Buku Kerja
Audit Intern
AUDIT INVESTIGATIF
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENGAWASAN
BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN
2014
Buku Kerja Audit Intern – Audit Investigatif
Dikeluarkan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP
dalam rangka Diklat Fungsional Auditor – Diklat Pembentukan Auditor Ahli
Edisi Pertama : Tahun 2014
Penyusun : Agus Setiyawan, Ak., M.Acc.
Narasumber : Nurharyanto, Ak.
Pereviu : Wakhyudi, Ak., M.Com.
Penyunting : F. Titik Oktiarti, Ak.
Penata Letak : Didik Hartadi, S.E.
Pusdiklatwas BPKP
Jl. Beringin II, Pandansari, Ciawi, Bogor 16720
Telp. (0251) 8249001 ‐ 8249003
Fax. (0251) 8248986 ‐ 8248987
Email : pusdiklat@bpkp.go.id
Website : http://pusdiklatwas.bpkp.go.id
e‐Learning : http://lms.bpkp.go.id
Dilarang keras mengutip, menjiplak, atau menggandakan sebagian atau
seluruh isi modul ini, serta memperjualbelikan tanpa izin tertulis dari
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP.
Kata Pengantar
Pusdiklatwas BPKP sebagai salah satu instansi penyelenggara pendidikan dan pelatihan,
berkomitmen untuk memberikan yang terbaik bagi para pengguna jasanya. Kami menyadari
bahwa pelatihan selain harus memberikan pemahaman terhadap suatu pengetahuan, juga
harus memberikan keterampilan untuk mampu menerapkan pengetahuan tersebut. Setelah
pelaksanaan diklat diharapkan peserta diklat siap menerapkan pengetahuan dan keterampilan
yang diperoleh di tempat kerjanya. Untuk itu, selain modul yang bermuatan konsep‐konsep,
bahan ajar pelatihan di Pusdiklatwas BPKP dilengkapi dengan modul buku kerja.
Modul buku kerja akan digunakan sebagai bahan latihan dalam menerapkan konsep‐konsep
yang terkait. Melalui proses survei di lapangan, perbaikan berkelanjutan, dan kendali mutu yang
cukup, kami berusaha untuk dapat menyajikan modul buku kerja yang dapat mencerminkan
kondisi yang terjadi di lapangan.
Buku kerja ini adalah salah satu bahan ajar tertulis untuk digunakan pada proses pembelajaran
diklat yang dilaksanakan oleh Pusdiklatwas BPKP. Buku Kerja ini tidak dimaksudkan untuk
menjadi satu‐satunya referensi yang berkenaan dengan substansi materinya. Peserta diklat
diharapkan memperkaya pemahamannya melalui berbagai referensi lain yang terkait.
Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
kontribusi atas terwujudnya modul ini.
Ciawi, 30 April 2014
Kepala Pusdiklat Pengawasan BPKP
Nurdin, Ak., M.B.A.
Daftar Isi
Kata Pengantar .......................................................................................................................... i
Daftar Isi.................................................................................................................................. iii
Bab 1 PENDAHULUAN ........................................................................................................... 1
Bab 2 FRAUD DAN AUDIT INVESTIGATIF ............................................................................... 3
A. Pengertian dan Karakteristik Fraud ...................................................................................... 3
B. Proses Penanganan Terhadap Fraud .................................................................................... 4
C. Audit Investigatif .................................................................................................................. 6
D. Gratifikasi .............................................................................................................................. 6
E. Kasus ..................................................................................................................................... 7
Bab 3 PERENCANAAN AWAL AUDIT INVESTIGATIF .............................................................. 15
A. Proses Perencanaan Audit Investigatif ............................................................................... 15
B. Penelaahan Informasi Awal ................................................................................................ 15
C. Kasus ................................................................................................................................... 17
Bab 4 PENGUMPULAN DAN EVALUASI BUKTI ..................................................................... 23
A. Standar Pengumpulan dan Evaluasi Bukti .......................................................................... 23
B. Prinsip Dasar Pengumpulan dan Evaluasi Bukti ................................................................. 23
C. Jenis Bukti ........................................................................................................................... 24
D. Pengumpulan dan Evaluasi Bukti ....................................................................................... 24
E. Kasus ................................................................................................................................... 25
Bab 5 WAWANCARA ........................................................................................................... 33
A. Persiapan Wawancara ........................................................................................................ 33
B. Pihak yang Diwawancara .................................................................................................... 33
C. Karakteristik Wawancara .................................................................................................... 34
D. Kasus ................................................................................................................................... 34
Bab 1
PENDAHULUAN
Buku kerja audit investigatif ini menjadi salah satu modul pendukung materi dalam modul Audit
Intern. Buku kerja ini memberikan pemahaman kepada peserta tentang fraud dan berbagai
bentuk kecurangan yang termasuk dalam kategori fraud. Selain itu, buku kerja ini juga
menyajikan kasus‐kasus dalam praktik audit investigatif yang mencakup penelaahan informasi
awal, penyusunan program kerja, pengumpulan dan evaluasi bukti serta persiapan dan
pelaksanaan wawancara untuk tujuan penugasan audit investigatif.
Buku kerja ini juga dilengkapi dengan ulasan singkat mengenai landasan teori yang disarikan dari
modul Audit Investigatif untuk memberikan pemahaman dasar kepada peserta dalam
menyelesaikan setiap kasus yang disajikan. Sistematika penyajian buku kerja ini adalah sebagai
berikut:
Bab 1 Pendahuluan
Bagian ini menguraikan tentang sistematika penyajian buku kerja, yang terdiri atas
teori dan kasus. Setiap bab diawali dengan landasan teori singkat untuk membantu
peserta dalam menyelesaikan kasus yang disajikan.
Bab 2 Fraud dan Audit Investigasi
Bagian ini menjelaskan secara singkat tentang pengertian fraud dan audit investigatif.
Kasus yang disajikan berkaitan dengan identifikasi adanya fraud.
Bab 3 Penelaahan Informasi Awal
Bagian ini berisi penjelasan tentang proses perencanaan audit investigatif yang
diawali dengan perencanaan informasi awal (preliminary planning activities). Kasus
yang disajikan berkaitan dengan penelaahan informasi sampai dengan penyusunan
program kerja audit investigatif.
Bagian ini menjelaskan tentang bukti, proses pengumpulan dan pengujian bukti audit
untuk tujuan investigatif. Kasus yang disajikan berkaitan dengan analisis fakta
penyimpangan, penentuan bukti yang harus dikumpulkan, dan sumber bukti yang
harus diperoleh.
Bab 5 Wawancara
Bab 2
FRAUD DAN AUDIT INVESTIGATIF
A. PENGERTIAN DAN KARAKTERISTIK FRAUD
Penelaahan informasi awal suatu penyimpangan (fraud) merupakan tahap awal proses
penugasan audit investigatif. Tahap ini sering juga disebut tahap preliminary planning activities,
karena tahapan ini dilakukan sebelum proses penetapan tujuan, sasaran, dan ruang lingkup serta
alokasi sumber daya penugasan audit investigatif dilakukan. Tahap penelaahan informasi awal
dimaksudkan agar audit investigatif yang akan dilakukan didukung dengan alasan dan informasi
awal penyimpangan yang cukup kuat, sehingga penugasan dapat terlaksana dengan efektif dan
efisien. Keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan audit investigatif dapat dilakukan
berdasarkan hasil penelaahan informasi awal adanya fraud.
Penelaahan informasi awal dalam audit investigatif meliputi proses pengidentifikasian masalah
dalam kegiatan yang memerlukan audit investigatif, penyusunan hipotesis awal atas masalah
yang diidentifikasi, pengolahan hipotesis, sampai dengan ditetapkannya simpulan berupa layak
atau tidaknya dilakukan suatu audit investigatif terhadap masalah tersebut.
Pengertian dan karakteristif fraud diuraikan sebagai berikut:
1. Menurut Singleton et.al (Fuat, 2013:5), fraud memiliki tiga unsur penting, yaitu perbuatan
tidak jujur, niat/kesengajaan, dan keuntungan dengan merugikan orang lain. Sedangkan
pengertian fraud menurut Tuanakota (Fuat, 2013:6), lebih dekat dengan kejahatan
sebagaimana pengertian dalam Kitab Undang‐undang Hukum Pidana (KUHP), yang
meliputi pencurian, pemerasan dan pengancaman, penggelapan, perbuatan curang,
merugikan pemberi piutang dalam keadaan pailit serta menghancurkan atau merusakkan
barang.1
2. Menurut Nurharyanto dalam Fuat, 2013, fraud memiliki tiga cabang utama (fraud tree)
yang setiap cabangnya memiliki ranting dan anak ranting yang sangat banyak. Ketiga
cabang itu adalah korupsi (corruption), penggelapan aset (assets misappropriation) dan
rekayasa pelaporan (fraudulent statement).
