Anda di halaman 1dari 102

Kode Etik dan Standar Audit Intern

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENGAWASAN


BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN
2014
Kode Etik dan Standar Audit Intern

Dikeluarkan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP


dalam rangka Diklat Fungsional Auditor – Pembentukan Auditor Terampil dan Ahli

Edisi Pertama : Tahun 2014

Penyusun : R. Mauro Nugroho Putro, Ak., M.A.


Narasumber : John Elim, Ak., M.B.A.
Pereviu : Dr. Trisacti Wahyuni, Ak., M.Ak.
Penyunting : F. Titik Oktiarti, Ak.
Penata Letak : Didik Hartadi, S.E.

Pusdiklatwas BPKP
Jl. Beringin II, Pandansari, Ciawi, Bogor 16720
Telp. (0251) 8249001 ‐ 8249003
Fax. (0251) 8248986 ‐ 8248987
Email : pusdiklat@bpkp.go.id
Website : http://pusdiklatwas.bpkp.go.id
e‐Learning : http://lms.bpkp.go.id

Dilarang keras mengutip, menjiplak, atau menggandakan sebagian atau


seluruh isi modul ini, serta memperjualbelikan tanpa izin tertulis dari
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP
Kata Pengantar

Peran dan fungsi aparat pengawasan intern pemerintah (APIP) dalam rangka membantu
manajemen untuk mencapai tujuan organisasi dilaksanakan melalui pemberian jaminan
(assurance activities) dan layanan konsultansi (consulting activities) sesuai standar, sehingga
memberikan perbaikan efisiensi dan efektivitas atas tata kelola, manajemen risiko, dan
pengendalian intern organisasi. Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah mengatur bahwa pelaksanaan audit intern di
lingkungan instansi pemerintah dilaksanakan oleh pejabat yang mempunyai tugas
melaksanakan pengawasan yang telah memenuhi syarat kompetensi keahlian sebagai auditor.
Hal tersebut selaras dengan komitmen pemerintah untuk mewujudkan pemerintahan yang
transparan dan akuntabel serta bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme pada berbagai aspek
pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan yang dituangkan dalam Undang‐
Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN.

Untuk menjaga tingkat profesionalisme aparat pengawasan, salah satu medianya adalah
pendidikan dan pelatihan (diklat) sertifikasi auditor yang bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan perubahan sikap/perilaku auditor pada tingkat kompetensi
tertentu sesuai dengan perannya sesuai dengan keputusan bersama Kepala Pusat Pembinaan
Jabatan Fungsional Auditor dan Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Nomor KEP‐82/JF/1/2014 dan Nomor KEP‐
168/DL/2/2014 tentang Kurikulum Pendidikan dan Pelatihan Fungsional Auditor.

Guna mencapai tujuan di atas, sarana diklat berupa modul dan bahan ajar perlu disajikan
dengan sebaik mungkin. Evaluasi terhadap modul perlu dilakukan secara terus menerus untuk
menilai relevansi substansi modul terhadap perubahan lingkungan yang terjadi. Modul ini
ditujukan untuk memutakhirkan substansi modul agar sesuai dengan perkembangan profesi
auditor, dan dapat menjadi referensi yang lebih berguna bagi para peserta diklat sertifikasi
auditor.

Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
kontribusi atas terwujudnya modul ini.

Ciawi, 30 April 2014


Kepala Pusdiklat Pengawasan BPKP

Nurdin, Ak., M.B.A.

Kode Etik dan Standar Audit Intern i


ii 2014 | P u s d i k l a t w a s B P K
P
Daftar Isi

Kata Pengantar..................................................................................................................................i
Daftar Isi..........................................................................................................................................iii
Daftar Gambar.................................................................................................................................iv
Bab I PENDAHULUAN..................................................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................................1
B. Kompetensi Dasar dan Indikator Keberhasilan........................................................2
C. Sistematika Modul....................................................................................................2
D. Metodologi Pembelajaran........................................................................................3
Bab II ETIKA PROFESI, STANDAR AUDIT, DAN JAMINAN MUTU................................................5
A. Pengertian Profesi....................................................................................................5
B. Pengertian dan Tujuan Kode Etik.............................................................................6
C. Pengertian dan Tujuan Standar Audit....................................................................10
D. Kode Etik, Standar Audit, dan Program Jaminan Mutu..........................................11
E. Kode Etik dan Standar Audit APIP..........................................................................12
F. Latihan Soal............................................................................................................12
Bab III KODE ETIK APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH............................................15
A. Landasan Hukum....................................................................................................15
B. Kode Etik APIP........................................................................................................16
C. Pelanggaran............................................................................................................22
D. Sanksi atas Pelanggaran.........................................................................................23
E. Kode Etik Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal........................................23
F. Kode Etik Akuntan Indonesia..................................................................................25
G. Latihan Soal............................................................................................................26
H. Bahan Diskusi..........................................................................................................27
Bab IV STANDAR AUDIT APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH.................................33
A. Pendahuluan...........................................................................................................33
B. Standar Audit Auditor Intern Pemerintah Indonesia (SA‐AIPI)..............................33
C. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN)....................................................72
D. Standar Profesi Audit Internal (SPAI).....................................................................76
E. Latihan Soal............................................................................................................86
Bab V PENUTUP..........................................................................................................................89
Daftar Pustaka................................................................................................................................91

Kode Etik dan Standar Audit Intern iii


Daftar Gambar

Gambar 4.1 Sistematika Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia....................................37

iv 2014 | P u s d i k l a t w a s B P K
P
Bab I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kepercayaan masyarakat terhadap suatu profesi ditentukan oleh keandalan, kecermatan,


ketepatan waktu, dan mutu jasa atau pelayanan yang dapat diberikan oleh profesi yang
bersangkutan. Kata ”kepercayaan” demikian pentingnya karena tanpa kepercayaan masyarakat
maka jasa profesi tersebut tidak akan diminati, yang kemudian pada gilirannya profesi tersebut
akan punah. Untuk membangun kepercayaan tersebut, perilaku dan kualitas hasil pekerjaan
para pelaku profesi perlu diatur agar dapat dipertanggungjawabkan. Kondisi ini menuntut
penetapan standar tertentu sebagai alat bagi masyarakat untuk dapat meyakini kualitas
pekerjaan seorang profesional.

Pekerjaan audit adalah pekerjaan profesi. Auditor yang bekerja di sektor publik, selain dituntut
untuk mematuhi ketentuan dan peraturan kepegawaian sebagai seorang pegawai negeri sipil,
juga dituntut untuk menaati kode etik Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) serta
Standar Audit APIP atau standar audit lainnya yang telah ditetapkan. Dengan demikian,
bagaimana seharusnya perilaku seorang auditor pemerintah serta apa saja yang harus dilakukan
agar hasil kerjanya memenuhi standar mutu yang harus dicapai, perlu diketahui oleh setiap
mereka yang berprofesi sebagai aparat pengawasan intern pemerintah.

Modul Kode Etik dan Standar Audit Intern ini dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang seharusnya dimiliki dan dilaksanakan oleh seorang auditor sebagai
aparatur pengawasan intern pemerintah, khususnya yang terkait dengan kode etik dan standar
audit. Modul ini disusun berdasarkan Kode Etik dan Standar Audit yang disusun oleh Asosiasi
Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI), walaupun pada saat revisi, kedua dokumen ini
belum disahkan. Tindakan merevisi berdasarkan dokumen terbaru dari AAIPI dimaksudkan
untuk mengantisipasi pemberlakuan aturan baru tersebut mengingat PP Nomor 60 Tahun 2008
pasal 53 mengamanatkan kepada Asosiasi Profesi Auditor untuk menetapkan standar yang
berlaku untuk Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).

Kode Etik dan Standar Audit Intern 1


B. KOMPETENSI DASAR DAN INDIKATOR KEBERHASILAN

Kompetensi Dasar

Setelah mempelajari mata diklat ini, peserta pelatihan diharapkan mampu menerapkan Kode
Etik dan Standar Audit dalam rangka pelaksanaan tugasnya selaku auditor pemerintah.

Indikator Keberhasilan

Setelah mempelajari mata diklat ini, peserta pelatihan diharapkan mampu:

1. menjelaskan pentingnya jasa profesi memperoleh kepercayaan masyarakat;

2. menerapkan Kode Etik APIP;

3. menerapkan Standar Audit APIP; dan

4. menjelaskan pentingnya kendali mutu bagi auditor.

C. SISTEMATIKA MODUL

BAB I Pendahuluan

Bab ini menguraikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, sistematika modul, dan
metodologi pembelajaran.

BAB II Etika Profesi, Standar Audit, dan Kendali Mutu

Dalam bab ini diuraikan pengertian profesi, pengertian dan tujuan kode etik,
pengertian dan tujuan standar audit, hubungan antara kode etik, standar audit dan
kendali mutu. Dalam bab ini juga disinggung sepintas mengenai pelaksanaan kode
etik dan standar audit bagi APIP dan pada akhir bab diberikan soal‐soal latihan.

BAB III Kode Etik Aparat Pengawasan Intern Pemerintah

Pada bab ini diuraikan kode etik yang berlaku di kalangan APIP yang ditetapkan oleh
Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI). Sebagai bahan perbandingan,
pada bab ini juga akan diuraikan Kode Etik bagi auditor internal yang diterbitkan
oleh Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal. Selain itu, Kode Etik Akuntan

2 2014 | P u s d i k l a t w a s B P K
P
Indonesia juga diuraikan dan menjadi lampiran 2. Di akhir bab juga diberikan soal‐
soal latihan/bahan diskusi.

BAB IV Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah

Pada bab ini diuraikan secara rinci standar audit yang berlaku bagi APIP yang
ditetapkan oleh Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI) beserta
penjelasannya. Sebagai tambahan bahan perbandingan, pada bab ini akan dijelaskan
secara ringkas Standar Profesi Audit Internal yang disusun oleh Konsorsium
Organisasi Profesi Audit Internal. Pada akhir bab diberikan latihan soal/bahan
diskusi.

BAB V Penutup

Pada bab ini, sebagai penutup disampaikan himbauan moral agar para auditor APIP
umumnya dan peserta diklat khususnya senantiasa mematuhi aturan perilaku atau
kode etik yang berlaku serta standar audit yang telah ditetapkan dan dipelajari
dalam diklat yang bersangkutan.

D. METODOLOGI PEMBELAJARAN

Metodologi pembelajaran untuk mata diklat ini menggunakan metode ceramah, diskusi,
simulasi, dan pembahasan kasus. Ceramah diberikan untuk memberikan pengetahuan kepada
peserta pelatihan tentang kode etik dan standar audit, sedangkan diskusi dan pembahasan
kasus dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman dan kemampuan penerapan kode etik
dan standar audit bagi peserta pelatihan. Simulasi dilakukan untuk memberi contoh tentang
konsistensi dalam bertindak sehingga terdapat satu kesatuan antara kata dan perbuatan serta
untuk menumbuhkan keinginan yang kuat bagi APIP dalam mengembangkan kompetensinya
melalui pengembangan profesional berkelanjutan. Dengan demikian diharapkan para peserta
dapat lebih memahami materi ini, yang pada gilirannya mampu menerapkannya dalam
pelaksanaan tugas audit secara baik.

Kode Etik dan Standar Audit Intern 3


4 2014 | P u s d i k l a t w a s B P K
P
Bab II
ETIKA PROFESI, STANDAR AUDIT, DAN
JAMINAN MUTU

Indikator Keberhasilan
Setelah mempelajari bab ini, peserta diklat diharapkan mampu menjelaskan
pentingnya jasa profesi memperoleh kepercayaan masyarakat.

A. PENGERTIAN PROFESI

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi
pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan, dan sebagainya) tertentu, sedangkan profesional
menurut KBBI adalah:

1. bersangkutan dengan profesi;

2. pekerjaan yang memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya;

3. mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya (lawan dari amatir).

Definisi tersebut memberi implikasi bahwa persyaratan utama dari suatu profesi adalah
tuntutan kepemilikan keahlian tertentu yang unik. Dengan demikian, setiap orang yang mau
bergabung dalam suatu profesi tertentu dituntut memiliki keahlian khusus yang tidak dimiliki
oleh orang awam atau orang kebanyakan. Selain itu, para anggota profesi dituntut untuk
memberikan hasil pekerjaan yang memuaskan karena adanya kompensasi berupa pembayaran
untuk melakukannya. Hal ini mewajibkan adanya komitmen terhadap kualitas hasil pekerjaan.

Suatu pekerjaan keahlian dapat digolongkan sebagai suatu pekerjaan profesi jika memenuhi
persyaratan tertentu. Prof. Welenski di dalam buku Sawyers Internal Auditanng menyebutkan
tujuh syarat agar suatu pekerjaan disebut sebagai pekerjaan profesi, yaitu:

1. pekerjaan tersebut adalah untuk melayani kepentingan orang banyak (umum);

2. bagi yang ingin terlibat dalam profesi dimaksud harus melalui pelatihan yang cukup dan
berkelanjutan;

Kode Etik dan Standar Audit Intern 5


3. adanya kode etik dan standar yang ditaati di dalam organisasi tersebut;

4. menjadi anggota dalam organisasi profesi dan selalu mengikuti pertemuan ilmiah yang
diselenggarakan oleh organisasi profesi tersebut;

5. mempunyai media massa/publikasi yang bertujuan untuk meningkatkan keahlian dan


keterampilan anggotanya;

6. kewajiban menempuh ujian untuk menguji pengetahuan bagi yang ingin menjadi anggota;

7. adanya suatu badan tersendiri yang diberi wewenang oleh pemerintah untuk
mengeluarkan sertifikat.

Dikaitkan dengan tugas auditor internal pemerintah yang terhimpun dalam APIP, timbul
pertanyaan apakah pekerjaan audit yang dilakukan oleh auditor pemerintah dapat digolongkan
sebagai pekerjaan profesi. Jika dilihat dari rumusan atau pengertian profesi menurut KBBI dan
pendapat Prof. Welenski, pekerjaan audit yang dilakukan auditor APIP dapat digolongkan ke
dalam pekerjaan profesi/profesional. Karena tergolong sebagai pekerjaan profesi, pekerjaan
audit yang dilakukan oleh auditor pemerintah memerlukan suatu standar dan kode etik sebagai
pedoman atau pegangan bagi seluruh anggota profesi tersebut. Kode etik dan standar tersebut
bersifat mengikat dan harus ditaati oleh setiap anggota agar setiap hasil kerja para anggota
dapat dipercaya dan memenuhi kualitas yang ditetapkan oleh organisasi.

B. PENGERTIAN DAN TUJUAN KODE ETIK

1. Pengertian Etik dan Kode Etik

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988,


mendefinisikan etik sebagai (1) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
(2) nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Sedangkan etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak
dan kewajiban moral (akhlak). Menurut Eric L. Kohler dalam buku A Dictionary for
Accountants, edisi kelima, 1979 – ethic adalah a system of moral principles and their
application to particular problems of conduct; specially, the rules of conduct of a
profession imposed by a professional body governing the behavior of its member.

6 2014 | P u s d i k l a t w a s B P K
P
Etika menurut Dictionary of Accounting karangan Ibrahim Abdulah Assegaf, cetakan I
tahun 1991, adalah disiplin pribadi dalam hubungannya dengan lingkungan yang lebih
daripada apa yang sekedar ditentukan oleh undang‐undang.

Jadi, kode etik pada prinsipnya merupakan sistem dari prinsip‐prinsip moral yang
diberlakukan dalam suatu kelompok profesi yang ditetapkan secara bersama. Kode etik
suatu profesi merupakan ketentuan perilaku yang harus dipatuhi oleh setiap mereka yang
menjalankan tugas profesi tersebut, seperti dokter, pengacara, polisi, akuntan, penilai,
dan profesi lainnya.

2. Dilema Etika dan Solusinya

Dalam hidup bermasyarakat perilaku etis sangat penting, karena interaksi antar dan di
dalam masyarakat itu sendiri sangat dipengaruhi oleh nilai‐nilai etika. Kesadaran semua
anggota masyarakat untuk berperilaku secara etis dapat membangun suatu ikatan dan
keharmonisan bermasyarakat. Namun demikian, kita tidak bisa mengharapkan bahwa
semua orang akan berperilaku secara etis. Terdapat dua faktor utama yang mungkin
menyebabkan orang berperilaku tidak etis, yakni:

a. Standar etika orang tersebut berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Misalnya,
seseorang menemukan dompet berisi uang di bandar udara (bandara). Dia
mengambil isinya dan membuang dompet tersebut di tempat terbuka. Pada
kesempatan berikutnya, pada saat bertemu dengan keluarga dan teman‐temannya,
yang bersangkutan dengan bangga bercerita bahwa dia telah menemukan dompet
dan mengambil isinya.

b. Orang tersebut secara sengaja bertindak tidak etis untuk keuntungan diri sendiri.
Misalnya, seperti contoh di atas, seseorang menemukan dompet berisi uang di
bandara. Dia mengambil isinya dan membuang dompet tersebut di tempat
tersembunyi dan merahasiakan kejadian tersebut.

Dorongan untuk berbuat tidak etis mungkin diperkuat oleh rasionalisasi yang
dikembangkan sendiri oleh yang bersangkutan berdasarkan pengamatan dan
pengetahuannya. Rasionalisasi tersebut mencakup tiga hal sebagai berikut.

Kode Etik dan Standar Audit Intern 7


a. Setiap orang juga melakukan hal (tidak etis) yang sama. Misalnya, orang mungkin
berargumen bahwa tindakan memalsukan perhitungan pajak, menyontek dalam
ujian, atau menjual barang yang cacat tanpa memberitahukan kepada pembelinya
bukan perbuatan yang tidak etis karena yang bersangkutan berpendapat bahwa
orang lain pun melakukan tindakan yang sama.

b. Jika suatu perbuatan tidak melanggar hukum berarti perbuatan tersebut tidak
melanggar etika. Argumen tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa hukum yang
sempurna harus sepenuhnya dilandaskan pada etika. Misalnya, seseorang yang
menemukan barang hilang tidak wajib mengembalikannya kecuali jika pemiliknya
dapat membuktikan bahwa barang yang ditemukannya tersebut benar‐benar milik
orang yang kehilangan tersebut.

c. Kemungkinan bahwa tindakan tidak etisnya akan diketahui orang lain serta sanksi
yang harus ditanggung jika perbuatan tidak etis tersebut diketahui orang lain tidak
signifikan. Misalnya penjual yang secara tidak sengaja terlalu besar menulis harga
barang mungkin tidak akan dengan kesadaran mengoreksinya jika jumlah tersebut
sudah dibayar oleh pembelinya. Dia mungkin akan memutuskan untuk lebih baik
menunggu pembeli protes untuk mengoreksinya. Sedangkan jika pembeli tidak
menyadari dan tidak protes maka penjual tidak perlu memberi tahu.

Kenyataan ini menimbulkan dilema etika. Muncul pertanyaan tentang bagaimana


seseorang seharusnya menyikapi suatu keadaan untuk menetapkan apakah suatu
tindakan merupakan perbuatan etis atau tidak etis. Pada tahun 1930‐an, organisasi
pengusaha Rotary International, mengembangkan kode etik untuk kalangannya. Dalam
menetapkan apakah suatu tindakan digolongkan etis atau tidak etis, organisasi tersebut
menggunakan empat pertanyaan yang biasa dikenal dengan the four‐way test, yakni:

a. Apakah tindakan tersebut benar?

b. Apakah tindakan tersebut adil untuk semua pihak?

c. Apakah tindakan tersebut dapat membangun kesan baik dan pertemanan yang lebih
baik?

d. Apakah tindakan tersebut menguntungkan semua pihak?

8 2014 | P u s d i k l a t w a s B P K
P
Saat ini, telah dikembangkan rerangka pemikiran untuk membantu setiap orang
memecahkan dilema etika. Rerangka pemikiran tersebut dapat membantu masyarakat
mengidentifikasi masalah etika dan menetapkan tindakan yang tepat sesuai dengan nilai
pribadi yang dimilikinya. Rerangka tersebut dikenal sebagai the six‐step approach, yang
meliputi langkah‐langkah sebagai berikut.

a. Identifikasikan kejadiannya.

b. Identifikasikan masalah etika berkaitan dengan kejadian tersebut.

c. Tetapkan siapa saja yang akan terpengaruh serta tetapkan apa konsekuensi yang
akan diterima/ditanggungnya berkaitan dengan kejadian tersebut.

d. Identifikasikan alternatif‐alternatif tindakan yang dapat ditempuh pihak yang terkait


dengan dilema tersebut.

e. Identifikasikan konsekuensi dari tiap‐tiap alternatif tersebut.

f. Tetapkan tindakan yang tepat berdasarkan pertimbangan tentang nilai‐nilai etika


yang dimiliki dan konsekuensi serta kesanggupan menanggung konsekuensi atas
pilihan tindakannya. Pilihan tindakan tersebut sifatnya sangat individual sehingga
sangat tergantung pada nilai etika yang dimiliki oleh yang bersangkutan serta
kesanggupannya menanggung akibat dari pilihan tindakannya.

