem pengeloaan limbah cair baik medis dan non medis
Tersedia sistem pengolahan pengolahan air limbah yang memenuhi
persyaratan kesehatan. Saluran air limbah harus kedap air, bersih dari
sampah dan dilengkapi penutup dengan bak kontrol untuk menjaga
kemiringan saluran minimal 1%
2) Ventilasi ruangan
a) Bangunan fasilitas pelayanan kesehatan harus mempunyai udara yang baik
meliputi ventilasi alami dan atau ventilasi mekanik atau buatan yang optimal
b) Bangunan fasilitas pelayanan kesehatan harus mempunyai pintu bukaan
permanen kisi-kisi pada pintu dan jendela dan atau bukan permanen yang
dapat dibuka untuk kepentingan ventilasi alami, bukaan minimal 15% dari
luas total lantai
c) Besarnya pertukaran udara yang disarankan untuk berbagai fungsi ruang di
bangunan FKTP minimal 6 - 12x pertukaran udara per jam dan untuk KM/WC
10x pertukaran udara per jam
d) Pemilihan sistem ventilasi yang alami, mekanik, atau campuran perlu
memperhatikan kondisi lokal, seperti struktur bangunan, cuaca, biaya, dan
mutu udara
e) Tersedianya toilet yang terpisah antara laki-laki dan perempuan.
3) Kontruksi bangunan
a) Desain bangunan
i. Bentuk denah bangunan simetris dan sederhana untuk mengantisipasi
kerusakan apabila terjadi gempa
ii. Tata ruang bangunan harus mempertimbangkan sirkulasi udara dan
-19-

pencahayaan
iii. Tata letak bangunan dan ruang dalam bangunan harus
mempertimbangkan zonasi berdasarkan tingkat risiko penularan
penyakit, zonasi berdasarkan privasi dan kedekatan hubungan fungsi
antar ruang pelayanan
iv. Tinggi-rendah bangunan harus dibuat tetap menjaga keserasian
lingkungan dan pencegahan banjir
v. Aksesibilitas diluar dan didalam bangunan harus mempertimbangkan
kemudahan bagi semua orang termasuk penyandang cacat dan lanjut
usia
b) Persyaratan kehandalan bangunan, harus memenuhi persyaratan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan
c) Sistem pencahayaan
i. bangunan fasilitas pelayanan kesehatan harus mempunyai
pencahayaan alami dan atau pencahayaan buatan
ii. Pencahayaan harus didistribusikan merata dalam ruangan
iii. Lampu-lampu yang dipergunakan diusahakan dari jenis hemat energi
d) Pembersihan tumpahan dan percikan
Jika ada cairan tubuh, darah, muntahan, percikan ludah, darah atau
eksudat, luka pada permukaan lantai dinding atau tirai pembatas
dibersihkan menggunakan spill kit berisi :
i. Spill kit infeksius, berisi : topi, sarung tangan, kacamata, masker,
serok, dan sapu kecil, cairan deterjen, cairan klorin 0,5% dan kain
perca/tisu/koran bekas, plastik warna kuning
ii. Spill kit B3, berisi : topi, sarung tangan, kacamata, masker, gaun, serok
dan sapu kecil, deterjen, larutan tertentu berdasarkan bahan kimianya
dan kain perca/tisu/koran bekas, plastik warna coklat

e. Pengelolaan Limbah
1) Jenis dan pengertian limbah
a) Berdasarkan jenisnya limbah di fasilitas pelayanan kesehatan dibagi atas
limbah padat domestik, limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), limbah
cair dan limbah gas.
b) Limbah B3 pelayanan medis dan penunjang medis terdiri atas limbah
infeksius dan benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksik dan limbah
bahan kimia
c) Limbah infeksius adalah limbah yang dihasilkan dari pelayanan pasien yang
terkontaminasi darah cairan tubuh, sekresi dan ekskresi pasien atau limbah
-20-

