AKUNTANSI MENENGAH
Pusdiklat BPK RI
2015
KATA PENGANTAR
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB V PERSEDIAAN: SISTEM PENGENDALIAN PERIODIK
DAN ALIRAN BIAYA.................................................................................................... 44
A. Metode Periodik Versus Metode Perpetual ......................................................... 44
B. Aliran Biaya ............................................................................................................ 50
C. Latihan Soal ........................................................................................................... 53
iv
E. Pembalikan Rugi Penurunan Nilai..........................................................................111
F. Pembalikan Rugi Penurunan Nilai UPK..................................................................113
G. Pembalikan Rugi Penurunan Nilai Goodwill...........................................................113
BAB XII INVESTASI……………………………………………………….................... 115
A. Investasi dalam Sekuritas Ekuitas ........................................................................ 115
B. Investasi dalam Sekuritas Utang ......................................................................... 125
C. Latihan Soal ..........................................................................................................134
BAB XIII KEWAJIBAN LANCAR............................................................... ..................... 137
A. Karakteristik Kewajiban dan Klasifikasinya ......................................................... 137
B. Penyajian di Neraca ............................................................................................. 144
C. Latihan Soal ......................................................................................................... 145
BAB XIV KEWAJIBAN JANGKA PANJANG...................................................................... 147
A. Utang Obligasi ......................................................................................................147
B. Utang Wesel ........................................................................................... 164
C. Latihan Soal ......................................................................................................... 166
BAB XV PENGAKUAN PENDAPATAN DAN BIAYA…….………... ............................... 168
A. Elemen‐elemen Laba Rugi................................................................................... 168
B. Pengakuan Pendapatan dan Biaya ..................................................................... 169
C. Prinsip Matching Costs Against Revenues ............................................................179
D. Latihan Soal ..........................................................................................................179
BAB XVI MODAL SAHAM DAN LABA DITAHAN……………………….......................... 181
A. Modal Saham Biasa .............................................................................................. 181
B. Laba Ditahan ........................................................................................................ 189
C. Penyajian Ekuitas Perseroan Terbatas ................................................................ 191
D. Ekuitas Pemerintah Daerah ................................................................................. 191
E. Latihan Soal ..........................................................................................................192
DAFTAR PUSTAKA ................................................... ......................................................... 195
v
Akuntansi Menengah Buku Peserta
BAB I
PENDAHULUAN
Mata diklat ini dapat membantu auditor dalam melakukan pemeriksaan keuangan,
topik akuntansi yang dibahas lebih kepada pendekatan akuntansi secara komersial,
dan merupakan pendalaman dari mata diklat akuntansi pengantar.
B. Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini, peserta diklat diharapkan mampu memahami proses
akuntansi untuk akun‐akun dalam Neraca, Laporan Laba Rugi yang ditunjukkan oleh
kompetensi dasar sebagai berikut.
C. Metodologi Pembelajaran
Metode yang digunakan dalam proses belajar mengajar adalah metode orang
dewasa (andragogi), yakni:
a) mengidentifikasi masalah;
b) belajar secara mandiri di luar jam diklat baik secara individual maupun
kelompok.
D. Struktur Modul
Buku peserta akuntansi menengah ini disusun dengan kerangka bahasan sebagai
berikut.
BAB I Pendahuluan
BAB V Akuntansi persediaan dengan sistem pengendalian periodik dan aliran dana.
BAB VI Akuntansi persediaan dengan sistem pengendalian perpetual dan aliran dana.
BAB VII Akuntansi untuk Persediaan: Prosedur penaksiran, penilaian, dan penyajian di
neraca .
BAB II
A. Informasi Akuntansi
Tujuan laporan keuangan, menurut IAI (2004) dalam "Kerangka Dasar Penyusunan
dan Penyajian Laporan Keuangan" adalah sebagai berikut : (a) menyajikan informasi
tentang posisi keuangan (aktiva, utang, dan modal pemilik) pada suatu saat tertentu;
(b) menyajikan informasi kinerja (prestasi) perusahaan; (c) menyajikan informasi
tentang perubahan posisi keuangan perusahaan; dan (d) mengungkapkan informasi
keuangan yang penting dan relevan dengan kebutuhan para pengguna laporan
keuangan.
Dapat dipahami, apabila para pemakai memiliki pengetahuan yang memadai tentang
Keandalan, informasi memiliki kualitas keandalan jika bebas dari pengertian yang
menyesatkan, kesalahan material, jujur.
Netralitas, informasi harus diarahkan pada kebutuhan umum pengguna dan tidak
bergantung pada kebutuhan dan keinginan pihak tertentu.
perusahaan dari periode ke periode atau antarperusahaan pada periode yang sama.
Informasi
C. Standar Akuntansi
Standar akuntansi diperlukan agar setiap laporan keuangan baik dari negara, institusi
yang berbeda maupun periode yang berbeda dapat saling diperbandingkan. Pada
mulanya standar akuntansi yang banyak diikuti adalah GAAP (General Accepted
Accounting Principles) yang diikuti oleh Amerika serikat, Inggris, Jepang, Jerman dll
yang kemudian dengan IASC (International Accounting Standars Commitee)
mengembangkan IASs (International Accounting Standars) yang kemudian
digantikan oleh IASB (International Accounting Standars Board) dengan IFRSs
(Iternational Financial Reporting Standards) mengembang serangkaian standar
akuntansi untuk membantu pelaku pasar modal dalam melakukan pengambilan
keputusan ekonomi.
Penamaan standar akuntansi di beberapa negara berbeda, di Australia disebut AASB
(Australian Accounting Standars Board) di Singapura disebut FRS (Financial
Reporting Standars), di Afrika Selatan GRAP (Generally Recognized Accounting
Principles).
Sejak FASB (Financial Accounting Standards Board) Amerika Serikat menandatangani
MOU yang menggarisbawahi komitmennya atas konvergensi GAAP dan IFRS, hingga
kini lebih kurang 100 negara telah mengadopsi IFRS ke dalam standar akuntansinya.
Kerangka konseptual IFRS yang menggambarkan sifat, fungsi, dan batasan dimana
akuntansi keuangan dan pelaporan keuangan beroperasi digambarkan sebagai
berikut:
D. Basis pencatatan
Akuntansi berbasis kas (cash basis accounting) hanya mencatat transaksi tunai
penerimaan maupun pengeluaran kas tunai.
IAS mengharuskan setiap entitas membuat laporan keuangannya berbasis akrual
kecuali informasi arus kas.
Contoh:
Tanggal 1 Januari 2015, menjual aset senilai Rp 200.000, dibayar kemudian setelah
Agustus 2015 hari, maka:
E. Proses akuntansi
Tahap 1: adalah bagian tahap pengakuan dan pengukuran, dimana atas setiap
transaksi dianalisis apakah merupakan transaksi keuangan dan
menentukan nilai transaksi.
Tahap 2: adalah tahap mencatat transaksi kedalam jurnal sesuai pos‐pos keuangan
yang dipengaruhi oleh transaksi.
Tahap 3: adalah tahap memposting atau memindahkan angka‐angka transaksi yang
telah di jurnal dedalam buku pembantu dan buku besarnya.
Tahap 4: adalah tahap mengalokasikan saldo‐saldo dari setiap buku besar kedalam
neraca saldo
Tahap 5: adalah tahap membuat jurnal penyesuaian, yaitu menyesuaikan semua
informasi relefan yang perlu perubahan klasifikasi, penyesuaian nilai,
penyesuaian pengakuan.
Tahap 6: menyusun laporan keuangan yang merupakan ikhtisar dari saldo setiap pos‐
pos pendapatan dan beban kedalam laporan Laba rugi; pos‐pos aset dan
kewajiban dedalam neraca, dan menyusun laporan arus kas.
Tahap 7: adalah tahap menutup perkiraan‐perkiraan nominal (sementara).
Tahap 8: membuat jurnal penutup untuk memastikan keseimbangan debit dan kredit
setiap laporan keuangan.
F. Neraca
Neraca (disebut juga laporan posisi keuangan) menyajikan secara sistematis posisi
keuangan perusahaan pada suatu saat (tanggal) tertentu. Yang dimaksud posisi
keuangan adalah posisi aktiva (assets), kewajiban (liabilities), dan ekuitas atau modal
(equities) perusahaan. Aktiva adalah sumber‐sumber ekonomik (economic resources)
yang dimiliki atau dikuasai oleh perusahaan dan masih memberikan kemanfaatan di
masa yang akan datang sebagai akibat dari transaksi masa lampau. Kewajiban
merupakan utang masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, yang
penyelesaiannya mengakibatkan arus keluar sumberdaya yang mengandung manfaat
ekonomik. Ekuitas (modal atau aktiva neto) adalah hak residu atas aktiva setelah
dikurangi dengan kewajiban.
1. Klasifikasi Aktiva
Aktiva Lancar meliputi kas dan sumber‐sumber ekonomi lainnya yang dapat
dicairkan menjadi kas, dijual, atau dipakai habis dalam rentang waktu satu tahun
sejak tanggal neraca atau satu siklus kegiatan normal perusahaan, mana yang
lebih panjang. Termasuk dalam aktiva lancar, antara lain adalah kas dan setara
kas, piutang, dan Persediaan barang dagangan.
Aktiva Tidak Berwujud mencerminkan hak‐hak istimewa atau kondisi dan posisi
yang menguntungkan perusahaan dalam mencapai pendapatan. Aktiva tersebut
dapat diperoleh dengan membeli dari pihak luar atau dengan
mengembangkannya sendiri, misalnya hak paten.
Aktiva Lain‐lain adalah aktiva yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam aktiva
lancar, investasi jangka panjang, aktiva tetap, dan aktiva tidak berwujud, serta
aktiva sumber alam. Contoh aktiva lain‐lain adalah gedung yang masih dalam
proses konstruksi.
2. Klasifikasi Kewajiban
Kewajiban Lancar adalah kewajiban yang akan dilunasi dalam rentang waktu
tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal neraca dengan aktiva lancar atau dengan
menimbulkan kewajiban lancar lainnya. Termasuk dalam kewajiban lancar, antara
lain adalah utang usaha, utang wesel, dan utang pajak penghasilan (PPh)
karyawan. Kewajiban lancar dilaporkan di neraca dengan mengurutkan mana
yang paling cepat akan dilunasi.
3. Klasifikasi Ekuitas
Pada perseroan terbatas, ekuitas atau modal pemegang saham terdiri atas modal
saham biasa, modal saham prioritas, agio modal saham biasa, agio modal saham
prioritas, dan laba ditahan.
4. Bentuk Neraca
Neraca dapat disusun dalam format laporan (report form) yang menyajikan pos‐
pos aktiva (assets) di bagian atas laporan dan menyajikan pos‐pos utang
(liabilities) dan ekuitas (equity) di bagian bawah laporan, dan dapat pula disusun
dalam format akun (account form) yang menyajikan pos‐pos aktiva (assets) di
sebelah kiri laporan dan menyajikan pos‐pos utang (liabilities) dan ekuitas (equity)
di sebelah kanan laporan seperti bentuk akun T (T account). Perhatikan contoh
pada Peraga 2.1 dan Peraga 2.2.
Laporan laba rugi1 menyajikan secara sistematis hasil usaha perusahaan dalam
rentang waktu tertentu. Unsur‐unsur yang dilaporkan di laporan laba rugi adalah
pendapatan (revenues), biaya (expenses), untung (gains), dan rugi (losses).
Dalam melaporkan laba dari operasi yang masih berlanjut, laporan laba rugi ada yang
berbentuk single step yang menyajikan pos‐pos pendapatan (revenues) diikuti dengan
pos‐pos biaya (expenses), dan ada pula yang multiple step yang menyajikan
pendapatan dan biaya dari aktivitas operasi terlebih dahulu, diikuti pendapatan dan
biaya dari aktivitas nonoperasi. Perhatikan contoh pada Peraga 2.3 dan Peraga 2.4.
1
Penyebutannya berbeda-beda, ada yang menyebut laporan laba rugi, laporan rugi-laba, dan ada pula
yang menyebutnya laporan laba sebagai padanan income statement.
Pendapatan Operasi
Pendapatan Jasa Angkutan Rp370.000.000
Biaya‐biaya Operasi
Biaya Sewa Garasi Rp35.000.000
Biaya Sewa Kantor 5.000.000
Biaya Gaji Sopir dan Kernet 40.000.000
Biaya Depresiasi Gedung dan Peralatan 100.000.000
Total Biaya‐biaya Usaha 180.000.000
Laba Usaha Rp190.000.000
Pendapatan Lain‐lain dan Untung
Pendapatan Bunga Rp45.000.000
Untung Pelepasan Surat Berharga 5.000.000
Total Pendapatan Lain‐lain dan Untung Rp50.000.000
Biaya Lain‐lain dan Rugi
Biaya Bunga Rp20.000.000
Rugi Pelepasan Peralatan Kantor 6.000.000
Total Biaya Lain‐lain dan Rugi Rp26.000.000
Laba (Rugi) di Luar Usaha Rp24.000.000
Laba Sebelum Pajak Rp214.000.000
Pajak Penghasilan 10% x Rp214.000 (21.400.000)
Laba Bersih Rp192.600.000
Laporan arus (aliran) kas menyajikan secara sistematis informasi tentang penerimaan
dan pengeluaran kas selama satu periode tertentu (lihat Peraga 2.6). Arus kas
diklasifikasi menjadi: arus kas dari dan untuk kegiatan operasi, arus kas dari dan untuk
kegiatan pendanaan, dan arus kas dari dan untuk kegiatan investasi.
akan muncul di neraca akhir. Jadi, terdapat hubungan antara neraca awal, laporan
laba rugi, laporan laba ditahan, dan neraca akhir. Selanjutnya, saldo kas awal yang
dilaporkan di neraca awal akan muncul di laporan arus kas sebagai penambah arus
masuk kas dari kegiatan operasi, investasi, dan pendanaan. Setelah ditambah dengan
saldo kas awal ini, terhitunglah saldo kas akhir tahun yang dilaporkan di laporan arus
kas. Jumlah ini pula yang akan diletakkan di neraca akhir. Walhasil, terdapat
hubungan antarempat laporan keuangan: neraca awal, laporan laba rugi, laporan
laba ditahan, laporan arus kas, dan neraca akhir.
BAB III
Kas, aktiva yang paling lancar, adalah alat pertukaran dan dasar pengukuran pos‐pos
lainnya. Aktiva disebut kas jika ia dapat digunakan untuk membayar semua kewajiban
sekarang dan bebas dari ikatan‐ikatan yang membatasi penggunaannya. Kas terdiri
dari uang kertas, uang logam, dan simpanan di bank dalam bentuk rekening giro.
Setara kas adalah investasi yang sangat likuid yang jatuh temponya sangat pendek
(umumnya tidak lebih dari 3 bulan, paling lama 1 tahun atau 1 siklus akuntansi normal
perusahaan) dan harganya tidak terpengaruh oleh perubahan tingkat bunga.
Beberapa pos yang tidak termasuk kas: (1) uang tunai dan simpanan di bank yang
dibatasi penggunaannya untuk tujuan‐tujuan khusus, misalnya untuk ekspansi pabrik
dan pelunasan kewajiban jangka panjang, (2) cek mundur (post–dated check), (3) cek
kosong (non–sufficient fund check), dan (4) perangko dan meterai.
Kas merupakan aktiva yang menjadi awal dan akhir dari siklus operasi perusahaan.
Kas yang berupa uang tunai memiliki sifat: (1) mudah ditukarkan menjadi aktiva
nonkas, (2) mudah digelapkan, dan (3) tidak ada identitas kepemilikannya. Tiga sifat
ini menyebabkan setiap orang tertarik untuk melakukan penggelapan jika ada
kesempatan. Oleh karena itu, pengendalian intern harus dibangun secara memadai
1. Pemisahan tugas antara fungsi penerimaan dan pengeluaran kas dengan fungsi
penyimpanan dan persetujuan pengeluaran kas.
4. Penggunaan cek untuk semua pengeluaran kas, kecuali pengeluaran kecil yang
cukup dilakukan dari dana kas kecil (petty cash fund).
C. Kas Kecil
Dana kas kecil (petty cash fund) dibentuk untuk memenuhi pembayaran dengan
jumlah yang relatif kecil karena tidak praktis bila pembayaran tersebut dilakukan
menggunakan cek, antara lain untuk membeli makanan dan minuman harian, untuk
membeli perangko dan materai, untuk membayar biaya langganan koran dan
majalah, dan lain‐lain. Terdapat dua sistem/metode akuntansi untuk
menyelenggarakan dana kas kecil, yaitu sistem dana tetap atau sering disebut juga
sistem impres (imprest system) dan sistem dana berfluktuasi (fluctuating system).
Jurnal‐jurnal pencatatan yang diselenggarakan dalam sistem dana tetap adalah ketika
dana kas kecil dibentuk dan ketika dana kas kecil dilakukan pengisian kembali
(reimbursement atau replenishment). Dalam sistem dana berfluktuasi, jurnal‐jurnal
pencatatan dilakukan ketika dana kas kecil dibentuk, ketika dana kas kecil
dikeluarkan, dan ketika dilakukan pengisian kembali.
Contoh:
Pada 30 November 2007, PT. TIARA ADI membentuk dana kas kecil sebesar
Rp1.500.000 yang akan digunakan untuk melakukan pembayaran‐pembayaran yang
jumlahnya relatif kecil, di mana pengisian kembali dana kas kecil dilakukan setiap
akhir bulan. Berikut adalah transaksi berkaitan dengan kas kecil selama bulan
Desember 2007.
Jurnal untuk mencatat pembentukan dana kas kecil adalah sebagai berikut.
Setiap mengeluarkan kas kecil—pada tanggal 5, 16, dan 27—tidak perlu dicatat
dalam jurnal, melainkan semua bukti transaksi pengeluaran yang dilakukan
disimpan dengan rapi.
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa akun Dana Kas Kecil tidak pernah dikredit. Jadi,
saldonya selalu tetap sebesar Rp1.500.000. Penggunaan sistem ini mengharuskan
pengisian kembali secara berkala, misalnya pada setiap tanggal tertentu pada
setiap bulan. Tujuan pengisian kembali ini adalah untuk mengakui biaya yang
telah dibayar sejak pengisian sebelumnya.
Jika sistem dana tetap digunakan tetapi tidak dilakukan pengisian kembali pada
akhir periode, maka perlu dibuat jurnal penyesuaian. Jurnal penyesuaiannya
adalah untuk mengakui biaya sejak pengisian sebelumnya sampai akhir periode.
Misalnya pada contoh di atas pada tanggal 31 Desember tidak dilakukan
pengisian kembali dan perusahaan menyusun laporan keuangan pada setiap
tanggal 31 Desember maka jurnal penyesuaiannya adalah sebagai berikut.
Dengan jurnal penyesuaian di atas, maka dana kas kecil menjadi Rp50.000
(Rp1.500.000‐Rp1.450.000). Jumlah inilah yang akan dilaporkan di neraca per 31
Desember.
Jurnal penyesuaian di atas dibalik pada hari kerja pertama tahun 2008 sebagai
berikut.
Jurnal untuk mencatat pembentukan dana kas kecil adalah sebagai berikut.
Setiap mengeluarkan kas kecil dicatat dalam jurnal dengan mendebit biaya dan
mengkredit dana kas kecil. Jurnal‐jurnal pada contoh di atas adalah sebagai
berikut.
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa akun Dana Kas Kecil dikredit setiap terjadi
pengeluaran sehingga saldonya dari hari ke hari selalu berfluktuasi. Saldonya
akan seperti semula setelah terjadi pengisian kembali. Penggunaan sistem ini
tidak memerlukan pembuatan jurnal penyesuaian pada akhir tahun buku karena
saldo kas kecil dapat ditunjukkan oleh saldo akun Dana Kas Kecil di setiap hari
kerja karena sifatnya yang berfluktuasi.
D. Rekonsiliasi Bank
Pada dasarnya, penyebab perbedaan terdiri atas dua jenis. Pertama, perbedaan
waktu mencatat antara perusahaan dan bank. Perbedaan waktu mencatat antara lain
dikarenakan oleh sebagai berikut.
2. Cek yang masih beredar (outstanding checks), yakni cek yang sudah dikeluarkan
oleh perusahaan tetapi belum diuangkan oleh bank, misalnya karena penerima
cek belum menguangkannya ke bank. Dalam laporan rekonsiliasi bank, cek ini
mengurangi saldo kas menurut laporan bank.
3. Penerimaan telah dicatat oleh bank tetapi belum dicatat oleh perusahaan.
Misalnya jasa giro bank. Dalam laporan rekonsiliasi bank, penerimaan ini
diperlakukan sebagai penambah saldo kas menurut pembukuan perusahaan.
4. Pengeluaran telah dicatat oleh bank tetapi belum dicatat oleh perusahaan,
misalnya biaya bank dan cek kosong (non–sufficient fund check). Dalam laporan
rekonsiliasi bank, pengeluaran dan cek kosong ini diperlakukan sebagai
pengurang saldo kas menurut pembukuan perusahaan.
Kedua, akibat kesalahan, yang dapat terjadi di catatan perusahaan atau bank saja dan
dapat pula terjadi di kedua catatan.
