Anda di halaman 1dari 64

NTMP 2021.046.B3.C.7.1.04.

1
KATA PENGANTAR

Program pendidikan dan pelatihan (diklat) Registrasi Akuntan Publik


dilaksanakan sebagai syarat agar dapat memenuhi kualifikasi sebagai
KAP terdaftar di BPK. Diklat ini diselenggarakan untuk memastikan
KAP/AP memiliki kemampuan/keahlian yang memadai dan mutakhir
mengenai standar audit dan pemeriksaan keuangan negara (public sector
audit), termasuk pedoman perilaku yang harus dipatuhi dan
dilaksanakan.
Modul diklat Registrasi Akuntan Publik ini dikembangkan dengan bantuan narasumber BPK
yang kompeten. Diklat ini mengadopsi metode pembelajaran orang dewasa (andragogy)
yang mengutamakan keaktifan peserta diklat dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.
Pembelajaran dengan metode andragogy mengandung pengertian bahwa peserta diklat
sudah memiliki ekpektasi atas apa yang ingin dipelajari (know what to learn) berdasarkan
permasalahan yang mereka temui selama melakukan tugasnya. Dengan demikian
produktifitas pembelajaran akan lebih banyak ditentukan oleh keaktifan dan partisipasi
peserta diklat.
Dengan bantuan para narasumber kami telah memperbaiki instrumen yang diperlukan
dalam diklat ini. Perbaikan dilakukan untuk memastikan adanya rancangan yang
terintegrasi, mulai dari kurikulum, silabus, modul, alat bantu pembelajaran, fasilitator, dan
metode evaluasi keberhasilan pembelajaran. Perangkat diklat yang telah kami siapkan dan
perbaharui ini diharapkan dapat mendukung implementasi pembelajaran berbasis
kompetensi dapat berjalan dengan efektif. Kehadiran Buku Peserta ini hanya sebagai acuan
minimal untuk mengembangkan kompetensi dalam melakukan pemeriksaan keuangan
negara, untuk itu kami mendorong peserta diklat untuk aktif mencari informasi-informasi
lain dari berbagai sumber dengan memanfaatkan fasilitas pembelajaran seperti
perpustakaan, internet atau media lainnya yang tersedia.
Diklat Registrasi Akuntan Publik akan dilaksanakan dengan metode blended learning yaitu
dengan menggunakan teknik belajar konvensional dan teknik belajar dengan
memanfaatkan teknologi informasi (e-learning). Peserta akan diberikan kesempatan untuk
mempelajari materi sebelum sesi tatap muka dimulai dengan harapan pembahasan di kelas
akan berlangsung lebih bernas.
Selamat belajar dan selamat menikmati learning journey Anda.

Jakarta, Oktober 2021


Plt. Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan
Pemeriksaan Keuangan Negara

Gunarwanto
NIP 196608111996031001
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

PETA PELATIHAN REGISTRASI KAP

ii
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i

PETA PELATIHAN REGISTRASI KAP ..................................................................................... ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................................... iii

PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1

A. Deskripsi Singkat Mata Diklat ..................................................................................... 1

B. Tujuan Pembelajaran .................................................................................................. 1

C. Metodologi Pembelajaran .......................................................................................... 1

D. Deskripsi Singkat Struktur Modul .............................................................................. 1

BAB I KERANGKA KONSEPTUAL STANDAR PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA ......... 2

A. Pendahuluan................................................................................................................ 3

B. Gambaran Umum Pemeriksaan ................................................................................. 4

C. Unsur-Unsur Pemeriksaan Keuangan Negara ........................................................... 8

D. Prinsip-Prinsip Pemeriksaan Keuangan Negara ...................................................... 12

E. Pengembangan Standar Pemeriksaan ..................................................................... 15

F. Hubungan Kerangka Konseptual, Peraturan Perundang-Undangan, Standar Pemeriksaan,


Dan Ketentuan Lain ........................................................................................................ 16

BAB III STANDAR UMUM PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA..................................... 17

A. Pendahuluan.............................................................................................................. 18

B. Ketentuan .................................................................................................................. 18

C. Pengendalian Mutu ................................................................................................... 21

D. Kompetensi ............................................................................................................... 21

E. Pertimbangan Ketidakpatuhan, Kecurangan dan Ketidakpatutan ........................ 22

F. Komunikasi Pemeriksaan .......................................................................................... 23

G. Dokumentasi Pemeriksaan ....................................................................................... 24

H. Hubungan dengan Standar Profesi yang Digunakan oleh Akuntan Publik ........... 24

iii
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

I. Kewajiban Aparat Pengawasan Intern Pemerintah dan Akuntan Publik dalam


Pemeriksaan Keuangan Negara ..................................................................................... 24

BAB IV STANDAR PELAKSANAAN PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA ....................... 25

A. Pendahuluan .............................................................................................................. 26

B. Perencanaan .............................................................................................................. 26

C. Pemerolehan Bukti .................................................................................................... 31

D. Pengembangan Temuan ........................................................................................... 33

E. Supervisi ..................................................................................................................... 34

BAB V STANDAR PELAPORAN PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA ............................. 35

A. PENDAHULUAN ......................................................................................................... 36

B. PELAPORAN PEMERIKSAAN..................................................................................... 36

BAB V KODE ETIK PEMERIKSA ........................................................................................... 42

A. Pendahuluan................................................................................................................ 43

B. Pengertian, Tujuan, dan Ruang Lingkup .................................................................... 44

C. Kewajiban dan Larangan............................................................................................. 44

D. Sanksi ........................................................................................................................... 49

BAB V ETIKA DALAM PENGELOLAAN INFORMASI ........................................................... 51

A. INFORMASI DI BPK .................................................................................................... 52

B. ETIKA PENYAMPAIAN INFORMASI di BPK............................................................... 55

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 57

iv
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

PENDAHULUAN
A. Deskripsi Singkat Mata Diklat
Mata Diklat Standar Pemeriksaan Keuangan Negara dan Kode Etik Pemeriksa
membahas Kerangka Konseptual Pemeriksaan Keuangan Negara, Standar Umum
Pemeriksaan Keuangan Negara, Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan Negara,
Standar Pelaporan Pemeriksaan Keuangan Negara serta Kode Etik pemeriksa.

B. Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini, peserta diklat diharapkan mampu memahami Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara.

C. Metodologi Pembelajaran
Metode yang digunakan dalam proses belajar mengajar adalah metode orang dewasa
(andragogi), yakni:
1. Ceramah yang dikombinasikan dengan tanya jawab;
2. Diskusi kelompok untuk menganalisis permasalahan dan mengkritisi permasalahan
yang berkaitan dengan materi diklat dengan cara:
3. Studi Kasus
4. Mencari faktor-faktor penyebab;
5. Merumuskan alternatif solusi.

Pendalaman materi melalui:


Komunikasi antar peserta secara teroganisasi dan berpikir secara dinamis; Belajar secara
mandiri di luar jam diklat baik secara individual e-learning, maupun kelompok.

D. Deskripsi Singkat Struktur Modul


Buku peserta ini disusun dengan struktur sebagai berikut.
Pendahuluan
BAB 1 Kerangka Konseptual Pemeriksaan Keuangan Negara
BAB 2 Standar Umum Pemeriksaan Keuangan Negara
BAB 3 Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan Negara
BAB 4 Standar Pelaporan Pemeriksaan Keuangan Negara
Bab 5 Kode Etik Pemeriksa
Bab 6 Etika Dalam Pengelolaan Informasi

1
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

BAB I
KERANGKA KONSEPTUAL STANDAR
PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA
(SPKN)

Tujuan Pembelajaran :
Setelah mempelajari bab ini, Anda diharapkan dapat
memahami kerangka konseptual standar pemeriksaan keuangan negara (SPKN)

Indikator keberhasilan pembelajaran :


mampu menjelaskan kerangka konseptual standar pemeriksaan keuangan negara
(SPKN)

2
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara dan UU No. 15 Tahun 206 tentang BPK memberikan mandat kepada BPK
untuk melakukan pemeriksaan keuangan, kinerja, dan PDTT. Untuk dapat melaksanakan
pemeriksaan tersebut, BPK diberikan kewenangan untuk menetapkan sebuah standar
pemeriksaan secara mandiri sebagai patokan untuk melakukan pemeriksaan pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara yang wajib dipedomani oleh BPK dan/atau Pemeriksa .
Standar tersebut disusun BPK dengan mempertimbangkan standar di lingkungan profesi audit
secara internasional, dan sebelum standar pemeriksaan terebut ditetapkan BPK perlu
mengkonsultasikannya dengan pihak pemerintah dan organisasi profesi di bidang pemeriksaan.
Pada tahun 2007 BPK telah menerbitkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN 2007)
yang kemudian direvisi pada 2017 (SPKN 2017). SPKN 2017 meliputi standar umum, standar
pelaksanaan, dan standar pelaporan. Penyusunan standar pemeriksaan memerlukan acuan dan
dasar berupa Kerangka Konseptual Pemeriksaan. Pengembangan kerangka konseptual ini
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kerangka konseptual yang
digunakan dalam penyusunan standar pemeriksaan internasional yang relevan.
2. Tujuan dan Lingkup
Kerangka Konseptual Pemeriksaan ini, yang selanjutnya disebut Kerangka Konseptual,
mendasari pengembangan SPKN. Kerangka Konseptual bertujuan sebagai acuan dan dasar bagi:
a. BPK dan Pemeriksa
b. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah yang melaksanakan pemeriksaan kinerja dan audit
dengan tujuan tertentu, serta akuntan publik yang melaksanakan pemeriksaan keuangan
negara berdasarkan ketentuan undang-undang;
c. penyusun standar pemeriksaan; dan
d. pengguna Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK dan pihak-pihak lain yang terkait dengan
standar pemeriksaan dan/atau pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara.
Kerangka Konseptual bukan merupakan standar dan/atau prosedur pemeriksaan. Kerangka
Konseptual menjadi acuan bagi pengembangan standar pemeriksaan selanjutnya. Dalam hal
terdapat permasalahan yang belum diatur dalam standar pemeriksaan, maka Pemeriksaan
mengacu kepada Kerangka Konseptual.
Kerangka Konseptual meliputi:
a. Gambaran umum pemeriksaan keuangan negara;

3
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

b. Unsur-unsur pemeriksaan keuangan negara;


c. Prinsip-prinsip pemeriksaan keuangan negara;
d. Pengembangan standar pemeriksaan; dan
e. Hubungan antara Kerangka Konseptual, ketentuan peraturan perundangundangan, standar
pemeriksaan, dan ketentuan lain.

B. GAMBARAN UMUM PEMERIKSAAN


1. Mandat
BPK melaksanakan pemeriksaan dalam koridor yang telah digariskan pada UUD 1945.
Mandat diberikan kepada BPK untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara secara bebas dan mandiri. Hasil pemeriksaan BPK disampaikan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) sebagai lembaga perwakilan rakyat sesuai dengan kewenangannya. Hasil
pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan badan lain sesuai dengan
undang-undang. Mandat tersebut dijabarkan lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
2. Kemandirian dan Wewenang BPK
BPK melaksankan tugas secara bebas dan mandiri. BPK memiliki kebebasan dan
kemandirian dalam perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, dan pemantauan tindak lanjut hasil
pemeriksaan. Selain itu, kemandirian BPK dalam pemeriksaan keuangan negara mencakup
ketersediaan sumber daya manusia, anggaran, dan sarana pendukung lainnya.
Dalam menjalankan tusinya, BPK memiliki kewenangan yang meliputi:
a. menentukan objek pemeriksaan, merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan,
menentukan waktu dan metode pemeriksaan serta menyusun dan menyajikan laporan
pemeriksaan;
b. meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan oleh setiap orang, unit
organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia
(BI), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Layanan Umum (BLU), Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD), dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara;
c. melakukan pemeriksaan di tempat penyimpanan uang dan barang milik negara, di tempat
pelaksanaan kegiatan, pembukuan dan tata usaha keuangan negara, serta pemeriksaan
terhadap perhitungan-perhitungan, surat-surat, bukti-bukti, rekening koran,

4
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

pertanggungjawaban, dan daftar lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan


negara;
d. menetapkan jenis dokumen, data, serta informasi mengenai pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara yang wajib disampaikan kepada BPK;
e. menetapkan standar pemeriksaan keuangan negara setelah konsultasi dengan Pemerintah
Pusat/Pemerintah Daerah yang wajib digunakan dalam pemeriksaan pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara;
f. menetapkan kode etik pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;
g. menggunakan tenaga ahli dan/atau tenaga pemeriksa di luar BPK yang bekerja untuk dan
atas nama BPK;
h. membina jabatan fungsional pemeriksa;
i. memberi pertimbangan atas Standar Akuntansi Pemerintahan;
j. memberi pertimbangan atas rancangan sistem pengendalian intern Pemerintah
Pusat/Pemerintah Daerah sebelum ditetapkan oleh Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah;
k. memantau penyelesaian ganti kerugian negara/daerah yang ditetapkan oleh Pemerintah
terhadap pegawai negeri bukan bendahara dan pejabat lain;
l. memantau pelaksanaan pengenaan ganti kerugian negara/daerah kepada bendahara,
pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara
yang telah ditetapkan oleh BPK; dan
m. memantau pelaksanaan pengenaan ganti kerugian negara/daerah yang ditetapkan
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Sesuai dengan kewenanangan tersebut BPK dapat memberikan:
a. pendapat kepada DPR, DPD, DPRD, Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah, Lembaga Negara
Lain, BI, BUMN, BLU, BUMD, Yayasan, dan lembaga atau badan lain, yang diperlukan karena
sifat pekerjaannya;
b. pertimbangan atas penyelesaian kerugian negara/daerah yang ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat/Pemerintah Daerah; dan/atau keterangan ahli dalam proses peradilan mengenai
kerugian negara/daerah;
c. keterangan ahli dalam proses peradilan mengenai kerugian negara/daerah.
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Anggota BPK, Pemeriksa, dan pihak lain yang
bekerja untuk dan atas nama BPK diberikan perlindungan hukum dan jaminan keamanan oleh
instansi yang berwenang. Khusus pada proses hukum, hak istimewa diberikan kepada Anggota
BPK yaitu tidak dapat dituntut hukum.

5
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

3. Pemeriksaan Keuangan Negara


Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang,
serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara
berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Lingkup Keuangan Negara
tersebut meliputi:
a. Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan
pinjaman;
b. Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan
membayar tagihan pihak ketiga;
c. Penerimaan Negara;
d. Pengeluaran Negara;
e. Penerimaan Daerah;
f. Pengeluaran Daerah;
g. Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang,
surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang,
termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah;
h. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas
pemerintahan dan/atau kepentingan umum; dan
i. Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan
pemerintah.
Keuangan negara tersebut menjadi acuan pemeriksaan BPK RI. Manakala terjadi
perselisihan apakah suatu objek pemeriksaan dapat diperiksa/ tidak oleh BPK, maka para pihak
harus kembali pada lingkup keuangan negara sebagaimana dijabarkan di atas. Contoh, pernah
terjadi ketidaksetujuan antar pihak mengenai hibah dari swasta langsung kepada Kementerian/
Lembaga atau Pemda, yang dianggap bukan lingkup keuangan negara.

Pemeriksaan harus dilakukan dalam rangka untuk mendorong tata kelola keuangan negara
yang baik melalui perolehan keyakinan bahwa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau prinsip-prinsip
tata kelola yang baik.Pemeriksaan keuangan negara didefinisikan sebagai proses identifikasi
masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif, dan profesional
berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan
keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Dengan
demikian, pemeriksaan keuangan negara memberikan keyakinan yang memadai atas tata kelola

6
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

keuangan negara. Keyakinan memadai adalah suatu konsep yang berhubungan dengan
pengumpulan bukti yang diperlukan oleh praktisi untuk menyajikan kesimpulan atas hal pokok/
informasi hal pokok yang diperiksa secara keseluruhan. Perlu disadari bahwa keyakinan
memadai kurang dari keyakinan yang bersifat absolut. Dengan keyakinan memadai, Pemeriksa
akan mengurangi risiko pemeriksaan pada tingkat yang dapat diterima. Pengurangan risiko
pemeriksaan menjadi nol (tidak ada sama sekali) sangat jarang tercapai.

Pertimbangan biaya manfaat juga menjadi alasan utama pemberikan keyakinan memadai,
dengan juga mempertimbangkan faktor-faktor berikut:
1. Pengujian secara sampel
2. Keterbatasan inheren pengendalian internal
3. Bukti lebih bersifat persuasif daripada konklusif
4. Penggunaan pertimbangan profesional dalam proses pemeriksaan

Lingkup pemeriksaan keuangan negara meliputi pemeriksaan atas pengelolaan dan


tanggung jawab keuangan negara. Pengelolaan meliputi seluruh kegiatan perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban. Yang dimaksud sebagai tanggung jawab
dalam definisi tersebut adalah kewajiban untuk melaksanakan pengelolaan keuangan negara
sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik. Sedangkan siklus pemeriksaan keuangan
negara meliputi perencanaan, pelaksanaan, pelaporan dan pemantauan tindak lanjut hasil
pemeriksaan.

Jenis pemeriksaan keuangan negara terdiri atas pemeriksaan keuangan, pemeriksaan


kinerja, dan PDTT. Tujuan suatu pemeriksaan menentukan jenis pemeriksaan. Pemeriksaan
keuangan bertujuan untuk memberikan opini atas kewajaran laporan keuangan. Tujuan
pemeriksaan kinerja adalah memberikan kesimpulan atas aspek ekonomi, efisiensi dan/atau
efektivitas (3E) pengelolaan keuangan negara, serta memberikan rekomendasi untuk
memperbaiki aspek tersebut. PDTT bertujuan untuk memberikan kesimpulan sesuai dengan
tujuan pemeriksaan yang ditetapkan. PDTT dapat berbentuk pemeriksaan kepatuhan dan
pemeriksaan investigatif. Sedangkan pemeriksaan keuangan negara memberikan manfaat
sebagai berikut:
a. penyediaan hasil pemeriksaan termasuk di dalamnya kesimpulan yang independen,
objektif dan dapat diandalkan, berdasarkan bukti yang cukup dan tepat;

7
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

b. penguatan upaya pemberantasan korupsi berupa penyampaian temuan yang


berindikasi tindak pidana dan/atau kerugian dalam pengelolaan keuangan negara
kepada instansi yang berwenang untuk ditindaklanjuti, serta berupa pencegahan
dengan penguatan sistem pengelolaan keuangan negara;
c. peningkatan akuntabilitas, transparansi, keekonomian, efisiensi, dan efektivitas dalam
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, dalam bentuk rekomendasi yang
konstruktif dan tindak lanjut yang efektif;
d. peningkatan kepatuhan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara
terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. peningkatan efektivitas peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah; dan
f. peningkatan kepercayaan publik atas hasil pemeriksaan BPK dan pengelolaan keuangan
negara.

C. UNSUR-UNSUR PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA


Unsur-unsur pemeriksaan keuangan negara meliputi: Hubungan tiga pihak; Hal pokok (subject
matter) dan informasi hal pokok (subject matter information); Kriteria pemeriksaan; Bukti
pemeriksaan; Laporan hasil pemeriksaan; dan Pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan. Unsur-
unsur pemeriksaan keuangan negara tersebut diuraikan sebagai berikut.
1. Tiga pihak dalam pemeriksaan keuangan negara
Pemeriksaan keuangan negara melibatkan 3 (tiga) pihak,yaitu (1) pemeriksa keuangan
negara; (2) pihak yang bertanggung jawab; dan (3) pengguna LHP Pemeriksa Keuangan Negara
Pemeriksa Keuangan Negara
BPK adalah lembaga negara yang memiliki tugas dan wewenang untuk memeriksa
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. BPK dapat menugaskan Pemeriksa BPK
dan/atau tenaga ahli dan/atau tenaga pemeriksa di luar BPK yang bekerja untuk dan atas nama
BPK. Pemeriksa BPK adalah Pelaksana BPK yang melaksanakan tugas pemeriksaan pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara untuk dan atas nama BPK. Tenaga ahli dan/atau
pemeriksa di luar BPK dapat sebagai orang-perorangan maupun lembaga dari luar BPK.
Pemeriksaan keuangan negara juga dapat dilaksanakan oleh akuntan publik berdasarkan
ketentuan undang-undang. Dalam hal pemeriksaan dilakukan oleh akuntan publik berdasarkan
ketentuan undang-undang, pemeriksaan dilaksanakan dengan berdasarkan pada Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP) dan SPKN. Pedoman penggunaan SPKN oleh akuntan publik
akan diatur BPK dalam suatu ketentuan. Laporan yang dihasilkan oleh akuntan publik tersebut
wajib disampaikan kepada BPK untuk dievaluasi. Pelaksanaan evaluasi mengikuti tata cara yang

8
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

ditetapkan BPK. Hasil pemeriksaan akuntan publik dan evaluasi tersebut selanjutnya
disampaikan oleh BPK kepada lembaga perwakilan, sehingga dapat ditindaklanjuti sesuai
dengan kewenangannya.

Pihak yang Bertanggung Jawab


Pihak yang bertanggung jawab adalah pihak yang diperiksa, yang bertanggung jawab
atas informasi hal pokok dan/atau bertanggung jawab mengelola hal pokok, dan atau
bertanggung jawab menindaklanjuti hasil pemeriksaan antara lain Presiden, Menteri, dan
Kepala Daerah.

Pengguna LHP
Pengguna LHP adalah pemerintah, pihak lain yang berkepentingan atas LHP; serta
lembaga perwakilan. Yang dimaksud dengan Pemerintah adalah Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah. Pihak lain yang berkepentingan maksudnya adalah masyarakat, instansi
penegak hukum, dan lembaga yang mempunyai kepentingan terhadap LHP.
Lembaga perwakilan yang dimaksud yaitu DPR, DPD, dan DPRD. Lembaga perwakilan
menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK dengan melakukan pembahasan sesuai
kewenangannya. Lembaga perwakilan dapat meminta penjelasan kepada BPK dalam rangka
menindaklanjuti hasil pemeriksaan dan atau meminta BPK melakukan pemeriksaan lanjutan.
Lembaga perwakilan dapat meminta Pemerintah untuk melakukan tindak lanjut hasil
pemeriksaan.
2. Hal pokok (subject matter) dan informasi hal pokok (subject matter information)
Hal pokok adalah hal-hal yang diperiksa dan/atau hal-hal yang menjadi perhatian dalam
suatu penugasan pemeriksaan, yang dapat berupa informasi, kondisi, atau aktivitas yang dapat
diukur/dievaluasi berdasarkan kriteria tertentu. Informasi hal pokok adalah hasil evaluasi atau
hasil pengukuran hal pokok terhadap kriteria. Hal pokok dan informasi hal pokok memiliki
bentuk yang beragam dan karakteristik yang berbeda tergantung tujuan pemeriksaannya. Hal
pokok dan informasi hal pokok dapat berupa, tetapi tidak terbatas pada, sebagai berikut:
a. kinerja atau kondisi keuangan (sebagai contoh: posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus
kas historis atau prospektif), dalam hal ini informasi hal pokok dapat berupa pengakuan,
pengukuran, penyajian, dan pengungkapan yang tercermin dalam laporan keuangan;
b. kinerja atau kondisi nonkeuangan (sebagai contoh: kinerja suatu entitas), dalam hal ini
informasi hal pokok mungkin merupakan indikator utama efisiensi dan efektivitas;

9
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

c. karakteristik fisik (sebagai contoh: kapasitas suatu fasilitas), dalam hal ini informasi hal
pokok dapat berupa dokumen tentang spesifikasi;
d. sistem dan proses (sebagai contoh: pengendalian internal atau sistem teknologi informasi
atau entitas), dalam hal ini informasi hal pokok dapat berupa asersi tentang efektivitas;
e. perilaku (sebagai contoh: praktik tata kelola korporasi, kepatuhan terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan, sumber daya manusia), dalam hal ini informasi hal pokok
dapat berupa suatu pernyataan kepatuhan atau suatu pernyataan efektivitas.
Hal pokok memiliki karakteristik yang berbeda-beda, yang mencakup sampai sejauh mana
informasi atas hal pokok tersebut bersifat kualitatif atau kuantitatif, objektif atau subjektif,
historis atau prospektif, dan terkait dengan suatu titik waktu atau melingkupi periode tertentu.
LHP menyajikan karakteristik tertentu dan mempertimbangkan dampak dari karakteristik
tersebut yang relevan dengan pengguna LHP.
Karakteristik tersebut akan mempengaruhi:
a. tingkat ketepatan dalam mengukur dan mengevaluasi hal pokok tersebut berdasarkan
kriteria; dan
b. tingkat kemampuan bukti yang tersedia untuk memberikan keyakinan.
Penentuan hal pokok dapat dikatakan tepat, jika:
a. dapat diidentifikasi dan memungkinkan evaluasi dan pengukuran yang konsisten terhadap
kriteria yang telah diidentifikasi; dan
b. memungkinkan untuk diterapkan prosedur dalam memperoleh bukti yang cukup dan tepat
serta mendukung kesimpulan guna memberikan keyakinan yang memadai.
3. Kriteria pemeriksaan
Kriteria pemeriksaan adalah tolok ukur yang digunakan dalam memeriksa dan menilai
hal pokok, dalam hal ini informasi yang diungkapkan dalam pengelolaan dan
pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk tolok ukur penyajian dan pengungkapan
yang relevan. Setiap pemeriksaan menggunakan kriteria pemeriksaan yang sesuai dengan
konteks pemeriksaannya. Kriteria pemeriksaan yang digunakan bergantung pada sejumlah
faktor, antara lain tujuan dan jenis pemeriksaan.
Kriteria pemeriksaan yang digunakan harus tersedia bagi pengguna LHP sehingga
pengguna memahami proses evaluasi dan pengukuran suatu hal pokok. Kriteria pemeriksaan
dapat bersumber dari ketentuan peraturan perundang-undangan, standar yang diterbitkan
organisasi profesi tertentu, kontrak, kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh entitas yang
diperiksa, atau kriteria yang dikomunikasikan oleh Pemeriksa kepada pihak yang bertanggung
jawab.

10
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

Kriteria pemeriksaan yang sesuai menggambarkan karakteristik sebagai berikut:


a. relevan, memberikan kontribusi kepada kesimpulan guna membantu pengambilan
keputusan oleh pengguna;
b. lengkap, faktor-faktor relevan yang dapat memengaruhi kesimpulan tidak ada yang
diabaikan;
c. andal, memungkinkan pengevaluasian dan pengukuran yang konsisten terhadap hal pokok
oleh pemeriksa lain yang mempunyai kualifikasi yang sama;
d. netral, memberikan kontribusi kepada kesimpulan yang bebas dari keberpihakan; dan
e. dapat dipahami, mudah dipahami oleh pengguna sehingga pembuatan kesimpulan menjadi
jelas, komprehensif, dan tidak rentan terhadap penafsiran yang berbeda-beda.
4. Bukti pemeriksaan
Bukti pemeriksaan adalah informasi yang digunakan oleh Pemeriksa dalam menentukan
kesesuaian hal pokok dengan kriteria pemeriksaan. Pemeriksa mempertimbangkan kecukupan
dan ketepatan bukti yang diperoleh. Kecukupan bukti pemeriksaan merupakan ukuran
kuantitas bukti pemeriksaan. Kecukupan bukti dipengaruhi oleh penilaian Pemeriksa atas risiko
pemeriksaan dan kualitas bukti pemeriksaan. Ketepatan bukti pemeriksaan merupakan ukuran
kualitas bukti pemeriksaan yaitu relevan, valid, dan andal untuk mendukung hasil pemeriksaan.
Kuantitas bukti yang lebih banyak belum tentu dapat mengompensasi kualitas bukti yang buruk.
Dengan demikian, kecukupan dan ketepatan bukti pemeriksaan saling berhubungan satu sama
lain.
Bentuk bukti pemeriksaan bermacam-macam, seperti catatan transaksi elektronis/fisik,
komunikasi tertulis atau elektronis dengan pihak di luar entitas yang diperiksa, hasil observasi
Pemeriksa, maupun keterangan lisan/tertulis dari pihak yang diperiksa. Metode yang digunakan
dalam pemerolehan bukti bisa termasuk inspeksi, observasi, permintaan keterangan,
konfirmasi, rekalkulasi, prosedur analitis, dan/atau teknik lainnya.
Pemeriksa mempertimbangkan hubungan antara biaya pemerolehan bukti dengan kegunaan
informasi yang diperoleh. Kesulitan atau biaya yang timbul untuk memperoleh bukti tidak boleh
dijadikan alasan untuk menghilangkan suatu prosedur pengumpulan bukti ketika prosedur
alternatif tidak tersedia. Pemeriksa menggunakan pertimbangan profesionalnya dan
menerapkan skeptisisme profesional dalam mengevaluasi kuantitas (kecukupan) dan kualitas
(ketepatan) bukti untuk mendukung LHP.
5. Laporan Hasil Pemeriksaan
Pemeriksa menyusun Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) berupa laporan tertulis berisi
suatu kesimpulan yang diperoleh tentang informasi hal pokok. LHP berisi hasil analisis atas

11
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

pengujian bukti yang diperoleh saat pelaksanaan pemeriksaan. Struktur dan format LHP
ditetapkan lebih lanjut dalam standar pelaporan.
LHP digunakan oleh pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan perbaikan atas
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. LHP yang telah disampaikan kepada
lembaga perwakilan dinyatakan terbuka untuk umum, kecuali yang memuat rahasia negara
dan/atau mengandung unsur pidana yang diproses hukum sebagaimana diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan. LHP yang terbuka untuk umum berarti dapat diperoleh
dan/atau diakses oleh masyarakat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Pemantauan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan
LHP ditindaklanjuti oleh pejabat pengelola keuangan negara selaku pihak yang
bertanggung jawab sesuai kewenangannya dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BPK memantau secara periodik pelaksanaan tindak lanjut atas LHP dan menyampaikan hasil
pemantauannya kepada lembaga perwakilan, dan pihak yang bertanggung jawab. Pemeriksa
mempertimbangkan tindak lanjut hasil pemeriksaan sebelumnya yang berhubungan dengan
pemeriksaan yang dilakukan.

D. PRINSIP-PRINSIP PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA


Prinsip-prinsip pemeriksaan keuangan negara adalah ketentuan yang harus dipahami dan ditaati
oleh pembuat standar dalam menyusun standar pemeriksaan dan Pemeriksa dalam melakukan
Pemeriksaan. Prinsip-prinsip pemeriksaan keuangan negara tersebut dijelaskan lebih rinci dalam
uraian sebagai berikut.
1. Kode Etik
Untuk mewujudkan BPK yang independen, berintegritas, dan profesional demi
kepentingan negara, setiap Anggota BPK dan Pemeriksa Keuangan Negara harus mematuhi
kode etik. Kode etik adalah norma-norma yang harus dipatuhi oleh setiap Anggota BPK dan
Pemeriksa Keuangan Negara selama menjalankan tugasnya untuk menjaga martabat,
kehormatan, citra, dan kredibilitas BPK. Kode etik ditetapkan oleh BPK. Independensi,
integritas, dan profesionalisme adalah nilai-nilai yang harus dijunjung tinggi oleh Anggota BPK
dan Pemeriksa Keuangan Negara.
Independensi adalah suatu sikap dan tindakan dalam melaksanakan Pemeriksaan untuk
tidak memihak kepada siapapun dan tidak dipengaruhi oleh siapapun. Pemeriksa harus objektif
dan bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dalam melaksanakan tanggung
jawab profesionalnya. Pemeriksa juga harus bertanggung jawab untuk terus-menerus

12
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

mempertahankan independensi dalam pemikiran (independence of mind) dan independensi


dalam penampilan (independence in appearance).
Integritas merupakan mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh,
dimilikinya sifat jujur, kerja keras, serta kompetensi yang memadai. Pemeriksa harus jujur dalam
bekerja, optimal dalam karya, serta memiliki kemampuan teknis yang dibutuhkan.
Profesionalisme adalah kemampuan, keahlian, dan komitmen profesi dalam
menjalankan tugas disertai prinsip kehati-hatian (due care), ketelitian, dan kecermatan, serta
berpedoman kepada standar dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sikap profesional
pemeriksa diwujudkan dengan selalu bersikap skeptisisme profesional (professional skepticism)
selama proses pemeriksaan dan mengedepankan prinsip pertimbangan profesional
(professional judgment). Skeptisisme profesional berarti pemeriksa tidak menganggap bahwa
pihak yang bertanggung jawab adalah tidak jujur, tetapi juga tidak menganggap bahwa
kejujuran pihak yang bertanggung jawab tidak dipertanyakan lagi. Pertimbangan profesional
merupakan penerapan pengetahuan kolektif, keterampilan, dan pengalaman. Pertimbangan
profesional adalah pertimbangan yang dibuat oleh pemeriksa yang terlatih, memiliki
pengetahuan, dan pengalaman sehingga mempunyai kompetensi yang diperlukan untuk
membuat pertimbangan yang wajar.
2. Pengendalian Mutu
Untuk meningkatkan kepercayaan pemangku kepentingan terhadap hasil pemeriksaan
BPK, mutlak diperlukan standar pengendalian mutu. Sistem pengendalian mutu BPK harus
sesuai dengan standar pengendalian mutu supaya kualitas pemeriksaan yang dilakukan tetap
terjaga. Sistem pengendalian mutu harus mencakup, tetapi tidak terbatas pada, hal-hal seperti
supervisi, review berjenjang, monitoring, dan konsultasi selama proses pemeriksaan. Sistem
pengendalian mutu BPK ditelaah secara intern dan juga oleh badan pemeriksa keuangan negara
lain yang menjadi anggota organisasi pemeriksa keuangan sedunia.
3. Manajemen dan Keahlian Tim Pemeriksa
BPK menjamin Pemeriksa memiliki keahlian yang diperlukan. Tim Pemeriksa harus
secara kolektif memiliki pengetahuan, pengalaman, dan kompetensi yang diperlukan dalam
Pemeriksaan. Hal ini termasuk pengetahuan dan pengalaman praktis dari Pemeriksaan yang
dilakukan, pemahaman atas standar dan ketentuan peraturan perundang-undangan,
pemahaman tentang operasional entitas, serta kemampuan dan pengalaman untuk
mempraktikkan pertimbangan profesional.
BPK merekrut sumber daya manusia dengan kualifikasi yang sesuai, memberikan
pelatihan dan pengembangan kapasitas, menyiapkan standar dan pedoman pemeriksaan, serta

13
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

menyediakan sumber daya pemeriksaan yang cukup. Pemeriksa menjaga kompetensi


profesional mereka melalui pengembangan profesional berkelanjutan.
Pengembangan kapasitas pemeriksa mencakup pertukaran ide dan pengalaman
pemeriksaan dengan komunitas pemeriksa internasional. Hal tersebut diwujudkan dalam
kongres, pelatihan, seminar, dan kelompok kerja di tingkat internasional.
Pemeriksa dapat menggunakan hasil pekerjaan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah,
tenaga ahli dan/atau tenaga pemeriksa di luar BPK. Prosedur pemeriksaan harus memberikan
dasar yang cukup saat menggunakan hasil kerja pihak lain. Pemeriksa harus memperoleh bukti
yang menjamin kompetensi dan independensi tenaga ahli dan/atau tenaga pemeriksa di luar
BPK, serta kualitas hasil pekerjaannya.
Penggunaan hasil pekerjaan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah tersebut untuk
meningkatkan koordinasi dan kerja sama, serta mengurangi kemungkinan duplikasi pekerjaan.
Hal ini dimungkinkan karena pada prinsipnya, baik Pemeriksa maupun Aparat Pengawasan
Intern Pemerintah bertujuan mendorong tata kelola pemerintahan yang baik. Aparat
Pengawasan Intern Pemerintah menggunakan SPKN dalam melaksanakan audit kinerja dan
audit dengan tujuan tertentu.
4. Risiko Pemeriksaan
Pemeriksa mewaspadai, menyadari, mempertimbangkan, dan mengelola risiko
pemeriksaan. Risiko pemeriksaan adalah risiko bahwa hasil pemeriksaan tidak sesuai dengan
kondisi yang sebenarnya. Pemeriksa mengembangkan prosedur pemeriksaan dan
melaksanakannya dengan tujuan mengurangi risiko pemeriksaan.
5. Materialitas
Pemeriksa mempertimbangkan materialitas pada proses pemeriksaan. Konsep
materialitas bersifat relevan untuk semua pemeriksaan. Sesuatu bersifat material jika
pengetahuan mengenai hal tersebut dapat memengaruhi pengambilan keputusan oleh
pengguna LHP. Materialitas ditentukan menggunakan pertimbangan profesional dan
bergantung pada interpretasi pemeriksa terhadap kebutuhan pengguna LHP dan ketentuan
peraturan perundang-undangan.Materialitas memiliki aspek kuantitatif dan aspek kualitatif.
Pertimbangan materialitas memengaruhi keputusan mengenai sifat, saat, dan lingkup prosedur
pemeriksaan dan evaluasi hasil pemeriksaan.
6. Dokumentasi Pemeriksaan
Dokumentasi pemeriksaan yang memadai memberikan pemahaman yang jelas atas
prosedur pemeriksaan yang dilakukan, bukti yang diperoleh dan kesimpulan. Dokumentasi
pemeriksaan dapat berupa dokumen fisik maupun dokumen elektronis. Dokumentasi

14
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

menyediakan informasi bagi Pemeriksa yang berpengalaman dan tanpa pengetahuan


sebelumnya mengenai pemeriksaan tersebut, untuk dapat memahami: (1) sifat, saat, lingkup,
dan hasil dari prosedur yang dilakukan, (2) bukti yang diperoleh untuk mendukung kesimpulan
pemeriksaan, (3) alasan di balik semua hal signifikan yang memerlukan pertimbangan
profesional, dan (4) kesimpulan. Dokumentasi pemeriksaan harus dikelola dalam suatu sistem
pengelolaan dokumentasi pemeriksaan yang aman, tidak cepat rusak, teratur, efisien, dan
efektif.
7. Komunikasi Pemeriksaan
Pemeriksa membangun komunikasi yang efisien dan efektif pada seluruh proses
pemeriksaan. Komunikasi mencakup proses yang digunakan oleh BPK atau Pemeriksa dalam
pemerolehan data dan informasi dalam rangka pengumpulan bukti pemeriksaan dan
penyampaian hasil pemeriksaan kepada pihak yang bertanggung jawab. Pemeriksa dapat
mengomunikasikan hal-hal terkait pemeriksaan kepada pemangku kepentingan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

E. PENGEMBANGAN STANDAR PEMERIKSAAN


Pengembangan standar pemeriksaan meliputi prosedur penyusunan standar, revisi standar, dan
interpretasi standar. Pengembangan standar pemeriksaan mempertimbangkan perkembangan
standar di lingkungan profesi secara nasional maupun internasional. Proses pengembangan standar
pemeriksaan mencakup langkah-langkah yang perlu ditempuh secara cermat (due process) agar
dihasilkan standar pemeriksaan yang diterima secara umum. Langkah-langkah tersebut antara lain
konsultasi dengan pemerintah, organisasi profesi di bidang pemeriksaan, dan mempertimbangkan
standar pemeriksaan internasional.

Penyusunan standar pemeriksaan dilakukan berdasarkan acuan kerangka konseptual ini.


Langkah-langkah penyusunan standar pemeriksaan meliputi pengidentifikasian topik atau masalah,
riset terbatas, penulisan draft standar, peluncuran exposure draft standar, dengar pendapat
exposure draft standar, pembahasan tanggapan dan masukan atas exposure draft standar,
konsultasi draft standar dengan Pemerintah, dan finalisasi serta penetapan standar. Revisi standar
pemeriksaan dapat berupa revisi mayor dan revisi minor atas standar pemeriksaan. Revisi mayor
adalah penambahan, pengurangan, atau perubahan menyeluruh suatu subbab di dalam pernyataan
standar pemeriksaan, sedangkan revisi minor adalah penambahan, pengurangan, atau perubahan
istilah penting, kalimat dan/atau paragraf dalam suatu subbab pernyataan standar pemeriksaan.

15
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

Interpretasi standar pemeriksaan adalah penjelasan, klarifikasi, dan uraian lebih lanjut atas standar
pemeriksaan. Pengaturan atas pengembangan standar pemeriksaan ditetapkan lebih lanjut oleh
BPK. Peninjauan kembali standar pemeriksaan perlu dilakukan dalam hal terjadi perubahan dalam
lingkungan pemeriksaan keuangan negara.

F. HUBUNGAN KERANGKA KONSEPTUAL, PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN, STANDAR


PEMERIKSAAN, DAN KETENTUAN LAIN
Kerangka Konseptual ini tidak menggantikan ketentuan peraturan perundang-undangan di
Indonesia. Kerangka Konseptual tidak menetapkan ketentuan dan prosedur pemeriksaan.
Ketentuan dan prosedur tersebut akan diatur dalam standar pemeriksaan yang dikembangkan
dengan mengacu pada Kerangka Konseptual ini dan tidak bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundangundangan. Selain standar pemeriksaan, BPK juga menerbitkan kode etik,
standar pengendalian mutu, ketentuan penggunaan pemeriksa dari luar BPK, ketentuan tentang
pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK, dan ketentuan-ketentuan lain. Sebagai
penjabaran dari standar pemeriksaan, BPK menerbitkan petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknis
pemeriksaan, pedoman manajemen pemeriksaan, dan ketentuan lain yang bersifat penjabaran.
Peninjauan kembali Kerangka Konseptual perlu dilakukan dalam hal terjadi perubahan dalam
lingkungan pemeriksaan keuangan negara.

16
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

BAB III
STANDAR UMUM
PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA

Tujuan Pembelajaran:
Setelah mempelajari bab ini Anda diharapkan dapat
memahami Standar Umum Pemeriksaan Keuangan Negara

Indikator keberhasilan pembelajaran :


1. Mampu menjelaskan Etika dan Nilai-nilai Pemeriksa
2. Mampu menjelaskan Cakupan Kompetensi Pemeriksa
3. Mampu menjelaskan pertimbangan,
4. ketidakpatuhan, kecurangan dan ketidakpatutan
5. menjelaskan komunikasi pemeriksaan
6. dan dokumen pemeriksaan

17
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

A. PENDAHULUAN
Standar pemeriksaan merupakan hal yang mendasar bagi terwujudnya kredibilitas, kualitas dan
profesionalisme pemeriksaan di lingkup keuangan negara. SPKN yang dikembangkan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPKRI) mengatur penugasan pemeriksaan dan mencakup
prinsip-prinsip profesional dengan tujuan untuk mendukung pelaksanaan pemeriksaan yang
independensi dan efektif.
Tujuan pemeriksa dalam melaksanakan Standar Umum adalah sebagai dasar untuk dapat
menerapkan standar pelaksanaan dan standar pelaporan secara efektif. Dengan demikian, standar
umum ini harus diikuti oleh BPK dan semua Pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan
berdasarkan Standar Pemeriksaan.

B. KETENTUAN
Standar umum ini mengatur antara lain:
1. Etika;
2. Independensi, integritas, dan profesionalisme;
3. pengendalian mutu;
4. kompetensi;
5. pertimbangan ketidakpatuhan, kecurangan, dan ketidakpatutan;
6. komunikasi pemeriksaan; dan dokumentasi pemeriksaan dalam pelaksanaan dan pelaporan
hasil pemeriksaan;
7. hubungan dengan standar profesi yang digunakan oleh akuntan publik; serta
8. kewajiban Aparat Pengawasan Intern Pemerintah dan akuntan publik dalam pemeriksaan
keuangan negara.

1. Etika
Etika mencerminkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip menyeluruh yang harus menjadi panduan
keseharian bagi Anggota BPK dan Pemeriksa. Etika merupakan elemen penting nilai
akuntabilitas dan harapan publik kepada BPK dan Pemeriksa dalam melaksanakan
pemeriksaan. Independensi, kewenangan dan tanggung jawab pemeriksa menuntut
pemenuhan etika yang ketat.
2. Independensi, Integritas, dan Profesionalisme
Independensi, Integritas, dan Profesionalisme merupakan nilai-nilai BPKRI. Nilai-nilai
tersebut diadopsi oleh organisasi BPK sedunia (International Association of Supreme Audit
Institution/INTOSAI) berdasarkan Deklarasi Lima. Deklarasi tersebut disepakati secara

18
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

aklamasi pada Pertemuan IX INCOSAI di Lima (Peru) bulan Oktober 1977. Nilai-nilai tersebut
mencakup seluruh tujuan dan permasalahan terkait pemeriksaan keuangan negara.
Pemeriksa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya harus mematuhi nilai-nilai dasar
tersebut. BPK perlu memperhatikan gangguan pribadi terhadap independensi pemeriksanya.
Gangguan pribadi yang disebabkan oleh suatu hubungan dan pandangan pribadi mungkin
mengakibatkan Pemeriksa membatasi lingkup pertanyaan dan pengungkapan atau
melemahkan temuan dalam segala bentuknya. Pemeriksa bertanggung jawab untuk
memberitahukan kepada pejabat yang berwenang di BPK apabila memiliki gangguan pribadi
terhadap independensi. Gangguan pribadi dari pemeriksa secara individu antara lain:
a. memiliki hubungan pertalian darah ke atas, ke bawah, atau semenda sampai dengan
derajat kedua dengan jajaran manajemen entitas atau program yang diperiksa;
b. memiliki kepentingan keuangan baik secara langsung maupun tidak langsung pada entitas
atau program yang diperiksa;
c. pernah bekerja atau memberikan jasa kepada entitas atau program yang diperiksa dalam
kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir;
d. mempunyai hubungan kerja sama dengan entitas atau program yang diperiksa; serta
e. terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan objek pemeriksaan,
seperti memberikan asistensi, jasa konsultasi, pengembangan sistem, menyusun dan/atau
mereviu laporan keuangan entitas atau program yang diperiksa.
Integritas antara lain diwujudkan dalam sikap jujur, objektif, dan tegas dalam menerapkan
prinsip, nilai, dan keputusan. Gangguan terhadap integritas meliputi antara lain:
a. meminta dan/atau menerima uang, barang, dan/atau fasilitas lainnya baik langsung
maupun tidak langsung dari pihak yang terkait dengan pemeriksaan;
b. menghambat pelaksanaan tugas pemeriksaan untuk kepentingan pribadi, seseorang,
dan/atau golongan;
c. memaksakan kehendak pribadi kepada pihak yang diperiksa; dan
d. mengubah temuan atau memerintahkan untuk mengubah temuan pemeriksaan, opini,
kesimpulan, dan rekomendasi hasil pemeriksaan yang tidak sesuai fakta dan/atau bukti-
bukti dalam Pemeriksaan.
Pemeriksa harus menggunakan kemahiran profesional secara cermat dan seksama,
skeptisisme profesional, dan pertimbangan profesional di seluruh proses pemeriksaan.
Pemeriksa harus menggunakan kemahiran profesional secara cermat dan seksama dalam
menentukan jenis pemeriksaan yang akan dilaksanakan, menentukan lingkup pemeriksaan,
memilih metodologi, menentukan jenis dan jumlah bukti yang akan dikumpulkan, atau dalam

19
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

memilih pengujian dan prosedur untuk melaksanakan pemeriksaan, serta dalam melakukan
penilaian dan pelaporan hasil pemeriksaan.
Pemeriksa harus merencanakan, melaksanakan, dan melaporkan pemeriksaan dengan sikap
skeptisisme profesional. Pemeriksa mengakui bahwa keadaan tertentu dapat menyebabkan hal
pokok menyimpang dari kriteria. Sikap skeptisisme profesional berarti Pemeriksa membuat
penilaian kritis dengan pikiran yang selalu mempertanyakan kecukupan dan ketepatan bukti
yang diperoleh selama pemeriksaan.
Pemeriksa harus menggunakan skeptisisme profesional dalam menilai risiko terjadinya
kecurangan yang secara signifikan untuk menentukan faktor-faktor atau risiko-risiko yang
secara signifikan dapat mempengaruhi pekerjaan pemeriksa apabila kecurangan terjadi atau
mungkin telah terjadi. Pemeriksa harus menggunakan skeptisisme profesional terhadap hal-hal,
antara lain, sebagai berikut:
(1) bukti pemeriksaan yang bertentangan dengan bukti pemeriksaan lain yang diperoleh;
(2) informasi yang menimbulkan pertanyaan tentang keandalan dokumen dan tanggapan
terhadap permintaan keterangan yang digunakan sebagai bukti pemeriksaan;
(3) keadaan yang mengindikasikan adanya kecurangan dan/atau ketidakpatutan; dan
(4) kondisi yang memungkinkan perlunya prosedur pemeriksaan tambahan selain prosedur
yang dipersyaratkan dalam pedoman pemeriksaan.
Pemeriksa harus menggunakan pertimbangan profesional dalam membuat keputusan tentang:
a. hal pokok/informasi hal pokok;
b. kriteria yang sesuai;
c. pihak-pihak yang terkait pemeriksaan;
d. tingkat keyakinan;
e. lingkup pemeriksaan;
f. risiko pemeriksaan;
g. prosedur pemeriksaan yang akan digunakan terkait dengan risiko pemeriksaan; dan
h. materialitas.
Pemeriksa juga harus menggunakan pertimbangan profesional dalam mengevaluasi
kecukupan dan ketepatan bukti pemeriksaan yang diperoleh, dan langkah-langkah untuk
mencapai tujuan keseluruhan pemeriksaan telah dilakukan. Pemeriksa harus menggunakan
pertimbangan profesional dalam membuat kesimpulan berdasarkan bukti pemeriksaan yang
diperoleh.

20
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

C. Pengendalian Mutu
Salah satu tantangan besar yang dihadapi BPK adalah bagaimana BPK dapat menyerahkan hasil
pemeriksaan yang berkualitas secara konsisten. Kualitas hasil pemeriksaan mempengaruhi reputasi
dan kredibilitas BPK dalam memenuhi mandatnya.
BPK harus menetapkan suatu standar pengendalian mutu untuk menjamin kualitas hasil
pemeriksaannya. Dalam menerapkan standar pengendalian mutu, BPK harus menetapkan dan
mengembangkan sistem pengendalian mutu untuk memastikan agar Pemeriksaan sesuai dengan
standar pemeriksaan dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sistem pengendalian mutu
terdiri dari prosedur dan kebijakan untuk memastikan pemerolehan hasil pemeriksaan yang
bermutu tinggi sesuai dengan standar pemeriksaan dan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Pemeriksa harus menerapkan sistem pengendalian mutu pada saat penugasan untuk
memberikan keyakinan memadai bahwa Pemeriksaan sesuai dengan standar pemeriksaan dan
ketentuan peraturan perundang-undangan, dan LHP adalah tepat sesuai dengan kondisinya.

D. Kompetensi
Pemeriksa secara kolektif harus memiliki kompetensi profesional yang memadai untuk
melaksanakan tugas pemeriksaan. Kompetensi profesional tersebut dibuktikan dengan sertifikat
profesional yang diterbitkan oleh lembaga yang berwenang atau dokumen lainnya yang
menyatakan keahlian. Kompetensi profesional mencakup pendidikan dan pengalaman.
Kompetensi profesional tidak hanya diukur secara kuantitatif dengan berapa lama pengalaman
pemeriksaan, karena hal tersebut tidak dapat menggambarkan secara akurat jenis pengalaman
yang dimiliki pemeriksa. Elemen terpenting bagi Pemeriksa adalah mempertahankan kecakapan
profesional melalui komitmen untuk belajar dan pengembangan dalam seluruh kehidupan
profesional pemeriksa.
Pemeriksa yang ditugaskan untuk melaksanakan Pemeriksaan menurut standar pemeriksaan
harus secara kolektif memiliki kompetensi:
a. latar belakang pendidikan, keahlian dan pengalaman, serta pengetahuan tentang standar
pemeriksaan yang dapat diterapkan terhadap jenis pemeriksaan yang ditugaskan;
b. pengetahuan umum tentang lingkungan entitas, program, dan kegiatan yang diperiksa
(objek pemeriksaan);
c. keterampilan berkomunikasi secara jelas dan efektif, baik secara lisan maupun tulisan; dan
d. keterampilan yang memerlukan pengetahuan khusus dalam bidang tertentu sesuai dengan
pemeriksaan yang dilaksanakan.

21
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

Selanjutnya, BPK harus menentukan kompetensi yang dibutuhkan untuk memastikan Pemeriksa
memiliki keahlian yang sesuai untuk melakukan penugasan pemeriksaan. Pemeriksa juga
diwajibkan memelihara kompetensinya melalui pendidikan profesional berkelanjutan paling
singkat 80 (delapan puluh) jam dalam 2 (dua) tahun.
Penggunaan Tenaga Ahli dan Tenaga Pemeriksa di Luar BPK
BPK dapat menggunakan tenaga ahli yang kompeten. Tenaga ahli dapat digunakan untuk
memberikan saran kepada Pemeriksa maupun menjadi bagian dari tim Pemeriksa. Dalam
penggunaan tenaga ahli, BPK harus meyakini bahwa tenaga ahli tersebut independen, memenuhi
kualifikasi, kompeten dalam bidangnya, dan harus mendokumentasikan keyakinan tersebut. BPK
dapat menggunakan tenaga pemeriksa di luar BPK dan harus independen dan memiliki kompetensi
yang diperlukan. Kompetensi tenaga pemeriksa di luar BPK dibuktikan dengan sertifikat
profesional yang diterbitkan oleh lembaga yang berwenang atau dokumen lainnya yang
menyatakan keahlian. Dengan demikian, BPK bertanggung jawab untuk memastikan tenaga ahli
dan tenaga pemeriksa di luar BPK yang terlibat dalam proses pemeriksaan memenuhi persyaratan
pendidikan berkelanjutan.

E. Pertimbangan Ketidakpatuhan, Kecurangan dan Ketidakpatutan


Pemeriksa harus merancang pemeriksaan untuk memberikan keyakinan yang memadai guna
mendeteksi ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, kontrak, dan
produk hukum lainnya yang berpengaruh langsung dan material terhadap hal pokok/informasi hal
pokok yang diperiksa. Pengaruh langsung dan material dapat berupa:
a. hal yang menyebabkan salah saji dalam laporan keuangan;
b. hal yang menyebabkan penyimpangan kinerja terkait aspek ekonomis,efisiensi, dan
efektivitas;
c. hal yang menyebabkan kekurangan penerimaan dan penyimpangan administrasi
d. hal yang menyebabkan potensi kerugian negara/daerah dan/atau kerugian keuangan
negara/daerah.
Pemeriksa harus mengindentifikasi faktor risiko kecurangan dan menilai risiko adanya
ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang disebabkan oleh
kecurangan (fraud) dan/atau ketidakpatutan (abuse). Risiko tersebut harus dianggap sebagai risiko
yang signifikan (significant risks). Oleh karena itu, Pemeriksa harus memperoleh pemahaman
tentang pengendalian yang terkait dengan risiko tersebut.
Pemeriksa hanya berkepentingan terhadap indikasi awal kecurangan yang menimbulkan
dampak material terhadap opini ataupun kesimpulan. Walau Pemeriksa menemukan indikasi awal

22
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

kecurangan, Pemeriksa tidak berwenang untuk menyatakan kecurangan telah terjadi karena istilah
kecurangan merupakan ranah hukum. Apabila terdapat risiko ketidakpatuhan terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berindikasi kecurangan dan ketidakpatutan yang secara
signifikan memengaruhi hal pokok/informasi hal pokok yang diperiksa, Pemeriksa harus
memodifikasi prosedur untuk mengidentifikasi terjadinya kecurangan dan/atau ketidakpatutan.
Selanjutnya, Pemeriksa harus menentukan dampaknya terhadap hal pokok/informasi hal pokok
yang diperiksa.
Pemeriksa harus mengungkapkan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berindikasi kecurangan, ketidakpatutan, dan/atau kerugian negara/daerah, serta
ketidakpatuhan yang berpengaruh langsung dan material terhadap hal pokok/informasi hal pokok
yang diperiksa sesuai ketentuan.
PDTT dalam bentuk pemeriksaan investigatif hanya dilakukan ketika terdapat predikasi yang
memadai. Predikasi dapat berasal dari temuan pemeriksaan selain PDTT dalam bentuk pemeriksaan
investigatif, informasi pihak internal maupun eksternal BPK. Temuan atau informasi tersebut harus
diuji kelayakannya sebelum bisa diterima sebagai predikasi.

F. Komunikasi Pemeriksaan
Pemeriksa harus membangun komunikasi yang efisien dan efektif di seluruh proses
pemeriksaan, supaya proses pemeriksaan berjalan dengan lancar dan hasil pemeriksaan dapat
dimengerti dan ditindaklanjuti oleh pihak yang bertanggung jawab dan/atau pemangku
kepentingan terkait. Pemeriksa mengomunikasikan hal-hal yang terkait dengan proses
pemeriksaan, antara lain tujuan pemeriksaan, lingkup pemeriksaan, waktu pemeriksaan, kriteria
pemeriksaan, temuan pemeriksaan, dan kesulitan atau batasan yang ditemui saat pemeriksaan.
Khusus PDTT dalam bentuk pemeriksaan investigatif, Pemeriksa dapat membatasi komunikasi
tentang hal-hal yang terkait dengan proses pemeriksaan.
Pemeriksa harus menggunakan pertimbangan profesional untuk menentukan bentuk, isi, dan
intensitas komunikasi. Apabila ada penghentian pemeriksaan, Pemeriksa harus memberikan
penjelasan secara tertulis kepada pejabat yang memberikan penugasan. BPK harus
mengomunikasikan secara tertulis alasan penghentian pemeriksaan kepada entitas yang diperiksa,
entitas yang meminta dilakukan pemeriksaan, lembaga perwakilan, dan/atau instansi penegak
hukum.

23
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

G. Dokumentasi Pemeriksaan
Pemeriksa harus menyusun dokumentasi pemeriksaan yang memadai secara tepat waktu pada
seluruh tahapan pemeriksaan. Di sisi lain, Pemeriksa juga wajib memberikan pemahaman yang jelas
atas prosedur pemeriksaan yang dilakukan, pertimbangan profesional, bukti yang diperoleh, dan
kesimpulan yang dibuat. Pemeriksa harus menyusun dokumentasi pemeriksaan guna memberikan
informasi yang jelas dan memadai. Melalui dokumentasi tersebut, Pemeriksa lain yang tidak
memiliki latar belakang pengetahuan atas pemeriksaan tersebut dapat memahami sifat, waktu,
lingkup, dan hasil dari prosedur pemeriksaan yang dilaksanakan, bukti yang diperoleh dalam
mendukung temuan, kesimpulan, dan rekomendasi pemeriksaan, serta alasan dibalik semua hal
signifikan yang dibutuhkan dalam mengambil pertimbangan profesional dan kesimpulan terkait.
BPK harus mengembangkan sistem dokumentasi pemeriksaan yang efisien dan efektif sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

H. Hubungan dengan Standar Profesi yang Digunakan oleh Akuntan Publik


Dalam pemeriksaan keuangan, Standar Pemeriksaan ini memberlakukan standar audit yang
dimuat dalam SPAP yang ditetapkan oleh asosiasi profesi akuntan publik, sepanjang tidak diatur
lain dalam Standar Pemeriksaan ini.

I. Kewajiban Aparat Pengawasan Intern Pemerintah dan Akuntan Publik dalam Pemeriksaan
Keuangan Negara
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah yang melaksanakan audit kinerja dan audit dengan
tujuan tertentu, dan akuntan publik yang memeriksa keuangan negara berdasarkan ketentuan
undang-undang wajib melaksanakan seluruh ketentuan yang relevan dalam Standar Pemeriksaan
ini.

24
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

BAB IV

STANDAR PELAKSANAAN
PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA

Tujuan Pembelajaran:
Setelah mempelajari bab ini Anda diharapkan dapat
memahami Standar Umum Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan Negara

Indikator keberhasilan pembelajaran :


1. menjelaskan ketentuan Perencanaan Pemeriksaan
2. menjelaskan hubungan Pemeriksaan BPK dengan Perencanaan
Strategis
3. menjelaskan Perencanaan Penugasan
4. menjelaskan Pemerolehan Bukti
5. menjelaskan Pengembangan Temuan
6. menjelaskan Supervisi dalam Pemeriksaan

25
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

A. PENDAHULUAN
1. Ruang Lingkup
Standar pelaksanaan pemeriksaan keuangan negara mengatur tanggung jawab
Pemeriksa dalam melaksanakan Pemeriksaan yang mencakup perencanaan,
pengumpulan bukti pemeriksaan, pengembangan temuan pemeriksaan, dan supervisi.
Perencanaan berkaitan dengan tanggung jawab Pemeriksa dalam menghubungkan
topik pemeriksaan yang akan dilakukan dengan perencanaan strategis BPK dan
menyusun perencanaan untuk setiap penugasan pemeriksaan. Pengumpulan bukti
berkaitan dengan tanggung jawab Pemeriksa dalam merancang dan melaksanakan
prosedur pemeriksaan untuk memperoleh bukti pemeriksaan yang cukup dan tepat,
mendukung penarikan kesimpulan yang akurat, sesuai karakteristik yang harus dimiliki
oleh bukti pemeriksaan dalam suatu pemeriksaan. Pengembangan temuan
pemeriksaan berkaitan dengan tanggung jawab pemeriksa dalam mengembangkan
temuan pemeriksaan berdasarkan bukti pemeriksaan yang diperoleh. Supervisi
berkaitan dengan tanggung jawab Pemeriksa dalam memberikan arahan dan panduan
kepada Pemeriksa selama pemeriksaan untuk memastikan pencapaian tujuan
pemeriksaan dan pemenuhan standar pemeriksaan.

2. Tujuan
Tujuan Pemeriksa dalam menerapkan standar ini adalah untuk:
a. merencanakan pemeriksaan yang berkualitas agar dapat dilaksanakan secara efisien
dan efektif; dan
b. merancang dan melaksanakan prosedur pemeriksaan untuk memperoleh bukti yang
cukup dan tepat.

