Anda di halaman 1dari 9

ANALISIS TEOLOGIS TERHADAP SUBORDINASI KEKEKALAN

ANAK DALAM YOHANES 10:30

Abstrak

Salah satu ayat Alkitab yang sering diperdebatkan terkait Tritunggal adalah
Yohanes 10:30. Menurut ayat ini, “Aku dan Bapa adalah satu.” Hubungan antara
Yesus dan Bapa-Nya sebagai Anak Allah ialah subyek dari implikasi teologis yang
mendalam dari ayat inimetode ini digunakan untuk memahami makna dan
interpretasi teks secara mendalam. Dalam konteks analisis teologis, metode ini dapat
digunakan untuk menganalisis konteks historis, budaya, dan linguistik dari ayat
Yohanes 10:30. Metode ini melibatkan pengumpulan data melalui wawancara,
observasi, dan analisis teks secara kualitatif.Dalam ayat 30, Yesus mengutarakan,
"Aku dan Bapa adalah satu." Hal ini menyiratkan bahwa Yesus dan Bapa-Nya
mempunyai hubungan yang unik. Diskusi teologis mengenai Trinitas atau Dualitas
dalam Trinitas sering kali berpusat pada ayat ini. Tanggapan orang-orang Yahudi
terhadap pidato ini adalah dengan mencoba menangkap Yesus dengan alasan
bahwa mereka percaya bahwa Yesus menegaskan kesetaraan-Nya dengan Tuhan
(Yohanes 10:31)Perichoresis, atau sirkumincessio dalam bahasa Latin, adalah reaksi
kehidupan yang terjadi di dalam Allah Tritunggal melalui pertukaran energi.
Mereka ada dan hadir dalam dua Pribadi lainnya karena cinta abadi yang
menyatukan ketiganya, menjadikan mereka satu.

Kata Kunci: Subordinasi, Satu, Tritunggal

Abstract

One of the Bible verses that is often debated regarding the Trinity is John 10:30.
According to this verse, “I and the Father are one.” The relationship between Jesus
and His Father as the Son of God is the subject of the deep theological implications
of this verse. This method is used to understand the meaning and interpretation of
the text in depth. In the context of theological analysis, this method can be used to
analyze the historical, cultural and linguistic context of the verse John 10:30. This
method involves collecting data through interviews, observation, and qualitative
text analysis. In verse 30, Jesus states, "I and the Father are one." This implies that
Jesus and His Father had a unique relationship. Theological discussions regarding
the Trinity or Duality within the Trinity often center on this verse. The response of
the Jews to this speech was to try to arrest Jesus on the grounds that they believed
that Jesus was asserting His equality with God (John 10:31) Perichoresis, or
circummincessio in Latin, is the process of life that occurs within the Triune God
through energy exchange. They exist and are present in the other two Persons
because of the eternal love that unites the three, making them one.

Pendahuluan

Salah satu ayat Alkitab yang sering diperdebatkan terkait Tritunggal adalah
Yohanes 10:30. Menurut ayat ini, “Aku dan Bapa adalah satu.” Hubungan antara
Yesus dan Bapa-Nya sebagai Anak Allah merupakan subyek dari implikasi teologis
yang mendalam dari ayat ini. Gagasan tentang Trinitas dalam teologi Kristen
menyoroti sifat kekal dan kesatuan Allah sebagai Bapa, Putra, dan Roh Kudus.
Untuk memahami sepenuhnya hubungan ini, sangatlah penting untuk melakukan
eksegesis teologis yang menyeluruh terhadap ajaran Yohanes 10:30 tentang
ketundukan terus-menerus terhadap anak laki-laki. Salah satu teolog yang
membahas tentang subordinasi yaitu Origenes seorang teolog dari Aleksandria.
Origenes menyatakan bahwa Sang Putra, Kristus, berada di bawah Bapa. Karena
kebenaran dan kebenaran-Nya tidak mutlak, maka Kristus (Allah Anak) sama
dengan Allah Bapa, tetapi dalam tingkat yang lebih rendah, atau sebagai Allah
Kedua (deuteros theos). Kristus dilahirkan untuk melambangkan ikatan unik antara
Bapa dan Anak, bukan untuk diciptakan. 1

