Anda di halaman 1dari 11

SOP PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN

INFEKSI

No. Dokumen : 016/PMKP/SOP.KAS1/2023

No. Revisi :
SOP
Tanggal Terbit : 21 Januari 2023

Halaman : 1/ 2

Klinik Amal Dr. Lenny Suryani

Sehat NIP. 197505132014122101

1. Pengertian Tindakan admministratif yang berhubungan dengan sistem pelaporan bila ada
permasalahan dalam pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi di Klinik Amal
Sehat.

2. Tujuan Sebagian acuan dalam melaksanakan koordinasi dalam pencegahan dan pengendalian
infeksi di Klinik Amal Sehat
3. Kebijakan SK Kepala Klinik Amal Sehat No. 020/PMKP /SK/.KAS1/I/2023 tentang pencegahan
dan pengendalian Infeksi klinik Amal Sehat.

4. Referensi Buku Pedoman Teknis PPI di FKTP Tahun 2020

5. Prosedur /
Langkah – A. KEBIJAKAN PELAKSANAAN KEWASPADAAN STANDAR

langkah 1. Kebersihan Tangan / Hand Hygiene


a. Semua karyawan klinik, pasien dan pengunjung harus menjaga kebersihan
tangan dengan melakukan cuci tangan menggunakan air bersih dan sabun
atau handrub menggunakan cairan antiseptik berbasis alkohol.
b. Kebersihan tangan dilakukan pada 5 keadaan yaitu: sebelum kontak dengan
pasien, sebelum melakukan tindakan aseptik, setelah melakukan tindakan
invasif yang berhubungan cairan tubuh pasien, setelah kontak dengan
pasien, setelah kontak dengan lingkungan pasien.
c. Bila tangan tampak kotor, maka cuci tangan dengan sabun dengan air
mengalir. Bila tangan tidak tampak kotor, cuci tangan dengan handrub
cairan antiseptic berbasis alcohol.
d. Cuci tangan dengan sabun dilakukan dengan 12 langkah selama 40-60
detik, dengan prosedur yang sesuai dengan rekomendasi WHO.
e. Handrub dengan cairan antiseptik berbasis alkohol dilakukan dengan benar
8 langkah selama 20-30 detik, dengan prosedur yang sesuai dengan
rekomendasi WHO.
f. Tim PPI melakukan evaluasi kepatuhan cuci tangan melalui survey
terhadap seluruh petugas klinik setiap bulan.
g. Apabila hasil survey kepatuhan cuci tangan dari unit kerja belum
memenuhi standard dilakukan sosialisasi/training ulang kebersihan tangan
pada unit tersebut.
2. Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)
a. Alat pelindung diri (APD) adalah alat yang berfungsi sebagai pelindung
barrier untuk melindungi dari mikroorganisme yang ada dan petugas
kesehatan.
b. Semua petugas yang melakukan kontak dengan pasien yang berisiko
menularkan penyakit infeksius wajib memakai APD sesuai dengan
prosedur yang benar.
c. Semua petugas yang melakukan tindakan septik aseptik harus memakai
APD sesuai dengan prosedur yang benar.
d. Jenis-jenis APD yaitu: sarung tangan, masker, alat pelindung mata
(goggles plastic bening, kacamata pengaman, pelindung wajah dan
visor), topi, gaun pelindung, apron, pelindung kaki (sepatu boot karet
atau sepatu kulit tertutup).
e. Pemakaian APD hendaknya sesuai dengan indikasi pemakaian.
f. Untuk APD yang disposable setelah dipakai dibuang ditempat sampah
infeksius yang telah disediakan, sedangkan untuk APD yang akan
dipakai kembali, dilakukan penatalaksanaan sesuai prosedur.
3. Pengelolaan limbah
a. Klinik berkewajiban menurunkan resiko infeksi salah satunya dengan
cara pengelolaan limbah yang tepat.
b. Pengelolaan Limbah dapat dilakukan mulai dari identifikasi, pemisahan,
labeling, packing, penyimpanan, pengangkutan dan penanganan sesuai
jenis limbah.
4. Pengendalian lingkungan
a. Pengendalian lingkungan rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya merupakan salah satu upaya pencegahan pengendalian infeksi di
Klinik Amal Sehat
b. Untuk mencegah terjadinya infeksi akibat lingkungan dapat
diminimalkan dengan melakukan pembersihan lingkungan, disinfeksi
permukaan lingkungan yang terkontaminasi dengan darah atau cairan
tubuh pasien, melakukan pemeliharaan peralatan medik dengan tepat,
mempertahankan mutu air bersih, mempertahankan ventilasi udara yang
baik.
5. Perlindungan Kesehatan karyawan
a. Karyawan Klinik Amal Sehat diwajibkan menerapkan prinsip-prinsip
PPI yaitu kewaspadaan standar dan kewaspadaan berbasis transmisi
sesuai dengan indikasi dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari.
b. Karyawan Klinik Amal Sehat terutama karyawan medis dan paramedis,
berhak mendapatkan vaksinasi hepatitis B secara bertahap.
c. Karyawan yang terpajan infeksi harus melakukan prosedur paska
