Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

HUBUNGAN KERAJAAN BANTEN DENGAN VOC

XI MIPA 2
Di susun oleh :
Kelompok 1
Annassa Yumna Hanifa (05)
Parahita Suba Paramastuti (26)
Siti Muzaiyaroh (31)
Wahyu Bertha Wijayanti (35)

SMA NEGERI NGORO


Tahun Ajaran 2023/2024

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami


kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
tepat waktu. Tanpa pertolongannya tentunya kami tidak akan
sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat
serta salam semoga terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad
SAW yang kita nantikan syafaatnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan


nikmat sehat baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran ,
sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah sebagai tugas
Sejarah Indonesia yaitu tentang Hubungan Kerajaan Banten dengan
VOC yang berjudul Makalah “Hubungan Kerajaan Banten dengan
VOC”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari


kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta
kekurangan didalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik
serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya penulis lebih
baik lagi dalam menulis makalah. Kemudian apabila banyak
kesalahan dalam makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-
besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Terima kasih.

Penulis

2
Kelompok 1

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Kerajaan Banten
2.2 Keterikatan Kerajaan Banten dengan VOC
2.3 Kehidupan Ekonomi,Politik dan Sosial Budaya kerajaan
Banten
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesultanan Banten awalnya hanya sebuah kadipaten yang berada
di bawah kekuasaan Kerajaan Padjajaran yang bercorak
Hindu. Wilayah kerajaan ini merupakan salah satu wilayah yang
berpengaruh dalam jalur perdagangan internasional. Banten
merupakan salah satu pelabuhan terpenting kerajaan ini dan
wilayah lain, di antaranya, Pontang, Tangerang, Kalapa,
Cimanuk, dan Cirebon. Ekspor utama pelabuhan Banten adalah
lada dan beras. Posisi Banten yang sangat strategis membuat
wilayah ini menjadi tempat transit pedagang dari negara-negara
lain seperti Maladewa serta kerajaan-kerajaan lain.

1.2 Rumusan Masalah


1. Keterkaitan Kerajaan Banten dengan VOC ?
2. Bagaimana kehidupan ekonomi,politik dan sosial budaya
kerajaan pada masa tersebut?
3. Bagaimana perlawanan kerajaan Banten terharap VOC?

1.3 Tujuan
1. Untuk memperluas wawasan pengalaman bagi siswa/siswi.
2. Membantu Siswa/Siswi agar lebih aktif dalam mengemukakan
pendapat.
3. Untuk mengetahui secara umum tentang Kerajaan Banten serta
mengapa VOC ingin menguasai kerajaan tersebut.

4
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Keterkaitan Kerajaan Banten dengan VOC

Banten sebagai kesultanan memiliki potensi geografis dan


potensi alam yang membuat para pedagang Eropa khususnya
hendak menguasai Banten. Secara geografis, Banten terletak
di ujung barat pulau Jawa, dimana jalur perdagangan
Nusantara yang merupakan bagian dari jalur perdagangan Asia
dan Dunia. Selain itu, letaknya yang dekat dengan selat Sunda
menjadikan Banten sebagai pelabuhan transit sekaligus pintu
masuk ke Nusantara setelah Portugis mengambil alih Malaka
pada tahun 1511.
Kondisi geografis Banten pada awal abad ke 16 dilukiskan
oleh Couto, yaitu Banten terletak di pertengahan teluk yang
memiliki lebar sekitar 3 mil dan panjang sekitar 850 depa
serta dari tepi laut memiliki panjang sekitar 400 depa. Untuk
melindungi kota Banten, terdapat sebuah benteng yang
dinding setebal tujuh telapak tangan laki-laki terbuat dari bata
dan pada bagian pertahanannya terbuat dari kayu setinggi dua
tingkat dengan dilengkapi oleh persenjataan yang baik. Pusat
kota terletak pada lapangan raja (alun-alun) yang disebut
pasebandengan masjid dan pasar disekitarnya. Jalan-jalan
dibuat secara simetris, membentuk palang silang yang
sempurna. Banten memiliki luas sekitar 10.000 km2, wilayah
yang tidak lebih luas dari sebuah kabupaten yang besar di
Perancis. Wilayah Banten membentang dari Tangerang sampai
Tulang Bawang dan dari Pelabuhan ratu sampai Silebardengan
jumlah penduduk sekitar 80.000 sampai 100.000 orang pada
penghujung abad ke16.

5
Belanda menggambarkan bahwa Banten memiliki luas hampir
sama dengan Amsterdam kuno. Selain itu, Belanda
menggambarkan bahwa Banten terletak pada dataran kosong
di kaki perbukitan. Untuk sampai ke Banten, diperlukan jarak
tempuh sekitar 25 mil antara Jawa dan Sumatra. Pada kedua
sisi kota mengalir sungai, dimana salah satu dari sungai itu
mengalir melewati kota.
Saat itu, Banten sudah berkembang sebagai kota pelabuhan
yang ramai, dimana terdapat para pedagang Cina, Arab,
Portugis, dan Inggris selain dari pedagang Belanda dan
pribumi. Komunikasi antara pedagang pribumi dan pedagang
asing dengan menggunakan lingua frangka. Dapat dikatakan
bahwa Banten merupakan salah satu pelabuhan besar di
Nusantara. Dengan ditunjang oleh potensi alam berupa beras
dan komoditi unggulan rempah-rempah berupa lada, Banten
sangat maju dalam hal ekonomi seperti pada kota-kota dagang
pada umumnya.
Dalam hal politik, Banten dibawah kekuasaan Sultan Ageng
Tirtayasa mampu menjaga stabilitas politik. Hubungan
kerajaan Banten dengan kerajaan lain di Pulau Jawa, seperti
kerajaan Mataram dan Cirebon terjalin dengan baik.
Hubungan antara Banten dengan kerajaan lain di Pulau Jawa
tidak sejalan dengan hubungan antara Banten dengan Belanda.
Berkali-kali Sultan Ageng Tirtayasa menentang Belanda,
terutama VOC. Hubungan antara Banten dengan Mataram yang
pada awalnya sering mengalami ketegangan karena Mataram
hendak menjadikan Banten sebagai daerah bawahannya mulai
menjadi kurang baik lagi ketika Amangkurat II
menandatangani perjanjian dengan VOC. Hal tersebut sama
seperti ketika Cirebon bekerjasama dengan VOC pada 1681.
Pada akhirnya hubungan baik antara Banten dan kerajaan-
kerajaan lain terganggu dengan kehadiran VOC.

6
Potensi alam yang dimiliki Banten pun merupakan daya tarik
tersendiri, dimana Banten adalah penghasil lada terbesar di
Jawa Barat dan penghasil beras dengan dibukanya lahan
pertanian dan sarana irigasi oleh Sultan Ageng Tirtayasa.
Selain dari potensi alam dan letak geografis, VOC
memerlukan tempat yang cocok untuk dijadikan sebagai pusat
pertemuan. Letak Belanda yang jauh dari wilayah Nusantara
menyulitkan Heeren XVII untuk mengatur dan mengawasi
kegiatan perdagangan. Dengan pertimbangan tersebut, Banten
dipilih sebagai Rendez-vous, yaitu pusat pertemuan, dimana
pelabuhan, kantor-kantor dapat dibangun, dan fasilitas-
fasilitas pengangkutan laut dapat disediakan, keamanan
terjamin dan berfungsi dengan baik. Hal inilah yang membuat
VOC dibawah pimpinan Gubernur Jendral Joan Maetsuyker
hendak menguasai Banten. Perlu diketahui, pada saat Sultan
Ageng Tirtayasa berkuasa tahun 1651 sampai dengan 1682,
VOC dipimpin oleh Joan Maetsuyker yang memimpin VOC
dari tahun 1653 sampai 1678. Menurut Nicolaus de Graaff,
Joan Maetsuyker merupakan pemimpin VOC terlama dengan
kedudukan selama seperempat abad. Pada masa pemerintahan
Maetsuyker inilah VOC mengalami masa keemasannya. Untuk
dapat menguasai Banten, langkah yang digunakan oleh VOC
adalah dengan memblokade akses menuju ke pelabuhan
Banten dengan tujuan memperlemah sektor perekonomian
Bnaten. Kapal- kapal asing yang hendak berdagang di Banten
dicegat oleh Belanda. Selain itu, kapal-kapal yang telah
berdagang di Banten pun dicegat oleh Belanda sehingga
pelabuhan Banten mengalami penurunan aktivitas
perdagangan dan kegiatan perekonomi terganggu. Menyikapi
hal tersebut, Banten mengadakan perlawanan dengan
menyerbu dan merampas kapal-kapal Belanda yang bernaung
dibawah VOC. Akan tetapi, VOC menggunakan siasat lain,

7
yaitu dengan memberikan hadiah menarik dan berupaya
memperbaharui perjanjian tahun 1645, akan tetapi hal tersebut
ditolak oleh Sultan Ageng Tirtayasa.

2.2 Kehidupan Ekonomi, Politik dan Sosial Budaya Kerajaan Banten

 Kehidupan Ekonomi

Kehidupan ekonomi Kerajaan Banten


Nama Banten telah disebut-sebut dalam sumber-sumber China
dari awal bad ke-15, sebagai pelabuhan penting yang masuk
dalam jaringan pelayaran dan perdagangan internasional.
Ketika Kerajaan Banten didirikan, Malaka telah jatuh ke
tangan bangsa Portugis.
Dengan penguasaan Malaka oleh Portugis, Banten semakin
berarti bagi pelayaran dan perdagangan internasional melalui
Selat Sunda.
Pasalnya, Portugis telah memonopoli perdagangan di Malaka
dan mengenakan pajak yang sangat tinggi bagi pedagang
Muslim yang melalui Selat Malaka, sehingga aktivitas
perdagangan dan pelayaran berpindah ke Banten.
Sejak itu, kehidupan ekonomi Kerajaan Banten semakin
berkembang karena pelabuhannya banyak dikunjungi oleh
pedagang asing dari Iran, India, Arab, China, dan sebagainya.
Dari pelabuhannya, berbagai sumber daya yang dihasilkan di
berbagai wilayah kekuasaan Kerajaan Banten dialirkan ke
penjuru dunia.

 Kehidupan Politik

Komoditas perdagangan itulah yang menjadi salah satu faktor


penyebab Kerajaan Banten dapat mencapai kejayaan di bawah

8
Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1683). Di bawah kekuasaan
Sultan Ageng Tirtayasa, Kerajaan Banten dapat mengungguli
Makassar dan Aceh sebagai bandar perdagangan lada terbesar
di Indonesia. Hal itu membuat VOC tidak senang, dan menilai
Banten telah mengganggu praktik monopoli perdagangan lada
yang dilakukannya di Batavia. Untuk mengalahkan VOC,
Sultan Ageng Tirtayasa menyusun serangkaian strategi. Salah
satu cara yang dijalankan adalah dengan mengundang para
pedagang Eropa lain, seperti Inggris, Perancis, Denmar, dan
Portugis untuk berdagang di wilayahnya. Selain itu, Sultan
Ageng Tirtayasa juga mengembangkan hubungan dagang dan
memberi tempat di Banten kepada negara-negara Asia, seperti
Persia, Benggala, Siam, Tonkin, dan China.

 Kehidupan Sosial Budaya

Kehidupan sosial Kerajaan Banten


Sebelum berdiri kerajaan Islam Banten, wilayahnya
merupakan bagian dari Kerajaan Sunda di mana mayoritas
masyarakatnya beragama Hindu dan Sunda Wiwitan.
Raja Kerajaan Banten yang pertama adalah Maulana
Hasanuddin, putra Sunan Gunung Jati, salah satu anggota Wali
Songo. Sejak Maulana Hasanuddin memerintah, kehidupan
sosial masyarakat Banten pun secara berangsur-angsur
berubah.
Pengaruh Islam semakin kuat menyebar di masyarakat, bahkan
hingga ke pedalaman.
Masyarakat yang menolak pengaruh Islam dan memilih
mempertahankan tradisi-tradisi serta kepercayaan lamanya,
menyingkir ke pedalaman.

9
Mereka inilah yang dikenal sebagai Suku Badui, yang
menganut kepercayaan Sunda Wiwitan.
Selain dipengaruhi agama, perubahan pada kehidupan sosial
masyarakat Banten juga dipengaruhi oleh perekonomian
kerajaan.
Kerajaan Banten merupakan kerajaan maritim, di mana
kehidupan perekonomiannya bertumpu pada perdagangan
internasional.
Pelabuhan Banten ramai dikunjungi oleh para pedagang dari
berbagai negeri, mulai dari pedagang Eropa, Arab, Iran, India,
China, dan masih banyak lainnya.
Banyaknya pedagang dari berbagai negara yang singgah,
kemudian ada juga yang menetap, memberikan pengaruh
terhadap pola hubungan sosial masyarakat Banten.
Salah satu tandanya dapat dilihat dari munculnya permukiman
yang dihuni oleh etnis yang sama, seperti Pecinan (kampung
China), Keling (kampung India), Kampung Melayu, dan
Kampung Banda.
Hingga masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, kehidupan
sosial masyarakat Banten cukup damai.
Pasalnya, para sultan memerhatikan kehidupan dan
kesejahteraan rakyatnya.

2.3 Perlawanan Kerajaan Banten


Pada tahun 1681, