Diklat
Pra Penugasan
Kantor Akuntan Publik
BUKU PESERTA
PEMERIKSA
Badiklat PKN BPK RI
Diklat Pra Penugasan KAP Buku Peserta
SALAM PENDIDIKAN
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
A. Deskripsi Singkat
Diklat ini dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan kepada peserta diklat agar
mampu memahami pengelolaan keuangan daerah dan prosedur pemeriksaannya. Peserta
pada mata diklat ini adalah akuntan pubilk (AP) yang bekerja untuk dan atas nama BPK
dalam melakukan pemeriksaan keuangan negara.
B. Kompetensi Diklat
Standar Kompetensi Diklat:
Setelah mengikuti diklat ini, Peserta mampu melaksanakan pemeriksaan atas Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah.
C. Metode Pembelajaran
Agar peserta diklat dapat memahami pengelolaan keuangan daerah dan prosedur
pemeriksaannya maka proses belajar mengajar menggunakan pendekatan andragogi.
Dengan pendekatan ini, peserta didorong untuk berpartisipasi secara aktif melalui
komunikasi dua arah. Metode yang digunakan merupakan kombinasi dari ceramah, Tanya
jawab, diskusi, dan latihan soal.
Instruktur membantu peserta dalam memahami materi melalui ceramah, dimana dalam
proses ini peserta diberikan kesempatan untuk melakukan tanya jawab. Agar proses
pendalaman materi dapat berlangsung dengan baik, dilakukan pula diskusi kelompok,
sehingga peserta diklat benar-benar dapat secara aktif terlibat dalam proses belajar
mengajar.
Dalam proses pembelajaran pada materi ini disertakan pula studi kasus untuk membantu
peserta dalam mempercepat dan mempermudah memahami materi. Selain itu sebelum
pelaksanaan diklat peserta diberikan bahan bacaan sebagai bekal diskusi dan Tanya
jawab dalam kelas.
D. Kerangka Bahasan
Buku Peserta ini disusun dengan kerangka bahasan sebagai berikut:
BAB I DASAR-DASAR KEUANGAN NEGARA
Bab ini memuat tentang sistem pengelolaan keuangan pemerintah pusat dan daerah.
BAB II KONSEP DASAR LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH
Bab ini memuat tentang konsep pelaporan keuangan pemerintah daerah.
BAB III PERENCANAAN PEMERIKSAAN
Bab ini memuat tentang tahapan perencanaan pemeriksaan beserta langkah-
langkahnya.
BAB IV PELAKSANAAN PEMERIKSAAN
Bab ini memuat tentang tahapan pelaksanaan pemeriksaan beserta langkah-
langkahnya.
BAB V PELAPORAN PEMERIKSAAN
Bab ini memuat tentang tahapan pelaporan pemeriksaan beserta langkah-
langkahnya.
BAB VI PASCA PEMERIKSAAN BPK
Bab ini memuat tentang konsekuensi setelah dilaksanakannya pemeriksaan BPK
seperti tindak lanjut pemeriksaan dan permintaan keterangan ahli.
E. Peta Kompetensi
Peta kompetensi yang diharapkan dapat digambarkan sebagai berikut:
Mampu melaksanakan
pemeriksaan atas Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah
BAB I
DASAR-DASAR KEUANGAN NEGARA
Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari modul ini peserta mampu memahami
gambaran mengenai pengelolaan keuangan negara dan daerah
3. Proses
Mencakup s e l u r u h rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek
sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan
keputusan sampai dengan pertanggungjawaban.
4. Tujuan
Meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan
pemilikan dan/atau penguasaan obyek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan negara.
Keuangan Daerah dan Permendagri Nomor 21 tahun 2011 tentang Perubahan Kedua
Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006;
d. Permendagri nomor 19 tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah;
e. Permendagri Nomor 32 tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan
Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang telah
diubah dengan Permendagri Nomor 39 tahun 2012 dan terakhir dirubah dengan
Permendagri Nomor 14 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Permendagri nomor
32 Tahun 2011;
f. Permendagri Nomor 64 Tahun 2013 tentang Penerapan Standar Akuntansi
Pemerintahan Berbasis Akrual pada Pemerintah Daerah;
g. Peraturan-Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Kepala Daerah serta ketentuan
pengelolaan keuangan daerah lain yang mengatur mengenai pengelolaan keuangan
daerah.
Sistem Pengelolaan keuangan Pemerintah Daerah meliputi sistem pengelolaan
keuangan daerah dan sistem pengelolaan barang daerah. Siklus pengelolaan keuangan
pemerintah daerah dapat digambarkan sebagai berikut:
Pertanggungjawaban Perencanaan
Pemeriksaan Penganggaran
Pelaksanaan
Akuntansi Anggaran/
Perbendaharaan
2) menyusun DPA-SKPD;
3) melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran
belanja;
4) melaksanakan anggaran SKPD yang dipimpinnya;
5) melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran;
6) melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak;
7) mengadakan ikatan/perjanjian kerjasama dengan pihak lain dalam batas
anggaran yang telah ditetapkan;
8) menandatangani SPM;
9) mengelola utang dan piutang yang menjadi tanggung jawab SKPD yang
dipimpinnya;
10) mengelola barang milik daerah/kekayaan daerah yang menjadi tanggung jawab
SKPD yang dipimpinnya;
11) menyusun dan menyampaikan laporan keuangan SKPD yang dipimpinnya;
12) mengawasi pelaksanaan anggaran SKPD yang dipimpinnya;
13) melaksanakan tugas-tugas pengguna anggaran/pengguna barang lainnya
berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah;
14) bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada kepala daerah melalui
sekretaris daerah.
e. Pejabat Kuasa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Barang
Pejabat pengguna anggaran/pengguna barang dalam melaksanakan tugas-tugas
dapat melimpahkan sebagian kewenangannya kepada kepala unit kerja pada SKPD
selaku kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang.
Pelimpahan sebagian kewenangan berdasarkan pertimbangan tingkatan daerah,
besaran SKPD, besaran jumlah uang yang dikelola, beban kerja, lokasi, kompetensi
dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya. Pelimpahan sebagian
kewenangan ditetapkan oleh kepala daerah atas usul kepala SKPD.
f. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan SKPD
Pejabat pengguna anggaran/pengguna barang dan kuasa pengguna anggaran/kuasa
pengguna barang dalam melaksanakan program dan kegiatan menunjuk pejabat
pada unit kerja SKPD selaku PPTK. PPTK yang ditunjuk oleh kuasa pengguna
lambat 1 (satu) hari kerja terdekat dari hari saat uang kas tersebut diterima.
Satuan Kerja Perangkat Daerah yang mempunyai sumber pendapatan daerah
(Unit Penghasil Daerah/ UPD) wajib mengintensifkan perolehan pendapatan yang
menjadi wewenang dan tanggung jawabnya.
3) Bendahara Penerima Pembantu
Dalam hal obyek pendapatan daerah tersebar atas pertimbangan kondisi
geografis wajib pajak dan/atau wajib retribusi tidak mungkin membayar
kewajibannya langsung pada badan, lembaga keuangan atau kantor pos yang
bertugas melaksanakan sebagian tugas dan fungsi bendahara penerimaan, dapat
ditunjuk bendahara penerimaan pembantu.
Bendahara penerimaan pembantu wajib menyampaikan laporan
pertanggungjawaban penerimaan kepada bendahara penerimaan paling lambat
tanggal 5 bulan berikutnya. Bendahara penerimaan melakukan verifikasi, evaluasi
dan analisis atas laporan pertanggungjawaban penerimaan.
4) Penyetoran Penerimaan
Kepala daerah dapat menunjuk bank, badan, lembaga keuangan atau kantor pos
yang bertugas melaksanakan sebagian tugas dan fungsi bendahara penerimaan.
Bank, badan, lembaga keuangan atau kantor pos menyetor seluruh uang yang
diterimanya ke rekening kas umum daerah paling lama 1 (satu) hari kerja
terhitung sejak uang kas tersebut diterima. Walaupun demikian, atas atas
pertimbangan kondisi geografis yang sulit dijangkau dengan komunikasi dan
transportasi, penyetoran dapat melebihi ketentuan batas waktu penyetoran
ditetapkan dalam peraturan kepala daerah.
Bendahara penerimaan pembantu wajib menyetor seluruh uang yang diterimanya
ke rekening kas umum daerah paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung sejak uang
kas tersebut diterima. Bendahara penerimaan pembantu mempertanggungjawab
kan bukti penerimaan dan bukti penyetoran dari seluruh uang kas yang
diterimanya kepada bendahara penerimaan. Pengisian dokumen penatausahaan
penerimaan dapat menggunakan aplikasi komputer dan/atau alat elektronik
lainnya.
3) SPP UP
Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP-UP dilakukan oleh bendahara
pengeluaran untuk memperoleh persetujuan dari pengguna anggaran/kuasa
pengguna anggaran melalui PPK-SKPD dalam rangka pengisian uang persediaan.
Dokumen SPP-UP terdiri dari:
a) surat pengantar SPP-UP;
b) ringkasan SPP-UP;
c) rincian SPP-UP;
d) salinan SPD;
e) draft surat pernyataan untuk ditandatangani oleh pengguna anggaran/kuasa
pengguna anggaran yang menyatakan bahwa uang yang diminta tidak
dipergunakan untuk keperluan selain uang persediaan saat pengajuan SP2D
kepada kuasa BUD;
f) lampiran lain yang diperlukan.
4) SPP GU
Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP-GU dilakukan oleh bendahara
pengeluaran untuk memperoleh persetujuan dari pengguna anggaran/kuasa
pengguna anggaran melalui PPK-SKPD dalam rangka ganti uang persediaan.
Dokumen SPP-GU terdiri dari:
a) surat pengantar SPP-GU;
b) ringkasan SPP-GU;
c) rincian penggunaan SP2D-UP/GU yang lalu;
d) bukti transaksi yang sah dan lengkap;
e) salinan SPD;
f) draft surat pernyataan untuk ditandatangani oleh pengguna anggaran/kuasa
pengguna anggaran yang menyatakan bahwa uang yang diminta tidak
dipergunakan untuk keperluan selain ganti uang persediaan saat pengajuan
SP2D kepada kuasa BUD;
g) lampiran lain yang diperlukan.
Ketentuan batas jumlah SPP-UP dan SPP-GU ditetapkan dalam peraturan kepala
daerah.
5) SPP TU
Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP-TU dilakukan oleh bendahara
pengeluaran/bendahara pengeluaran pembantu untuk memperoleh persetujuan
dari pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK-SKPD dalam
rangka tambahan uang persediaan.
Dokumen SPP-TU terdiri dari:
a) surat pengantar SPP-TU;
b) ringkasan SPP-TU;
c) rincian rencana penggunaan TU;
d) salinan SPD;
e) draft surat pernyataan untuk ditandatangani oleh pengguna anggaran/kuasa
pengguna anggaran yang menyatakan bahwa uang yang diminta tidak
dipergunakan untuk keperluan selain tambahan uang persediaan saat
pengajuan SP2D kepada kuasa BUD;
f) surat keterangan yang memuat penjelasan keperluan pengisian tambahan uang
persediaan;
g) lampiran lainnya.
Batas jumlah pengajuan SPP-TU harus mendapat persetujuan dari PPKD dengan
memperhatikan rincian kebutuhan dan waktu penggunaan. Dalam hal dana
tambahan uang tidak habis digunakan dalam 1 (satu) bulan, maka sisa tambahan
uang disetor ke rekening kas umum daerah.
Ketentuan batas waktu penyetoran sisa tambahan uang dikecualikan untuk:
a) kegiatan yang pelaksanaannya melebihi 1 (satu) bulan;
b) kegiatan yang mengalami penundaan dari jadwal yang telah ditetapkan yang
diakibatkan oleh peristiwa di luar kendali PA/KPA.
Pengajuan dokumen SPP-UP, SPP-GU dan SPP-TU digunakan dalam rangka
pelaksanaan pengeluaran SKPD yang harus dipertanggungjawabkan.
6) SPP LS
a) Untuk Pembayaran Gaji, Tunjangan dan Penghasilan Lain
Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP-LS untuk pembayaran gaji dan
tunjangan serta penghasilan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan dilakukan oleh bendahara pengeluaran guna memperoleh
Penerbitan SPM paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak diterimanya
dokumen SPP. Penolakan penerbitan SPM paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung
sejak diterimanya pengajuan SPP. SPM yang telah diterbitkan diajukan kepada
kuasa BUD untuk penerbitan SP2D.
8) Pencairan Dana
a) Mekanisme SP2D
Kuasa BUD meneliti kelengkapan dokumen SPM yang diajukan oleh pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran agar pengeluaran yang diajukan tidak
melampaui pagu dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan.
Kelengkapan dokumen SPM-UP untuk penerbitan SP2D adalah surat
pernyataan tanggung jawab pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran.
b) Penerbitan SP2D
Penerbitan SP2D paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak diterimanya
pengajuan SPM. Penolakan penerbitan SP2D paling lama 1 (satu) hari kerja
terhitung sejak diterimanya pengajuan SPM.
Kuasa BUD menyerahkan SP2D yang diterbitkan untuk keperluan uang
persediaan/ganti uang persediaan/tambahan uang persediaan kepada
pengguna anggaran/kuasa penggguna anggaran.
Kuasa BUD menyerahkan SP2D yang diterbitkan untuk keperluan pembayaran
langsung kepada pihak ketiga.
c) Dokumen SP2D
Dokumen yang digunakan kuasa BUD dalam menatausahakan SP2D mencakup:
1) register SP2D;
2) register surat penolakan penerbitan SP2D;
3) buku kas penerimaan dan pengeluaran.
9) Pertanggungjawaban Penggunaan Dana
Bendahara pengeluaran secara administratif wajib mempertanggungjawabkan
penggunaan uang persediaan/ganti uang persediaan/tambah uang persediaan
kepada kepala SKPD melalui PPK-SKPD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
BAB II
KONSEP DASAR LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH
Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari modul ini peserta mampu memahami
gambaran mengenai Konsep Dasar dan Isi Laporan Keuangan
Peemerintah Daerah
Laporan keuangan pokok yang wajib disusun entitas pemerintahan setidak-tidaknya terdiri
dari:
Laporan Realisasi Anggaran (LRA) merupakan salah satu komponen laporan keuangan
pemerintah yang menyajikan informasi tentang realisasi dan anggaran entitas pelaporan
secara tersanding untuk suatu periode tertentu.
3. Laporan Operasional
Laporan Operasional menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah ekuitas
dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah untuk kegiatan
penyelenggaraan pemerintahan dalam satu periode pelaporan.
Laporan Perubahan Ekuitas menyajikan informasi kenaikan atau penurunan ekuitas tahun
pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
5. Neraca
Laporan Realisasi Anggaran (LRA) merupakan salah satu komponen laporan keuangan
pemerintah yang menyajikan informasi tentang realisasi dan anggaran entitas pelaporan secara
tersanding untuk suatu periode tertentu.
Penyandingan antara anggaran dan realisasi menunjukkan tingkat capaian target-target
yang telah disepakati antara legislatif dan eksekutif sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Informasi tersebut berguna bagi para pengguna laporan dalam mengevaluasi
keputusan mengenai alokasi sumber-sumber daya ekonomi, akuntabilitas dan ketaatan entitas
pelaporan terhadap anggaran. Berhubung anggaran akan disandingkan dengan realisasinya
maka dalam penyusunan APBD seharusnya digunakan struktur, definisi, dan basis yang sama
dengan yang digunakan dalam pelaporannya.
Laporan Realisasi Anggaran (LRA) terdiri dari anggaran pendapatan, belanja, dan
pembiayaan. Secara umum struktur LRA dapat digambarkan sebagai berikut:
Pembiayaan
D. NERACA
Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset,
kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu. Setiap entitas pelaporan mengklasifikasikan
asetnya dalam aset lancar dan nonlancar serta mengklasifikasikan kewajibannya menjadi
kewajiban jangka pendek dan jangka panjang dalam neraca.
Setiap entitas pelaporan mengungkapkan setiap pos aset dan kewajiban yang mencakup
jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima atau dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan
setelah tanggal pelaporan dan jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima atau dibayar dalam
waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan.
Apabila suatu entitas pelaporan menyediakan barang-barang yang akan digunakan
dalam menjalankan kegiatan pemerintahan, perlu adanya klasifikasi terpisah antara aset lancar
dan nonlancar dalam neraca untuk memberikan informasi mengenai barang-barang yang akan
digunakan dalam periode akuntansi berikutnya dan yang akan digunakan untuk keperluan
jangka panjang.
Informasi tentang tanggal jatuh tempo aset dan kewajiban keuangan bermanfaat untuk
menilai likuiditas dan solvabilitas suatu entitas pelaporan. Informasi tentang tanggal
penyelesaian aset nonkeuangan dan kewajiban seperti persediaan dan cadangan juga
bermanfaat untuk mengetahui apakah aset diklasifikasikan sebagai aset lancar dan nonlancar
dan kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek dan jangka panjang.
Neraca menyajikan secara komparatif dengan periode sebelumnya pos-pos berikut:
1. kas dan setara kas;
2. investasi jangka pendek;
3. piutang pajak dan bukan pajak;
4. persediaan;
5. investasi jangka panjang;
6. aset tetap;
7. kewajiban jangka pendek;
8. kewajiban jangka panjang;
9. ekuitas.
Pos-pos selain yang disebutkan di atas disajikan dalam Neraca jika Standar Akuntansi
Pemerintahan mensyaratkan, atau jika penyajian demikian perlu untuk menyajikan secara wajar
posisi keuangan suatu entitas pelaporan. Pertimbangan disajikannya pos-pos tambahan secara
terpisah didasarkan pada faktor-faktor berikut ini:
Badan Diklat PKN BPK RI Hal. 25
Diklat Pra Penugasan Pemeriksaan LKPD - KAP Buku Peserta
E. LAPORAN OPERASIONAL
Pendapatan dan beban yang sifatnya tidak rutin perlu dikelompokkan tersendiri dalam
kegiatan non operasional. Termasuk dalam pendapatan/beban dari kegiatan non operasional
antara lain surplus/defisit penjualan aset non lancar, surplus/defisit penyelesaian kewajiban
jangka panjang, dan surplus/defisit dari kegiatan non operasional lainnya.
Pos Luar Biasa memuat kejadian luar biasa yang mempunyai karakteristik sebagai
berikut:
(a) kejadian yang tidak dapat diramalkan terjadi pada awal tahun anggaran;
(b) tidak diharapkan terjadi berulang-ulang; dan
(c) kejadian diluar kendali entitas pemerintah.
pengambilan keputusan. Pemerintah pusat dan daerah yang menyusun dan menyajikan laporan
keuangan dengan basis akuntansi akrual wajib menyusun laporan arus kas sesuai dengan
standar ini untuk setiap periode penyajian laporan keuangan sebagai salah satu komponen
laporan keuangan pokok.
Informasi arus kas berguna sebagai indikator jumlah arus kas di masa yang akan datang,
serta berguna untuk menilai kecermatan atas taksiran arus kas yang telah dibuat sebelumnya.
Laporan arus kas juga menjadi alat pertanggung-jawaban arus kas masuk dan arus kas keluar
selama periode pelaporan. Apabila dikaitkan dengan laporan keuangan lainnya, laporan arus kas
memberikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna laporan dalam mengevaluasi
perubahan kekayaan bersih/ekuitas suatu entitas pelaporan dan struktur keuangan pemerintah
(termasuk likuiditas dan solvabilitas).
Kas dan setara kas harus disajikan dalam laporan arus kas. Setara kas pemerintah
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan kas jangka pendek atau untuk tujuan lainnya. Untuk
memenuhi persyaratan setara kas, investasi jangka pendek harus segera dapat diubah menjadi
kas dalam jumlah yang dapat diketahui tanpa ada risiko perubahan nilai yang signifikan. Oleh
karena itu, suatu investasi disebut setara kas kalau investasi dimaksud mempunyai masa jatuh
tempo 3 (tiga) bulan atau kurang dari tanggal perolehannya. Mutasi antar pos-pos kas dan
setara kas tidak diinformasikan dalam laporan keuangan karena kegiatan tersebut merupakan
bagian dari manajemen kas dan bukan merupakan bagian aktivitas operasi, investasi,
pendanaan, dan transitoris.
Laporan arus kas adalah bagian dari laporan finansial yang menyajikan informasi
penerimaan dan pengeluaran kas selama periode tertentu yang diklasifikasikan berdasarkan
aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris. Klasifikasi arus kas menurut aktivitas
operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris memberikan informasi yang memungkinkan para
pengguna laporan untuk menilai pengaruh dari aktivitas tersebut terhadap posisi kas dan setara
kas pemerintah. Informasi tersebut juga dapat digunakan untuk mengevaluasi hubungan antar
aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris.
Satu transaksi tertentu dapat mempengaruhi arus kas dari beberapa aktivitas, misalnya
transaksi pelunasan utang yang terdiri dari pelunasan pokok utang dan bunga utang.
Pembayaran pokok utang akan diklasifikasikan ke dalam aktivitas pendanaan sedangkan
pembayaran bunga utang pada umumnya akan diklasifikasikan ke dalam aktivitas operasi kecuali
bunga yang dikapitalisasi akan diklasifikasikan ke dalam aktivitas investasi. Dalam hal entitas
bersangkutan masih membukukan penerimaan dan pengeluaran dalam buku kas berdasarkan
akun pelaksanaan anggaran maka laporan arus kas dapat disajikan dengan mengacu pada akun-
akun pelaksanaan anggaran tersebut. Yang dimaksud dengan akun-akun pelaksanaan anggaran
adalah akun yang berhubungan dengan pendapatan, belanja, transfer, pembiayaan, dan
transaksi nonanggaran, yang dalam Laporan Arus Kas dikelompokkan menjadi aktivitas operasi,
investasi aset nonkeuangan, pembiayaan, dan nonanggaran.
Termasuk pula dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah penyajian informasi yang
diharuskan dan dianjurkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan serta
pengungkapan-pengungkapan lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar atas laporan
keuangan, seperti kewajiban kontinjensi dan komitmen-komitmen lainnya.
Dalam rangka pengungkapan yang memadai, Catatan atas Laporan Keuangan
mengungkapkan hal-hal sebagai berikut:
1. Informasi Umum tentang Entitas Pelaporan dan Entitas Akuntansi;
2. Informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan dan ekonomi makro;
3. Ikhtisar pencapaian target keuangan selama tahun pelaporan berikut kendala dan hambatan
yang dihadapi dalam pencapaian target;
4. Informasi tentang dasar penyajian laporan keuangan dan kebijakan-kebijakan akuntansi yang
dipilih untuk diterapkan atas transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya;
5. Rincian dan penjelasan masing-masing pos yang disajikan pada lembar muka laporan
keuangan;
6. Informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan yang belum
disajikan dalam lembar muka laporan keuangan; dan
7. Informasi lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang tidak disajikan dalam
lembar muka laporan keuangan.
Pengungkapan untuk masing-masing pos pada laporan keuangan mengikuti pernyataan standar
akuntansi berlaku yang mengatur tentang pengungkapan untuk pos-pos yang terkait. Misalnya,
Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan tentang Persediaan mengharuskan pengungkapan
kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran persediaan.
Untuk memudahkan pembaca dalam memahami laporan keuangan, pengungkapan pada
Catatan atas Laporan Keuangan dapat disajikan secara narasi, bagan, grafik, daftar, dan skedul
atau bentuk lain yang lazim yang mengikhtisarkan secara ringkas dan padat kondisi dan posisi
keuangan entitas pelaporan dan hasil-hasilnya selama satu periode.
Akuntansi adalah suatu sistem, yaitu suatu kesatuan yang terdiri atas subsistem-
subsistem atau kesatuan lebih kecil yang saling berhubungan dan mempunyai tujuan
tertentu. Suatu sistem mengolah input (masukan) menjadi output (keluaran). Input sistem
akuntansi adalah bukti-bukti transaksi dalam bentuk dokumen dan formulir. Ouput-nya
adalah laporan keuangan. Dalam proses akuntansi terdapat beberapa catatan yang dibuat,
yaitu jurnal, buku besar (BB), dan buku pembantu (BP).
J. SISTEM PENCATATAN
Ada beberapa macam sistem pencatatan yang dapat digunakan dalam akuntansi yaitu
sistem pencatatan single entry, double entry, dan triple entry.
Single entry
Sistem pencatatan single entry atau biasa yang disebut dengan sistem tata buku tunggal atau
tata buku saja. Dalam sistem ini, pencatatan transakasi ekonomi dilakukan dengan
mencatatnya sekali saja. Transaksi yang mengakibatkan bertambahnya kas akan dicatat
pada sisi penerimaan kas saja, sedangkan transaksi yang mengakibatkan berkurangnya kas
akan dicatat dalam sisi pengeluaran saja.
Double Entry
Sistem pencatatan double entry sering juga disebut dengan sistem tata buku berpasangan.
Dalam sistem ini, setiap transaksi ekonomi dicatat dua kali, atau istilah lainya dijurnal. Satu
kali pada sisi debit, satu kali pada sisi kredit. Alat bantu pada sistem ini adalah persamaan
akuntansi.
Triple Entry
Triple entri adalah pencatatan yang menggabungkan single entry pada pembukuan
anggaran, dan double entry pada catatan finansial. Triple entry biasanya digunakan pada
entitas yang menghasilkan dua jenis laporan yaitu laporan anggaran dan laporan finansial.
