DINAS KESEHATAN
UPT PUSKESMAS CIKEUSIK
Jl. Alun-alun Selatan No 4 Cikeusik - Pandeglang Kode Pos 42286
KEPUTUSAN
KEPALA UPT PUSKESMAS CIKEUSIK
KABUPATEN PANDEGLANG
NOMOR : / /SK/PKM-CKS/I/2023
TENTANG
KEBIJAKAN PELAKSANAAN
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
DI UPT PUSKESMAS CIKEUSIK
1
Kesehatan;
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan;
4. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang
Keperawatan;
5. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang
Kebidanan;
6. Permenkes Nomor 43 Tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan;
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101
tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan
Beracun;
8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 tahun
2016 tentang Fasilitas Pelayanan Kesehatan;
9. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Nomor 56 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan
Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan;
10. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 44 Tahun 2016
tentang Pedoman Manajemen Puskesmas;
11. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 27 Tahun 2017
tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan;
12. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 43 Tahun 2019
tentang Puskesmas;
MEMUTUSKAN
2
KEDUA : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila
dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam penetapannya,
maka akan diadakan perbaikan
3
LAMPIRAN : KEPUTUSAN KEPALA
UPT PUSKESMAS CIKEUSIK
TANGGAL :
NOMOR : / /SK/PKM-CKS/I/2023
TENTANG : KEBIJAKAN PELAKSANAAN
PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN INFEKSI UPT
PUSKESMAS CIKEUSIK
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Pedoman
a) Umum
Pedoman PPI bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan di Puskesmas
Mojosari serta melindungi sumber daya manusia kesehatan, pasien dan masyarakat
dari penyakit infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.
b) Khusus
1. Sebagai pedoman bagi kepala Puskesmas dalam membentuk organisasi, serta
melaksanakan tugas, program, wewenang dan tanggung jawab secara jelas.
2. Menggerakkan segala sumber daya yang ada di puskesmas secara efektif dan
efisien dalam pelaksanaan PPI di puskesmas Cikeusik
3. Menurunkan angka kejadian infeksi di Puskesmas Cikeusik
4. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan program PPI di Puskesmas Cikeusik.
C. Sasaran Pedoman
5
D. Ruang Lingkup Pedoman
a) Kewaspadaan isolasi
b) Pencegahan dan pengendalian infeksi dengan Bundles
c) Penerapan PPI pada pelayanan
d) Pendidikan dan pelatihan
e) Penggunaan antimikroba yang bijak
f) Surveilan PPI
g) Penyakit infeksi Emerging dan penanggulangan KLB
h) Monitoring, audit ICRA dan pelaporan
E. Batasan Operasional
a) Pencegahan dan Pengendalian Infeksi yang selanjutnya disingkat PPI adalah
upaya untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi pada pasien, petugas,
pengunjung, dan masyarakat sekitar fasilitas pelayanan Kesehatan
b) Infeksi merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh mikroorganisme
pathogen, dengan/tanpa disertai gejala klinik.
c) Penyakit infeksi adalah suatu keadaan ditemukan adanya agen infeksi yang
disertai dengan adanya respon imun dan gejala klinik
d) Penyakit menular adalah penyakit (infeksi) tertentu yang dapat berpindah dari satu
orang ke orang lain baik langsung maupun tidak langsung.
e) Infeksi terkait pelayanan Kesehatan/Healthcare Associated Infections yang
selanjutnya disingkat HAIs adalah infeksi yang terjadi pada pasien selama
perawatan di Puskesmas dimana Ketika masuk tidak ada infeksi dan tidak dalam
masa inkubasi, termasuk infeksi dalam Puskesmas tapi muncul setelah pasien
pulang, juga infeksi karena pekerjaan pada petugas Puskesmas dan tenaga
Kesehatan terkait proses pelayanan Kesehatan di fasilitas pelayanan Kesehatan.
f) Fasilitas pelayanan Kesehatan adalah sarana (tempat dan/atau alat) yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan Kesehatan, baik promotive,
preventif, kuratif maupun rehabilitative yang dilakukan oleh pemerintah,
pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
g) Bundles adalah merupakan sekumpulan praktik berbasis bukti sahih yang
menghasilkan perbaikan keluaran proses pelayanan Kesehatan bila dilakukan
secara kolektif dan konsisten.
h) Kolonisasi adalah suatu keadaan ditemukan adanya agen infeksi, dimana
organisme tersebut hidup, tumbuh dan berkembang biak tetapi tanpa disertai
adanya respon imun atau gejala klinik.
6
i) Disinfektan adalah senyawa kimia yang bersifat toksik dan memiliki dan memiliki
kemampuan membunuh mikroorganisme yang terpapar secara langsung namun
tidak memiliki penetrasi sehingga tidak mampu membunuh mikroorganise yang
terdapat di dalam celah atau cemaran mineral.
j) Antiseptik adalah senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh atau
menghambat.
k) Surveilans adalah suatu proses pelaksanaan kegiatan yang dilakukan secara terus
menerus, komprehensif dan dinamis besupa perencanaan, pengumpulan data,
analisis, interpretasi, komunikasi dan evaluasi dari data kejadian infeksi yang
dilaporkan secara berkala kepada pihak yang berkepentingan berfokus pada
strategi pencegahan dan pengendalian infeksi.
l) Infection Control Risk Assesment (ICRA) adalah penilaian risiko pengendalian
infeksi yang merupakan proses multidisiplin yang berfokus pada pengurangan
risiko dari infeksi ke pasien, perencanaan fasilitas, desain, dan konstruksi
kegiatan.
m) Audit adalah suatu rangkaian kegiatan untuk membandingkan antara praktik actual
terhadap standar, pedoman yang ada dengan mengumpulkan data, informasi secara
objektif termasuk membuat laporan hasil audit.
n) Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian
kegiatan pelayanan Kesehatan yang ditujukan untuk peningkatan, pencegahan,
penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan penyakit dan memulihkan
Kesehatan seseorang.
o) Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) adalah setiap kegiatan untuk memelihara
dan meningkatkan Kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya
masalah Kesehatan dengan sasaran keluarga, kelompok dan masyarakat.
7
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
B. Distribusi Ketenagaan
Tenaga Kesehatan yang ada di Puskesmas Cikeusik berdasarkan standar ketenagaan
Permenkes No.43 tahun 2019
12 Tenaga Ketatausahaan 1 0
13 Pekarya 2 0
8
TIM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI UPT PUSKEMAS
CIKEUSIK
NO. KEDUDUKAN
DALAM TIM NAMA
9
C. Jadwal kegiatan
Jadwal pelaksanaan pencegahan dan penanggulangan infeksi Puskesmas Cikeusik tahun 2023
BULAN 2023
NO KEGIATAN POKOK RINCIAN KEGIATAN KET
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Membangun Membangun kesadaran
kesadaran tentang PPI tentang PPI sesuai PMK
27/2017
10
Monitoring dan evaluasi
kepatuhan petugas untuk
menggunakan APD
Monitoring dan evaluasi
kualitas udara (Ventilasi),
kualitas air bersih
Monitoring permukaan
lingkungan bebas debu,
bebas sampah, desain ruang
rawat (jarak antara bed min
1 M, tiap kamar tersedia
handrub, toilet di tiap
ruang)
7 Penerapan PPI Monitoring dan evaluasi
kewaspadaan standar pengelolaan limbah padat
Pengelolaan Limbah tajam di wadah anti tusuk,
limbah medis padat dengan
kantung kuning, tempat
penampungan limbah
sementara
11
Monev pada penanganan
Linen
12
15 Kewaspadaan Sosialisasi prosedur
transmisi melalui Kewaspadaan transmisi
droplet melalui Droplet
16 Kewaspadaan Sosialisasi prosedur
transmisi melalui udara Kewaspadaan transmisi
melalui udara
17 Bundles HAIs Buat ICRA penerapan
BundlesHAIs
13
BAB III
STANDAR FASILITAS
Di Puskesmas Cikeusik terdiri dari 2 lantai, lantai pertama adalah ruangan untuk
pelayanan rawat jalan yang terdiri dari pelayanan umum, pelayanan lansia, pelayanan
tindakan, pelayanan KIA dan KB, pelayanan Imunisasi, pelayanan Promkes, gizi dan
kesling, pelayanan persalinan, pelayanan TB, pelayanan pendaftaran dan rekam medik
serta pusat informasi dan pengaduan. Puskesmas Mojosari juga dilengkapi dengan
pelayanan penunjang seperti pelayanan obat dan Laboratorium. Lantai 2 adalah ruangan
Kepala Puskesmas, ruang tamu dan administrasi.
Pelayanan Tindakan terdapat 1 meja pemeriksaan dan 2 bed pasien. Ruangan ini
memiliki kamar mandi dan wastafel dan sebagai sarana cuci tangan bagi petugas setelah
melakukan tindakan kepada pasien.
Pelayanan umum merupakan ruangan dengan 2 meja pemeriksaan dan 1 bed
pemeriksaan. Ruangan ini memiliki wastafel sebagai sarana cuci tangan bagi petugas
setelah melakukan tindakan kepada pasien. Disamping itu ruangan ini memiliki
seperangkat komputer sebagai saiah satu dari sistem informasi Puskesmas yang
terhubung dengan server untuk memasukkan data pasien pada sistem informasi
puskesmas, sedangkan ruang tindakan berada dalam ruangan yang sama, karena
keterbatasan ruangan.
Pelayanan Lansia merupakan ruangan dengan 2 meja pemeriksaan dan 1 bed
pemeriksaan. Ruangan ini memiliki wastafel sebagai sarana cuci tangan bagi petugas
setelah melakukan tindakan kepada pasien.
Ruang KIA terhubung langsung dengan ruang Immunisasi, sehingga
memudahkan pemberian pelayanan KIA berupa pemeriksaan ibu hamil, pelayanan KB,
pemeriksaan calon pengantin serta pemberian imunisasi pada balita. Ruangan KIA
memiiiki meja administrasi, bed pemeriksaan, wastafel, lemari peralatan dan perangkat
komputer pendukung sistem informasi Puskesmas.
Ruang pelayanan Gigi dilengkapi dengan peralatan yang sudah memadai seperti
dental unit, almari alat dan meja administrasi dan wastafel.
Ruang Konsultasi Gizi dan promosi kesehatan masing-masing berada dalam satu
ruangan karena keterbatasan ruangan. Ruangan dilengkapi dengan meja, lemari yang
berisi dokumen dan sarana penyuluhan food model, sehingga dapat menunjang upaya
konsultasi dengan nyaman.