B. PERENCANAAN
BPK dan Pemeriksa harus merencanakan pemeriksaan dengan sebaik-baiknya. Dalam
tataran nasional, BPK harus terlebih dahulu menyusun sebuah perencanaan strategis
(renstra) yang sejalan dengan program-program utama pemerintah untuk memastikan
bahwa program-program tersebut berjalan sesuai dengan ketentuan dan dapat memberikan
value pada kesejahteraan masayarakat. Renstra yang telah disusun BPK kemudian akan

26
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

diturunkan menjadi rencana pemeriksaan pada masing-masing unit pemeriksaan di BPK


(terutama untuk hal pokok dalam pemeriksaan kinerja dan PDTT). Renstra menjadi arah
strategis pada penyusunan rencana pemeriksaan tahunan BPK, termasuk dalam
mendefinisikan harapan penugasan dan tujuan pemeriksaan.

Perencanaan Penugasan
Perencanaan menjadi hal yang sangat krusial dalam setiap penugasan pemeriksaan.
Perencanaan yang matang akan berkontribusi besar terhadap kesuksesan pemeriksaan.
Tujuan utama Pemeriksa melakukan perencanaan adalah untuk menekan risiko pemeriksaan
ke tingkat yang dapat diterima, sehingga pada akhirnya pemeriksa tidak salah dalam
memberikan opini/ kesimpulan. Beberapa konsep penting terkait rencana pemeriksaan
adalah:
• Penentuan tujuan pemeriksaan. Pada setiap akhir pemeriksaan, Pemeriksa harus
mampu menjawab tujuan pemeriksaan. Pemeriksa harus memperhatikan apabila
tujuan pemeriksaan adalah menilai kepatuhan, maka pemeriksa harus mampu
menjawab apakah secara keseluruhan hal pokok/ informasi hal pokok yang diperiksa
telah patuh terhadap ketentuan. Begitu juga pada pemeriksaan kinerja, pemeriksa
harus mampu memberikan kesimpulan apakah hal pokok/ informasi hal pokok yang
diperiksa telah memenuhi aspek 3E. Seandainya tidak, Pemeriksa harus mampu
mengungkapkan root cause yang menyebabkan aspek 3E tersebut tidak tercapai
serta apa yang menjadi rekomendasi pemeriksa untuk menghilangkan penyebab
tersebut.
• Kejelasan setiap penugasan pemeriksaan yang dilakukan. Informasi yang perlu
diperoleh antara lain hal pokok/informasi hal pokok yang akan diperiksa, lingkup dan
tujuan pemeriksaan, akses terhadap data yang dibutuhkan, laporan yang akan
dihasilkan, proses pemeriksaan, pihak yang dapat dihubungi selama pemeriksaan,
dan peran, serta tanggung jawab seluruh pihak yang terkait dengan pemeriksaan
• Pemahaman atas entitas dan/atau hal pokok/ informasi hal pokok yang diperiksa yang
diperlukan untuk mengidentifikasi permasalahan, menentukan materialitas, risiko,
jenis dan sumber bukti, serta auditabilitas. Sumber pemahaman entitas antara lain:

27
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

a. pengetahuan yang telah dimiliki Pemeriksa atas entitas dan/atau hal pokok/
informasi hal pokok yang diperiksa
b. hasil pengumpulan informasi yang dilakukan selama pemeriksaan.
c. hasil pemeriksaan sebelumnya, termasuk di dalamnya adalah hasil pemahaman
atas pengendalian intern, penilaian risiko, serta temuan pemeriksaan.
Pengendalian intern memegang peranan yang penting dalam upaya entitas
mencapai tujuannya, oleh karena itu pemahaman Pemeriksa atas pengendalian
intern adalah hal yang mutlak diperlukan untuk dapat mencapai tujuan
pemeriksaan.
• Penilaian Risiko. Penilaian risiko dilakukan dengan tahapan-tahapan berikut:
a. Pemahaman yang memadai atas pengendalian intern dengan menggunakan
pertimbangan profesional. Pemahaman atas pengendalian intern mencakup
kondisi pengendalian intern yang relevan baik dari sisi waktu maupun
substansi dengan pemeriksaan atau yang sifatnya material terhadap hal
pokok/informasi hal pokok. Pertimbangan profesional digunakan untuk
menentukan apakah suatu pengendalian secara individual atau bersama-sama
dengan yang lain merupakan hal yang relevan dengan pemeriksaan atau
sifatnya material terhadap hal pokok/informasi hal pokok.
Risiko kecurangan dan ketidakpatutan harus menjadi perhatian bagi
Pemeriksa ketika melakukan penilaian terhadap pengendalian intern. Salah
satu ciri utama dari pemeriksaan di sektor publik yang membedakannya
dengan pemeriksaan di sektor privat adalah kentalnya unsur kepatuhan
terhadap peraturan perundangan.
Ekspektasi publik terhadap besihnya pemerintah dari segala kecurangan juga
menempatkan risiko ini menjadi perhatian utama bagi masyarakat. Efektivitas
pengendalian intern yang relevan dengan pemeriksaan dapat memengaruhi
risiko pemeriksaan.
b. Menilai dan merespon risiko pemeriksaan dengan menggunakan
pertimbangan profesional. Penilaian risiko dilakukan Pemeriksa dengan
mempertimbangkan risiko bawaan (inherent risk), risiko pengendalian
(control risk), dan risiko deteksi (detection risk). Selain itu pemeriksa juga

28
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

harus memastikan bahwa pengendalian intern yang ada di entitas memang


benar dilakukan dan efektif mencegah risiko yang teridentifikasi.
c. Memutakhirkan penilaian risiko di sepanjang proses pemeriksaan dengan
menggunakan pertimbangan profesional. Penilaian risiko bersifat dinamis dan
selalu diperbaharui seiring dengan informasi atau fakta yang diperoleh
pemeriksa selama proses pemeriksaan. Pemeriksa dapat merespon risiko
pemeriksaannya dengan memodifikasi sifat, waktu, atau lingkup prosedur
pemeriksaan sesuai dengan penilaian risiko. Sepanjang dibutuhkan pemeriksa
perlu untuk melaksanakan prsedur-prosedur untuk memperoleh bukti yang
layak atas risiko kecurangan yang muncul.
• Identifikasi kriteria. Pemeriksa harus menetapkan kriteria yang tepat sebagai dasar
untuk menilai hal pokok atau informasi hal pokok yang diperiksa. Penetapan kriteria
dipengaruhi oleh hal pokok/informasi hal pokok yang diperiksa dan tujuan
pemeriksaan. Kriteria dalam pemeriksaan keuangan berbentuk formal, yaitu standar
akuntansi yang merupakan kerangka pelaporan keuangan yang digunakan oleh
penyusun laporan keuangan. Dalam pemeriksaan kinerja, apabila tidak tersedia
sumber kriteria formal yang sesuai dengan rancangan tujuan pemeriksaan,
Pemeriksa dapat mengembangkan kriteria pemeriksaan berdasarkan pada sumber
tertentu dan diungkapkan secara transparan. Dalam pemeriksaan kinerja dan PDTT
dengan bentuk pemeriksaan kepatuhan, apabila Pemeriksa mengidentifikasi adanya
pertentangan antara beberapa sumber kriteria yang digunakan, Pemeriksa harus
menganalisis konsekuensi dari adanya pertentangan tersebut, dan meresponsnya
dengan melakukan beberapa hal berikut:
a. memodifikasi tujuan pemeriksaan atau hal pokok/informasi hal pokok yang
akan diperiksa;
b. memutuskan untuk tidak melakukan penilaian atas hal pokok/informasi hal
pokok; atau
c. melibatkan para ahli untuk memperoleh pandangan atas adanya
pertentangan beberapa sumber kriteria.

29
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

Apabila berdasarkan pertimbangan profesional Pemeriksa memutuskan untuk


memilih salah satu sumber kriteria, Pemeriksa harus mengungkapkan adanya
pertentangan sumber kriteria dan alasan pemilihan sumber kriteria tertentu dalam
LHP. Pemeriksa dapat memberikan pertimbangan kepada pemerintah atas isu
pertentangan sumber kriteria.
• Pertimbangan materialitas. Materialitas diterapkan dan terus dimutakhirkan pada
seluruh tahapan proses pemeriksaan berdasarkan penilaian risiko Pemeriksa.
Sesuatu dapat dinilai material jika pengetahuan mengenai hal tersebut mungkin akan
memengaruhi pengambilan keputusan oleh pengguna LHP. Materialitas meliputi
aspek kuantitatif dan kualitatif. Pertimbangan materialitas memengaruhi keputusan
mengenai sifat, waktu, dan luas prosedur pemeriksaan dan evaluasi hasil
pemeriksaan. Material secara kuantitaif berartii nilai suatu akun cukup signifikan
terhadap keseluruhan hal pokok/ informasi hal pokok yang diperiksa. Namun
demikian, apabila suatu akun secara nilai tidak material, namun berdasarkan penilaian
risiko pemeriksa akun tersebut berisiko tinggi terhadap kecurangan maka akun
tersebut menjadi material secara kualitatif.
Khusus pemeriksaan kinerja dan PDTT dalam bentuk pemeriksaan kepatuhan,
materialitas juga dipertimbangkan dalam penentuan topik dan kriteria pemeriksaan.
Hal-hal yang menjadi pertimbangan profesional dalam menentukan tingkat
materialitas antara lain kebutuhan pengguna LHP, misalnya perhatian dari para
pemangku kepentingan, kepentingan umum, dan dampak bagi masyarakat;
karakteristik bawaan pada suatu hal atau sekelompok hal; konteks keterjadian suatu
hal; dan persyaratan perundang-undangan.
• Pertimbangan atas going concern. Dalam pemeriksaan keuangan, Pemeriksa harus
mempertimbangkan kelangsungan usaha (going concern) dan peristiwa yang terjadi
antara tanggal laporan keuangan dan tanggal LHP. Oleh karena itu, Pemeriksa harus
memperoleh bukti pemeriksaan yang cukup dan tepat untuk mengetahui adanya
peristiwa atau kondisi yang dapat menimbulkan keraguan yang signifikan terhadap
kemampuan entitas yang diperiksa terkait kelangsungan usaha (going concern), serta
peristiwa yang terjadi antara tanggal laporan keuangan dan tanggal LHP yang
memerlukan penyesuaian atau pengungkapan dalam laporan keuangan yang telah
diidentifikasi. Pemeriksa harus memutakhirkan rencana pemeriksaan apabila

30
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

diperlukan selama proses pelaksanaan pemeriksaan. Terkait dengan pemeriksaan di


Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Pusat maupun Daerah isu going concern tidak
menjadi perhatian utama. karena pada dasarnya tidak ada Kementerian Lembaga/
Pemerintah Pusat maupun Daerah yang dituntut pailit karena tidak mampu
beroperasi. Risiko terbesar yang dihadapi entitas publik lebih kepada kepatuhan
terhadap peraturan dan perundang-undangan.

C. PEMEROLEHAN BUKTI
Pemeriksa harus merancang dan melaksanakan prosedur pemeriksaan yang tepat untuk
memperoleh bukti pemeriksaan yang cukup dan tepat. Kecukupan terkait dengan jumlah
bukti yang dikumpulkan, sedangkan ketepatan terkait dengan kualitas bukti (relevan, valid,
dan andal). Jumlah bukti yang cukup dipengaruhi oleh risiko pemeriksaan dan kualitas bukti.
Kedua parameter tersebut saling terkait, namun kuantitas bukti yang banyak tidak serta
merta akan mengkompensasi kualitas bukti yang buruk.
Relevan
Relevansi bukti terkait dengan kesesuaian bukti untuk menjawab tujuan.

Valid
Pemeriksa harus menggunakan skeptisisme profesionalnya untuk memperoleh bukti
apakah hal pokok/ informasi hal pokok yang diperiksa bebas dari salah saji material/ patuh/
memenuhi aspek 3E. Skeptisisme profesional berarti suatu sikap kewasapadaan terhadap
validitas bukti yang diperoleh serta waspada apabila Pemeriksa menemukan bukti-bukti
yang kontradiktif satu sama lain, atau dengan apa yang direpresentasikan manajemen (hal
ini juga terkait dengan adanya indikasi kecurangan yang diidentifikasi pada tahapan
sebelumnya). Keyakinan pemeriksa diperoleh dari konsistensi bukti dari berbagai sumber.
Pemeriksa harus melaksanakan prosedur alternatif tambahan apabila menemukan adanya
inkonsistensi bukti. Validitas bukti juga akan terkait dengan keaslian bukti (otentikasi).
Walaupun pemeriksa tidak memiliki keahlian untuk menilai otentikasi bukti, namun apabila
Pemeriksa memiliki dugaan bahwa bukti yang disampaikan tidak otentik, maka Pemeriksa
harus melakukan pendalaman atas hal tersebut. Contoh terkait dengan pemeriksaan biaya
perjalanan dinas, berdasarkan dokumen bukti yang disampaikan nilai biaya perjalanan dinas

31
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

tidak sama dengan hasil konfirmasi Pemeriksa ke maskapai. Fakta tersebut menunjukan
adanya indikasi kecurangan. Hal tersebut perlu didalami oleh Pemeriksa misalnya dengan
menambah jumlah sampel untuk melihat apakah indikasi kecurangan tersebut hanya terjadi
pada sample tertentu atau meluas di seluruh perjalanan dinas. Perluasan prosedur seperti
ini merupakan salah satu contoh karakteristik pemeriksaan di sektor publik yang berbeda
dengan sektor privat dimana unsur kepatuhan sangat kental dan melekat di setiap
pemeriksaan.

Andal
Keandalan bukti dipengaruhi oleh sumber perolehan, dan kondisi pada saat bukti
diperoleh. Beberapa hal berikut dapat dijadikan parameter keandalan bukti (namun tidak
menutup kemungkinan adanya kondisi tertentu yang menyebabkan keandalan tersebut
berkurang):
a. Bukti eksternal lebih andal daripada internal
b. Bukti internal lebih andala apabila dihasilkan melalui pengendalian intern yang efektif
c. Bukti yang diperoleh pemeriksa secara langsung lebih andal daripada yang diperoleh
tidak langsung
d. Bukti dokumen lebih dapat diandalkan daripada lisan
e. Bukti asli lebih dapat diandalkan daripada copy
Metode yang dapat digunakan untuk pengumpulan bukti adalah:
(1) Inspeksi
(2) Observasi
(3) Permintaan keterangan
(4) Konfirmasi
(5) Rekalkulasi
(6) Prosedur analitis
(7) Teknik lainnya
Uji Petik
Pemeriksa dapat memperoleh bukti dengan menggunakan uji petik pemeriksaan untuk
memberikan dasar yang memadai bagi Pemeriksa untuk menarik kesimpulan. Pemilihan uji
petik dilakukan dengan menggunakan pertimbangan materialitas baik secara kuantitatif
maupun kualitatif.

