XI MIPA 2
Di susun oleh :
Kelompok 1
Annassa Yumna Hanifa (05)
Parahita Suba Paramastuti (26)
Siti Muzaiyaroh (31)
Wahyu Bertha Wijayanti (35)
1
KATA PENGANTAR
Terima kasih.
Penulis
2
Kelompok 1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Kerajaan Banten
2.2 Keterikatan Kerajaan Banten dengan VOC
2.3 Kehidupan Ekonomi,Politik dan Sosial Budaya kerajaan
Banten
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Untuk memperluas wawasan pengalaman bagi siswa/siswi.
2. Membantu Siswa/Siswi agar lebih aktif dalam mengemukakan
pendapat.
3. Untuk mengetahui secara umum tentang Kerajaan Banten serta
mengapa VOC ingin menguasai kerajaan tersebut.
4
BAB 2
PEMBAHASAN
5
Belanda menggambarkan bahwa Banten memiliki luas hampir
sama dengan Amsterdam kuno. Selain itu, Belanda
menggambarkan bahwa Banten terletak pada dataran kosong
di kaki perbukitan. Untuk sampai ke Banten, diperlukan jarak
tempuh sekitar 25 mil antara Jawa dan Sumatra. Pada kedua
sisi kota mengalir sungai, dimana salah satu dari sungai itu
mengalir melewati kota.
Saat itu, Banten sudah berkembang sebagai kota pelabuhan
yang ramai, dimana terdapat para pedagang Cina, Arab,
Portugis, dan Inggris selain dari pedagang Belanda dan
pribumi. Komunikasi antara pedagang pribumi dan pedagang
asing dengan menggunakan lingua frangka. Dapat dikatakan
bahwa Banten merupakan salah satu pelabuhan besar di
Nusantara. Dengan ditunjang oleh potensi alam berupa beras
dan komoditi unggulan rempah-rempah berupa lada, Banten
sangat maju dalam hal ekonomi seperti pada kota-kota dagang
pada umumnya.
Dalam hal politik, Banten dibawah kekuasaan Sultan Ageng
Tirtayasa mampu menjaga stabilitas politik. Hubungan
kerajaan Banten dengan kerajaan lain di Pulau Jawa, seperti
kerajaan Mataram dan Cirebon terjalin dengan baik.
Hubungan antara Banten dengan kerajaan lain di Pulau Jawa
tidak sejalan dengan hubungan antara Banten dengan Belanda.
Berkali-kali Sultan Ageng Tirtayasa menentang Belanda,
terutama VOC. Hubungan antara Banten dengan Mataram yang
pada awalnya sering mengalami ketegangan karena Mataram
hendak menjadikan Banten sebagai daerah bawahannya mulai
menjadi kurang baik lagi ketika Amangkurat II
menandatangani perjanjian dengan VOC. Hal tersebut sama
seperti ketika Cirebon bekerjasama dengan VOC pada 1681.
Pada akhirnya hubungan baik antara Banten dan kerajaan-
kerajaan lain terganggu dengan kehadiran VOC.
6
Potensi alam yang dimiliki Banten pun merupakan daya tarik
tersendiri, dimana Banten adalah penghasil lada terbesar di
Jawa Barat dan penghasil beras dengan dibukanya lahan
pertanian dan sarana irigasi oleh Sultan Ageng Tirtayasa.
Selain dari potensi alam dan letak geografis, VOC
memerlukan tempat yang cocok untuk dijadikan sebagai pusat
pertemuan. Letak Belanda yang jauh dari wilayah Nusantara
menyulitkan Heeren XVII untuk mengatur dan mengawasi
kegiatan perdagangan. Dengan pertimbangan tersebut, Banten
dipilih sebagai Rendez-vous, yaitu pusat pertemuan, dimana
pelabuhan, kantor-kantor dapat dibangun, dan fasilitas-
fasilitas pengangkutan laut dapat disediakan, keamanan
terjamin dan berfungsi dengan baik. Hal inilah yang membuat
VOC dibawah pimpinan Gubernur Jendral Joan Maetsuyker
hendak menguasai Banten. Perlu diketahui, pada saat Sultan
Ageng Tirtayasa berkuasa tahun 1651 sampai dengan 1682,
VOC dipimpin oleh Joan Maetsuyker yang memimpin VOC
dari tahun 1653 sampai 1678. Menurut Nicolaus de Graaff,
Joan Maetsuyker merupakan pemimpin VOC terlama dengan
kedudukan selama seperempat abad. Pada masa pemerintahan
Maetsuyker inilah VOC mengalami masa keemasannya. Untuk
dapat menguasai Banten, langkah yang digunakan oleh VOC
adalah dengan memblokade akses menuju ke pelabuhan
Banten dengan tujuan memperlemah sektor perekonomian
Bnaten. Kapal- kapal asing yang hendak berdagang di Banten
dicegat oleh Belanda. Selain itu, kapal-kapal yang telah
berdagang di Banten pun dicegat oleh Belanda sehingga
pelabuhan Banten mengalami penurunan aktivitas
perdagangan dan kegiatan perekonomi terganggu. Menyikapi
hal tersebut, Banten mengadakan perlawanan dengan
menyerbu dan merampas kapal-kapal Belanda yang bernaung
dibawah VOC. Akan tetapi, VOC menggunakan siasat lain,
7
yaitu dengan memberikan hadiah menarik dan berupaya
memperbaharui perjanjian tahun 1645, akan tetapi hal tersebut
ditolak oleh Sultan Ageng Tirtayasa.