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
A. Lingkup Kegiatan
Berdasarkan sumber infeksi, maka infeksi dapat berasal dari masyarakat/komunitas
(Community Acquired Infection) atau dari Puskesmas (Healthcare-Associated
Infections/HAIs). Penyakit infeksi yang didapat di Puskesmas beberapa waktu yang lalu
disebut sebagai Infeksi Nosokomial (Hospital Acquired Infection). Saat ini penyebutan diubah
menjadi Infeksi Terkait Layanan Kesehatan atau “HAIs” (Healthcare-Associated Infections)
dengan pengertian yang lebih luas, yaitu kejadian infeksi tidak hanya berasal dari Puskesmas,
tetapi juga dapat dari fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Tidak terbatas infeksi kepada
pasien namun dapat juga kepada petugas kesehatan dan pengunjung yang tertular pada saat
berada di dalam lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan. Untuk memastikan adanya infeksi
terkait layanan kesehatan (Healthcare-Associated Infections/HAIs) serta menyusun strategi
pencegahan dan pengendalian infeksi dibutuhkan pengertian infeksi, infeksi terkait pelayanan
kesehatan (Healthcare-Associated Infections/HAIs), rantai penularan infeksi, jenis HAIs dan
faktor risikonya.
1. Infeksi merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen,
dengan/tanpa disertai gejala klinik. Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan (Health Care
Associated Infections) yang selanjutnya disingkat HAIs merupakan infeksi yang terjadi
pada pasien selama perawatan di Puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya
dimana ketika masuk tidak ada infeksi dan tidak dalam masa inkubasi, termasuk infeksi
dalam Puskesmas tapi muncul setelah pasien pulang, juga infeksi karena pekerjaan pada
petugas Puskesmas dan tenaga kesehatan terkait proses pelayanan kesehatan di fasilitas
pelayanan kesehatan.
2. Rantai Infeksi (chain of infection) merupakan rangkaian yang harus ada untuk
menimbulkan infeksi. Dalam melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi
dengan efektif, perlu dipahami secara cermat rantai infeksi. Kejadian infeksi di fasilitas
pelayanan kesehatan dapat disebabkan oleh 6 komponen rantai penularan, apabila satu
mata rantai diputus atau dihilangkan, maka penularan infeksi dapat dicegah atau
dihentikan. Enam komponen rantai penularan infeksi, yaitu:
a. Agen infeksi (infectious agent) adalah mikroorganisme penyebab infeksi. Pada
manusia, agen infeksi dapat berupa bakteri, virus, jamur dan parasit. Ada tiga faktor
pada agen penyebab yang mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu: patogenitas,
virulensi dan jumlah (dosis, atau “load”). Makin cepat diketahui agen infeksi
dengan pemeriksaan klinis atau -13- laboratorium mikrobiologi, semakin cepat pula
upaya pencegahan dan penanggulangannya bisa dilaksanakan.
b. Reservoir atau wadah tempat/sumber agen infeksi dapat hidup, tumbuh,
berkembang-biak dan siap ditularkan kepada pejamu atau manusia. Berdasarkan
penelitian, reservoir terbanyak adalah pada manusia, alat medis, binatang, tumbuh-
tumbuhan, tanah, air, lingkungan dan bahan-bahan organik lainnya. Dapat juga
ditemui pada orang sehat, permukaan kulit, selaput lendir mulut, saluran napas atas,
usus dan vagina juga merupakan reservoir.
c. Portal of exit (pintu keluar) adalah lokasi tempat agen infeksi (mikroorganisme)
meninggalkan reservoir melalui saluran napas, saluran cerna, saluran kemih serta
transplasenta.
d. Metode Transmisi/Cara Penularan adalah metode transport mikroorganisme dari
wadah/reservoir ke pejamu yang rentan. Ada beberapa metode penularan yaitu: (1)
kontak: langsung dan tidak langsung, (2) droplet, (3) airborne, (4) melalui
vehikulum (makanan, air/minuman, darah) dan (5) melalui vektor (biasanya
serangga dan binatang pengerat).
e. Portal of entry (pintu masuk) adalah lokasi agen infeksi memasuki pejamu yang
rentan dapat melalui saluran napas, saluran cerna, saluran kemih dan kelamin atau
melalui kulit yang tidak utuh.
f. Susceptible host (Pejamu rentan) adalah seseorang dengan kekebalan tubuh
menurun sehingga tidak mampu melawan agen infeksi. Faktor yang dapat
mempengaruhi kekebalan adalah umur, status gizi, status imunisasi, penyakit
kronis, luka bakar yang luas, trauma, pasca pembedahan dan pengobatan dengan
imunosupresan.
Faktor lain yang berpengaruh adalah jenis kelamin, ras atau etnis tertentu, status
ekonomi, pola hidup, pekerjaan dan herediter.
3. Jenis dan Faktor Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan atau “Healthcare-
Associated Infections” (HAIs) meliputi;
a. Jenis HAIs yang paling sering terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan,terutama
Puskesmas mencakup:
1) Infeksi Aliran Darah (IAD)
2) Infeksi Saluran Kemih (ISK)
3) Infeksi Daerah Operasi (IDO)
b. Faktor Risiko HAIs meliputi:
1) Umur: neonatus dan orang lanjut usia lebih rentan.
2) Status imun yang rendah/terganggu (immunocompromised): penderita dengan
penyakit kronik, penderita tumor ganas, pengguna obat-obat imunosupresan.
3) Gangguan/Interupsi barier anatomis:
- Kateter urin: meningkatkan kejadian infeksi saluran kemih (ISK).
- Prosedur operasi: dapat menyebabkan infeksi daerah operasi (IDO) atau
“surgical site infection”
4) Perubahan mikroflora normal: pemakaian antibiotika yang tidak bijak dapat
menyebabkan pertumbuhan jamur berlebihan dan timbulnya bakteri resisten
terhadap berbagai antimikroba.