Yohanes adalah salah satu dari empat Injil dalam Perjanjian Baru. Injil ini
ditulis oleh murid yang dikasihi Yesus yang telah memberikan kesaksian dan
menuliskan kesaksiannya serta berfokus pada pengajaran dan kehidupan Yesus
Kristus.2 Latar belakang diskusi antara Yesus dan orang Yahudi diberikan dalam
Yohanes 10:30. Mereka meragukan identitas Yesus dan melihatnya hanya sebagai
orang lain. Namun Yesus menegaskan bahwa Dia dan Bapa adalah satu. Menurut
kajian teologis, hierarki dalam Tritunggal digambarkan melalui hubungan antara
Yesus sebagai Putra dan Bapa-Nya, yang dikenal dengan subordinasi kekal Putra.
Gagasan tentang subordinasi berkaitan dengan fungsi Yesus sebagai Anak yang
menuruti keinginan Bapa-Nya. Dalam Yohanes 10:30, Yesus menyatakan bahwa Dia
dan Bapa adalah satu. Hal ini menunjukkan bagaimana kekekalan Putra
dipertahankan dalam Tritunggal meskipun terdapat beragam peran yang dijalankan
oleh masing-masing anggota. Keilahian dan esensi Yesus setara dengan keilahian
1
Kresbinol Labobar, Dogmatika Kristen, (Yogyakarta: ANDI, 2020), 90
2
St.Eko Riyadi, Yohanes “Firman Menjadi Manusia”, (Yogyaarta: KANISIUS, 2011), 46
dan esensi Bapa. Namun pernyataan ini juga menegaskan ketundukan Anak kepada
Bapa yang tidak dapat diubah. Yesus melakukan segala tindakan-Nya sesuai
dengan kehendak Bapa setelah berserah diri. Sebagai Anak, Yesus menghormati dan
tunduk kepada Bapa-Nya, meskipun keduanya adalah Tuhan. Masalah yang
hendak dikaji adalah bagaimana analisis secara teologis subordinasi kekekalan anak
dalam Yohanes 10:30 dan implikasi teologisnya terkait dengan konsep Tritunggal?.
Tujuan utama yaitu untuk menganalisis secara teologis subordinasi kekekalan anak
dalam Yohanes 10:30 dan implikasinya terhadap pemahaman tentang hubungan
antara Yesus sebagai Anak Allah dan Bapa-Nya."

Metode

Metode penelitian yang dapat digunakan dalam analisis teologis terhadap


subordinasi kekekalan anak dalam Yohanes 10:30 adalah sebagai berikut:

1. Metode Penelitian Kualitatif: Denzin & Lincoln (1994) mendefinisikan


penelitian kualitatif sebagai penelitian yang dilakukan dengan menggunakan
berbagai metode yang tersedia saat ini dalam setting alami dengan tujuan
menafsirkan peristiwa yang terjadi. Erickson (1968) mendefinisikan penelitian
kualitatif sebagai upaya untuk memahami dan menggambarkan secara
naratif tindakan yang dilakukan individu dan cara perilaku tersebut
berdampak pada kehidupan mereka.3 Jadi metode ini digunakan untuk
memahami makna dan interpretasi teks secara mendalam. Dalam konteks
analisis teologis, metode ini dapat digunakan untuk menganalisis konteks
historis, budaya, dan linguistik dari ayat Yohanes 10:30. Metode ini
melibatkan pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan analisis
teks secara kualitatif.
2. Metode Penelitian hermeneutik: kata hermeneutika berasal dari kata kerja
Yunani hermeneuin yang berarti “menafsirkan”. Hermeneia, sebaliknya,
adalah kata benda yang berarti "interpretasi". Ada tiga arti yang diasosiasikan
dengan kata hermeneuein dalam tradisi Yunani: 1) Say (mengatakan). 2)
Jelaskan (untuk menggambarkan). 3) Untuk menerjemahkan, gunakan
terjemahan. Kata bahasa Inggris digunakan untuk menunjukkan arti pertama
dari tiga arti berikut: menafsirkan. Akibatnya, tindakan penafsiran berkaitan
dengan tiga konsep utama:1) Ucapan lisan (pembacaan yang dilakukan
secara lisan). 2) Pembenaran yang dapat dibenarkan. 3) mengungkapkan,
menerjemahkan, atau berasal dari bahasa lain.4
3
Albi Anggito dan Johan Setiawan, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jawa Barat: CV Jejak, 2018), 7
4
Edi Susanto, Studi Hermeneutika Kajian Pengantar, (Jakarta: KENCANA, November 2006), 1
Pembahasan

Analisis Teks Yohanes 10: 30

Dalam Injil Yohanes 10:30, Yesus mengungkapkan kepada orang-orang


Yahudi siapa diri-Nya yaitu, bahwa Dia satu dengan Allah Bapa. Pernyataan Yesus
bahwa "Aku dan Bapa adalah satu" memberikan sebagian penjelasan tentang siapa
Dia. Meskipun Roh Kudus, pribadi ketiga, tidak disebutkan namanya, pernyataan
Yesus mengenai kesatuan-Nya dengan Bapa kemudian menjadi landasan bagi
kepercayaan akan Tritunggal. Dalam Yohanes 10:30, pernyataan “Aku dan Bapa
adalah satu” mengungkapkan dengan jelas sifat hubungan Yesus dengan Tuhan
(Bapa). Kaitan ini membentuk satu kesatuan. Yohanes 1:1 mengacu pada "pada
mulanya" untuk menunjukkan keadaan pra-penciptaan yang menggambarkan
kesatuan antara Yesus dan Bapa (lih. Kej 1:1).

KJV: "I and my Father are one"

Yunani: εγω και ο πατηρ εν εσμεν

ἐγὼ (ego καὶ ὁ πατὴρ ἕν ἐσμεν: egô {Aku} kai {dan} ho patêr {Bapa itu} hen {satu}
esmen {kami adalah}.

Kata “ἐγὼ” menunjuk “Aku (sendiri), akulah, kami, kita dalam bentuk kata
ganti orang pertama tunggal. “καὶ” adalah kata penghubung yang dapat digunakan
antara kata, frasa, klausa, dan kalimat. Kata ini menunjukkan "dan", "dan juga",
"khususnya", "jadi", "kemudian", "lalu", tetapi juga. " Kata "ὁ πατὅρ" berarti "Bapa".
"satu," dan hanya satu. Dalam bahasa Yunani Perjanjian Baru, tiga kata "Heis
(maskulin), MIA (minimum), dan HEN (netral)" mempunyai terjemahan tunggal.
Istilah "HEIS" biasanya digunakan untuk mengacu pada urutan seperti yang
pertama (HEIS), kedua (Duo), ketiga (TREIS), dan seterusnya. Istilah MIA
digunakan untuk mendeskripsikan item kuantitatif, seperti penjumlahan
matematika. Selain itu, istilah "HEN" menunjukkan netralitas atau kesatuan, seperti
esensi tunggal, aktivitas, perilaku, dan lain. Suatu benda atau satu orang tidak
pernah disebut dengan kata “hen”. Dalam Yohanes 10:30, istilah "HEN" (netral)
berarti satu esensi, satu tindakan, dan satu esensi. Untuk menafsirkan makna kata
“satu” dalam ayat ini, penulis akan mengamati konteks ayat 30 serta kaitannya
dengan ayat-ayat lainnya.