yang berasal dari ruang isolasi pasien dengan penyakit menular


d) Limbah non infeksius adalah semua limbah yang tidak terkontaminasi darah,
cairan tubuh, sekresi dan ekskresi.
e) Limbah benda tajam adalah objek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi,
ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit.
2) Pengelolaan limbah hasil pelayanan lesehatan
a) Pengelolaan limbah infeksius
i. Limbah infeksius dimasukkan ke dalam tempat yang kuat, tahan air dan
mudah dibersihkan dengan kode infeksius, didalamnya terpasang
kantong berwarna kuning atau jika tidak memungkinkan maka diberi label
infeksius
ii. penempatan limbah infeksius diletakkan dekat dengan area tindakan
atau prosedur tindakan yang akan dikerjakan
iii. Limbah infeksius jika sudah menempati 3/4 kantong sampah segera
diangkat dan diikat kuat dan tidak boleh dibuka lagi untuk mengeluarkan
isinya guna menghindari risiko penularan infeksi
iv. Limbah infeksius patologis benda tajam harus disimpan pada TPS
dengan suhu dan lama penyimpanan yang sesuai
v. Limbah yang sangat infeksius seperti biakan dan persediaan agen
infeksius dari laboratorium harus disterilisasi dengan pengolahan panas
dan basah seperti dalam autoklaf sebelum dilakukan pengolahan
vi. Limbah padat farmasi dalam jumlah besar harus dikembalikan kepada
distributor atau gudang farmasi kabupaten kota sedangkan dalam jumlah
sedikit dan tidak memungkinkan dikembalikan dapat dimusnahkan
menggunakan incinerator
vii. Limbah sitotoksik sangat berbahaya dan dilarang dibuang dengan cara
penimbunan maupun dibuang ke saluran limbah umum
viii. Pengolahan limbah kimia biasa dalam jumlah kecil maupun besar harus
diolah ke perusahaan pengolahan limbah B3
ix. pembuangan akhir limbah infeksius, dapat dimusnahkan dengan
insinerator atau bekerjasama dengan pihak ketiga
b) Pengelolaan limbah non infeksius
i. Limbah non infeksius ditempatkan dalam tempat yang kuat, mudah
dibersihkan pada tempat sampah berlabel limbah non infeksius
ii. Tempatkan kantong plastik berwarna hitam atau kantong plastik dengan
label non infeksius
iii. Limbah non infeksius harus diangkat dan dikosongkan menempati 3/4
kantong kemudian diikat untuk dibawa ke tempat penampungan
-21-

sementara
iv. Limbah non infeksius seperti botol-botol obat dapat dilakukan recycle
dengan menggunakan pembersihan untuk dipergunakan kembali atau
dilakukan kerjasama dengan pihak ketiga secara resmi dari fasilitas
pelayanan kesehatan dalam bentuk kerjasama
v. Pembuangan air limbah non infeksius dibuang di tempat pembuangan
akhir (TPA) yang sudah ditentukan oleh pihak pemerintah daerah
setempat
c) Pengelolaan limbah benda tajam
i. Semua limbah benda tajam dimasukkan ke dalam kotak benda tajam
)safety box) yang kuat, tahan air, tahan tusukan berwarna kuning atau
kotak benda tajam yang diberi label limbah benda tajam
ii. Penempatan safety box pada area yang aman dan mudah dijangkau atau
digantung pada troli Tindakan, tidak menempatkan safety box di lantai
iii. Pembuangan safety box dilakukan setelah kotak terisi 2/3 dengan
menutup rapat permukaan lobang box agar jarum tidak dapat keluar
iv. Pembuangan akhir limbah benda tajam dapat dilakukan melalui
pembakaran di insenerator atau dikelola sama dengan limbah B3 lainnya
d) Pengelolaan limbah cair

f. Pengelolaan Linen
Dimaksudkan agar pengelolaan linen yang meliputi pengumpulan,
pengangkutan, pemilahan dan pencucian linen yang sesuai dengan prinsip dan
standar PPI. Bertujuan untuk mencegah infeksi silang dari pasien dan petugas,
menjaga ketersediaan bahan linen dan mutu linen.
Prinsip pengelolaan linen : Semua petugas yang terlibat dalam pengelolaan linen
agar menerapkan teknik perlakuan linen disesuaikan dengan kategori kebersihan
linen yang terbagi sebagai berikut
• linen biasa adalah linen yang sudah dilakukan proses pencucian dan siap
untuk pemakaian pelayanan non steril
• linen steril adalah linen yang sudah dilakukan sterilisasi
• linen kotor adalah linen yang sudah dipakai oleh pasien atau keluarga atau
petugas
• linen infeksius adalah linen yang sudah terkontaminasi darah, cairan tubuh,
sekresi dan ekskresi
Linen dari ruang isolasi diperlakukan sebagai linen infeksius.