1. KEBERSIHAN TANGAN
Kebersihan tangan dilakukan dengan mencuci tangan menggunakan sabun dan air
mengalir bila tangan jelas kotor atau terkena cairan tubuh, atau menggunakan alkohol
(alcohol-based handrubs) bila tangan tidak tampak kotor. Kuku petugas harus selalu
bersih dan terpotong pendek, tanpa kuku palsu, tanpa memakai perhiasan cincin. Cuci
tangan dengan sabun biasa/antimikroba dan bilas dengan air mengalir, dilakukan pada
saat:
a. Bila tangan tampak kotor, terkena kontak cairan tubuh pasien yaitu darah, cairan
tubuh sekresi, ekskresi, kulit yang tidak utuh, ganti verband, walaupun telah
memakai sarung tangan.
b. Bila tangan beralih dari area tubuh yang terkontaminasi ke area lainnya yang bersih,
walaupun pada pasien yang sama.
Indikasi kebersihan tangan:
- Sebelum kontak pasien;
- Sebelum tindakan aseptik;
- Setelah kontak darah dan cairan tubuh;
- Setelah kontak pasien;
- Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien
Kriteria memilih antiseptik:
- Memiliki efek yang luas, menghambat atau merusak mikroorganisme secara
luas (gram positif dan gram negative,virus lipofilik,bacillus dan
tuberkulosis,fungi serta endospore)
- Efektifitas
- Kecepatan efektifitas awal
- Efek residu, aksi yang lama setelah pemakaian untuk meredam pertumbuhan
- Tidak menyebabkan iritasi kulit
- Tidak menyebabkan alergi
Hasil yang ingin dicapai dalam kebersihan tangan adalah mencegah agar tidak
terjadi infeksi, kolonisasi pada pasien dan mencegah kontaminasi dari pasien ke
lingkungan termasuk lingkungan kerja petugas
Gambar 2. Lima Momen Untuk Kebersihan tangan
a) JENIS-JENIS APD
1) Sarung tangan
Terdapat tiga jenis sarung tangan, yaitu:
- Sarung tangan bedah (steril), dipakai sewaktu melakukan
tindakan invasif atau pembedahan.
- Sarung tangan pemeriksaan (bersih), dipakai untuk melindungi
petugas pemberi pelayanan kesehatan sewaktu melakukan
pemeriksaan atau pekerjaan rutin
- Sarung tangan rumah tangga, dipakai sewaktu memproses
peralatan, menangani bahan-bahan terkontaminasi, dan sewaktu
membersihkan permukaan yang terkontaminasi.
Umumnya sarung tangan bedah terbuat dari bahan lateks karena elastis,
sensitif dan tahan lama serta dapat disesuaikan dengan ukuran tangan.
Bagi mereka yang alergi terhadap lateks, tersedia dari bahan sintetik
yang menyerupai lateks, disebut ‘nitril’. Terdapat sediaan dari bahan
sintesis yang lebih murah dari lateks yaitu ‘vinil’ tetapi sayangnya tidak
elastis, ketat dipakai dan mudah robek. Sedangkan sarung tangan rumah
tangga terbuat dari karet tebal, tidak fleksibel dan sensitif, tetapi
memberikan perlindungan maksimum sebagai pelindung pembatas.
Gambar 6. Pemasangan sarung tangan
2) Masker
atau permukaan lingkungan udara dari petugas pada saat batuk atau
bersin. Masker yang di gunakan harus menutupi hidung dan mulut serta
melakukan Fit Test (penekanan di bagian hidung).
Terdapat tiga jenis masker, yaitu:
- Masker bedah, untuk tindakan bedah atau mencegah penularan
melalui droplet.
- Masker respiratorik, untuk mencegah penularan melalui
airborne.
- Masker rumah tangga, digunakan di bagian gizi atau dapur.
- Tekan klip tipis fleksibel (jika ada) sesuai lekuk tulang hidung
dengan kedua ujung jari tengah atau telunjuk.
5) Sepatu pelindung
6) Topi pelindung
- Tindakan operasi
- Intubasi Trachea
b) PELEPASAN APD
Langkah-langkah melepaskan APD adalah sebagai berikut:
⁻ Lepaskan sepasang sarung tangan
⁻ Lakukan kebersihan tangan
⁻ Lepaskan apron
⁻ Lepaskan perisai wajah (goggle)
⁻ Lepaskan gaun bagian luar
⁻ Lepaskan penutup kepala
⁻ Lepaskan masker
⁻ Lepaskan pelindung kaki
⁻ Lakukan kebersihan tangan
4) Melepas Masker
Bahan dan praktik ini berkaitan dengan jaringan steril atau sistem
darah sehingga merupakan risiko infeksi tingkat tertinggi. Kegagalan
manajemen sterilisasi dapat mengakibatkan infeksi yang serius dan
fatal.
b) Semi kritikal
c) Permukaan lingkungan
Seluruh pemukaan lingkungan datar, bebas debu, bebas sampah,
bebas serangga (semut, kecoa, lalat, nyamuk) dan binatang
pengganggu (kucing, anjing dan tikus) dan harus dibersihkan secara
terus menerus. Tidak dianjurkan menggunakan karpet di ruang
perawatan dan menempatkan bunga segar, tanaman pot, bunga
plastik di ruang perawatan. Perbersihan permukaan dapat dipakai
klorin 0,05%, atau H2O2 0,5-1,4%, bila ada cairan tubuh
menggunakan klorin 0,5%.