Konteks ayat ini dimulai ketika orang-orang Yahudi mempertanyakan Yesus


tentang statusnya sebagai Mesias. Menanggapi pertanyaan orang-orang Yahudi,
Yesus menjawab bahwa meskipun Dia telah menunjukkan hal ini melalui perbuatan
dan ajaran-Nya, orang-orang Yahudi tidak akan percaya. Yesus menyimpulkan
dengan menambahkan, “Aku dan Bapa adalah satu.” Yesus membahas peran-Nya
sebagai Gembala yang Baik dan hubungan-Nya dengan kawanan domba-Nya
sebelum ayat 30. Ia menjelaskan bahwa domba-domba-Nya mengikuti-Nya karena
mereka mengenali suara-Nya (Yohanes 10:27). Lebih jauh lagi, karena Yesus
mengorbankan nyawa-Nya demi domba-domba-Nya, Dia menyatakan bahwa tidak
seorang pun boleh mencuri atau menyerang mereka (Yohanes 10:28). Pernyataan
Yesus dalam ayat ini dan bagian Perjanjian Lama Yehezkiel 34:11, yang menyatakan,
"Sebab beginilah firman Tuhan ALLAH: Sesungguhnya Aku sendiri yang akan
menggembalakan domba-domba-Ku dan mencarinya," sangatlah mirip. Yesus
berkata bahwa Perjanjian Lama menggambarkan Allah sebagai seorang gembala.
Ayat ini menunjukkan kuasa Yesus yang setara dengan kuasa Allah. Allah telah
menjanjikan kehidupan kekal, dan Yesuslah yang dapat mengabulkannya (Titus
1:2). Tuhan sejati dan sumber kehidupan kekal adalah Yesus (Yohanes 5:20). Pidato
Yesus mencapai puncaknya pada pernyataan-Nya tentang kesatuan-Nya dengan
Bapa (10:30). Dikatakan dalam bahasa Yunani bahwa hanya ada satu esensi Allah
yang dimiliki bersama oleh Bapa dan Yesus. Kalimat "ἕv ἐσμεν" (kita) menekankan
bahwa Yesus adalah Tuhan dan bahwa Dia adalah "satu" yang hakikatnya sama
dengan Bapa, seperti yang ditunjukkan oleh konteks istilah HEN-satu di atas. Kata
Yunani "ἑσμεν" harus dibaca sebagai pernyataan faktual dalam mode indikatif.
Yohanes 14:9 mengulangi ayat ini: "Barangsiapa melihat Aku, dia telah melihat
Bapa."5

Pada ayat 30, Yesus menyatakan, "Aku dan Bapa adalah satu." Hal ini
menyiratkan bahwa Yesus dan Bapa-Nya mempunyai hubungan yang unik. Diskusi
teologis mengenai Trinitas atau Dualitas dalam Trinitas sering kali berpusat pada
ayat ini. Tanggapan orang-orang Yahudi terhadap pidato ini adalah dengan
mencoba menangkap Yesus dengan alasan bahwa mereka percaya bahwa Yesus
menegaskan kesetaraan-Nya dengan Tuhan (Yohanes 10:31). Konsep hubungan
khusus antara Yesus dan Bapa-Nya lebih jauh disorot dalam latar Injil Yohanes yang
lebih luas, di mana Yesus berulang kali menyebut diri-Nya sebagai "Anak" dan
"berasal dari Bapa" (Yohanes 5:19-23, 6 :38–40, 8:42). Penting untuk memahami kata-
kata Yesus dalam kaitannya dengan ajaran dan cerita yang lebih luas mengenai

5
Meri Niarni, Mengungkap Makna Kesatuan Yesus dan Bapa (Yohanes 10:30) dan Implikasinya Bagi
Pengajaran Gereja Masa Kini, Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Vo. 2 No. 4, Desember 2022, 69
identitas, status, dan misi-Nya sebagai Anak Allah sebagaimana ditemukan dalam
Yohanes 10:30 dan Injil Yohanes6.