Enam langkah tersebut akan mengarah pada ketidakseragaman perilaku karena nilai yang
diyakini oleh masing‐masing individu mungkin berbeda. Oleh karena itu, untuk
tercapainya keseragaman ukuran perilaku, apakah suatu tindakan etis atau tidak etis,
maka kode etik perlu ditetapkan bersama oleh seluruh anggota profesi.

3. Perlunya Kode Etik bagi Profesi

Sebagaimana diuraikan sebelumnya, kode etik yang mengikat semua anggota profesi perlu
ditetapkan bersama. Tanpa kode etik, maka setiap individu dalam satu komunitas akan
memiliki tingkah laku yang berbeda‐beda yang dinilai baik menurut anggapannya dalam
berinteraksi dengan masyarakat lainnya. Tidak dapat dibayangkan betapa kacaunya
apabila, misalnya, setiap orang dibiarkan dengan bebas menentukan mana yang baik dan
mana yang buruk menurut kepentingannya masing‐masing, atau bila menipu dan
berbohong dianggap perbuatan baik, atau setiap orang diberi kebebasan untuk

Kode Etik dan Standar Audit Intern 9


berkendaraan di sebelah kiri atau kanan sesuai keinginannya. Oleh karena itu, nilai etika
atau kode etik diperlukan oleh masyarakat, organisasi, bahkan negara agar semua berjalan
dengan tertib, lancar, teratur dan terukur.

Kepercayaan masyarakat dan pemerintah atas hasil kerja auditor ditentukan oleh
keahlian, independensi, serta integritas moral/kejujuran para auditor dalam menjalankan
pekerjaannya. Ketidakpercayaan masyarakat terhadap satu atau beberapa auditor dapat
menghancurkan citra profesi auditor secara keseluruhan. Oleh karena itu, organisasi
auditor berkepentingan untuk mempunyai kode etik yang dibuat sebagai prinsip moral
atau aturan perilaku yang mengatur hubungan antara auditor dan auditan, antara auditor
dan auditor, serta antara auditor dan masyarakat. Kode etik atau aturan perilaku dibuat
untuk dipedomani dalam berperilaku atau melaksanakan penugasan sehingga
menumbuhkan kepercayaan dan memelihara citra organisasi di mata masyarakat.

C. PENGERTIAN DAN TUJUAN STANDAR AUDIT

Salah satu pengertian standar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ukuran tertentu
yang dipakai sebagai patokan. Standar antara lain diperlukan sebagai:

1. ukuran mutu;

2. pedoman kerja;

3. batas tanggung jawab;

4. alat pemberi perintah;

5. alat pengawasan;

6. kemudahan bagi umum.

Standar yang digunakan sebagai ukuran pada umumnya diperlukan pada pekerjaan yang
memiliki ciri:

1. menyangkut kepentingan orang banyak;

2. mutu hasilnya ditentukan;

3. banyak orang (pekerja) terlibat;

4. sifat dan mutu pekerjaan sama;

5. ada organisasi yang mengatur.

10 2014 | P u s d i k l a t w a s B P K
P
Standar merupakan kriteria atau ukuran mutu kinerja yang harus dicapai. Berbeda dengan
prosedur yang merupakan urutan tindakan yang harus dilaksanakan untuk mencapai suatu
standar tertentu. Standar audit merupakan ukuran mutu pekerjaan audit yang ditetapkan oleh
organisasi profesi audit, yang merupakan persyaratan minimum yang harus dicapai auditor
dalam melaksanakan tugas auditnya. Standar audit diperlukan untuk menjaga mutu pekerjaan
auditor. Mutu audit perlu dijaga supaya profesi auditor tetap mendapat kepercayaan dari
masyarakat. Untuk meyakinkan pembaca laporan audit, maka auditor harus mencantumkan
dalam laporannya bahwa auditnya telah dilaksanakan sesuai dengan standar audit yang berlaku.

D. KODE ETIK, STANDAR AUDIT, DAN PROGRAM JAMINAN MUTU

Dasar pemikiran yang melandasi penyusunan kode etik dan standar setiap profesi adalah
kebutuhan dari profesi untuk dipercaya oleh masyarakat dalam hal mutu jasa yang diberikan
oleh profesi. Terkait dengan profesi auditor, pada umumnya tidak semua pengguna jasa audit
memahami hal‐hal yang berkaitan dengan auditanng. Mereka yang memahami auditanng
adalah kalangan profesi itu sendiri. Oleh karena itu, profesi tersebut perlu mengatur dan
menetapkan ukuran mutu yang harus dicapai oleh para auditornya. Aturan yang ditetapkan oleh
profesi ini menyangkut aturan perilaku, yang disebut dengan kode etik, yang mengatur perilaku
auditor sesuai dengan tuntutan profesi dan organisasi pengawasan serta standar audit yang
merupakan ukuran mutu minimal yang harus dicapai auditor dalam menjalankan tugas
auditnya. Apabila aturan ini tidak dipenuhi berarti auditor tersebut bekerja di bawah standar
dan dapat dianggap melakukan malpraktik.

Kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa profesi juga harus dijaga. Karena itu setiap profesi
harus membangun dan melaksanakan program jaminan mutu. Program ini harus dilakukan
dalam upaya pemenuhan standar audit yang mengharuskan auditor menggunakan keahlian
profesional dengan cermat dan saksama. Program jaminan mutu harus diciptakan untuk
mempertahankan profesionalisme dan kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa audit.
Program jaminan mutu untuk masing‐masing APIP dapat dibangun sendiri sesuai dengan
karakteristik APIP yang bersangkutan. Sebagai contoh, langkah‐langkah pengendalian mutu
dalam penugasan audit di lingkungan BPKP, sebagai bagian dari program jaminan mutu,
dituangkan dalam 12 (dua belas) formulir kendali mutu (KM‐1 s.d. KM‐12) sebagaimana
ditetapkan Surat Edaran Kepala BPKP Nomor SE‐448/K/1990 tanggal 11 September 1990.
Contoh lain ialah Standar Pengendali Mutu yang harus dibuat menurut ketentuan Ikatan
Akuntan Indonesia yang dapat dilihat di Lampiran 1.

Kode Etik dan Standar Audit Intern 11


E. KODE ETIK DAN STANDAR AUDIT APIP

Auditor APIP adalah pegawai negeri yang mendapat tugas antara lain untuk melakukan audit.
Karena itu, auditor pemerintah dapat diibaratkan sebagai seseorang yang kaki kanannya terikat
pada ketentuan‐ketentuan sebagai pegawai negeri sedangkan kaki kirinya terikat pada
ketentuan‐ketentuan profesinya. Pernyataan tersebut tidak dimaksudkan untuk mengatakan
bahwa bagi pegawai negeri yang bertugas sebagai auditor posisinya sebagai pegawai negeri
adalah lebih utama dari tugas profesinya, tetapi menyatakan ruang lingkup kode etik yang harus
diperhatikannya lebih luas dari profesi tertentu yang lain.

Auditor APIP ‐ yang meliputi auditor di lingkungan BPKP, inspektorat jendral kementerian, unit
pengawasan LPNK, dan inspektorat provinsi, kabupaten, dan kota ‐ dalam menjalankan tugas
auditnya wajib menaati Kode Etik APIP yang berkaitan dengan statusnya sebagai pegawai negeri
dan Standar Audit APIP sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara No. PER/04/M.PAN/03/2008 dan No. PER/05/M.PAN/03/2008 tanggal 31 Maret 2008.
Dengan terbentuknya Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI), Kode Etik dan
Standar Audit APIP yang menjadi acuan dalam melaksanakan tugas audit intern ialah Kode Etik
Auditor Intern Pemerintah Indonesia (KE‐AIPI) dan Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia
(SA‐IPI).

Di sisi lain, terdapat pula auditor pemerintah, khususnya auditor BPKP, adalah akuntan, anggota
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), yang dalam keadaan tertentu melakukan audit atas entitas yang
menerbitkan laporan keuangan yang disusun berdasarkan prinsip‐prinsip akuntansi yang
berlaku umum (BUMN/BUMD) sebagaimana diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK). Karena itu, auditor pemerintah tersebut wajib pula mengetahui dan menaati
Kode Etik Akuntan Indonesia dan Standar Audit sebagaimana diatur dalam Standar Profesional
Akuntan Publik yang ditetapkan oleh IAI. Kutipan Kode Etik ini dimuat dalam Lampiran 2.

F. LATIHAN SOAL

1. Sebutkan 5 macam profesi yang Saudara ketahui dan jelaskan pengertian profesional!

2. Menurut pendapat Saudara apakah pekerjaan APIP termasuk pekerjaan profesional?


Jelaskan alasan Saudara!

3. Mengapa kode etik diperlukan dalam organisasi profesi auditor?

12 2014 | P u s d i k l a t w a s B P K
P
4. Bagaimana sikap Saudara selaku auditor pada APIP, jika melihat auditor APIP lainnya
dalam tingkah lakunya tidak sesuai dengan yang diatur oleh organisasi profesinya?

5. Apa perlunya standar audit? Apa yang dimaksud dengan pengendalian mutu dalam
kaitannya dengan penugasan audit?

6. Mengapa setiap organisasi auditor perlu membuat kebijakan dan prosedur pengendalian
mutu audit?

7. Apa bedanya standar audit dengan prosedur audit? Jelaskan hubungan keduanya!

8. Harap Saudara jelaskan hubungan kode etik, standar audit, dan pengendalian mutu audit!

9. Pada umumnya, apabila personil yang ditugaskan semakin cakap dan berpengalaman,
maka supervisi secara langsung terhadap personil tersebut semakin tidak diperlukan.
Demikian salah satu pernyataan dalam standar pengendalian mutu akuntan publik. Tanpa
memperhatikan standar yang lain, bagaimana komentar Saudara mengenai pernyataan
tersebut?

10. Apakah hasil audit yang dilakukan oleh seorang auditor yang pandai pasti bermutu?
Jelaskan jawaban Saudara!

11. Sebutkan unsur kebijakan dan prosedur pengendalian mutu audit menurut Ikatan Akuntan
Indonesia?

Kode Etik dan Standar Audit Intern 13


14 2014 | P u s d i k l a t w a s B P K
P
Bab III
KODE ETIK
APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH

Indikator Keberhasilan
Setelah mempelajari bab ini, peserta diklat diharapkan mampu menerapkan Kode Etik APIP.

Kode etik APIP dimaksudkan sebagai pegangan atau pedoman bagi para pejabat dan auditor
APIP dalam bersikap dan berperilaku agar dapat memberikan citra APIP yang baik serta
menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap APIP. Sebagai bahan perbandingan, modul ini
akan menguraikan secara singkat mengenai kode etik yang diterapkan oleh Konsorsium
Organisasi Profesi Audit Internal yang antara lain termasuk Forum Komunikasi Satuan
Pengawasan Intern BUMN/BUMD (FKSPI BUMN/BUMD).

A. LANDASAN HUKUM

Kode Etik Auditor Intern Pemerintah Indonesia (KE‐AIPI) yang ditetapkan oleh Asosiasi Auditor
Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI), yang dilandasi oleh ketentuan hukum sebagai berikut.

1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa
Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil.

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem


Pengendalian Intern Pemerintah.

3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan


Fungsional Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2010.

4. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) AAIPI pasal 8 bahwa Komite
Standar Audit bertugas merumuskan dan mengembangkan standar audit.

Kode Etik dan Standar Audit Intern 15


B. KODE ETIK APIP

Kode etik AIPI diberlakukan bagi seluruh auditor dan pegawai negeri sipil yang diberi tugas oleh
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) untuk melaksanakan pengawasan dan
pemantauan tindak lanjutnya. Kode etik AIPI terdiri dari dua komponen, yaitu prinsip‐prinsip
etika yang merupakan pokok‐pokok yang melandasi perilaku auditor dan aturan perilaku yang
menjelaskan lebih lanjut prinsip‐prinsip perilaku auditor.

1. Prinsip Etika

Tuntutan sikap dan perilaku auditor dalam melaksanakan tugas pengawasan dilandasi
oleh beberapa prinsip perilaku, yaitu: integritas, objektivitas, kerahasiaan, kompetensi,
akuntabel, dan perilaku profesional. Dibandingkan dengan Permenpan Nomor
PER/04/M.PAN/03/2008, AAIPI menambahkan prinsip akuntabel dan perilaku profesional
dalam KE‐AIPI.

a. Integritas

Integritas adalah mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh
sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan dan
kejujuran.

Integritas auditor intern pemerintah membangun kepercayaan, dan dengan


demikian memberikan dasar untuk kepercayaan dalam pertimbangannya. Integritas
tidak hanya menyatakan kejujuran, namun juga hubungan wajar dan keadaan yang
sebenarnya.

b. Objektivitas

Objektivitas adalah sikap jujur yang tidak dipengaruhi pendapat dan pertimbangan
pribadi atau golongan dalam mengambil putusan atau tindakan.

Auditor intern pemerintah menunjukkan objektivitas profesional tingkat tertinggi


dalam mengumpulkan, mengevaluasi, dan mengomunikasikan informasi tentang
kegiatan atau proses yang sedang diaudit. Auditor intern pemerintah membuat
penilaian berimbang dari semua keadaan yang relevan dan tidak dipengaruhi oleh
kepentingan‐kepentingannya sendiri ataupun orang lain dalam membuat penilaian.

16 2014 | P u s d i k l a t w a s B P K
P
Prinsip objektivitas menentukan kewajiban bagi auditor intern pemerintah untuk
berterus terang, jujur secara intelektual dan bebas dari konflik kepentingan.

c. Kerahasiaan

Kerahasiaan adalah sifat sesuatu yang dipercayakan kepada seseorang agar tidak
diceritakan kepada orang lain yang tidak berwenang mengetahuinya.

Auditor intern pemerintah menghormati nilai dan kepemilikan informasi yang


diterima dan tidak mengungkapkan informasi tanpa kewenangan yang tepat, kecuali
ada ketentuan perundang‐undangan atau kewajiban profesional untuk
melakukannya.

d. Kompetensi

Kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seseorang,


berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam
pelaksanaan tugas jabatannya.

Auditor intern pemerintah menerapkan pengetahuan, keahlian dan keterampilan,


serta pengalaman yang diperlukan dalam pelaksanaan layanan pengawasan intern.

e. Akuntabel

Akuntabel adalah kemampuan untuk menyampaikan pertanggungjawaban atau


untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang kepada pihak
yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau
pertanggungjawaban.

Auditor intern pemerintah wajib menyampaikan pertanggungjawaban atas kinerja


dan tindakannya kepada pihak yang memiliki hak atau kewenangan untuk meminta
keterangan atau pertanggungjawaban.

f. Perilaku Profesional

Perilaku profesional adalah tindak tanduk yang merupakan ciri, mutu, dan kualitas
suatu profesi atau orang yang profesional yang memerlukan kepandaian khusus
untuk menjalankannya.

Kode Etik dan Standar Audit Intern 17


Auditor intern pemerintah sebaiknya bertindak dalam sikap konsisten dengan
reputasi profesi yang baik dan menahan diri dari segala perilaku yang mungkin
menghilangkan kepercayaan kepada profesi pengawasan intern atau organisasi.

2. Aturan Perilaku

Aturan perilaku mengatur setiap tindakan yang harus dilakukan oleh auditor dan
merupakan pengejawantahan prinsip‐prinsip perilaku auditor. Kode Etik AIPI menetapkan
aturan perilaku untuk empat area perilaku auditor, yaitu aturan perilaku individu auditor
intern, aturan perilaku dalam organisasi, aturan perilaku menyangkut hubungan sesama
auditor, serta aturan perilaku untuk hubungan antara auditor dan auditan.

Aturan Perilaku untuk Individu Auditor Intern

a. Integritas

Dalam prinsip ini auditor intern pemerintah wajib:

1) melakukan pekerjaan dengan kejujuran, ketekunan, dan tanggung jawab;

2) menaati hukum dan membuat pengungkapan yang diharuskan oleh ketentuan


perundang‐undangan dan profesi;

3) menghormati dan berkontribusi pada tujuan organisasi yang sah dan etis;

4) tidak menerima gratifikasi terkait dengan jabatan dalam bentuk apapun. Bila
gratifikasi tidak bisa dihindari, auditor intern pemerintah wajib melaporkan
kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) paling lama dalam waktu 7
(tujuh) hari setelah gratifikasi diterima atau sesuai ketentuan pelaporan
gratifikasi.

b. Objektivitas

Dalam prinsip ini auditor intern pemerintah wajib:

1) tidak berpartisipasi dalam kegiatan atau hubungan apapun yang dapat


menimbulkan konflik kepentingan dengan organisasinya, atau yang dapat
menimbulkan prasangka, atau yang meragukan kemampuannya untuk dapat

18 2014 | P u s d i k l a t w a s B P K
P
melaksanakan tugas dan memenuhi tanggung jawab profesinya secara
objektif;

2) tidak menerima sesuatu dalam bentuk apapun yang dapat mengganggu atau
patut diduga mengganggu pertimbangan profesionalnya;

3) mengungkapkan semua fakta material yang diketahui, yaitu fakta yang jika
tidak diungkapkan dapat mengubah atau memengaruhi pengambilan
keputusan atau menutupi adanya praktik‐praktik yang melanggar hukum.

c. Kerahasiaan

Dalam prinsip ini auditor intern pemerintah wajib:

1) berhati‐hati dalam penggunaan dan perlindungan informasi yang diperoleh


dalam tugasnya;

2) tidak menggunakan informasi untuk keuntungan pribadi atau dengan cara


apapun yang akan bertentangan dengan ketentuan perundang‐undangan atau
merugikan tujuan organisasi yang sah dan etis.

d. Kompetensi

Dalam prinsip ini auditor intern pemerintah wajib:

1) memberikan layanan yang dapat diselesaikan sepanjang memiliki


pengetahuan, keahlian dan keterampilan, serta pengalaman yang diperlukan;

2) melakukan pengawasan sesuai dengan Standar Audit Intern Pemerintah


Indonesia;

3) Terus‐menerus meningkatkan keahlian serta efektivitas dan kualitas


pelaksanaan tugasnya, baik yang diperoleh dari pendidikan formal, pelatihan,
sertifikasi, maupun pengalaman kerja.

e. Akuntabel

Dalam prinsip ini auditor intern pemerintah wajib menyampaikan


pertanggungjawaban atau jawaban dan keterangan atas kinerja dan tindakannya

Kode Etik dan Standar Audit Intern 19


secara sendiri atau kolektif kepada pihak yang memiliki hak atau kewenangan untuk
meminta keterangan atau pertanggungjawaban.

f. Perilaku Profesional

Untuk menerapkan prinsip Perilaku Profesional, auditor intern pemerintah wajib:

1) tidak terlibat dalam segala aktivitas ilegal, atau terlibat dalam tindakan yang
menghilangkan kepercayaan kepada profesi pengawasan intern atau
organisasi;

2) tidak mengambil alih peran, tugas, fungsi, dan tanggung jawab manajemen
auditan dalam melaksanakan tugas yang bersifat konsultasi.

Aturan Perilaku dalam Organisasi

Terkait dengan aturan perilaku dalam organisasi, auditor intern pemerintah wajib:

a. menaati semua peraturan perundang‐undangan;

b. mendukung visi, misi, tujuan, dan sasaran organisasi;

c. menunjukkan kesetiaan dalam segala hal berkaitan dengan profesi dan organisasi
dalam melaksanakan tugas;

d. mengikuti perkembangan peraturan perundang‐undangan dan mengungkapkan


semua yang ditentukan oleh peraturan perundang‐undangan serta etika dan standar
audit yang berlaku;

e. melaksanakan tugasnya secara jujur, teliti, bertanggung jawab, dan bersungguh‐


sungguh;

f. tidak menjadi bagian dari kegiatan ilegal atau mengikatkan diri pada tindakan‐
tindakan yang mendiskreditkan profesi auditor intern pemerintah atau organisasi;

g. berani dan bertanggung jawab dalam mengungkapkan seluruh fakta yang


diketahuinya berdasarkan bukti audit;

20 2014 | P u s d i k l a t w a s B P K
P
h. menghindarkan diri dari kegiatan yang akan membuat kemampuan dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawab menjadi tidak objektif dan cacat;

i. menanamkan rasa percaya diri yang tinggi yang bertumpu pada prinsip‐prinsip
perilaku pengawasan;

j. bijaksana dalam menggunakan setiap data/informasi yang diperoleh dalam


penugasan;

k. menyimpan rahasia jabatan, rahasia negara, rahasia pihak yang diperiksa, dan hanya
dapat mengemukakannya atas perintah pejabat yang berwenang;

l. melaksanakan tugas pengawasan sesuai standar audit;

m. terus menerus meningkatkan kemahiran profesi, efektivitas, dan kualitas


pengawasan.

Hubungan Sesama Auditor

Dalam hubungan dengan sesama auditor, auditor intern pemerintah wajib:

a. menggalang kerjasama yang sehat dan sinergis;

b. menumbuhkan dan memelihara rasa kebersamaan dan kekeluargaan;

c. saling mengingatkan, membimbing, dan mengoreksi perilaku.