32
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

D. PENGEMBANGAN TEMUAN
Pemeriksa harus mengembangkan temuan pemeriksaan apabila menemukan
ketidaksesuaian antara kondisi dan kriteria. Pemeriksa harus mempertimbangkan unsur
temuan yang terdiri dari kondisi, kriteria, akibat, dan sebab dalam mengembangkan temuan
pemeriksaan. Namun, unsur yang dibutuhkan untuk sebuah temuan pemeriksaan
bergantung pada tujuan pemeriksaan. Unsur temuan pemeriksaan disebut lengkap
sepanjang tujuan pemeriksaan telah dipenuhi.
Unsur temuan yang wajib ada pada pemeriksaan keuangan dan PDTT adalah kondisi,
kriteria, dan akibat. Sedangkan pada pemeriksaan kinerja unsur temuan yang wajib ada
adalah kondisi, kriteria, akibat, dan sebab. Unsur sebab pada pemeriksaan kinerja menjadi
wajib karena pemeriksaan kinerja akan memberikan rekomendasi untuk perbaikan dengan
menghilangkan unsur sebab utama (root cause) yang mengakibatkan entitas tidak dapat
mencapai aspek 3E. Pada pemeriksaan keuangan dan PDTT Pemeriksa tetap diperbolehkan
untuk menyajikan unsur sebab sepanjang Pemeriksa dapat meyakini bahwa sebab yang
teridentifikasi adalah penyebab utama dari ketidakwajaran penyajian laporan keuangan
atau ketidakpatuhan. Pada dasarnya pencarian sebab utama membutuhkan pendalaman
prosedur dan memakan waktu yang lama. Pemeriksa sebaikanya mempertimbangkan biaya
manfaat dari hal tersebut. Oleh karena itu SPKN telah membuka ruang bahwa unsur sebab
hanya wajib dalam pemeriksaan kinerja. Sedangkan pada pemeriksaan keuangan temuan
juga dapat disampaikan dalam bentuk koreksi atas angka pada laporan keuangan,
kesalahan penyajian, dan kurang pengungkapan.
Temuan pemeriksaan secara jelas mengaitkan tujuan pemeriksaan dengan unsur
temuan. Apabila selama proses pemeriksaan ditemukan ketidakefektifan pengendalian
intern atau ketidakpatuhan, kecurangan, dan/atau ketidakpatutan yang material tetapi
tidak mendukung secara langsung tujuan pemeriksaan, Pemeriksa harus mendiskusikan hal
tersebut secara berjenjang untuk diputuskan apakah akan dilakukan pemeriksaan khusus
yang terkait atau tidak. Apabila Pemeriksa menemukan indikasi awal kecurangan,
Pemeriksa dapat menindaklanjutinya dengan mengusulkan PDTT dalam bentuk
pemeriksaan investigativ melalui Auditorat Utama Investigasi (AUI). Sedangkan LHP tetap
menyajikan temuan tersebut dengan tidak merinci 5W1H (Who, What, When, Where, Why
dan How) atas indikasi kecurangan yang terjadi, namun Pemeriksa harus menilai dampak
dari temuan tersebut terhadap opini/ kesimpulan secara keseluruhan.

33
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

E. SUPERVISI
Pemeriksa harus disupervisi dengan baik. Supervisi dilakukan secara berjenjang dan
dimaksudkan untuk menjamin pencapaian tujuan pemeriksaan dan pencapaian kualitas
pemeriksaan sesuai dengan standar pemeriksaan. Pihak yang melakukan supervisi juga
memfasilitasi kegiatan mentoring dalam tim. Sifat dan luas supervisi, serta review atas hasil
pekerjaan Pemeriksa dapat bervariasi bergantung pada sejumlah faktor, seperti jumlah
personel dalam tim Pemeriksa, pentingnya pekerjaan pemeriksaan, dan pengalaman
Pemeriksa.
Supervisi mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. memantau kemajuan pemeriksaan;
b. mempertimbangkan kompetensi dan kemampuan setiap anggota tim Pemeriksa,
termasuk kecukupan waktu yang diberikan untuk melaksanakan pekerjaannya,
pemahaman atas instruksi yang diberikan, dan kesesuaian pelaksanaan pekerjaan
dengan pendekatan yang telah direncanakan;
c. mengarahkan Pemeriksa ke hal signifikan yang timbul selama pemeriksaan,
mempertimbangkan signifikansi hal tersebut dan memodifikasi pendekatan yang telah
direncanakan dengan tepat; dan
d. mengidentifikasi hal yang perlu dikonsultasikan atau dipertimbangkan oleh anggota tim
pemeriksa yang lebih berpengalaman selama pemeriksaan.

34
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

BAB V
STANDAR PELAPORAN
PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA

Tujuan Pembelajaran:
Setelah mempelajari bab ini Anda diharapkan dapat
memahami Standar Pelaporan Pemeriksaan Keuangan Negara

Indikator keberhasilan pembelajaran :


1. Mampu menjelaskan Keharusan Menyusun Laporan
2. Mampu menjelaskan unsur-unsur LHP
3. Mampu menjelaskan Jenis-jenis Opini BPK dan Model
Pelaporannya
4. Mampu menjelaskan Pelaporan Informasi Rahasia
5. Mampu menjelaskan Pemantauan Tindak Lanjut Hasil
Pemeriksaan

35
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

A. PENDAHULUAN
1. Ruang Lingkup
Standar pelaporan pemeriksaan keuangan negara mengatur kewajiban Pemeriksa
dalam menyusun LHP untuk pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan PDTT. LHP
berfungsi untuk: (1) mengomunikasikan hasil pemeriksaan kepada pihak yang berwenang
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (2) menghindari kesalahpahaman
atas hasil pemeriksaan; (3) membuat hasil pemeriksaan sebagai bahan untuk melakukan
tindakan perbaikan oleh pihak yang bertanggung jawab; dan (4) memudahkan pemantauan
tindak lanjut untuk menentukan pengaruh tindakan perbaikan yang semestinya dilakukan.
2. Tujuan
Penerapan standar pelaporan ini oleh Pemeriksa bertujuan untuk: (a) merumuskan
suatu kesimpulan hasil pemeriksaan berdasarkan evaluasi atas bukti pemeriksaan yang
diperoleh; dan (b) mengomunikasikan hasil pemeriksaan kepada pihak-pihak yang terkait.

B. PELAPORAN PEMERIKSAAN
Keharusan Menyusun Laporan
Pada setiap penugasan pemeriksaan, LHP merupakan output utama yang mengkomunikasikan
kepada pengguna tentang hasil akhir dari keseluruhan proses pemeriksaan. Pemeriksa harus
menyusun LHP secara tertulis yang berisi suatu opini/ kesimpulan tentang hal pokok/ informasi hal
pokok yang diperiksa. Dalam pemeriksaan, Pemeriksa memberikan keyakinan memadai dalam
bentuk kesimpulan positif. Contoh: Kami menyimpulkan bahwa pengendalian intern PT Makmur
Sejahtera efektif, dalam semua hal yang material, sesuai dengan kriteria XYZ. Kesimpulan positif
berarti, setelah pemeriksa melaksanakan prosedur pengumpulan bukti yang memadai (dengan
memperhatikan sifat, saat, dan luas) dan pemeriksa telah memperoleh bukti yang cukup dan tepat
sehingga dapat menekan risiko pemeriksaan ke tingkat yang yang dapat diterima, maka pemeriksa
memberikan keyakinan memadai atas efektivitas pengendalian intern entitas secara
keseluruhan.Karakteristik LHP yang harus dipenui adalah tepat waktu, lengkap, akurat, objektif,
meyakinkan, jelas, dan ringkas.
a. Tepat Waktu
LHP harus tepat waktu agar informasi yang disampaikan bermanfaat secara maksimal.
Laporan yang dibuat dengan hati-hati tetapi terlambat disampaikan, nilainya menjadi kurang
bagi pengguna LHP. Oleh karena itu, Pemeriksa harus merencanakan penerbitan laporan
tersebut secara semestinya dan melakukan pemeriksaan dengan dasar pemikiran tersebut.

36
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

b. Lengkap
LHP harus lengkap memuat semua informasi dari bukti yang dibutuhkan untuk memenuhi
tujuan pemeriksaan. LHP juga harus menyajikan secara memadai detail informasi yang
dibutuhkan agar memberikan pemahaman yang memadai bagi pengguna atas hal yang
diperiksa, temuan, dan kesimpulan pemeriksa.
c. Akurat
LHP harus akurat dalam menyajikan informasi, didukung oleh bukti yang cukup dan tepat.
Laporan yang akurat akan memberikan keyakinan kepada pengguna LHP bahwa hal yang
dilaporkan memiliki kredibilitas dan dapat diandalkan. Satu ketidakakuratan dalam LHP
dapat menimbulkan keraguan atas keandalan seluruh laporan tersebut dan dapat
mengalihkan perhatian pengguna LHP dari substansi laporan tersebut. Apabila terdapat
data yang dapat memengaruhi kesimpulan pemeriksaan yang tidak dapat diuji lebih lanjut
oleh Pemeriksa, Pemeriksa harus secara jelas menunjukkannya dalam LHP.
d. Objektif
LHP harus objektif. Pemeriksa harus menyajikan LHP secara seimbang, tidak memihak serta
sesuai dengan fakta yang ditemui di lapangan.
e. Meyakinkan
LHP harus meyakinkan. Agar meyakinkan, LHP harus menyajikan hubungan logis antara
tujuan pemeriksaan, kriteria, temuan, kesimpulan, dan rekomendasi (bila ada). Informasi
yang disajikan harus cukup meyakinkan pengguna laporan untuk mengakui validitas temuan
tersebut dan manfaat penerapan rekomendasi. Laporan yang disusun dengan cara ini dapat
membantu pihak yang bertanggung jawab untuk memusatkan perhatiannya dalam
melakukan perbaikan sesuai rekomendasi yang diberikan.
f. Jelas
LHP harus jelas yaitu mudah dibaca dan dipahami. Pemeriksa harus menulis laporan dengan
bahasa yang jelas, tidak ambigu, sesederhana mungkin, dan sedapat mungkin menghindari
penggunaan istilah-istilah teknis. Pemeriksa juga harus menyusun LHP dengan logis untuk
memberi kejelasan dan pemahaman bagi pengguna LHP.
g. Ringkas
LHP harus ringkas yaitu tidak memuat informasi yang tidak perlu atau tidak sesuai dengan
tujuan pemeriksaan. Laporan yang menyajikan informasi yang kurang memadai atau
memuat hal-hal yang tidak relevan akan berdampak pada kesalahpahaman pembaca atas
informasi LHP.

37
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

Unsur LHP
LHP harus memenuhi unsur laporan sesuai dengan jenis pemeriksaannya. Unsur LHP antara
lain: (a) pernyataan bahwa pemeriksaan dilaksanakan sesuai dengan standar pemeriksaan; (b)
tujuan, lingkup, metodologi; (c) kesimpulan; (d) temuan pemeriksaan; (e) rekomendasi
pemeriksaan; (f) tanggapan pihak yang bertanggung jawab; dan (g) Penandatanganan LHP.
Berikut adalah penjelasan lebih lnjut atas unsur-unsur LHP.
a. Pernyataan bahwa Pemeriksaan Dilaksanakan Sesuai Dengan Standar Pemeriksaan
Pemeriksa harus menyatakan bahwa pemeriksaan dilakukan sesuai dengan standar
pemeriksaan. Dalam hal Pemeriksa tidak dapat melaksanakan standar pemeriksaan karena
pembatasan lingkup yang material, hal tersebut harus dinyatakan dalam laporan.
b. b. Tujuan, Lingkup, Metodologi
Pemeriksa harus memuat tujuan, lingkup, dan metodologi pemeriksaan secara jelas dalam
LHP. Informasi tersebut penting bagi pengguna LHP agar dapat memahami maksud dan
jenis pemeriksaan, serta memberikan perspektif yang wajar terhadap apa yang dilaporkan.
Tujuan pemeriksaan mengungkapkan hal yang ingin dicapai dari pemeriksaan tersebut.
Lingkup pemeriksaan mencakup pengidentifikasian objek/sasaran pemeriksaan, aspek yang
diperiksa, organisasi, lokasi geografis, dan periode yang dicakup dalam pemeriksaan.
Metodologi menggambarkan seluruh proses pemeriksaan untuk memenuhi tujuan
pemeriksaan. Apabila dalam pemeriksaan digunakan tenaga ahli, penggunaan tenaga ahli
tersebut harus diungkapkan dalam LHP.
c. Kesimpulan
Pemeriksa harus menyusun kesimpulan atas hasil pemeriksaan. Kesimpulan merupakan
jawaban atas pencapaian tujuan pemeriksaan. Pemeriksa memberikan kesimpulan atas
tujuan pemeriksaan. Khusus pemeriksaan keuangan, pemeriksa menyatakan kesimpulan
dalam bentuk opini. Contoh format opini untuk pemeriksaan atas laporan keuangan adalah
sebagaimana tercantum dalam lampiran bab ini. Kesimpulan harus dinyatakan secara jelas
dan meyakinkan. Kekuatan kesimpulan ditentukan oleh bukti yang meyakinkan dan
didukung dengan metodologi yang tepat.
d. Temuan Pemeriksaan
Pemeriksa harus mengungkapkan temuan dalam LHP apabila terdapat ketidaksesuaian
antara kondisi dengan kriteria. Pemeriksa mengungkapkan temuannya dengan unsur-unsur
yang dapat disesuaikan dengan tujuan pemeriksaan.
Temuan pemeriksaan yang mengandung indikasi awal kecurangan disajikan dalam LHP
tanpa menjelaskan secara mendetail dugaan kecurangan tersebut. Namun, Pemeriksa lebih

38
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

menitikberatkan penjelasannya kepada dampak temuan tersebut terhadap hal


pokok/informasi hal pokok sesuai tujuan pemeriksaan.
e. Rekomendasi Pemeriksaan
Rekomendasi pemeriksaan harus bersifat konstruktif dan berguna untuk memperbaiki
kelemahan-kelemahan yang ditemukan dalam pemeriksaan. Rekomendasi hanya diberikan
kepada pihak yang bertanggung jawab. Rekomendasi harus dapat mendorong perbaikan
atas kelemahan yang ditemukan, tetapi tidak melampaui apa yang menjadi batas tanggung
jawabnya. Rekomendasi harus secara jelas menyatakan apa yang harus diperbaiki serta
siapa yang berwenang untuk melaksanakan perbaikan yang direkomendasikan.
Rekomendasi harus disampaikan sejalan dengan tujuan, temuan, dan kesimpulan hasil
pemeriksaan.
Pemeriksa wajib memberikan rekomendasi dalam pemeriksaan kinerja. Dalam pemeriksaan
selain pemeriksaan kinerja, apabila Pemeriksa dapat mengembangkan temuan pemeriksaan
secara memadai, Pemeriksa dapat membuat rekomendasi. Khusus pada PDTT dalam bentuk
pemeriksaan investigatif, Pemeriksa tidak memberikan rekomendasi.
f. Tanggapan Pihak yang Bertanggung Jawab
Pemeriksa harus memperoleh tanggapan tertulis atas hasil pemeriksaan dari pihak yang
bertanggung jawab. Tanggapan menjadi hal yang mutlak diperlukan untuk memastikan
bahwa LHP yang disusun telah memenuhi syarat objektivitas dan menghilangkan
kesalahpahaman yang mungkin terjadi terkait hasil pemeriksaan.
Namun demikian, pada PDTT dalam bentuk pemeriksaan investigatif Pemeriksa tidak perlu
meminta tanggapan kepada entitas. Hal ini diatur dalam Peraturan BPK No.3 Tahun 2011
tentang Pengelolaan Informasi Publik pada Badan Pemeriksa Keuangan. Pasal 11 dari
peraturan tersebut menyatakan bahwa informasi publik yang dikecualikan meliputi:
1) Informasi terkait proses pemeriksaan
2) LHP yang memuat:
(1) Rahasia negara
(2) Hasil pemeriksaan investigatif dan pemeriksaan fraud forensic
(3) Informasi publik yang menurut undang-undang keterbukaan informasi publik
dikecualikan untuk dipublikasikan (informasi publik yang apabila dibuka dapat
menghambat proses penegakan hukum, menganggu perlindungan hak
kekayaan intelektual atau persaingan usaha, informasi yang mengungkap
kekayaan alam Indonesia, informasi yang dapat merugikan ketahanan ekonomi

39
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

nasional terkait perbankan, asuransi, informasi yang dapat mengganggu


hubungan luar negeri, informasi terkait pencetakan uang)
(4) Pedoman pemeriksaan yang meliputi pedoman, standar, panduan petunjuk
pelaksanaan, petunjuk teknis, pos, dan seri panduan.
(5) Memorandum atau surat-surat antara BPK dengan Badan Publik lainnya atau
nota dinas internal, disposisi.
(6) Data pribadi pejabat dan pegawai BPK