Pandangan yang ada mengenai Yohanes 10:30

Perspektif mengenai Yohanes 10:30 sebagian besar berpusat pada subordinasi


kekekalan Anak. Sudut pandang yang umum mencakup hal-hal berikut:

1. Pandangan Kesatuan Esensi: Beberapa teolog berpendapat bahwa pernyataan


"Aku dan Bapa adalah satu" dalam Yohanes 10:30 mengacu pada kesatuan
esensi atau substansi antara Yesus dan Bapa-Nya dalam Tritunggal. Dalam
pandangan ini, Yesus adalah sama dengan Bapa dalam keilahian dan tidak ada
subordinasi Anak terhadap Bapa dalam hal kekekalan-Nya. Perichoresis, atau
sirkumincessio dalam bahasa Latin, adalah reaksi kehidupan yang terjadi di
dalam Allah Tritunggal melalui pertukaran energi. Moltmann menggunakan
istilah ini untuk menggambarkan kaitan antara tiga Pribadi dalam Allah
Tritunggal. Anak ada di dalam Bapa, dan Bapa ada di dalam Anak, dan Roh
Kudus adalah sumber dari semua hubungan ini. Mereka ada dan hadir dalam
dua Pribadi lainnya karena cinta abadi yang menyatukan ketiganya, menjadikan
mereka satu. Ketiga Pribadi hidup di dalam satu sama lain dalam perichoresis
ini dan saling memberikan kehidupan kekal. Persatuan dan kesatuan ketiga
Pribadi dalam Allah Tritunggal menyempurnakan keberadaan Ilahi.
Kehidupan Tuhan dalam perichoresis ini tidak dapat dipahami dalam satu topik
saja. Satu Pribadi hanya bisa ada dalam hubungannya dengan dua Pribadi
lainnya, dan Kehidupan Ilahi ini hadir dalam persekutuan hidup dari ketiga
Pribadi yang terhubung erat ini. Kesatuan ketiga Pribadi ini didasarkan pada
kesatuannya sebagai tiga kesatuan (triunitas), bukan pada ketuhanan Allah
yang satu. Bukan hanya masing-masing Pribadi dalam Allah Tritunggal
bersemayam dalam dua Pribadi yang lain, namun masing-masing Pribadi juga
mempersatukan dua Pribadi yang lain untuk mewujudkan keagungan Tuhan.7
2. Pandangan Kesatuan Kehendak dan Tindakan: Menurut sudut pandang lain,
frasa ini mengisyaratkan bahwa Yesus dan Bapa memiliki kesatuan kehendak
dan tindakan untuk melaksanakan rencana keselamatan. Perspektif ini
menyatakan bahwa meskipun kehendak Tiga Pribadi bersifat subordinasi
tujuan dan tindakan mereka tetap satu. Subordinasi Anak tidak didasarkan
pada kurangnya keilahian, melainkan pada seberapa baik Dia memenuhi