Contoh:
Pada tanggal 1 Juni 2007, PT. BIMA SAKTI menerima laporan bank yang menunjukkan
saldo giro perusahaan per 31 Mei 2007 sebesar Rp4.800.000, sedangkan menurut
pembukuan perusahaan Rp5.000.000. Setelah dilakukan prosedur rekonsiliasi
diketahui bahwa perbedaan saldo di atas disebabkan oleh karena hal‐hal sebagai
berikut.
3. Jasa giro bank dan biaya bank bulan Mei berturut‐turut adalah Rp50.000 dan
Rp30.000.
4. Cek yang diterima dari perusahaan lain sebesar Rp270.000 dinyatakan oleh bank
sebagai cek kosong atau tidak ada dananya.
6. Bank melaporkan setoran sebesar Rp300.000 yang tidak pernah dilakukan oleh
perusahaan (kemungkinan setoran dari perusahaan lain yang salah dilaporkan
oleh bank).
Dari data di atas maka laporan rekonsiliasi bank tampak sebagai berikut.
Menurut rekonsiliasi bank di atas, saldo kas menurut perusahaan yang benar adalah
Rp5.250.000 padahal menurut saldo perusahaan sebelum rekonsiliasi adalah
Rp5.000.000. Untuk membetulkan saldo akun Kas di Bank dalam buku besar PT.
BIMA SAKTI maka diperlukan jurnal penyesuaian sebagai berikut.
Pos‐pos yang perlu dijurnal adalah pos‐pos penambah dan pengurang saldo kas
menurut pembukuan perusahaan sebagaimana tertera dalam rekonsiliasi bank di
kolom sebelah kiri. Pos‐pos penambah dan pengurang saldo kas menurut laporan
bank sebagaimana tertera di kolom sebelah kanan tidak menjadi dasar penjurnalan
pada pembukuan perusahaan. Setelah jurnal penyesuaian di atas diposting maka
saldo akun Kas di Bank akan tampak sebagai berikut.
Kas di Bank
Mei 31 Mei 31
Saldo sebelum penyesuaian 5.000.0 Penyesuaian (cek kosong) 270.00
Penyesuaian (wesel) 500.00 Penyesuaian (biaya bank) 30.00
Penyesuaian (jasa giro) 50.000 Penyesuaian (salah catat penerimaan) 300
5.550.000 600.000
Saldo setelah penyesuaian 4.950.000
Kas dan setara kas disajikan paling atas dalam kelompok aktiva lancar karena sifatnya
yang terlikuid di antara aktiva‐aktiva lancar lainnya. Kas dinilai sebesar nilai nominal
uang (kertas dan logam) ditambah nilai nominal cek perusahaan lain yang menjadi
hak perusahaan, dan saldo rekening giro pada tanggal neraca, serta jumlah tertentu
yang sudah diketahui untuk setara kas.
Bagaimana dengan dana kas kecil? Dana kas kecil merupakan kas yang disisihkan
untuk tujuan tertentu sehingga dilaporkan terpisah dari kas dan setara kas kecuali
jika jumlahnya dipandang tak material. Kas kecil yang disajikan adalah jumlah
sesungguhnya dari dana kas kecil yang terdapat dalam brankas atau laci dana kas
kecil.
Jika terdapat saldo negatif pada rekening giro maka ia disajikan sebagai kewajiban
lancar. Namun, jika rekening giro lainnya dalam bank yang sama mempunyai saldo
positif yang dapat menutup atau mengkompensasinya, maka saldo negatif dapat
digabungkan.
F. Latihan Soal
Soal Latihan 1
PT. FAJAR MULYA pada 31 Oktober 2007 membentuk dana kas kecil sebesar
Rp2.500.000 dan akan dilakukan pengisian kembali pada akhir bulan. Berikut adalah
pengeluaran yang terjadi dari dana kas kecil selama November.
Buatlah jurnal pencatatan transaksi kas kecil di atas mulai dari pembentukan dana kas
kecil sampai dengan pengisian kembali apabila pencatatannya menggunakan sistem:
Soal Latihan 2
Pada 1 Pebruari 2008, PT. NIKISAE menerima laporan bank yang menunjukkan saldo
giro perusahaan per 31 Januari 2008 sebesar Rp11.520.000, sedangkan menurut
pembukuan perusahaan Rp14.742.000. Setelah dilakukan prosedur rekonsiliasi,
diketahui penyebab perbedaan saldo tersebut adalah:
1. Pada laporan bank tercantum pendapatan jasa giro bank dan biaya bank masing‐
masing Rp280.000 dan Rp52.000.
2. Penerimaan kas bulan pada 31 Januari sebesar Rp7.200.000 yang telah dicatat
dalam pembukuan perusahaan belum tampak pada laporan bank (setoran dalam
perjalanan).
3. Cek dari PT. MAJU sebesar Rp5.470.000 yang disetorkan ke bank pada 18 Januari
telah salah dicantumkan pada laporan bank sebesar Rp4.570.000.
4. Cek dari Tn. Ali sebesar Rp3.500.000 ditolak bank karena tidak ada dananya
(kosong).
6. Pada laporan bank tercantum adanya hasil penagihan piutang wesel sebesar
Rp5.000.000 dan pendapatan bunga Rp300.000.
8. Pada laporan bank tercantum penarikan cek sebesar Rp2.400.000 yang tidak
pernah dilakukan oleh perusahaan (penarikan cek oleh perusahaan lain).
Berdasarkan data di atas, buatlah Rekonsiliasi Bank per 31 Januari 2008 dan jurnal
penyesuaian yang diperlukan oleh PT. NIKISAE!
BAB IV
PIUTANG
A. Piutang Usaha
1. Definisi Piutang
Piutang adalah klaim perusahaan kepada pihak lain yang diharapkan akan
diterima dalam bentuk kas. Piutang diklasifikasikan ke dalam piutang dagang
(usaha), piutang wesel, dan piutang lain‐lain. Piutang usaha adalah tagihan
kepada pelanggan yang berasal dari penjualan barang dagangan dan jasa secara
kredit dan tidak disertai instrumen kredit secara formal. Jika piutang disertai
dengan instrumen kredit secara formal berupa promes, wesel, ataupun aksep
maka piutang disebut piutang wesel. Dalam promes/wesel/aksep, debitor
menyatakan bahwa akan membayar utangnya pada tanggal tertentu di masa
mendatang tanpa syarat. Piutang lain‐lain meliputi piutang nondagang seperti
pinjaman kepada para pejabat perusahaan, piutang kepada pegawai/karyawan,
dan piutang restitusi pajak.
Contoh:
Pada 16 Mei 2007, PT. ANEKA KARYA menjual barang dagangan secara kredit
dengan harga Rp10.000.000. Syarat kredit 1/10, n/30. Artinya, pelanggan diberi
potongan 1% jika ia membayar dalam waktu 10 hari dan batas pembayaran adalah
30 hari sejak tanggal transaksi. Anggaplah pelanggan membayar pada 25 Mei
2007 sehingga ia diberi potongan Rp100.000. Dengan demikian jumlah yang
harus dibayarnya adalah Rp990.000. Jurnal untuk mengakui (1) pendapatan dan
piutangnya, dan (2) penerimaan kas adalah sebagai berikut.
3. Retur Penjualan
Perusahaan boleh jadi menerima kembali barang dagangan yang telah dibeli oleh
pelanggan, dikarenakan barang tersebut cacat, tidak sesuai pesanan atau karena
sebab lain. Pengembalian ini dicatat sebagai retur penjualan. Jika dahulu
Contoh:
Pada 10 September 2007, PT. ANEKA KARYA menerima kembali barang dagangan
yang telah dijual secara kredit sepekan sebelumnya. Harga jual barang yang
dikembalikan tersebut menurut faktur adalah Rp500.000 dan sampai tanggal
pengembalian belum ada pembayaran atas harga tersebut. Penerimaan kembali
barang dagangan ini dicatat sebagai berikut.
Contoh:
PT. RAGAM NIAGA selama tahun 2006 menjual barang dagangan secara kredit
Rp100.000.000. Dari jumlah ini, Rp10.000.000 masih berupa piutang pada akhir
tahun 2006. Jika ditaksir Rp500.000 dari piutang akhir tahun ini tidak akan bisa
ditagih maka jurnal penyesuaian untuk pengakuan biaya piutang tidak tertagih
adalah sebagai berikut.
5. Penghapusan Piutang
Apabila taksiran kerugian piutang benar‐benar terjadi pada periode setelah tahun
penjualan, maka dilakukan penghapusan piutang. Adalah manajemen yang
mengambil keputusan penghapusan tersebut. Penghapusan piutang dicatat
dengan mendebit Cadangan Piutang Tidak Tertagih dan mengkredit Piutang
Dagang.
Contoh:
Pada 1 Februari 2007, manajemen PT. RAGAM NIAGA menghapus piutang kepada
PT. ABADI JAYA Rp250.000. Jurnal untuk mencatat penghapusan ini adalah
sebagai berikut.
Debitor yang utangnya telah dihapuskan oleh perusahaan bisa saja datang ke
perusahaan dan membayar. Hal ini mungkin terjadi karena perusahaan tidak
memberi tahu bahwa tagihan kepada debitor tersebut telah dihapuskan.
Kejadian seperti ini dicatat oleh perusahaan dengan dua jurnal, yakni jurnal untuk
mencatat kesanggupan debitor untuk membayar utangnya dan jurnal untuk
mencatat penerimaan kas.
Contoh:
Pada 1 September 2007, PT. ABADI JAYA melunasi seluruh utangnya yang telah
dihapuskan oleh PT. RAGAM NIAGA. Jurnal yang dibuat oleh PT. RAGAM NIAGA
adalah sebagai berikut.
Dua jurnal di atas sebenarnya dapat digabung menjadi satu jurnal sebagai berikut.
Penentuan jumlah atau pengukuran biaya piutang tidak tertagih tergantung pada
pendekatan yang digunakan. Terdapat dua pendekatan, yaitu pendekatan neraca
dan pendekatan laba rugi.
a. Pendekatan Neraca
Contoh:
Pada akhir tahun 2007 saldo sebelum penyesuaian akun Piutang Usaha adalah
Rp5.000.000 debit dan akun Cadangan Piutang Tidak Tertagih Rp100.000
kredit. Jika dari piutang usaha akhir tahun tersebut ditaksir 3% tidak dapat
ditagih, maka akun Cadangan Piutang Tidak Tertagih akhir tahun yang
seharusnya adalah Rp150.000 (3% x Rp5.000.000). Oleh karena akun tersebut
sebelum penyesuaian adalah Rp100.000, maka akun tersebut harus
disesuaikan dengan mengkreditnya sebesar Rp50.000 dan mendebit Biaya
Piutang Tidak Tertagih sebesar itu juga. Jurnalnya pada 31 Desember 2007
adalah sebagai berikut.
Andaikan dalam contoh di atas, saldo akun Cadangan Piutang Tidak Tertagih
sebelum penyesuaian adalah Rp40.000 debit maka akun tersebut harus
disesuaikan dengan mengkreditnya sebesar Rp190.000 dan mendebit Biaya
Piutang Tidak Tertagih sebesar itu juga. Penjurnalan pada 31 Desember 2007
adalah sebagai berikut.
Jadi, jumlah biaya piutang tak tertagih merupakan akibat dari penyesuaian
untuk akun cadangan.
Persentase
Taksiran 1% 2% 3% 5%
Tidak
Tertagih
Taksiran
Jumlah Rp110.000 Rp12.000 Rp10.500 Rp32.500 Rp165.000
Tidak
Tertagih
Menurut skedul umur piutang di atas, jumlah total taksiran piutang tidak
tertagih adalah Rp 165.000. Inilah jumlah yang akan dicantumkan dalam akun
cadangan sebelah kredit.
Pada pendekatan laba rugi, ditentukan lebih dahulu berapa jumlah biaya
piutang tidak tertagih tanpa memperhatikan saldo akun cadangan sebelum
penyesuaian. Nilai cadangan piutang tidak tertagih justru merupakan akibat
dari penentuan jumlah biaya piutang tidak tertagih. Penentuan jumlah biaya
piutang tidak tertagih biasanya berdasarkan pada penjualan (kredit) selama
satu periode.
Contoh:
Jadi, pendekatan laba rugi lebih mementingkan jumlah biaya piutang tak
tertagih yang akan dilaporkan di laba rugi daripada jumlah cadangan piutang
tidak tertagih yang akan dilaporkan di neraca akhir tahun.
8. Penyajian di Neraca
Piutang usaha dan piutang wesel disajikan di neraca dalam kelompok aktiva
lancar sebesar nilai realisasi bersih (net realizable value), yakni jumlah bersih yang
diperkirakan dapat ditagih. Contoh penyajiannya adalah sebagai berikut.
1. Pengertian
Piutang wesel adalah piutang yang disertai dengan surat janji tertulis (instrumen
kredit formal) dari debitor yang menyatakan bahwa dia akan membayar sejumlah
uang tertentu di waktu yang akan datang tanpa syarat. Piutang wesel dapat
berasal dari transaksi penjualan barang/jasa secara kredit dan dapat pula dari
penggantian piutang terbuka (tanpa wesel) menjadi piutang wesel.
Piutang wesel ada yang berbunga dan ada pula yang takberbunga. Jika
takberbunga, maka nilai jatuh temponya sama dengan nilai nominalnya, namun
jika berbunga, maka nilai jatuh temponya adalah nilai nominal plus bunga selama
periode wesel sejak tanggal penandatanganan wesel sampai tanggal jatuh
tempo.
2. Perhitungan Bunga
Jika wesel berbunga maka formula untuk menghitung bunga wesel adalah
sebagai berikut.
Bunga = Nilai Nominal Wesel x Tingkat Bunga Setahun x Jangka Waktu Wesel
Oleh karena suku bunga dinyatakan dengan suku bunga tahunan maka jangka
waktu wesel pada rumus di atas harus dinyatakan juga sebagai proporsi tahunan.
Misalnya, jika jangka waktu wesel adalah 60 hari, maka 60 hari harus dinyatakan
sebagai 60/360 atau 60/365 tergantung kesepakatan jumlah hari dalam setahun.
Jika jangka waktu wesel adalah 4 bulan, maka 4 bulan dinyatakan sebagai 4/12
karena setahun adalah 12 bulan.
Contoh:
PT. SERUNAI MERDU pada 1 Juni 2007 meminjamkan uang sebesar Rp10.000.000
kepada PT. OASE dengan menerima sebuah wesel yang mempunyai nilai nominal
Rp10.000.000, bunga 12% setahun, dan jangka waktu 4 bulan atau jatuh
temponya 1 Oktober 2007. Sesuai dengan formula di atas, maka jumlah bunganya
= Rp10.000.000 x 12% x 4/12 = Rp400.000
Sebagaimana telah dipaparkan, nilai jatuh tempo wesel tanpa bunga adalah
sebesar nilai nominalnya. Nilai jatuh tempo wesel berbunga adalah nilai nominal
plus bunga selama periode wesel. Jadi misalnya wesel yang diterima oleh PT.
SERUNAI MERDU adalah wesel berbunga. Nilai jatuh temponya adalah
Rp10.400.000 (Rp10.000.000 + Rp400.000) dan dicatat dengan jurnal sebagai
berikut.
Andaikan wesel yang diterima oleh PT. SERUNAI MERDU adalah wesel
takberbunga maka nilai jatuh temponya adalah sebesar nominalnya
Rp10.000.000.
Contoh:
PT. CAHAYA KADA pada 1 Agustus 2007 mendiskontokan wesel tertanggal 6 Juni
2006 dengan nilai nominal Rp 6.000.000, berbunga 12%, jatuh tempo pada 1
Desember 2007 (jangka waktu 6 bulan) ke BANK MANDIRI dengan tingkat
diskonto sebesar 18%. Jadi, periode wesel didiskontokan —periode bank akan
memegang wesel— adalah sejak 1 Agustus 2007 sampai tanggal jatuh tempo 1
Desember 2007 (4 bulan) sehingga perhitungan jumlah yang diterima oleh PT.
CAHAYA KADA adalah sebagai berikut.
C. Latihan Soal
Soal Latihan 1
Debit Kredit
Piutang dagang Rp20.000.000 ‐
Cadangan piutang tidak tertagih ‐ Rp400.000
Penjualan (secara kredit) ‐ 180.000.000
Retur penjualan 10.000.000 ‐
Buatlah jurnal pencatatan Biaya Piutang Tidak Tertagih bila diasumsikan perusahaan
menaksir piutang tidak tertagih sebesar:
Soal Latihan 2
Berikut adalah ikhtisar transaksi yang mempengaruhi piutang usaha PT. KENCANA
USAHA dan terjadi selama tahun buku yang berakhir pada 31 Desember 2007.
5. Penerimaan kas dari piutang yang telah dihapus tahun lalu Rp 150.000
Taksiran piutang tak tertagih ditetapkan sebesar 2% dari penjualan kredit (bersih)
selama tahun 2007.
Diminta:
2. Hitunglah biaya (kerugian) piutang tidak tertagih tahun 2007 dan buatlah jurnal
penyesuaian akhir tahun 2007 untuk mencatat biaya piutang tidak tertagih.
Soal Latihan 3
PT. SWADAYA pada 1 Agustus 2007 menjual barang dagangan sebesar Rp 36.000.000
dengan syarat 2/10, n/30. Pada 1 September 2007 perusahaan menerima wesel dari
pelanggan untuk menggantikan piutang dagang tersebut, nilai nominal Rp
36.000.000, bunga 9%, jangka waktu 5 bulan, yang dilunasi 1 Pebruari 2008.
Soal Latihan 4
PT. CIPTA USAHA pada 1 Oktober 2007 mendiskontokan wesel berikut ke Bank
Mandiri dengan dikenakan tarip diskonto 15%:
Tentukan besarnya kas yang diterima PT. CIPTA USAHA dan buatlah jurnal
pencatatan yang diperlukan PT. CIPTA USAHA dan Bank Mandiri!
BAB V
1. Definisi Persediaan
2. Pengendalian Persediaan
fisik (periodik) dan sistem perpetual (permanen atau buku). Bab ini menjelaskan
sistem periodik. Menurut sistem ini, pembelian barang dagangan selama satu
periode, baik tunai maupun kredit, dicatat dalam akun Pembelian (Purchases).
Untuk mengetahui harga pokok penjualan (HPP), dilakukan perhitungan
persediaan secara fisik (inventory taking) pada akhir periode. Setelah ditentukan
nilai persediaan akhir barulah dihitung harga pokok penjualannya yang akan
dijelaskan nanti.
Adapun akun Persediaan (Inventory) adalah untuk mencatat harga pokok (cost)
persediaan yang masih tersisa pada akhir periode, yang akan dicatat melalui
jurnal penyesuaian yang akan dijelaskan nanti. Penambahan persediaan yang
timbul dari pembelian dan pengurangan yang timbul dari penjualan tidak dicatat
dalam akun ini.
Jika pembeliannya dilakukan secara kredit maka potongan tunai akan dicatat
dalam akun Potongan Pembelian (Purchase Discount) ketika perusahaan
membayar dalam masa potongan. Sebagai contoh, PT. TIARA ADI pada 1 April
2007 membeli barang dagangan seharga Rp5.000.000 tunai dan Rp10.000.000
dengan syarat 2/10, n/30. Pada tanggal 10 April 2007 utang dibayar dengan
mendapat potongan 2%, yaitu Rp200.000 (2% x Rp10.000.000) dan dicatat dengan
jurnal sebagai berikut.
Jika utang dagang di atas dibayar di luar masa potongan, misalnya 15 April, maka
pembayarannya adalah Rp10.000.000 dan jurnalnya adalah sebagai berikut.
Jika terjadi retur pembelian dicatat dalam akun Retur Pembelian (purchase
return) sebelah kredit dan debitnya adalah akun Kas atau Utang Dagang
tergantung barang yang dibeli dulunya berasal dari pembelian tunai atau
pembelian kredit. Sebagai contoh, PT. ARUM SARI pada 17 Agustus 2007
melakukan retur atas barang yang dibelinya sebesar Rp1.300.000, yang terdiri
atas Rp500.000 dari pembelian tunai dan Rp800.000 dari pembelian kredit.
Jurnal yang dibuat adalah sebagai berikut.
Contoh:
Pada 27 Juli 2007, PT. ANDRIJAYA menjual barang dagangan secara tunai
Rp10.000.000 (setelah trade discount) dan secara kredit Rp15.000.000 dengan
termin 2/10, n/30. Pada 30 Juli 2007 perusahaan menerima kiriman balik barang
yang telah dijualnya secara kredit senilai Rp3.000.000. Pada 5 Agustus
perusahaan menerima pelunasan dari debitor atas penjualan kredit pada 27 Juli
setelah dikurangi retur per 30 Juli. Jadi, PT. ANDRIJAYA memberi potongan 2%,
yaitu Rp240.000 (= 2% x Rp12.000.000). Jurnal yang dibuat adalah sebagai
berikut.
Contoh:
Pada 10 Agustus 2007, PT. INDRA MANDIRI membayar biaya angkut pembelian
Rp 500.000 atas barang yang dibeli dan biaya angkut penjualan Rp 750.000 atas
barang yang dijual. Jurnalnya adalah sebagai berikut.
5. Neraca Saldo
Sesuai dengan siklus akuntansi, perusahaan pada akhir tahun menyusun neraca
saldo. Sebagai contoh, berikut adalah saldo‐saldo dari neraca saldo (sebagian)
per 31 Desember 2007 pada PT. ASIA RAYA.
Untuk menghitung harga pokok penjualan (HPP), diperlukan data tentang nilai
persediaan akhir periode. Jika setelah dilakukan inventory taking, nilai persediaan
akhir PT. ASIA adalah Rp 3.000.000, maka HPP dihitung sebagai berikut.
B. Aliran Biaya
Metode aliran biaya (flow of cost) adalah isu penting dalam akuntansi keuangan
karena metode ini akan mempengaruhi laba rugi dan persediaan. Masalah aliran
biaya akan muncul ketika harga pokok antara pembelian yang satu berbeda dari
pembelian lainnya. Sebagai contoh, transaksi pembelian dan penjualan barang
dagangan selama bulan Desember adalah sebagai berikut.
Harga pokok barang tersedia untuk dijual dapat dihitung sebagai berikut.
Pertanyaannya adalah berapakah nilai persediaan akhir dan berapakah harga pokok
penjualan bulan Desember? Dua pertanyaan ini akan dijawab oleh berbagai metode
aliran biaya sebagai berikut.
Mengikuti aliran fisik barang merupakan metode yang paling ideal. Metode ini
disebut identifikasi khusus, karena metode ini mengidentifikasi secara spesifik
aliran barang yang keluar. Aliran biaya (kos) sesuai dengan aliran fisik barangnya.
Sebagai contoh, perusahaan telah mengidentifikasi bahwa saldo 19.000 unit pada
akhir Desember 2007 berasal dari 2.000 unit dari saldo per 1 Desember dengan
kos Rp1.000 per unit, 9.500 unit dari pembelian 10 Desember dengan kos Rp1.200
per unit, dan 7.500 unit dari pembelian 26 Desember dengan kos Rp1.400 per
unit. Berdasarkan hal tersebut, persediaan akhir dan harga pokok penjualan
menurut metode identifikasi khusus adalah sebagai berikut.
2. Berdasarkan Anggapan
2
Ada yang menerjemahkan weighted average sebagai rata-rata tertimbang.
Rp45.400.000
Kos per Unit = ———————— = Rp1.261,10
36.000
Jadi, kos persediaan akhir adalah sebesar Rp23.960.900 (19.000 x Rp1.261,10)
dan harga pokok penjualan adalah sebesar Rp21.439.100 (Rp45.400.000 ‐
Rp23.960.900).
Metode ini menganggap barang yang pertama kali dibeli adalah yang
mempunyai urutan pertama keluar dari perusahaan, sehingga barang yang
tersisa di akhir bulan adalah barang yang dibeli paling akhir. Persediaan akhir
pada contoh di atas adalah 19.000 unit, menurut metode MPKP, persediaan
akhir dianggap berasal dari pembelian terakhir (26 Desember) sebanyak
16.000 unit dengan kos per unit Rp1.400 dan berasal dari pembelian
sebelumnya, yakni 10 Desember sebanyak 3.000 unit dengan kos per unit
Rp1.200. Jadi, kos persediaan akhir adalah:
Metode ini menganggap barang yang dijual pertama kali adalah barang yang
masuk ke perusahaan terakhir kali. Barang yang masih tersisa di akhir tahun,
oleh karena itu, dianggap berasal dari persediaan awal dan pembelian‐
pembelian sesudahnya.
Persediaan akhir pada contoh di atas adalah 19.000 unit, menurut metode
MTKP, persediaan akhir dianggap berasal dari saldo awal (1 Desember)
sebanyak 5.000 unit dengan kos per unit Rp1.000 dan berasal dari pembelian
sesudahnya, yakni 10 Desember sebanyak 14.000 unit dengan kos per unit
Rp1.200. Jadi, kos persediaan akhir adalah:
PSAK 14 revisi 2008, tidak memperkenankan metode LIFO karena tidak sesuai
dengan konsep Fair value dan kurang mencerminkan pergerakan fisik persediaan.
C. Latihan Soal
BAB VI
A. Sistem Perpetual
Dalam sistem perpetual, perubahan persediaan dicatat dalam akun Persediaan dan
harga pokok penjualannya ditentukan ketika terjadi penjualan. Masing‐masing jenis
persediaan disiapkan Kartu Persediaan yang berfungsi sebagai buku pembantu
persediaan dan digunakan untuk mencatat mutasi setiap hari.
Pembelian, baik tunai maupun kredit, dicatat di akun Persediaan sebelah debit.
Begitu pula biaya angkut yang ditanggung perusahaan atas barang yang dibeli.
Sebagai contoh, pada 21 Januari 2007 PT. FAISALINDO membeli barang dagangan
Rp15.000.000 secara kredit dengan syarat 2/10, n/30 dan membayar biaya angkut
pembelian Rp200.000. Transaksi ini dicatat dengan jurnal sebagai berikut.
Transaksi penjualan dicatat dalam dua jurnal. Pertama, jurnal untuk mengakui
pendapatan. Kedua, jurnal untuk mengakui HPP. Sebagai contoh, pada 1
September dijual barang dagangan secara kredit dengan harga jual Rp3.000.000,
syarat 1/10, n/30. Harga pokok barang yang dijual tersebut menurut kartu
persediaan adalah Rp1.800.000. Transaksi ini dicatat dengan jurnal sebagai
berikut.
Apabila terjadi retur penjualan maka dibuat juga dua jurnal. Pertama, jurnal untuk
mengakui berkurangnya pendapatan. Kedua, jurnal untuk mengakui
bertambahnya persediaan. Sebagai contoh, barang dengan harga jual Rp600.000
dan HPP Rp360.000 yang dijual di atas diterima kembali dari pelanggan pada 5
September. Transaksi tersebut dicatat dengan jurnal sebagai berikut.
Biaya angkut yang ditanggung perusahaan atas barang yang dijualnya dicatat
dalam akun Biaya Angkut Penjualan sebelah debit dan tidak memengaruhi HPP.
B. Aliran Biaya
Metode perpetual menghitung HPP pada setiap terjadi penjualan barang dagangan.
Aliran biayanya dapat menggunakan metode rerata bergerak, MPKP atau MTKP.
Untuk setiap jenis barang disediakan kartu persediaan yang berfungsi sebagai buku
pembantu akun Persediaan. Sebagai contoh, data transaksi pembelian dan penjualan
barang dagangan selama bulan Desember adalah sebagai berikut.
Berdasarkan data di atas, harga pokok persediaan akhir per 27 Desember menurut
berbagai metode penilaian persediaan akan dijelaskan sebagai berikut.
baru dengan harga per unit berbeda dan setiap terjadi penjualan, maka rata‐
ratanya berubah (dihitung kembali). Demikian juga jika terjadi retur penjualan
juga akan menyebabkan perubahan harga pokok rata‐rata. Berdasarkan data di
atas, kartu persediaan bulan Desember dengan metode ini tampak sebagai
berikut.
Kartu Persediaan
Bertambah Berkurang Saldo
Total Total Total
Tgl Keteranga Unit Kos/U (x1000 Unit Kos/U (x1000 Unit Kos/U (x1000
n (Rp) ) (Rp) ) (Rp) )
(Rp) (Rp) (Rp)
Des.1 Saldo awal ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ 8000 1000,0 8000,0
10 Pembelian 2500 1200 30.000 ‐ ‐ ‐ 3300 1151,5 38000,
0 0 0
15 Penjualan ‐ ‐ ‐ 16000 1151,5 18424, 17000 1151,5 19576,
0 0
20 Pembelian 2000 1400 28.000 ‐ ‐ ‐ 3700 1285,8 47576,
0 0 0
25 Penjualan ‐ ‐ ‐ 18000 1285,8 23144, 1900 1285,9 24431,
4 0 6
27 Retur pnjln ‐ ‐ ‐ (2000 1285,9 (2571,8 21000 1285,9 27003,
) ) 4
Keterangan:
Harga pokok persediaan 10 Des = (Rp8.000.000 + Rp30.000.000)/(8.000 unit +
25.000 unit) = Rp1151,5
Harga pokok persediaan 15 Des = (Rp38.000.000 ‐ Rp18.424.000)/(33.000 unit ‐
16.000 unit)= Rp1151,5
Harga pokok persediaan 20 Des = (Rp19.576.000+ Rp28.000.000)/(17.000 unit +
20.000 unit)= Rp1285,8
Harga pokok persediaan 25 Des = (Rp47.576.000‐ Rp23.144.400)/(37.000 unit ‐
Metode MPKP (first in, first out atau FIFO) menganggap barang yang pertama
kali dibeli adalah yang mempunyai urutan pertama keluar dari perusahaan
(dijual), sehingga retur penjualan adalah meretur barang yang terakhir dijual pada
penjualan yang terakhir serta saldo yang tersisa setelah penjualan adalah barang
yang dibeli paling akhir. Berdasarkan data di atas, kartu persediaan bulan
Desember dengan metode ini tampak sebagai berikut.
Kartu Persediaan
Bertambah Berkurang Saldo
Total Total Total
Tgl Keteranga Unit Kos/U (x1000) Unit Kos/U (x1000) Unit Kos/U (x1000)
n (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
Des.1 Saldo awal ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ 8000 1000 8.000
10 Pembelian 2500 1200 30.000 ‐ ‐ ‐ 8000 1000 8.000
0 2500 1200 30.000
0 38.000
3300
0
15 Penjualan ‐ ‐ ‐ 8000 1000 8.000 17000 1200 20.400
_8000 1200 _9.600
16000 17.600
20 Pembelian 2000 1400 28.000 ‐ ‐ ‐ 17000 1200 20.400
0 2000 1400 28.000
0 48.400
3700
0
25 Penjualan ‐ ‐ ‐ 17000 1200 20.400 19000 1400 26.600
_1000 1400 _1.400
18000 21.800
27 Retur pnjln ‐ ‐ ‐ (2000) 1400 (2.800) 21000 1400 29.400
3. Metode MTKP
Metode MTKP (last in, first out) menganggap persediaan yang dijual pertama kali
adalah barang yang masuk ke perusahaan terakhir kali, sehingga retur penjualan
adalah meretur barang yang pertama dijual pada penjualan yang terakhir serta
saldo persediaan yang tersisa setelah penjualan dianggap berasal dari saldo awal
atau pembelian pertama kali. Berdasarkan data di atas, kartu persediaan bulan
Desember dengan metode ini tampak sebagai berikut.
Kartu Persediaan
Bertambah Berkurang Saldo
Total Total Total
Tgl Keteranga Unit Kos/U (x1000 Unit Kos/U (x1000 Unit Kos/U (x1000
n (Rp) ) (Rp) ) (Rp) )
(Rp) (Rp) (Rp)
Des.1 Saldo awal ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ 8000 1000 8.000
10 Pembelian 2500 1200 30.000 ‐ ‐ ‐ 8000 1000 8.000
0 2500 1200 30.000
0 38.000
3300
0
15 Penjualan ‐ ‐ ‐ 16000 1200 19.200 8000 1000 8.000
_900 1200 10.800
0 18.800
17000
20 Pembelian 2000 1400 28.000 ‐ ‐ ‐ 8000 1000 8.000
0 9000 1200 10.800
2000 1400 28.000
0 46.800
3700
0
25 Penjualan ‐ ‐ ‐ 18000 1400 25.200 8000 1000 8.000
9000 1200 10.800
_200 1400 _2.800
0 21.600
1900
0
27 Retur pnjln ‐ ‐ ‐ (2000 1400 (2.800) 8000 1000 8.000
) 9000 1200 10.800
_400 1400 _5.600
0 24.400
21000
C. Latihan Soal
BAB VII
A. Prosedur Penaksiran
Persentase Laba Bruto dari Penjualan. Jika persentase laba bruto adalah dari
penjualan maka penjualan dianggap 100%. Sebagai contoh, data keuangan PT.
NIAGA JAYA, sebuah perusahaan eceran, selama tahun 2006 adalah sebagai
berikut.
a. Penjualan Rp20.000.000.
Berdasarkan data di atas, taksiran harga perolehan persediaan akhir dan HPP
adalah sebagai berikut.
Persentase Rupiah
Besarnya penjualan Rp20.000.000 adalah 100%. Oleh karena itu, laba bruto adalah
sebesar Rp5.000.000 (25% x Rp20.000.000) dan HPP adalah sebesar
Rp15.000.000 (75% x Rp20.000.000). Dengan demikian, besarnya harga
perolehan persediaan akhir 2006 dapat dihitung sebagai berikut.
Persentase Laba Bruto dari HPP. Jika persentase laba bruto adalah dari HPP
maka HPP dianggap 100%. Sebagai contoh, data keuangan PT. NIAGA JAYA,
sebuah perusahaan eceran, selama tahun 2006 adalah sebagai berikut.
a. Penjualan Rp20.000.000,
Berdasarkan data di atas, taksiran harga perolehan persediaan akhir dan HPP
adalah sebagai berikut.
Persentase Rupiah
Besarnya penjualan Rp20.000.000 adalah 133,33%. Oleh karena itu, HPP adalah
sebesar Rp15.000.000 (100%/133,33% x Rp20.000.000) dan laba bruto adalah
sebesar Rp5.000.000 (33,33% x Rp15.000.000). Dengan demikian, besarnya harga
perolehan persediaan akhir 2006 dapat dihitung sebagai berikut.
B. Penilaian
Apakah harga perolehan itu yang akan disajikan di neraca? Itulah yang dipertanyakan
dalam proses penilaian, yakni menentukan besarnya angka rupiah yang akan
dicantumkan di neraca. Berbagai metode yang secara teoretis mungkin adalah
metode harga perolehan yang sesuai dengan prinsip harga perolehan (cost principle),
metode harga pasar (market value), dan harga perolehan atau nilai realisasi bersih
mana yang lebih rendah (lower of cost and net realizable value).
Menurut metode ini, nilai persediaan di neraca adalah harga pasarnya. Yang
dimaksud dengan harga pasar di sini adalah harga jual persediaan pada tanggal
neraca. Jika metode ini digunakan, maka diperlukan jurnal penyesuaiaan. Harga
pasar yang lebih tinggi mengharuskan perusahaan untuk mendebit akun
Persediaan atau Penyesuaian Nilai Persediaan dan mengkredit akun Untung
(Rugi) Kenaikan (Penurunan) Nilai Persediaan. Jumlah yang didebit dan dikredit
pada akun‐akun tersebut, masing‐masing sebesar selisih lebih antara harga pasar
dan harga perolehan. Jika terjadi selisih kurang, maka akun Untung (Rugi)
Kenaikan (Penurunan) Nilai Persediaan didebit dan akun Persediaan atau
Penyesuaian Nilai Persediaan dikredit. Metode ini di Indonesia tidak digunakan.
3. Biaya Persediaan atau nilai realisasi netto (net realizable value=NRV) Mana yang
Lebih Rendah
PSAK 14‐2015 mengharuskan persediaan diukur pada mana yang lebih rendah
antara “biaya persediaan” dan “nilai realisasi netto (net realizable value=NRV)”.
“nilai realisasi netto(net realizable value=NRV)” = Estimasi harga jual selama
operasi bisnis yag biasa ‐ estimasi biaya penyelesaian dan estimasi biaya yang
diperlukan untuk melakukan penjualan.
Evaluasi NRV diperlukan karena suatu entitas mungkin tidak mampu menutup
biaya persediaannya jika barang tersebut rusak atau usang atau jika harga jualnya
turun dibawah biayanya.
“biaya persediaan”, terdiri dari seluruh biaya pembelian, biaya konversi, biaya
lain yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi dan lokasi saat ini.
Biaya pembelian = harga beli + bea impor + pajak lainnya (selain yang dapat
ditagih kembali oleh entitas kepada otoritas pajak) + biayapengangkutan + biaya
penanganan + dan biaya langsung dapat diatribusikan pada perolehan
barang/bahan dan jasa.
Biaya konversi = biaya yang secara langsung terkait dengan unit yang diproduksi,
misalnya tenaga kerja langsung, termasuk alokasi sistematis overhead produksi
tetap dan variabel yang timbul dalam mengkonversi bahan menjadi barang jadi.
Biaya lain = dalam keadaan tertentu diperkenankan untuk memasukkan overhead
non produksi atau biaya perancangan produk untuk pelanggan tertentu sebagai
biaya persediaan.
Contoh:
Pada tanggal 31 Desember 2008, persediaan PT ABC terdiri atas dua produk, yaitu
5 unit komputer dan 7 unit mesin printer. Sebelum dilakukan penyesuaian, biaya
dan nilai buku dari total persediaan adalah Rp 100.
Komputer Rp 6 Rp 1 Rp 8
Mesin printer Rp 10 Rp 4 Rp 12
Tentukan jumlah persediaan yang akan dilaporkan dalam laporan keuangan per
tanggal 31 Desember 2008, dan buat jurnal penyesuaian yang diperlukan.
Solusi:
Penilaian dengan “harga perolehan atau nilai realisasi bersih mana yang lebih
rendah” dapat diterapkan untuk: (1) tiap jenis persediaan, (2) tiap kelompok
persediaan, dan (3) seluruh persediaan. Contoh dapat dilihat pada Peraga 6.1.
Nilai
Harga Realisasi
Kelompok Perolehan Bersih Individual Kelompok Total
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
(Rp)
I
A 11.000 10.500 10.500
Selisih Rp4.500
Selisih Rp1.500
Selisih Rp1.000
Peraga 6.1. Penerapan metode lower of cost and net realizable value secara individual,
kelompok, dan total (dalam ribuan rupiah).
C. Latihan Soal
Soal Latihan 1
Persediaan awal per 1 Januari 2007 pada PT. LOUBENA NIAGA adalah Rp7.500.000.
Selama tahun 2007 terjadi pembelian sebesar Rp25.000.000, ongkos angkut
pembelian Rp500.000, retur pembelian Rp2.000.000 dan potongan pembelian
Rp300.000. Adapun penjualan yang terjadi selama tahun 2007 adalah Rp29.295.000.
Soal Latihan 2
Berikut adalah data tentang harga perolehan dan nilai realisasi bersih setiap jenis
barang dagangan yang dikelompokkan menjadi 3 kelompok pada PT. BINTANG
SAHARA (dalam jutaan rupiah).
A B C D E F G H I
Harga perolehan 6,30 5,50 4,80 9,60 8,40 7,30 3,20 4,70 2,90
Nilai realisasi bersih 5,70 6,05 3,90 11,04 6,90 8,10 2,70 5,20 3,30
BAB VIII
A. Pemerolehan
Aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau
dengan dibangun lebih dahulu, digunakan dalam operasi perusahaan, tidak
dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan, dan
mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. Aktiva tetap antara lain tanah,
gedung, dan mesin‐mesin yang aktif dimanfaatkan sebagai faktor produksi.
Harga perolehan (acquisition cost) aktiva tetap terdiri atas semua pengorbanan
ekonomis untuk memperolehnya sampai ia siap dimanfaatkan secara aktif. Harga
perolehan mesin pabrik, misalnya, meliputi harga faktur dikurangi potongan tunai
(bila ada) ditambah biaya balik nama, pajak pertambahan nilai, biaya transportasi,
biaya percobaan, dan biaya‐biaya lain yang diperlukan agar mesin tersebut siap
diaktifkan. Jika aktiva tetap berupa tanah yang akan dijadikan alas bangunan, maka
biaya penebangan pohon‐pohon, biaya merobohkan bangunan lama di atasnya, dan
biaya perataan tanah agar tanah dalam kondisi siap bangun merupakan komponen‐
komponen harga perolehan tanah.
Terdapat banyak cara untuk memperoleh aktiva tetap, misalnya pembelian tunai,
pembelian kredit jangka panjang, pembelian gabungan, dan sumbangan pihak lain.
1. Pembelian Tunai
Jika kendaraan dibayar tunai pada 1 Januari 2006 maka jurnalnya adalah sebagai
berikut.
Jika kendaraan dibayar pada 25 Januari 2007 —lewat masa potongan— maka
jurnal untuk mencatat pembelian mesin dan pembayarannya adalah sebagai
berikut.
Bunga Eksplisit. Bunga eksplisit adalah bunga yang ditetapkan secara terus
terang dalam kontrak, misalnya 12% dari saldo pokok pinjaman. Tiap angsuran,
perusahaan harus membayar pokok angsuran plus bunga dari saldo pokok
pinjaman mula‐mula. Sebagai contoh, pada 1 Januari 2005 PT. INDRA‐INDRI
membeli kendaraan dengan harga faktur Rp100 juta. Syarat pembayarannya
adalah uang muka Rp40 juta, sisanya diangsur secara tahunan mulai 31 Desember
2005 masing‐masing sebesar Rp20 juta plus bunga 12% dari saldo pokok pinjaman
awal tahun. Oleh karena harga fakturnya sebesar Rp100 juta dan bunganya
eksplisit, maka harga perolehan kendaraan sebesar Rp100 juta juga.
Jurnal untuk mencatat transaksi pembelian dengan uang muka dan 3 kali
angsuran adalah sebagai berikut.