Permintaan tanggapan dari entitas pada PDD bentuk investigatif berpotensi menghambat
proses penegakan hukum. Namun demikian pemeriksa tidak terlepas dari kewajiban
penyampaian laporan yang objektiv dan berimbang dengan membuka peluang klraifikasi
dari pihak yang diperiksa. Dalam PDTT bentuk investigatif, hal ini dilakukan selama proses
pemeriksaan dalam bentuk wawancara dan permintaan keterangan. Jadi, syarat objektif
tetap dapat terpenuhi.
g. Penandatanganan LHP
LHP ditandatangani oleh Ketua, Wakil Ketua, atau Anggota BPK. Wewenang
penandatanganan LHP dapat didelegasikan kepada penanggung jawab pemeriksaan yang
memiliki kompetensi
4. Pelaporan Informasi Rahasia
Apabila informasi tertentu dilarang diungkapkan kepada umum, LHP harus mengungkapkan
sifat informasi yang dilarang diungkapkan tersebut dan ketentuan yang melarang
pengungkapan informasi tersebut. Pertimbangan pemeriksa mengenai tidak diungkapkannya
informasi tertentu tersebut harus mengacu pada peraturan perundang-undangan (Lihat
subbagian informasi publik yang dikecualikan).
5. Penerbitan dan Distribusi Laporan
BPK harus menyerahkan LHP tepat waktu kepada lembaga perwakilan, pihak yang bertanggung
jawab, dan pihak lain yang diberi wewenang untuk menerima LHP sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Dalam hal yang diperiksa merupakan informasi rahasia maka
pendistribusian LHP tersebut dapat dibatasi. Informasi yang diperoleh melalui PDTT dalam
bentuk pemeriksaan investigatif termasuk dalam kategori informasi rahasia. Oleh karena itu
distribusi laporan ini terbatas pada pihak APH yang akan menindaklanjuti pemeriksaan
investigatif BPK. Setelah keputusan hakim incracht barulah LHP terbuka untuk umum.
5. Pemantauan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan

40
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

BPK memantau secara periodik tindak lanjut hasil pemeriksaan dan menyampaikan hasil
pemantauannya kepada lembaga perwakilan dan pihak yang bertanggung jawab. Tujuan
pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan adalah meningkatkan efektivitas pelaporan hasil
pemeriksaan serta membantu lembaga perwakilan dan pemerintah dalam memperbaiki tata
kelola. UU No.15 Tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara pada pasal 20 menyatakan kewajiban pejabat entitas untuk menindaklanjuti
rekomendasi hasil pemeriksaan. Pejabat yang tidak menindaklanjuti rekomendasi BPK
berpotensi dikenakan sanksi administrasi maupun pidana.

41
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

BAB V
KODE ETIK PEMERIKSA

Tujuan Pembelajaran:
Setelah mempelajari bab ini Anda diharapkan dapat
memahami kode etik pemeriksa

Indikator keberhasilan pembelajaran:


diharapkan peserta diklat mampu menjelaskan kewajiban,
larangan, sanksi kode etik pemeriksa Mampu menjelaskan
Keharusan Menyusun Laporan

42
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

A. Pendahuluan

BPK merupakan satu-satunya lembaga negara yang bertugas dan berwenang melakukan
pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Dalam pelaksanaan
tugas dan wewenangnya, Undang-Undang memberikan kebebasan dan kemandirian
kepada BPK. Kebebasan tersebut meliputi kebebasan untuk menyusun perencanaan dan
kebebasan untuk melaksanakan dan melaporkan hasil pemeriksaan, sedangkan
kemandirian mencakup ketersediaan sumber daya manusia, anggaran, dan sarana
pendukung lainnya yang memadai.

Dalam rangka mencapai keberhasilan dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya, BPK
memerlukan Nilai Dasar BPK yang meliputi independensi, integritas, dan profesionalisme
yang diwujudkan dalam bentuk Kode Etik yang berlaku bagi Anggota BPK dan Pemeriksa.
Kode Etik sebagai perwujudan Nilai Dasar BPK merupakan pedoman untuk dipahami,
diamalkan, dan diwujudkan dalam sikap, perkataan, dan perbuatan untuk mewujudkan BPK
dan Pemeriksa yang beretika, bermoral, berdisiplin, profesional, produktif, dan
bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, sehingga diperoleh
hasil pemeriksaan yang bermutu bagi penyempurnaan tata kelola keuangan negara.

Sasaran yang ingin dicapai dalam menerapkan Nilai Dasar BPK antara lain ntuk:
a. menumbuhkembangkan nilai-nilai moral dalam melaksanakan tugas dan wewenang
yang bersumber pada nilai-nilai Pancasila, agama, etika, peraturan perundang-
undangan, serta standar dan pedoman pemeriksaan;
b. memperbaiki persepsi, pola pikir, dan, perilaku yang menyimpang dalam melaksanakan
tugas dan wewenang;
c. meningkatkan keahlian dan keterampilan melalui forum profesional, agar lebih peka,
kreatif, dan dinamis untuk memperbaiki kinerja secara berkesinambungan; dan
d. meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap martabat, kehormatan, citra,
kredibilitas, dan hasil pemeriksaan BPK.
Pengaturan tentang Kode Etik BPK pertama kali diatur dalam Peraturan BPK Nomor 2
Tahun 2007 yang kemudian diubah dengan Peraturan BPK Nomor 2 Tahun 2011, Peraturan
BPK Nomor 3 Tahun 2016, dan terakhir diubah melalui Peraturan BPK Nomor 4 Tahun 2018
tentang Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan.

43
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

B. Pengertian, Tujuan, dan Ruang Lingkup

Berdasarkan Peraturan BPK Nomor 4 Tahun 2018 tentang Kode Etik BPK, yang dimaksud
dengan kode etik adalah norma-norma yang sesuai dengan Nilai Dasar BPK yang berisi
kewajiban dan larangan yang harus dipatuhi oleh setiap Anggota BPK dan Pemeriksa
selama menjalankan tugasnya untuk menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas
BPK.

Kode Etik bertujuan untuk mewujudkan Anggota BPK dan Pemeriksa yang independen,
berintegritas, dan profesional dalam tugas pemeriksaan demi menjaga martabat,
kehormatan, citra, dan kredibilitas BPK.

Kode Etik ini berlaku bagi Anggota BPK dan Pemeriksa. Kode Etik harus diwujudkan
dalam sikap, ucapan, dan perbuatan Anggota BPK dan Pemeriksa selama menjalankan
tugasnya. Pemeriksa di sini merupakan Pelaksana BPK, baik yang menduduki Jabatan
Fungsional Pemeriksa maupun tidak, dan pihak lainnya (pemeriksa di lingkungan aparat
pengawasan intern pemerintah, akuntan publik, dan/atau tenaga ahli lain yang memenuhi
persyaratan yang ditentukan oleh BPK).

C. Kewajiban dan Larangan

1. Kewajiban dan Larangan bagi Anggota BPK

Setiap Anggota BPK wajib:


a. setia terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bersikap jujur dan bertingkah laku sopan;
c. mematuhi ketentuan peraturan perundangundangan;
d. menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas BPK;
e. menjunjung tinggi nilai moral yang berlaku dalam masyarakat;
f. melaksanakan sumpah atau janji yang diucapkan ketika mulai memangku
jabatannya;
g. menjaga rahasia negara atau rahasia jabatan;
h. mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, seseorang,
dan/atau golongan;
i. menghindari terjadinya benturan kepentingan;

44
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

j. menunjukkan sikap kemandirian dalam pengambilan keputusan; dan


k. bertanggung jawab, konsisten, dan bijak.

Setiap Anggota BPK dilarang:


a. menjadi anggota organisasi yang dinyatakan dilarang secara sah di wilayah Republik
Indonesia dan organisasi lain yang menimbulkan keresahan masyarakat;
b. memperlambat atau tidak melaporkan Hasil Pemeriksaan yang mengandung unsur
pidana kepada instansi yang berwenang;
c. menggunakan keterangan, bahan, data, informasi, atau dokumen lainnya yang
diperolehnya pada waktu melaksanakan tugas yang melampaui batas
kewenangannya kecuali untuk kepentingan penyidikan yang terkait dengan dugaan
adanya tindak pidana;
d. secara langsung maupun tidak langsung menjadi pemilik seluruh, sebagian, atau
penjamin badan usaha yang melakukan usaha dengan tujuan untuk mendapatkan
laba atau keuntungan atas beban keuangan negara;
e. menunjukkan keberpihakan dan dukungan kepada kegiatan-kegiatan politik
praktis;
f. menjadi anggota partai politik;
g. meminta dan/atau menerima uang, barang, dan/atau fasilitas lainnya baik langsung
maupun tidak langsung dari pihak yang terkait dengan Pemeriksaan;
h. melakukan kegiatan baik secara sendiri-sendiri maupun dengan orang lain yang
secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara;
i. melakukan kegiatan yang dapat menguntungkan kelompoknya dengan
memanfaatkan status dan kedudukannya baik langsung maupun tidak langsung;
j. menjadi perantara dalam pengadaan barang dan/atau jasa di lingkungan
pemerintah;
k. menjalankan pekerjaan dan profesi lain yang dapat mengganggu Independensi,
Integritas, dan Profesionalismenya selaku Anggota BPK;
l. memanfaatkan status, kedudukan, dan peranannya selaku pejabat negara untuk
kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan;

45
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

m. merangkap jabatan dalam lingkungan lembaga negara yang lain, dan badan-badan
lain yang mengelola keuangan negara, swasta nasional/asing, tidak termasuk
organisasi nirlaba;
n. mempublikasikan temuan dan/atau Hasil Pemeriksaan sebelum diserahkan kepada
lembaga perwakilan;
o. terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan objek
Pemeriksaan, seperti memberikan jasa asistensi, jasa konsultasi, jasa
pengembangan sistem, jasa penyusunan dan/atau review laporan keuangan objek
Pemeriksaan; dan
p. memerintahkan dan/atau mempengaruhi dan/atau mengubah temuan
Pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan rekomendasi Hasil Pemeriksaan yang tidak
sesuai dengan fakta dan/atau bukti-bukti yang diperoleh pada saat Pemeriksaan,
sehingga mengakibatkan temuan Pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan
rekomendasi Hasil Pemeriksaan menjadi tidak objektif.

2. Kewajiban dan Larangan bagi Pemeriksa BPK

Setiap Pemeriksa wajib:


a. setia terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. mematuhi ketentuan peraturan perundangundangan;
c. menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas BPK;
d. bersikap jujur, tegas, bertanggung jawab, objektif, dan konsisten dalam
mengemukakan pendapat berdasarkan fakta Pemeriksaan;
e. menjaga kerahasiaan Hasil Pemeriksaan kepada pihak yang tidak berkepentingan;
f. mampu mengendalikan diri, bertingkah laku sopan, dan bekerja sama yang baik
dalam pelaksanaan tugas;
g. menunjukkan sikap kemandirian dalam melaksanakan tugas Pemeriksaan;
h. menyampaikan temuan Pemeriksaan yang mengandung unsur pidana sesuai
dengan prosedur kepada Anggota BPK yang memberi tugas;
i. menghindari terjadinya benturan kepentingan;

46
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

j. melaksanakan tugas Pemeriksaan secara cermat, teliti, dan akurat sesuai dengan
standar Pemeriksaan; dan
k. meningkatkan pengetahuan dan keahliannya.

Setiap Pemeriksa wajib:


a. setia terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. mematuhi ketentuan peraturan perundangundangan;
c. menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas BPK;
d. bersikap jujur, tegas, bertanggung jawab, objektif, dan konsisten dalam
mengemukakan pendapat berdasarkan fakta Pemeriksaan;
e. menjaga kerahasiaan Hasil Pemeriksaan kepada pihak yang tidak
berkepentingan;
f. mampu mengendalikan diri, bertingkah laku sopan, dan bekerja sama yang baik
dalam pelaksanaan tugas;
g. menunjukkan sikap kemandirian dalam melaksanakan tugas Pemeriksaan;
h. menyampaikan temuan Pemeriksaan yang mengandung unsur pidana sesuai
dengan prosedur kepada Anggota BPK yang memberi tugas;
i. menghindari terjadinya benturan kepentingan;
j. melaksanakan tugas Pemeriksaan secara cermat, teliti, dan akurat sesuai dengan
standar Pemeriksaan; dan
k. meningkatkan pengetahuan dan keahliannya.

Setiap Pemeriksa dilarang:


a. menjadi anggota organisasi yang dinyatakan dilarang secara sah di wilayah Republik
Indonesia dan organisasi lain yang menimbulkan keresahan masyarakat;
b. menjadi perantara dalam pengadaan barang dan/atau jasa di lingkungan entitas
yang melakukan pengelolaan keuangan negara;
c. meminta dan/atau menerima uang, barang, dan/atau fasilitas lainnya baik langsung
maupun tidak langsung dari pihak yang terkait dengan Pemeriksaan;
d. menyalahgunakan dan melampaui wewenangnya baik sengaja atau karena
kelalaiannya;

47
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

e. menghambat pelaksanaan tugas Pemeriksaan untuk kepentingan pribadi,


seseorang, dan/atau golongan;
f. memanfaatkan rahasia negara yang diketahui karena kedudukan atau jabatannya
untuk kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan;
g. memaksakan kehendak pribadi kepada pihak yang diperiksa;
h. menunjukkan keberpihakan dan dukungan kepada kegiatan-kegiatan politik
praktis;
i. menjadi pengurus yayasan dan/atau badan-badan usaha yang kegiatannya dibiayai
anggaran negara;
j. terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan objek
Pemeriksaan, seperti memberikan jasa asistensi, jasa konsultasi, jasa
pengembangan sistem, jasa penyusunan dan/atau review laporan keuangan objek
Pemeriksaan;
k. mendiskusikan pekerjaannya dengan pihak yang diperiksa di luar kantor BPK atau di
luar kantor atau area kegiatan objek Pemeriksaan;
l. melaksanakan Pemeriksaan terhadap pejabat pengelola keuangan negara yang
memiliki hubungan pertalian darah dan semenda sampai derajat kedua;
m. melaksanakan Pemeriksaan pada objek Pemeriksaandimana Pemeriksa pernah
bekerja selama 2 (dua) tahun terakhir;
n. mengubah tujuan dan lingkup Pemeriksaan yang telah ditetapkan dalam program
Pemeriksaan tanpa persetujuan Penanggung Jawab Pemeriksaan;
o. mengungkapkan laporan Hasil Pemeriksaan atau substansi Hasil Pemeriksaan yang
belum diserahkan kepada DPR, DPD, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
kepada media massa dan/atau pihak lain;
p. mengubah temuan atau memerintahkan untuk mengubah temuan Pemeriksaan,
opini, kesimpulan, dan rekomendasi Hasil Pemeriksaan yang tidak sesuai dengan
fakta dan/atau bukti-bukti yang diperoleh pada saat Pemeriksaan, sehingga
mengakibatkan temuan Pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan rekomendasi Hasil
Pemeriksaan menjadi tidak objektif; dan
q. mengubah dan/atau menghilangkan bukti Hasil Pemeriksaan.

48
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

D. Sanksi

1. Sanksi Bagi Anggota BPK

Anggota BPK yang melakukan pelanggaran terhadap Kewajiban dan/atau Larangan


yang berdampak negatif terhadap unit pelaksana tugas pemeriksaan, dijatuhi sanksi
berupa peringatan tertulis.
Anggota BPK yang melakukan pelanggaran terhadap Kewajiban dan/atau Larangan
yang berdampak negatif pada negara dan/atau BPK, dijatuhi sanksi berupa
pemberhentian dari keanggotaan BPK.
Anggota BPK yang melakukan pelanggaran Kode Etik berikutnya dijatuhi sanksi Kode
Etik yang lebih berat.