pajanan, kemudian Tim PPI menindaklanjuti dan mengevaluasi.
d. Karyawan Klinik Amal Sehat yang merawat pasien menular melalui
udara harus mendapatkan pelatihan mengenai cara penularan dan
penyebaran, tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi yang sesuai
prosedur bila terpajan. Karyawan yang tidak terlibat langsung dengan
pasien harus diberi penjelasan umum mengenai penyakit tersebut.
6. Praktek menyuntik yang aman
a. Semua petugas medis dan paramedis Klinik Xxxx wajib melakukan
praktik menyuntik yang aman sesuai dengan prosedur.
b. Praktek menyuntik menggunakan jarum yang steril, sekali pakai, pada
tiap suntikan untuk mencegah kontaminasi pada peralatan injeksi dan
terapi.
c. Bila menggunakan vial multidose, sebaiknya tetap digunakan sekali
pakai karena jarum atau spuit yang dipakai ulang untuk mengambil obat
dalam vial multidose dapat menimbulkan kontaminasi mikroba yang
dapat menyebar saat obat dipakai untuk pasien lain
7. Hygiene respirasi (etika batuk)
a. Kebersihan pernapasan dan etika batuk adalah dua cara penting untuk
mengendalikan penyebaran infeksi di sumbernya.
b. Semua pasien, pengunjung, dan petugas kesehatan harus dianjurkan
untuk selalu mematuhi etika batuk dan kebersihan pernapasan untuk
mencegah sekresi pernapasan.
c. Etika batuk dilakukan dengan cara saat batuk atau bersin : Tutup hidung
dan mulut, segera buang tisu yang sudah dipakai, lakukan kebersihan
tangan.
8. Pemrosesan peralatan perawatan pasien
a. Pemrosesan peralatan perawatan pasien yang dianjurkan untuk
mengurangi penularan penyakit dari instrumen yang kotor, sarung
tangan bedah, dan barang- barang habis pakai lainnya adalah
(precleaning/prabilas), pencucian dan pembersihan, sterilisasi atau
disinfeksi tingkat tinggi (DTT) atau sterilisasi).
b. Precleaning/prabilas: Proses yang membuat benda mati lebih aman
untuk ditangani oleh petugas sebelum dibersihkan (umpamanya
menginaktivasi HBV, HBC, dan HIV) dan mengurangi, tapi tidak
menghilangkan, jumlah mikroorganisme yang mengkontaminasi. Proses
ini adalah dengan melakukan perendaman dengan memakai detergen
atau larutan enzymatic sampai seluruh permukaan alat terendam.
c. Pembersihan : Proses yang secara fisik membuang semua kotoran, darah
atau cairan tubuh lainnya dari benda mati ataupun membuang sejumlah
mikroorganisme untuk mengurangi risiko bagi mereka yang menyentuh
kulit atau menangani objek tersebut. Proses ini adalah terdiri dari
mencuci sepenuhnya dengan sabun atau detergen dan air atau
enzymatic, membilas dengan air bersih, dan mengeringkan.
d. Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT): Proses menghilangkan semua
mikroorganisme, kecuali beberapa endospora bakterial dari objek,
dengan merebus, menguapkan atau memakai disinfektan kimiawi.
e. Sterilisasi: Proses menghilangkan semua mikroorganisme (bakteria,
virus, fungi dan parasit) termasuk endospora bakterial dari benda mati
dengan uap tekanan tinggi (otoklaf ), panas kering (oven), sterilan
kimiawi, atau radiasi.
f. Seluruh pemrosesan peralatan perawatan pasien dilakukan sesuai
prosedur.
9. Penatalaksanaan linen
a. Klinik berupaya menjamin manajemen laundry dan linen yang benar.
b. Klinik berupaya mencegah terjadinya kontaminasi pada pakaian atau
lingkungan.
c. Semua linen yang sudah digunakan harus dimasukkan ke dalam
kantong/wadah yang tidak rusak saat dingkut.
d. Pengantongan ganda tidak diperlukan untuk linen yang sudah digunakan
10. Penempatan pasien
a. Prosedur isolasi harus dilakukan dalam pelayanan untuk melindungi
pasien, pengunjung dan staf terhadap penyakit menular dan melindungi
pasien yang immunosuppressed dari infeksi.
b. Pasien immunosupresi ditempatkan di ruang isi satu yang terpisah
dengan pasien infeksius.
c. Pasien dengan penyakit menular melalui udara / airbone maupun
melalui kontak harus dirawat di ruang isolasi (bila memungkinkan)
untuk mencegah transmisi langsung atau tidak langsung.
d. Bila tindakan isolasi tidak memungkinkan maka dilakukan kohorting
(pasien dengan diagnose yang sama ditempatkan secara berdekatan).
e. Penunggu pasien infeksius harus menggunakan masker.
f. Akses transfer pasien infeksius harus terpisah dengan pasien non
infeksius.
g. Setiap pasien infeksius harus diberikan masker pada saat
transportasi/transfer, karena belum ada jalur khusus pasien infeksius.