Fasilitas pelayanan kesehatan harus membuat dan melaksanakan SPO
untuk pembersihan, disinfeksi permukaan lingkungan, tempat
tidur, peralatan disamping tempat tidur dan pinggirannya yang
sering tersentuh.
Fasilitas pelayanan kesehatan harus mempunyai disinfektan yang
sesuai standar untuk mengurangi kemungkinan penyebaran
kontaminasi.
Untuk mencegah aerosolisasi kuman patogen penyebab infeksi pada
saluran napas, hindari penggunaan sapu ijuk dan yang sejenis, tapi
gunakan cara basah (kain basah) dan mop (untuk pembersihan
kering/lantai),bila dimungkinkan mop terbuat dari microfiber.
Mop untuk ruang isolasi harus digunakan tersendiri, tidak
digunakan lagi untuk ruang lainnya.
9) Pengelolaan makanan
a. Pengelolaan makanan pasien harus dilakukan oleh tenaga
terlatih. Semua permukaan di dapur harus mudah dibersihkan
dan tidak mudah menimbulkan jamur.
b. Tempatpenyimpanan bahan makanan kering harus
memenuhi syarat penyimpanan bahan makanan, yaitu bahan
makanan tidak menempel ke lantai, dinding maupun ke atap.
c. Makanan hangat harus dirancang agar bisa segera dikonsumsi
pasien sebelum menjadi dingin. Makanan dirancang
higienis hingga siap dikonsumsi pasien.
5. PENGELOLAAN LIMBAH
a). Risiko Limbah
Puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan lain sebagai sarana
pelayanan kesehatan adalah tempat berkumpulnya orang sakit
maupun sehat, dapat menjadi tempat sumber penularan
penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan
dan gangguan kesehatan, juga menghasilkan limbah yang dapat
menularkan penyakit. Untuk menghindari risiko tersebut
maka diperlukan pengelolaan limbah di fasilitas pelayanan
kesehatan.
b). Jenis Limbah
Fasilitas pelayanan kesehatan harus mampu melakukan
minimalisasi limbah yaitu upaya yang dilakukan untuk
mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan dengan cara
mengurangi bahan (reduce), menggunakan kembali limbah
(reuse) dan daur ulang limbah (recycle).
2) Pemisahan Limbah
Pemisahan limbah dimulai pada awal limbah
dihasilkan dengan memisahkan limbah sesuai dengan
jenisnya. Tempatkan limbah sesuai dengan jenisnya,
antara lain:
- Harus tertutup
6. PENATALAKSANAAN LINEN
Linen terbagi menjadi linen kotor dan linen terkontaminasi.
Linen terkontaminasi adalah linen yang terkena darah atau
cairan tubuh lainnya, termasuk juga benda tajam.
Penatalaksanaan linen yang sudah digunakan harus dilakukan
dengan hati-hati. Kehatian- hatian ini mencakup penggunaan
perlengkapan APD yang sesuai dan membersihkan tangan
secara teratur sesuai pedoman kewaspadaan standar dengan
prinsip-prinsip sebagai berikut:
a) Fasilitas pelayanan kesehatan harus membuat SPO
penatalaksanaan linen. Prosedur penanganan, pengangkutan dan
distribusi linen harus jelas,aman dan memenuhi kebutuhan
pelayanan.
Langkah 1: Cuci
a. Tindakan darurat pada bagian yang terpajan seperti tersebut
di atas.
b. Setiap pajanan dicatat dan dilaporkan kepada yang
berwenang yaitu atasan langsung dan Komite PPI atau K3.
Laporan tersebut sangat penting untuk menentukan langkah
berikutnya. Memulai PPP sebaiknya secepatnya kurang dari
4 jam dan tidak lebih dari 72 jam, setelah 72 jam tidak
dianjurkan karena tidak efektif.
Langkah 2: Telaah pajanan
a. Pajanan
Pajanan yang memiliki risiko penularan infeksi adalah:
Perlukaan kulit
Pajanan pada selaput mukosa
Pajanan melalui kulit yang luka
b. Bahan Pajanan
Bahan yang memberikan risiko penularan infeksi adalah:
Darah
Cairan bercampur darah yang kasat mata
Cairan yang potensial terinfeksi: semen, cairan vagina,
cairan serebrospinal, cairan sinovia, cairan pleura, cairan
peritoneal, cairan perickardial, cairanamnion
Virus yang terkonsentrasi
c. Status Infeksi
Tentukan status infeksi sumber pajanan (bila belum
diketahui), dilakukan pemeriksaan :
Hbs Ag untuk Hepatitis B
Anti HCV untuk Hepatitis C
Anti HIV untuk HIV
Untuk sumber yang tidak diketahui, pertimbangkan
adanya
Faktor risiko yang tinggi atas ketiga infeksi di atas
d. Kerentanan
Tentukan kerentanan orang yang terpajan dengan cara:
Pernahkan mendapat vaksinasi Hepatitis B.
Status serologi terhadap HBV (titer Anti HBs ) bila
pernah mendapatkan vaksin.
PemeriksaanAnti HCV (untuk hepatitis C)
Anti HIV (untuk infeksi HIV)
f) Menjamin pencatatan.
8. PENEMPATAN PASIEN
e. Rute pemberian
Antibiotik oral seharusnya menjadi pilihan pertama untuk terapi infeksi. Pada
infeksi sedang sampai berat dapat dipertimbangkan.