g. Perlindungan Kesehatan Petugas


-22-

Dimaksudkan agar tercipta tatanan kerja di setiap FKTP yang


mempertimbangkan aspek keselamatan dan kesehatan petugas kesehatan
terutama dari risiko pajanan penyakit infeksi
1) Prosedur perlindugan kesehatan :
a) Semua petugas kesehatan menggunakan APD sesuai indikasi
b) Petugas kesehatan saat melakukan tugas agar melakukan kebersihan tangan
saat tiba di tempat kerja, menggunakan baju kerja yang berbeda dengan baju
kerja yang dipakai di rumah, tidak menggunakan aksesoris di tangan, kuku
tidak panjang saat melakukan tindakan medis
c) Dilakukan pemeriksaan berkala terhadap semua petugas kesehatan terutama
pada risiko tinggi yang dapat terpapar penyakit menular infeksi sehingga perlu
diberikan imunisasi sesuai risiko paparan pada petugas
d) Tersedia kebijakan penatalaksanaan akibat tusukan jarum atau benda tajam
bekas pakai pasien
2) Prinsip penanganan pasca pajanan :
a) Bertindak tenang dan jangan panik
b) Pembersihan area luka dilakukan dengan air mengalir tanpa melakukan
pemijatan dengan maksud mengeluarkan darah kemudian cuci dengan sabun
dan air mengalir
c) Percikan yang mengenai mulut, segera ludahkan dan berkumur-kumur
dengan air bersih berulang kali
d) Percikan yang mengenai mata segera cuci mata dengan air mengalir dengan
posisi kepala miring ke arah area mata yang terkena percikkan
e) Percikkan mengenai hidung segera hembuskan keluar dan bersihkan dengan
air mengalir
f) Laporkan pada atasan langsung untuk proses tindak lanjut sesuai ketentuan
yang berlaku.

h. Penempatan Pasien
Penempatan pasien adalah menempatkan pasien pada tempat yang telah
ditentukan atau mengatur jarak pasien berdasarkan kewaspadaan transmisi
(kontak, udara dan droplet) untuk memudahkan pelayanan dengan
mempertimbangkan aspek keamanan serta keselamatan pasien maupun petugas
kesehatan
1) Prinsip penempatan pasien
a) Kamar terpisah bila dihawatirkan terjadinya kontaminasi luas terhadap
lingkungan misalnya pada luka lebar dengan cairan keluar, diare, pendarahan
tidak terkontrol
-23-