1
Mohammad Fuat, Modul Diklat: Konsepsi Audit Investigasi, (Bogor: 2013), 5‐6.
Tidak ada audit yang secara pasti (100%) dapat mengungkap fakta sebenarnya atas
kecurangan. Selain itu, tidak ada praktik fraud yang berulang. Auditor investigatif
mendasarkan pada asumsi bahwa fraud selalu tersembunyi, pembuktian fraud secara
timbal balik, dan hanya pengadilan yang memutuskan bahwa fraud telah terjadi. Asumsi
fraud selalu tersembunyi mengandung pengertian bahwa tidak ada keyakinan absolut yang
dapat diberikan bahwa kecurangan benar‐benar terjadi atau tidak terjadi. Asumsi
pembuktian fraud secara timbal balik mengandung pengertian bahwa untuk mendapatkan
bukti bahwa kecurangan telah terjadi, maka auditor harus berupaya membuktikan bahwa
kecurangan tidak terjadi. Sebaliknya, untuk membuktikan bahwa kecurangan tidak terjadi,
maka auditor harus berupaya membuktikan bahwa kecurangan telah terjadi. Asumsi
pengadilan yang memutuskan bahwa fraud telah terjadi berkaitan dengan kewenangan
pengadilan untuk memutuskan seseorang bersalah atau tidak bersalah melakukan fraud.
B. PROSES PENANGANAN TERHADAP FRAUD
1. Mencegah Fraud
a. menciptakan kultur kejujuran dan keterbukaan;
b. merekrut pegawai yang jujur dan melatih mereka dalam program sadar fraud (fraud
awareness);
c. menciptakan lingkungan kerja yang posisi;
d. mengembangkan kode etik organisasi;
e. menerapkan program bimbingan pegawai (employee assistance program).
a. Pengendalian intern yang kuat.
b. Penelitian latar belakang pegawai baru.
c. Audit atas kecurangan secara reguler.
d. Keberadaan kebijakan menyikapi kecurangan.
e. Kemauan untuk melakukan penuntutan.
f. Pelatihan etika pegawai.
g. Mekanisme pelaporan anonim.
h. Suasana kerja.
2. Mendeteksi Fraud
3. Menginvestigasi Fraud
Apabila dari pendeteksian fraud diperoleh informasi bahwa terdapat indikasi kuat bahwa
fraud telah terjadi, maka langkah berikutnya adalah melakukan investigasi atas fraud
tersebut. Investigasi untuk mengungkap fraud merupakan kegiatan auditor yang selalu
ditandai dengan kurangnya informasi yang aktual tentang fraud. Bukti‐bukti yang
dikumpulkan pada audit investigatif dan simpulan dari pelaksanaan audit investigatif
dituangkan dalam laporan hasil audit investigatif (LHAI). Laporan ini dapat
C. AUDIT INVESTIGATIF
Permenpan Nomor 5/2008 tentang Standar Audit APIP menjelaskan pengertian audit
investigatif, yaitu proses mencari, menemukan, dan mengumpulkan bukti secara sistematis yang
bertujuan untuk mengungkapkan terjadi atau tidaknya suatu perbuatan dan pelakunya guna
dilakukan tindakan hukum selanjutnya.
Tujuan audit investigatif untuk menentukan kebenaran permasalahan melalui proses pengujian,
pengumpulan dan pengevaluasian bukti‐bukti yang relevan dengan perbuatan fraud dan untuk
mengungkapkan fakta‐fakta fraud, yang mencakup:
1. adanya perbuatan fraud (subjek);
2. mengidentifikasi pelaku fraud (objek);
3. menjelaskan modus operandi fraud (modus);
4. mengkuantifikasi nilai kerugian dan dampak yang ditimbulkannya.
D. GRATIFIKASI
Sebagaimana dijelaskan dalam UU nomor 20/ 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat
(discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata,
pengobatan cuma‐cuma, dan fasilitas lainnya.
Gratifikasi sering menjadi modus untuk mengalihkan bentuk suap. Bagi pihak penerima gratifikasi
sering menjadi alasan pembenar bahwa suatu pemberian tidak berkaitan dengan pekerjaan,
karena pemberian tersebut tidak diterima seiring dengan pekerjaan yang didapatkan. Jika pun
bukan mengiringi pekerjaan yang didapatkan dapat dimungkinkan suatu gratifikasi berkaitan
dengan suatu jabatan seseorang. Dengan UU Nomor 20/2001 tersebut maka setiap pemberian
yang diterima berkaitan dengan suatu jabatan atau pekerjaan dapat diklasifikasikan sebagai
gratifikasi. Memberi dan menerima gratifikasi termasuk perbuatan suap yang dapat dipidana
sesuai dengan UU nomor 20/2001.