E. KEBIJAKAN PELAKSANAAN KEWASPADAAN BERDASARKAN TR


1. Kewaspadaan transmisi kontak
a. Penempatan Pasien
Tempatkan pasien di ruang rawat terpisah, bila tidak mungkin kohorting,
bila keduanya tidak mungkin maka pertimbangkan epidemiologi
mikrobanya dan populasi pasien. Tempatkan dengan jarak >1 meter (3
kaki) antar TT (tempat tidur). Jaga agar tidak ada kontaminasi silang ke
lingkungan dan pasien lain.
b. Transport pasien
Batasi gerak, transport pasien hanya kalau perlu saja. Bila diperlukan
pasien keluar ruangan perlu kewaspadaan agar risiko minimal transmisi
ke pasien lain atau lingkungan.
c. Penggunaan APD petugas
1) Petugas memakai sarung tangan bersih non steril, lateks saat masuk
ke ruang pasien, ganti sarung tangan setelah kontak dengan bahan
infeksius (feses, cairan drain), lepaskan sarung tangan sebelum
keluar dari kamar pasien dan cuci tangan.
2) Petugas memakai gaun bersih, tidak steril saat masuk ruang pasien
untuk melindungi baju dari kontak dengan pasien, permukaan
lingkungan, barang diruang pasien, cairan diare pasien, ileostomy,
colostomy, luka terbuka. Lepaskan gaun sebelum keluar ruangan.
Jaga agar tidak ada kontaminasi silang ke lingkungan dan pasien
lain.
d. Pengelolaan peralatan perawatan pasien Bila memungkinkan peralatan
nonkritikal dipakai untuk 1 pasien atau pasien dengan infeksi mikroba
yang sama. Bersihkan dan disinfeksi sebelum dipakai untuk pasien lain.
2. Kewaspadaan transmisi droplet
a. Penempatan Pasien Tempatkan pasien di ruang terpisah, bila tidak
mungkin kohorting. Bila keduanya tidak mungkin, buat pemisah dengan
jarak > 1 meter antar TT dan jarak dengan pengunjung. Pertahankan
pintu terbuka, tidak perlu penanganan khusus terhadap udara dan
ventilasi.
b. Transport pasien Batasi gerak dan transportasi untuk batasi droplet dari
pasien dengan mengenakan masker pada pasien dan menerapkan hygiene
respirasi dan etika batuk.
c. Penggunaan APD petugas Masker dipakai bila bekerja dalam radius 1
meter terhadap pasien, saat kontak erat. Masker seyogyanya melindungi
hidung dan mulut, dipakai saat memasuki ruang rawat pasien dengan
infeksi saluran nafas.
d. Pengelolaan peralatan perawatan pasien Tidak perlu penanganan udara
secara khusus karena mikroba tidak bergerak jarak jauh.
3. Kewaspadaan transmisi udara (airborne)
a. Penempatan Pasien Tempatkan pasien di ruang terpisah yang
mempunyai ; tekanan negative, pertukaran udara 6-12 X /jam sebelum
udara mengalir ke ruang atau tempat lain di Klinik. Usahakan pintu
ruang pasien tertutup. Bila ruang terpisah tidak memungkinkan,
tempatkan pasien dengan pasien lain yang mengidap mikroba yang
sama, jangan dicampur dengan infeksi lain (kohorting) dengan jarak >1
meter. Konsultasikan dengan Tim PPI Klinik sebelum menempatkan
pasien bila tidak ada ruang isolasi dan kohorting tidak memungkinkan.
b. Transport pasien Batasi gerakan dan transport pasien hanya kalau
diperlukan saja. Bila perlu untuk pemeriksaan pasien dapat diberi masker
bedah untuk cegah menyebarnya droplet nuclei.
c. Penggunaan APD petugas Kenakan masker respirator (N95 / Kategori N
pada efisiensi 95%) saat masuk ruang pasien atau suspek TB paru. Orang
yang rentan seharusnya tidak boleh masuk ruang pasien yang diketahui
atau suspek campak, cacar air kecuali petugas yang telah imun. Bila
terpaksa harus masuk maka harus mengenakan masker respirator untuk
pencegahan. Orang yang pernah sakit campak atau cacar air tidak perlu
memakai masker. Bila melakukan tindakan dengan kemungkinan timbul
aerosol maka APD yang digunakan adalah masker bedah, gaun, goggle,
dan sarung tangan.
d. Pengelolaan peralatan perawatan pasien Pengelolaan peralatan
perawatan pasien sesuai pedoman TB CDC ”Guideline for Preventing of
Tuberculosis in Healthcare Facilities”

F. KEBIJAKAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KARYAWAN


DALAM RANGKA PPI
1. Semua anggota Tim PPI Klinik Amal Sehat wajib memiliki sertifikat
Pelatihan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Tingkat Dasar.
2. Semua pegawai baru Klinik Amal Sehat baik tenaga medis maupun non
medis wajib menjalani program orientasi pegawai baru baik orientasi
umum maupun khusus yang salah satu materinya adalah pelatihan tentang
pencegahan dan pengendalian infeksi yang diselenggarakan oleh Tim
PPI.
3. Semua pegawai Klinik Amal Sehat wajib mengikuti pelatihan
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi tingkat dasar (bagi yang belum
pernah pelatihan) secara bertahap yang diselenggarakan oleh Tim PPI.
4. Tim PPI harus mengembangkan program PPI yang mengikutsertakan
seluruh karyawan Klinik, pasien dan keluarga, serta pengunjung lainnya.
5. Tim PPI harus memberikan pendidikan tentang PPI kepada karyawan
Klinik, pasien dan keluarga, serta pengunjung lainnya.
G. KEBIJAKAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA RASIONAL UNTUK
PROFILAKSIS DAN TERAPEUTIK
1. Klinik membatasi penggunaan beberapa antibiotika tertentu yang
dicadangkan untuk menghadapi kasus infeksi nosokomial yang
resisten terhadap obat yang lazim dipakai.
2. Klinik melakukan pengawasan yang ketat terhadap pemakaian obat-
obatan lainnya seperti kortikosteroid, imunosupresif dll.