b) Kamar terpisah dengan pintu tertutup pada kondisi yang diwaspadai terjadi
transmisi melalui udara dan kontak, misalnya luka dengan infeksi kuman gram
positif, covid-19 dan lain-lain
c) Kamar terpisah atau kohorting dengan ventilasi dibuang keluar dengan
exhaust van ke area tidak ada orang lalu-lalang, misanya pada TB
d) Kamar terpisah dengan udara terkunci bila diwaspadai transmisi airborne
meluas, misalnya pada pasien dengan varicella
e) Kamar terpisah bila pasien kurang mampu menjaga kebersihan
f) Bila Kamar terpisah tidak memungkinkan dapat dilakukan sistem kohorting
(penggabungan pasien dengan jenis penyakit yang sama). Bila pasien
terinfeksi dicampur dengan non infeksi maka pasien petugas dan pengunjung
harus menjaga kewaspadaan standar dan transmisi.
2) Penempatan pasien di triase dan ruangan pemeriksaan
Penempatan pasien di ruang triase harus diberi jarak minimal 1 meter
antara satu pasien dengan yang lainnya. Ruangan pemeriksaan yang digunakan
untuk memeriksa pasien harus berventilasi baik dengan sirkulasi udara yang baik
3) Prosedur penempatan pasien
a) Pastikan pasien infeksius ditempatkan terpisah dengan pasien non-infeksius
b) Penempatan pasien disesuaikan dengan pola transmisi infeksi penyakit
pasien berdasarkan kontak, droplet, airborne sebaiknya ruangan tersendiri
c) Bila tidak tersedia ruangan tersendiri, diperbolehkan dirawat bersama pasien
lain yang jenis infeksinya sama dengan menerapkan sistem kohorting.
d) Semua ruangan terkait kohorting harus diberi tanda kewaspadaan
berdasarkan jenis transmisinya. Penggabungan pasien dalam satu ruangan
untuk pasien yang diisolasi harus berjarak minimal 1 meter antar tempat tidur
e) Petugas yang ditugaskan diruang isolasi atau kohort tidak boleh melakukan
pelayanan kepada pasien di ruangan lain
f) Jumlah orang yang diizinkan untuk memasuki tempat ruang isolasi atau kohort
harus dibatasi seminimal mungkin
g) Pasien yang tidak dapat menjaga kebersihan diri atau lingkungannya
sebaiknya dipisahkan tersendiri
h) Mobilisasi pasien infeksius yang jenis transmisinya melalui udara agar dibatasi
di lingkungan fasilitas pelayanan Kesehatan.
i) Pasien HIV tidak diperkenankan dirawat Bersama dengan pasien TB dalam
satu ruangan tetapi pasien TB-HIV dapat dirawat Bersama dengan pasien TB
j) Hindari penggunaan peralatan yang sama untuk beberapa pasien
k) Lakukan pembersihan berkala dan desinfeksi sesuai kewaspadaan standar
melalui pengelolaan lingkungan di tempat-tempat umum
-24-

i. Kebersihan Pernapasan/Etika Batuk Dan Bersin


Kebersihan pernapasan atau etika batuk adalah tata cara batuk atau bersin
yang baik dan benar sehingga bakteri tidak menyebar ke udara, tidak
mengkontaminasi barang atau benda disekitarnya agar tidak menular ke orang lain.
Bertujuan untuk mencegah penyebaran bakteri atau virus secara luas melalui
transmisi Airborne dan droplet agar keamanan dan kenyamanan orang lain tidak
terganggu

j. Penyuntikan Yang Aman


Penyuntikan yang aman adalah penyuntikan yang dilakukan sesuai dengan
prinsip penyuntikan yang benar mulai saat persiapan penyuntikan obat hingga
penanganan alat-alat bekas pakai sehingga aman untuk pasien dan petugas dari
risiko cedera dan terinfeksi. Penyuntikan yang aman dilaksanakan dengan prinsip
satu spuit satu jenis obat dan satu prosedur penyuntikan. Pastikan petugas dalam
mempersiapkan penyuntikan menggunakan teknik aseptik untuk menghindari
kontaminasi peralatan penyuntikan.

2. Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi


Kewaspadaan transmisi merupakan lapis kedua dari kewaspadaan isolasi
yaitu Tindakan pencegahan atau pengendalian infeksi yang dilakukan pada saat
memberikan pelayanan baik pada kasus yang belum maupun yang sudah
terdiagnosis penyakit infeksinya.
a. Kewaspadaan transmisi kontak
1) Pengertian
Kewaspadaan transmisi kontak adalah tindakan kewaspadaan yang
dirancang untuk mencegah terjadinya infeksi yang ditularkan melalui
kontak langsung atau tidak langsung. Penyakit yang dapat ditularkan
melalui transmisi kontak antara lain diare, hepatitis A, scabies dll
2) Prinsip kewaspadaan pada transmisi kontak
i. Pastikan semua petugas mematuhi prosedur kewaspadaan standar
yang telah ditetapkan
ii. Tidak menyentuh atau hindari memegang sesuatu secara langsung
tanpa memperhatikan jenis pajanan dan indikasi penggunaan APD
iii. Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kontak langsung dan tidak
langsung yang semestinya tidak perlu terjadi, tempatkan pasien
sesuai kategori penyakitnya (system cohorting)
-25-