Kehidupan Ekonomi
Kehidupan Politik
8
Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1683). Di bawah kekuasaan
Sultan Ageng Tirtayasa, Kerajaan Banten dapat mengungguli
Makassar dan Aceh sebagai bandar perdagangan lada terbesar
di Indonesia. Hal itu membuat VOC tidak senang, dan menilai
Banten telah mengganggu praktik monopoli perdagangan lada
yang dilakukannya di Batavia. Untuk mengalahkan VOC,
Sultan Ageng Tirtayasa menyusun serangkaian strategi. Salah
satu cara yang dijalankan adalah dengan mengundang para
pedagang Eropa lain, seperti Inggris, Perancis, Denmar, dan
Portugis untuk berdagang di wilayahnya. Selain itu, Sultan
Ageng Tirtayasa juga mengembangkan hubungan dagang dan
memberi tempat di Banten kepada negara-negara Asia, seperti
Persia, Benggala, Siam, Tonkin, dan China.
9
Mereka inilah yang dikenal sebagai Suku Badui, yang
menganut kepercayaan Sunda Wiwitan.
Selain dipengaruhi agama, perubahan pada kehidupan sosial
masyarakat Banten juga dipengaruhi oleh perekonomian
kerajaan.
Kerajaan Banten merupakan kerajaan maritim, di mana
kehidupan perekonomiannya bertumpu pada perdagangan
internasional.
Pelabuhan Banten ramai dikunjungi oleh para pedagang dari
berbagai negeri, mulai dari pedagang Eropa, Arab, Iran, India,
China, dan masih banyak lainnya.
Banyaknya pedagang dari berbagai negara yang singgah,
kemudian ada juga yang menetap, memberikan pengaruh
terhadap pola hubungan sosial masyarakat Banten.
Salah satu tandanya dapat dilihat dari munculnya permukiman
yang dihuni oleh etnis yang sama, seperti Pecinan (kampung
China), Keling (kampung India), Kampung Melayu, dan
Kampung Banda.
Hingga masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, kehidupan
sosial masyarakat Banten cukup damai.
Pasalnya, para sultan memerhatikan kehidupan dan
kesejahteraan rakyatnya.
10
Sultan Haji dan VOC mampu meredam perlawanan dan
berhasil memukul mundur pasukan Sultan Ageng dan
Pangeran Purbaya hingga ke Bogor.
Sultan Ageng Tirtayasa akhirnya ditangkap oleh VOC pada
1683 dan ia dibawa ke Batavia sebagai tahanan.
VOC juga berhasil menjadikan Sultan Haji sebagai ‘’raja
boneka’’ di kesultanan Banten, sehingga secara tidak langsung
VOC dapat menaklukkan Banten serta memonopoli
perdagangan di kawasan pesisir Jawa.
11
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Banten merupakan salah satu pelabuhan terbesar di Nusantara
dengan letak yang stategis di ujung barat pulau Jawa dekat
dengan selat Sunda yang merupakan titik pertemuan jalur
perdagangan Asia bahkan dunia setelah jatuhnya Malaka ke
tangan Portugis pada 1511. Hal tersebut membuat Banten
selalu ramai oleh lalu lintas perdagangan. Disamping itu,
Banten memiliki potensi alam yang cukup menguntungkan,
dimana Banten merupakan penghasil lada terbesar di Jawa
Barat. Pada rentang waktu antara 1651 sampai dengan 1682,
Banten mampu memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya
dengan swasembada beras dibawah kekuasaan Sultan Ageng
Tirtayasa. Dengan kondisi alam dan letak geografis inilah
yang membuat VOC dibawah pimpinan Gubernur Jendral Joan
Maetsuyker (1653-1678) berkeinginan untuk menguasai
Banten, menjadikannya sebagai pusat pertemuan (Rendez-
vous) sekaligus memonopoli perdagangan rempah-rempah,
khususnya lada.
12
1658 yang berlangsung terus menerus sampai diadakannya
perjanjian gencatan senjata tanggal 10 Juli 1659.
3.2 Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
14