Menggunakan antibiotik parenteral. Jika kondisi pasien memungkinkan, pemberian
antibiotik parenteral harus segera diganti dengan antibiotik per oral.
f. Lama pemberian
Antibiotik definitif berdasarkan pada efikasi klinis untuk eradikasi bakteri sesuai
diagnosis awal yang telah dikonfirmasi. Selanjutnya harus dilakukan evaluasi
berdasarkan data mikrobiologis dan kondisi klinis pasien serta data penunjang lain.
3) Antibiotik profilaksis
Pemberian antibiotik profilaksis pada tindakan/bedah meliputi antibiotik profilaksis
atas indikasi tindakan/bedah bersih dan bersih terkontaminasi termasuk pula
prosedur gigi. Antibiotik profilaksis tindakan/bedah bersih merupakan penggunaan
antibiotik sebelum, selama dan paling lama 24 jam pasca tindakan pada kasus yang
secara klinis tidak menunjukkan tanda infeksi dengan tujuan mencegah terjadinya
IDO.
Faktor risiko terkait IDO yang meliputi karkteristik luka, faktor host, lokasi
tindakan/bedah, kompleksitas tindakan dan tehnik pembedahan/tindakan menjadi
pertimbangan dalam pemberian antibiotik profilaksis. Adanya risiko alergi,
anafilaksis, resistensi obat dan efek samping obat perlu dipertimbangkan pula dalam
pemberian antibiotik profilaksis
Antibiotik yang dapat digunakan sebagai antibiotik profilaksis adalah antibiotik
untuk mencegah infeksi kuman gram positif dari kulit, 30-60 menit sebelum
tindakan insisi. Tahapan penerapan penggunaan antibiotik secara bijak di FKTP:
a) Meningkatkan pemahaman dan ketaatan tenaga kesehatan dalam
penggunaan antibiotiksecara bijak
b) Meningkatkan peranan pemangku kepentingan di bidang penanganan
penyakit infeksi dan penggunaan antibiotik
c) Mengembangkan dan meningkatkan fungsi laboratorium yang berkaitan
dengan penanganan penyakit infeksi
d) Meningkatkan pelayanan farmasi klinik dalam memantau penggunaan
antibiotik,
e) Meningkatkan penanganan kasus infeksi secra multidisiplin dan terpadu.
f) Melaksanakan surveilans pada penggnaan antibiotik, serta melaporkan
secara berkala.
g) Menetapkan kebijakan penggunaan antibiotik: panduan penggunaan
antibiotik proflaksis dan terapi.
h) Implementasi penggunaan antibiotik secara rasional yang meliputi
antibiotik profilaksis dan antibiotik terapi.
i) Monitoring, evaluasi dan pelaporan penggunaan antibiotik.
SURVEILANS
1. Pengertian
Surveilans adalah suatu proses yang dinamis, sistematis, terus-menerus, dalam
pengumpulan, identifikasi, analisis dan interpretasi dari data kesehatan yang penting
pada suatu populasi spesifik yang didiseminasikan secara berkala kepada pihak-
pihak yang memerlukan untuk digunakan dalam perencanaan, penerapan dan
evaluasi suatu tindakan yang berhubungan dengan kesehatan dalam upaya penilaian
risiko HAIs.
2. Tujuan Surveilans
Mendapatkan data dasar infeksi di pelayanan, untuk menurunkan laju infeksi yang
terjadi, identifikasi dini Kejadian Luar Biasa (KLB) infeksi di FKTP. Selain itu
sebagai bahan informasi untuk meyakinkan tenaga kesehatan tentang adanya
masalah yang memerlukan penanggulangan, mengukur dan menilai keberhasilan
suatu program PPI, memenuhi standar mutu pelayanan medis dan keperawatan dan
salah satu unsur pendukung untuk memenuhi standar penilaian akreditasi di fasilitas
pelayanan kesehatan.
3. Sasaran
Sasaran surveilans dalam pedoman ini difokuskan pada kejadian HAIs yang
berhubungan erat dengan proses pelayanan medis dan keperawatan di FKTP.
a) Infeksi Saluran Kemih (ISK)
ISK adalah infeksi yang terjadi akibat penggunaan indwelling kateter dalam
kurun waktu 2 x 24 jam ditemukan tanda-tanda infeksi :demam (> 38’C),
disuria, nyeri supra pubik, urine berubah warna dan pada anak-anak (hipotermia
< 37’C, bradikardia, apneu) serta test konfirmasi laboratorium positif bakteri.
b) Infeksi daerah operasi (IDO)
Infeksi daerah operasi (IDO atau surgical site infection (SSI) dalam pedoman ini
adalah infeksi yang terjadi pasca operasi dalam kurun waktu 30 hari dan infeksi
tersebut hanya melibatkan kulit dan jaringan subkutan pada tempat insisi dengan
setidaknya ditemukan salah satu tanda, sebagai berikut:
(1) Gejala infeksi : kemerahan, panas, bengkak, nyeri, fungsi laesa terganggu
(2) Cairan purulen
(3) Ditemukan kuman dari cairan atau tanda dari jaringan superfisial.
c) Plebitis
Plebitis adalah inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun
mekanik. Tanda klinis adanya daerah yang merah pada sekitar insisi, nyeri, dan
pembengkakan di daerah penusukan atau sepanjang pembuluh darah vena.
d) Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)
KIPI adalah infeksi yang terjadi setelah tindakan imunisasi yang diberikan
secara penyuntikan, dimana ditemukan tanda-tanda infeksi antara lain:
1) Gejala KIPI Ringan:
a) Nyeri
b) Kemerahan dan bengkak di daerah tubuh yang mengalami injeksi pasca
imunisasi
c) Gatal
d) Demam
e) Sakit kepala
f) Lemas
2) Gejala KIPI Berat
a) Alergi berat
b) Jumlah trombosit menurun
c) Kejang
d) Hipotonia atau sindrom bayi lemas, bayi yang mengalami akan terlihat
lemas dan tak berdaya.