Hubungan Auditor dengan Auditan

Dalam hubungan dengan auditan, auditor intern pemerintah wajib:

a. menjaga penampilan/performance sesuai dengan tugasnya;

b. menjalin kerja sama dengan saling menghargai dan mendukung penyelesaian tugas;

c. menghindari setiap tindakan dan perilaku yang memberikan kesan melanggar


hukum atau etika profesi terutama pada saat bertugas.

Kode Etik dan Standar Audit Intern 21


C. PELANGGARAN

Penegakan disiplin atas pelanggaran kode etik profesi adalah suatu tindakan positif agar
ketentuan tersebut dipatuhi secara konsisten. KE‐AIPI menetapkan tentang pelanggaran sebagai
berikut.

1. Pelanggaran terhadap KE‐AIPI dapat mengakibatkan auditor intern pemerintah diberi


peringatan atau diberhentikan dari tugas pengawasan dan/atau organisasi.

2. Tindakan yang tidak sesuai dengan KE‐AIPI tidak dapat diberi toleransi meskipun dengan
alasan tindakan tersebut dilakukan demi kepentingan organisasi atau diperintahkan oleh
pejabat yang lebih tinggi.

3. Auditor intern pemerintah tidak diperbolehkan untuk melakukan atau memaksa karyawan
lain melakukan tindakan melawan hukum atau tidak etis.

4. Pemeriksaan, investigasi, dan pelaporan pelanggaran KE‐AIPI ditangani oleh Komite Kode
Etik. Komite Kode Etik melaporkan hasil pemeriksaan dan investigasi kepada pimpinan
APIP. Pimpinan APIP harus melaporkan pelanggaran KE‐AIPI oleh auditor intern
pemerintah kepada pimpinan organisasi.

5. Untuk menegakkan KE‐AIPI, Komite Kode Etik membentuk Majelis Kode Etik. Majelis Kode
Etik bersifat temporer, yaitu hanya dibentuk apabila ada auditor intern pemerintah yang
disangka melakukan pelanggaran terhadap kode etik.

6. Keanggotaan Majelis Kode Etik sekurang‐kurangnya 5 (lima) orang, terdiri atas: 1 (satu)
orang ketua merangkap anggota, 1 (satu) orang sekretaris merangkap anggota, dan 3
(tiga) orang anggota. Dalam hal anggota Majelis Kode Etik lebih dari 5 (lima) orang, maka
harus berjumlah ganjil. Jabatan dan pangkat Anggota Majelis Kode Etik tidak boleh lebih
rendah dari jabatan dan pangkat auditor yang disangka melanggar kode etik.

7. Majelis Kode Etik mengambil keputusan setelah memanggil dan memeriksa auditor yang
disangka melanggar kode etik. Keputusan Majelis Kode Etik diambil secara musyawarah
untuk mencapai mufakat. Dalam hal musyawarah tidak mencapai mufakat, maka
keputusan diambil dengan suara terbanyak dari para anggota Majelis Kode Etik.

22 2014 | P u s d i k l a t w a s B P K
P
8. Untuk mendapatkan objektivitas atas sangkaan pelanggaran kode etik, selain dapat
memanggil dan memeriksa auditor yang bersangkutan, Majelis Kode Etik juga dapat
mendengar keterangan pejabat lain atau pihak lain yang dianggap perlu. Auditor yang
bersangkutan juga diberi kesempatan untuk membela diri.

9. Keputusan Majelis Kode Etik bersifat final, artinya bahwa keputusan Majelis Kode Etik
tidak dapat diajukan keberatan dalam bentuk apapun. Majelis Kode Etik wajib
menyampaikan keputusan hasil sidang majelis kepada Ketua Komite Kode Etik dan
Pengurus AAIPI untuk diteruskan ke instansi auditor yang bersangkutan sebagai bahan
dalam memberikan sanksi kepada auditor yang bersangkutan.

D. SANKSI ATAS PELANGGARAN

Auditor intern pemerintah yang terbukti melanggar KE‐AIPI akan dikenakan sanksi oleh
pimpinan APIP atas rekomendasi dari Komite Kode Etik. Bentuk‐bentuk sanksi yang
direkomendasikan oleh Komite Kode Etik, antara lain berupa teguran tertulis, usulan
pemberhentian dari tim pengawasan, dan tidak diberi penugasan pengawasan selama jangka
waktu tertentu.

Pelanggaran terhadap KE‐AIPI dapat dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang‐
undangan. Pelanggaran KE‐AIPI terdiri atas 3 (tiga) kategori pelanggaran, yaitu:

1. pelanggaran ringan;

2. pelanggaran sedang;

3. pelanggaran berat.

Keputusan pengenaan sanksi untuk auditor intern pemerintah yang disangka melanggar kode
etik berupa rekomendasi kepada instansi auditor intern pemerintah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang‐undangan yang berlaku.

E. KODE ETIK KONSORSIUM ORGANISASI PROFESI AUDIT INTERNAL

Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal menyusun kode etik dengan pendekatan yang
berbeda. Hal ini berkaitan dengan latar belakang organisasi yang berbeda dengan APIP.

Konsorsium menggunakan istilah Standar Perilaku Auditor Internal yang berisi:

Kode Etik dan Standar Audit Intern 23


1. Auditor internal harus menunjukkan kejujuran, objektivitas, dan kesungguhan dalam
melaksanakan tugas dan memenuhi tanggung jawab profesinya.

2. Auditor internal harus menunjukkan loyalitas terhadap organisasinya atau terhadap pihak
yang dilayani. Namun demikian, auditor internal tidak boleh secara sadar terlibat dalam
kegiatan‐kegiatan yang menyimpang atau melanggar hukum.

3. Auditor internal tidak boleh secara sadar terlibat dalam tindakan atau kegiatan yang dapat
mendiskreditkan profesi audit internal atau mendiskreditkan organisasinya.

4. Auditor internal harus menahan diri dari kegiatan‐kegiatan yang dapat menimbulkan
konflik dengan kepentingan organisasinya; atau kegiatan‐kegiatan yang dapat
menimbulkan prasangka, yang meragukan kemampuannya untuk dapat melaksanakan
tugas dan memenuhi tanggung jawab profesinya secara objektif.

5. Auditor internal tidak boleh menerima sesuatu dalam bentuk apapun dari karyawan, klien,
pelanggan, pemasok, ataupun mitra bisnis organisasinya, yang dapat, atau, patut diduga,
memengaruhi pertimbangan profesionalnya.

6. Auditor internal hanya melakukan jasa‐jasa yang dapat diselesaikan dengan menggunakan
kompetensi profesional yang dimilikinya.

7. Auditor internal harus mengusahakan berbagai upaya agar senantiasa memenuhi Standar
Profesi Audit Internal.

8. Auditor internal harus bersikap hati‐hati dan bijaksana dalam menggunakan informasi
yang diperoleh dalam pelaksanaan tugasnya. Auditor internal tidak boleh menggunakan
informasi rahasia (i) untuk mendapatkan keuntungan pribadi, (ii) secara melanggar
hukum, atau (iii) yang dapat menimbulkan kerugian terhadap organisasinya.

9. Dalam melaporkan hasil pekerjaannya, auditor internal harus mengungkapkan semua


fakta‐fakta penting yang diketahuinya, yaitu fakta‐fakta yang jika tidak diungkap dapat (i)
mendistorsi laporan atas kegiatan yang direviu, atau (ii) menutupi adanya praktik‐praktik
yang melanggar hukum.

24 2014 | P u s d i k l a t w a s B P K
P
10. Auditor internal harus senantiasa meningkatkan kompetensi serta efektivitas dan kualitas
pelaksanaan tugasnya. Auditor internal wajib mengikuti pendidikan profesional
berkelanjutan.

F. KODE ETIK AKUNTAN INDONESIA

Etika profesi bagi akuntan di Indonesia dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) tahun
1973, kemudian disempurnakan pada tahun 1981 dan tahun 1986. Selanjutnya, etika tersebut
disempurnakan lagi tahun 1987 dan tahun 1994 diberi nama Kode Etik Akuntan Indonesia
(KEAI).

KEAI adalah pedoman bagi para anggota IAI agar objektif dan bertanggung jawab dalam
melaksanakan pekerjaan profesinya. Rumusan KEAI yang dihasilkan dalam kongres ke‐6 IAI
tahun 1994 terdiri atas 8 bab, 11 pasal, dan 6 pernyataan etika profesi. Pokok‐pokok pernyataan
etika profesi tersebut adalah sebagai berikut.

1. Integritas, Objektivitas dan Independensi (Pernyataan Etika Profesi No.1)

2. Kecakapan Profesional (Pernyataan Etika Profesi No.2)

3. Pengungkapan Informasi/Rahasia Klien (Pernyataan Etika Profesi No.3)

4. Iklan bagi Kantor Akuntan Publik (Pernyataan Etika Profesi No.4)

5. Komunikasi antar Akuntan Publik (Pernyataan Etika Profesi No.5)

6. Perpindahan Staff/Partner dari Satu Kantor Akuntan ke Kantor Akuntan yang Lain
(Pernyataan Etika Profesi No.6)

Berdasarkan hasil Kongres ke‐7 IAI tahun 1998, telah dilakukan beberapa perubahan pada
kerangka kode etik IAI. Adapun Prinsip Etika Profesi, yang merupakan landasan perilaku etika
profesional, terdiri atas 8 prinsip, sebagai berikut.

1. Tanggung jawab profesi

2. Kepentingan Umum (publik)

3. Integritas

4. Objektivitas

5. Kompetensi dan kehati‐hatian profesional

Kode Etik dan Standar Audit Intern 25


6. Kerahasiaan

7. Perilaku profesional

8. Standar teknis

Uraian selengkapnya dapat dilihat di lampiran 2 modul ini.

G. LATIHAN SOAL

1. Harap Saudara jelaskan pengertian independensi dalam hubungannya dengan penugasan


audit! Ada berapa jenis independensi yang Saudara ketahui, jelaskan!

2. Mengapa dalam menjalankan tugasnya auditor harus independen?

3. Misalkan Saudara adalah pimpinan salah satu kantor akuntan publik/kepala perwakilan
BPKP/inspektur jenderal/inspektur wilayah. Saudara mengetahui bahwa salah satu staf,
Auditor A yang terkenal sangat independen dalam sikap mentalnya, memiliki hubungan
keluarga dengan pimpinan organisasi B. Bagaimana pertimbangan Saudara, apakah
Saudara akan menugaskan Auditor A untuk memeriksa organisasi B? Apa alasan Saudara!

4. Dengan merujuk kepada soal no. 3. jika Saudara adalah Auditor A, dan pimpinan Saudara
tidak tahu bahwa Saudara memiliki hubungan keluarga dengan pimpinan organisasi B, tapi
Saudara ditugaskan untuk memeriksa organisasi B, bagaimana sikap Saudara? Jelaskan
jawaban Saudara.

5. Dalam bulan Januari 20XX Saudara ditugaskan melakukan audit atas pengadaan barang
inventaris dalam partai besar yang spesifik dan harganya mahal, yang dibiayai dari
anggaran belanja barang kantor Saudara.

Pada saat audit dijumpai hal‐hal berikut:

a. Pada saat Saudara melakukan cek fisik ternyata terdapat kekurangan barang dengan
nilai Rp500.000.000,00.

b. Pejabat yang bertanggung jawab atas pengadaan barang tersebut menyatakan


bahwa sisa barang sejumlah kekurangan tersebut dititipkan kepada rekanan
(penjual).

26 2014 | P u s d i k l a t w a s B P K
P
c. Dari hasil analisis serta teknik audit yang Saudara lakukan, diperoleh bukti/data
bahwa telah terjadi kejanggalan yang menjurus kepada tindakan manipulasi dan
kolusi sesama pejabat dan rekanan yang bersangkutan.

d. Pada saat Saudara membicarakan masalah tersebut dengan pejabat yang


bertanggung jawab, Saudara diminta untuk tidak mempermasalahkan
penyimpangan tersebut dan tidak memasukkannya dalam laporan audit. Ia
mengemukakan bahwa uang sebesar Rp500 juta tersebut tidak hanya untuk
kepentingan pribadinya sendiri saja, tetapi dibagi‐bagi dengan pejabat‐pejabat
lainnya.

Bagaimana sikap Saudara seharusnya dalam menghadapi masalah tersebut? Berikan


komentar secukupnya!

6. Sering dikatakan bahwa auditor harus memiliki integritas yang tinggi. Apa maksud dari
pengertian integritas di sini? Jelaskan jawaban Saudara!

7. Pemeriksa harus memiliki keahlian yang diperlukan dalam tugasnya. Keahlian apa saja
yang perlu dimiliki seorang auditor?

H. BAHAN DISKUSI

1. Integritas

Sumitro adalah seorang guru besar akuntansi di suatu universitas negeri. Ia duduk di
ruangan kerjanya sambil berpikir keras karena baru saja melakukan percakapan telepon
dengan seorang pengacara yang mewakili suatu bank pemerintah terkemuka. Sang
pengacara meminta dirinya menjadi saksi ahli dalam suatu kasus laporan keuangan
nasabah bank yang berkaitan dengan pemberian kredit.

Kelihatannya bank tersebut telah memberikan pinjaman dalam jumlah besar kepada
nasabah tersebut yang didasarkan pada laporan keuangannya. Pinjaman tersebut tidak
sanggup ditanggulangi pengembaliannya oleh si nasabah karena terjadi kesulitan
keuangan yang berdampak pada terganggunya kelangsungan hidup perusahaan nasabah
tersebut. Laporan keuangan itu telah diaudit dengan opini wajar tanpa pengecualian oleh
sebuah kantor akuntan publik yang dikenalnya dengan baik.

Kode Etik dan Standar Audit Intern 27


Profesor Sumitro telah mereviu laporan audit atas laporan keuangan, kertas kerja audit,
dan standar akuntansi yang terkait dengan masalah tersebut. Ia menyimpulkan bahwa
kantor akuntan publik telah lalai dalam pemberian pendapat atau opini atas penyajian
laporan keuangan dan kondisi perusahaan.

Profesor Sumitro ragu‐ragu apakah ia bersedia menjadi saksi ahli dalam kasus tersebut
karena ia mengenal secara pribadi para akuntan yang bekerja di kantor akuntan publik
tersebut. Di samping itu, kantor akuntan publik tersebut selalu merekrut mahasiswa dari
universitasnya dan telah memberikan banyak sumbangan keuangan yang cukup besar bagi
pengembangan program akuntansi di universitasnya. Kenyataan lain, kantor akuntan
publik itu sedang memproses dukungan dana untuk mempromosikan dirinya menjadi
ketua jurusan akuntansi.

Sumitro khawatir jika ia setuju memberikan pelayanan sebagai saksi ahli, ia mungkin tidak
dapat memberikan kesaksiannya dengan objektif. Ia juga khawatir tindakannya sebagai
saksi ahli dapat membahayakan hubungan baik yang sudah terjalin antara universitasnya
dan kantor akuntan publik tersebut.

Diskusikan kasus tersebut terkait dengan unsur integritas. Apa yang harus dilakukan oleh
Profesor Sumitro?

2. Objektivitas

Aditia, seorang auditor, menerima penugasan audit pada Dinas Kehutanan Provinsi
Kalimantan Timur. Hasil audit sementara yang dijumpai adalah adanya indikasi kerugian
negara akibat penebangan ilegal yang dilakukan oleh sekelompok oknum tertentu, yang
tidak terdeteksi oleh pengawasan Dinas Kehutanan. Aditia menduga ada kolusi antara
kelompok oknum tersebut dan orang dalam, sehingga penebangan liar tersebut tidak
terlaporkan. Padahal seyogianya dapat terdeteksi melalui sistem pengendalian intern
Dinas Kehutanan.

Salah seorang pejabat Dinas Kehutanan pernah melakukan pendekatan secara pribadi
kepada Aditia, ketika ia sedang menanyakan tentang jenis‐jenis kayu yang hendak ia beli
dalam rangka pembangunan rumah tinggalnya. Pejabat tersebut menjanjikan akan
menyediakan kayu yang Aditia butuhkan dengan kualitas terbaik tanpa harus membayar
sepeserpun. Walaupun tidak ada permintaan kompensasi dari pejabat tersebut, tetapi

28 2014 | P u s d i k l a t w a s B P K
P
Aditia dapat menduga bahwa pemberian kayu yang dijanjikan memiliki hubungan dengan
hasil audit yang ia sampaikan.

Diskusikan kasus tersebut dikaitkan dengan sikap objektivitas yang seharusnya


dipertahankan oleh Aditia!

3. Kerahasiaan

Sejak memasuki era reformasi, kebebasan untuk memperoleh informasi sedemikian


gencar sampai‐sampai informasi yang belum dipublikasikan secara formal pun ternyata
telah tersebar di masyarakat. Masyarakat mempertanyakan hasil‐hasil pengawasan yang
dihasilkan oleh aparat pengawasan intern pemerintah selama lebih dari 30 tahun di era
orde baru. Banyak pihak berpendapat bahwa hasil pengawasan oleh aparatur pengawasan
intern pemerintah diklasifikasikan sebagai informasi yang rahasia bagi instansi tersebut
sehingga tidak patut dipublikasikan kepada masyarakat.

Di lain pihak masyarakat sebagai stakeholders merasa perlu memperoleh berbagai


informasi tersebut sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari prinsip akuntabilitas publik
oleh aparatur negara dalam mengelola dana masyarakat. Contoh yang masih belum
lenyap di ingatan kita, bagaimana seorang ketua tim auditor Badan Pemeriksa Keuangan
menginformasikan temuan auditnya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi yang
kemudian diperluas dengan penjebakan (istilah penasehat hukum terdakwa) di sebuah
hotel yang berujung kepada proses pengadilan dan penjatuhan hukuman tiga tahun
penjara terhadap terdakwa.

Diskusikan: kasus tersebut dilihat dari sudut pandang prinsip kerahasiaan yang harus
dijaga oleh auditor dan berikan pendapat Saudara apakah yang dilakukan oleh ketua tim
auditor BPK itu melanggar etika?

4. Kompetensi

Anton baru saja diangkat sebagai pegawai negeri sipil dan ditempatkan di Inspektorat
Jenderal Departemen Teknologi Tinggi. Ia adalah seorang lulusan sarjana ekonomi jurusan
akuntansi yang belum pernah melakukan audit.

Kode Etik dan Standar Audit Intern 29


Dua minggu sejak penempatannya, ia langsung ditugaskan untuk melakukan audit kinerja
pada Direktorat Jenderal Teknologi Nuklir yang merupakan salah satu unit kerja di bawah
departemen itu. Anton menyadari bahwa ia belum berpengalaman sama sekali tentang
bidang tugasnya. Sebagai pegawai baru tentu saja ia merasa enggan untuk
menginformasikan hal itu kepada pimpinannya, padahal surat tugasnya telah
ditandatangani.

Diskusikan dari kasus di atas keterkaitannya dengan pemenuhan prinsip etika kompetensi!

5. Akuntabel

Budi melaksanakan tugas audit operasional di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.


Dalam pelaksanaan tugasnya, Budi dibantu oleh dua anggota tim yang masih baru.
Pelaksanaan tugas dilakukan dengan arahan audit program yang di‐copy Budi dari kertas
kerja tahun sebelumnya.

Kondisi yang berbeda menghasilkan langkah audit yang tidak relevan untuk dilaksanakan.
Tanpa melakukan reviu yang cukup karena keterbatasan waktu dan tenaga, Budi
membuat laporan hasil audit sesuai dengan pemahamannya sendiri. Belakangan diketahui
terdapat hal material yang tidak terungkap dan merupakan kasus nasional. Budi tidak siap
dengan data untuk menjawab mengapa kasus tersebut tidak masuk dalam laporan hasil
auditnya.

Budi menyadari bahwa beberapa langkah audit tidak dilaksanakan terutama langkah audit
yang sebenarnya dapat mendeteksi kasus tersebut. Berdalih ketidakcukupan data yang
diperoleh dan penugasan audit yang lingkupnya tidak mencakup area tersebut, Budi tidak
bersedia memberi keterangan atas kasus yang terjadi.

Diskusikan dari kasus di atas keterkaitannya dengan pemenuhan prinsip etika akuntabel!

6. Perilaku Profesional

Agung melaksanakan asistensi proses pengadaan barang dan jasa di Kementerian


Perhubungan. Asistensi ini dilakukan untuk menjamin kesesuaian proses pengadaan
dengan ketentuan perundang‐undangan. Pengadaan barang dan jasa tersebut

30 2014 | P u s d i k l a t w a s B P K
P
menyangkut kegiatan yang diikuti oleh rekanan besar. Agung menjadi narasumber untuk
setiap keputusan strategis dalam proses tersebut.

Salah satu rekanan mencoba berunding dengan Agung untuk memenangkan proses
pengadaan. Rekanan menjanjikan sejumlah kompensasi kepada Agung untuk
memenangkannya, melalui sedikit mark‐up pada harga penawaran. Agung hanya perlu
memberikan argumentasi yang mendukung jumlah yang ditawarkan sehingga panitia
menyetujui penawaran yang diajukan rekanan.