E. KASUS
Bacalah kasus berikut dengan saksama!
Kasus ini berkaitan dengan identifikasi awal adanya kecurangan (fraud).
Anda diminta untuk melakukan analisis untuk mengidentifikasi ada/tidaknya kecurangan dalam
setiap kasus berikut dan halhal yang berindikasi korupsi.
Kasus 1: Raskin
Prosedur penyaluran raskin dimulai dari permintaan yang diajukan oleh gubernur kepada Bulog.
Selanjutnya Bulog yang ada di setiap provinsi melakukan pengiriman beras kepada tiap
kecamatan dan petugas penyaluran di kecamatan akan menyalurkan beras langsung kepada
setiap RT dibantu petugas dari setiap kelurahan.
Kelurahan Mekarsari mendapat alokasi raskin sebanyak 167.000 kg untuk 13.500 RTM yang
tersebar di 40 RT. Dalam penyaluran tahun 2010, Syahrul, petugas penyalur di kecamatan
menyalurkan beras sejumlah 92.700 kg yang terbagi dalam 12 bulan kepada seluruh RT. Tahun
berikutnya, 2011, petugas yang sama di kecamatan menyalurkan sisa raskin tahun 2010
ditambah sebagian alokasi tahun 2011 sebanyak 63.000 kg (alokasi tahun 2011 yang diterima
seluruhnya 172.000 kg) kepada Kelurahan Mekarsari. Pada tahun 2012, Syahrul menjual sisa
beras yang terkumpul kepada pedagang di pasar denganharga Rp3.100,00/kg dan hasilnya
digunakan untuk keperluan pribadi dan dibagikan kepada lurah serta beberapa petugas
kecamatan.
LEMBAR KERJA
Kasus 2: Gedung Baru Pusdiklat
Proses lelang terbuka dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah disusun dan menggunakan
sistem online dengan teknologi informasi yang memadai. Hal ini untuk menjamin tidak adanya
kolusi dan diharapkan tidak ada persekongkolan antara panitia dengan rekanan.
Setelah terpilih rekanan pemenang (PT Maju Terus) dan dibuat kontrak, dimulailah
pembangunan gedung pusdiklat. Dalam proses pembangunannya terdapat sedikit hambatan
berupa banjir besar yang menggenangi lokasi pekerjaan pembangunan selama 1 bulan, sehingga
kegiatan pembangunan tidak bisa dilaksanakan. Gubernur menerbitkan keputusan sebagai
bencana lokal/daerah dan berlaku tanggap darurat selama sebulan. Atas kondisi ini, PT Maju
Terus mengajukan perpanjangan waktu penyelesaian pekerjaan. Dengan pertimbangan yang
cukup, PPK menyetujui pengajuan perpanjangan dan dibuatlah adendum perpanjangan waktu
selama 20 hari kerja.
Akhirnya, gedung pusdiklat dapat diselesaikan oleh PT Maju Terus tepat pada waktu yang
diperjanjikan. Hasil pemeriksaan Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) menunjukkan
pekerjaan telah sesuai dengan spesifikasi teknis dalam kontrak. Dalam peresmian gedung
Pusdiklat, Gubernur Provinsi Kelud menyampaikan rasa puas dan terima kasihnya kepada semua
pihak.
Beberapa hari setelah peresmian, Sukolilo (project Manager pembangunan gedung pusdiklat
dari PT Maju Terus) menemui Ir. Legowo di rumahnya untuk menyampaikan bingkisan bagi
dirinya dan Gubernur, sebagai ucapan terima kasih telah mendapatkan proyek dari Pemerintah
Provinsi Kelud dan pembangunan berjalan dengan baik. Lebih dari itu, setelah berakhirnya
proyek tersebut, Sukolilo mendapat promosi sebagai direktur teknik di PT Maju Terus. Dengan
LEMBAR KERJA
Bab 3
PERENCANAAN AWAL AUDIT INVESTIGATIF
A. PROSES PERENCANAAN AUDIT INVESTIGATIF
Proses perencanaan audit investigatif digambarkan sebagai berikut:
Melakukan AI
Meneruskan ke
Identifikasi Hipotesis Analisis Simpulan instansi berwenang
Masalah
Tidak
Keterangan: melakukan AI
AI = Audit Investigatif
Gambar 3.1
Proses Perencanaan Awal Audit Investigatif
B. PENELAAHAN INFORMASI AWAL
Penelaahan informasi awal dalam audit investigatif meliputi proses pengidentifikasian masalah
dalam kegiatan yang memerlukan audit investigatif, penyusunan hipotesis awal atas masalah
yang diidentifikasi, dan pengolahan hipotesis, sampai dengan ditetapkannya simpulan berupa
layak atau tidaknya dilakukan suatu audit investigatif terhadap masalah tersebut.
Identifikasi masalah dapat dilakukan dengan pendekatan 5W + 1H, yaitu:
What – apa jenis penyimpangan dan dampaknya
Who – siapa yang bertanggung jawab atas terjadinya kecurangan
Where – dimana terjadinya peristiwa kecurangan
When – kapan terjadinya kecurangan
Why – penyebab terjadinya penyimpangan
How – bagaimana cara penyimpangan terjadi
2. menyiagakan auditor terhadap semua fakta dan hubungan antar fakta yang telah
teridentifikasi;
3. sebagai alat dalam membangun fakta‐fakta yang tercerai‐berai tanpa koordinasi ke dalam
suatu kesatuan penting dan menyeluruh;
4. sebagai pedoman dalam pengujian fakta dan hubungan antar fakta.
Berdasarkan hipotesis dibuat simpulan yang menjelaskan cukup tidaknya indikasi untuk
dilakukan audit investigatif. Dalam hal simpulan berupa tindak pidana korupsi, simpulan harus
memenuhi kriteria berikut:
• pelanggaran hukum/unsur pidana;
• lingkup keuangan negara;
• unsur waktu dan tempat;
• unsur pelaku tindakan kecurangan;
• unsur proses kejadian/modus operandi.
C. KASUS
Bacalah kasus berikut dengan saksama!
Pada kasus ini Anda diminta melakukan penelaahan informasi awal audit investigatif, yang
meliputi identifikasi masalah, penyusunan hipotesis, penyusunan simpulan, serta penyusunan
program kerja audit.
Memburu “Tikus” di Tekad Sejahtera
Rapat intern pimpinan Inspektorat Kabupaten Tekad Sejahtera membahas beberapa laporan
hasil audit operasional. Rapat menghasilkan keputusan untuk menelaah beberapa hasil audit
operasional untuk ditindaklanjuti dengan audit investigatif. Hasil telaah tersebut menghasilkan
ringkasan informasi sebagai berikut:
Uraian Keterangan
No LHA LHA‐22/16.S/2014 tanggal 21 Februari 2014
Perihal Laporan Hasil Audit Operasional Rehabilitasi Gedung Sekolah Kabupaten
Tekad Sejahtera Tahun 2013
Nama proyek/ kegiatan Rehabilitasi Gedung Sekolah
Tahun anggaran 2013
Lingkup kegiatan 1. Rehabilitasi ruang kelas rusak sedang dan berat
2. Pengadaan mebel
3. Pengadaan komputer dan CD Pembelajaran
4. Pengadaan buku dan peraga pembelajaran
Sumber dana APBD Kabupaten Tekad Sejahtera
Nilai anggaran Rp72.500.000.000,00 Rp725.000.000,00/sekolah
Tempat/lokasi Kabupaten Tekad Sejahtera SD No. 17 Ujung Batu
Pola pelaksanaan Swakelola
Pelaksana Swakelola dilaksanakan di sekolah. Sekolah Dasar pelaksana program
rehabilitasi berjumlah 100 sekolah.
Pelaksana di tiap sekolah adalah Tim Pelaksana Swakelola (TPS) yang
ditetapkan dengan keputusan Kepala Sekolah. TPS terdiri atas ketua,
bendahara, sekretaris dan tim teknis. Ketua dan bendahara adalah PNS di
sekolah bersangkutan, sekretaris berasal dari anggota komite sekolah, dan
tim teknis adalah anggota masyarakat di lingkungan sekolah yang memiliki
keahlian di bidang konstruksi bangunan. TPS harus berjumlah ganjil.
LEMBAR KERJA
LEMBAR PENELAAHAN
Waktu Dimulai tanggal ................... berakhir ........................
Sumber Informasi
Tanggal diterima
Perihal
Penalaah 1.
2.
3.