iv. Jika tidak memungkinkan penyediaan ruang isolasi yang cukup maka
dilakukan pengelompokkan dengan menempatkan pasien dengan
jarak 1 meter
v. Batasi orang yang berada didalam kamar
vi. Segera lakukan pembersihan setiap menemukan sumber penularan
alat bekas pakai, makanan, minuman, darah, sekresi, cairan tubuh,
kotoran dll
vii. Peralatan perawatan pasien harus dijaga agar tetap bersih dan kering
b. Kewaspadaan transmisi droplet
1) Pengertian
Kewaspadaan transmisi droplet adalah tindakan kewaspadaan untuk
menghindari penularan penyakit infeksi melalui droplet (sekresi yang
dikeluarkan melalui saluran pernafasan) selama batuk, bersin atau
berbicara. Contoh penyakit seperti influenza, ISPA, SARS, COVID-19,
pertussis dll.
2) Prinsip kewaspadaan pada transmisi droplet
i. Pastikan semua petugas mematuhi prosedur kewaspadaan standar
yang telah ditetapkan saat akan memberikan pelayanan
ii. Lakukan keberishan tangan sebelum dan sesuai kontak dengan
pasien dan lingkungan sekitar
iii. Gunakan masker jika ada gangguan saluran pernafasan
iv. Pasien dengan penularan droplet ditempatkan dalam ruangan
tersendiri, jika tidak memungkinkan gunakan kohorting dengan jarak
minimal 1 meter antar tempat tidur
v. Pasien, pengunjung, keluarga harus diajarkan kebersihan tangan
dan etika batuk
vi. Gunakan APD sesuai jenis paparan dan indikasi
c. Kewaspadaan transmisi airborne
1) Pengertian
Kewaspadaan transmisi udara (airborne) adalah tindakan pencegahan
yang dirancang untuk mencegah penyebaran infeksi yang ditularkan
melalui udara dengan menghirup atau mengeluarkan mikroorganisme
dari saluran nafas. Secara teoritis partikel yang berukuran <5um
dikeluarkan dari saluran pernafasan dan dapat tetap melayang di udara
untuk beberapa waktu. Contoh penyakit seperti TB, avian flu, COVID-19,
SARS, Varicella, Campak dll
2) Prinsip kewaspadaan pada transmisi droplet
i. Lakukan keberihan tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
-26-

pasien dan lingkungan sekitar pasien


ii. Gunakan APD sesuai indikasi seperti masker bedah atau master
N95, kacamata pelinfung atau pelindung wajah, gaun, sarung tangan
iii. Gunakan ruangan dengan ventilasi tekanan negatif, jika tidak
memungkinkan ventilasi natural dan pintu harus selalu tertutup.
iv. Lakukan edukasi kepada pendamping/keluarga agar menjaga
kebersihan tangan
v. Pembersihan dan desinfeksi ruangan yang benar perlu dilakukan
setelah pemulangan pasien.

B. Pendidikan dan pelatihan PPI


Pendidikan dan pelatihan adalah kegiatan Pendidikan dan pelatihan yang berkaitan
dengan PPI baik untuk tenaga medis maupun untuk perawat dan tenaga Kesehatan
lainnya yang diadakan oleh Kementrian Kesehatan, pemerintah daerah, organisasi
profesi atau organisasi lainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