K. BASIS AKUNTANSI
Basis akuntansi menetukan kapan suatu transaksi atau kejadian diakui dalam
sistem akuntansi. Terdapat dua basis pencatatan utama, yakni basis kas (cash basis) dan
basis akrual (accrual basis), yang merupakan suatu continuum. Di antara kedua basis
tersebut terdapat dua basis lain, yakni basis kas modifikasian (modified cash basis) dan
basis akrual modifikasian (modified accrual basis). Organisasi bisnis menggunakan basis
akrual, begitu pula organisasi pemerintah yang melakukan aktivitas bisnis (misalnya
BUMN/BUMD). Untuk penggunaan di organisasi pemerintah, basis kas dan basis akrual dapat
dimodifikasi.
Pada dua dekade terakhir terjadi pergeseran basis akuntansi dan anggaran dari basis
kas ke basis akrual di pemerintahan di dunia. Menurut Vonck (2004), pergeseran ini
merupakan suatu langkah maju menuju pada konteks yang lebih luas dari reformasi
pengelolaan keuangan sektor publik.
1. Basis Kas
Basis kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya
pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. Pada basis kas, pencatatan suatu
transaksi atau peristiwa dilakukan apabila transkasi tersebut menyebabkan perubahan
saldo kas, yakni terjadi aliran kas masuk atau kas keluar. Penerimaan dan pendapatan
akan dicatat apabila ada kas yang diterima, sedangkan pengeluaran dan belanja akan
Badan Diklat PKN BPK RI Hal. 35
Diklat Pra Penugasan Pemeriksaan LKPD - KAP Buku Peserta
dicatat apabila ada kas yang dibayarkan. Apabila suatu transaksi tidak atau belum
menimbulkan perubahan pada kas, maka transaksi tersebut tidak dicatat. Dengan
menggunakan basis kas, hanya satu laporan yang bisa dihasilkan, yakni laporan arus
kas.
2. Basis Akrual
Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa
lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa memperhatikan saat kas atau
setara kas diterima atau dibayar. Dengan demikian, basis akrual, pencatatan atas
transaksi atau peristiwa pada saat terjadinya, bukan pada saat kas diterima atau
dikeluarkan. Basis akrual adalah basis yang mengakui adanya hak atau kewajiban pada
saat perpindahan hak lepas dari saat kas diterima atau dikeluarkan.
Jika dalam basis kas hanya dihasilkan satu laporan keuangan, yakni laporan arus kas,
maka dalam basis akrual, selain menghasilkan laporan arus kas, juga akan menghasilkan
dua laporan lain, yakni laporan operasi dan neraca. Laporan operasi akan memberi
gambaran tentang kinerja finansial organisasi bagaimana belanja dibiayai dari
pendapatan selama satu periode akuntansi, sementara neraca menunjukkan posisi
keuangan yang dimiliki organisasi pada tanggal tertentu, yang secara tidak langsung
mengindikasikan keberlangsungan keuangan organisasi dalam jangka panjang.
Informasi keuangan yang disusun atas dasar akrual akan membantu pengguna laporan
keuangan untuk:
d. Manajemen sektor publik perlu mengetahui pengaruh keputusan yang lalu terhadap
posisi keuangan saat ini dan pengaruh keputusan saat ini terhadap posisi
keuangan masa datang. Informasi ini dapat diperoleh jika tersedia informasi rinci atas
aset dan kewajiban.
e. Para manajer organisasi sektor publik acapkali dipercaya untuk mengelola aset dan
kewajiban, sehingga perlu melakukan cara yang paling efisien dalam menggunakan
Badan Diklat PKN BPK RI Hal. 37
Diklat Pra Penugasan Pemeriksaan LKPD - KAP Buku Peserta
BAB III
MEKANISME PEMERIKSAAN OLEH AKUNTAN PUBLIK YANG BEKERJA UNTUK
DAN ATAS NAMA BPK
Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari modul ini peserta mampu memahami
manajemen dan pengendalian mutu dalam pemeriksaan yang
dilakukan untuk dan atas nama BPK
1. Perencanaan Pemeriksaan;
2. Pelaksanaan Pemeriksaan;
3. Pelaporan Pemeriksaan; dan
4. Kondisi Khusus dalam Pemeriksaan yang mengatur mengenai Pemeriksaan
Interim/Pendahuluan, Pemeriksaan Tematik, Pemeriksaan On Call, dan Pemeriksaan
Akuntan Publik yang Bekerja Untuk dan Atas Nama BPK (AP).
Direktorat Evaluasi dan Pelaporan Pemeriksaan (EPP) berperan mengelola daftar KAP
Terdaftar di BPK. Direktorat PSMK dan Biro Keuangan berperan melakukan pembahasan
dengan PSP terkait anggaran atau biaya pemeriksaan yang memanfaatkan Akuntan Publik.
PPBJ berperan melaksanakan proses pengadaan barang dan jasa sesuai ketentuan yang
berlaku, Terakhir, Akuntan Publik berperan melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar
dan pedoman pemeriksaan yang berlaku di BPK.
C. MEKANISME PEMERIKSAAN AKUNTAN PUBLIK YANG BEKERJA UNTUK DAN ATAS NAMA
BPK
1. Mekanisme Perencanaan Pemeriksaan;
Perencanaan pemeriksaan dan pengendalian mutu oleh AP secara umum dilakukan
sesuai dengan Bab II PMP. AP dapat memberikan masukan kepada Penanggung Jawab
dalam perencanaan pemeriksaan.
(2) menjelaskan kepada Tenaga Ahli mengenai hasil yang diharapkan dari keahliannya
tersebut;
(3) me-review kesesuaian konsep Program Pemeriksaan dengan Juklak/Juknis
pemeriksaan terkait;
(4) me-review ketepatan metodologi pemeriksaan; dan
(5) memberikan arahan terkait konsep PKP.
Paket Program Pemeriksaan terdiri dari Program Pemeriksaan (P2) dan Surat Tugas.
Tahapan penyusunan P2 adalah sebagai berikut:
1) Pemahaman objek pemeriksaan
Output pemahaman objek pemeriksaan adalah Laporan Hasil Perencanaan
Pemeriksaan (LHPP) yang menjadi bahan penyusunan konsep P2. LHPP antara
lain memuat kesimpulan TPP mengenai kompleksitas pemeriksaan yang akan
berpengaruh pada komposisi Tim Pemeriksaan dan apakah perlu digunakan
Tenaga Ahli dalam pemeriksaan;
2) Penyusunan Program Pemeriksaan
Konsep P2 disusun dengan memperhatikan sifat, luas, dan jenis pemeriksaan
yang akan dirancang dalam tahapan pelaksanaan pemeriksaan dengan
memperhatikan Harapan Penugasan. Proses penyusunan P2 dilaksanakan oleh
Pejabat Fungsional Pemeriksa (PFP) secara berjenjang sesuai dengan tanggung
jawabnya;
3) Penentuan Tim Pemeriksaan
Berdasarkan perencanaan kebutuhan pemeriksa tahunan, Pejabat Struktural
Pemeriksaan (PSP) menentukan komposisi Tim Pemeriksaan dengan
mempertimbangkan masukan PFP serta status penyelesaian penugasan PFP
sebelumnya. Penentuan komposisi ini dituangkan dalam bentuk konsep Surat
Tugas. Dalam proses penentuan ini, PFP dapat memberikan pertimbangan
mengenai kompetensi kolektif yang dibutuhkan terkait dengan objek
pemeriksaan kepada PSP (latar belakang, pendidikan, pengalaman, independensi,
dan hasil evaluasi kinerja penugasan sebelumnya);
4) Persetujuan penugasan
Proses ini dilakukan secara berjenjang oleh PSP untuk disetujui oleh Pemberi
Tugas Pemeriksaan (PTP). Persetujuan dilakukan dengan menandatangani Surat
Tugas setelah mempertimbangkan Program Pemeriksaan.
P2. Para Anggota Tim kemudian menjabarkan P2 dalam konsep PKP. Konsep tersebut
kemudian di-review oleh Ketua Tim dan menyetujui konsep tersebut setelah
memperhatikan arahan Pengendali Teknis.
Persiapan yang merupakan dukungan pemeriksaan meliputi:
a. Penerbitan Surat Perjalanan Dinas (SPD) dan administrasi keuangan;
b. Pengurusan akomodasi serta transportasi ke lokasi selama pemeriksaan; dan
c. Penyediaan tenaga ahli jika diperlukan oleh TPP.
Sistem Manajemen Mutu pada tahap perencanaan pemeriksaan dilakukan oleh Pemberi
Tugas Pemeriksaan, PSP, dan PFP. Tabel SMM yang berisi informasi mengenai objek
pengendalian dan pemerolehan keyakinan mutu, tanggung jawab pada setiap aktivitas
SMM, serta dokumen yang dihasilkan dari aktivitas SMM tercantum dalam PMP.