MATERI PENELAAHAN
Identifikasi Masalah
Hipotesis
Simpulan
PROGRAM KERJA AUDIT
Auditan :
Sasaran audit :
Periode :
Dilaksanakan
No Uraian Waktu Keterangan
oleh
Tujuan:
Prosedur:
Bab 4
PENGUMPULAN DAN EVALUASI BUKTI
A. STANDAR PENGUMPULAN DAN EVALUASI BUKTI
Standar audit investigatif yang terkait dengan pengumpulan dan pengujian (evaluasi) bukti
dalam audit investigatif diatur dalam Permenpan Nomor PER/05/M.PAN/03/2008 Tahun 2008
Tanggal 31 Maret 2008, yaitu pada bagian 6210 Pengumpulan Bukti dan 6220 Pengujian Bukti.
Standar tersebut mengatur bahwa auditor investigatif harus mengumpulkan dan menguji bukti
untuk mendukung kesimpulan dan temuan audit investigatif.
Pelaksanaan pengumpulan dan evaluasi bukti harus difokuskan pada upaya pengujian hipotesis
untuk mengungkapkan:
1. fakta‐fakta dan proses kejadian (modus operandi);
2. sebab dan dampak penyimpangan;
3. pihak‐pihak yang diduga terlibat/bertanggung jawab atas kerugian keuangan negara/
daerah.
Standar audit berkaitan dengan pengumpulan dan pengujian bukti menyatakan bahwa:
1. auditor investigatif harus mengumpulkan bukti audit yang cukup, kompeten, dan relevan;
2. auditor investigatif harus menguji (mengevaluasi) bukti audit yang dikumpulkan.
B. PRINSIP DASAR PENGUMPULAN DAN EVALUASI BUKTI
Prinsip dasar pengumpulan dan evalusi bukti adalah mendapatkan bukti yang relevan dan
berbobot. Relevansi suatu bukti ditentukan oleh kecenderungan untuk membuktikan atau
menyangkal fakta dalam suatu permasalahan. Bukti yang berbobot ditentukan oleh sumber bukti
(bagaimana terwawancara mengetahui mengenai subjek wawancara), keterkaitan bukti
(langsung atau tidak langsung), dan kredibilitas terwawancara.
Jenis bukti dapat dibedakan berdasarkan sifat, bentuk, dan bukti menurut peraturan
perundang‐undangan. Menurut sifatnya, bukti dapat dibedakan menjadi bukti utama, bukti
tambahan, bukti langsung, bukti tak langsung, bukti perbandingan, dan bukti statistik. Menurut
bentuknya, bukti dibedakan menjadi bukti fisik, bukti dokumen, bukti kesaksian, dan bukti
analisis. Menurut peraturan perundang‐undangan, jenis bukti dapat dibagi menjadi keterangan
saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.
D. PENGUMPULAN DAN EVALUASI BUKTI
Pengumpulan bukti harus dilakukan dengan teknik‐teknik tertentu, antara lain wawancara
kepada pengadu, korban, dan pelaku; reviu catatan; pengumpulan bukti forensik; pengintaian
dan pemantauan; dan penggunaan teknologi komputer.
Evaluasi bukti merupakan tahapan yang paling kritis dalam audit investigasi. Alasannya, pada
tahap evaluasi bukti inilah auditor menentukan perlu atau tidaknya memperluas pengembangan
bukti untuk mendukung simpulan/laporan yang akan dibuat. Di samping itu, dalam melakukan
evaluasi bukti, auditor dapat menggunakan value judgement (pendapat pribadi) apabila bukti
atau informasi yang tersedia tidak mencukupi.
Evaluasi bukti dilakukan dengan tahapan sebagai berikut.
1. Find (temukan)
Dapatkan atau temukan bukti‐bukti yang relevan dengan kasus yang sedang ditangani.
2. Read and interpret document (pelajari dan interpretasikan dokumen)
Pelajari dan interprestasikan bukti yang telah diperoleh auditor. Tahapan ini sangat
menentukan dalam proses audit investigasi karena jika auditor gagal menginterpretasikan
suatu bukti dapat menjadikan suatu penyimpangan tidak diketahui.
3. Determine relevance (menentukan relevansi bukti)
Tahap ini dilakukan untuk memisahkan bukti yang relevan dengan permasalahan yang
sedang ditangani dan bukti yang tidak relevan.
4. Verify the evidence (verifikasi bukti)
Verifikasi adalah menilai validitas/kebenaran dari bukti itu sendiri. Auditor dapat meminta
dokumen pendukung atas dokumen yang sudah diterima. Misalnya, untuk menilai
kebenaran suatu kontrak, auditor dapat meminta bukti pendukung kontrak tersebut.