Agung menyetujui dan memberikan arahan barang‐barang apa saja yang dapat di‐mark
up.

Diskusikan dari kasus di atas keterkaitannya dengan pemenuhan prinsip etika perilaku
profesional!

Kode Etik dan Standar Audit Intern 31


32 2014 | P u s d i k l a t w a s B P K
P
Bab IV
STANDAR AUDIT
APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH

Indikator Keberhasilan
Setelah mempelajari bab ini, peserta diklat diharapkan mampu menerapkan Standar Audit
APIP.

A. PENDAHULUAN

Standar Audit Auditor Intern Pemerintah Indonesia (SA‐AIPI) diterbitkan oleh Asosiasi Auditor
Internal Pemerintah Indonesia (AAIPI) merupakan kriteria atau ukuran mutu bagi seluruh
auditor intern dalam lembaga eksekutif. Standar ini dibentuk untuk membantu pimpinan di
lingkungan lembaga eksekutif, baik di tingkat Presiden, menteri, kepala lembaga pemerintah
non kementerian (LPNK) sampai ke tingkat pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota.
Standar audit APIP diperlukan kehadirannya, mengingat pelaksanaan audit yang dilakukan oleh
BPK tidak selalu dapat dialihkan untuk dilakukan oleh APIP, misalnya audit keuangan.

Namun demikian, dalam modul ini tetap akan diuraikan secara singkat Standar Pemeriksaan
Keuangan Negara (SPKN) yang ditetapkan dengan Peraturan Kepala BPK Nomor 1 Tahun 2007
sebagai bahan pembanding.

B. STANDAR AUDIT AUDITOR INTERN PEMERINTAH INDONESIA (SA‐AIPI)

1. Landasan Hukum

Standar Audit Auditor Intern Pemerintah Indonesia (SA‐AIPI), yang diterbitkan oleh AAIPI,
didasarkan pada peraturan perundang‐undangan sebagai berikut.

a. Undang‐Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan


Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem


Pengendalian Intern Pemerintah.

Kode Etik dan Standar Audit Intern 33


c. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
PER‐220/M.PAN/7/2008 tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya.

d. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi Profesi Asosiasi Auditor
Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI).

2. Pengertian Standar Audit AIPI

Standar audit AIPI adalah kriteria atau ukuran mutu minimal untuk melakukan kegiatan
audit intern yang wajib dipedomani oleh Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AIPI).

3. Tujuan dan Fungsi Standar Audit AIPI

Tujuan standar audit adalah untuk:

a. menetapkan prinsip‐prinsip dasar untuk merepresentasikan praktik‐praktik audit


yang seharusnya;

b. menyediakan kerangka kerja pelaksanaan dan peningkatan kegiatan audit intern


yang memiliki nilai tambah;

c. menetapkan dasar‐dasar pengukuran kinerja audit intern;

d. mempercepat perbaikan kegiatan operasi dan proses organisasi (APIP);

e. menilai, mengarahkan, dan mendorong auditor untuk mencapai tujuan audit intern;

f. menjadi pedoman dalam pekerjaan audit intern;

g. menjadi dasar penilaian keberhasilan pekerjaan audit intern.

Standar audit berfungsi sebagai ukuran mutu minimal bagi para auditor dan APIP dalam:

a. pelaksanaan tugas dan fungsi yang dapat merepresentasikan praktik‐praktik audit


intern yang seharusnya, menyediakan kerangka kerja pelaksanaan dan peningkatan
kegiatan audit intern yang memiliki nilai tambah serta menetapkan dasar‐dasar
pengukuran kinerja audit intern;

b. pelaksanaan koordinasi audit intern oleh pimpinan APIP;

34 2014 | P u s d i k l a t w a s B P K
P
c. pelaksanaan perencanaan audit intern oleh pimpinan APIP;

d. penilaian efektivitas tindak lanjut hasil audit intern dan konsistensi penyajian
laporan hasil audit intern.

4. Ruang Lingkup

Ruang lingkup kegiatan audit intern yang dapat dilakukan oleh Auditor dikelompokkan
sebagai berikut:

a. Kegiatan penjaminan kualitas (quality assurance) terdiri atas:

1) Audit

a) Audit Keuangan
(1) Audit Keuangan yang memberikan opini
(2) Audit terhadap aspek keuangan tertentu

b) Audit Kinerja

c) Audit Dengan Tujuan Tertentu

2) Evaluasi

3) Reviu

4) Pemantauan/Monitoring

b. Kegiatan pengawasan lainnya yang tidak memberikan penjaminan kualitas (kegiatan


consulting), antara lain konsultansi, sosialisasi, dan asistensi.

Standar Audit ini mengatur tentang kegiatan audit intern yang dapat dilakukan oleh
auditor dan pimpinan APIP sesuai dengan mandat serta kedudukan, tugas, dan fungsi
masing‐masing, yang meliputi audit terhadap aspek keuangan tertentu, audit kinerja,
audit dengan tujuan tertentu, evaluasi, reviu, pemantauan, serta pemberian jasa
konsultansi (consulting activities).

Standar Audit AIPI menyatakan bahwa penugasan audit keuangan (yang memberikan
opini atas laporan keuangan) wajib menggunakan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara

Kode Etik dan Standar Audit Intern 35


(SPKN) dan/atau Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) sebagaimana diatur dalam
ketentuan peraturan perundang‐undangan.

5. Sistematika Standar Audit AIPI

Standar Audit ini terdiri dari dua bagian utama, sebagai berikut.

a. Standar Atribut (Attribute Standards)

Standar Atribut mengatur mengenai karakteristik umum yang meliputi tanggung


jawab, sikap, dan tindakan dari penugasan audit intern serta organisasi dan pihak‐
pihak yang melakukan kegiatan audit intern, dan berlaku umum untuk semua
penugasan audit intern. Standar Atribut dibagi menjadi Prinsip‐Prinsip Dasar dan
Standar Umum.

b. Standar Pelaksanaan (Performance Standards)

Standar Pelaksanaan menggambarkan sifat khusus kegiatan audit intern dan


menyediakan kriteria untuk menilai kinerja audit intern. Standar Pelaksanaan dibagi
menjadi Standar Pelaksanaan Audit Intern dan Standar Komunikasi Audit Intern.
Lingkup kegiatan yang diatur dalam Standar Pelaksanaan ini meliputi kegiatan
pemberian jaminan kualitas (quality assurance activities) dan pemberian jasa
konsultansi (consulting activities).

Dalam bagan, sistematika standar audit digambarkan sebagai berikut.

36 2014 | P u s d i k l a t w a s B P K
P
Gambar 4.1
Sistematika Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia

STANDAR AUDIT INTERN


PEMERINTAH INDONESIA

Standar Atribut (Attribute Standards):


Prinsip‐prinsip Dasar

Standar Umum

Standar Pelaksanaan (Performance Standards):

Standar Pelaksanaan Standar Komunikasi


Audit Intern Audit Intern

Assurance Consulting Assurance Consulting

Sumber: Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia, AAIPI, 2014

a. Prinsip‐prinsip Dasar

Ringkasan prinsip dasar yang ditetapkan dalam Standar Audit AIPI, sebagai berikut.

1) Visi, Misi, Tujuan, Kewenangan, dan Tanggung Jawab APIP (Audit Charter)

Visi, misi, tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab APIP harus dinyatakan
secara tertulis dan disetujui oleh pimpinan organisasi kementerian/lembaga/
pemerintah daerah, serta ditandatangani oleh Pimpinan APIP sebagai Piagam
Audit (Audit Charter).

2) Independensi dan Objektivitas

Dalam semua hal yang berkaitan dengan penugasan audit intern, APIP dan
kegiatan audit intern harus independen serta para auditornya harus objektif
dalam pelaksanaan tugasnya.

Penilaian independensi dan objektivitas mencakup dua komponen berikut.

a) Status APIP dalam kementerian/lembaga/pemerintah daerah.

b) Kebijakan untuk menjaga objektivitas auditor terhadap auditan.

Kode Etik dan Standar Audit Intern 37


Independensi adalah kebebasan dari kondisi yang mengancam kemampuan
aktivitas audit intern untuk melaksanakan tanggung jawab audit intern secara
objektif. Untuk mencapai tingkat independensi yang diperlukan dalam
melaksanakan tanggung jawab aktivitas audit intern secara efektif, pimpinan
APIP memiliki akses langsung dan tak terbatas kepada atasan pimpinan APIP.

Objektivitas adalah sikap mental tidak memihak (tidak bias) yang


memungkinkan auditor untuk melakukan penugasan sedemikian rupa
sehingga auditor percaya pada hasil kerjanya dan bahwa tidak ada kompromi
kualitas yang dibuat. Objektivitas mengharuskan auditor tidak membedakan
judgment‐nya terkait audit kepada orang lain. Ancaman terhadap objektivitas
harus dikelola pada tingkat individu auditor, penugasan, fungsional, dan
organisasi.

3) Independensi APIP

Agar tanggung jawab pelaksanaan audit dapat terpenuhi, pimpinan APIP


bertanggung jawab kepada pimpinan kementerian/lembaga/pemerintah
daerah. Posisi APIP ditempatkan secara tepat sehingga bebas dari intervensi,
dan memperoleh dukungan yang memadai dari pimpinan kementerian/
lembaga/pemerintah daerah sehingga APIP dapat bekerja sama dengan
auditan dan melaksanakan pekerjaan dengan leluasa. Meskipun demikian,
APIP harus membina hubungan kerja yang baik dengan auditan terutama
dalam hal saling memahami di antara peranan masing‐masing lembaga.

Pimpinan APIP harus melaporkan ke tingkat pimpinan kementerian/


lembaga/pemerintah daerah yang memungkinkan kegiatan audit intern dapat
memenuhi tanggung jawabnya. Pimpinan APIP harus mengonfirmasikan
independensi APIP dalam kegiatan audit intern ke pimpinan kementerian/
lembaga/pemerintah daerah, setidaknya setiap tahun. Independensi APIP
secara efektif dicapai ketika pimpinan APIP secara fungsional melaporkan
kepada pimpinan kementerian/lembaga/pemerintah daerah. Contoh
pelaporan fungsional meliputi, namun tidak terbatas pada:

a) menyetujui piagam audit (audit charter);

b) menyetujui rencana audit berbasis risiko;

38 2014 | P u s d i k l a t w a s B P K
P
c) menyetujui anggaran audit dan rencana sumber daya;

d) menerima komunikasi dari pimpinan APIP atas kinerja aktivitas audit


intern;

e) mewawancarai pimpinan APIP untuk menentukan apakah terdapat


pembatasan ruang lingkup atau sumber daya yang tidak tepat.

Kegiatan penjaminan kualitas (quality assurance) harus bebas dari campur


tangan, dalam hal menentukan ruang lingkup, pelaksanaan, dan
pengkomunikasian hasil. Pimpinan APIP harus berkomunikasi dan berinteraksi
langsung dengan pimpinan kementerian/lembaga/pemerintah daerah.

4) Objektivitas Auditor

Auditor harus memiliki sikap yang netral dan tidak bias serta menghindari
konflik kepentingan dalam merencanakan, melaksanakan, dan melaporkan
penugasan yang dilakukannya. Auditor harus objektif dalam melaksanakan
audit intern.

Prinsip objektivitas mensyaratkan agar auditor melaksanakan penugasan


dengan jujur dan tidak mengompromikan kualitas. Pimpinan APIP tidak
diperkenankan menempatkan auditor dalam situasi yang membuat auditor
tidak mampu mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan
profesionalnya.

Konflik kepentingan adalah situasi di mana auditor, yang berada dalam posisi
yang dipercaya, memiliki persaingan profesional atau kepentingan pribadi.
Persaingan kepentingan tersebut dapat menyulitkan dalam memenuhi tugas
tanpa memihak. Konflik kepentingan bahkan ada walaupun hasil tindakannya
tidak menunjukkan ketidaketisan atau ketidakpatutan. Konflik kepentingan
dapat membuat ketidakpantasan muncul yang dapat merusak kepercayaan
auditor, aktivitas audit intern, dan profesi. Konflik kepentingan dapat
mengganggu kemampuan auditor untuk melakukan tugas dan tanggung
jawabnya secara objektif.

Kode Etik dan Standar Audit Intern 39


5) Gangguan Terhadap Independensi dan Objektivitas

Jika independensi atau objektivitas terganggu, baik secara faktual maupun


penampilan, maka gangguan tersebut harus dilaporkan kepada pimpinan APIP.

 Gangguan independensi APIP dan objektivitas auditor dapat meliputi,


tetapi tidak terbatas pada, konflik kepentingan pribadi, pembatasan
ruang lingkup, pembatasan akses ke catatan, personel, dan prasarana,
serta pembatasan sumber daya, seperti pendanaan. Auditor harus
melaporkan kepada pimpinan APIP mengenai situasi adanya dan/atau
interpretasi adanya konflik kepentingan, ketidakindependenan, atau
bias. Pimpinan APIP harus mengganti auditor yang berada dalam situasi
tersebut dengan auditor lainnya yang bebas dari situasi itu.

 Auditor yang mempunyai hubungan yang dekat dengan auditan seperti


hubungan sosial, kekeluargaan, atau hubungan lainnya yang dapat
mengurangi objektivitasnya, harus tidak ditugaskan melakukan audit
intern terhadap entitas tersebut.

 Dalam hal auditor bertugas menetap untuk beberapa lama di kantor


auditan dalam rangka penugasan consulting atas program, kegiatan, atau
aktivitas auditan, maka auditor tidak boleh terlibat dalam pengambilan
keputusan atau menyetujui hal‐hal yang merupakan tanggung jawab
auditan.

 Auditor harus menahan diri dari penugasan assurance atas program,


kegiatan, atau aktivitas tertentu dimana mereka sebelumnya
bertanggung jawab. Objektivitas dianggap terganggu jika auditor
melakukan penugasan assurance untuk suatu program, kegiatan, atau
aktivitas dimana auditor memiliki tanggung jawab pada tahun
sebelumnya.

 Penugasan kegiatan assurance terhadap suatu fungsi di mana pimpinan


APIP berpotensi memiliki konflik kepentingan, harus diawasi oleh pihak
lain di luar APIP yang bersangkutan.

40 2014 | P u s d i k l a t w a s B P K
P
 Auditor dapat melakukan penugasan consulting yang berkaitan dengan
program, kegiatan, atau aktivitas dimana mereka bertanggung jawab
sebelumnya. Jika auditor memiliki gangguan potensial terhadap
independensi atau objektivitas yang berkaitan dengan penugasan
consulting yang akan dilakukan, pengungkapan harus diinformasikan
kepada auditan sebelum menerima penugasan.

6) Kepatuhan terhadap Kode Etik

Auditor harus mematuhi kode etik yang telah ditetapkan. Penugasan audit
intern harus mengacu kepada Standar Audit ini, dan auditor wajib mematuhi
kode etik yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Standar Audit
ini. Auditor diharapkan menerapkan dan menegakkan prinsip‐prinsip etika,
yaitu integritas, objektivitas, kerahasiaan, kompetensi, akuntabel, dan perilaku
profesional.

b. Standar Umum

1) Kompetensi dan Kecermatan Profesional

Penugasan audit intern harus dilakukan dengan kompetensi dan kecermatan


profesional

a) Kompetensi Auditor

Auditor harus mempunyai pendidikan, pengetahuan, keahlian dan


keterampilan, pengalaman, serta kompetensi lain yang diperlukan untuk
melaksanakan tanggung jawabnya. Pendidikan, pengetahuan, keahlian
dan keterampilan, pengalaman, serta kompetensi lain adalah bersifat
kolektif yang mengacu pada kemampuan profesional yang diperlukan
auditor untuk secara efektif melaksanakan tanggung jawab
profesionalnya.

Pimpinan APIP harus yakin bahwa latar belakang pendidikan,


kompetensi, dan pengalaman auditor memadai untuk pekerjaan audit
yang akan dilaksanakan. APIP harus mempunyai kriteria tertentu dari

Kode Etik dan Standar Audit Intern 41


kualifikasi pendidikan formal auditor yang diperlukan untuk penugasan
audit intern sehingga sesuai dengan situasi dan kondisi auditan. Aturan
tentang tingkatan pendidikan formal minimal dan kualifikasi yang
diperlukan harus dievaluasi secara periodik guna menyesuaikan dengan
situasi dan kondisi auditan. Kompetensi minimal auditor bersifat
kumulatif, artinya kompetensi pada tingkat atau jenjang jabatan auditor
yang lebih tinggi merupakan kumulatif dari kompetensi pada tingkat
atau jenjang jabatan auditor di bawahnya ditambah dengan kompetensi
spesifik di jabatannya.

Kompetensi standar yang harus dimiliki oleh auditor adalah:

 kompetensi umum;

 kompetensi teknis audit intern;

 kompetensi kumulatif.

Kompetensi umum terkait dengan persyaratan umum untuk dapat


diangkat sebagai auditor. Kompetensi umum merupakan kompetensi
dasar bersikap dan berperilaku sebagai auditor yang dijabarkan sebagai
dorongan untuk berprestasi, pemikiran analitis, orientasi pengguna,
kerja sama, manajemen stres, dan komitmen organisasi. Kompetensi
teknis audit intern terkait dengan persyaratan untuk dapat
melaksanakan penugasan audit intern sesuai dengan jenjang jabatan
auditor. Kompetensi teknis audit intern meliputi tujuh bidang
kompetensi yaitu:

 kompetensi bidang manajemen risiko, pengendalian intern, dan


tata kelola sektor publik;

 kompetensi bidang strategi kegiatan audit intern;

 kompetensi bidang pelaporan hasil audit intern;

 kompetensi bidang sikap profesional;

 kompetensi bidang komunikasi;

 kompetensi bidang lingkungan pemerintahan;

 kompetensi bidang manajemen pengawasan.

42 2014 | P u s d i k l a t w a s B P K
P
Auditor harus mempunyai sertifikasi jabatan fungsional auditor (JFA)
dan/atau sertifikasi lain di bidang pengawasan intern pemerintah, dan
mengikuti pendidikan dan pelatihan profesional berkelanjutan
(continuing professional education). Selain itu, auditor wajib memiliki
pengetahuan dan akses atas informasi teraktual dalam standar,
metodologi, prosedur, dan teknik. Pendidikan profesional berkelanjutan
dapat diperoleh melalui keanggotaan dan partisipasi dalam asosiasi
profesi, pendidikan sertifikasi jabatan fungsional auditor, konferensi,
seminar, kursus‐kursus, program pelatihan di kantor sendiri, dan
partisipasi dalam proyek penelitian yang memiliki substansi di bidang
pengawasan intern.

Pimpinan APIP dapat menggunakan tenaga ahli apabila auditor tidak


mempunyai keahlian yang diharapkan untuk melaksanakan penugasan
audit intern. Pimpinan APIP harus memperoleh saran/nasihat dan
bantuan dari pihak yang berkompeten dalam hal auditor tidak memiliki
pengetahuan, keahlian dan keterampilan, serta kompetensi lain yang
diperlukan untuk melaksanakan penugasan audit intern. Tenaga ahli
yang dimaksud mencakup, namun tidak terbatas pada, aktuaris, penilai
(appraiser), pengacara, insinyur, konsultan lingkungan, profesi medis,
ahli statistik, maupun geologi. Tenaga ahli tersebut dapat berasal dari
dalam maupun dari luar organisasi.

Auditor harus menilai kualifikasi profesional, kompetensi, pengalaman


yang relevan, independensi, dan proses pengendalian kualitas dari
tenaga ahli tersebut sebelum menerima pekerjaan. Tenaga ahli tersebut
harus disupervisi sebagaimana supervisi terhadap auditor. Selain itu,
harus ada pemahaman dan komunikasi yang cukup antara auditor
dengan tenaga ahli tersebut untuk meminimalkan kesalahpahaman yang
dapat menyebabkan salah menafsirkan hasil pekerjaan dan/atau
informasi dari tenaga ahli tersebut. Ketepatan dan kelayakan metode
dan asumsi yang digunakan dan penerapan metode/asumsi tersebut
merupakan tanggung jawab tenaga ahli, sedangkan tanggung jawab
auditor terbatas kepada simpulan dan fakta atas hasil audit intern.
Auditor harus:

Kode Etik dan Standar Audit Intern 43


(1) memahami metode dan asumsi yang digunakan oleh tenaga ahli;

(2) melakukan pengujian semestinya atas data yang disediakan oleh


tenaga ahli, dengan memperhitungkan taksiran risiko pengendalian
auditor;

(3) mengevaluasi apakah fakta yang ditemukan tenaga ahli


mendukung pelaksanaan penugasan auditor.

Biasanya auditor akan menggunakan pekerjaan tenaga ahli, kecuali jika


auditor yakin bahwa fakta yang ditemukan tenaga ahli tersebut tidak
masuk akal. Jika auditor yakin bahwa fakta yang ditemukan tenaga ahli
tidak masuk akal, ia harus menerapkan prosedur tambahan, yang dapat
berupa permintaan pendapat dari tenaga ahli lain.