C. Surveilans penyakit infeksi terkait pelayanan Kesehatan


1. Pengertian
Surveilans adalah suatu proses yang dinamis, sistematis, terus meneurs dalam
pengumpulan, identifikasi, analisis, dan interpretasi dari data kesehatan yang
penting pada suatu populasi spesifik yang didiseminasikan secara berkala
kepada pihak-pihak yang memerlukan untuk digunakan dalam perencanaan,
penerapan dan evaluasi suatu Tindakan yang berhubungan dengan risiko HAIs.
2. Sasaran
a. Infeksi Saluran Kemih (ISK)
ISK adalah infeksi yang terjadi akibat penggunaan indwelling kateter
dalam kurun waktu 2x24 jam ditemukan tanda-tanda infeksi : demam (>38C),
dysuria, nyeri suprapubic, urin berubah warna serta test konfirmasi
laboratorium positif bakteri.
b. Infeksi Daerah Operasi (IDO)
IDO adalah infeksi yang terjadi pasca operasi dalam kurun waktu 30 hari
dan infeksi tersebut hanya melibatkan kulit dan jaringan subkutan pada
tempat inisis.
c. Plebitis
Plebitis adalah inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun
mekanik. Tanda klinis adanya daerah yang merah pada sekitar insisi, nyeri
dan pembengkakan di daerah penusukan atau sepanjang pembuluh darah
vena.
-27-

d. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)


KIPI adalah infeksi yang terjadi setelah tindakan imunisasi yang diberikan
secara penyuntikan, dimana ditemukan tanda-tanda infeksi
e. Abses gigi
Abses gigi adalah terbentuknya kantung atau benjolan yang berisi nanah
pada gigi, disebabkan oleh infeksi bakteri. Kondisi ini bisa muncul di sekitar
akar gigi maupun di gusi ditandai dengan demam, gusi bengkak, rasa sakit
saat mengunyah dan menggigit, sakit gigi menyebar ke telinga, rahang dan
leher, bau mulut, kemerahan dan pembengkakan pada wajah.

D. Penyusunan dan penerapan bundel infeksi terkait pelayanan Kesehatan


Bundles merupakan sekumpulan praktik berbasis bukti sahih yang menghasilkan
perbaikan keluaran proses pelayanan kesehatan bila dilakukan secara kolektif dan
konsisten. Penerapan bundles dapat menurunkan angka kematian, biaya perawatan
dan lama hari rawat jika dilaksanakan dengan konsisten
1. Bundle ISK/CAUTI
Praktik berbasis bukti sahih yang menghasilkan perbaikan keluaran proses
pelayanan kesehatan bila dilakukan secara kolektif dan konsisten pada tindakan
insersi, pemeliharaan kateter urine menetap. Bertujuan untuk mencegah atau
mengurangi risiko terjadinya infeksi saluran kemih atau komplikasi lain pada pasien
yang terpasang kateter urin menetap
a. Bundle insersi
1) Kaji kebutuhan pemasangan kateter, hanya diperlukan jika betul-betul
diperlukan seperti pada retensi urine, obstruksi kemih, kandung kemih
neurogenic, pasca bedah urologi, dan lain-lain
2) Pemasangan oleh petugas yang terlatih dengan mempertimbangkan ukuran
kateter, pengembangan balon dengan jumlah air yang direkomendasikan
pabrik dan selang terpasang harus di fiksasi untuk mencegah gerakan dan
traksi uretra
3) Kebersihan tangan
4) Teknik steril saat pemasangan kateter
b. Bundle pemeliharaan
1) Melakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah memanipulasi kateter
urin atau perangkatnya
2) Perawatan kateter :
a) Catheter-meatal junction harus dibersihkan setiap hari dengan sabun
dan air bersih
b) Tidak menggunakan antibiotik topical
-28-