5. Assemble the evidence (merangkai bukti)
Merangkai bukti adalah memasukkan bukti tersebut dalam rangkaian bukti yang dapat
menggambarkan kenyataan yang ditemui.
6. Draw Conclusions (membuat simpulan)
Hasil akhir dari proses analisis bukti adalah menyusun simpulan atas setiap bukti yang
diterima sehingga auditor tidak perlu membaca kembali setiap dokumen tetapi cukup
melihat simpulan masing‐masing bukti yang bersangkutan.
E. KASUS
Bacalah kasus berikut dengan saksama!
Selanjutnya Anda diminta untuk melakukan:
• identifikasi bukti audit yang harus dikumpulkan oleh auditor dengan kriteria relevan,
kompeten, dan cukup;
• analisis/pengujian bukti dengan metode flowchart/matriks;
• membuat simpulan.
Belanja Bantuan Sosial
Inspektorat Kota Sendangbiru menugaskan tim untuk mengaudit penyaluran belanja bantuan
sosial yang pada tahun 2013 anggarannya cukup besar, yaitu sebesar Rp7.800.000.000,00.
Jumlah ini adalah jumlah yang paling besar selama tiga tahun terakhir. Ada kemungkinan hal ini
berkaitan dengan akan dilangsungkannya pemilihan walikota di bulan April tahun 2014 untuk
periode 2014 – 2019. Tim audit menilai program bantuan sosial ini memiliki risiko tinggi karena
ada kemungkinan faktor politis yang memengaruhinya.
Dalam proses audit yang dilaksanakan, tim audit memperoleh informasi sebagai berikut.
2. Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah (DPKD) ditetapkan sebagai Kuasa Pengguna
Anggaran program bantuan sosial, sedangkan pelaksana teknis melibatkan beberapa dinas
teknis meliputi Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan, Dinas Pariwisata dan Industri
Kreatif, Dinas Pendidikan, dan Dinas Perikanan dan Kelautan.
4. Realisasi pencairan dana bantuan sosial tahun 2013 sesuai SP2D menunjukkan angka
sebesar Rp7.200.000.000,00.
5. Organisasi penerima bantuan disinyalir berafiliasi dengan sejumlah partai politik tertentu.
7. Bantuan yang diterima oleh yayasan/kelompok masyarakat tidak sebesar nilai yang telah
ditetapkan oleh Walikota. Terdapat informasi adanya pemotongan bantuan sebesar 20%
– 40% dari yang seharusnya, namun yayasan/kelompok masyarakat penerima bantuan
diharuskan menandatangani kuitansi sebesar ketetapan walikota. Praktik pemotongan
dilakukan setelah uang diterima oleh yayasan/kelompok masyarakat (cashback).
8. Terdapat 3 yayasan yang fiktif. Masyarakat menyatakan tidak pernah melihat ada yayasan
yang beralamat sebagaimana tertera dalam proposal. Nilai bantuan yang diterimakan
kepada ketiganya masing‐masing Rp250.000.000,00.
9. Terdapat 3 yayasan/kelompok masyarakat yang menerima bantuan di bulan Januari 2014
masing‐masing sebesar Rp225.000.000,00. Jumlah ini adalah sebesar yang ditandatangani
dalam kuitansi.
10. Terdapat 2 yayasan yang menerima bantuan sebesar Rp150.000.000,00 (kuitansi) masing‐
masing digunakan untuk rehabilitasi sekolah (swasta) dan pengembangan kebun desa.
Informasi yang diperoleh dari masyarakat, tidak ada kegiatan tersebut di kedua yayasan
itu. Laporan pertanggungjawaban yang dikirimkan ke DPKD menunjukkan realisasi
penggunaan sebesar dana yang diterima.
11. Sampai dengan saat audit (April 2014), terdapat 7 yayasan yang belum menyampaikan
laporan pertanggungjawabannya.
LEMBAR KERJA
Buku Kerja Audit Intern - Audit Investigatif
29
30
2014 | Pusdiklatwas BPKP
Simpulan Hasil Pengujian Bukti
Buku Kerja Audit Intern - Audit Investigatif 31
32 2014 | Pusdiklatwas BPKP
Bab 5
WAWANCARA
A. PERSIAPAN WAWANCARA
Wawancara dalam audit investigatif bertujuan untuk mendapatkan sebanyak mungkin informasi
yang relevan dengan tujuan audit investigatif. Oleh karena itu, beberapa persiapan yang harus
dilakukan oleh auditor sebelum wawancara adalah:
2. menetapkan tujuan informasi yang akan digali dalam wawancara;
3. mempelajari informasi apa yang dapat diperoleh dari calon responden yang
akan diwawancarainya;
4. mempersiapkan catatan yang berisi poin‐poin yang akan ditanyakan agar tidak
ada kesempatan menggali informasi yang terlewatkan;
5. mempersiapkan tempat untuk wawancara.