Pimpinan APIP harus menolak penugasan konsultansi atau memberikan


saran/nasehat dan bantuan yang kompeten jika auditor tidak memiliki
pengetahuan, keahlian dan keterampilan, atau kompetensi lain yang
dibutuhkan untuk melakukan seluruh atau sebagian penugasan.

b) Kecermatan Profesional Auditor

Auditor harus menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat


dan saksama (due professional care) serta berhati‐hati (prudent) dalam
setiap penugasan audit intern. Penggunaan kecermatan profesional
menekankan tanggung jawab setiap auditor untuk memperhatikan
Standar Audit serta mempertimbangkan penggunaan audit berbasis
teknologi dan teknik analisis data lainnya.

Due professional care dilakukan pada berbagai aspek audit, diantaranya:

 formulasi tujuan penugasan audit intern;

 penentuan ruang lingkup, termasuk evaluasi risiko audit intern;

 pemilihan pengujian dan hasilnya;

 pemilihan jenis dan tingkat sumber daya yang tersedia untuk


mencapai tujuan penugasan audit intern;

44 2014 | P u s d i k l a t w a s B P K
P
 penentuan signifikan tidaknya risiko yang diidentifikasi dalam audit
intern dan efek/dampaknya;

 pengumpulan dan pengujian bukti audit intern;

 penentuan kompetensi, integritas, dan simpulan yang diambil


pihak lain yang berkaitan dengan penugasan audit intern.

Due professional care dapat diterapkan dalam pertimbangan profesional


(professional judgment), meskipun dapat saja terjadi penarikan simpulan
yang tidak tepat ketika audit sudah dilakukan dengan seksama.
Kecermatan profesional (due professional care) tidak berarti
kesempurnaan. Pertimbangan penerapan kecermatan profesional (due
professional care) adalah:

 kebutuhan dan harapan klien, termasuk sifat, waktu, dan


komunikasi hasil

 penugasan;

 kompleksitas dan tingkat kerja relatif yang diperlukan untuk


mencapai tujuan penugasan;

 biaya kegiatan konsultansi (consulting) dikaitkan dengan potensi


manfaat.

Penggunaan kecermatan profesional menuntut auditor untuk


melaksanakan skeptisme profesional. Skeptisme profesional adalah sikap
yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan
pengujian bukti secara kritis. Pengumpulan dan pengujian bukti secara
objektif menuntut auditor mempertimbangkan relevansi, kompetensi,
dan kecukupan bukti tersebut. Auditor tidak menganggap bahwa
manajemen adalah tidak jujur, namun juga tidak menganggap bahwa
kejujuran manajemen tidak dipertanyakan lagi. Dalam menggunakan
skeptisme profesional, auditor tidak harus puas dengan bukti yang
kurang persuasif karena keyakinannya bahwa manajemen adalah jujur.

Kode Etik dan Standar Audit Intern 45


2) Kewajiban Auditor

a) Mengikuti Standar Audit

Auditor harus mengikuti Standar Audit dalam segala pekerjaan audit


intern yang dianggap material agar pekerjaan auditor dapat dievaluasi.
Suatu hal dianggap material apabila pemahaman mengenai hal tersebut
kemungkinan akan memengaruhi pengambilan keputusan oleh
pengguna laporan hasil audit intern. Materialitas biasanya dikaitkan
dengan suatu nilai tertentu dan/atau peraturan perundang‐undangan
yang menghendaki agar hal tersebut diungkapkan.

b) Meningkatkan Kompetensi

Auditor wajib meningkatkan pengetahuan, keahlian dan keterampilan,


serta kompetensi lain melalui pendidikan dan pelatihan profesional
berkelanjutan (continuing professional education) guna menjamin bahwa
kompetensi yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan APIP dan
perkembangan lingkungan pengawasan.

3) Program Pengembangan dan Penjaminan Kualitas

Pimpinan APIP harus merancang, mengembangkan, dan menjaga program


pengembangan dan penjaminan kualitas atas semua aspek kegiatan audit
intern. Program ini dirancang agar dapat menilai kesesuaian kegiatan audit
intern dengan Standar Audit. Selain itu, program ini dapat juga mengevaluasi
apakah auditor telah menerapkan kode etik.

Program pengembangan dan penjaminan kualitas mencakup penilaian intern


dan ekstern. Penilaian intern harus mencakup pemantauan berkelanjutan atas
kinerja kegiatan audit intern dan penilaian secara berkala, baik melalui
penilaian sendiri maupun penilaian oleh orang lain di lingkungan APIP yang
memiliki pengetahuan yang cukup tentang praktik audit intern. Penilaian
ekstern dilakukan melalui telaahan sejawat (peer review) dengan ketentuan
sebagaimana diatur dalam pedoman tersendiri yang ditetapkan oleh organisasi
profesi.

46 2014 | P u s d i k l a t w a s B P K
P
Pemantauan berkelanjutan merupakan bagian integral dari kegiatan audit
intern sehari‐hari. Pemantauan berkelanjutan dimasukkan ke dalam kebijakan
rutin dan digunakan dalam pengelolaan kegiatan audit intern. Pemantauan
berkelanjutan menggunakan proses, peralatan, dan informasi yang dianggap
perlu untuk mengevaluasi/mereviu kesesuaian pelaksanaan kegiatan audit
intern sehari‐hari dengan Kode Etik dan Standar. Penilaian periodik juga
dilakukan untuk mengevaluasi kesesuaian pelaksanaan kegiatan audit intern
dengan Kode Etik dan Standar.

c. Standar Pelaksanaan Audit Intern

1) Mengelola Kegiatan Audit Intern

Pimpinan APIP harus mengelola kegiatan audit intern secara efektif untuk
memastikan bahwa kegiatan audit intern memberikan nilai tambah bagi
auditan. Kegiatan audit intern dikelola secara efektif jika:

 hasil kerja kegiatan audit intern mencapai tujuan dan tanggung jawab
yang tertera dalam piagam audit intern (audit charter);

 kegiatan audit intern sesuai dengan Standar Audit;

 orang‐orang yang merupakan bagian dari kegiatan audit intern


menunjukkan kesesuaian dengan Kode Etik dan Standar Audit.

Kegiatan audit intern memberikan nilai tambah auditan (dan pemangku


kepentingan) jika dapat memberikan jaminan objektif dan relevan, dan
berkontribusi terhadap efektivitas dan efisiensi proses tata kelola, manajemen
risiko, dan pengendalian.

Untuk mampu mengelola, pimpinan APIP melakukan hal‐hal sebagai berikut.

a) Menyusun Rencana Kegiatan Audit Intern

Pimpinan APIP wajib menyusun rencana strategis lima tahunan dan


rencana kegiatan audit intern tahunan dengan prioritas pada kegiatan
yang mempunyai risiko terbesar dan selaras dengan tujuan APIP sesuai
dengan peraturan perundang‐undangan. Rencana strategis sekurang‐

Kode Etik dan Standar Audit Intern 47


kurangnya berisi visi, misi, tujuan, strategi, program dan kegiatan APIP
selama lima tahun. Pimpinan APIP wajib menyusun rencana kegiatan
audit intern tahunan dengan mengacu pada rencana strategis lima
tahunan yang telah ditetapkan yang berisi rencana kegiatan audit intern
untuk tahun yang bersangkutan serta sumber daya yang diperlukan.

Penentuan prioritas kegiatan audit intern didasarkan pada


evaluasi/penilaian risiko yang dilakukan oleh APIP dan dengan
mempertimbangkan prinsip kewajiban menindaklanjuti pengaduan dari
masyarakat. Penyusunan rencana kegiatan audit intern tahunan
didasarkan atas prinsip keserasian, keterpaduan, menghindari tumpang
tindih dan pemeriksaan berulang‐ulang, serta memperhatikan efisiensi
dan efektivitas penggunaan sumber daya.

b) Mengomunikasikan dan Meminta Persetujuan Rencana Kegiatan Audit


Intern Tahunan

Pimpinan APIP harus mengomunikasikan dan meminta persetujuan


rencana kegiatan audit intern tahunan kepada pimpinan
kementerian/lembaga/ pemerintah daerah. Pimpinan APIP
mengomunikasikan rencana kegiatan audit intern tahunan dan
kebutuhan sumber daya, termasuk perubahan interim yang signifikan
kepada pimpinan kementerian/lembaga/pemerintah daerah untuk
disetujui. Apabila ada keterbatasan sumber daya yang dimiliki APIP maka
dampak keterbatasan sumber daya ini harus dikomunikasikan oleh
pimpinan APIP kepada pimpinan kementerian/lembaga/pemerintah
daerah.

c) Mengelola Sumber Daya

Pimpinan APIP harus mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang


dimiliki secara ekonomis, efisien, dan efektif, serta memprioritaskan
alokasi sumber daya tersebut pada kegiatan yang mempunyai risiko
besar sesuai dengan praktik‐praktik pengelolaan yang sehat.
Keterbatasan sumber daya tidak dapat dijadikan alasan bagi pimpinan
APIP untuk tidak memenuhi Standar Audit.

48 2014 | P u s d i k l a t w a s B P K
P
d) Menetapkan Kebijakan dan Prosedur

Pimpinan APIP harus menyusun kebijakan dan prosedur untuk


mengarahkan kegiatan audit intern untuk memastikan bahwa
pengelolaan APIP serta pelaksanaan kegiatan audit intern dapat
dilakukan secara ekonomis, efisien, dan efektif. Kebijakan dan prosedur
yang ditetapkan meliputi kebijakan dan prosedur pengelolaan kantor
dan kebijakan dan prosedur pelaksanaan kegiatan audit intern. Kebijakan
dan prosedur yang sedang berjalan direviu terus menerus untuk
memastikan keefektifannya.

e) Melakukan Koordinasi

Pimpinan APIP harus melakukan koordinasi dengan, dan membagi


informasi kepada, auditor eksternal dan/atau auditor lainnya. Tujuan
koordinasi adalah untuk memastikan cakupan yang tepat dan
meminimalkan pengulangan kegiatan. Koordinasi dilakukan dengan
menyampaikan rencana kegiatan audit intern tahunan serta hasil‐hasil
kegiatan audit intern yang telah dilakukan APIP selama periode yang
akan dilakukan pemeriksaan oleh auditor eksternal dan/atau auditor
lainnya.

f) Menyampaikan Laporan Berkala

Pimpinan APIP harus menyusun dan menyampaikan laporan secara


berkala tentang realisasi kinerja dan kegiatan audit intern yang
dilaksanakan APIP. Laporan dimaksudkan untuk menyampaikan
perkembangan kegiatan audit intern sesuai dengan rencana kegiatan
audit intern tahunan, hambatan yang dijumpai, serta rencana kegiatan
audit intern periode berikutnya.

Laporan disampaikan kepada pimpinan kementerian/lembaga/


pemerintah daerah minimal satu kali dalam enam bulan, atau periode
lainnya sesuai dengan ketentuan perundang‐undangan.

Kode Etik dan Standar Audit Intern 49


g) Menindaklanjuti Pengaduan dari Masyarakat

Pimpinan APIP harus menindaklanjuti pengaduan dari masyarakat.


Pengaduan masyarakat dapat berbentuk pengaduan tertulis atau bentuk
lainnya. Pengaduan tersebut harus ditangani dengan mekanisme dan
prosedur yang jelas, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan
berdasarkan peraturan perundang‐undangan.

Pengaduan masyarakat antara lain terhadap hal‐hal sebagai berikut:

 hambatan, keterlambatan, dan/atau rendahnya kualitas pelayanan


publik;

 penyalahgunaan wewenang, tenaga, uang, aset, dan/atau barang


milik negara/daerah.

2) Sifat Kerja Kegiatan Audit Intern

Kegiatan Audit Intern harus dapat mengevaluasi dan memberikan kontribusi


pada perbaikan tata kelola sektor publik, manajemen risiko, dan pengendalian
intern dengan menggunakan pendekatan sistematis dan disiplin. Proses tata
kelola sektor publik, manajemen risiko, dan pengendalian intern masing‐
masing tidak didefinisikan secara terpisah dan berdiri sendiri sebagai suatu
proses dan struktur, melainkan memiliki hubungan antara proses tata kelola
sektor publik, manajemen risiko, dan pengendalian intern. Oleh karena itu,
auditor harus mengevaluasi proses tata kelola sektor publik, manajemen
risiko, dan pengendalian intern auditan secara keseluruhan sebagai satu
kesatuan yang tidak dipisahkan.

a) Tata Kelola Sektor Publik

Kegiatan audit intern harus dapat mengevaluasi dan memberikan


rekomendasi yang sesuai untuk meningkatkan proses tata kelola sektor
publik. Peran kegiatan audit intern, sebagaimana definisi audit intern,
mencakup tanggung jawab untuk mengevaluasi dan mengembangkan
proses tata kelola sektor publik sebagai bagian dari fungsi assurance.

50 2014 | P u s d i k l a t w a s B P K
P
Kegiatan audit intern harus dapat mengevaluasi dan memberikan
rekomendasi yang sesuai untuk meningkatkan proses tata kelola sektor
publik dalam pemenuhan atas tujuan‐tujuan berikut:

 mendorong penegakan etika dan nilai‐nilai yang tepat dalam


organisasi auditan;

 memastikan akuntabilitas dan kinerja manajemen auditan yang


efektif;

 mengomunikasikan informasi risiko dan pengendalian ke area‐area


organisasi auditan yang tepat;

 mengoordinasikan kegiatan dan mengomunikasikan informasi di


antara pimpinan kementerian/lembaga/pemerintah daerah,
auditor ekstern dan intern, serta manajemen auditan.

Kegiatan audit intern harus mengevaluasi rancangan, implementasi, dan


efektivitas etika organisasi terkait dengan sasaran, program, dan
kegiatan, serta harus menilai pula apakah tata kelola teknologi informasi
auditan mendukung strategi dan tujuan auditan.

b) Manajemen Risiko

Kegiatan audit intern harus dapat mengevaluasi efektivitas dan


berkontribusi terhadap perbaikan proses manajemen risiko. Untuk
menentukan apakah proses manajemen risiko sudah efektif adalah
melalui hasil pertimbangan (judgment) dari penilaian auditor bahwa:

 tujuan auditan telah mendukung dan sejalan dengan visi dan misi
auditan;

 risiko yang signifikan telah diidentifikasi dan dinilai;

 tanggapan risiko yang tepat telah dipilih untuk menyelaraskan


risiko dengan risk appetite (selera risiko) auditan;

 informasi risiko yang relevan telah dipetakan dan dikomunikasikan


secara tepat waktu di seluruh auditan, yang memungkinkan staf,

Kode Etik dan Standar Audit Intern 51


manajemen auditan, dan pimpinan auditan melaksanakan
tanggung jawab masing‐masing.

Proses manajemen risiko dimonitor melalui kegiatan manajemen yang


berkelanjutan, evaluasi terpisah, atau keduanya. Kegiatan audit intern
harus dapat mengevaluasi potensi terjadinya fraud dan bagaimana
auditan mengelola risiko fraud. Selama penugasan consulting, auditor
harus mengatasi risiko sesuai dengan tujuan penugasan dan waspada
terhadap adanya risiko signifikan lainnya. Auditor harus memasukkan
pengetahuan tentang risiko yang diperoleh dari penugasan consulting ke
dalam evaluasi proses manajemen risiko auditan. Ketika membantu
manajemen dalam membangun atau meningkatkan proses manajemen
risiko, auditor harus menahan diri untuk mengambil alih fungsi dan
tanggung jawab manajemen.

c) Pengendalian Intern Pemerintah

Kegiatan audit intern harus dapat membantu auditan dalam


mempertahankan dan memperbaiki pengendalian yang efektif dengan
mengevaluasi efektivitas dan efisiensi serta dengan mendorong
perbaikan terus‐menerus. Kegiatan audit intern harus mengevaluasi
kecukupan dan efektivitas pengendalian intern pemerintah dalam
menanggapi risiko tata kelola auditan, operasi, dan sistem informasi
mengenai:

 pencapaian tujuan strategis auditan;

 keandalan dan integritas informasi keuangan dan operasional;

 efektivitas dan efisiensi operasi dan program;

 pengamanan aset;

 kepatuhan terhadap hukum, peraturan, kebijakan, prosedur, dan


kontrak.

52 2014 | P u s d i k l a t w a s B P K
P
Auditor harus memasukkan pengetahuan tentang pengendalian intern
yang diperoleh dari penugasan consulting dalam mengevaluasi proses
pengendalian intern auditan.

3) Perencanaan Penugasan Audit Intern

Auditor harus mengembangkan dan mendokumentasikan rencana untuk


setiap penugasan, termasuk tujuan, ruang lingkup, waktu, dan alokasi sumber
daya penugasan. Rencana penugasan audit intern dimaksudkan untuk
menjamin bahwa tujuan audit intern tercapai secara berkualitas, ekonomis,
efisien, dan efektif. Selain itu, auditor perlu mempertimbangkan berbagai hal
termasuk sistem pengendalian intern dan ketaatan auditan terhadap
peraturan perundang‐undangan, kecurangan, dan ketidakpatutan (abuse).
Auditor harus mendokumentasikan rencana untuk setiap penugasan audit
intern.

a) Pertimbangan dalam Perencanaan

Dalam merencanakan penugasan audit intern, auditor harus


mempertimbangkan berbagai hal, termasuk sistem pengendalian intern
dan ketidakpatuhan auditan terhadap peraturan perundang‐undangan,
kecurangan, dan ketidakpatutan (abuse). Hal‐hal yang perlu
dipertimbangkan adalah:

 laporan hasil audit intern sebelumnya serta tindak lanjut atas


rekomendasi yang material dan berkaitan dengan sasaran audit
intern yang sedang dilaksanakan;

 sasaran audit intern dan pengujian‐pengujian yang diperlukan


untuk mencapai sasaran audit intern tersebut;

 kriteria‐kriteria yang akan digunakan untuk mengevaluasi auditan,


program, aktivitas, atau fungsi yang diaudit;

 sistem pengendalian intern auditan, termasuk aspek‐aspek penting


lingkungan tempat beroperasinya auditan;

Kode Etik dan Standar Audit Intern 53


 pemahaman tentang hak dan kewajiban serta hubungan timbal
balik antara auditor dengan auditan, dan manfaat audit intern bagi
kedua pihak;

 pendekatan audit intern yang paling efisien dan efektif;

 bentuk, isi, dan pengguna laporan hasil audit intern.

Ketika merencanakan penugasan audit intern yang melibatkan pihak luar


APIP, auditor harus menetapkan pemahaman secara tertulis dengan
mereka tentang tujuan, ruang lingkup, tanggung jawab masing‐masing,
dan harapan lainnya, termasuk pembatasan distribusi hasil penugasan
audit intern dan akses ke catatan penugasan. Auditor harus membangun
pemahaman dengan klien penugasan consulting tentang sasaran, ruang
lingkup, tanggung jawab masing‐masing, dan harapan klien lainnya.
Untuk penugasan yang signifikan, pemahaman ini harus
didokumentasikan.

b) Penetapan Sasaran, Ruang Lingkup, Metodologi, dan Alokasi Sumber


Daya

Dalam membuat rencana penugasan audit intern, Auditor harus


menetapkan sasaran, ruang lingkup, metodologi, dan alokasi sumber
daya.

Sasaran

Sasaran penugasan audit adalah untuk menilai bahwa auditan telah


menjalankan kegiatannya secara ekonomis, efisien, dan efektif. Di
samping itu, sasaran audit juga untuk mendeteksi adanya kelemahan
sistem pengendalian intern serta adanya ketidakpatuhan terhadap
peraturan perundang‐undangan, kecurangan, dan ketidakpatutan
(abuse).

Sasaran penugasan consulting harus memberikan nilai tambah pada tata


kelola sektor publik, manajemen risiko, dan proses pengendalian sampai

54 2014 | P u s d i k l a t w a s B P K
P
batas yang disepakati dengan klien. Sasaran penugasan consulting harus
konsisten dengan nilai‐nilai APIP, strategi, dan sasarannya.

Ruang Lingkup

Agar sasaran audit tercapai, maka auditor harus menetapkan ruang


lingkup penugasan yang memadai. Ruang lingkup audit meliputi aspek
keuangan dan operasional auditan. Oleh karena itu, auditor akan
memeriksa semua buku, catatan, laporan, aset maupun personalia untuk
memeriksa kinerja auditan pada periode yang diperiksa.

Dalam melakukan penugasan consulting, auditor harus memastikan


bahwa lingkup penugasan cukup untuk sasaran yang disepakati. Jika
auditor mengembangkan syarat tertentu tentang ruang lingkup saat
penugasan, syarat ini harus dibicarakan dengan klien untuk menentukan
apakah akan melanjutkan dengan penugasan. Selama penugasan
consulting, auditor harus mengawasi pengendalian yang konsisten
dengan sasaran penugasan dan waspada terhadap masalah
pengendalian yang signifikan.