2005
Jan. 1 Kendaraan 100.000.000 ‐
Kas ‐ 40.000.000
Utang Pembelian Kendaraan ‐ 60.000.000
(mencatat pembelian kendaraan)
Kas ‐ 27.200.000
(mencatat pembayaran angsuran pertama)
2006
Des. 31 Utang Pembelian Kendaraan 20.000.000 ‐
Biaya Bunga (12% x Rp40.000.000) 4.800.000 ‐
Kas ‐ 24.800.000
(mencatat pembayaran angsuran kedua)
2007
Des. 31 Utang Pembelian Kendaraan 20.000.000 ‐
Biaya Bunga (12% x Rp20.000.000) 2.400.000 ‐
Kas ‐ 22.400.000
(mencatat pembayaran angsuran ketiga)
Bunga Implisit. Bunga implisit adalah bunga yang sudah diperhitungkan dalam
angsuran. Penjual tidak menyatakan berapa persen sebenarnya bunga yang
diperhitungkan. Untuk dapat menentukan harga perolehan, perusahaan harus
menaksir berapa bunga implisit kemudian menghitung nilai tunai angsuran.
Bunga implisit antara lain dapat ditentukan sebesar bunga efektif, yakni yang
berlaku di pasar.
Sebagai contoh, pada 1 Januari 2005 PT. ERWINDO JAYA membeli kendaraan dari
sebuah dealer, dengan membayar uang muka (down payment) sebesar Rp 40 juta
dan sisanya diangsur secara tahunan mulai 31 Desember 2005 masing‐masing
sebesar Rp 20 juta. Jika dianggap bunga efektif adalah 12% per tahun, maka harga
perolehan kendaraan adalah uang muka ditambah dengan nilai tunai (present
value) dari angsuran tahunan, di mana dapat dihitung sebagai berikut.4
4
Perhitungan-perhitungan di contoh ini sudah dibulatkan ke satuan rupiah demi kepraktisan.
Adapun besarnya biaya bunga per tahun dapat dihitung sebagai berikut.
Pengurangan
Tanggal Pembayaran Biaya Bunga Pokok Utang
Pokok Utang
Jurnal‐jurnal untuk mencatat transaksi pembelian dengan uang muka dan 3 kali
angsuran, jika digunakan cara perhitungan harga perolehan yang terakhir adalah
sebagai berikut.
2005
Jan. 1 Kendaraan 88.036.600 ‐
Kas ‐ 40.000.000
Utang Pembelian Kendaraan ‐ 48.036.600
(mencatat pembelian kendaraan)
Des. 31 Utang Pembelian Kendaraan 14.235.608 ‐
Biaya Bunga 5.764.392 ‐
Kas ‐ 20.000.000
(mencatat pembayaran angsuran pertama)
2006
Des. 31 Utang Pembelian Kendaraan 15.943.881 ‐
Biaya Bunga 4.056.119 ‐
Kas ‐ 20.000.000
(mencatat pembayaran angsuran kedua)
2007
Des. 31 Utang Pembelian Kendaraan 17.857.111 ‐
Biaya Bunga 2.142.889 ‐
Kas ‐ 20.000.000
(mencatat pembayaran angsuran ketiga)
Aktiva tetap dapat diperoleh dari sumbangan, misalnya dari pemerintah atau
lembaga lain. Meskipun untuk memperoleh sumbangan ini tidak ada
pengorbanan, namun akuntansi akan tetap mencatatnya karena akuntansi
merupakan alat pertanggungjawaban. Penyimpangan terhadap prinsip kos
dibenarkan untuk mencatat aktiva dari sumbangan. Aktiva tetap dari sumbangan
dinilai dengan harga pasar wajar aktiva tersebut ketika sumbangan diterima.
Jurnalnyaadalah dengan mendebit akun aktiva tetap yang diterima dan
mengkredit Modal Sumbangan. Apabila terdapat biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh aktiva sumbangan, maka biaya tadi tidak boleh menambah nilai
sumbangan di atas harga pasar wajar, tetapi menjadi pengurang modal
sumbangan.
Jurnal untuk mencatat ketika pembangunan sendiri mesin telah selesai 100
persen, misalnya pada 10 Desember, adalah sebagai berikut.
Akun aktiva dalam konstruksi — yang sampai akhir tahun buku belum selesai —
dinilai sebesar total biaya yang sudah dikeluarkan sampai akhir tahun tersebut
dan disajikan di neraca dalam kelompok aktiva lain‐lain. Ketika modul ini dibuat,
aktiva dalam konstruksi untuk lembaga pemerintahan diklasifikasi ke dalam
aktiva tetap.
Aktiva tetap dapat diperoleh dengan mengeluarkan saham biasa. Acquisition cost
aktiva tetap adalah sebesar harga pasar wajar aktiva tetap tersebut pada saat
dipertukarkan dengan saham biasa perusahaan. Sebagai contoh, pada 1
Nopember 2007 PT. RAHYUTAMA mengeluarkan 10.000 lembar saham biasa
untuk memperoleh sebuah mesin produksi. Nominal saham per lembar Rp5.000.
Pada saat pengeluaran saham, diketahui bahwa harga pasar wajar mesin
produksi tersebut adalah Rp55.000.000. Jurnal untuk mencatat transaksi ini
adalah sebagai berikut.
Apabila pada saat pertukaran dengan saham, harga pasar aktiva tetap tidak
diketahui, maka acquisition cost aktiva tetap adalah sebesar harga pasar wajar
saham biasa pada saat dipertukarkan dengan saham biasa. Selisih lebih (kurang)
harga pasar saham biasa di atas (di bawah) nilai nominalnya diakui sebagai agio
(disagio) modal saham biasa.
Aktiva tetap dapat diperoleh dengan cara menukarkan aktiva tetap bekas (yang
selama ini dioperasikan) dengan aktiva tetap baru. Penentuan harga perolehan
aktiva tetap dari pertukaran ini bergantung pada apakah terdapat substansi
komersial (commercial substance).
Adapun untung yang boleh diakui dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut.
Berdasarkan contoh di atas, untung yang boleh diakui adalah sebagai berikut.
Rp1.500.000
Untung Diakui = ———————————— x Rp3.000.000 = Rp500.000
Rp1.500.000 + Rp7.500.000
B. Pelepasan
Aktiva tetap akan dilepas atau diberhentikan kembali jika, misalnya, umur
ekonomisnya telah habis. Sebelum pelepasan atau pemberhentian, janganlah lupa
untuk mencatat depresiasi sejak awal tahun sampai tanggal pelepasan. Pada saat
5
Sebagaimana telah dijelaskan, harga perolehan mesin baru juga dapat dihitung dengan rumus: “nilai
buku mesin bekas plus bagian nilai buku mesin bekas yang dianggap dijual.” Bagian nilai buku
tersebut adalah (Rp150.000 : Rp900.000) x Rp600.000 = Rp100.000. Jadi, harga perolehan mesin
baru adalah Rp600.000 minus Rp100.000 = Rp500.000.
pelepasan, akun Akumulasi Depresiasi didebit dan akun aktiva tetap dikredit. Jika
aktiva tetap dilepas dengan cara menjualnya, maka sangatlah mungkin bahwa harga
jual berbeda dari nilai bukunya, sehingga timbul adanya untung (rugi) pelepasan
aktiva dan harus diakui.
Sebagai contoh, pada 1 Juli 2007 PT. MA’RIFATULLAH menjual mesin produksi yang
telah dipakainya selama 5 tahun dan telah habis masa manfaatnya dengan harga jual
Rp12.000.000. Harga perolehan mesin tersebut adalah Rp55.000.000, disusutkan
dengan metode Garis Lurus, dimana dahulu ditaksir mempunyai nilai residu
Rp5.000.000. Jadi, depresiasi per tahunnya adalah Rp10.000.000, yakni selisih antara
harga perolehan dengan nilai residu dibagi dengan taksiran usia manfaat. Jika tahun
buku adalah tahun kalender, maka akumulasi depresiasi sampai 31 Desember 2006
adalah Rp 45.000.000 (4,5 tahun x Rp10.000.000) dan nilai bukunya adalah sebesar
Rp10.000.000 (Rp55.000.000 ‐ Rp45.000.000). Jurnal pada 1 Juli 2007 untuk
mencatat depresiasi setengah tahun sebesar Rp5.000.000 adalah sebagai berikut.
Setelah jurnal di atas diposting, maka akumulasi depresiasi per 1 Juli 2007 adalah
Rp50.000.000 dan nilai bukunya adalah Rp5.000.000. Oleh karena mesin dijual
dengan harga Rp12.000.000, maka untungnya adalah Rp7.000.000. Jurnal untuk
mencatat transaksi penjualan mesin adalah sebagai berikuT
C. Latihan Soal
Soal Latihan 1
Pada 1 Maret 2005, PT. FAJAR membeli peralatan kantor dengan harga faktur
Rp100.000.000, dengan pembayaran uang muka 40% dan sisanya diangsur secara
tahunan mulai 1 Maret 2006 masing‐masing Rp30.000.000 plus bunga 6% dari pokok
pinjaman awal tahun.
Soal Latihan 2
Pada 1 Agustus 2007, PT. SENJA JINGGA menukarkan mesin bekasnya dengan mesin
model baru yang mempunyai harga faktur Rp6.000.000. Harga perolehan mesin
bekas tersebut Rp4.000.000, akumulasi depresiasi Rp1.600.000 dan harga pasar
wajar Rp2.000.000. Transaksi ini dinyatakan memiliki substansi komersial. Dalam
pertukaran ini mesin bekas dihargai oleh toko sebesar Rp3.200.000, sehingga
perusahaan harus membayar kas Rp2.800.000.
Soal Latihan 3
PT. SENJA JINGGA pada 1 Januari 2008 menukarkan mesin bekasnya dengan mesin
model baru yang mempunyai harga faktur Rp2.250.000. Harga perolehan mesin
bekas tersebut Rp3.000.000, akumulasi depresiasi Rp1.200.000 dan harga pasar
wajar Rp2.700.000. Transaksi ini dinyatakan tidak memiliki substansi komersial.
Dalam pertukaran ini perusahaan menerima kas Rp450.000.
BAB IX
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa manfaat aktiva tetap melebihi satu tahun (periode
akuntansi). Oleh karena manfaatnya lebih dari satu tahun maka semua pengorbanan
untuk memperoleh aktiva tetap dicatat mula‐mula sebagai harga perolehan (acquisition
cost), alih‐alih diakui secara langsung sebagai beban pada periode pengeluaran tersebut.
Pengakuan beban dilakukan dengan cara mengalokasi biaya (harga) perolehan ke
periode‐periode (periode sekarang dan periode mendatang) yang menerima manfaat
aktiva tetap tersebut. Itulah yang disebut sebagai depresiasi atau penyusutan
(depreciation). Kalau yang dialokasi seperti itu adalah harga perolehan sumber alam
maka pengalokasiannya disebut deplesi (depletion) dan jika untuk aktiva tak berwujud
maka alokasinya disebut amortisasi (amortization).
1. Kos aktiva tetap meliputi harga faktur bersih (setelah dikurangi potongan tunai
apabila ada) ditambah seluruh biaya untuk memperolehnya sampai dalam kondisi
siap pakai. Pelajari kembali hal ini di pokok bahasan sebelumnya.
3. Taksiran nilai residu adalah jumlah moneter yang diharapkan dapat direalisasi
pada saat aktiva tetap diberhentikan. Selisih antara kos dan taksiran nilai residu
merupakan kos yang akan didepresiasi (depreciable cost).
B. Metode Depresiasi
Metode garis lurus (straight line) menghitung biaya depresiasi untuk masing‐
masing periode dengan jumlah yang sama. Rumusnya adalah sebagai berikut.
Sebagai contoh, kendaraan dibeli pada 1 Januari 2007 dengan harga perolehan
(acquisition cost) Rp160.000.000, ditaksir mempunyai umur ekonomis 5 tahun,
dan nilai residu Rp10.000.000. Berdasarkan data tersebut, depresiasi per tahun
adalah:
Rp160.000.000 – Rp10.000.000
––––––––––––––––––––––––––– = Rp30.000.000
5
Tabel depresiasi kendaraan di atas dengan metode garis lurus adalah sebagai
berikut.
Akumulasi
Nilai Buku Awal Biaya Depresiasi Depresiasi Sampai Nilai Buku Akhir
Tahun
Tahun Tahun Dengan Akhir Tahun
Tahun
(d) = (a) – (b) atau
(a) (b) (c) = (c) + (b)
Kos – (c)
2007 Rp160.000.000 Rp30.000.000 Rp30.000.000 Rp130.000.000
2008 130.000.000 30.000.000 60.000.000 100.000.000
2009 100.000.000 30.000.000 90.000.000 70.000.000
2010 70.000.000 30.000.000 120.000.000 40.000.000
2011 40.000.000 30.000.000 150.000.000 10.000.000
Perhitungan yang mudah merupakan kebaikan metode garis lurus. Metode ini
cocok untuk aktiva tetap seperti gedung kantor yang pola penggunaannya relatif
sama dari tahun ke tahun.
Dasar pemikiran metode ini adalah bahwa biaya yang berkaitan dengan
penggunaan aktiva tetap sebagian besar disebabkan oleh biaya pemeliharaan
dan depresiasi. Biaya pemeliharaan pada tahun‐tahun pertama cenderung kecil
dan pada tahun‐tahun berikutnya cenderung besar. Metode ini merencanakan
agar biaya periodik selama umur ekonomisnya dari tahun ke tahun selalu relatif
sama besar. Untuk mengimbangi biaya pemeliharaan yang semakin lama semakin
besar maka biaya depresiasi pada tahun‐tahun pertama dihitung lebih besar
daripada tahun‐tahun berikutnya. Metode yang termasuk metode jumlah
menurun adalah metode jumlah angka tahun dan metode saldo menurun. Berikut
adalah penjelasannya.
Akumulasi
Tahun Nilai Buku Awal Biaya Depresiasi Depresiasi Sampai Nilai Buku Akhir
Tahun Tahun Dengan Akhir Tahun
Tahun
(d) = (a) – (b) atau
(a) (b) (c) = (c) + (b)
Kos – (c)
2007 Rp160.000.000 Rp75.000.000 Rp75.000.000 Rp85.000.000
2008 85.000.000 50.000.000 125.000.000 35.000.000
2009 35.000.000 25.000.000 150.000.000 10.000.000
Akumulasi
Nilai Buku Awal Biaya Depresiasi Depresiasi Nilai Buku
Tahun
Tahun Tahun Sampai Dengan Akhir Tahun
Akhir Tahun
(d) = (a) – (b) atau
(a) (b) (c) = (c) + (b)
Kos – (c)
2007 Rp160.000.000 Rp64.000.000 Rp64.000.000 Rp96.000.000
2008 96.000.000 38.400.000 102.400.000 57.600.000
2009 57.600.000 23.040.000 125.440.000 34.560.000
2010 34.560.000 13.824.000 139.264.000 20.736.000
2011 20.736.000 8.294.400 147.558.400 12.441.600
Metode atas dasar prestasi mendasarkan depresiasi pada kinerja aktiva tetap.
Salah satunya adalah metode output produktif (production‐units). Metode ini
menghitung depresiasi berdasarkan pada argumen bahwa aktiva tetap diperoleh
untuk jasa yang disediakannya dalam bentuk hasil produksi. Menurut metode ini,
perlu ditaksir lebih dahulu total satuan hasil produksi aktiva. Kemudian dihitung
tarif depresiasi per satuan hasil produksi dengan cara membagi depreciable cost
dengan taksiran total satuan hasil tersebut. Terakhir, dihitung depresiasi untuk
masing‐masing tahun dengan mengalikan tarif depresiasi per satuan hasil
produksi dengan jumlah satuan output yang dihasilkan oleh masing‐masing tahun
tersebut.
Rp21.000.000 – Rp1.000.000
–––––––––––––––––––––––––––– = Rp200
100.000
Jika satuan hasil tahun pertama, misalnya, sebanyak 15.000 unit produk, maka
biaya depresiasi untuk tahun pertama tersebut adalah sebesar Rp3.000.000
(15.000 x Rp200). Jika satuan hasil tahun kedua sebanyak 20.000 unit produk,
maka biaya depresiasi untuk tahun kedua adalah sebesar Rp4.000.000 (20.000 x
Rp200). Begitu seterusnya, bergantung pada jumlah satuan hasil di tahun‐tahun
berikutnya.
Bila aktiva tetap mulai digunakan pada selain pertengahan tahun, maka
depresiasi dihitung dengan dasar kebijakan manajemen. Misalnya, kalau aktiva
tetap mulai dipakai 1 Mei 2007 maka depresiasi untuk tahun 2007 terhitung mulai
1 Mei tersebut. Jadi, untuk tahun 2007 depresiasinya adalah untuk aktivitas 7
bulan. Kalau aktiva tetap mulai dipakai pada tanggal 10 Mei 2007, maka depresiasi
untuk tahun 2007 dapat didasarkan pada waktu 6,5 bulan ataupun 7 bulan
tergantung kebijakan manajemen.
Pencatatan biaya depresiasi dalam buku jurnal umumnya dilakukan pada akhir tahun
buku. Jika depresiasi kendaraan dibebankan Rp 500.000 ke tahun 2007, maka jurnal
untuk mencatat depresiasi pada akhir tahun 2007 adalah sebagai berikut.
D. Penyajian di Neraca
Aktiva tetap dilaporkan secara terpisah dari aktiva tidak berwujud6 dan sumber alam.7
Tanah umumnya tidak didepresiasi kecuali untuk kondisi‐kondisi tertentu. Aktiva
tetap (selain tanah) dinilai sebesar nilai buku, yakni harga perolehan dikurangi
akumulasi depresiasi. Penyajian aktiva tetap di neraca diurutkan berdasar urutan
kekekalannya. Tanah, misalnya, disajikan terlebih dahulu dari gedung dan gedung
terlebih dahulu daripada mesin‐mesin dan peralatan. Perhatikan contoh berikut ini.
Total Rp262.000.000
E. Latihan Soal
Soal Latihan 1
Pada 1 April 2003, PT. KERIS PUSAKA membeli mesin pabrik dengan harga perolehan
mula‐mula Rp82.000.000, ditaksir mempunyai masa manfaat 5 tahun, dan nilai residu
Rp7.000.000.
1. Tentukan depresiasi per tahun mesin tersebut untuk masing‐masing gunakan
metode berikut ini.
a. Metode Garis Lurus
b. Metode Jumlah Angka Tahun
c. Metode Saldo Menurun Ganda
6
Dibahas di bab lain.
7
Dibahas di bab lain.
2. Tentukan biaya depresiasi yang akan diakui pada 31 Desember 2003, 2004, 2005,
2006 dan 2007 menurut ketiga metode di atas.
Soal Latihan 2
Pada 1 Januari 2004, PT. KERIS PUSAKA membeli mesin pabrik dengan harga
perolehan mula‐mula Rp19.000.000, ditaksir mampu menghasilkan 150.000 unit
produk selama jangka waktu 4 tahun, dan nilai residu Rp1.000.000.
1. Tentukan depresiasi per unit mesin tersebut bila digunakan metode Unit Produksi
2. Tentukan biaya depresiasi yang akan diakui pada 31 Desember 2004, 2005, 2006
dan 2007 bila unit produk yang dihasilkan selama tahun 2004 sebanyak 41.000
unit, tahun 2005 sebanyak 36.000 unit, tahun 2006 sebanyak 38.000 unit, dan
tahun 2007 sebanyak 35.000 unit.
BAB X
A. Sumber Alam
1. Definisi
Sumber alam (natural resources)8 terdiri atas petroleum (minyak bumi dan gas
alam), mineral (batu bara, emas, dan perak), dan kayu (misalnya pohon‐pohon
kayu jati dan kayu meranti di hutan) yang dikuasai oleh perusahaan. Sumber alam
memiliki dua kareakterisik utama. Pertama, konsumsi aset fisik sampai habis
(complete removal of the asset). Minyak bumi, misalnya, akan diangkat dari
sumurnya sampai ia habis secara fisik. Ini berbeda dari mesin pabrik yang hanya
dipakai untuk berproduksi dan fisik mesinnya masih tetap utuh sampai umur
ekonomisnya habis sekalipun. Kedua, penggantian aset hanya dengan tindakan
alam. Minyak, umpamanya, setelah diangkat habis tidak dapat diganti oleh
tangan manusia. Ia hanya dapat diganti jika terdapat proses alamiah yang terjadi
be‐ribu atau berjuta tahun.
8
Disebut juga wasting assets.
2. Basis Deplesi
Acquisition Cost. Ini tergantung cara memperoleh sumber alam. Untuk sumber
alam yang belum ditemukan, maka acquisition cost adalah harga yang dibayar
oleh perusahaan untuk memperoleh property right (hak properti) untuk mencari
dan mendapatkan sumber alam yang belum ditemukan tersebut. Untuk sumber
alam yang sudah ditemukan dan perusahaan tinggal membelinya, maka
acquisition cost adalah harga yang dibayar untuk membeli sumber alam tersebut.
Acquisition cost dapat pula sejumlah nilai tunai pembayaran sewa‐guna (lease
payments) kepada pemilik properti untuk properti yang mengandung sumber
alam produktif. Untuk yang disebut terakhir ini, pembayaran royalti kepada
pemilik properti diperhitungkan sebagai komponen acquisition cost
Exploration Cost. Ini adalah biaya untuk menemukan sumber alam setelah
perusahaan memperoleh hak properti. Penentuan apakah biaya eksplorasi
menjadi bagian basis deplesi menjadi masalah apabila eksplorasi dilakukan untuk
lebih dari satu sumber tetapi terdapat salah satu (atau lebih) sumber yang gagal
dieksploitasi. Apakah pengorbanan untuk eksplorasi yang gagal dimasukkan ke
dalam basis deplesi? Terdapat dua metode untuk menjawab pertanyaan di atas.
Pertama, full cost. Menurut metode ini, biaya eksplorasi sumur yang gagal
dimasukkan sebagai basis deplesi sumur yang sukses. Kedua, succesfull efforts.
Menurut metode ini, biaya eksplorasi sumur yang gagal langsung dibebankan ke
laba rugi di tahun pengeluaran biaya tersebut.
Restoration Cost. Ini adalah biaya untuk memulihkan kembali properti ke kondisi
alam semula seperti sebelum terjadi ekstraksi. Biaya ini merupakan bagian dari
dasar deplesi.
Sumber alam disajikan di neraca dalam kelompok aktiva tetap dan dinilai dengan nilai
buku, yakni cost sumber alam setelah dikurangi akumulasi deplesi. Misalnya, neraca
PT. Pertamini per 31 Desember tahun ini sehubungan dengan sumber alam adalah
sebagai berikut :
Rp10.380.000.000
1. Definisi
Aktiva tidak berwujud (intangible assets) adalah aktiva yang memiliki manfaat
jangka panjang (lebih dari setahun), tidak memiliki wujud fisik, dan bukan
instrumen keuangan. Termasuk dalam aktiva tidak berwujud adalah hak paten,
hak cipta, franchise atau lisensi, merk atau nama dagang, dan goodwill. Bukti
pemerolehan aktiva tidak berwujud dapat berbentuk kontrak, lisensi, atau
dokumen lainnya.
Aktiva tidak berwujud dapat diperoleh dengan (1) membeli dari pihak lain, atau
(2) mengembangkan sendiri secara internal perusahaan. Khusus untuk goodwill,
perolehannya tidak dapat dilakukan dengan satupun dari dua cara di atas.
Goodwill hanya diperoleh ketika perusahaan mengakuisisi perusahaan lain
dengan harga beli lebih tinggi daripada penjumlahan harga pasar tiap‐tiap aktiva
perusahaan yang dibeli dikurangi total kewajibannya.
2. Harga Perolehan
Pembelian. Cara penentuan kos aktiva tidak berwujud pada dasarnya sama
dengan cara penentuan untuk aktiva tetap. Untuk aktiva tidak berwujud yang
diperoleh dengan cara pembelian tunai dari pihak lain, harga perolehannya
adalah harga beli plus biaya‐biaya yang diperlukan untuk menjadikan aktiva tidak
berwujud siap untuk dimanfaatkan sesuai tujuannya. Biaya‐biaya yang diperlukan
meliputi legal fees dan biaya‐biaya insidental lain yang terjadi ketika transaksi
pembelian berlangsung.
Jika aktiva tidak berwujud diperoleh dengan mengeluarkan saham biasa atau
pertukaran dengan aset lainnya, maka harga perolehannya adalah harga pasar
wajar saham biasa atau aset lainnya yang diserahkan atau nilai wajar aktiva tidak
berwujud yang diterima, mana yang dapat dibuktikan secara lebih jelas.
Jika beberapa aktiva tidak berwujud diperoleh secara pembelian gabungan (lump
sum), maka penentuan harga perolehan untuk setiap jenis aktiva tidak berwujud
adalah dengan mengalokasikan harga perolehan total. Metode harga pasar
relatif, sebagaimana digunakan untuk aktiva tetap, dapat digunakan untuk
mengalokasi.
3. Amortisasi
Aktiva tidak berwujud terdiri atas aktiva yang umur manfaatnya terbatas dan
aktiva yang umur manfaatnya takterbatas. Aktiva tidak berwujud dianggap
memiliki umur tidak terbatas apabila tidak terdapat faktor‐faktor hukum,
peraturan perundangan‐undangan, kontraktual, kompetitif, dan lain sebagainya
yang membatasi umur manfaat aktiva tidak berwujud. Jika terdapat faktor‐faktor
di atas yang membatasi umur manfaat aktiva tidak berwujud, maka ia terkategori
sebagai terbatas umur manfaatnya. Amortisasi hanya dilakukan untuk aktiva
tidak berwujud dengan umur manfaat terbatas.
Pada bagian ini diberikan contoh prosedur akuntansi untuk hak paten. Pada
dasarnya, jenis‐jenis aktiva tidak berwujud diperlakukan seperti hak paten,
sehingga tidak diberikan contohnya. Oleh karena berbeda dari aktiva tidak
berwujud lainnya, goodwill akan dijelaskan.
Hak Paten. Hak paten adalah hak eksklusif yang diberikan kepada pemegangnya
untuk menggunakan, mengolah, dan menjual sebuah produk atau jasa selama
periode tertentu (misalnya 20 tahun) tanpa campur tangan atau pelanggaran
pihak lain. Harga perolehan hak paten meliputi seluruh legal fees dan biaya‐biaya
yang dikeluarkan di dalam rangka mempertahankan secara sukses gugatan hak
paten dari pihak lain. Harga perolehan ini diamortisasi, misalnya dengan metode
garis lurus.
Sebagai contoh, pada 1 Januari 2007 PT. OJO DUMEH mengeluarkan biaya hukum
Rp10.000.000 untuk berhasil mempertahankan hak patennya. Jika dianggap hak
paten ini mempunyai umur manfaat selama 10 tahun, maka jurnal untuk mencatat
pengeluaran biaya dan amortisasi pada tahun 2007 adalah sebagai berikut.
Sebagai contoh, untuk kasus di Indonesia, anggaplah PT. RAGAM USAHA pada
tanggal 1 Januari 2007 membeli tunai perusahaan lain dengan harga
Rp620.000.000 Informasi mengenai aktiva dan kewajiban pada tanggal
pembelian menurut harga pasar adalah sebagai berikut.
9
Kita juga dapat mengkredit akun Akumulasi Amortisasi Hak Paten.
Perhatikanlah bahwa aktiva neto menurut harga pasar pada saat pembelian adalah
Rp540.000.000, sedangkan harga belinya adalah Rp620.000.000. Jadi, goodwill yang
diakui adalah Rp80.000.000. Akuisisi di atas dicatat oleh PT. RAGAM USAHA dengan
jurnal sebagai berikut.
Jika goodwill diamortisasi selama 10 tahun dengan menggunakan metode garis lurus,
maka amortisasi per tahun adalah Rp8.000.000. Jurnal untuk mencatat amortisasi ini
pada akhir tahun 2007 adalah sebagai berikut.
Penyajian di Neraca
Di neraca, goodwill disajikan sebesar nilai bukunya, yakni harga perolehan dikurangi
akumulasi amortisasi goodwill. Perhatikan contoh berikut ini.
Rp 72.000.000
C. Latihan Soal
Soal Latihan 1
Pada 2006, PT PERTAMANI membayar seluruh biaya yang dapat dimasukkan dalam
basis deplesi sebesar Rp21.000.000.000. Diperkirakan total batu bara yang dapat
diekstrak adalah 300 ton. Buatlah jurnal pencatatan biaya deplesi pada 31 Desember
2006 dan 2007 apabila jumlah batu bara yang diekstrak selama tahun 2006 sebanyak
32 ton dan tahun 2007 sebanyak 27 ton.
Soal Latihan 2
Pada tanggal 1 Januari 2007, PT. NOGOSOSRO membeli tunai PT. SABUK INTEN
dengan harga Rp300.000.000, di mana goodwill yang timbul akan diamortisasi
selama 10 tahun. Informasi mengenai aktiva dan kewajiban pada tanggal pembelian
menurut harga pasar adalah sebagai berikut.
Buatlah jurnal pencatatan akuisisi PT. SABUK INTEN pada 1 Januari 2007 dan biaya
amortisasi goodwill pada 31 Desember 2007.
BAB XI
Akuntansi penurunan nilai diperlukan agar aset dicatat tidak melebihi jumlah
terpulihkannya, suatu aset dikatakan melebihi jumlah terpulihkannya jika jumlah
tercatat aset melebihi jumlah yang akan dipulihkan melalui penggunaan atau
penjualan aset. Pada kasus demikian, aset mengalami penurunan nilai dan PSAK 48‐
2015 mensyaratkan entitas untuk mengakui rugi penurunan nilai.
Akuntansi penurunan nilai diterapkan untuk seluruh aset, kecuali: persediaan, aset
yang timbul dari kontrak konstruksi, aset pajak tangguhan, aset yang timbul dari
imbalan kerja, instrumen keuangan, properti investasi, biaya akuisisi dan aset tak
berwujud yang timbul dari hak kontraktual asuradur, aset tidak lancar yang dimiliki
untuk dijual.
manfaat aset, bukti internal mengindikasikan bahwa kinerja ekonomi aset lebih
buruk dari yang diharapkan.
Informasi dari sumber‐sumber eksternal, nilai aset telah turun signifikan akibat dari
berjalannya waktu atau pemakaian normal, perubahan signifikan teknologi‐ pasar
ekonomi dan lingkup hukum, peningkatan suku bunga pasar atau tingkat imbal hasil
lain atas investasi, jumlah tercatat aset neto entitas melebihi kapitalisasi pasarnya.
Aset tak berwujud tertentu (aset tak berwujud dengan masa manfaat tak terbatas,
dan aset tak berwujud yang belum digunakan) dan Goodwill yang diperoleh dalam
suatu kombinasi bisnis, terlepas apakah terdapat indikasi penurunan nilai, entitas
minimal setahun sekali melakukan pengujian penurunan nilai (impairment test)
dengan membandingkan nilai tercatat dengan jumlah terpulihkannya.
Ketika jumlah tercatat dari aset > jumlah terpulihkan maka perusahaan akan
mengakui adanya penurunan nilai.
Ilustrasi 1:
Perusahaan ABC melakukan uji penurunan nilai untuk mesinnya, nilai buku dari mesin
tersebut adalah Rp 200jt sedangkan nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual
sebesar Rp 180jt, dan nilai pakainya Rp 205 jt.
Jumlah tercatat (carrying amount) adalah jumlah yang diakui untuk suatu aset
setelah dikurangi akumulasi penyusutan, amortisasi, dan akumulasi penurunan nilai.
Biaya pelepasan, adalah biaya inkremental yang secara langsung dapat diatribusikan
pada pelepasan aset atau unit penghasil kas, tidak termasuk pendanaan dan beban
pajak penghasilan.
Jumlah yang terpulihkan (recoverable amount), adalah jumlah yang lebih timggi
antara nilai wajarnya dikurangi biaya pelepasan.
Harga wajar, adalah harga yang akan diterima untuk menjual suatu aset atau harga
yang akan dibayar untuk menalihkan suatu liabilitas dalam transaksi teratur antara
pelaku pasar pada tanggal pengukuran.
Nilai pakai (value in use), adalah nilai kini dari taksiran arus kas yang diharapkan
akan diterima dari aset atau unit penghasil kas.
Rugi penurunan nilai (loss on impairment), jumlah yang merupakan selisih lebih nilai
tercatat suatu aset atau unit penghasil kas atas jumlah terpulihkannya.
Ilustrasi 2:
PT DEF melakukan review penurunan nilai atas sejumlah asetnya, tanah diukur pada
nilai wajarnya dengan surplus revaluasi sebesar Rp 5.000, sedangkan aset lainnya
diukur dengan nilai tercatat (biaya dikurangi akumulasi depresiasi atau amortisasi),
hasil review adalah sebagai berikut:
Nilai wajar – biaya Nilai pakai Nilai tercatat
penjualan Rp Rp
Rp
Tanah (nilai wajar) 21.220 22.000 30.000
Aset tidak 820 650 900
berwujud
(amortized cost)
Mesin (depreciated 2100 1800 3000
cost)
Karena untuk tanah sebelumnya telah surplus Rp 5.000, maka bagian kerugian
penurunan nilai tanah akan dikurangi dengan surplus revaluasi tersebut.
Jurnalnya adalah:
Ilustrasi:
Suatu entitas mengoperasikan sebuah pertambangan minyak, biaya pemulihan
kembali lokasi tambang adalah Rp 10 milyar yang setara dengan nilai kini dari
biaya pemulihan tersebut.
Entitas menerima sebuah penawaran untuk membeli pertambangan itu pada
harga Rp 16 milyar dan biaya pelepasan pertambangan adalah Rp 2 milyar.
Nilai pakai pertambangan mendekati Rp 24 milyar diluar biaya pemulihan.
Nilai tercatat pertambangan adalah Rp 20 milyar.
Analisa penurunan nilai:
‐Nilai wajar Rp 16 milyar – biaya penjualan Rp 2 milyar = 14 milyar
‐nilai pakai pertambangan adalah Rp 24 milyar – 10 milyar = 14 milyar
‐nilai tercatat adalah Rp 20 milyar – Rp 10 milyar = 10 milyar
Dengan demikian, pertambangan tidak mengalami penurunan nilai sebab nilai
terpulihkan dari UPK Rp 14 milyar lebih besar dibanding nilai teratat Rp 10 milyar.
E. Pembalikan Rugi Penurunan Nilai
Entitas menilai pada akhir setiap periode pelaporan apakah terdapat indikasi bahwa
rugi penurunan nilai yang telah diakui dari periode sebelumnya untuk aset (selain
goodwill) mungkin tidak ada lagi atau mungkin telah menurun. Jika indikasi
dimaksud ditemukan, entitas mengestimasi jumlah terpulihkan aset tersebut.
Dalam menilai apakah terdapat indikasi bahwa rugi penurunan nilai yang telah diakui
pada periode‐eriode sebelumnya untuk aset (selain goodwill) mungkin tidak ada lagi
atau mungkin telah menurun, entitas mempertimbangkan minimal indikasi:
informasi yang bersumber dari internal maupun eksternal.
Hal yang harus diperhatikan “ jumlah tercatat aset yang meningkat (selain goodwill)
yang disebabkan pembalikan rugi penurunan nilai, tidak boleh melebihi jumlah
tercatat (neto setelah amortisasi atau depresiasi) seandainya aset tidak mengalami
rugi penurunan nilai di tahun‐tahun sebelumnya
Ilustrasi:
Pada tanggal 31 desember 2005, PT ABC mengindikasikan bahwa terjadi
penurunan nilai bangunan kantornya. Setelah dilakukan review terhadap nilai
bangunan kantor diperoleh hasil:
Harga jual neto Rp Rp 242 jt
Nilai pakai Rp 260 jt
Bangunan diperoleh pada 1 januari 2001 dengan harga Rp 400 jt PT ABC
memperkirakan masa manfaat 20 th dengan nilai sisa Rp 20 jt dengan depresiasi
metode garis lurus.
tahun sebelumnya tidak lagi terjadi penurunan, hasil review memperoleh hasil
bahwa Nilai pakai bangunan meningkat Rp 280jt.
setiap kenaikkan jumlah terpulihkan dari goodwill pada periode setelah terjadinya
pengakuan rugi penurunan nilai kemungkinan merupakan kenaikan goodwill yang
dihasilkan secara internal, bukan merupakan pembalikkan rugi penurunan nilai yang
diakui atas goodwill yang diperoleh.
Latihan:
1. Suatu entitas mengoperasikan sebuah pertambangan minyak, biaya pemulihan
kembali lokasi tambang adalah Rp 20 milyar yang setara dengan nilai kini dari
biaya pemulihan tersebut.
Entitas menerima sebuah penawaran untuk membeli pertambangan itu pada
harga Rp 26 milyar dan biaya pelepasan pertambangan adalah Rp 12 milyar.
Nilai pakai pertambangan mendekati Rp 24 milyar diluar biaya pemulihan.
Nilai tercatat pertambangan adalah Rp 20 milyar.
Diminta: Analisa penurunan nilai:
BAB XII
INVESTASI
Sekuritas (surat berharga) terdiri atas sekuritas ekuitas dan sekuritas utang. Sekuritas
ekuitas (equity securities) menunjukkan hak kepemilikan (misalnya saham biasa) dan hak
untuk memperoleh kepemilikan tersebut (misalnya opsi beli) atau hak untuk menjualnya
(misalnya hak opsi jual) dengan harga yang telah atau akan ditetapkan. Sekuritas utang
(debt securities) menunjukkan pengakuan utang oleh pihak yang mengeluarkannya
(misalnya obligasi).
1. Pemilikan lebih kecil dari 20% menggunakan metode nilai wajar (fair value
method), di mana investor sebagai pemilik pasif.
2. Pemilikan antara 20% dan 50% menggunakan metode ekuitas (equity method), di
mana investor memiliki pengaruh yang signifikan (significant influence) terhadap
perusahaan investee.
Kepemilikan kurang
dari 20%:
2. Sekuritas Tersedia Nilai wajar (fair Diakui sebagai Laba Pembagian dividen,
untuk Dijual value) Komprehensif Lain untung (rugi) dari
(Available for dan sebagai penjualan
Sale) komponen terpisah
atas modal
pemegang saham
Kepemilikan antara Ekuitas (equity) Tidak diakui Pembagian
20% dan 50% proporsional laba
(rugi) bersih
investee
Kepemilikan lebih dari Konsolidasi Tidak diakui Tidak dapat
50% (consolidated) diaplikasikan
Dengan metode ekuitas, investasi dalam saham biasa dicatat dalam akun
Investasi dalam Saham Biasa (Investment in Common Stock) sebesar harga
perolehannya, yakni harga beli ditambah biaya‐biaya transaksi yang terjadi secara
insidental ketika diperoleh, misalnya komisi makelar. Selanjutnya, pengumuman
laba oleh perusahaan investee dicatat sebagai penambah nilai investasi sebesar
proporsi hak atas laba yang diumumkan, sedangkan pembagian dividen dicatat
sebagai pengurang nilai investasi sebesar proporsi hak atas dividen yang
dibagikan.
a. Pemerolehan
Sebagai contoh, pada 1 Juni 2006 PT. SETIA ABADI membeli tunai 500.000
lembar saham biasa PT. XYZ (25% dari total saham beredar), nominal Rp
1.000/lembar, kurs 110 (110% dari nilai nominal). Biaya‐biaya transaksi
Rp50.000.000. Jadi, harga perolehan 500.000 lembar saham adalah
Rp600.000.000 [(500.000 x Rp1.000 x 110%) + Rp50.000.000] atau per
lembarnya Rp1.200. Pembelian ini dicatat dengan jurnal sebagai berikut.
10
Investee adalah sebutan untuk perusahaan yang mengeluarkan sekuritas ekuitas menurut pandangan
perusahaan investor.
Sebagai contoh, pada akhir tahun 2006 PT. SETIA ABADI menerima
pengumuman bahwa PT. XYZ memperoleh laba bersih Rp400.000.000 dan
membayar dividen tunai Rp 150 per lembar. Jurnal untuk mencatat bagian
laba dan penerimaan dividen tunai adalah sebagai berikut.
c. Pelepasan
Investasi dalam saham biasa ketika dilepas atau dijual dikredit sebesar harga
perolehan setelah terdapat penyesuaian atas transaksi atau peristiwa seperti
pengumuman laba dan pembagian dividen. Jika terdapat selisih antara harga
jual bersih dan harga perolehan tersebut, maka diakui sebagai untung (rugi)
pelepasan.
Sebagai contoh, pada tanggal 1 Nopember 2007, PT. SETIA ABADI pada
contoh sebelumnya melepas 100.000 lembar saham biasa PT. XYZ dengan
harga bersih total Rp 145.000.000. Oleh karena harga perolehan terbaru per
lembar Rp1.250 maka harga perolehan 100.000 lembar adalah Rp125.000.000.
Jadi, untung yang harus diakui adalah Rp20.000.000 (Rp145.000.000 ‐
Rp125.000.000). Berikut adalah jurnal pelepasannya.
Investasi dalam saham biasa dikredit jika terdapat penarikan oleh perusahaan
investee. Untung (rugi) penarikan harus diakui jika terdapat selisih antara
harga perolehan dan harga penarikan. Sebagai contoh, pada 1 Desember
2007 saham biasa PT. XYZ ditarik dengan kurs 140. Oleh karena investasi
dalam saham biasa dalam buku PT. SETIA ABADI adalah 400.000 lembar maka
harga perolehannya adalah Rp500.000.000 (400.000 x Rp1.250). Jurnal untuk
mencatat penarikan saham ini adalah sebagai berikut.
e. Peristiwa‐peristiwa Penting
Dividen Saham. Ini adalah dividen yang dibagikan kepada pemegang saham
(investor) dalam bentuk saham yang sejenis dengan saham yang telah
beredar. Dividen saham menambah jumlah lembar saham yang sebelumnya
dimiliki oleh investor tanpa aktiva apa pun untuk memperolehnya. Oleh
karena itu, harga perolehan total investasi tidak berubah, tetapi harga
perolehan per lembarnya berubah, yakni menjadi lebih kecil. Dengan
demikian penerimaan dividen saham tidak perlu dijurnal oleh perusahaan
investor, tetapi cukup dibuat memorandum yang menyatakan adanya
perubahan jumlah lembar dan harga perolehan per lembar saham yang
dimiliki.