B. PIHAK YANG DIWAWANCARA
Auditor harus dapat menentukan dengan tepat pihak yang akan diwawancara. Hal ini sangat
penting untuk menentukan urutan prioritas pihak yang diwawancara. Wawancara didahulukan
kepada pihak yang memiliki keterlibatan paling kecil dari kasus yang sedang diaudit. Urutan
pihak yang dapat diwawancara adalah:
1. saksi pihak ketiga yang netral (neutral third‐party witness);
2. saksi yang dapat membenarkan (corroborative witness);
3. pihak yang diduga ikut terlibat (co‐conspirators);
4. pihak yang diduga melakukan penyimpangan (subject/target).
C. KARAKTERISTIK WAWANCARA
Karakteristik wawancara yang baik adalah sebagai berikut.
1. Wawancara harus cukup dari segi waktu dan kedalaman untuk mengungkap fakta‐fakta
yang relevan.
2. Wawancara mencakup semua informasi yang penting dan mengeliminasi informasi yang
tidak relevan. Perlu ditentukan mana informasi yang dianggap relevan dan mana yang
tidak.
3. Data dan fakta yang tidak relevan sering kali mempersulit pengumpulan dan analisis
informasi.
4. Wawancara sedapat mungkin dilaksanakan sedekat mungkin dengan saat kejadian yang
ditanyakan. Dengan berlalunya waktu, memori saksi dan responden potensial dapat saja
menjadi rusak dan hal‐hal yang kritis dapat terlupakan.
5. Wawancara yang baik harus objektif, ditujukan untuk memperoleh informasi, dan dengan
cara yang tidak sepotong‐sepotong (impartial).
D. KASUS
Bacalah kasus berikut dengan saksama!
Anda diminta untuk menyiapkan rencana wawancara sebagai berikut.
• Menyusun skedul wawancara, yang meliputi urutan pihak yang diwawancara dan
tujuannya.
• Menyusun daftar pertanyaan yang akan diajukan.
• Melakukan simulasi wawancara.
Lahan Basah Pelatihan
Tim audit investigatif Inspektorat Kabupaten Gemah Ripah yang beranggotakan seorang ketua
tim dan dua orang anggota tim, sedang melakukan audit investigatif atas kegiatan
2. Kuasa Pengguna Anggaran adalah Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi
(Perindagkop), sedangkan pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) berada pada beberapa
kepala seksi di beberapa bidang.
3. Sebagian besar kegiatan bersifat non fisik berupa pelatihan berbagai jenis usaha produktif,
seperti memasak, menjahit, dan peningkatan keterampilan membuat berbagai macam
kerajinan.
4. Setiap kelompok usaha memiliki jadwal dan jenis pelatihan sendiri. Jadwal pelatihan telah
ada pada dinas dan fasilitator di setiap kecamatan.
5. Terdapat penyatuan kegiatan pelatihan sebagai berikut.
Frekuensi Pelatihan (kali)
Kelompok Usaha Keterangan
Seharusnya Realisasi
Usaha jamur 4 2 Bukti kuitansi dan
pertanggungjawaban
Usaha ternak bebek 4 3
normal/sesuai
Kerajinan anyaman bambu 4 2 seharusnya
Jahit 4 3
Perajin tahu‐tempe 4 2
6. Biaya yang termasuk dalam pelatihan setiap jenis usaha meliputi biaya konsumsi,
transportasi, honor dan akomodasi instruktur, serta biaya transportasi peserta.
7. Selain penyatuan kegiatan seperti di atas, juga terdapat pembayaran yang tidak sesuai
dengan kuitansi yang dipertanggungjawabkan. Pelatihan budidaya ikan air tawar yang
mestinya dilaksanakan sebanyak 3 kali, masing‐masing untuk 3 kelompok di 2 kecamatan
tidak terlaksana dan diduga fiktif.
LEMBAR KERJA
Buku Kerja Audit Intern - Audit Investigatif
37
38
2014 | Pusdiklatwas BPKP
___