Metodologi

Untuk mencapai sasaran audit berdasarkan ruang lingkup audit yang


telah ditetapkan, auditor harus menggunakan metodologi audit yang
meliputi antara lain:

 penetapan waktu yang sesuai untuk melaksanakan prosedur audit


intern tertentu;

 penetapan jumlah bukti yang akan diuji;

 penggunaan teknologi audit intern yang sesuai seperti teknik


sampling dan pemanfaatan komputer untuk alat bantu audit
intern;

 pembandingan dengan peraturan perundang‐undangan yang


berlaku;

Kode Etik dan Standar Audit Intern 55


 perancangan prosedur audit intern untuk mendeteksi terjadinya
penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang‐undangan,
kecurangan dan, ketidakpatutan (abuse).

Alokasi Sumber Daya

Auditor harus menentukan sumber daya yang sesuai untuk mencapai


sasaran dalam penugasan audit intern. Penugasan auditor harus
didasarkan pada evaluasi atas sifat dan kompleksitas penugasan,
keterbatasan waktu, dan ketersediaan sumber daya.

Audit harus dilaksanakan oleh sebuah tim yang secara kolektif harus
mempunyai kompetensi yang diperlukan untuk melaksanakan audit
intern. Oleh karena itu, pimpinan APIP harus mengalokasikan auditor
yang mempunyai latar belakang pendidikan formal, pengetahuan,
keahlian dan keterampilan, kompetensi lain serta pengalaman sesuai
dengan kebutuhan audit.

c) Program Kerja Penugasan

Auditor harus mengembangkan dan mendokumentasikan program kerja


penugasan untuk mencapai tujuan penugasan. Program kerja penugasan
audit intern harus mencakup prosedur untuk mengidentifikasi,
menganalisis, mengevaluasi, dan mendokumentasikan informasi selama
penugasan, termasuk metodologi yang digunakan, misalnya audit
berbasis teknologi dan teknik sampling. Program kerja penugasan harus
direviu dan disetujui sebelum pelaksanaannya, dan setiap penyesuaian
harus mendapat persetujuan segera. Program kerja untuk penugasan
consulting dapat bervariasi bentuk dan isinyatergantung pada sifat
penugasan.

d) Evaluasi terhadap Sistem Pengendalian Intern

Auditor harus memahami rancangan sistem pengendalian intern dan


menguji penerapannya serta memberikan rekomendasi yang diperlukan.

56 2014 | P u s d i k l a t w a s B P K
P
Auditor harus mempunyai pemahaman atas sistem pengendalian intern
auditan dan mempertimbangkan apakah prosedur‐prosedur sistem
pengendalian intern telah dirancang dan diterapkan secara memadai.
Pemahaman atas rancangan sistem pengendalian intern digunakan
untuk menentukan saat dan jangka waktu serta penentuan prosedur
yang diperlukan dalam pelaksanaan audit intern. Oleh karena itu, auditor
harus memasukkan pengujian atas sistem pengendalian intern auditan
dalam prosedur audit internnya.

Pemahaman atas sistem pengendalian intern dapat dilakukan melalui


permintaan keterangan, pengamatan, inspeksi catatan dan dokumen,
atau reviu laporan pihak lain.

e) Evaluasi atas Ketidakpatuhan Auditan terhadap Peraturan Perundang‐


undangan, Kecurangan, dan Ketidakpatutan (Abuse)

Auditor harus merancang audit internnya untuk mendeteksi adanya


ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang‐undangan, kecurangan,
dan ketidakpatutan (abuse).

Dalam merencanakan pengujian untuk mendeteksi adanya


ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang‐undangan, auditor harus
mempertimbangkan dua faktor berikut, yaitu rumitnya peraturan
perundang‐undangan yang dimaksud dan masih barunya peraturan
perundang‐undangan tersebut.

Auditor harus mempertimbangkan risiko terjadinya kecurangan (fraud)


yang berpengaruh secara signifikan terhadap tujuan audit intern. Faktor‐
faktor terjadinya kecurangan yang harus diperhatikan oleh auditor
adalah keinginan atau tekanan yang dialami seseorang untuk melakukan
kecurangan, kesempatan yang memungkinkan terjadinya kecurangan,
dan sifat atau alasan seseorang untuk melakukan kecurangan.

Ketidakpatutan (abuse) bisa terjadi tetapi tidak ada pelanggaran


terhadap peraturan perundang‐undangan. Auditor harus
mempertimbangkan risiko terjadinya ketidakpatutan (abuse) yang

Kode Etik dan Standar Audit Intern 57


berpengaruh secara signifikan terhadap tujuan audit intern. Meskipun
demikian, auditor harus mempertimbangkan secara hati‐hati karena
terjadinya ketidakpatutan (abuse) ini bersifat subjektif.

Auditor harus menggunakan pertimbangan profesional untuk


mendeteksi kemungkinan adanya ketidakpatuhan terhadap peraturan
perundang‐undangan, kecurangan, dan ketidakpatutan (abuse). Dalam
kondisi tertentu, auditor, sesuai mekanisme intern APIP, diwajibkan
untuk melaporkan indikasi terjadinya ketidakpatuhan terhadap
peraturan perundang‐undangan, kecurangan, dan ketidakpatutan
(abuse) ini kepada pihak‐pihak tertentu sesuai dengan peraturan
perundang‐undangan.

4) Pelaksanaan Penugasan Audit Intern

Auditor harus mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi, dan


mendokumentasikan informasi yang memadai untuk mencapai tujuan
penugasan audit intern.

a) Mengidentifikasi Informasi

Auditor harus mengidentifikasi informasi audit intern yang cukup,


kompeten, dan relevan. Informasi yang dikumpulkan oleh auditor akan
digunakan untuk mendukung simpulan, fakta, serta rekomendasi yang
terkait.

Informasi yang cukup, berkaitan dengan jumlah informasi yang dapat


dijadikan dasar untuk penarikan suatu simpulan. Untuk menentukan
kecukupan informasi, auditor harus menerapkan pertimbangan
keahliannya secara profesional dan objektif.

Informasi disebut kompeten jika informasi tersebut sah dan dapat


diandalkan untuk menjamin kesesuaian dengan faktanya. Informasi yang
sah adalah Informasi yang memenuhi persyaratan hukum dan peraturan
perundang‐undangan. Informasi yang dapat diandalkan berkaitan
dengan sumber dan cara perolehan Informasi.

58 2014 | P u s d i k l a t w a s B P K
P
Informasi disebut relevan jika Informasi tersebut secara logis
mendukung atau menguatkan pendapat atau argumen yang
berhubungan dengan tujuan dan simpulan.

Auditor dapat menggunakan tenaga ahli apabila pengetahuan dan


pengalamannya tidak memadai untuk mendapatkan informasi yang
cukup, kompeten, dan relevan. Untuk memahami apakah hasil kerja
tenaga ahli dapat mendukung simpulan, auditor harus mempelajari
metode atau asumsi yang digunakan oleh tenaga ahli tersebut.

b) Menganalisis dan Mengevaluasi Informasi

Auditor harus mendasarkan simpulan dan hasil penugasan audit intern


pada analisis dan evaluasi informasi yang tepat. Selain untuk mendukung
simpulan auditor dan hasil penugasan audit intern, informasi yang
diidentifikasi, dianalisis, dan dievaluasi meliputi pula informasi yang
mendukung adanya kelemahan dalam sistem pengendalian intern serta
informasi yang mendukung adanya ketidakpatuhan terhadap peraturan
perundang‐undangan, kecurangan, dan ketidakpatutan (abuse).

c) Mendokumentasikan Informasi

Auditor harus menyiapkan dan menatausahakan pendokumentasian


informasi audit intern dalam bentuk kertas kerja audit intern. Informasi
harus didokumentasikan dan disimpan secara tertib dan sistematis agar
dapat secara efektif diambil kembali, dirujuk, dan dianalisis. Informasi
yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan audit
intern harus berisi informasi yang cukup untuk memungkinkan auditor
yang berpengalaman tetapi tidak mempunyai hubungan dengan audit
tersebut dapat memastikan bahwa informasi tersebut dapat menjadi
informasi yang mendukung simpulan, fakta, dan rekomendasi auditor.

Bentuk dan isi informasi harus dirancang secara tepat sehingga sesuai
dengan kondisi masing‐masing penugasan atau jenis audit intern.
Informasi harus menggambarkan catatan penting mengenai penugasan

Kode Etik dan Standar Audit Intern 59


audit intern yang dilaksanakan oleh auditor sesuai dengan Standar Audit
dan simpulan auditor. Kuantitas, jenis, dan isi informasi audit intern
didasarkan atas pertimbangan profesional auditor. Informasi harus
berisi:

 sasaran, lingkup, dan metodologi audit intern, termasuk kriteria


pengambilan uji petik (sampling) yang digunakan;

 dokumentasi penugasan yang dilakukan digunakan untuk


mendukung pertimbangan profesional dan fakta yang ditemukan;

 informasi tentang reviu dan supervisi terhadap penugasan yang


dilakukan;

 penjelasan auditor mengenai Standar Audit yang tidak diterapkan,


apabila ada, alasan, dan akibatnya.

Penyusunan dokumentasi informasi harus cukup rinci untuk memberikan


pengertian yang jelas tentang sasaran, sumber, dan simpulan yang
dibuat oleh auditor, dan harus diatur secara jelas sehingga ada
hubungan antara fakta dengan simpulan yang ada dalam laporan hasil
audit intern. Setiap kertas kerja audit intern harus direviu secara
berjenjang untuk memastikan bahwa kertas kerja audit intern telah
disusun dan memuat semua informasi yang berkaitan dengan
pelaksanaan program kerja penugasan.

Pimpinan APIP harus menetapkan kebijakan dan prosedur yang wajar


mengenai pengamanan dan penyimpanan informasi audit intern selama
waktu tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang‐
undangan. Dokumentasi informasi memungkinkan dilakukannya reviu
terhadap kualitas pelaksanaan audit intern, yaitu dengan memberikan
informasi tersebut kepada pereviu, baik dalam bentuk dokumen tertulis
maupun dalam format elektronik. Apabila informasi audit intern hanya
disimpan secara elektronik, pimpinan APIP harus yakin bahwa informasi
elektronik tersebut dapat diakses sepanjang periode penyimpanan yang
ditetapkan dan akses terhadap informasi elektronik tersebut dijaga
secara memadai.

60 2014 | P u s d i k l a t w a s B P K
P
Pimpinan APIP harus mengembangkan kebijakan yang mengatur
pengamanan dan retensi catatan penugasan consulting, serta
pendistribusiannya kepada pihak intern dan ekstern. Kebijakan ini harus
konsisten dengan pedoman APIP dan persyaratan peraturan lainnya
yang terkait.

d) Supervisi Penugasan

Pada setiap tahap penugasan audit intern, auditor harus disupervisi


secara memadai untuk memastikan tercapainya sasaran, terjaminnya
kualitas, dan meningkatnya kompetensi auditor. Supervisi merupakan
tindakan yang terus‐menerus selama penugasan audit intern, mulai dari
perencanaan hingga dikomunikasikannya hasil akhir audit intern.

Supervisi harus diarahkan baik terhadap substansi maupun metodologi


audit intern dengan tujuan antara lain untuk mengetahui:

 pemahaman tim audit intern atas rencana audit intern;

 kesesuaian pelaksanaan penugasan audit intern dengan standar


audit;

 kelengkapan informasi yang terkandung dalam kertas kerja audit


intern untuk mendukung simpulan dan rekomendasi sesuai dengan
jenis audit intern;

 kelengkapan dan akurasi laporan hasil audit intern, yang terutama


mencakup simpulan dan rekomendasi sesuai dengan jenis audit
intern.

Semua penugasan audit intern harus direviu secara berjenjang sebelum


hasil akhir audit intern dikomunikasikan. Reviu secara berjenjang dan
periodik dilakukan untuk memastikan bahwa:

 tim audit intern memahami sasaran dan rencana audit intern;

 audit intern dilaksanakan sesuai dengan standar audit;

 prosedur audit intern telah diikuti;

Kode Etik dan Standar Audit Intern 61


 kertas kerja audit intern memuat informasi yang mendukung fakta,
simpulan, dan rekomendasi; dan sasaran audit telah dicapai.

d. Standar Komunikasi Audit Intern

1) Komunikasi Hasil Penugasan Audit Intern

Auditor harus mengomunikasikan hasil penugasan audit intern. Komunikasi


hasil penugasan audit intern antara lain berguna untuk:

 mengomunikasikan hasil penugasan audit intern kepada auditan dan


pihak lain yang berwenang berdasarkan peraturan perundang‐undangan;

 menghindari kesalahpahaman atas hasil penugasan audit intern;

 menjadi bahan untuk melakukan tindakan perbaikan bagi auditan dan


instansi terkait;

 memudahkan pemantauan tindak lanjut untuk menentukan pengaruh


tindakan perbaikan yang semestinya telah dilakukan.

a) Kriteria Komunikasi Hasil Penugasan Audit Intern

Komunikasi hasil penugasan audit intern harus mencakup sasaran dan


ruang lingkup penugasan audit intern serta pendapat auditor
dan/simpulan yang berlaku, rekomendasi, dan rencana aksi. Pendapat
dan/atau simpulan harus mempertimbangkan harapan auditan dan para
pemangku kepentingan lainnya dan harus didukung oleh informasi yang
cukup, kompeten, relevan, dan berguna. Dalam komunikasi hasil
penugasan audit intern, auditor didorong untuk mengakui kinerja yang
memuaskan. Dalam menerbitkan hasil penugasan audit intern,
komunikasi harus mencakup pembatasan distribusi dan penggunaan
hasil. Komunikasi kemajuan dan hasil dari penugasan consulting
bervariasi dalam bentuk dan isi tergantung pada sifat penugasan dan
kebutuhan klien.

62 2014 | P u s d i k l a t w a s B P K
P
b) Komunikasi atas Kelemahan Sistem Pengendalian Intern

Auditor harus melaporkan adanya kelemahan atas sistem pengendalian


intern auditan. Kelemahan atas sistem pengendalian intern yang
dilaporkan adalah yang mempunyai pengaruh signifikan. Sedangkan
kelemahan yang tidak signifikan cukup disampaikan kepada auditan
dalam bentuk surat (management letter).

c) Komunikasi atas Ketidakpatuhan Auditan terhadap Peraturan


Perundang‐undangan, Kecurangan, dan Ketidakpatutan (Abuse)

Apabila berdasarkan informasi yang diperoleh, auditor menyimpulkan


bahwa telah terjadi ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang‐
undangan, kecurangan, dan ketidakpatutan (abuse), auditor harus
mengomunikasikan hal tersebut. Apabila peraturan perundang‐
undangan mengatur bahwa APIP harus segera melaporkan, maka auditor
harus segera melaporkan sesuai dengan ketentuan internal APIP tanpa
harus menunggu laporan hasil audit diselesaikan. Auditor dapat
menggunakan bantuan konsultan hukum untuk menentukan apakah
telah terjadi ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang‐undangan
dan kecurangan serta berkonsultasi tentang mekanisme pelaporannya.

d) Kualitas Komunikasi

Komunikasi hasil penugasan audit intern harus tepat waktu, lengkap,


akurat, objektif, meyakinkan, konstruktif, jelas, ringkas, dan singkat.
Komunikasi yang tepat waktu berarti tepat dan bijaksana, tergantung
pada pentingnya masalah, dan memungkinkan manajemen untuk
mengambil tindakan korektif yang tepat. Informasi berupa laporan hasil
penugasan audit intern jika dibuat dengan hati‐hati tetapi terlambat
disampaikan, nilainya menjadi kurang bagi pengguna hasil penugasan
audit intern. Oleh karena itu, auditor harus mengomunikasikan hasil
penugasan audit intern dengan semestinya dan melakukan audit intern
berdasar pemikiran tersebut.

Kode Etik dan Standar Audit Intern 63


Selama penugasan audit intern berlangsung, auditor dapat
mengomunikasikan fakta yang ditemukan secara lisan dengan auditan.
Auditor juga harus mempertimbangkan perlunya laporan hasil
penugasan audit intern sementara untuk hal yang material kepada
auditan dan/atau kepada pihak lain yang terkait. Laporan hasil
penugasan audit intern sementara tersebut bukan merupakan pengganti
laporan hasil penugasan audit intern akhir, tetapi mengingatkan kepada
pejabat terkait terhadap hal yang membutuhkan perhatian segera dan
memungkinkan pejabat tersebut untuk memperbaikinya sebelum
laporan hasil penugasan audit intern akhir diselesaikan.

Komunikasi lengkap, artinya tidak kekurangan apapun hal yang penting


dan mencakup semua informasi penting dan relevan serta pengamatan
untuk mendukung rekomendasi dan simpulan. Agar hasil audit intern
menjadi lengkap maka harus memuat semua informasi dari informasi
audit intern yang dibutuhkan untuk memenuhi sasaran audit intern,
memberikan pemahaman yang benar dan memadai atas hal yang
dilaporkan, dan memenuhi persyaratan isi laporan hasil penugasan audit
intern. Hal ini juga berarti bahwa hasil penugasan audit intern harus
memasukkan informasi mengenai latar belakang permasalahan secara
memadai, harus memberikan perspektif yang wajar mengenai aspek
kedalaman dan signifikansi fakta yang ditemukan dalam audit intern
seperti hubungan antara fakta dengan kegiatan auditan. Hal ini
diperlukan agar pembaca memperoleh pemahaman yang benar dan
memadai.

Umumnya, satu kasus kekurangan/kelemahan saja tidak cukup untuk


mendukung suatu simpulan yang luas atau rekomendasi yang
berhubungan dengan simpulan tersebut. Satu kasus itu hanya dapat
diartikan sebagai adanya kelemahan, kesalahan, atau kekurangan data
pendukung oleh karenanya informasi yang terinci perlu diungkapkan
dalam hasil penugasan audit intern untuk meyakinkan pengguna laporan
hasil penugasan audit intern tersebut.

64 2014 | P u s d i k l a t w a s B P K
P
Komunikasi yang akurat artinya bebas dari kesalahan dan distorsi dan
sesuai dengan fakta‐fakta yang mendasari. Perlunya keakuratan
didasarkan atas kebutuhan untuk memberikan keyakinan kepada
pengguna bahwa apa yang dilaporkan memiliki kredibilitas dan dapat
diandalkan. Satu ketidakakuratan dalam laporan hasil penugasan audit
intern dapat menimbulkan keraguan atas keandalan hasil penugasan
audit intern dan dapat mengalihkan perhatian pengguna dari substansi
laporan. Demikian pula, laporan hasil penugasan audit intern yang tidak
akurat dapat merusak kredibilitas APIP yang menerbitkan laporan dan
mengurangi efektivitas laporan hasil penugasan audit intern.

Laporan hasil penugasan audit intern harus memuat informasi, yang


didukung oleh bukti yang cukup, kompeten, dan relevan dalam kertas
kerja audit intern. Apabila terdapat data yang material terhadap fakta
yang ditemukan tetapi auditor tidak melakukan pengujian terhadap data
tersebut, maka auditor harus secara jelas menunjukkan dalam laporan
bahwa data tersebut tidak diperiksa dan tidak membuat simpulan atau
rekomendasi berdasarkan data tersebut. Bukti yang dicantumkan dalam
laporan hasil penugasan audit intern harus masuk akal dan
mencerminkan kebenaran mengenai masalah yang dilaporkan.
Penggambaran yang benar berarti penjelasan secara akurat tentang
lingkup dan metodologi, serta penyajian fakta yang konsisten dengan
lingkup audit intern.

Salah satu cara untuk meyakinkan bahwa hasil penugasan audit intern
telah memenuhi standar pelaporan adalah dengan menggunakan proses
pengendalian mutu, seperti proses referensi. Proses referensi adalah
proses dimana seorang auditor yang tidak terlibat dalam proses audit
tersebut menguji bahwa suatu fakta, angka, atau tanggal telah
dilaporkan dengan benar, bahwa fakta telah didukung dengan
dokumentasi audit, dan bahwa simpulan dan rekomendasi secara logis
didasarkan pada data pendukung.

Komunikasi yang objektif adalah adil, tidak memihak, tidak bias, serta
merupakan hasil dari penilaian adil dan seimbang dari semua fakta dan

Kode Etik dan Standar Audit Intern 65


keadaan yang relevan. Kredibilitas suatu laporan ditentukan oleh
penyajian bukti yang tidak memihak, sehingga pengguna laporan hasil
audit dapat diyakinkan oleh fakta yang disajikan. Laporan hasil audit
harus adil dan tidak menyesatkan. Ini berarti auditor harus menyajikan
hasil audit secara netral dan menghindari kecenderungan melebih‐
lebihkan kekurangan yang ada. Dalam menjelaskan kekurangan suatu
kinerja, auditor harus menyajikan penjelasan pejabat yang bertanggung
jawab, termasuk pertimbangan atas kesulitan yang dihadapi entitas yang
diperiksa.