Pemecaham Saham (Stock Splits‐Up). Ini adalah pemecahan nilai nominal per
lembar saham yang dilakukan oleh investee. Misalnya, nominal per lembar
yang semula Rp1.000 kini dipecah menjadi 2 lembar, sehingga nilai nominal
per lembarnya menjadi Rp500. Perusahaan investor tidak menjurnal
penggantian saham dari stock splits‐up ini, tetapi cukup dibuat memorandum
yang menyatakan adanya perubahan jumlah lembar dan harga perolehan per
lembar saham yang dimiliki.
Hak Beli Saham atau Waran. Ini adalah hak istimewa bagi investor untuk
membeli saham baru yang dikeluarkan oleh investee dengan harga di bawah
harga pasar. Waran mempunyai nilai ekonomis, tetapi investor tidak
mengeluarkan pengorbanan untuk memperolehnya. Oleh karena itu, investor
harus mengalokasi sebagian harga perolehan (HP) investasi ke waran ini
dengan rumus:
maka harga perolehan investasi adalah jumlah kas yang dikeluarkan plus
harga perolehan waran yang diserahkan. Sebagai contoh, pada 10 Agustus
2007 PT. FAISALINDO membeli 100.000 lembar saham baru PT. ABC dengan
menyerahkan kas Rp150.000.000 dan 200.000 lembar waran. Telah dihitung
di atas bahwa harga perolehan per lembar waran adalah Rp250 sehingga
untuk 200.000 lembar adalah Rp50.000.000. Jadi, harga perolehan saham
baru adalah Rp200.000.000 (Rp150.000.000 + Rp50.000.000). Pembelian ini
dicatat dengan jurnal sebagai berikut.
Waran yang masih tersisa, jika ada, dapat dijual. Untung (rugi) dihitung
dengan membandingkan antara harga jual bersih dan harga perolehannya.
Waran yang tidak dimanfaatkan hingga daluwarsa harus diakui sebagai rugi.
Dengan metode nilai pasar wajar, investasi dalam saham biasa dicatat dalam akun
Sekuritas Perdagangan (Trading Securities) sebesar harga perolehannya, yakni
harga beli ditambah biaya‐biaya transaksi yang terjadi secara insidental ketika
diperoleh, misalnya komisi makelar. Pengumuman laba oleh perusahaan investee
tidak diakui oleh perusahaan investor, sedangkan pembagian dividen dicatat
dalam akun Pendapatan Dividen (Dividend Revenue). Selanjutnya, apabila pada
akhir periode akuntansi terdapat selisih antara nilai wajar dan harga perolehan
diakui dalam akun Untung (Rugi) Belum Terealisasi (Unrealized Holding Gain or
Loss) dan dilaporkan sebagai komponen laba dalam kelompok pendapatan
(biaya) lain‐lain dan untung (rugi).
a. Pemerolehan
Sebagai contoh, pada 1 Mei 2006 PT. ARIEF ADI KARYA membeli tunai
300.000 lembar saham biasa PT. XYZ (15% dari total saham beredar), nominal
Rp1.000/lembar, kurs 110 (110% dari nilai nominal). Biaya‐biaya transaksi
Rp33.000.000. Harga perolehan 300.000 lembar saham adalah sebesar
Rp363.000.000 [(300.000 x Rp1.000 x 110%) + Rp33.000.000] atau per lembar
Rp1.210. Pembelian ini dicatat dengan jurnal sebagai berikut.
Sebagai contoh, pada akhir tahun 2006 PT. ARIEF ADI KARYA menerima
pengumuman bahwa PT. XYZ membayar dividen tunai Rp150 per lembar dan
nilai pasar wajar sahamnya adalah Rp 1.300/lembar. Jadi, terdapat kenaikan
nilai pasar wajar sebesar Rp27.000.000 [300.000 x (Rp1.300 ‐ Rp1.210)]. Jurnal
untuk mencatat penerimaan dividen tunai dan kenaikan nilai pasar wajar
adalah sebagai berikut.
c. Pelepasan
Sebagai contoh, pada tanggal 1 Juli 2007, PT. ARIEF ADI KARYA pada contoh
sebelumnya melepas 100.000 lembar saham biasa PT. XYZ dengan harga
bersih total Rp145.000.000. Oleh karena harga perolehan per lembar adalah
Rp1.210, maka harga perolehan 50.000 lembar adalah Rp60.500.000. Jadi,
untung yang harus diakui adalah Rp12.000.000 (Rp72.500.000 ‐
Rp60.500.000). Jurnal pelepasannya adalah sebagai berikut.
Harga Pasar
Harga Perolehan Untung (Rugi)
Wajar
(Rp) (Rp)
(Rp)
Saham PT. NIAGA 100.000 lembar 90.000.000 99.000.000 ‐
Saham PT. ANEKA 250.000 lembar 51.000.000 48.500.000 ‐
Aktiva Lancar
Rp147.500.000
Sekuritas TUD juga dinilai di neraca sebesar fair value — harga pasar wajar.
Namun, untung (rugi) sebagai akibat dari proses penilaian dilaporkan di neraca
sebagai penambah (pengurang) ekuitas. Jika sekuritas perdagangan di contoh
sebelumnya adalah sekuritas TUD, maka penyajiannya di neraca adalah sebagai
berikut:
Aktiva Lancar
Rp192.000.000
Rp812.000.000
3. Sekuritas Tersedia untuk Dijual (Available for Sale Securities): sekuritas utang yang
dibeli dan dimiliki perusahaan yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam
Sekuritas Dimiliki Sampai Jatuh Tempo atau Sekuritas Perdagangan.
Sekuritas Tersedia Nilai wajar (fair Diakui sebagai Laba Bunga ketika
untuk Dijual (Available value) Komprehensif Lain diperoleh, untung
for Sale) dan sebagai (rugi) dari penjualan
komponen terpisah
atas modal
pemegang saham
Sebagai contoh, pada 1 Januari 2006 PT. USAHA MANDIRI membeli obligasi
dengan nominal Rp10.000.000, berbunga 8% setahun dibayar tiap 1 Januari
dan 1 Juli, jatuh tempo pada 1 Januari 2011 (jangka waktu 5 tahun), dengan
harga Rp9.304.000. Jadi, terdapat disagio sebesar Rp696.000 (Rp10.000.000
‐ Rp9.304.000) dan amortisasi disagio per tahun sebesar Rp139.200
(Rp696.000/5).
Jika tahun buku adalah tahun kalender maka pada 31 Desember 2006
dilakukan penyesuaian untuk mengakui bunga berjalan, yakni bunga sejak 1
Juli sampai 31 Desember 2006 (6 bulan) sebesar Rp400.000 (Rp10.000.000 x
Kedua jurnal di atas dapat dicatat dalam satu jurnal sebagai berikut.
Demikian seterusnya pada 1 Juli 2007 sampai 31 Desember 2010 dibuat jurnal
pencatatan sama dengan jurnal pencatatan tahun 2006, dan tanggal jatuh
tempo pada 1 Januari 2011, ketika obligasi dilunasi oleh perusahaan investee
sebesar nilai nominal —sebagai nilai jatuh tempo obligasi— dijurnal sebagai
berikut.
Sebagai contoh, PT. USAHA MANDIRI pada 1 Januari 2006 membeli obligasi
Jika tahun buku adalah tahun kalender, maka pada 31 Desember 2006
dilakukan penyesuaian untuk mengakui bunga berjalan, yakni bunga sejak 1
Juli sampai 31 Desember 2006 (6 bulan) sebesar Rp400.000 (Rp10.000.000 x
8% x 6/12) dan mengakui amortisasi disagio sejak 1 Januari sampai 31
Desember 2006 (12 bulan) sebesar Rp150.000 dan jurnal penyesuaiannya
adalah sebagai berikut.
Kedua jurnal di atas dapat dicatat dalam satu jurnal sebagai berikut.
Demikian seterusnya pada 1 Juli 2007 sampai 31 Desember 2010 dibuat jurnal
pencatatan sama dengan jurnal pencatatan tahun 2006, dan tanggal jatuh
tempo pada 1 Januari 2011, ketika obligasi dilunasi oleh perusahaan investee
sebesar nilai nominal —sebagai nilai jatuh tempo obligasi— dijurnal sebagai
berikut.
c. Penyajian di Neraca
Pada saat diperoleh, sekuritas tersedia untuk dijual (available for sale securities)
dicatat sebesar harga perolehannya. Selisih harga perolehan di atas (di bawah)
nilai nominal obligasi dinamakan agio (disagio), yang harus diamortisasi pada
setiap akhir periode dan diakui sebagai pengurang (penambah) pendapatan
bunga dan nilai investasi.
cost) dibandingkan dengan nilai pasar wajar yang berlaku dan kenaikan
(penurunan) nilainya diakui. Kenaikan nilai wajar di atas amortized cost dicatat
dengan jurnal:
Sedangkan Penurunan nilai wajar di bawah amortized cost dicatat dengan jurnal:
Sebagai contoh, pada 1 Januari 2006 PT. USAHA MANDIRI membeli obligasi yang
dicatat sebagai Sekuritas Tersedia untuk Dijual. Obligasi tersebut mempunyai nilai
nominal Rp10.000.000, berbunga 8% setahun dibayar tiap 1 Januari dan 1 Juli,
jatuh tempo pada 1 Januari 2011 (jangka waktu 5 tahun), dengan harga
Rp10.750.000. Jadi, terdapat agio = Rp10.750.000 ‐ Rp10.000.000 = Rp750.000
dan amortisasi agio per tahun = Rp750.000 /5 = Rp150.000.
Jika tahun buku adalah tahun kalender, maka pada 31 Desember 2006 dilakukan
penyesuaian untuk mengakui bunga berjalan, yakni bunga sejak 1 Juli sampai 31
Desember 2006 (6 bulan) sebesar Rp400.000 (Rp10.000.000 x 8% x 6/12) dan
mengakui amortisasi disagio sejak 1 Januari sampai 31 Desember 2006 (12 bulan)
sebesar Rp150.000 dan jurnal penyesuaiannya adalah sebagai berikut.
Kedua jurnal di atas dapat dicatat dalam satu jurnal sebagai berikut.
Perhatikanlah bahwa pada 31 Desember 2006, amortized cost sama dengan harga
perolehan mula‐mula (Rp10.750.000) dikurangi amortisasi agio 2006 (Rp150.000),
yaitu sebesar Rp10.600.000. Apabila, misalnya, nilai wajar obligasi tersebut
Rp10.700.000, maka terdapat kenaikan nilai sebesar Rp100.000 (Rp10.700.000 ‐
Rp10.600.000), dan jurnal penyesuaiannya adalah sebagai berikut.
Besarnya nilai Penyesuaian Nilai Wajar Sekuritas Tersedia untuk Dijual selalu
disesuaikan pada setiap akhir tahun, misalnya pada 31 Desember 2007 nilai wajar
obligasi tersebut Rp10.400.000. Pada 31 Desember 2007, amortized cost sama
dengan amortized cost 31 Des 2006 (Rp10.600.000) dikurangi amortisasi agio
2007 (Rp150.000), yaitu sebesar Rp10.450.000. Dengan demikian, terdapat
penurunan nilai sebesar Rp50.000 (Rp10.450.000 ‐ Rp10.400.000). Oleh karena
pada 31 Desember 2006 terdapat saldo (debit) Penyesuaian Nilai Wajar Sekuritas
Pada setiap awal tahun, jurnal penyesuaian yang mengakui pendapatan bunga
berjalan dibalik dengan mendebit Pendapatan Bunga dan mengkredit Piutang
Bunga. Demikian seterusnya pada setiap tahun dibuat jurnal pencatatan sama
dengan jurnal pencatatan tahun 2006, sampai sekuritas tersebut
dijual/dilepaskan.
Sebagai contoh, pada 1 Juli 2008 —pada tanggal bunga— sekuritas pada contoh
di atas dijual dengan harga bersih Rp10.500.000. Jadi, pada 1 Juli 2008, amortized
cost sama dengan amortized cost 31 Des 2007 (Rp10.450.000) dikurangi
amortisasi agio 2008 (Rp150.000 x 6/12), yaitu sebesar Rp10.395.000. Dengan
demikian, untung yang diperoleh adalah sebesar Rp105.000 (Rp10.500.000 –
Rp10.395.000) dan dicatat dengan jurnal sebagai berikut.
Penyajian di Neraca
Sekuritas Tersedia untuk Dijual disajikan di neraca dalam kelompok aktiva lancar
sebesar nilai yang diamortisasi (amortized cost) ditambah (dikurangi) kenaikan
(penurunan) nilai wajar di atas (di bawah) amortized cost. Perhatikan contoh
berikut ini.
Aktiva Lancar
Rp10.900.000
Rp770.200.000
3. Sekuritas Perdagangan
C. Latihan Soal
Soal Latihan 1
Pada Januari 2006, PT. SERUNAI membeli tunai 200.000 lembar saham PT. PQR (20%
dari total saham yang beredar) bernominal Rp1.500/lembar, dengan kurs 112. Pada 31
Desember 2006 dan 2007 PT. PQR mengumumkan laba (rugi), dividen tunai dan nilai
pasar wajar sahamnya sebagai berikut.
Apabila pada 1 Pebruari 2008, PT. SERUNAI menjual seluruh sahamnya dengan harga
Rp1.600, maka buatlah jurnal pencatatannya apabila diasumsikan sebagai berikut.
Soal Latihan 2
Pada 1 Pebruari 2005, PT. SATRIA membeli tunai 100 lembar obligasi PT. KLM
bernominal Rp120.000/lembar, bunga 9% dibayar tiap 1 Pebruari dan 1 Agustus, jatuh
tempo pada 1 Pebruari 2010 (jangka waktu 5 tahun), dengan harga perolehan
Rp134.400/lembar. Investasi dalam obligasi dicatat sebagai Sekuritas Dimiliki sampai
Jatuh Tempo. Apabila agio diamortisasi dengan metode garis lurus, maka buatlah
jurnal pencatatan sebagai berikut.
2. Pada 1 Pebruari 2010, tanggal jatuh tempo, pada saat obligasi dilunasi.
Soal Latihan 3
Pada 1 Mei 2005, PT. SAHARA membeli tunai 100 lembar obligasi PT. XYZ bernominal
Rp100.000/lembar, bunga 10% dibayar tiap 1 Mei dan 1 November, jatuh tempo pada 1
Mei 2008 (jangka waktu 3 tahun), dengan harga perolehan Rp89.200/lembar.
Investasi dalam obligasi dicatat sebagai Sekuritas Tersedia untuk Dijual. Nilai pasar
wajar obligasi pada 31 Desember 2005 dan 2006 masing‐masing Rp91.000/lembar dan
Rp97.000/lembar. Apabila disagio diamortisasi dengan metode garis lurus, maka
buatlah jurnal pencatatan sebagai berikut.
BAB XIII
KEWAJIBAN LANCAR
Karakteristik utama kewajiban adalah (1) keharusan perusahaan saat ini, (2) untuk
menyerahkan aktiva atau menyediakan jasa kepada pihak lain di masa mendatang, (3)
sebagai akibat dari transaksi atau kejadian di masa lamapu. Pokok bahasan ini
menjelaskan kewajiban lancar, yakni kewajiban yang harus dilunasi dalam waktu
maksimum satu tahun sejak tanggal neraca. Kewajiban jangka panjang — pokok
bahasan berikutnya — adalah kewajiban yang pelunasannya lebih dari satu tahun
sejak tanggal neraca. Namun, kewajiban jangka panjang yang jatuh tempo dalam
tahun berjalan diklasifikasi ke dalam kewajiban lancar jika akan dilunasi dengan
menggunakan aktiva lancar.
Jenis‐jenis kewajiban lancar meliputi, antara lain utang usaha (utang dagang), utang
wesel, utang dividen, utang pajak penghasilan (PPh), utang pajak penghasilan
karyawan, dan pendapatan belum terhimpun. Beberapa jenis kewajiban lancar
dijelaskan di pokok bahasan ini.
masa mendatang. Jumlahnya ada yang sudah pasti dan ada yang perlu ditaksir lebih
dahulu. Kewajiban kontinjen adalah kewajiban yang keberadaannya masih
bergantung pada terjadi atau tidaknya suatu peristiwa di masa mendatang. Misalnya,
kewajiban yang mungkin timbul dari tuntutan oleh pihak lain dalam perkara
pelanggaran hak cipta.
Utang wesel bisa berasal dari kegiatan normal perusahaan, misalnya dari
pembelian bahan baku atau barang dagangan, dan bisa pula berasal dari
penarikan pinjaman bank. Jika berasal dari pembelian barang dagangan, maka
jurnalnya adalah debit Pembelian atau Persediaan13 dan kredit Utang Wesel. Pada
saat pelunasan, Utang Wesel didebit dan Kas dikredit. Bila weselnya berbunga,
maka debitnya Utang Wesel dan Biaya Bunga, sedangkan kreditnya adalah Kas.
Bagaimana menghitung bunga sudah dijelaskan di pokok bahasan lain.
Utang wesel bank timbul dari kejadian penarikan pinjaman jangka pendek dari
bank dengan menandatangani wesel (promes atau aksep). Wesel ada yang
berbunga dan ada pula yang tanpa bunga. Wesel tak berbunga dibayar oleh bank
di bawah nilai nominalnya, sedangkan wesel berbunga dibayar sebesar nilai
nominalnya.
Wesel Berbunga. Sebagai contoh, PT. LOUBENA JAYA pada tanggal 1 Nopember
2007 menarik utang wesel jangka pendek dari bank, nilai nominal Rp10.000.000,
bunga 12%, jangka waktu 3 bulan. Jurnal untuk mencatat penarikan utang wesel
adalah sebagai berikut.
13
Bergantung metode periodik atau perpetual dalam sistem pengendalian sediaan.
Di neraca per 31 Desember 2007, utang wesel berbunga beserta utang bunganya
disajikan sebagai berikut.
Kewajiban Lancar :
Rp 10. 200.000
Jurnal penyesuaian yang dibuat pada akhir tahun 2007 dibalik pada awal tahun
2008 dengan mendebit Utang Bunga dan mengkredit Biaya Bunga sebesar
Rp200.000. Kemudian, pada saat pelunasan 1 Februari 2008 dibuat jurnal sebagai
berikut.
Wesel Tanpa Bunga. Sebagai contoh, PT. PRADHANA pada tanggal 1 Nopember
2007 menarik utang wesel jangka pendek dari bank, nilai nominal Rp10.000.000,
jangka waktu 3 bulan, tidak disebutkan tingkat bunga secara eksplisit. Namun,
bank hanya membayar Rp9.700.000. Jurnal untuk mencatat penarikan utang
wesel adalah sebagai berikut.
Di neraca per 31 Desember 2007, utang wesel tanpa bunga eksplisit disajikan
sebagai berikut.
Kewajiban Lancar :
Rp 9.900.000
Jurnal penyesuaian yang dibuat pada akhir tahun 2007 tidak dibalik pada awal
tahun 2008. Kemudian, pada tanggal 1 Februari 2008 dilakukan penjurnalan untuk
amortisasi diskonto selama 1 bulan dan penjurnalan untuk pelunasan utang wesel
sebagai berikut.
Dividen tunai adalah laba perseroan terbatas yang dibagikan dalam bentuk kas
kepada pemegang saham. Utang dividen tunai terjadi pada saat pengumuman
pembagian dividen. Sebagai contoh, pada 31 Desember 2007 PT. SERUNAI
MERDU mengumumkan pembagian dividen tunai sebesar Rp 100 untuk satu
lembar saham yang akan dibayar tanggal 10 Januari 2008. Jika jumlah saham yang
beredar adalah 1.000.000 lembar, maka jurnal untuk mencatat pengumuman
Pendapatan Jasa Diterima di Muka. Sebagai contoh, pada 1 Juli 2007 sebuah
perusahaan penerbangan menjual tiket kepada 100 orang untuk penerbangan
Jakarta‐Jogja dengan menerima uang tunai Rp42.500.000. Semua penumpang
telah menerima jasa penerbangan Jakarta‐Jogja tersebut pada 7 Juli 2007. Jurnal‐
jurnal untuk mencatat penerimaan uang tunai dan pengakuan pendapatan adalah
sebagai berikut.
Pendapatan Sewa Diterima di Muka. Sebagai contoh, pada 1 Oktober 2005 PT.
NANARIA menerima uang tunai Rp15.000.000 dari Tuan Mulyanto sebagai uang
sewa ruangan kantor selama 2 tahun atau Rp7.500.000 per tahun. Jurnal untuk
mencatat penerimaan uang tunai dan pengakuan pendapatan belum terhimpun
Jika tahun buku adalah tahun kalender, maka dibuat jurnal penyesuaian pada
akhir tahun 2005 untuk mengakui pendapatan selama 3 bulan (1 Oktober – 31
Desember 2005), pada akhir tahun 2006 untuk mengakui pendapatan selama 1
tahun (1 Januari – 31 Desember 2006), dan pada 1 Oktober 2007 untuk mengakui
pendapatan selama 9 bulan (1 Januari – 1 Oktober 2007) sebagai berikut.
2005
Des. 31 Pendapatan Sewa Diterima di Muka 1.875.000 ‐
Pendapatan Sewa (3/12 x Rp 7,5 juta) ‐ 1.875.000
2006
Des. 31 Pendapatan Sewa Diterima di Muka 7.500.000 ‐
Pendapatan Sewa ‐ 7.500.000
2007
Okt. 1 Pendapatan Sewa Diterima di Muka 5.625.000 ‐
Pendapatan Sewa (9/12 x Rp 7,5 juta) ‐ 5.625.000
6. Kewajiban Kontinjen
Sebagaimana telah dijelaskan di awal pokok bahasan ini, kewajiban ada yang
bersifat kontinjen (contingent liabilities). Kewajiban kontinjen didefinisikan
sebagai berikut (PSAK No. 57, par. 11).
1. Kewajiban potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu dan keberadaannya
menjadi pasti dengan terjadi atau tidak terjadinya suatu peristiwa atau lebih
pada masa datang yang tidak sepenuhnya berada dalam kendali perusahaan;
atau
2. Kewajiban kini yang timbul sebagai akibat peristiwa masa lalu, tetapi tidak
diakui karena:
Sebagai contoh, pada saat ini PT. MULTI SPEKULASI digugat oleh perusahaan lain
dengan jumlah gugatan ganti rugi Rp 100 juta atas pelanggaran hak cipta yang
dituduhkannya. Menurut pengacara perusahaan, adalah besar kemungkinannya
bahwa di masa mendatang keputusan pengadilan akan mengabulkan gugatan
tersebut. Namun, jumlah gugatan yang dikabulkan belum dapat ditaksir secara
layak. Nyatalah dari contoh ini, bahwa perusahaan memiliki kewajiban kontinjen
karena timbulnya kewajiban untuk membayar ganti rugi masih bergantung pada
keputusan pengadilan. IAI, dalam PASK No. 57 (par. 28), melarang perusahaan
untuk mencatat dan melaporkan kewajiban kontinjen. Namun, kewajiban
kontinjen harus diungkapkan, kecuali apabila probabilitas aliran keluar (kos atau
aktiva lain) di masa depan adalah kecil.
B. Penyajian Di Neraca
Di neraca, kewajiban lancar disajikan lebih dahulu sebelum kewajiban jangka panjang.
Urutan masing‐masing jenis kewajiban lancar itu mengikuti urutan likuiditasnya. Pos
yang lebih likuid (lancar) disajikan lebih dahulu. Logisnya mendahulukan kewajiban
yang jatuh temponya relatif lebih pendek. Untuk kemudahan, kewajiban lancar
diurutkan berdasarkan urutan jumlahnya. Namun, utang wesel umumnya dilaporkan
paling atas tanpa mengindahkan jumlahnya, kemudian utang dagang dan utang‐
utang lainnya. Berikut adalah contohnya:
Kewajiban Lancar
Utang Wesel Rp13.000.000
Utang Dagang 42.000.000
Utang Gaji dan Upah 17.000.000
Utang PPh Karyawan 3.000.000
Utang Jangka Panjang jatuh tempo tahun ini 6.000.000
Rp81.000.000*
*)Jumlah ini belum termasuk kewajiban kontinjen. Perusahaan pada saat ini sedang
digugat untuk membayar ganti rugi Rp5.000 kepada PT KLM atas tuduhan pelanggaran
hak cipta. Pengacara perusahaan memperkirakan probabilitasnya 51 persen bahwa
perusahaan akan dinyatakan kalah oleh pengadilan.
C. Latihan Soal
Soal Latihan 1
PT. ANDRIJAYA membayar gaji dan upah karyawannya tiap tanggal 20 pada setiap
bulan sebesar Rp15.000.000. Apabila gaji dan upah karyawan bulan Januari 2008
telah dihitung pada tanggal 15 Januari dan tarif pajak penghasilan (PPh) karyawan
sebesar 15%, maka buatlah jurnal pencatatannya!
Soal Latihan 2
PT. MAHARDIKA pada 1 Juni 2006 membayar sewa gedung untuk 3 tahun ke depan
sebesar Rp18.000.000. Buatlah jurnal pencatatan pada 1 Juni 2006 sampai dengan 1
Juni 2009!
Soal Latihan 3
Tn. Syafruddin pada 1 September 2007 menarik utang wesel dari Bank Sembada, nilai
nominal Rp10.000.000, bunga 9%, jangka waktu 5 bulan. Buatlah jurnal
pencatatannya sampai dengan tanggal jatuh tempo 1 Februari 2008!
Soal Latihan 4
Nn. Fadhillah pada 1 November 2007 menarik utang wesel dari Bank XYZ, nilai
nominal Rp12.000.000, jangka waktu 3 bulan, maka buatlah jurnal pencatatannya
sampai dengan tanggal jatuh tempo 1 Februari 2008 apabila Bank hanya membayar
kas Rp10.200.000 kepada Nn. Fadhillah!
BAB XIV
Kewajiban jangka panjang adalah kewajiban perusahaan kepada pihak lain yang akan
dilunasi dalam waktu lebih dari satu tahun sejak tanggal neraca. Kewajiban jangka
panjang meliputi utang obligasi, utang wesel bank, dan utang hipotik. Bab ini akan
menjelaskan utang obligasi dan utang wesel bank jangka panjang
A. Utang Obligasi
Utang obligasi menyatakan nilai nominal, tanggal pengeluaran, tanggal jatuh tempo,
persentase, dan tanggal bunga untuk obligasi berbunga. Nilai nominal adalah jumlah
yang akan dilunasi pada tanggal jatuh tempo. Tanggal pengeluaran adalah tanggal
dikeluarkannya obligasi. Tanggal bunga adalah tanggal dibayarnya bunga nominal.
Umumnya, bunga obligasi dibayar di belakang. Persentase bunga adalah suku bunga
yang dijanjikan, yang dihitung dari nilai nominal. Suku bunga ini disebut suku bunga
nominal.
Obligasi dibedakan menjadi term bond dan serial bond. Term bond akan dilunasi
seluruhnya pada satu tanggal tertentu sekaligus. Serial bond (obligasi berseri) adalah
obligasi yang cara pelunasannya berangsur‐angsur. Pokok bahasan ini hanya
menjelaskan term bond.
Obligasi merupakan alternatif sumber dana di samping saham biasa dan saham
prioritas. Beberapa keuntungan pengeluaran obligasi dibandingkan pengeluaran
saham biasa adalah sebagai berikut.
b. Menghemat pajak karena bunga obligasi dapat mengurangi laba kena pajak.
Harga (nilai) jual obligasi secara teoretis adalah nilai tunai (present value) dari
jumlah pembayaran bunga periodik selama jangka waktu obligasi ditambah nilai
tunai dari pembayaran tunggal nilai nominal pada tanggal jatuh tempo, dengan
mempertimbangkan bunga nominal dan bunga efektif. Bunga pasar efektif
(effective market interest rate) adalah bunga yang berlaku di pasar. Jika bunga
nominal sama dengan bunga efektif, maka obligasi dihargai sama dengan nilai
nominalnya. Sedangkan jika bunga nominal lebih besar daripada bunga efektif,
maka obligasi dihargai lebih besar daripada nilai nominalnya dan selisihnya
merupakan premium atau agio, sebaliknya jika bunga nominal lebih kecil daripada
bunga efektif, maka obligasi dihargai lebih kecil daripada nilai nominalnya dan
selisihnya merupakan diskonto atau disagio.
Adapun nilai tunai dari jumlah pembayaran bunga secara berkala selama jangka
waktu obligasi dihitung dengan rumus sebagai berikut.
1 – 1/(1 + i)n
PVn = R x (PVF‐OA Table IV, n, i) = R x ———————
I
Sedangkan nilai tunai dari jumlah pembayaran tunggal (nilai nominal) pada
tanggal jatuh tempo dihitung dengan rumus sebagai berikut.
1
PV = A x (PVF Table II, n, i) = A x ————
(1 + i)n
Keterangan:
R adalah besarnya bunga yang dibayar secara berkala pada setiap tanggal bunga
A adalah besarnya nilai nominal obligasi
i adalah suku bunga efektif per periode pembayaran bunga
n adalah frekuensi pembayaran bunga berkala selama jangka waktu obligasi
a. Berapakah harga jual obligasi bila diasumsikan suku bunga efektif (i) adalah
10%?
b. Berapakah harga jual obligasi bila diasumsikan suku bunga efektif (i) adalah
8%?
c. Berapakah harga jual obligasi bila diasumsikan suku bunga efektif (i) adalah
12%?
a. Apabila suku bunga efektif 10% setahun, maka harga jual obligasi adalah:
Jadi, pada suku bunga nominal sama dengan bunga efektif 10% maka harga
jual obligasi Rp15.000.000, sama dengan nilai nominalnya, atau kurs 100
(Rp15.000.000/Rp15.000.000 x 100%).
b. Apabila suku bunga efektif 8% setahun, maka harga jual obligasi adalah:
Jadi, pada suku bunga nominal 10% di atas bunga efektif 8% maka harga jual
obligasi Rp16.276.000, di atas nilai nominalnya, atau kurs 108,50
(Rp16.276.000/Rp15.000.000 x 100%).
c. Apabila suku bunga efektif 12% setahun, maka harga jual obligasi adalah:
Jadi, pada suku bunga nominal 10% di bawah bunga efektif 12% maka harga
jual obligasi Rp13.919.000, di bawah nilai nominalnya, atau kurs 92,80 (=
Rp13.919.000/Rp15.000.000 x 100%).
a. Berapakah harga jual obligasi apabila diasumsikan suku bunga efektif (i)
adalah 10% (5% setengah tahun)?
b. Berapakah harga jual obligasi apabila diasumsikan suku bunga efektif (i)
adalah 8% (4% setengah tahun)?
c. Berapakah harga jual obligasi apabila diasumsikan suku bunga efektif (i)
adalah 12% (6% setengah tahun)?
a. Apabila suku bunga efektif 5% per setengah tahun, harga jual obligasi adalah:
b. Apabila suku bunga efektif 4% per setengah tahun, harga jual obligasi adalah:
c. Apabila suku bunga efektif 6% per setengah tahun, harga jual obligasi adalah:
Agio (disagio) utang obligasi harus diamortisasi selama masa sejak tanggal
penjualan sampai tanggal jatuh tempo. Amortisasi agio dicatat dalam buku
jurnal dengan mendebit akun Agio Utang Obligasi dan mengkredit Biaya
Bunga. Hal ini mengakibatkan jumlah biaya bunga pada suatu tahun
berkurang dengan jumlah amortisasi agio tahun tersebut. Sedangkan
amortisasi disagio dicatat dengan mendebit akun Biaya Bunga dan
mengkredit Disagio Utang Obligasi, dan mengakibatkan jumlah biaya bunga
pada suatu tahun bertambah dengan jumlah amortisasi disagio tahun
tersebut. Jumlah biaya bunga setelah dikurangi (ditambah) dengan
amortisasi agio (disagio) disebut bunga efektif. Demi kepraktisan, contoh
amortisasi agio (disagio) menggunakan metode garis lurus dan pencatatan
amortisasi dilakukan pada akhir tahun buku melalui jurnal penyesuaian.
Penerbitan Obligasi
Jika tahun buku adalah tahun kalender, maka pada 31 Desember diperlukan jurnal
penyesuaian untuk mengakui bunga berjalan, yakni bunga terhitung sejak 1
September sampai 31 Desember (4 bulan) = 10% x Rp15.000.000 x 4/12 =
Rp500.000 dan dicatat dengan jurnal penyesuaian sebagai berikut.
Pada awal tahun 2004, jurnal penyesuaian di atas dibalik dengan mendebit Utang
Bunga dan mengkredit Biaya Bunga sebesar masing‐masing Rp500.000. Hal ini
untuk memudahkan penjurnalan pembayaran bunga pada 1 Maret 2004. Dengan
demikian pembayaran bunga pada 1 Maret 2004 dicatat dengan jurnal sebagai
berikut.
Penerbitan Obligasi
Pengakuan utangnya dicatat dalam dua akun : akun Utang Obligasi sebesar nilai
nominal dan akun Agio Utang Obligasi sebesar premiumnya. Akun Agio Utang
Obligasi merupakan akun penambah (adjunct account) atas akun Utang Obligasi.
Penjumlahan utang dan agionya merupakan nilai buku utang obligasi. Sebagai
contoh, obligasi tertanggal 1 Maret 2003 dengan nilai nominal Rp15.000.000,
bunga 10% setahun dibayar setengah tahunan tiap 1 Maret dan 1 September pada
contoh di atas terjual pada 1 Maret 2003 seharga Rp16.200.000, maka jurnalnya
sebagai berikut.
Jurnal penyesuaian di atas dapat dicatat dalam satu jurnal sebagai berikut.
Pada awal tahun 2004, jurnal penyesuaian yang mengakui utang bunga di atas
dibalik dengan mendebit Utang Bunga dan mengkredit Biaya Bunga sebesar
masing‐masing Rp500.000. Maka pembayaran bunga pada 1 Maret 2004
Rp750.000 dicatat dengan jurnal sebagai berikut.
Penerbitan Obligasi
Jurnal penyesuaian di atas dapat dicatat dalam satu jurnal sebagai berikut.
Pada tanggal jatuh tempo, yakni 1 Maret 2008, disagio diamortisasi selama 2
bulan (1 Januari – 31 Maret) adalah sebesar Rp40.000 (Rp240.000 x 2/12). Dengan
demikian, saldo disagio utang obligasi telah habis diamortisasi dan perusahaan
melunasi utangnya sebesar nilai nominal Rp15.000.000 ditambah pembayaran
bunga terakhir Rp750.000 dan dicatat dengan jurnal sebagai berikut.
Rp16.450.000. Bunga berjalan dapat dicatat dengan metode laba rugi atau
metode neraca.
Metode Laba Rugi. Metode ini mencatat bunga berjalan dalam akun Biaya Bunga
sebelah kredit dan jurnalnya sebagai berikut.
Pada tanggal bunga pertama kali sejak penjualan obligasi (dalam contoh ini
1 September 2003) jurnal untuk mencatat pembayaran bunga sebagai berikut.
Metode Neraca. Metode ini mencatat bunga berjalan dalam akun Utang Bunga
sebelah kredit. Pada tanggal pembayaran bunga 1 September 2003, akun Utang
Bunga akan didebit sehingga saldonya menjadi nol. Pada contoh di atas maka
jurnalnya adalah sebagai berikut.
obligasi. Oleh karena obligasi baru terjual pada 1 Mei 2003 maka agio utang
obligasi diamortisasi selama jangka waktu 58 bulan (1 Mei 2003 – 1 Maret 2008).
Dengan demikian, besarnya amortisasi agio per bulan adalah Rp20.690
(Rp1.200.000/58).
Amortisasi Agio. Misalnya, obligasi tertanggal 1 Maret 2003 dengan nilai nominal
Rp15.000.000, bunga 10% dibayar tahunan tiap 1 Maret, jatuh tempo pada 1 Maret
2008, terjual pada 1 Maret 2003—pada saat bunga efektif 8%—seharga
Rp16.198.000, maka dibuat tabel rencana amortisasi agio utang obligasi sebagai
berikut
Pembulatan ± Rp762.
8. Penyajian di Neraca
Rp10.300.000
B. Utang Wesel
Utang wesel bank jangka panjang timbul dari kejadian penarikan pinjaman jangka
panjang dari bank dengan menandatangani wesel (promes atau aksep). Wesel
ada yang berbunga dan ada pula yang tanpa bunga. Wesel tak berbunga dibayar
oleh bank di bawah nilai nominalnya, sedangkan wesel berbunga dibayar sebesar
nilai nominalnya.
Akuntansi untuk utang wesel bank pada prinsipnya tidak berbeda antara wesel
jangka panjang dan wesel jangka pendek. Perbedaannya terletak pada
penyajiannya. Berbeda dari utang wesel bank jangka pendek, utang wesel bank
jangka panjang disajikan dalam kelompok kewajiban jangka panjang.
Sama dengan utang wesel bank jangka pendek, utang wesel bank jangka panjang
dinilai sebesar nilai tunai. Bunga utang wesel jangka panjang yang jatuh tempo di
tahun berjalan disajikan dalam kelompok utang lancar, meskipun utang weselnya
disajikan dalam kelompok utang taklancar. Tengoklah kembali prosedur
akuntansi utang wesel bank jangka pendek di pokok bahasan kewajiban lancar.
Perusahaan boleh jadi membeli aktiva tetap (mesin produksi, misalnya) dengan
mengeluarkan wesel bayar. Masalah yang timbul adalah menentukan harga
perolehan aktiva tetap tersebut. Harga perolehan aktiva tetap diperhitungkan
sebesar nilai wajarnya ketika diperoleh. Kalau wesel bayar tidak menyatakan
bunga secara eksplisit, maka agio atau disagio wesel bayar diperhitungkan
sebesar selisih antara nilai nominal dan nilai wajar aktiva tetap yang diperoleh.
Sebagai contoh, pada 1 Januari 2006 PT. DAYA UTAMA menjual sebidang tanah
dengan harga jual tunai Rp 285.000.000 kepada PT. PRIMA USAHA. Untuk
membayar tanah tersebut, PT. PRIMA USAHA menyerahkan wesel bayar dengan
nilai nominal Rp 300.000.000, jatuh tempo 3 tahun. Pertukaran ini dicatat oleh
PT. PRIMA USAHA sebagai berikut.
Jika sesaat setelah pertukaran tanah dengan wesel bayar disusun neraca, maka
tanah dan utang wesel disajikan sebagaimana contoh berikut.
Aktiva Tetap
Tanah Rp285.000.000
Setelah jurnal penyesuaian di atas diposting, saldo Diskonto Utang Wesel adalah
debit Rp10.000.000, sehingga nilai buku utang wesel pada akhir tahun 2006
adalah Rp290.000.000 (Rp300.000.000 ‐ Rp10.000.000). Pada akhir tahun 2007,
nilai bukunya menjadi Rp295.000.000 (Rp300.000.000 ‐ Rp5.000.000), dan pada
akhir tahun 2008, nilai bukunya adalah Rp300.000.000.
C. Latihan Soal
Soal Latihan 1
Pada 1 Mei 2003, PT. DIORAMA mengeluarkan obligasi nominal Rp 18.000.000, bunga
12% dibayar tiap 1 Mei dan 1 November, jatuh tempo 1 Mei 2008 (jangka waktu 5
tahun), pada saat tingkat bunga efektif 10%. Apabila amortisasi agio menggunakan
metode garis lurus maka diminta:
3. Buatlah jurnal pencatatan pada 1 Mei 2008 (jatuh tempo), saat melunasi obligasi.
Soal Latihan 2
3. Buatlah jurnal pencatatan pada 1 Oktober 2008 (jatuh tempo), saat melunasi
obligasi.
Soal Latihan 3
3. Buatlah jurnal pencatatan pada 1 Februari 2008 (jatuh tempo), saat melunasi
obligasi.
BAB XV
Akuntansi di sektor bisnis sampai sekarang menggunakan dasar akrual (accrual basis)
untuk mengakui pendapatan dan biaya. Pendapatan menurut dasar ini diakui ketika
hak atasnya telah terhimpun (earned) dan telah terealisasi (realized) atau dapat
direalisasi (realizable). Pendapatan dikatakan earned kalau proses sejak pembelian
bahan baku (untuk perusahaan pemanufakturan) atau barang dagangan (untuk
perusahaan perdagangan) sampai pengiriman produk ke pasar telah selesai.
Pendapatan dikatakan realized kalau perusahaan telah menukarkan produk atau
jasanya dengan kas atau klaim terhadap kas, dan dikatakan realizable kalau
perusahaan dapat merealisasi aktiva nonkas (piutang misalnya) menjadi kas. Biaya14
menurut dasar akrual diakui ketika kewajiban untuk menyelesaikan atau membayar
kegiatan utama perusahaan telah terjadi.
Pendapatan dan biaya merupakan unsur‐unsur atau elemen‐elemen laporan laba rugi.
Unsur‐unsur lainnya adalah untung (gains) dan rugi (losses). Untung merupakan
kenaikan aktiva neto yang timbul dari transaksi insidental, misalnya untung pelepasan
aktiva tetap. Rugi merupakan penurunan aktiva neto yang timbul dari transaksi
insidental, misalnya rugi pelepasan sekuritas trading. Dalam mengakui untung
ataupun rugi, kriterium earned umumnya kurang signifikan dibanding realized atau
realizable. Pokok bahasan ini menjelaskan kapan pendapatan (revenues) dan biaya
14
IAI (2004) menyebutnya beban sebagai padanan expense secara tidak konsisten.
Pada Saat Penjualan. Pada umumnya, kriteria telah terhimpun (earned) dan
terealisasi (realized) atau dapat direalisasi (realizable) telah terpenuhi ketika
perusahaan menyerahkan produk atau jasa kepada pelanggan. Oleh karena itu, point
of sale (saat penjualan) merupakan pedoman umum sebagai saat untuk mengakui
pendapatan. Pedoman ini menuntun kepada penjurnalan sebagai berikut ketika
terjadi penjualan barang dagangan:
15
Pendebitan akun HPP dan pengkreditan akun Sediaan ketika terjadi penjualan dilakukan jika system
pengendalian sediaannya menggunakan metode perpetual. Pada sistem periodik, penjurnalan HPP
dilakukan pada akhir tahun buku.
dimulai pada 1 Maret 2005 dan harus diselesaikan pada akhir Juni 2007. Berikut
adalah data berkaitan dengan periode konstruksi, biaya yang sesungguhnya telah
terjadi, dan biaya taksiran untuk menyelesaikan (beserta revisi taksiran biaya):
Kemudian dihitung pendapatan dan laba bruto setiap tahun sebagai berikut.