Berdasarkan paket P2 yang telah disetujui, Ketua Tim menyusun jadwal pemeriksaan
yang memuat waktu tentatif yang dialokasikan untuk melakukan pemeriksaan pada
entitas yang bersangkutan. Dalam hal diperlukan, Ketua Tim menyusun permintaan
data/informasi awal terkait pemeriksaan. Ketua Tim menyampaikan Surat Tugas,
jadwal pemeriksaan, Surat Pemberitahuan Pemeriksaan termasuk di dalamnya
permintaan data/informasi awal beserta dengan Surat Pembatalan Penugasan
Pemeriksa (jika ada) kepada pimpinan entitas. Pemberitahuan pemeriksaan
disampaikan paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum PFP melaksanakan
pemeriksaan lapangan.
Dalam hal PFP akan memanfaatkan data dan informasi awal yang tersedia dalam
pusat data BPK, maka Ketua Tim dapat memperoleh data dan informasi setelah Surat
Tugas terbit dan diinput ke dalam Sistem Informasi Pemeriksaan.
b. Komunikasi Awal
Tujuan aktivitas ini adalah untuk menjelaskan pemeriksaan yang dilakukan, meliuti
tujuan, lingkup, rencana kegiatan, dan waktu pemeriksaan, kebutuhan dokumen
yang diperiksa, serta menjelaskan komposisi tim yang tercantum dalam Surat Tugas.
Bentuk komunikasi ini adalah pertemuan awal dengan pimpinan entitas yang
diperiksa.
Komunikasi awal ini dilakukan oleh seluruh Tim Pemeriksa mulai dari Pengendali
Mutu hingga Anggota Tim. Dalam hal Pengendali Teknis dan Pengendali Mutu tidak
dapat mendampingi karena alasan kedinasan lainnya, maka komunikasi awal
setidaknya dilakukan oleh Ketua Tim dan Anggota Tim. Dalam pertemuan awal ini,
PFP membuat notulen yang berisi informasi tentang pertemuan awal termasuk jika
entitas menolak pemeriksaan.
c. Pelaksanaan Program Pemeriksaan dan Penyusunan KKP
Pelaksanaan P2 dilakukan oleh PFP sesuai dengan pembagian tugas dalam PKP
dengan tujuan memperoleh bukti pemeriksaan yang cukup dan kompeten. Bukti
pemeriksaan yang diperoleh kemudian menjadi bahan penyusunan KKP.
Seluruh pelaksanaan P2 dilaporkan oleh Ketua Tim kepada Pengendali Teknis melalui
laporan mingguan dan oleh Pengendali Teknis kepada Pengendali Mutu melalui
laporan dua mingguan. Dalam hal ada P2 yang tidak dapat dilaksanakan karena
pimpinan entitas menolak untuk diperiksa atau tidak menyediakan
tim menyelesaikan proses pelaporan pemeriksaan, maka TP tetap dimuat dalam LHP
beserta keterangan atas status penyelesaian tindak lanjutnya.
Untuk TP yang berindikasi merugikan negara/daerah dan/atau memiliki unsur pidana
maka Ketua Tim menyampaikannya kepada PT untuk kemudian didiskusikan
kelayakannya bersama PM. Untuk kemudian disampaikan kepada PSP.
e. Komunikasi Akhir (Penyampaian Temuan Pemeriksaan)
PM menyampaikan TP yang dilampiri komentar bersamaan dengan Surat
Penyampaian TP kepada pimpinan entitas. Dalam hal PM tidak dapat menyampaikan
secara langsung karena alasan kedinasan, maka penyampaian dapat dilakukan oleh
PT dan/atau Ketua Tim.
f. Pengakhiran Tahap Pelaksanaan Pemeriksaan
PFP menyampaikan Laporan Akhir Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan (LAPPL)
kepada PSP sebagai bentuk pertanggungjawaban. Penyampaian LAPPL merupakan
awal dari proses pelaporan. Konsep LAPPL disampaikan oleh Ketua Tim kepada PM
melalui PT disertai dengan Laporan Perkembangan Mingguan, Temuan Pemeriksaan,
Nota Penyampaian TP, penilaian kinerja tim, dan pertanggungjawaban keuangan.
g. Penilaian Kinerja PFP
Berdasarkan hasil review KKP dan observasi terhadap PFP, PFP secara berjenjang
membuat penilaian kinerja untuk PFP dengan peran satu tingkat di bawahnya. Aspek
yang dinilai meliputi sasaran kerja, kompetensi perilaku, dan kompetensi teknis PFP
selama pelaksanaan pemeriksaan. Lembar Penilaian Kinerja bersifat rahasia.
Sistem Manajemen Mutu pada tahap pelaksanaan pemeriksaan dilakukan oleh Pemberi
Tugas Pemeriksaan, PSP, dan PFP. Tabel SMM yang berisi informasi mengenai objek
pengendalian dan pemerolehan keyakinan mutu, tanggung jawab pada setiap aktivitas
SMM, serta dokumen yang dihasilkan dari aktivitas SMM tercantum dalam PMP.
(3) menjamin kebenaran matematis, dan akurasi angka atas bahan penyusunan LHP;
dan
(4) menyusun bahan IHPS.
Anggota Tim berperan menyiapkan bahan penyusunan LHP dan bahan IHPS.
BAB IV
PERENCANAAN PEMERIKSAAN LKPD
Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari bab ini peserta mampu memahami dan
menerapkan seluruh tahapan proses perencanaan
pemeriksaan
d. memahami tujuan dan sasaran entitas dan pengembangan strategi usaha untuk
mencapainya;
e. mengidentifikasi faktor sukses yang penting (critical success factors) bagi pencapaian
tujuan entitas;
f. mengidentifikasi dan mendapatkan gambaran umum proses kerja entitas;
g. mengidentifikasi proses kerja strategis entitas; dan
h. memahami bagaimana manajemen mengendalikan proses kerja strategisnya untuk
mencapai faktor penentu keberhasilan (critical success factor - CSF) entitas.
Pemeriksa harus memperoleh pemahaman yang mutakhir mengenai faktor-faktor
internal dan eksternal yang memengaruhi entitas. Faktor internal dan eksternal yang
berpengaruh atas entitas tersebut adalah peraturan perundang-undangan, organisasi,
pengelolaan sistem keuangan baik itu manual maupun elektronik, praktik-praktik akuntansi
dan kewajiban pelaporan keuangan, dampak lingkungan, sosial, ekonomi, dan pertimbangan
politik.
Faktor-faktor internal dan eksternal entitas tersebut merupakan sumber informasi
bagi Pemeriksa untuk menganalisis indikasi penting adanya potensi risiko salah saji atas
laporan keuangan. Pemeriksa dapat mengidentifikasi dan mempertimbangkan risiko tersebut
melalui pemahaman kegiatan/operasi utama entitas serta faktor internal dan eksternal yang
memengaruhi kegiatan/operasi tersebut.
Pemeriksa mengidentifikasi proses kerja strategis entitas berdasarkan pemahaman
Pemeriksa terhadap lingkup kerja entitas secara profesional. Sebuah proses dianggap
penting jika tujuan dan/atau keluarannya (output) secara langsung berhubungan dengan
pencapaian faktor sukses. Di lain pihak, sebuah proses tidak akan dinilai sebagai sebuah
proses kerja strategis jika tujuan proses tersebut tidak secara langsung berhubungan dengan
pencapaian faktor sukses. Pada saat mengidentifikasi proses kerja strategis, Pemeriksa juga
mengidentifikasi dan memahami sistem Teknologi Informasi (TI) dan aplikasi bisnis yang
berpengaruh terhadap proses kerja strategis. Sampai tahap ini Pemeriksa akan dapat
mempertimbangkan area-area dari sistem informasi operasional manajemen berbasis TI
sebagai salah satu proses kerja strategis yang difokuskan dalam pemeriksaannya dan
kemungkinan penerapan teknik-teknik Audit TI.
Untuk memahami bagaimana manajemen entitas mengendalikan proses kerja
strategis tersebut, Pemeriksa mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
Pemeriksa juga mengidentifikasi setiap perubahan yang dibuat dalam waktu dekat
atau yang diantisipasi, yang berhubungan dengan Sumber Daya Manusia (SDM) dan
teknologi yang terlibat dalam proses kerja strategis. Pemeriksa dapat memperoleh beberapa
informasi tersebut saat mendapatkan pemahaman umum atas proses kerja entitas.