Redaksi laporan harus mendorong pengambil keputusan untuk bertindak


atas dasar fakta dan rekomendasi auditor. Meskipun fakta yang
ditemukan auditor harus disajikan dengan jelas dan terbuka, auditor
harus ingat bahwa salah satu tujuannya adalah untuk meyakinkan. Cara
terbaik untuk itu adalah dengan menghindari bahasa laporan yang
menimbulkan adanya sikap membela diri dan menentang dari entitas
yang diaudit. Meskipun kritik terhadap kinerja yang telah lalu seringkali
dibutuhkan, namun laporan hasil audit intern harus menekankan
perlunya perbaikan di masa depan. Agar meyakinkan, maka hasil
penugasan audit intern harus dapat menjawab sasaran audit,
menyajikan fakta, simpulan, dan rekomendasi yang logis. Informasi yang
disajikan harus cukup meyakinkan pengguna untuk mengakui validitas
fakta tersebut dan manfaat penerapan rekomendasi. Laporan yang
disusun dengan cara ini dapat membantu pejabat yang bertanggung
jawab untuk memusatkan perhatiannya atas hal yang memerlukan
perhatian, dan dapat membantu untuk melakukan perbaikan sesuai
rekomendasi dalam laporan hasil audit.

Komunikasi konstruktif adalah komunikasi yang membantu auditan dan


mengarahkan pada perbaikan yang diperlukan.

Komunikasi yang jelas adalah yang mudah dipahami dan logis,


menghindari bahasa teknis yang tidak perlu dan menyediakan semua
informasi yang signifikan dan relevan. Laporan harus mudah dibaca dan
dipahami. Laporan harus ditulis dengan bahasa yang jelas dan

66 2014 | P u s d i k l a t w a s B P K
P
sesederhana mungkin. Penggunaan bahasa yang lugas dan tidak teknis
sangat penting untuk menyederhanakan penyajian. Jika digunakan istilah
teknis, singkatan, dan akronim yang tidak begitu dikenal, maka hal itu
harus didefinisikan dengan jelas. Akronim agar digunakan sejarang
mungkin. Apabila diperlukan, auditor dapat membuat ringkasan laporan
untuk menyampaikan informasi yang penting sehingga diperhatikan oleh
pengguna laporan. Ringkasan tersebut memuat jawaban terhadap
sasaran audit, fakta‐fakta yang paling material, dan rekomendasi.

Pengorganisasian laporan secara logis, keakuratan, dan ketepatan dalam


menyajikan fakta, merupakan hal yang penting untuk memberi kejelasan
dan pemahaman bagi pengguna laporan. Penggunaan judul, subjudul,
dan kalimat topik (utama) akan membuat laporan lebih mudah dibaca
dan dipahami. Alat bantu visual (seperti gambar, bagan, grafik, dan peta)
dapat digunakan untuk menjelaskan dan memberikan resume terhadap
suatu masalah yang rumit.

Komunikasi yang singkat adalah langsung ke titik masalah dan


menghindari elaborasi yang tidak perlu, detail berlebihan, redundancy,
dan membuang‐buang kata.

Laporan yang ringkas adalah laporan yang tidak lebih panjang daripada
yang diperlukan untuk menyampaikan dan mendukung pesan. Laporan
yang terlalu rinci dapat menurunkan kualitas laporan, bahkan dapat
menyembunyikan pesan yang sesungguhnya dan dapat membingungkan
atau mengurangi minat pembaca. Pengulangan yang tidak perlu juga
harus dihindari. Meskipun banyak peluang untuk mempertimbangkan isi
laporan, laporan yang lengkap tetapi ringkas, akan mencapai hasil yang
lebih baik.

Kesalahan dan Kelalaian

Jika komunikasi hasil akhir mengandung kesalahan atau kelalaian yang


signifikan, pimpinan APIP harus mengomunikasikan informasi yang telah
diperbaiki kepada semua pihak yang telah menerima komunikasi hasil
akhir sebelumnya.

Kode Etik dan Standar Audit Intern 67


e) Metodologi, Bentuk, Isi, dan Frekuensi Komunikasi

Komunikasi audit harus dibuat secara tertulis berupa laporan dan harus
segera, yaitu pada kesempatan pertama setelah berakhirnya
pelaksanaan audit. Komunikasi audit intern harus dibuat secara tertulis
untuk menghindari kemungkinan salah tafsir atas simpulan, fakta, dan
rekomendasi auditor. Keharusan membuat komunikasi secara tertulis
tidak berarti membatasi atau mencegah komunikasi lisan dengan
auditan selama proses audit berlangsung. Pembuatan komunikasi audit
secara tertulis dapat dilakukan secara berkala (interim) sebelum
selesainya penugasan/pekerjaan lapangan untuk memenuhi kebutuhan
informasi hasil pengawasan yang mendesak bagi stakeholders.

Komunikasi audit intern melalui laporan hasil audit intern, harus dibuat
dalam bentuk dan isi yang dapat dimengerti oleh auditan dan pihak lain
yang terkait. Bentuk laporan pada dasarnya bisa berbentuk surat atau
bab. Bentuk surat digunakan apabila dari hasil audit tidak diketemukan
banyak fakta yang signifikan. Sedangkan bentuk bab digunakan apabila
dari hasil audit ditemukan banyak fakta dan/atau signifikan. Laporan
hasil penugasan audit intern, baik bentuk surat maupun bab, setidaknya
harus memuat:

(1) dasar pelaksanaan audit intern;

(2) identifikasi auditan;

(3) tujuan/sasaran, lingkup, dan metodologi audit intern;

(4) pernyataan bahwa penugasan dilaksanakan sesuai dengan standar


audit;

(5) kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi;

(6) hasil audit intern berupa simpulan, fakta, dan rekomendasi;

(7) tanggapan dari pejabat auditan yang bertanggung jawab;

(8) pernyataan adanya keterbatasan dalam audit serta pihak‐pihak


yang menerima laporan;

(9) pelaporan informasi rahasia, apabila ada.

68 2014 | P u s d i k l a t w a s B P K
P
Adanya kelemahan dalam sistem pengendalian intern serta adanya
ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang‐undangan, kecurangan,
dan ketidakpatutan (abuse) disajikan sebagai bagian dari pengungkapan
fakta.

f) Tanggapan Auditan

Auditor harus meminta tanggapan/pendapat auditan terhadap simpulan,


fakta, dan rekomendasi, termasuk tindakan perbaikan yang
direncanakan, secara tertulis dari pejabat auditan yang bertanggung
jawab. Tanggapan tersebut harus dievaluasi dan dipahami secara
seimbang dan objektif, serta disajikan secara memadai dalam laporan
hasil audit intern. Tanggapan yang diberikan, seperti janji atau rencana
tindakan perbaikan, harus dicantumkan dalam laporan hasil audit intern,
tetapi tidak dapat diterima sebagai pembenaran untuk menghilangkan
fakta dan rekomendasi yang berhubungan dengan fakta tersebut.

Auditor harus melaporkan tanggapan pejabat auditan yang bertanggung


jawab mengenai simpulan, fakta, dan rekomendasi auditor, serta
perbaikan yang direncanakan. Salah satu cara yang paling efektif untuk
memastikan bahwa suatu laporan hasil audit intern dipandang adil,
lengkap, dan objektif adalah adanya reviu dan tanggapan dari pejabat
yang bertanggung jawab, sehingga dapat diperoleh suatu laporan yang
tidak hanya mengemukakan fakta dan pendapat auditor saja, melainkan
memuat pula pendapat dan rencana yang akan dilakukan oleh pejabat
yang bertanggung jawab tersebut. Apabila tanggapan dari auditan
bertentangan dengan simpulan, fakta, dan rekomendasi dalam laporan
hasil audit intern, dan menurut pendapat auditor tanggapan tersebut
tidak benar, maka auditor harus menyampaikan ketidaksetujuannya atas
tanggapan tersebut beserta alasannya secara seimbang dan objektif.
Sebaliknya, auditor harus memperbaiki laporannya, apabila auditor
berpendapat bahwa tanggapan tersebut benar.

Kode Etik dan Standar Audit Intern 69


g) Kesesuaian dengan Standar Audit

Auditor diharuskan untuk menyatakan dalam setiap laporan bahwa


kegiatannya “dilaksanakan sesuai dengan standar”. Apabila terdapat
ketidaksesuaian dengan Standar Audit yang berdampak pada suatu
penugasan audit, komunikasi hasil audit harus mengungkapkan:

(1) prinsip atau aturan pelaksanaan Standar Audit yang tidak tercapai;

(2) alasan mengapa terjadi ketidaksesuaian;

(3) dampak dari pengomunikasian atas ketidaksesuaian pada


penugasan dan hasil penugasan audit.

h) Pendistribusian Hasil Audit Intern

Auditor harus mengomunikasikan dan mendistribusikan hasil penugasan


audit intern kepada pihak yang tepat, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang‐undangan. Pengomunikasian hasil penugasan
audit intern harus dilaksanakan tepat waktu kepada pemberi tugas dan
pihak yang berkepentingan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang‐undangan. Namun, dalam hal yang diaudit merupakan
rahasia negara maka untuk tujuan keamanan atau karena adanya
larangan untuk disampaikan kepada pihak‐pihak tertentu atas dasar
ketentuan peraturan perundang‐undangan, auditor dapat membatasi
pendistribusian hasil audit.

Apabila audit dihentikan sebelum masa auditnya berakhir, tetapi auditor


tidak mengeluarkan laporan hasil audit, maka auditor harus membuat
catatan yang mengikhtisarkan hasil auditnya sampai tanggal penghentian
dan menjelaskan alasan penghentian audit tersebut. Auditor juga harus
mengomunikasikan secara tertulis alasan penghentian audit tersebut
kepada auditan dan pejabat lain yang berwenang.

70 2014 | P u s d i k l a t w a s B P K
P
2) Pemantauan Tindak Lanjut

Auditor harus memantau dan mendorong tindak lanjut atas simpulan, fakta,
dan rekomendasi audit. Auditor harus mendokumentasikan fakta untuk
keperluan pemantauan tindak lanjut dan memutakhirkan fakta sesuai dengan
informasi tentang tindak lanjut yang telah dilaksanakan auditan. Pemantauan
dan penilaian tindak lanjut bertujuan untuk memastikan bahwa tindakan yang
tepat telah dilaksanakan oleh auditan sesuai rekomendasi.

Manfaat audit intern tidak hanya terletak pada banyaknya fakta yang
dilaporkan, namun juga terletak pada efektivitas tindak lanjut rekomendasi
tersebut. Rekomendasi yang tidak ditindaklanjuti dapat merupakan indikasi
lemahnya pengendalian auditan dalam mengelola sumber daya yang
diserahkan kepadanya. Apabila auditan telah menindaklanjuti rekomendasi
dengan cara yang berlainan dengan rekomendasi yang diberikan, auditor harus
menilai efektivitas penyelesaian tindak lanjut tersebut. Auditor tidak harus
memaksakan rekomendasinya ditindaklanjuti namun harus dapat menerima
langkah lain yang ternyata lebih efektif.

Pada saat pelaksanaan kegiatan audit intern, auditor harus memeriksa tindak
lanjut atas rekomendasi audit intern sebelumnya. Apabila terdapat
rekomendasi yang belum ditindaklanjuti, auditor harus memperoleh
penjelasan yang cukup mengenai sebab rekomendasi belum dilaksanakan, dan
selanjutnya auditor wajib mempertimbangkan kejadian tersebut dalam
program kerja penugasan yang akan disusun. Demikian pula terhadap tindak
lanjut yang sudah dilaksanakan harus pula menjadi perhatian dalam
penyusunan program kerja penugasan. Auditor harus menilai pengaruh
simpulan, fakta, dan rekomendasi yang tidak atau belum ditindaklanjuti
terhadap simpulan atau pendapat atas audit intern yang sedang dilaksanakan.

Kode Etik dan Standar Audit Intern 71


C. STANDAR PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA (SPKN)

Selain standar audit yang telah dibicarakan di atas, terdapat Standar Pemeriksaan Keuangan
Negara yang diterbitkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia melalui Peraturan
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 pada bulan Januari 2007
yang memiliki landasan dan referensi berikut.

1. Landasan Peraturan Perundang‐undangan:

a. Undang‐Undang Dasar RI Tahun 1945;

b. Undang‐Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;

c. Undang‐Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara ;

d. Undang‐Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan


Tanggung Jawab Keuangan Negara;

e. Undang‐Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.

2. Referensi:

 Standar Audit Pemerintahan, Badan Pemeriksa Keuangan RI Tahun 1995;

 Generally Accepted Government Auditing Standards (GAGAS) 2003 Revision, United


States Government Accountability Office;

 Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), 2001, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI);

 Auditing Standards, International Organization of Supreme Audit Institutions


(INTOSAI), Latest Ammendment 1995;

 Generally Accepted Auditing Standards (GAAS), AICPA, 2002;

 Internal Control Standards, INTOSAI, 2001;

 Standards for the Professional Practice of Internal Auditing, Latest Revision


December 2003.

72 2014 | P u s d i k l a t w a s B P K
P
Standar pemeriksaan ini berlaku untuk semua pemeriksaan yang dilaksanakan terhadap entitas,
program, kegiatan serta fungsi yang berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara. Dengan demikian, maka standar pemeriksaan ini berlaku untuk:

 BPK;

 akuntan publik atau pihak lainnya yang melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara, untuk dan atas nama BPK;

 aparat pengawas intern pemerintah termasuk satuan pengawasan intern maupun pihak
lainnya sebagai acuan dalam menyusun standar pengawasan sesuai dengan kedudukan,
tugas, dan fungsinya.

Standar Pemeriksaan Keuangan Negara memuat 7 (tujuh) butir Pernyataan Standar


Pemeriksaan berikut.

1. Standar Umum

2. Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan

3. Standar Pelaporan Pemeriksaan Keuangan

4. Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja

5. Standar Pelaporan Pemeriksaan Kinerja

6. Standar Pelaksanaan Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu

7. Standar Pelaporan Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu

Pernyataan Standar Pemeriksaan Nomor 1 tentang Standar Umum mengatur kriteria yang
bersifat umum untuk melaksanakan pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan
pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Standar ini berkaitan dengan ketentuan mendasar untuk
menjamin kredibilitas hasil pemeriksaan. Standar ini juga memberikan kerangka dasar untuk
dapat menerapkan standar pelaksanaan dan standar pelaporan secara efektif. Cakupan standar
umum mengatur hal‐hal berikut:

1. persyaratan kemampuan/keahlian;

2. independensi;

3. penggunaan kemahiran profesional secara cermat dan seksama;

4. pengendalian mutu.

Kode Etik dan Standar Audit Intern 73


Pernyataan Standar Pemeriksaan Nomor 2 tentang Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan
mengatur hal‐hal berikut:

1. hubungan dengan Standar Profesional Akuntan Publik;

2. komunikasi pemeriksa;

3. pertimbangan terhadap hasil pemeriksaan sebelumnya;

4. merancang pemeriksaan untuk mendeteksi terjadinya penyimpangan dari ketentuan


peraturan perundang‐undangan, kecurangan (fraud), serta ketidakpatutan (abuse);

5. pengembangan temuan pemeriksaan;

6. dokumentasi pemeriksaan.

Pernyataan Standar Pemeriksaan Nomor 3 tentang Standar Pelaporan Pemeriksaan Keuangan


mengatur hal‐hal berikut:

1. hubungan dengan Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia;

2. pernyataan kepatuhan terhadap standar pemeriksaan;

3. pelaporan tentang kepatuhan terhadap peraturan perundang‐undangan;

4. pelaporan tentang pengendalian intern;

5. pelaporan tanggapan dari pejabat yang bertanggung jawab;

6. pelaporan informasi rahasia;

7. penerbitan dan pendistribusian laporan hasil pemeriksaan.

Pernyataan Standar Pemeriksaan Nomor 4 tentang Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja


mengatur hal‐hal berikut:

1. perencanaan,

2. supervisi,

3. bukti, dan

4. dokumentasi pemeriksaan.

74 2014 | P u s d i k l a t w a s B P K
P
Pernyataan Standar Pemeriksaan Nomor 5 tentang Standar Pelaporan Pemeriksaan Kinerja
mengatur hal‐hal berikut:

1. bentuk;

2. isi laporan;

3. unsur‐unsur kualitas laporan;

4. penerbitan dan pendistribusian laporan hasil pemeriksaan.

Pernyataan Standar Pemeriksaan Nomor 6 tentang Standar Pemeriksaan dengan Tujuan


Tertentu mengatur hal‐hal berikut:

1. hubungan dengan Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia;

2. komunikasi pemeriksa;

3. pertimbangan terhadap hasil pemeriksaan sebelumnya;

4. pengendalian intern;

5. merancang pemeriksaan untuk mendeteksi terjadinya penyimpangan dari ketentuan


peraturan perundang‐undangan; kecurangan (fraud), serta ketidakpatutan (abuse);

6. dokumentasi pemeriksaan.

Pernyataan Standar Pemeriksaan Nomor 7 tentang Standar Pelaporan Pemeriksaan dengan


Tujuan Tertentu mengatur hal‐hal berikut:

1. hubungan dengan Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia;

2. pernyataan kepatuhan terhadap standar pemeriksaan;

3. pelaporan tentang kelemahan pengendalian intern dan kepatuhan terhadap ketentuan


peraturan perundang‐undangan;

4. pelaporan tanggapan dari pejabat yang bertanggung jawab;

5. pelaporan informasi rahasia;

6. penerbitan dan pendistribusian laporan hasil pemeriksaan.

Kode Etik dan Standar Audit Intern 75


D. STANDAR PROFESI AUDIT INTERNAL (SPAI)

Sebagaimana dikemukakan di atas sebagai bahan perbandingan, berikut ini diuraikan Standar
Profesi Audit Internal yang diterbitkan oleh Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal. SPAI
membagi standar audit menjadi dua kelompok besar, yaitu (1) Standar Atribut, dan (2) Standar
Kinerja. Berikut ini akan disajikan SPAI secara lengkap.

1. Standar Atribut

a. Tujuan, Kewenangan, dan Tanggung Jawab

Tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab fungsi audit internal harus dinyatakan
secara formal dalam charter audit internal, konsisten dengan Standar Profesi Audit
Internal (SPAI), dan mendapat persetujuan dari pimpinan dan dewan pengawas
organisasi.

b. Independensi dan Objektivitas

Fungsi audit internal harus independen, dan auditor internal harus objektif dalam
melaksanakan pekerjaannya.

1) Independensi Organisasi

Fungsi audit internal harus ditempatkan pada posisi yang memungkinkan


fungsi tersebut memenuhi tanggung jawabnya. Independensi akan meningkat
jika fungsi audit internal memiliki akses komunikasi yang memadai kepada
pimpinan dan dewan pengawas organisasi.

2) Objektivitas Auditor Internal

Auditor internal harus memiliki sikap mental yang objektif, tidak memihak, dan
menghindari kemungkinan timbulnya pertentangan kepentingan (conflict of
interest).

3) Kendala terhadap Prinsip Independensi dan Objektivitas

Jika prinsip independensi dan objektivitas tidak dapat dicapai baik secara fakta
maupun penampilan, hal ini harus diungkapkan kepada pihak yang berwenang.

76 2014 | P u s d i k l a t w a s B P K
P
Teknis dan rincian pengungkapan ini tergantung kepada alasan tidak
terpenuhinya prinsip independensi dan objektivitas tersebut.

c. Keahlian dan Kecermatan Profesional

Penugasan harus dilaksanakan dengan memperhatikan keahlian dan kecermatan


profesional.

1) Keahlian

Auditor internal harus memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan kompetensi


lainnya yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawab perorangan.
Fungsi Audit Internal secara kolektif harus memiliki pengetahuan, ketrampilan,
dan kompetensi lainnya yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung
jawabnya.

a) Penanggung jawab fungsi audit internal harus memperoleh saran dan


asistensi dari pihak yang kompeten jika pengetahuan, ketrampilan, dan
kompetensi dari staf auditor internal tidak memadai untuk
melaksanakan sebagian atau seluruh penugasannya.

b) Auditor internal harus memiliki pengetahuan yang memadai untuk dapat


mengenali, meneliti, dan menguji adanya indikasi kecurangan.

c) Fungsi audit internal secara kolektif harus memiliki pengetahuan tentang


risiko dan pengendalian yang penting dalam bidang teknologi informasi
dan teknik‐teknik audit berbasis teknologi informasi yang tersedia.

2) Kecermatan Profesional

Auditor Internal harus menerapkan kecermatan dan keterampilan yang layak


dilakukan oleh seorang auditor internal yang prudent dan kompeten. Dalam
menerapkan kecermatan profesional auditor internal perlu
mempertimbangkan:

a) ruang lingkup penugasan;

b) kompleksitas dan materialitas yang dicakup dalam penugasan;

Kode Etik dan Standar Audit Intern 77


c) kecukupan dan efektivitas manajemen risiko, pengendalian, dan proses
governance;

d) biaya dan manfaat penggunaan sumber daya dalam penugasan;

e) Penggunaan teknik‐teknik audit berbantuan komputer dan teknik‐teknik


analisis lainnya.