c) Pertahankan sistem aliran urine agar lancar steril dan tertutup


d) Hubungan karakter dan pipa drainase tidak boleh dibuka kecuali atas
indikasi
e) Tidak dianjurkan melakukan irigasi buli-buli
3) Pemeliharaan kateter :
a) Kantong urine harus dikosongkan secara teratur dengan penampung
berbeda untuk setiap pasien,
b) Pakailah sarung tangan bersih jika memanipulasi kateter atau
mengosongkan urine bag
c) Urine bag harus lebih rendah dari kantung kemih dan tidak boleh
menyentuh lantai
d) Bersihkan daerah genital dan kateter menggunakan sabun dan bilas
dengan air mengalir
e) Penggantian kateter hanya bila terjadi infeksi dan tidak ada jadwal rutin
penggantian kateter urine
f) Fiksasi kateter untuk mencegah gerakan
g) Letakan urine bag lebih rendah dari kandung kemih dan buang urine tiap
8 jam
2. Bundle Peripheral Line Associated Blood Stream Infection (PLABSI)
Praktik berbasis bukti sahih yang menghasilkan perbaikan keluaran proses
pelayanan kesehatan bila dilakukan secara kolektif dan konsisten pada tindakan
insersi, pemeliharaan pada pemasangan alat peripheral intravenous line. Bertujuan
untuk mencegah terjadinya infeksi aliran darah pada pasien yang terpasang
peripheral intravenous line dan risiko infeksi lainnya seperti plebitis
a. Bundle insersi
1) Pastikan melakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah insersi,
perawatan dan melepaskan kateter intravena perifer
2) Gunakan sarung tangan bersih saat melakukan pemasangan dan
perawatan infus
3) Gunakan troli tindakan sebagai tempat peralatan yang akan digunakan
4) Pemilihan area lokasi infeksi dilakukan dengan mempertimbangkan resiko
paling rendah
5) Sebelum melakukan insersi pada area pemasangan intravena kateter maka
dilakukan desinfeksi permukaan kulit
6) Lakukan penutupan area insersi intravena kateter menggunakan kasa steril
atau penutup transparan steril
7) Tidak melakukan penusukan pada area plastik kolf infus sebagai cara
memasukkan obat
-29-

b. Bundle maintenan
1) Melakukan kebersihan tangan setiap sebelum dan sesudah melakukan
perawatan
2) Gunakan APD sesuai indikasi dan jenis paparan
3) Setiap akan mengakses sambungan infus maka melakukan desinfeksi
dengan alkohol 70%
4) Perhatikan penggunaan selang kateter yang elastis sehingga dapat terlipat
dengan baik
5) Gunakan balutan steril dengan pemasangan yang aman dan nyaman
6) Pastikan konektor dengan sistem tertutup
7) Pastikan perangkat infus dalam kondisi tertutup dan diberi label tanggal
pemasangan

3. Bundle Infeksi Daerah Operasi (IDO)


Adalah penerapan praktik yang baik berbasis bukti sahih dalam pelaksanaan
operasi bedah minor atau superficial insicional surgical site infection yang
merupakan operasi minor yang sering dilakukan di FKTP yang sesuai prinsip PPI
Penerapan Bundle IDO pada Tindakan Superficial Incision Surgical Site
Infection
a. Langkah-langkah pencegahan pra-operasi
1) Pasien yang akan menjalani pembedahan disarankan untuk mandi atau
menjaga personal hygiene sebelum tindakan operasi
2) Pastikan ruang tindakan operasi bersih, tertata baik, sirkulasi udara baik
3) Pencukuran rambut harus dihindari kecuali jika rambut dapat mengganggu
prosedur operasi
4) Petugas tidak menggunakan aksesoris di tangan
5) Sebelum tindakan pembedahan harus melakukan kebersihan tangan
sesuai indikasi dan jenis pajanan
6) Dianjurkan untuk mempertahankan kadar glukosa darah antara 140-200
mg/dl
7) Batasi jumlah orang di dalam ruang atau kamar tindakan
b. Langkah-langkah pencegahan intra operasi
1) Antiseptik permukaan kulit dilakukan dengan menggunakan alkohol 70%
atau iodine tincture 2% atau chlorhexidin 2-4%
2) Prtahankan ruang tindakan pertahankan udara bersih dengan sirkulasi
udara 12 kali/jam, temperatur 19-24 C dengan kelembaban 40-60%
3) Perhatikan suhu tubuh pasien dari kondisi normothermia dari operasi
dengan menggunakan alat penghangat jika diperlukan
-30-

4) Hindari penggunaan antimikroba untuk mengindikasi luka insisi sebelum


penutupan untuk menekan risiko IDO
5) Jangan memberikan pupuk vankomisin ke daerah sayatan pembedahan
6) Gunakan APD sesuai indikasi dan risiko pajanan
7) Peralatan dipergunakan sesuai dengan kriteria alat kritikal, semi kritikal,
atau non kritikal
c. Langkah-langkah pencegahan pasca operasi
1) Melakukan teknik aseptik saat melakukan pemasangan dressing dan
penatalaksanaan luka
2) Tidak menggunakan antimikroba topikal untuk perawatan luka
3) Melepaskan dressing lebih awal kurang dari 48 jam untuk mempercepat
proses oksigenasi untuk penyembuhan luka, jika diperlukan gunakan
dressing yang tipis
4) Pilih dressing berdasarkan kebutuhan pasien dan kondisi luka misalnya
tingkat eksudat, kedalaman luka, kebutuhan akan kenyamanan, efikasi
antimikroba dll