Pendapatan (revenue) dan laba bruto untuk setiap tahun :
Tahun 2005:
Taksiran pendapatan tahun 2005 = 25% x Rp 900 juta = Rp225 juta
Taksiran laba bruto tahun 2005 = 25% x (Rp900 jut ‐ Rp800 juta) = 25 juta
Tahun 2006:
Taksiran total pendapatan = 60% x Rp 900 juta = Rp540 juta
Pendapatan telah diakui pada tahun 2005 225 juta
Pendapatan telah diakui pada tahun 2006 Rp315 juta
Taksiran laba bruto total = 60% x (Rp900 jut ‐ Rp825 juta) = Rp45 juta
Laba bruto telah diakui pada tahun 2005 25 juta
Laba bruto telah diakui pada tahun 2006 Rp20 juta
Tahun 2007:
Taksiran total pendapatan = 100% x Rp 900 juta = Rp900 juta
Total pendapatan telah diakui pada tahun 2006 540 juta
Pendapatan telah diakui pada tahun 2007 Rp360 juta
Taksiran laba bruto total = 100% x (Rp900 jut ‐ Rp850 juta) = Rp50 juta
Total laba bruto telah diakui pada tahun 2006 45 juta
Laba bruto telah diakui pada tahun 2007 Rp5 juta
Jurnal pencatatan untuk mengakui pendapatan, biaya, dan laba bruto untuk tahun
2005, 2006, dan 2007 dan penyerahan jembatan pada tahun 2007 adalah sebagai
berikut.
proyek dan juga biayanya tidak sesuai dengan kemajuan proyek, tetapi setelah
proyek selesai. Jadi, dalam contoh di atas, tidak terdapat pengakuan pendapatan dan
biaya pada tahun 2005 dan 2006.
Metode Penjualan Cicilan Tanpa Bunga. Sebagai contoh, PT. ANEKA KARYA menjual
barang dagangan secara cicilan dengan data penjualan selama 3 tahun terakhir
sebagai berikut.
Jurnal‐jurnal untuk mencatat penjualan cicilan yang terjadi pada PT. ANEKA KARYA
tersebut adalah sebagai berikut (dalam jutaan rupiah):
1) 2) 4)
Laba Bruto Ditangguhkan 2005 18,20 ‐ 20,80 ‐ 13,00 ‐
3) 5)
Laba Bruto Ditangguhkan 2006 ‐ ‐ 21,60 ‐ 24,00 ‐
6)
Laba Bruto Ditangguhkan 2007 ‐ ‐ ‐ ‐ 33,60 ‐
Realisasi Laba Bruto atas
Penjualan Cicilan ‐ 18,2 ‐ 42,40 ‐ 70,60
(mencatat realisasi laba bruto)
Diskonto piutang wesel diamortisasi tiap tahun dan diakui sebagai pendapatan bunga
Pendapatan Pengurangan
Tanggal Penerimaan Kas Pokok Piutang
Bunga Pokok Piutang
(a) (b) = 5% x (d) (c) = (a) – (b) (d) = (d) – (c)
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
01/01/2005 ‐ ‐ ‐ 490.000.000
31/12/2005 179.932.000 24.500.000 155.432.000 334.568.000
31/12/2006 179.932.000 16.728.400 163.203.600 171.364.400
31/12/2007 179.932.000 8.567.600 171.364.400 0
Pembulatan ± Rp620.
2005
Des. 31 Kas 179.932.000 ‐
Diskonto Piutang Wesel 24.500.000 ‐
Piutang Wesel ‐ 179.932.000
Pendapatan Bunga ‐ 24.500.000
(mencatat penerimaan cicilan pertama)
Laba Bruto Ditangguhkan 91.358.000 ‐
Realisasi Laba Bruto atas Penjualan Cicilan ‐ 91.358.000
{mengakui realisasi laba bruto= 25% x
(Rp210.000.000 + Rp155.432.000) =
Rp91.358.000}
2006
Des. 31 Kas 179.932.000 ‐
Diskonto Piutang Wesel 16.728.400 ‐
Piutang Wesel ‐ 179.932.000
Pendapatan Bunga ‐ 16.728.400
(mencatat penerimaan cicilan pertama)
Laba Bruto Ditangguhkan 40.800.900 ‐
Realisasi Laba Bruto atas Penjualan Cicilan ‐ 40.800.900
(mengakui realisasi laba bruto = 25% x
Rp163.203.600 = Rp40.800.900)
2007
Des. 31 Kas 179.932.000 ‐
Diskonto Piutang Wesel 8.567.600 ‐
Piutang Wesel ‐ 179.932.000
Pendapatan Bunga ‐ 8.567.600
(mencatat penerimaan cicilan pertama)
Untuk melengkapi pembahasan dalam pokok bahasan ini, berikut dijelaskan prinsip
penandingan biaya dengan pendapatan. Pertama, direct matching. Kedua, systematic
and rational allocation. Ketiga, immediate recognition.
Direct Matching. Aliran keluar kas ataupun aktiva lain yang memunyai kaitan langsung
dengan proses penghimpunan (earning) pendapatan ditandingkan secara langsung
dengan pendapatan. Contohnya harga pokok penjualan yang menunjukkan kos
barang terjual, biaya penjualan, dan komisi penjualan. Dalam perusahaan dagang,
misalnya, kos barang yang melekat pada barang dagangan diakui sebagai biaya ketika
barang itu telah dijual. Kalau tahun ini perusahaan membeli barang dagangan dengan
kos Rp 300.000 dan barang itu dijual tahun depan, maka jumlah Rp 300.000 akan
dibebankan sebagai harga pokok penjualan di tahun depan, meskipun barang itu
dibeli dan dibayar tahun sekarang.
Systematic and Rational Allocation. Prinsip ini digunakan untuk kos yang melekat
pada aktiva jangka panjang seperti aktiva tetap. Pembebanannya menjadi biaya
adalah dengan menggunakan alokasi yang sistematis dan rasional, yakni
menggunakan proses alokasi (depresiasi) dengan metode (depresiasi) tertentu,
misalnya garis lurus.
Immediate Recognition. Aliran keluar kas ataupun aktiva lain yang memunyai
hubungan tidak langsung dengan proses penghimpunan pendapatan diakui dengan
segera menjadi biaya pada periode dikeluarkannya. Biaya administrasi, misalnya,
langsung dibebankan pada periode dikeluarkannya.
D. Latihan Soal
Soal Latihan 1
Untuk mencapai target omzed penjualan yang diinginkan, PT. RAGAM USAHA
menjual barang dagangannya secara cicilan, dengan peraturan pembayaran 50%
dicicil pada tahun pertama, 30% pada tahun kedua dan 20% pada tahun ketiga.
Soal Latihan 2
Pada awal tahun 2005 PT. PASAK BUANA menandatangani kontrak pembangunan
Gedung Kantor dengan harga kontrak Rp 500 juta. Diperkirakan pembangunan
Gedung Kantor akan diselesaikan pada pertengahan tahun 2007 dengan total biaya
Rp 400 juta. Berikut adalah data biaya yang terjadi selama 3 tahun (dalam ribuan
rupiah).
BAB XVI
1. Definisi Ekuitas
Ekuitas atau modal pemegang saham (pemilik) pada perseroan terbatas (PT)
terdiri atas saham‐saham. Terdapat dua jenis saham—saham biasa dan saham
prioritas. Saham prioritas mempunyai keunggulan di atas saham biasa dalam hal
memperoleh bagian laba lebih dahulu. Namun, tidak seperti saham biasa, saham
prioritas tidak memiliki hak suara (voting interest) dalam rapat umum pemegang
saham (RUPS). Modal saham merupakan modal yang disetor oleh para pemilik
atau pemegang saham. Dalam perjalanan hidup perusahaan, perusahaan dapat
memperoleh tambahan modal dari hasil usaha, yakni laba. Laba yang belum
dibagikan kepada pemegang saham merupakan bagian dari modal (tetapi bukan
yang disetor oleh pemegang saham) dan diberi nama laba ditahan. Penjelasan
berikut membahas modal saham biasa dan laba ditahan sebagai dua pos penting
dalam modal pemegang saham sebuah perseoran terbatas.
Aliran kas masuk ke perusahaan dari saham biasa hanya terjadi ketika perusahaan
mengeluarkan saham baru di pasar perdana. Pasar perdana adalah pasar pertama
kali perusahaan menjual sahamnya ke publik melalui pasar modal. Setelah saham
berada di publik, terjadilah pertukaran saham antarinvestor di bursa efek.
Berbeda dari obligasi, saham biasa tidak memiliki tanggal jatuh tempo. Artinya,
saham biasa tidak dilunasi pada tanggal tertentu. Sebagaimana obligasi, saham
biasa juga dapat laku di pasar perdana dengan harga sebesar nilai nominal, lebih
besar daripada nilai nominal, atau lebih kecil daripada nilai nominal. Prosedur
akuntansi dijelaskan berikut ini.
Harga Sama dengan Nilai Nominal. Penjualan saham biasa dengan harga sebesar
nilai nominalnya dicatat dalam buku jurnal dengan mengkredit akun "Modal
Saham Biasa" sebesar nilai nominalnya. Sebagai contoh, pada 1 Januari 2007 PT.
PASAR KEMBANG mengeluarkan 1.000.000 lembar saham biasa dengan nilai
nominal per lembar Rp500. Seluruh saham laku terjual tunai pada tanggal
tersebut dengan harga sama sebesar nilai nominalnya. Transaksi ini dicatat
sebagai berikut.
Harga di Atas Nilai Nominal. Saham yang laku dijual di atas nilai nominalnya,
pencatatannya diletakkan pada dua pos: Modal Saham Biasa dan Agio Modal
Saham Biasa. Andaikan contoh sebelumnya menunjukkan bahwa saham terjual
dengan harga Rp750 per lembar maka jurnal untuk mencatatnya adalah sebagai
berikut.
obligasi, agio modal saham biasa tidak diamortisasi sebab modal saham biasa
tidak memiliki tanggal jatuh tempo.
Harga di Bawah Nilai Nominal. Jika saham dijual dengan harga di bawah nilai
nominalnya, maka selisih antara nilai nominal dan harga jual dicatat dalam akun
Disagio Modal Saham Biasa. Andaikan contoh di atas menunjukkan bahwa saham
biasa laku terjual tunai dengan harga per lembar Rp400, maka jurnal yang dibuat
adalah sebagai berikut.
Akun Disagio Modal Saham Biasa adalah contra account bagi akun Modal Saham
Biasa. Berbeda dari disagio utang obligasi, disagio modal saham biasa tidak
diamortisasi sebab modal saham biasa tidak memiliki tanggal jatuh tempo.
Saham biasa boleh jadi dipesan oleh calon pemegang saham dengan uang muka
dan angsuran jangka pendek. Jika saham biasa dijual dengan cara ini, maka
dibentuk akun Piutang kepada Pemesan Saham Biasa dan Modal Saham Biasa
Dipesan. Agio ataupun disagio yang timbul segera diakui pada saat menerima
pesanan. Sebagai contoh, pada 1 Januari 2007 PT. BAKTI PERSADA menerima
pesanan 100.000 lembar saham biasa, nominal per lembar Rp1.000, harga jual per
lembar Rp1.400. Uang muka diterima 20% dan sisanya dibayar pada saat saham
diserahkan, yaitu pada 31 Januari 2007. Transaksi ini dicatat sebagai berikut.
Pemesan saham bisa saja pada akhirnya tidak atau gagal membayar jumlah yang
tersisa dan kemudian membatalkan pesanannya. Apabila hal ini terjadi, maka
terdapat 4 (empat) alternatif tindakan yang mungkin dilakukan perusahaan
penerbit saham (issuing company):
yang dibatalkan adalah 10% (10.000 lembar/100.000 lembar). Oleh karena itu
Modal Saham Biasa Dipesan sebesar nilai nominal Rp10.000.000 (10% x
Rp100.000.000) dan Agio Modal Saham Biasa sebesar Rp 4.000.000 (10% x
Rp40.000.000) harus dibatalkan. Demikian pula Piutang kepada Pemesan Saham
Biasa yang gagal dibayar sebesar Rp11.200.000 (80% x 10.000 x Rp1.400) juga
dibatalkan. Sedangkan uang muka yang telah diterima Rp2.800.000 diperlakukan
sesuai dengan alternatif yang dipilih oleh perusahaan, yang akan dijelaskan
sebagai berikut.
Jumlah saham biasa sebanyak 8.000 lembar sisanya tentu saja akan perusahaan
terbitkan dan dicatat seperti telah dijelaskan di atas.
Menjual saham secara borongan adalah menjual saham biasa dan saham prioritas
dengan total harga borongan. Sebagai contoh, pada 1 Januari 2007 PT. RIZKILLAH
menerbitkan 100.000 lembar saham biasa bernominal Rp500 per lembar dan
50.000 lembar saham prioritas bernominal Rp1.300 per lembar dengan harga
total Rp128.000.000. Oleh karena akuntansi menghendaki catatan terpisah
antara saham biasa dan saham prioritas, maka harga jual borongan harus
dialokasikan ke saham biasa dan saham prioritas, dimana dapat digunakan
metode Harga Pasar Relatif. Misalnya diketahui pada saat ini harga pasar saham
biasa Rp700/lembar atau total Rp70.000.000 dan saham prioritas Rp1.800/lembar
atau total Rp90.000.000, maka harga jual borongan dapat dialokasikan dengan
cara sebagai berikut.
6. Saham Tresuri
Meskipun tidak memiliki tanggal jatuh tempo, saham biasa yang sudah beredar
dapat ditarik kembali oleh perusahaan penerbit (issuing company). Saham yang
ditarik kembali mungkin tidak akan dijual kembali dan mungkin pula akan dijual
kembali ke publik. Saham yang dijelaskan terakhir ini disebut saham tresuri
(treasury stock). Saham treasuri ketika ditarik kembali dapat didebit (1) sebesar
harga penarikan kembali (reacquisition cost) dan diperlakukan sebagai pengurang
modal disetor dan laba ditahan di neraca — disebut cost method (metode harga
perolehan), atau (2) sebesar nilai nominal dan diperlakukan hanya sebagai
pengurang modal saham — disebut par method (metode nilai nominal). Metode
kos banyak digunakan dan, oleh karena itu, metode inilah yang akan dijelaskan
berikut ini.
Sebagai contoh, pada 30 November 2007 PT. MAJU TERUS menarik kembali
100.000 lembar saham, nominal Rp500 per lembar, dengan kurs 130. Jadi,
reacquisiton cost adalah 100.000 x Rp500 x 130% = Rp65.000.000 atau per
lembarnya Rp650. Transaksi ini dijurnal sebagai berikut.
Selisih lebih antara harga jual kembali dan reacquisition cost dicatat dalam akun
Agio dari Saham Tresuri sebelah kredit. Jika sebaliknya, maka akun tersebut
didebit. Sebagai contoh, pada 15 Desember 2007 perusahaan menjual kembali
60.000 lembar saham tresuri di atas dengan kurs 140. Penjualan kembali saham
tresuri ini dijurnal sebagai berikut.
7. Stock Splits‐up
B. Laba Ditahan
Laba ditahan berasal dari laba perusahaan dari tahun ke tahun yang secara kumulatif
tidak atau belum dibagikan kepada pemegang saham. Ketika pertama kali
perusahaan baru berdiri, laba ditahan adalah nihil. Setelah perusahaan beroperasi
dan memperoleh laba, barulah laba ditahan berubah.
1. Memperoleh Laba
Jika perusahaan memperoleh laba, maka labanya ditutup ke akun Laba Ditahan.
Sebagai contoh, PT. FAJAR MULYA pada tahun 2006 memperoleh laba bersih
setelah pajak sebesar Rp100.000.000. Jurnal untuk menutup laba ke laba ditahan
adalah sebagai berikut.
Jika yang terjadi sebaliknya, yakni perusahaan menderita rugi, maka jurnalnya
adalah debit Laba Ditahan dan kredit Ikhtisar Laba rugi.
Dividen tunai (kas) merupakan bagian laba yang dibagikan kepada pemegang
saham. Bagi perusahaan, utang dividen diakui pada tanggal pengumuman. Di sisi
lain, laba ditahan berkurang. Sebagai contoh, perusahaan telah mengeluarkan
saham biasa 1.000.000 lembar, nominal Rp1.000 per lembar. Pada tanggal 1
Pebruari 2007, perusahaan mengumumkan pembagian dividen tunai Rp20 per
lembar atau total Rp20.000.000 yang akan dibayar pada tanggal 15 Februari 2007.
Jurnal yang dibuat adalah sebagai berikut.
Berbeda dari dividen tunai, dividen saham dibagikan dalam bentuk saham yang
sejenis dengan saham yang telah beredar. Pembagian dividen saham diakui
sebagai pengurang laba ditahan dan penambah modal saham. Apabila ketika
dibagikan, harga pasar saham biasa berbeda dari nilai nominal, maka selisihnya
diakui sebagai agio atau disagio modal saham biasa. Jumlah laba ditahan yang
berkurang adalah sebesar harga pasar saham biasa pada saat pengumuman
pembagian dividen.
Sebagai penutup, berikut dijelaskan ekuitas (aset bersih) pada pemerintah daerah
(local government) di Indonesia seperti pemerintah kabupaten, pemerintah kota, dan
pemerintah provinsi. Ekuitas pada pemerintah daerah diklasifikasi menjadi ekuitas
dana lancar, ekuitas dana investasi, dan ekuitas dana cadangan. Ekuitas dana lancar
adalah selisih antara aset lancar dan kewajiban lancar. Ekuitas dana investasi
menunjukkan kekayaan pemerintah daerah yang ditanam dalam aset tetap, investasi
jangka panjang, dan aset lain‐lain setelah dikurangi kewajiban jangka panjang. Ekuitas
dana cadangan menunjukkan kekayaan pemerintah daerah yang dicadangkan untuk
keperluan tertentu dalam jangka panjang yang tidak dapat didanai dengan anggaran
pendapatan tahun tertentu.
E. Latihan Soal
Soal Latihan 1
Soal Latihan 2
1. Dijual tunai 50.000 lembar saham prioritas dengan harga Rp4.500 per lembar.
2. Diterima pesanan 100.000 lembar saham biasa dengan harga Rp2.800 per lembar
dan diterima uang muka 30%.
3. Diterima pelunasan pesanan saham biasa pada nomor b) di atas 70% dan
diterbitkan sertifikat saham kepada pemesan.
4. Dijual secara lump‐sum 50.000 lembar saham biasa dan 25.000 lembar saham
prioritas dengan total harga Rp204.000.000. Harga pasar wajar per lembar
saham biasa dan saham prioritas pada saat ini masing‐masing Rp2.700 dan Rp
4.200.
6. Diumumkan pembagian dividen tunai sebesar Rp200 per lembar saham biasa.
Diminta:
2. Susunlah bagian ”Modal Pemegang Saham” pada neraca per 31 Desember 2007.
Soal Latihan 3
Berikut adalah saldo dari Modal Pemegang Saham per 31 Desember 2006 pada PT.
SATRIA PRADHANA.
(Rp)
Modal Saham Biasa, Nominal @ Rp3.000 (200.000 lembar beredar) Agio 600.000.000
Modal Saham Biasa ....................................................................... 300.000.000
Laba Ditahan .......................................................................................... 78.000.000
Total Modal Pemegang Saham 1.378.000.000
1. Dibeli 50.000 lembar saham tresuri dengan cost Rp4.700 per lembar.
2. Dijual 15.000 lembar saham tresuri dengan harga Rp5.000 per lembar.
3. Dijual 25.000 lembar saham tresuri dengan harga Rp4.500 per lembar.
Diminta:
2. Susunlah bagian ”Modal Pemegang Saham” pada neraca per 31 Desember 2007.
Soal Latihan 4
Berikut adalah saldo dari Modal Pemegang Saham per 31 Desember 2006 pada PT.
SAHARAWINTA.
2. Diterima pesanan 50.000 lembar saham biasa dengan harga Rp3.000 per lembar
dan diterima uang muka 40%
3. Diterima pelunasan pesanan saham biasa pada nomor b) di atas 60% dari
pemesan 40.000 lembar dan diterbitkan 40.000 lembar sertifikat saham kepada
pemesan yang telah melunasi pesanan. Sedangkan pemesan 10.000 lembar
saham membatalkan pesanannya dan kepadanya diberikan sertifikat saham
proporsional dengan kas yang telah dibayarnya
4. Diumumkan dan dibayar pembagian dividen saham biasa, dimana tiap lembar
saham biasa akan diberikan ke pemegang 3 lembar saham biasa dan ke
pemegang 2 lembar saham prioritas. Harga pasar wajar saham biasa Rp2.600
Diminta:
DAFTAR PUSTAKA
Wlter T. Harrison Jr, Charles T Hongren & frends 2012, Akuntansi Keuangan IFRS edisi 8,
Erlangga. Indonesia.
Kieso, D.E., J.J. Weygandt., and T.D. Warfield. 2007. Intermediate Accounting, 12th Ed..
John Wiley & Sons. Hoboken, N.J.
Sugiri, S. dan Sumiyana. 2005. Akuntansi Keuangan Menengah Buku 1, Edisi Revisian. UPP
AMP YKPN. Yogyakarta.
Pusdiklat BPK RI