3) Pengembangan Profesional yang Berkelanjutan (PPL)

Auditor internal harus meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan


kompetensinya melalui pengembangan profesional yang berkelanjutan.

d. Program Quality Assurance Fungsi Audit Internal

Penanggung jawab fungsi audit internal harus mengembangkan dan memelihara


program quality assurance, yang mencakup seluruh aspek dari fungsi audit internal
dan secara terus menerus memonitor efektivitasnya. Program ini mencakup
penilaian kualitas internal dan eksternal secara periodik serta pemantauan internal
yang berkelanjutan. Program ini harus dirancang untuk membantu fungsi audit
internal dalam menambah nilai dan meningkatkan operasi perusahaan serta
memberikan jaminan bahwa fungsi audit internal telah sesuai dengan standar dan
kode etik audit internal.

1) Penilaian terhadap Program Quality Assurance

Fungsi audit internal harus menyelenggarakan suatu proses untuk memonitor


dan menilai efektivitas program quality assurance secara keseluruhan. Proses
ini harus mencakup penilaian (assessment) internal maupun eksternal.

a) Penilaian Internal

Fungsi audit internal harus melakukan penilaian internal yang mencakup:

 reviu yang berkesinambungan atas kegiatan dan kinerja fungsi


audit internal;

78 2014 | P u s d i k l a t w a s B P K
P
 reviu berkala yang dilakukan melalui self assessment atau oleh
pihak lain dari dalam organisasi yang memiliki pengetahuan
tentang standar dan praktik audit internal.

b) Penilaian Eksternal

Penilaian eksternal harus dilakukan sekurang‐kurangnya sekali dalam


tiga tahun oleh pihak luar perusahaan yang independen dan kompeten.

2) Pelaporan Program Quality Assurance

Penanggung jawab fungsi audit internal harus melaporkan hasil reviu dari
pihak eksternal kepada pimpinan dan dewan pengawas organisasi.

3) Pernyataan Kesesuaian dengan SPAI

Dalam laporan kegiatan periodiknya, auditor internal harus memuat


pernyataan bahwa aktivitasnya “dilaksanakan sesuai dengan Standar Profesi
Audit Internal”. Pernyataan ini harus didukung dengan hasil penilaian program
quality assurance.

4) Pengungkapan atas Ketidakpatuhan

Dalam hal terdapat ketidakpatuhan terhadap SPAI dan kode etik yang
memengaruhi ruang lingkup dan aktivitas fungsi audit internal secara
signifikan, maka hal ini harus diungkapkan kepada pimpinan dan dewan
pengawas organisasi.

2. Standar Kinerja

a. Pengelolaan Fungsi Audit Internal

Penanggung jawab fungsi audit internal harus mengelola fungsi audit internal secara
efektif dan efisien untuk memastikan bahwa kegiatan fungsi tersebut memberikan
nilai tambah bagi organisasi.

Kode Etik dan Standar Audit Intern 79


1) Perencanaan

Penanggung jawab fungsi audit internal harus menyusun perencanaan yang


berbasis risiko (risk‐based plan) untuk menetapkan prioritas kegiatan audit
internal, konsisten dengan tujuan organisasi. Rencana penugasan audit
internal harus berdasarkan penilaian risiko yang dilakukan paling sedikit
setahun sekali. Masukan dari pimpinan dan dewan pengawas organisasi serta
perkembangan terkini harus juga dipertimbangkan dalam proses ini. Rencana
penugasan audit internal harus mempertimbangkan potensi untuk
meningkatkan pengelolaan risiko, memberikan nilai tambah, dan
meningkatkan kegiatan organisasi.

2) Komunikasi dan Persetujuan

Penanggung jawab fungsi audit internal harus mengomunikasikan rencana


kegiatan audit dan kebutuhan sumber daya kepada pimpinan dan dewan
pengawas organisasi untuk mendapat persetujuan. Penanggung jawab fungsi
audit internal juga harus mengomunikasikan dampak yang mungkin timbul
karena adanya keterbatasan sumber daya.

3) Pengelolaan Sumber Daya

Penanggung jawab fungsi audit internal harus memastikan bahwa sumber


daya fungsi audit internal sesuai, memadai, dan dapat digunakan secara efektif
untuk mencapai rencana‐rencana yang telah disetujui.

4) Kebijakan dan Prosedur

Penanggung jawab fungsi audit internal harus menetapkan kebijakan dan


prosedur sebagai pedoman bagi pelaksanaan kegiatan fungsi audit internal.

5) Koordinasi

Penanggung jawab fungsi audi internal harus berkoordinasi dengan pihak


internal dan eksternal organisasi yang melakukan pekerjaan audit untuk
memastikan bahwa lingkup seluruh penugasan tersebut sudah memadai dan
meminimalkan duplikasi.

80 2014 | P u s d i k l a t w a s B P K
P
6) Laporan kepada Pimpinan dan Dewan Pengawas

Penanggung jawab fungsi audit internal harus menyampaikan laporan secara


berkala kepada pimpinan dan dewan pengawas mengenai perbandingan
rencana dan realisasi yang mencakup sasaran, wewenang, tanggung jawab,
dan kinerja fungsi audit internal. Laporan ini harus memuat permasalahan
mengenai risiko, pengendalian, proses governance, dan hal lainnya yang
dibutuhkan atau diminta oleh pimpinan dan dewan pengawas.

b. Lingkup Penugasan

Fungsi audit internal melakukan evaluasi dan memberikan kontribusi terhadap


peningkatan proses pengelolaan risiko, pengendalian, dan governance, dengan
menggunakan pendekatan yang sistematis, teratur, dan menyeluruh.

1) Pengelolaan Risiko

Fungsi audit internal harus membantu organisasi dengan cara mengidentifikasi


dan mengevaluasi risiko signifikan dan memberikan kontribusi terhadap
peningkatan pengelolaan risiko dan sistem pengendalian intern.

2) Pengendalian

Fungsi audit internal harus membantu organisasi dalam memelihara


pengendalian intern yang efektif dengan cara mengevaluasi kecukupan,
efisiensi dan efektivitas pengendalian tersebut, serta mendorong peningkatan
pengendalian intern secara berkesinambungan.

a) Berdasarkan hasil penilaian risiko, fungsi audit internal harus


mengevaluasi kecukupan dan efektivitas sistem pengendalian intern,
yang mencakup governance, kegiatan operasi, dan sistem informasi
organisasi. Evaluasi sistem pengendalian intern harus mencakup:
 efektivitas dan efisiensi kegiatan operasi;
 keandalan dan integritas informasi;
 kepatuhan terhadap peraturan perundang‐undangan yang berlaku;
 pengamanan aset organisasi.

Kode Etik dan Standar Audit Intern 81


b) Fungsi audit internal harus memastikan sampai sejauh mana sasaran dan
tujuan program serta kegiatan operasi telah ditetapkan dan sejalan
dengan sasaran dan tujuan organisasi.

c) Auditor internal harus mereviu kegiatan operasi dan program untuk


memastikan sampai sejauh mana hasil‐hasil yang diperoleh konsisten
dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.

d) Untuk mengevaluasi sistem pengendalian intern diperlukan kriteria yang


memadai.

3) Proses Governance

Fungsi audit internal harus menilai dan memberikan rekomendasi yang sesuai
untuk meningkatkan proses governance dalam mencapai tujuan‐tujuan
berikut.

a) Mengembangkan etika dan nilai‐nilai yang memadai di dalam organisasi.

b) Memastikan pengelolaan kinerja organisasi yang efektif dan akuntabel.

c) Secara efektif mengomunikasikan risiko dan pengendalian kepada unit‐


unit yang tepat di dalam organisasi.

d) Secara efektif mengoordinasikan kegiatan dari, dan mengomunikasikan


informasi di antara pimpinan, dewan pengawas, auditor internal dan
eksternal serta manajemen.

Fungsi audit internal harus mengevaluasi rancangan, implementasi dan


efektivitas dari kegiatan, program dan sasaran organisasi yang berhubungan
dengan etika organisasi.

c. Perencanaan Penugasan

Auditor internal harus mengembangkan dan mendokumentasikan rencana untuk


setiap penugasan yang mencakup ruang lingkup, sasaran, waktu, dan alokasi sumber
daya.

82 2014 | P u s d i k l a t w a s B P K
P
1) Pertimbangan Perencanaan

Dalam merencanakan penugasan, auditor internal harus mempertimbangkan:

a) sasaran dan kegiatan yang sedang direviu dan mekanisme yang


digunakan kegiatan tersebut dalam mengendalikan kinerjanya;

b) risiko signifikan atas kegiatan, sasaran, sumber daya, dan operasi yang
direviu serta pengendalian yang diperlukan untuk menekan dampak
risiko ke tingkat yang dapat diterima oleh organisasi;

c) kecukupan dan efektivitas pengelolaan risiko dan sistem pengendalian


intern;

d) peluang yang signifikan untuk meningkatkan pengelolaan risiko dan


sistem pengendalian intern.

2) Sasaran Penugasan

Sasaran untuk setiap penugasan harus ditetapkan.

3) Ruang Lingkup Penugasan

Agar sasaran penugasan tercapai, maka fungsi audit internal harus


menentukan ruang lingkup penugasan yang memadai.

4) Alokasi Sumber Daya Penugasan

Auditor internal harus menentukan sumber daya yang sesuai untuk mencapai
sasaran penugasan. Penugasan staf harus didasarkan pada evaluasi atas sifat
dan kompleksitas penugasan, keterbatasan waktu, dan ketersediaan sumber
daya.

5) Program Kerja Penugasan

Auditor internal harus menyusun dan mendokumentasikan program kerja


dalam rangka mencapai sasaran penugasan. Program kerja harus menetapkan
prosedur untuk mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi, dan
mendokumentasikan informasi selama penugasan. Program kerja ini harus

Kode Etik dan Standar Audit Intern 83


memperoleh persetujuan sebelum dilaksanakan. Perubahan atau penyesuaian
atas program kerja harus segera mendapat persetujuan.

d. Pelaksanaan Penugasan

Dalam melaksanakan audit, auditor internal harus mengidentifikasi, menganalisis,


mengevaluasi, dan mendokumentasikan informasi yang memadai untuk mencapai
tujuan penugasan.

1) Mengidentifikasi Informasi

Auditor internal harus mengidentifikasi informasi yang memadai, andal,


relevan, dan berguna untuk mencapai sasaran penugasan.

2) Analisis dan Evaluasi

Auditor internal harus mendasarkan simpulan dan hasil penugasan pada


analisis dan evaluasi yang tepat.

3) Dokumentasi Informasi

Auditor internal harus mendokumentasikan informasi yang relevan untuk


mendukung simpulan dan hasil penugasan.

4) Supervisi Penugasan

Setiap penugasan harus disupervisi dengan tepat untuk memastikan


tercapainya sasaran, terjaminnya kualitas, dan meningkatnya kemampuan
staf.

e. Komunikasi Hasil Penugasan

Auditor internal harus mengomunikasikan hasil penugasannya secara tepat waktu.

1) Kriteria Komunikasi

Komunikasi harus mencakup sasaran dan lingkup penugasan, simpulan,


rekomendasi, dan rencana tindak lanjut.

84 2014 | P u s d i k l a t w a s B P K
P
a) Komunikasi akhir hasil penugasan bila memungkinkan memuat opini
keseluruhan dan simpulan auditor internal.

b) Dalam komunikasi hasil penugasan, auditor internal perlu memberikan


apresiasi terhadap kinerja yang memuaskan dari kegiatan yang direviu.

c) Bilamana hasil penugasan disampaikan kepada pihak di luar organisasi,


maka pihak yang berwenang harus menetapkan pembatasan distribusi
dan penggunaannya.

2) Kualitas Komunikasi

Komunikasi yang disampaikan, baik tertulis maupun lisan, harus akurat,


objektif, jelas, ringkas, konstruktif, lengkap, dan tepat waktu. Jika komunikasi
final mengandung kesalahan dan kealpaan, penanggung jawab fungsi audit
internal harus mengomunikasikan informasi yang telah dikoreksi kepada
semua pihak yang telah menerima komunikasi sebelumnya.

3) Pengungkapan atas Ketidakpatuhan terhadap Standar

Dalam hal terdapat ketidakpatuhan terhadap standar yang memengaruhi


penugasan tertentu, komunikasi hasil‐hasil penugasan harus mengungkapkan:

 standar yang tidak dipatuhi;

 alasan ketidakpatuhan;

 dampak dari ketidakpatuhan terhadap penugasan.

4) Penyampaian Hasil‐hasil Penugasan

Penanggung jawab fungsi audit internal harus mengomunikasikan hasil


penugasan kepada pihak yang berhak.

f. Pemantauan Tindak Lanjut

Penanggung jawab fungsi audit internal harus menyusun dan menjaga sistem untuk
memantau tindak lanjut hasil penugasan yang telah dikomunikasikan kepada
manajemen. Penanggung jawab fungsi audit internal harus menyusun prosedur

Kode Etik dan Standar Audit Intern 85


tindak lanjut untuk memantau dan memastikan bahwa manajemen telah
melaksanakan tindak lanjut secara efektif, atau menanggung risiko karena tidak
melakukan tindak lanjut.

g. Resolusi Penerimaan Risiko oleh Manajemen

Apabila manajemen senior telah memutuskan untuk menanggung risiko residual


yang sebenarnya tidak dapat diterima oleh organisasi, penanggung jawab fungsi
audit internal harus mendiskusikan masalah ini dengan manajemen senior. Jika
diskusi tersebut tidak menghasilkan keputusan yang memuaskan, maka penanggung
jawab fungsi audit internal dan manajemen senior harus melaporkan hal tersebut
kepada pimpinan dan dewan pengawas organisasi untuk mendapatkan resolusi.

E. LATIHAN SOAL

1. Standar audit yang berlaku bagi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah terdiri atas berapa
kategori? Sebutkan satu persatu!

2. Apa alasan bahwa pertanggung‐jawaban keuangan manajemen harus diperiksa oleh


auditor yang independen? Apakah manajemen tidak mampu untuk menyajikan laporan
pertanggungjawaban yang baik?

3. Jika sebuah kantor/organisasi audit pemerintah menugaskan dua orang auditor yang baru
lulus dari universitas dan belum pernah melaksanakan audit (namun memiliki nilai
akademis yang tinggi) untuk melaksanakan suatu penugasan audit, apakah penugasan ini
telah memenuhi standar umum APIP? Apa alasan Saudara?

4. Apa saja yang harus dimiliki auditor untuk memenuhi standar umum yang pertama
(keahlian dan pelatihan)?

5. APIP dan para auditornya harus senantiasa mewaspadai setiap kendala yang dapat
memengaruhi independensi dalam audit yang sedang dilakukannya, baik kendala pribadi
maupun kendala eksternal. Harap Saudara jelaskan apa saja kendala pribadi dan kendala
eksternal tersebut!

86 2014 | P u s d i k l a t w a s B P K
P
6. Dalam suatu penugasan audit, Saudara menemukan bahwa di dalam sistem pengelolaan
bahan baku terdapat kelemahan di mana setiap pengeluaran bahan baku tidak didasarkan
pada bon pengeluaran barang, namun hanya berdasarkan nota telepon dari kepala bagian
produksi. Dalam hal ini, apa reaksi Saudara? Apakah langsung memberikan instruksi
kepada kepala gudang untuk memperbaiki kelemahan tersebut? Jelaskan alasan Saudara!

7. Sistem kendali mutu yang memadai meliputi suatu pengujian atas sejumlah sampel
kegiatan pelaksanaan audit secara sistematis. Pengujian ini dimaksudkan untuk
menentukan apa?

8. Supervisi, berupa bimbingan dan pengawasan terhadap para asisten, diperlukan untuk
mencapai tujuan audit dan menjaga mutu audit. Supervisi harus dilakukan dalam semua
penugasan tanpa memandang tingkat pengalaman auditor yang bersangkutan. Supervisi
ini dilakukan untuk memastikan apa saja?

9. Sebutkan jenis‐jenis bukti audit!

10. Apa yang dimaksudkan dengan bukti relevan dan bukti kompeten?

11. Apa saja yang harus didokumentasikan dalam kertas kerja audit (KKA)?

12. Apa tujuan kertas kerja audit?

13. Agar dapat memenuhi tujuannya, KKA harus memenuhi syarat‐syarat tertentu. Sebutkan
syarat‐syarat tersebut!

14. Dalam standar pelaporan disebutkan bahwa temuan dan simpulan yang disampaikan
kepada auditan harus dikemukakan secara objektif. Apa maksudnya?

15. Unsur‐unsur apa saja yang harus ada dalam setiap temuan hasil pemeriksaan?

16. Apa lingkup penilaian sistem pengendalian intern dalam audit operasional?

17. APIP melakukan audit dengan standar audit sendiri, berarti APIP dalam menjalankan tugas
auditnya tidak mengikuti standar audit yang telah ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia.
Benarkah pernyataan ini? Jelaskan jawaban Saudara!

Kode Etik dan Standar Audit Intern 87


18. Banyak temuan hasil pemeriksaan APIP yang tidak ditindaklanjuti oleh auditan, sehingga
akumulasinya sangat material. Hal ini di samping menimbulkan citra negatif terhadap
keberhasilan pengawasan, juga menimbulkan beban administrasi yang tidak ringan.
Sebagai bahan diskusi, apa saja penyebab tidak ditindaklanjutinya temuan hasil
pemeriksaan dalam kaitannya dengan standar audit?

19. Bentuk dan isi laporan harus disusun sedemikian rupa, sehingga memenuhi tujuan audit,
jelas, mudah dimengerti, lengkap dan objektif. Bentuk dan isi laporan audit tersebut
sekurang‐kurangnya harus mencakup hal‐hal apa saja?

20. Menurut standar audit, apa yang harus dilakukan oleh auditor jika mendapatkan temuan
yang berindikasi melawan hukum?

88 2014 | P u s d i k l a t w a s B P K
P
Bab V
PENUTUP

Telah disampaikan pada bab pendahuluan bahwa setiap profesi yang memberikan jasa
pelayanan kepada masyarakat perlu mendapatkan kepercayaan dari masyarakat pengguna jasa
profesi tersebut. Tanpa kepercayaan, profesi tersebut akan musnah.

Selaku APIP, untuk menjaga kepercayaan masyarakat, dan tentunya juga pemerintah yang
merupakan stakeholders APIP, kita semua perlu menjaga perilaku agar sesuai dengan etika yang
berlaku dan senantiasa memenuhi standar mutu kerja yang telah tetapkan. Prinsip umum sikap
seorang auditor yang harus bekerja secara profesional, independen, dan objektif harus dipegang
teguh, sehingga tercermin ciri yang unik dan spesifik dari profesi audit, sekaligus memberikan
martabat yang tinggi bagi APIP.

Perlu disadari bersama bahwa setiap pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh seorang
anggota profesi audit, akan memberikan citra buruk bagi profesi audit secara umum di mata
masyarakat, demikian pula jika penugasan dilaksanakan dengan mutu di bawah standar, hal ini
akan memberikan dampak yang kurang lebih sama. Godaan yang dihadapi APIP memang banyak
dan terkadang sangat menggiurkan, tapi martabat profesi justru diukur antara lain dari
kemampuan untuk menepis godaan tersebut dan tetap bersikap objektif.

Kode etik dan standar audit APIP adalah amanat profesi yang harus kita jaga dan laksanakan
bersama, agar martabat APIP di mata para stakeholders mendapat tempat yang terhormat dan
hasil kerja APIP diharapkan dapat benar‐benar memberikan andil yang berarti bagi kemajuan
bangsa.

Kode Etik dan Standar Audit Intern 89


90 2014 | P u s d i k l a t w a s B P K
P
Daftar Pustaka

Arens, Alvin A., Beasley, Mark S., and Elder, Randel J. 2007. Auditing and Assurance Services.
Prentice Hall, 11th edition.

Assegaf, Ibrahim Abdulah. 1991. Dictionary of Accounting, cetakan I.

Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI). 2014. Kode Etik Auditor Intern
Pemerintah Indonesia (draf).

Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI). 2003. Standar Audit Auditor Intern
Pemerintah Indonesia.

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. 1993/1994. Aturan Perilaku Pegawai BPKP.

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. 1993. Aturan Perilaku Pemeriksa BPKP.

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. 1996. Standar Audit Aparat Pengawasan
Fungsional Pemerintah (SA‐APFP).

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2004. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara.

Collins Cobuild. 2000. English Dictionary.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke
sembilan.

Eric E. Kohler. 1979. A Dictionary for Accountants, edisi ke lima.

Ikatan Akuntan Indonesia. 2001. Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP).

Sawyer., L.B., Dittenhofer, M.A., Sawyer s Internal Auditing. 2003. The Practice of Modern
Internal Auditing, The Institute of Internal Auditing, 5th ed.

Kode Etik dan Standar Audit Intern 91


92 2014 | P u s d i k l a t w a s B P K
P

Anda mungkin juga menyukai