6
John Drane, Memahami Perjanjian Baru, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005), 82
7
Yudha Thianto, Doktrin Allah Tritunggal dari Jurgen Moltmann dan Permasalahannya, Jurnal Teologi dan
Pelayanan, Vol. 14, No.2, 2023, 160
tanggung jawab yang Bapa berikan kepada-Nya. Kristus menempatkan semua
pengikut-Nya dalam pemeliharaan Bapa-Nya karena Dia secara pribadi telah
merasakan kekuatan dan dukungan dari Bapa-Nya. Bapa yang sama yang
memberikan dan menjamin kemuliaan Penebus, akan memberikan dan
menjamin kemuliaan umat-Nya yang telah ditebus. Kristus juga
menggarisbawahi kesatuan dua pribadi untuk meyakinkan domba-domba
kawanan-Nya dan meneguhkan janji kemuliaan: “Aku dan Bapa adalah satu,
masing-masing bekerja dalam kesatuan untuk melindungi para kudus dan
kesempurnaan mereka.” Hal ini menunjukkan pemahaman dan keselarasan
yang lebih dalam dibandingkan dengan ciri-ciri khusus antara Bapa dan Anak
dalam tujuan penebusan manusia. Karena mereka semua sepakat satu sama
lain, maka semua orang yang berbudi luhur adalah satu dengan Tuhan. Oleh
karena itu, jelaslah bahwa pernyataan di atas merujuk pada kesatuan kodrat
Bapa dan Putra—yakni kesetaraan keduanya dalam kekuatan dan keagungan
serta kesamaan hakikat dan hakikatnya. Hal ini dimanfaatkan oleh para bapa
gereja untuk melawan kaum Sabelian untuk menunjukkan pluralitas dan
perbedaan antara kedua pribadi ini—yaitu, bahwa Bapa dan Anak adalah dua
pribadi yang terpisah. Untuk menunjukkan kebersamaan dua orang, atau
bahwa mereka adalah satu, mereka juga menggunakan ajaran ini untuk
melawan kaum Arya. Dia tidak menyangkal Dia, dan orang-orang Yahudi
menyadari bahwa Dia sekarang mengaku sebagai Tuhan (ayat 33). Makna dari
kata-kata ini akan diungkapkan dengan lantang melalui batu-batu yang
dilempar orang-orang Yahudi kepada Yesus jika kita tetap membisu. Dia
menunjukkan bahwa tidak seorang pun dapat mengambil domba-domba itu
dari-Nya karena mereka tidak mampu melakukan hal yang sama dari tangan
Bapa. Fakta bahwa Anak mempunyai kuasa yang sama dengan Bapa
menunjukkan bahwa keduanya merupakan satu esensi fungsional.8
3. Pandangan Subordinasi dalam Inkarnasi: Sebagian teolog berpendapat bahwa
subordinasi kekekalan Anak terjadi dalam konteks inkarnasi-Nya. Hubungan
antara keilahian dan kemanusiaan telah dibahas dari sudut pandang Kristologis
pada Konsili Kalsedon pada tahun 451 dan Efesus pada tahun 431. Mengingat
bahwa Yesus Kristus adalah kesatuan dari keduanya, dapatkah seseorang
menjadi Allah sekaligus manusia? Hal ini sudah ada sebelum dua Konsili yang
disebutkan di atas. Beberapa orang telah mencoba menjelaskan hal ini, seperti
Apollinaris, yang mengatakan bahwa meskipun pikiran dan kesadaran Yesus
Kristus (Jiwanya) adalah ilahi, tubuh dan kehidupan jasmaninya adalah

8
Matthew Henry, Tafsiran Injil Yohanes, (Surabaya: Momentum, 2010)
manusia. Menurut perspektif ini, ketika Yesus mengambil wujud manusia, Dia
dengan sukarela tunduk kepada Bapa-Nya untuk menjalankan misi
keselamatan. Namun pembedaan ini hanya berlaku pada keadaan inkarnasi dan
tidak mengurangi keagungan-Nya sedikit pun. Pesan Inkarnasi yaitu, Allah
menjadi manusia dalam pribadi Yesus Kristus juga dapat dikaburkan oleh
dogma subordinasi Kristus. Tuhan menunjukkan belas kasihan-Nya terhadap
umat manusia dengan menanggung penderitaan manusia selama Inkarnasi.
Kesalahpahaman mengenai subordinasi Kristus mungkin membatasi
pemahaman kita akan kasih dan keselamatan yang ditawarkan Yesus Kristus
dan mengurangi makna Inkarnasi.9 Bagi mereka yang percaya bahwa, meskipun
dosa mereka tragis dan merusak yang menyebabkan mereka terpisah dari
Tuhan, umat manusia mempunyai kesempatan untuk mengalami persekutuan
kembali dengan Tuhan melalui kasih karunia-Nya, inkarnasi Kristus
memberikan jaminan. Agar umat manusia dapat hidup dan membentuk
kehidupan mereka ke depan sejalan dengan tujuan dan rancangan Tuhan bagi
sejarah, inkarnasi Kristus menandai dimulainya babak baru dalam sejarah
manusia.10