Pemeriksa dapat mendokumentasikan mengenai lingkup kerja entitas dalam bentuk
catatan, ringkasan mengenai kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman (SWOT), atau
bukti-bukti sejenis. Pendokumentasian pemeriksaan mencakup pula pemahaman Pemeriksa
mengenai sasaran tujuan, strategi, faktor sukses strategis utama, pengaruh internal dan
eksternal entitas, atau pengaruh pemangku kepentingan utama terhadap tindakan
pimpinan/manajemen entitas.
Dokumentasi gambaran entitas tersebut adalah yang mempunyai dampak signifikan
terhadap lingkup kerja entitas dan risiko laporan keuangan, serta bagaimana pemahaman
Pemeriksa akan hal-hal tersebut dapat memengaruhi penilaian risiko secara gabungan
(combined risk assessment) atas risiko inheren dan risiko pengendalian, dan penentuan
strategi pemeriksaan.
b. menilai pelaksanaan tindak lanjut atas rekomendasi BPK; dan menganalisis dampak
pelaksanaan tindak lanjut terhadap laporan keuangan yang diperiksa.
e. hasil pemahaman umum atas entitas; dan laporan hasil Audit TI, apabila pernah
dilakukan pada entitas terperiksa.
f. laporan hasil Audit TI, apabila pernah dilakukan pada entitas terperiksa.
Pemahaman atas SPI bertujuan mengkaji pengendalian internal yang diterapkan oleh
entitas dalam menjalankan kegiatannya secara efektif dan efisien serta mengkaji
kemungkinan terjadinya kesalahan dan kecurangan (misstatement dan fraud).
Dalam tahap ini, Pemeriksa juga melakukan penilaian kemungkinan salah saji yang
disebabkan oleh hal-hal terkait risiko lingkungan SPI. Entitas terperiksa dapat menerapkan
pengendalian lingkungan internalnya secara berbeda-beda, sesuai dengan besarnya risiko
lingkungan SPI yang mereka hadapi. Entitas dengan risiko lingkungan SPI yang kecil/rendah
dapat menyatukan pengendalian internal terkait lingkungan SPI dengan pengendalian
internal reguler yang mereka miliki, sedangkan entitas dengan risiko lingkungan SPI yang
besar mungkin harus memiliki pengendalian internal yang khusus didesain untuk
mengendalikan risiko lingkungan SPI.
Dalam memahami SPI entitas, data dan informasi yang dibutuhkan antara lain:
a. struktur organisasi;
b. seluruh uraian pekerjaan yang terkait pelaporan keuangan;
c. prosedur operasi standar (Standard Operating Procedure/SOP);
d. kebijakan akuntansi;
e. kebijakan dan keputusan penting yang ditetapkan oleh pimpinan entitas;
f. anggaran tahunan;
g. laporan pertanggungjawaban;
j. dokumen yang berisi komitmen entitas dalam menjalankan kegiatan yang terkait
lingkungan, kebijakan, dan pencapaian dalam mengelola hubungan antara proses bisnis
dan risiko lingkungan;
k. khusus untuk entitas yang telah menggunakan TI, maka Pemeriksa harus memiliki
pemahaman terhadap dokumen pengendalian terkait penggunaan TI.
tid a k
A p a k a h a d a te m u a n
p a d a p e m e r ik s a a n R P : R endah
s e b e lu m n y a ?
ya
tid a k
Sudah ada
R P : T in g g i
tin d a k la n ju t?
ya
tid a k
A p a k a h tin d a k la n ju t
R P : S e d a n g /T in g g i
s u d a h s e l e s a i?
ya
R P : R endah
f. hasil diskusi dengan pimpinan/manajemen entitas atau Komite Audit entitas yang pernah
dilakukan;
g. hasil diskusi dengan personil satuan kerja pengawasan internal yang pernah dilakukan
dan hasil reviu laporan hasil pengawasan internal; dan hasil pemahaman atas SPI.
1) penilaian risiko inheren. Dalam melakukan penilaian atas risiko inheren, Pemeriksa
perlu mempertimbangkan adanya risiko yang berkaitan dengan lingkungan alam,
yakni yang merupakan risiko salah saji material pada laporan keuangan yang
disebabkan oleh masalah lingkungan, misalnya timbulnya kerusakan alam/lingkungan
hidup akibat dari aktivitas tertentu yang dilakukan oleh entitas;
d. menentukan sifat, saat, dan luas prosedur pemeriksaan untuk mendapat bukti
pemeriksaan selanjutnya. Penentuan sifat, saat dan luas dari prosedur pemeriksaan
dapat didasarkan pada interpretasi risiko deteksi yang diperoleh dari formula risiko
pemeriksaan; dan
Pemeriksa mendokumentasikan hasil penilaian risiko dalam Matriks Risiko Bisnis (MRB)
Entitas, Matriks Risiko Pengendalian (MRP), matriks/formulir penilaian risiko kecurangan, dan
formulir penilaian risiko tingkat akun.
d. kertas kerja hasil pemeriksaan sebelumnya (jika kali ini merupakan pemeriksaan tahun
kedua dan selanjutnya) terutama mengenai penilaian risiko dan materialitas; dan data
laporan keuangan entitas.
Nilai materialitas awal (PM) merupakan nilai maksimum yang menjadi batas
pemeriksa untuk meyakini bahwa semua salah saji yang diatas nilai tersebut dianggap
material dan dapat mempengaruhi keputusan dari pihak-pihak yang berkepentingan.
Materialitas ini ditetapkan untuk tingkat keseluruhan laporan keuangan. Penetapan nilai
materialitas awal secara kuantitatif meliputi tahapan:
a. penentuan dasar (basis) penetapan materialitas;
Selain menentukan jumlah PM dan TM, Pemeriksa juga menentukan jurnal usulan
koreksi yang akan diajukan kepada entitas. Nominal jurnal koreksi yang diusulkan Pemeriksa
menggunakan pertimbangan prinsip materialitas. Pemeriksa mendokumentasikan dalam
strategi pemeriksaan hal-hal mengenai perencanaan materialitas, kesalahan tertoleransi, dan
jumlah nominal yang dibukukan di dalam Koreksi Pemeriksaan.
c. hasil penilaian risiko pemeriksaan atas setiap akun atau kelompok akun;
d. kertas kerja hasil pemeriksaan sebelumnya (jika kali ini merupakan pemeriksaan tahun
kedua dan selanjutnya) terutama mengenai penilaian risiko dan materialitas; dan data
laporan keuangan entitas.
Penggunaan metode uji petik baik metode statistik maupun nonstatistik harus
didokumentasikan di dalam KKP. Dokumentasi tersebut antara lain mengungkapkan alasan
penggunaan dan gambaran umum metode uji petik tersebut.
b. memberi tahu Anggota Tim Pemeriksa mengenai penugasan yang akan dilakukan, yang
meliputi tujuan pemeriksaan, lingkup pemeriksaan, harapan Pemberi Tugas, dan ukuran
kinerja pemeriksaan; dan
Input yang diperlukan dalam langkah pemenuhan kebutuhan Pemeriksa ini adalah:
a. KKP sebelumnya, apabila pemeriksaan merupakan pemeriksaan tahun kedua dan
selanjutnya terutama tentang hal-hal spesifik yang cukup signifikan yang harus diperiksa
(misalnya, perpajakan, teknologi informasi entitas, dan aspek lingkungan);
e. Profil SDM pemeriksa (ketersediaan dalam jumlah, peran, jabatan, dan kriteria lainnya).
memahami prinsip akuntansi yang berlaku umum yang berkaitan dengan entitas yang
diperiksa, dan sebaiknya memiliki sertifikasi keahlian. Khusus bagi Pemeriksa yang berperan
sebagai Penanggung Jawab pemeriksaan keuangan, ia harus memiliki sertifikasi keahlian
yang diakui secara profesional.
d. strategi pemeriksaan;
Berdasarkan paket P2 yang telah disetujui, Ketua Tim melakukan pembagian tugas
kepada masing-masing Anggota Tim atas langkah pemeriksaan yang terdapat dalam P2. Para
Anggota Tim Pemeriksa kemudian menyusun konsep PKP yang merupakan penjabaran dari
P2 dan mengajukannya kepada Ketua Tim untuk direviu. Setelah memperhatikan
pertimbangan Pengendali Teknis, Ketua Tim Pemeriksa menyetujui konsep PKP. Bentuk P2
dan PKP mengacu kepada PMP.
E-Audit merupakan sebuah sistem yang membentuk sinergi antara sistem informasi di
BPK dengan sistem informasi yang dimiliki entitas pemeriksaan yang menggunakan komunikasi
data untuk secara sistematis membentuk pusat data pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara di BPK.