Abses gigi
Abses gigi adalah terbentuknya kantung atau benjolan berisi nanah pada gigi, disebabkan
oleh infeksi bakteri. Kondisi ini bisa muncul di sekitar akar gigi maupun di gusi ditandai
dengan demam, gusi bengkak, rasa sakit saat mengunyah dan menggigit, sakit gigi
menyebar ke telinga, rahang, dan leher, bau mulut, kemerahan, dan pembengkakan pada
wajah. Abses gigi menjadi indicator surveilans pada kasus sesuai kriteria HAIs (Tindakan
pelayanan gigi yang sebelumnya tidak ditemukan tanda-tanda abses)
Tahapan surveilans:
a) Perencanaan
(1) Persiapan: buat panduan, SOP, metode, formular dan tetapkan waktu
pelaksanaan surveilans.
(2) Tentukan populasi pasien yang akan dilakukan survei apakah semua
pasien/sekelompok pasien/pasien yang beresiko tinggi saja.
(3) Lakukan seleksi hasil surveilans dengan pertimbangan kejadian paling sering/
dampak biaya/diagnosis yang paling sering.
(4) Gunakan definisi infeksi yang mengacu atau ditetapkan oleh antara lain
Nosocomial Infection Surveillance System (NISS), National Health Safety
Network (NHSN), Center For Disease Control (CDC), kementerian Kesehatan.
b) Pengumpulan data
Lakukan pengumpulan data dengan cara pengamatan langsung di lapangan oleh
anggota TIM yang berada di unit masing-masing atau orang yang ditunjuk sebagai
pengumpul data (metode observasi langsung merupakan gold standart), dengan
memperhatikan hal sebagai berikut:
(1) Sumber data bisa berasal dari system pencatatan dan pelaporan unit kerja,
system pencatatan dan pelaporan terpadu, pencatatan pelaporan kesakitan dan
kematian, serta catatan medical record pasien/catatan tenaga medis dan tenaga
Kesehatan lainnya yang memmberikan pelayanan.
(2) Data yang dikumpulkan meliputi:
(a) Data demografik: nama, tanggal lahir, alamat, jenis kelamin, pekerjaan,
agama.
(b) Data khusus: nomor rekam medik, tanggal masuk dan tanggal keluar FKTP
(c) Data infeksi: tanggal infeksi muncul, lokasi infeksi, ruang
pelayanan/perawatan saat infeksi muncul pertama kali.
(d) Factor resiko: alat, prosedur, faktor lain yang berhubungan dengan tindakan
medis, data laboratorium : jenis mikroba (jika ada).
(e) Data enumerator dan denominator.
c) Analisis
(1) Analisis data dilihat dari data yang dicatat secara manual dalam formular
surveilans atau jika memungkinkan dicatat dalam system informasi fasilitas
pelayanan Kesehatan berbasis computer (misalnya ke dalam Sistem Informasi
Manajemen Puskesmas atau SIMPUS).
(2) Untuk mengetahui besaran masalah infeksi digunakan perhitungan insiden rate
(angka kejadian infeksi), sebagai berikut:
Numerator
x k (100 atau 1000) = ….. ‰
Denominator
Ket. Konstanta (K):
Jika menggunakan lama hari penggunaan alat digunakan per-1000
Jika menggunakan jumlah Tindakan maka dipakai persentase 100
Jumlah kejadian IDO
Contoh 1: x 100=….%
Jumlah pasien yang dilakukan tindakan operasi
jumlah ISK
Contoh 2: x 1000=….%
Jum lah hari terpasang kateter urine
(3) Tetapkan target kejadian infeksi yang diharapkan pada pemantauan kejadian
HAIs berdasarkan penetapan dari FKTP dan data pembanding (benchmarking)
dan lakukan penetapan insiden rate (kejadian infeksi).
d) Interpretasi data surveilans insiden rate (kejadian infeksi):
a. Dibuat dalam bentuk tabel, grafik, pie, dan lain-lain yang dapat memberikan
gambaran angka kejadian infeksi.
b. Penyajian data harus jelas, sederhana, mudah dipahami yang memperlihatkan
pola kejadian infeksi dan perubahan yang terjadi (trend).
c. Bandingkan hasil survailans dengan target angka kejadian infeksi yang sudah
ditetapkan.
d. Bandingkan kecenderungan menurut jenis infeksi, ruang perawatan, lakukan
Analisa kecenderungan dan jelaskan sebab-sebab peningkatan atau penurunan
angka infeksi.
e) Laporan dan rekomendasi hasil surveilans dilaporkan oleh ketua tim
PPI/Penanggung jawab PPI kepada pimpinan FKTP secara periodic sesuai kebijakan
FKTP (setiap bulan, triwulan, tahunan) untuk dilakukan tindak lanjut sesuai
rekomendasi.
f) Hasil laporan data surveilans dilakukan diseminasi dan komunikasikan kepada unit
terkait untuk dilakukan tindak lanjut perbaikan.