E. Penggunaan antimikroba secara bijak dan komprehensif dalam


penyelenggaraan pelayanan di Puskesmas
1. Pengertian
Penggunaan antibiotik secara bijak merupakan penggunaan antibiotik secara
rasional sesuai dengan penyebab infeksi, dengan regimen dosis optimal, lama
pemberian optimal, efek samping minimal dan dengan mempertimbangkan
dampak muncul dan menyebarkan mikroba resisten.
2. Prinsip penggunaan antimikroba yang bijak
a. Penggunaan antibiotik bijak yaitu penggunaan antibiotik dengan spektrum
sempit, pada indikasi yang ketat dengan dosis yang adekuat, interval dan
lama pemberian yang tepat
b. Kebijakan penggunaan antimikroba ditandai dengan pembatasan
penggunaan antibiotic dan mengutamakan penggunaan antibiotik lini
pertama
c. Pembatasan penggunaan antibiotic dapat dilakukan dengan menerapkan
panduan penggunaan antibiotic, penerapan penggunaan antibiotic
terbatas dan penerapan kewenangan dalam penggunaan antibiotic
tertentu
d. Indikasi ketat penggunaan antibiotic dimulai dengan menegakkan
diagnosis penyakit infeksi, menggunakan informasi klinis dan hasil
pemeriksaan laboratorium. Antibiotik tidak diberikan pada penyakit infeksi
-31-

yang disebabkan oleh virus


e. Pemilihan jenis antimikroba harus berdasar pada
i. Informasi tentang spektrum kuman penyebab infeksi dan pola
kepekaan kuman terhadap antibiotic
ii. Hasil pemeriksaan mikrobiologi atau perkiraan kuman penyebab
infeksi
iii. Profil farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotic
iv. Obat dipilih yang paling cost effective dan aman
BAB IV
PENUTUP

Puskesmas sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan


kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat. Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan
bagian integral dari pelayanan kesehatan paripurna, yaitu peningkatan, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, pendidikan.
Ruang lingkup program PPI meliputi :
1. Implementasi kewaspadaan isolasi yang terdiri dari kewaspadaan standar
(kebersihan tangan, penggunaan alat pelindung diri (APD), ttika batuk dan
bersin, penempatan pasien, praktik menyuntik yang aman, dekontaminasi
peralatan perawatan pasien, pengelolaan linen, pengelolaan limbah,
perlindungan petugas, pengendalian lingkungan), dan kewaspadaan transmisi
(kontak, droplet, airborne).
1. Pendidikan dan pelatihan PPI
2. Penyusunan dan penerapan bundel infeksi terkait pelayanan kesehatan
3. Surveilans penyakit infeksi terkait pelayanan kesehatan
4. Penggunaan antimikroba secara bijak dan komprehensif dalam
penyelenggaraan pelayanan di Puskesmas
Pencegahan dan pengendalian infeksi yang berhasil akan mempercepat
penyembuhan, mencegah terjadinya komplikasi penyakit, memperpendek hari rawat
pasien dan merupakan indikasi mutu pelayanan. Buku pedoman pelayanan pencegahan
dan pengendalian infeksi ini merupakan pedoman bagi pelaksanaan PPI Di puskesmas
gunung sari. Dengan ini diharapkan pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi di
puskesmas dapat terlaksana dengan baik dan dapat ditingkatkan seiring dengan
kemajuan puskesmas.

Ditetapkan di : Garut
Pada Tanggal : 06 April 2023
KEPALA UPT PUSKESMAS KARANGPAWITAN,

H. Ajat Sudrajat Haryadi, S.Kep.,Ners


Penata
NIP. 19810331 201001 1 007

Anda mungkin juga menyukai