2. Tingkat dan Jenis Sanksi Bagi Pemeriksa

Pemeriksa yang melakukan pelanggaran terhadap Kewajiban dan/atau Larangan yang


berdampak negatif terhadap tim Pemeriksa atau satuan kerja, dijatuhi sanksi tingkat
ringan. Jenis sanksi tingkat ringan untuk Pemeriksa berupa larangan melakukan
Pemeriksaan selama 1 (satu) tahun dengan masa percobaan selama 6 (enam) bulan.

Pemeriksa yang melakukan pelanggaran terhadap Kewajiban dan/atau Larangan yang


berdampak negatif terhadap unit pelaksana tugas Pemeriksaan, dijatuhi sanksi tingkat
sedang. Jenis sanksi tingkat sedang untuk Pemeriksa berupa diberhentikan sebagai
Pemeriksa paling sedikit 1 (satu) tahun atau paling lama 2 (dua) tahun.

Pemeriksa yang melakukan pelanggaran terhadap Kewajiban dan/atau Larangan yang


berdampak negatif terhadap negara dan/atau BPK, dijatuhi sanksi tingkat berat. Jenis
sanksi tingkat berat untuk Pemeriksa berupa diberhentikan sebagai Pemeriksa paling
sedikit 3 (tiga) tahun atau diberhentikan secara tetap sebagai Pemeriksa.

Pemeriksa yang dijatuhi sanksi sedang dan berat dilarang ditugaskan dalam
Pemeriksaan. Pengenaan sanksi-sanksi tersebut juga tidak membebaskan dari
kewajiban untuk mengembalikan uang, barang, dan/atau fasilitas lainnya yang
diperoleh selama melaksanakan tugas Pemeriksaan.

49
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

3. Penyampaian Putusan

Putusan tentang sanksi yang dijatuhkan bagi Anggota BPK dan Pemeriksa disampaikan
kepada BPK untuk diketahui.

Putusan tentang sanksi atas pelanggaran Kode Etik bagi Pemeriksa dicatat dalam
Sistem Informasi Sumber Daya Manusia dan tidak membebaskan dari hukuman disiplin
Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Putusan tentang sanksi yang dijatuhkan kepada pihak lain disampaikan kepada instansi,
instansi pengawas profesi, atau asosiasi profesi yang bersangkutan.

50
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

BAB V
ETIKA DALAM PENGELOLAAN
INFORMASI
Tujuan Pembelajaran:
Setelah mempelajari bab ini Anda diharapkan dapat
memahami Standar Pelaporan Pemeriksaan Keuangan Negara

Indikator keberhasilan pembelajaran:


Mampu memahami jenis-jenis informasi di BPK dan etika
penyampaian informasi

51
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

A. INFORMASI DI BPK
Informasi disini mencakup sejumlah keterangan maupun data yang terkait
dengan organisasi BPK. Sehingga informasi memiliki makna luas. Sebuah rencana
kebijakan yang belum diterapkan dapat berupa informasi yang vital karena berpotensi
menimbulkan kejadian kejadian diluar perkiraan. Terlebih data, yakni keterangan yang
benar dan nyata, akan besar pengaruhnya jika disalahgunakan oleh pihak yang tidak
bertanggungjawab.
Sebagai contoh, informasi mengenai rencana pembangunan jalan disuatu
kawasan, meskipun masih bersifat rencana namun jika diketahui pihak pihak tertentu
akan dapat dimanfaatkan, makelar tanah salah satunya. Untuk itu sebuah informasi
sekecil apapun ditangan orang yang picik akan bernilai luar biasa.
Topik ini menjadi salah satu pokok bahasan yang vital untuk dipelajari. Ada beberapa
alasan mengapa informasi dalam etika perlu dibahas tersendiri yakni :
o Dari sisi regulasi, meliputi peraturan perundang undangan terkait informasi publik
yang dikecualikan. Kode Etik BPK tahun 2018 mengatur kerahasiaan hasil
pemeriksaan, rahasia negara dan jabatan.
o Dari sisi perkembangan teknologi, semakin cepatnya arus informasi memungkinkan
peningkatan resiko kebocoran informasi.
o Dari sisi human perkembangan IT berpengaruh pada perilaku seseorang terhadap
informasi, sehingga pelaksana BPK perlu dilatih untuk mengelola informasi dengan
tepat.

Etika dalam Pengelolaan Informasi yang dibahas dalam pokok bahasan ini adalah
Etika terkait informasi masuk dan informasi keluar. Informasi masuk diartikan informasi
yang diperoleh pemeriksa dalam proses pemeriksaan atau informasi yang diperoleh
pelaksana BPK dari luar organisasi. Sementara informasi keluar merupakan informasi
yang dihasilkan oleh organisasi yang diperuntukkan bagi pihak diluar organisasi BPK.
Pengelolaan informasi mengacu pada beberapa regulasi yang berkaitan dengan
pengelolaan informasi.

52
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

1. UU no 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Keuangan Negara


Pada peraturan ini dikemukakan bahwa dalam pemeriksaan adalah proses
identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen,
objektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai
kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Seorang pemeriksa harus jujur
dalam menilai kebenaran, kecermatan kredibilitas dan keandalan informasi
pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara suatu entitas. Proses penilaian
diatas menjadi bahan penentuan opini, yang merupakan kewajaran informasi yang
disajikan.

Undang undang tersebut juga mencantumkan beberapa hal yang dapat


dilakukan pemeriksa dalam kaitannya dengan informasi, yakni permintaan
keterangan dan kegiatan pemotretan, perekaman, dan/atau pengambilan sampel
(contoh) fisik obyek. Aktivitas dan kegiatan tersebut merupakan aktivitas dan
kegiatan untuk memperoleh, melengkapi dan/atau meyakini dan memperkuat
informasi yang berkaitan dengan pemeriksaan.
2. UU no 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan
Undang undang ini mengatur mengenai penggunaan informasi yang kurang
lebih hampir sama dengan UU no 15 tahun 2004. Isinya berupa penggunaan
informasi terkait dengan pemeriksaan dan larangan penggunaan informasi diluar
pemeriksaan keuangan negara. Tambahan pada UU ini adalah dicantumkannya
sanksi pidana dan/atau denda atas penggunaan informasi diluar batas
kewenangannya.
3. UU no 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
Peraturan ini mengatur pengelolaan informasi publik yang secara langsung
maupun tidak langsung berhubungan dengan informasi terkait dengan pemeriksaan
keuangan negara. Pada peraturan tersebut dicantumkan mengenai jenis jenis
informasi yang Wajib disediakan dan diumumkan, wajib diumumkan secara serta
merta, wajib tersedia setiap saat, serta informasi yang dikecualikan.

53
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

Seorang pemeriksa harus memahami jenis informasi tersebut agar dalam proses
permintaan dan menanggapi permintaan informasi tetap dapat bertindak secara
etis. Seringkali dalam meminta informasi acapkali ada hambatan data dan informasi,
seorang pemeriksa dapat sekaligus mengedukasi terkait dengan peraturan
keterbukaan informasi publik. Selain itu pemeriksa juga perlu hati hati dalam
menjaga informasi terutama kaitannya dengan informasi yang dikecualikan.

4. Peraturan BPK no 1 tahun 2017 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara


Peraturan ini merupakan penjabaran dari UU pemeriksaan keuangan negara dan
UU BPK. Pada peraturan ini tidak hanya dicantumkan mengenai informasi masuk
namun juga informasi yang ada dalam organisasi BPK beserta informasi keluar.

Untuk informasi masuk, pemeriksa harus menggunakan skeptisisme profesional


salah satunya untuk informasi yang menimbulkan pertanyaan tentang keandalan
dokumen dan tanggapan permintaan keterangan yang digunakan sebagai bukti
pemeriksaan. Pada peraturan ini juga di bahas mengenai informasi menyesatkan
sebagai bagian dari resiko pemeriksaan. Pemeriksa juga perlu memodifikasi
prosedur pemeriksaan bilamana ada keraguan atas keandalan informasi.

Untuk pengelolaan informasi internal, dibahas dalam dokumentasi pemeriksaan,


sebagai sebuah informasi bagi pemeriksa berpengalaman dan tanpa pengetahuan
sebelumnya mengenai pemeriksaan yang akan dilakukan. Untuk informasi keluar,
diperlukan kejelasan Laporan Hasil Pemeriksaan, agar informasi dapat dipahami dan
dimanfaatkan oleh pengguna Laporan. Demikian juga diatur mengenai informasi
rahasia, yakni informasi yang memuat rahasia negara dan/atau informasi yang
mengandung unsur pidana.
5. Peraturan BPK no 4 tahun 2018 tentang Kode Etik BPK dan peraturan BPK no 5
tahun 2018 tentang MKKE
Pada 2 peraturan BPK diatas ini lebih mengatur pada area rahasia informasi, baik
informasi terkait dengan rahasia negara, rahasia jabatan maupun informasi terkait
proses dan hasil pemeriksaan. Demikian hal nya dalam peraturan terkait dengan

54
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

MKKE, pihak yang terlibat baik MKKE, panitera, tim kode etik juga wajib merahasiaan
informasi terkait dengan pelanggaran kode etik.

B. ETIKA PENYAMPAIAN INFORMASI di BPK


Berdasarkan pemahaman terkait dengan informasi di BPK melalui peraturan
peraturan yang ada, ada beberapa poin yang perlu diperhatikan dalam etika
penyampaikan informasi. bahwa informasi dikelompokkan kedalam 2 bagian yakni
informasi yang harus dan/atau boleh disampaikan serta informasi yang harus
dirahasiakan.
Informasi yang harus dan/atau boleh disampaikan merupakan informasi yang
berhubungan dengan penyelenggaraan pemerintahan, dimana dibutuhkan transparansi
oleh pihak penyelenggara/instansi agar proses pelayanan publik dapat berlangsung
maksimal. Informasi ini memiliki beberapa poin penting yang harus diperhatikan. Poin
poin tersebut diantaranya:
o Informasi yang disampaikan adalah informasi publik yang harus dan perlu diketahui
oleh masyarakat atau instansi lain
o Dalam menyampaikan informasi harus memperhatikan kebenaran informasi.
Informasi berdasarkan fakta bukan pendapat atau asumsi. Seandainya informasi
memuat pendapat atau asumsi, sebaiknya dapat dibedakan antara fakta dan
informasi non fakta (selain asumsi dan pendapat dapat juga analisis).
o Kredibilitas informasi, umumnya dipengaruhi oleh kredibilitas sumber informasi.
o Keandalan informasi artinya informasinya tidak mudah berubah dalam fakta yang
sama.
o Informasi sebaik cukup untuk mendukung pengambilan keputusan.

55
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

sDalam kode etik BPK ada beberapa aturan yang erat kaitannya dengan informasi
khususnya berkait dengan kerahasiaan, diantaranya (khususnya pemeriksa):
- Pasal 6 ayat (1) poin e, menjaga kerahasiaan Hasil Pemeriksaan kepada pihak yang
tidak berkepentingan
- Pasal 6 ayat (1) poin h, menyampaikan temuan Pemeriksaan yang mengandung
unsur pidana sesuai dengan prosedur kepada Anggota BPK yang memberi tugas
- Pasal 6 ayat (2) poin f, memanfaatkan rahasia negara yang diketahui karena
kedudukan dan jabatannya untuk kepentingan pribadi, seseorang dan/atau
golongan
- Pasal 6 ayat (2) poin o, mengungkapkan laporan Hasil Pemeriksaan atau substansi
Hasil Pemeriksaan yang belum diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD kepada
media massa dan/atau pihak lain

56
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

DAFTAR PUSTAKA
Republik Indonesia. 2006. Undang-undang Republik Indonesia No.15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa
Keuangan. Jakarta: Republik Indonesia.

Badan Pemeriksa Keuangan RI. 2017. Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia No.01
Tahun 2017: Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. Jakarta: Badan Pemeriksa Keuangan Republik
Indonesia.

Badan Pemeriksa Keuangan RI. 2017. Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia No.05
Tahun 2015: Pedoman Manajemen Pemeriksaan. Jakarta: Badan Pemeriksa Keuangan Republik
Indonesia.

Badan Pemeriksa Keuangan RI. 2008. Pedoman Penulisan Laporan BPK RI (Gaya Selingkung). Jakarta:
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan Tahun 2005. 2005. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005
tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Blake, Gary, dan Robert W. Bly. 1993. The Elements of Technical Writing. New York: Macmillan General
Reference.

Colin-Jones, Graham. 1992. The Complete Asian Report Writer. Singapore: Times Books International.

Findlay, Bruce M. 1996. How to write a Psychology Laboratory Report. Second Edition. Englewood Clifts,
New Jersey: Prentice-Hall.

Fletcher, J.A., dan GF. Gowing. 1987. The Business Guide to Effective Writing. Revised, second edition.
New Delhi: New Light Publishers.

Julianto, Eko. 2016. Diktat tidak diterbitkan. Temuan Pengendalian Intern dan Temuan Kepatuhan:
Hubungan, Perbedaan, dan Struktur Penulisan.

Keithley, Erwin, dan Philip J. Schreiner. 1971. A Manual of Style for the Preparation of Papers and Reports.
Cincinnati, Ohio: South-Western Publishing Co.

Matejka, Ken, and Diane P. Ramos. 1996. Hook’em: Speaking and Writing to Cacth and Keep a Business
Audience. New York: American Management Association.

May, Claire, dan Gordon S. May. 1996. Effective Writing: A Handbook for Accountans. Upper Saddle River,
New Jersey: Prentice-Hall International, Inc.

Parera, Jos. Daniel. 2004. Belajar Mengemukakan Pendapat. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.

Parera, Jos. Daniel. 2004. Teori Semantik. Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.

57
SPKN DAN KODE ETIK BUKU PESERTA

Parera, Jos. Daniel. 2004. Menulis Tertib dan Sistematik. Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga.

Parera, Jos. Daniel. 2004. Keberbahasaan dan Keperluan Bahasa Indonesia: untuk Menulis dan Penyunting
Buku Pelajaran. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.

Pattow, Donald dan William Wrech. 1998. Communicating Technical Information: A Guide for the
Electronic Age. Second Edition. Upper Saddle River, New Jersey: Prentice-Hall.

Pusat Bahasa. 2001. Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Jakarta: PT Balai Pustaka.

Pusat Bahasa. 2001. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Jakarta: PT Balai
Pustaka.

Pusat Bahasa. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: PT Balai Pustaka

Pusat Bahasa. 2007. Penyempurnaan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.

Tuanakotta, Theodorus M. 2011. Berpikir Kritis dalam Auditing. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Undang-undang No. 17 Tahun 2003

Undang-undang No. 1 Tahun 2004

Undang-undang No. 15 Tahun 2004

Undang-undang No. 15 Tahun 2006

Standar Pemeriksaan Keuangan Negara

Standar Profesional Akuntan Publik

Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan

Petunjuk Teknis-Petunjuk Teknis Pemeriksaan Keuangan

Panduan Pemeriksaan LKPP

Panduan Pemeriksaan LKPD

58
BADIKLAT PKN BPK RI
Badan Pendidikan Pelatihan Pemeriksaan Keuangan Negara BPK RI

Jl. Binawarga II, Kalibata Raya


Jakarta Selatan 12750

Phone : (+62 21) 79190864


Fax : (+62 21) 79190867, 79190868
Website: badiklatpkn.bpk.go.id
Hotline : SMS/Whatsapp 081311681000
Email : halo.badiklat@bpk.go.id

Anda mungkin juga menyukai