B. Metode dasar
Metode yang dilakukan Tim PPI di Puskesmas Mojosari mengunakan metode
pertemuan, sosialisasi, pendataan, monitoring, audit, dan konseling
C. Langkah Kegiatan
1. Perencanaan
Perencanaan kegiatan PPI di puskesmas Mojosari yaitu untuk menentukan kegiatan
dan menyusun jadwal kegiatan
2. Pelaksanaana
Pelaksanan merupakan upaya yang akan dilakukan sesuai dengan rencana kegiatan.
Mekanisme pelaksanaan dapat dilakukan dengan berbagai cara, sebagaimana di
jelaskan di lingkup kegiatan di atas
3. Monitoring
Monitoring adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana
pencapaian dan pelaksanaan program Tim PPI di Puskesmas. Mekanisme
monitoring dapat dilakukan dengan cara melakukan pelaporan pelaksanaan dan
pencapaian program PPI di Puskesmas, yang di sampaikan oleh Koordinator PPI di
Puskesmas Kepada Kepala Puskesmas setiap bulan.
4. Evaluasi
Evaluasi dilakukan pada setiap 3 bulan untuk menilai proses dan hasil pelaksanaan
kegiatan PPI di Puskesmas di lakukan dengan mengunakan indikator kinerja
program PPI Puskesmas Mojosari
5. Pelaporan
Menyampaikan laporan kegiatan PPI setiap tahun Kepada Kepala Puskesmas dan
Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto.
BAB V
LOGISTIK
Surveilens adalah suatu pengamatan yang sistematis ,efektif dan terus menerus
terhadap timbulnya dan penyebaran penyakit pada suatu populasi serta terhadap keadaan
atau peristiwa yang menyebabkan meningkatnya atau menurunnya resiko terjadinya
penyebaran penyakit :
1. Pada saat pasien masuk puskesmas tidak ada tanda – tanda tidak dalam masa inkubasi
infeksi tersebut.
2. Inkubasi terjadi 2x 24 jam setetlah pasien berobat ke puskesmas apabila tanda- tanda
infeksi sudah timbul sebelum 2x24 jam sejak mulai berobat, maka perlu diteliti masa
inkubasi dari infeksi tersebut.
3. Infeksi pada lokasi yang sama tetapi disebabkan oleh mikroorganisme yang berbeda
dari mikroorganisme saat berobat ke puskesmas atau mikroorganisme penyebab sama
tetapi lokasi infeksi berbeda.
4. Infeksi terjadi setelah pasien pulang dan dapat dibuktikan berasal dari puskesmas
Ada 2 keadaan yang bukan disebut infeksi nosokomial.
1. Infeksi yang berhubungan dengan komplikasi atau meluasnya infeksi yang sudah ada
pada waktu berobat ke puskesmas.
2. Infeksi pada bayi baru yang penularannya melalui placenta (mis toxoplasmosis, sifilis)
dan baru muncul pada atau sebelum 48 jam setelah masa kelahiran .
Ada 2 keadaan yang bukan disebut infeksi :
1. Kolonisasi : yaitu adanya mikroorganisme (pada kulit,selaput lender, luka terbuka )
yang tidak memberikan gejala dan tanda klinis
2. Inflamasi yaitu suatu kondisi respon jaringan terhadap jenis atau rangsangan zat
non infeksi seperti zat kimia.
Infeksi nosokomial mudah terjadi karena adanya beberapa kondisi antara lain:
1. Puskesmas merupakan tempat berkumpulnya orang sakit, sehingga jumlah dan jenis
kuman penyakit yang ada lebih banyak dari pada tempat lain.
2. Orang sakit mempunyai daya tahan tubuh yang rendah sehingga mudah tertular.
3. Mikroorganisme yang ada cenderung lebih resisten terhadap anti biotika ,akibat
penggunaan berbagai macam antibiotika yang sering kali tidak rasional.
4. Adanya kontak langsung antar petugas dengan pasien, petugas kesehatan lingkungan
yang dapat menularkan kuman pathogen.
5. Penggunaan alat/instrument yang telah terkontaminasi dengan kuman
Sumber-sumber infeksi yang terjadi di Puskesmas dapat berasal dari :
a. Petugas Puskesmas.
1. Pengunjung pasien.
2. Antar pasien itu sendiri.
3. Peralatan yang dipakai dipuskesmas
b. Lingkungan.
1. Mencegah pasien memperoleh infeksi selama dalam perawatan.
2. Mengontrol penyebaran infeksi antar pasien.
3. Mencegah terjadinya kejadian luar biasa.
4. Melindungi petugas.
5. Menyakinkan bahwa Puskesmas tempat yang aman bagi pasien dan petugas .
BAB VII
KESELAMATAN
KERJA
Dalam Permenkes 52 tahun 2018 tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
di lingkungan Kesehatan harus dilaksanakan termasuk di Puskesmas. Jika
memperhatikan dari isi pasal diatas, maka jelaslah bahwa Puskesmas termasuk dalam
kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak
kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di Puskesmas, tetapi
juga terhadap pasien maupun pengunjung Puskesmas.
Potensi bahaya di Puskesmas, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi
bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di Puskesmas, yaitu
kecelakaan yang berhubungan dengan kegiatan pada saat pelayanan jelas mengancam
jiwa dan kehidupan bagi para karyawan di Puskesmas
Dalam pekerjaan sehari-hari petugas kesehatan selalu dihadapkan pada bahaya-
bahaya tertentu, misalnya bahaya infeksius, tertusuk jarum, terpercik cairan tubuh pasien
dan reagensia yang toksik.