Anda di halaman 1dari 2

Karawitan Sunda sudah dikenal cukup lama sebagai seni musik tradisional yang tempat

asal dan berkembangnya berada di daerah Sunda. Musik karawitan Sunda memiliki ciri-ciri
tertentu yang dipengaruhi oleh berbagai aspek dari masyarakat Sunda.

Pengelompokkan Seni Musik Karawitan


Apabila dilihat dari segi pergelarannya, karawitan atau seni musik tradisional terbagi menjadi tiga
kelompok. Mengutip kembali buku yang ditulis Zackaria Soetedja dkk., berikut penjelasan
mengenai ketiga kelompok tersebut.
Karawitan Sekar
Seni karawitan sekar merupakan seni suara atau vokal daerah yang diungkapkan melalui suara
mulut manusia dan bersentuhan dengan nada, bunyi, atau instrumen pendukungnya. Sekar ialah
pengolahan suara yang khusus untuk menimbulkan rasa seni yang berhubungan langsung dengan
indra pendengaran.
Fungsi sekar secara khusus, yakni memformulasikan dan mengungkapkan perasaan melalui kata
dan senandung dengan media seni suara manusia sebagai penghantarnya.

Karawitan Gending
Seni karawitan gending adalah seni suara yang diungkapkan melalui alat musik daerah atau alat
bunyi-bunyian. Arti kata gending ialah susunan nada-nada yang mempunyai bentuk yang teratur
menurut kesepakatan tradisi.
Karawitan Sekar Gending
Karawitan ini merupakan bentuk penyajian seni suara daerah yang memadukan sekar dan gending.
Sekar gending berarti bentuk sajian seni suara dalam bentuk nyanyian yang diiringi instrumen.
Kedua jenis seni suara tersebut memiliki tugas yang sama beratnya. Masing-masing saling mengisi
dan mempunyai keterkaitan yang tak dapat dipisahkan.
Tangga Nada dalam Karawitan Sunda
Pada karawitan Sunda, sistem tangga nada yang digunakan adalah pentatonik. Terdapat
lima nada pokok dalam karawitan Sunda. Bila merujuk pada buku Seni Budaya yang ditulis Agus
Budiman dkk., nada-nada musik pada seni karawitan dilambangkan dengan notasi daminatila.
Notasi ini memiliki lima nada pokok yang disimbolkan dengan:
1. Angka 1 5 4 3 2 1 yang disebut nada relatif.
2. Huruf T S G P L T yang disebut nada mutlak (notasi buhun).
3. Notasi tersebut dibaca da la ti na mi da.
• T singkatan dari Tugu adalah lambang nada 1, dibaca da.
• L singkatan dari Loloran adalah lambang nada 2, dibaca mi.
• P singkatan dari Panelu adalah lambang nada 3, dibaca na.
• G singkatan dari Galimer adalah lambang nada 4, dibaca ti.
• S singkatan dari Singgul adalah lambang nada 5, dibaca la.
Selain nada pokok, dalam karawitan Sunda terdapat pula nada sisipan atau nada hiasan yang
disebut nada uparenggaswara. Misalnya, nada pamiring atau nada meu (2+), Bungur atau nada ni
(3-), pananggis atau nada teu (4+), dan sorog atau nada leu (5+).

Anda mungkin juga menyukai