H. EBIJAKAN PELAKSANAAN SURVEILANS


1. Tim PPI menyusun dan menerapkan program komprehensif untuk
mengurangi resiko dari infeksi terkait pelayanan kesehatan pada
pasien, tenaga pelayanan kesehatan dan pengunjung termasuk
mengembangkan program surveillance infeksi yang relevan, yang
dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan, terintegrasi
dengan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien yaitu
indikator mutu yang berhubungan dengan masalah infeksi, dalam hal
ini pemantauan CAUTI dan phlebitis.
2. Surveilance HAIs merupakan suatu kegiatan pengumpulan data yang
sistematis, analisis dan interpretasi yang terus-menerus dari data HAIs
yang penting untuk digunakan dalam perencanaan, penerapan dan
evaluasi suatu tindakan yang berhubungan dengan pencegah dan
pengendalian infeksi di klinik yang didesiminasikan secara berkala
kepada pihak-pihak yang memerlukannya.
3. Metode yang digunakan adalah metode surveillance target yang
meliputi surveillance proses dan surveillance hasil.
4. Surveilance dilakukan oleh tim PPI.
5. Laporan hasil surveillance dibuat setiap bulan dan tahunan yang dibuat
oleh Tim PPI yang diserahkan kepada Kepala Klinik.
6. Hasil surveillance disosialisasikan kepada seluruh karyawan melalui
rapat bulanan, kemudian evaluasi bersama untuk mendapatkan solusi
dan tindak lanjut.
7. Apabila terjadi infeksi yang tinggi dilakukan analisa dan tindak lanjut.
8. Tindak lanjut disampaikan ke setiap unit kemudian dievaluasi pada
bulan berikutnya.

I. KEBIJAKAN PENGADAAN BAHAN DAN ALAT UNTUK PPI


1. Tim PPI mengusulkan kepada Kepala Klinik tentang pengadaan alat
dan bahan yang sesuai dengan prinsip PPI dan aman bagi yang
menggunakan.
2. Pengadaan bahan dan alat tersebut dilaksanakan oleh Unit Farmasi.

J. KEBIJAKAN PEMELIHARAAN FISIK DAN SARANA TERKAIT PPI


1. Tim PPI memberikan masukan kepada Kepala Klinik yang
menyangkut konstruksi bangunan, renovasi ruangan, cara pemrosesan
alat, penyimpanan alat dan linen sesuai dengan prinsip PPI.
2. Untuk pemeliharaan fisik dan sarana bekerjasama dengan penanggung
jawab pemeliharaan sarana dan prasarana klinik.
3. Tim PPI Klinik harus melakukan pemeriksaan kualitas udara secara
berkala untuk mengurangi resiko infeksi selama pembangunan /
renovasi.

K. KEBIJAKAN KESEHATAN KARYAWAN


1. Karyawan Klinik Ponorogo Utara diwajibkan menerapkan prinsip-
prinsip PPI yaitu kewaspadaan standar dan kewaspadaan berbasis
transmisi sesuai dengan indikasi dalam melaksanakan tugasnya sehari-
hari.
2. Karyawan yang terpajan infeksi harus melakukan prosedur paska
pajanan, kemudian Tim PPI menindak lanjuti dan mengevaluasi.
3. Karyawan Klinik Amal Sehat yang tidak memiliki kartu BPJS atau
asuransi kesehatan lainnya, berhak mendapatkan pelayanan kesehatan
gratis di Klinik Amal Sehat
L. KEBIJAKAN PENANGANAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)
1. Tim PPI segera melakukan investigasi masalah atau KLB nosokomial.
2. Tim PPI segera melaporkan adanya KLB kepada Kepala Klinik
3. Tim PPi melakukan upaya mencari sumber infeksi dengan
pemeriksaan mikrobiologik.
4. Tim PPI mengusulkan kepada Kepala Klinik untuk menutup ruangan
rawat bila diperlukan karena potensial menyebarkan infeksi.
5. Bila memungkinkan pasien yang mengalami KLB infeksi nosokomial
dirawat di ruang isolasi, bila tidak memungkinkan maka dilakukan
kohorting.
6. Petugas yang merawat pasien tersebut wajib menggunakan APD
sesuai dengan kewaspadaan standar dan kewaspadaan berbasis
transmisi.
7. Apabila terjadi outbreak bencana alam seperti gunung meletus, gempa
bumi dan sebagainya Tim PPI harus sigap melakukan pencegahan
infeksi, misalnya membagikan masker, menutup ruangan, pembersihan
ruangan secara berkala dll.

M. KEBIJAKAN PENCEGAHAN INFEKSI DALAM PENGELOLAAN


MAKANAN
Kegiatan pelayanan makanan harus memperhatikan standar hygiene dan
prosedur yang aman sesuai rekomendasi Tim PPI guna mencegah penularan
infeksi.

6. Unit Terkait 1. Poli Umum


2. Poli gigi
3. IGD
4. Petugas Skrining

Anda mungkin juga menyukai