E-Audit dapat memfasilitasi Pemeriksa untuk mempermudah kegiatan pemeriksaan,
antara lain dalam pemerolehan data dan pengujian transaksi dengan efektif dan efisien. Dengan
memanfaatkan e-Audit, pemeriksa dapat mengumpulkan data dari entitas, baik pada saat
pemeriksaan maupun diluar proses pemeriksaan. Data yang terkumpul di pusat data BPK dapat
dimanfaatkan Pemeriksa setiap saat.
Dengan penerapan e-Audit, diharapkan dapat tercapai kegiatan pemeriksaan yang
efektif dan efisien dengan menciptakan suatu sinergi secara elektronik. Sinergi tersebut dapat
BAB V
PELAKSANAAN PEMERIKSAAN
Tujuan Pembelajaran
A. PELAKSANAAN PEMERIKSAAN
TAHAPAN OUTPUT/
PENJELASAN
DOKUMENTASI
Pengujian Pengujian pengendalian dilakukan KKP Pengujian
Pengendalian berdasarkan program pemeriksaan hasil dari Pengendalian
tahap perencanaan pemeriksaan
Penyesuaian Prosedur Sifat, saat, dan luas lingkup Pengujian Prosedur Pengujian
Pengujian Substantif menyesuaikan dengan penyesuaian Substantif setelah
tingkat risiko dan tingkat materialitas disesuaikan
Prosedur
Melaksanakan prosedur pengujian tambahan Tambahan jika
Pelaksanaan jika memang bukti dirasa belum memadai dari memang
Prosedur Tambahan segi kecukupan dan ketepatan dan jika ada dianggap perlu
indikasi kecurangan
- LTP
Penyusunan dan Dari hasil pengujian-pengujian yang dilakukan
pemeriksa menyusun temuan pemeriksaan jika - Usulan Jurnal
Penyampaian Temuan Koreksi
Pemeriksaan dan Jurnal terdapat permasalahan yang ditemukan pada
Penyesuaian saat melaksanakan pengujian dan membuat - Surat
usulan jurnal koreksi Penyampaian LTP
1. Pengujian Pengendalian
Pengujian SPI dilakukan untuk memperoleh keyakinan atas efektivitas SPI
berdasarkan nilai awal risiko pengendalian yang diperoleh pada tahapan Pemahaman SPI.
Uji pengendalian yang dilakukan terhadap atribut pengendalian dapat meyakinkan bahwa
keberadaan pengendalian tersebut berfungsi dalam memenuhi asersi manajemen.
Terdapat persamaan metode dalam 0pengujian pengendalian dan pemahaman SPI,
antara lain: wawancara, pengujian dokumen dan data, serta observasi. Sedangkan
perbedaan antara pemahaman dan pengujian SPI adalah: a) dalam Pemahaman SPI,
prosedur untuk memperoleh pemahaman dilakukan pada semua pengendalian pada
siklus yang teridentifikasi berisiko dari hasil analisis Matriks Risiko Bisnis (MRB).
Sementara, pada tahap pengujian pengendalian hanya dilakukan pada pengendalian
dengan risiko rendah dan/ atau sedang; b) Prosedur Pemahaman SPI dilakukan hanya
pada satu atau beberapa transaksi (dalam observasi dokumen), sebaliknya pada
pengujian pengendalian dilakukan pada sampel yang lebih banyak dengan menggunakan
teknik uji petik pemeriksaan.
Langkah-langkah dalam uji pengendalian adalah:
a. Merancang uji pengendalian.
b. Menguji pengendalian.
c. Mengevaluasi hasil pengujian.
d. Mendokumentasikan hasil.
e. Menentukan tingkat RP siklus.
f. Menyusun temuan sementara atas efektivitas SPI entitas, jika ada
Pengujian terhadap efektivitas desain SPI juga meliputi pengujian terhadap
implementasi SPI. Dalam pengujian desain SPI, Pemeriksa mengevaluasi apakah SPI telah
didesain secara memadai dan dapat meminimalisasi secara relatif salah saji dan
kecurangan. Sementara itu, pengujian implementasi SPI dilakukan dengan melihat
pelaksanaan pengendalian pada kegiatan atau transaksi yang dilakukan oleh pihak yang
terperiksa. Apabila entitas yang diperiksa menyelenggarakan sistem akuntansi berbasis
TI, maka pengujian juga dilakukan terhadap pengendalian TI tersebut yang meliputi
pengujian atas: pengendalian umum dan pengendalian aplikasi.
Pengujian SPI merupakan dasar pengujian substantif selanjutnya, dimana pengujian
SPI dilakukan berdasarkan hasil yang diperoleh dari pemahaman atas SPI yang diakukan
pada tahap perencanaan pemeriksaan. Hasil pengujian ini digunakan untuk menentukan
strategi pengujian transaksi laporan keuangan entitas yang diperiksa dan meliputi
Badan Diklat PKN BPK RI Hal.
77
Diklat Pra Penugasan Pemeriksaan LKPD - KAP Buku Peserta
pengujian substantif mendalam dan pengujian substantif terbatas. Hasil pengujian SPI
juga digunakan untuk menentukan asersi-asersi dari laporan keuangan entitas yang
terperiksa.
Seluruh pengkajian Pemeriksa mengenai pengendalian internal di tingkat entitas dan
tingkat siklus transaksi akuntansi serta risiko adanya kecurangan harus
didokumentasikan. Tim dapat mengembangkan suatu rangka kerja (template) yang
membantu mendefinisikan pengendalian internal dan risiko kecurangan. Tim juga
diharapkan mendokumentasikan pemahaman mengenai pengendalian internal dengan
pendekatan 5 (lima) komponen SPI dari COSO, risiko-risiko kecurangan terutama risiko
yang belum sepenuhnya dimitigasi oleh pengendalian yang ada (termasuk rencana
prosedur pemeriksaan atas risiko ini), dan pemahaman Pemeriksa mengenai
pengendalian umum dan pengendalian aplikasi TI.
4. Pengujian Substantif
Pelaksanaan Pengujian Substantif mempertimbangkan hasil pengujian atas Sistem
Pengendalian Internal. Jika Pengujian Sistem Pengendalian Internalnya menghasilkan
kesimpulan bahwa pengendaliannya baik, maka pengujian substantif dilakukan dengan
sampel yang sedikit dan pemeriksaan yang tidak terlalu mendalam, karena mengandalkan
pengendalian yang sudah baik. Jika Pengujian Sistem Pengendalian Internalnya
menghasilkan kesimpulan bahwa pengendaliannya tidak baik, maka pengujian substantif
dilakukan dengan sampel yang banyak dan pemeriksaan yang mendalam.
Pengujian substantif dapat dilaksanakan pada pemeriksaan interim maupun
pemeriksaan terinci. Pengujian substantive juga dilakukan untuk menguji 5 asersi
manajemen:
a. Keberadaan dan keterjadian;
b. Kelengkapan;
Tujuan dari tahapan ini adalah menyampaikan himpunan TP yang telah direviu secara
berjenjang kepada pihak pimpinan entitas yang diperiksa. Penyampaian LTP disertai
dengan surat penyampaian LTP. Penyampaian LTP tersebut merupakan akhir dari
pekerjaan lapangan pemeriksaan keuangan. Dalam tahap ini, LTP bukan merupakan
laporan pemeriksaan, melainkan kumpulan indikasi permasalahan yang ditemukan
selama pelaksanaan pemeriksaan. Pemeriksa tidak dibebani tanggung jawab atas suatu
kondisi yang terjadi setelah tanggal pekerjaan lapangan tersebut. Oleh karena itu,
tanggal penyampaian TP tersebut merupakan tanggal laporan hasil pemeriksaan.
Input yang diperlukan dalam tahapan ini adalah temuan, tanggapan resmi dan
tertulis dari entitas yang diperiksa, dan Surat Penyampaian TP. Pemeriksa dalam hal ini
ketua tim menyampaikan himpunan TP yang telah disertai tanggapan kepada pihak yang
diperiksa. Penyampaian TP ditandai dengan ditandatanganinya surat penyampaian TP
oleh ketua tim dan pimpinan entitas terperiksa.
Temuan pemeriksaan dapat diklasifikasikan sebagai temuan SPI dan temuan
kepatuhan. Temuan SPI yaitu temuan yang berhubungan dengan kelemahan
struktur/desain sistem pengendalian intern dan aplikasi sistem pengendalian intern.
Sedangkan temuan kepatuhan yaitu temuan yang berhubungan dengan ketidakpatuhan
pengelolaan keuangan daerah terhadap peraturan perundangundangan, peraturan
pemerintah maupun peraturan daerah terkait lainnya. Temuan kepatuhan terdiri dari
empat jenis yaitu temuan yang mengindikasikan terjadinya kerugian negara, potensi
kerugian negara, kekurangan penerimaan, dan temuan administrasi yang merupakan
bagian dalam pelaporan temuan kepatuhan.