Kesimpulan

Dalam Injil Yohanes 10:30, Yesus mengungkapkan kepada orang-orang


Yahudi siapa diri-Nya yaitu, bahwa Dia satu dengan Allah Bapa. Dalam Yohanes
10:30, pernyataan “Aku dan Bapa adalah satu” mengungkapkan dengan jelas sifat
hubungan Yesus dengan Tuhan (Bapa). Kata “ὁ πατὴρ” memiliki arti “Bapa itu”.
Satu hal atau satu orang tidak pernah disebut dengan kata "ayam". Lebih jauh lagi,
karena Yesus mengorbankan nyawa-Nya demi domba-domba-Nya, Dia menyatakan
bahwa tidak seorang pun boleh mencuri atau menyerang mereka (Yohanes 10:28).
Ayat ini mengatakan bahwa Yesus sama berkuasanya dengan Allah. Dalam ayat 30,
Yesus menyatakan, "Aku dan Bapa adalah satu." Hal ini menyiratkan bahwa Yesus
dan Bapa-Nya mempunyai hubungan yang unik.

Perspektif mengenai Yohanes 10:30 sebagian besar berpusat pada subordinasi


kekekalan Anak. Sudut pandang yang umum mencakup hal-hal berikut:.
Perichoresis, atau sirkumincessio dalam bahasa Latin, adalah reaksi kehidupan yang

9
Friska Pasarrin, Persepsi terhadap Konsep Subordinasi Kristus dalam Tritunggal: Perspektif Persekutuan
Perikhoresis dan Implikasinya dalam Konteks Sosial, Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen, Vol. 5, No
2, 2023, 22
10
Minggus Minarto Pranoto, Perkembangan Doktrin Inkarnasi Kristus: Misteri Iman dan Dasar Keselamatan
Manusia, Jurnal Abdiel: Khazanah Pemikiran Teologi, Pendidikan Agama Kristen dan Musik Gereja, Vol. 7,
No. 2, 2023, 281
terjadi di dalam Allah Tritunggal melalui pertukaran energi. Mereka ada dan hadir
dalam dua Pribadi lainnya karena cinta abadi yang menyatukan ketiganya,
menjadikan mereka satu. Satu Pribadi hanya bisa ada dalam hubungannya dengan
dua Pribadi lainnya, dan Kehidupan Ilahi ini hadir dalam persekutuan hidup dari
ketiga Pribadi yang terhubung erat ini. Kesatuan ketiga Pribadi ini didasarkan pada
kesatuannya sebagai tiga kesatuan (triunitas), bukan pada ketuhanan Allah yang
satu. Subordinasi Anak tidak didasarkan pada kurangnya keilahian, melainkan pada
seberapa baik Dia memenuhi tanggung jawab yang Bapa berikan kepada-Nya. Dia
menunjukkan bahwa tidak seorang pun dapat mengambil domba-domba itu dari-
Nya karena mereka tidak mampu melakukan hal yang sama dari tangan Bapa. Di
antara penjelasan lain yang ditawarkan mengenai hal ini adalah klaim yang dibuat
oleh Apollinaris bahwa meskipun tubuh dan kehidupan Yesus Kristus adalah
manusia, pikiran dan kesadarannya (Jiwanya) adalah ilahi. Kesalahpahaman
mengenai subordinasi Kristus mungkin membatasi pemahaman kita akan kasih dan
keselamatan yang ditawarkan Yesus Kristus dan mengurangi makna Inkarnasi.

Anda mungkin juga menyukai