BAB VI
PELAPORAN PEMERIKSAAN
Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari modul ini peserta mampu memahami
dan menerapkan tahapan pelaporan hasil pemeriksaan serta
mampu menyusun LHP dan opini
A. PELAPORAN PEMERIKSAAN
Hasil pelaksanaan pemeriksaan yang dilakukan oleh Pemeriksa dituangkan secara tertulis
ke dalam suatu bentuk laporan yang disebut sebagai Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). LHP
merupakan bukti penyelesaian penugasan bagi Pemeriksa yang dibuat dan disampaikan
kepada Pemberi Tugas, yakni BPK.
Fungsi laporan tertulis adalah
1. Mengomunikasikan hasil pemeriksaan kepada pihak yang berwenang berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2. Membuat hasil pemeriksaan terhindar dari kesalahpahaman;
3. Membuat hasil pemeriksaan sebagai bahan untuk tindakan perbaikan oleh instansi
terkait; dan
4. Memudahkan tindak lanjut untuk menentukan apakah tindakan perbaikan yang
semestinya telah dilakukan.
LHP dalam pemeriksaan LKPD pada umumnya meliputi:
1. LHP atas Laporan Keuangan;
2. LHP atas Sistem Pengendalian Intern; dan
3. LHP atas Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan.
LHP atas Laporan Keuangan memuat opini, LHP atas Sistem Pengendalian Intern memuat
temuan-temuan atas kelemahan pengendalian intern entitas, dan LHP atas Kepatuhan
terhadap Peraturan Perundang-undangan memuat temuan-temuan pemeriksaan yang
terkait dengan kepatuhan entitas terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penyusunan konsep LHP bertujuan untuk menuangkan secara tertulis seluruh hasil
pemeriksaan untuk menjawab tujuan pemeriksaan yang telah ditetapkan. Konsep LHP
masih bersifat rahasia dan diberi watermark: “RAHASIA”. Penggunaan konsep LHP
dibatasi pada tim pemeriksa dan entitas yang diperiksa. Langkah penerapannya adalah
sebagai berikut:
Ruang lingkup dibatasi oleh auditee WTP Paragraf penjelasan, WDP Disclaimer
atau kondisi tertentu
Prinsip akuntansi tidak diterapkan scr WTP WTP paragraf penjelasan, WTP paragraf
konsisten WDP penjelasan, Adverse
Laporan Ketidakpatuhan
Pada tahapan ini, dilakukan penyelesaian atas konsep LHP yang telah mendapat
tanggapan menjadi suatu laporan. Laporan tersebut merupakan bukti penyelesaian
penugasan bagi Pemeriksa dan disampaikan kepada Pemberi Tugas, Pimpinan Entitas,
dan pihak lain yang berkepentingan. Langkah penerapan tahapan ini adalah sebagai
berikut:
Teknik
•Konsep LHP
•Pedoman Penulisan •Pembahasan konsep LHP antara Tim,
Gaya Selingkung PT dan PJ •Penetapan Opini
•Asersi Final •Meminta Managemet Representation •LHP
•Tanggapan tertulis Letter jika belum diperoleh pada tahap •Surat keluar
•Rencana aksi dari pelaksanaan pemeriksaan •Lembar kendali
entitas • Menyusun konsep akhir LHP dan mutu
•Risalah diskusi menyiapkan surat penyampaian
(termasuk analisis tanggapan atas
konsep rekomendasi dan action plan)
Input
•Memvalidasi LHP dan asersi final dalam
proses konsolidasi pada pemeriksaan Output
LKPD
•Penandatanganan LHP dan surat keluar
Seluruh hasil kegiatan penyusunan LHP didokumentasikan. Bentuk dokumentasi dapat berupa
surat keluar, risalah diskusi, surat pengantar LHP, dan lembar reviu pengendalian mutu.
Dokumentasi penyusunan LHP tersebut mengacu pada PMP dan Juklak Sistem Pemerolehan
Keyakinan Mutu.
BAB VII
PASCA PEMERIKSAAN BPK
Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari bab ini, peserta diharapkan memahami
konsekuensi setelah selesainya pemeriksaan BPK
Setelah proses pemeriksaan selesai dilaksanakan, laporan hasil pemeriksaan dari Tim
Pemeriksa diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai kewenangannya. Selain itu untuk
kepentingan tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK menyerahkan laporan hasil pemeriksaan kepada
Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota. Penyerahan hasil pemeriksaan BPK dilakukan oleh Anggota
BPK atau pejabat yang ditunjuk.
Pada saat laporan telah diserahkan kepada pejabat yang berwenang pemeriksa wajib
memantau tindak lanjut hasil pemeriksaan. Apabila terdapat kerugian negara dalam temuan
pemeriksaan, pemeriksa dapat dimintai keterangan atas hasil pemeriksaannya.
tanggung jawab keuangan negara kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan
kewenangannya.
Pasal 8 Ayat (2) Undang-Undang No. 15 Tahun 2006 menyatakan bahwa tindak lanjut hasil
pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) diberitahukan secara tertulis oleh Presiden,
Gubernur, Bupati/Walikota kepada BPK.
a. Delik meliputi beberapa unsur, yaitu diancam dengan pidana oleh hukum,
bertentangan dengan hukum, dilakukan oleh orang yang bersalah, dan orang itu
dipandang bertanggung jawab atas perbuatannya (Simons).
1. Definisi
Definisi Ahli berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana adalah
Pasal 120 ayat (1) jo. Pasal 179 ayat (2):
Ahli adalah seseorang yang memiliki keahlian khusus yang memberikan keterangan sebaik-
baiknya dan yang sebenarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya untuk
membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan di pengadilan.
Pasal 186:
Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.
Berdasarkan Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian Keterangan
Ahli
Pasal 1 angka 2: Ahli adalah orang yang ditunjuk oleh BPK karena kompetensinya untuk
memberikan keterangan mengenai kerugian negara/daerah yang dimuat dalam Laporan
hasil Pemeriksaan BPK atau Laporan Hasil Penghitungan Kerugian negara/Dawerh, dalam
proses peradilan.
2. Dasar Hukum
a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
b. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara
b. Laporan Hasil Pemeriksaan BPK terkait kerugian negara/daerah yang akan dimintakan
keterangan ahli.
c. Keterangan ahli yang diberikan terbatas pada:
1) Terbatas mengenai kerugian negara/daerah berdasarkan hasil pemeriksaan BPK.
2) Atas hasil pemeriksaan instansi lain dapat diberikan setelah BPK melakukan penilaian
dan perhitungan kerugian negara/daerah.
3) Data/dokumen yg digunakan diperoleh dari pemohon berdasarkan permintaan BPK.
1
Pemberian Keterangan Ahli di Persidangan oleh Auditor APIP ; Badan Diklat
PKNwas.bpkp.go.id/pemberianketeranganahli; diunduh pada tanggal 18 September 2015
Badan Diklat PKN BPK RI Hal.
96
Diklat Pra Penugasan Pemeriksaan LKPD - KAP Buku Peserta
e) Able to Present Findings. Ahli harus mampu menyajikan temuan dengan alur pikir
yang jelas, obyektif, independen, sehingga dapat mendudukkan masalah secara
proporsional.
Anggota dan
Tortama Jawaban
terkait disertai
LHP BPK Dipenuhi
nama
Ahli
Penilaian dan
perhitungan kerugian Jawaban
negara/daerah, jika Tidak
Dipenuhi disertai
tidak berdasarkan alasan
LHP BPK
14
Kasubaud Jawaban
terkait Dipenuhi disertai
nama
LHP BPK Ahli
Mengkaji Pemaparan
dan memberi perkara Jawaban permintaan
pendapat oleh paling lama 10 hari sejak
pemohon permintaan diterima
Penilaian dan
perhitungan kerugian
negara/daerah, Jawaban
Tidak
Jika tidak berdasarkan disertai
Dipenuhi
LHP BPK alasan
15
Dalam hal Tortama terkait atau Kepala Perwakilan BPK tidak dapat memberikan pendapat
mengenai permohonan Keterangan Ahli kepada Pemohon, Tortama terkait atau Kepala
Perwakilan BPK dapat menyampaikan hal tersebut secara berjenjang kepada Anggota BPK untuk
memberikan pendapat.
DAFTAR SINGKATAN
LAMPIRAN
2. SKR
4. STS
5. Ceklist SPJ
7. SPTB
8. SSBP
13. BAST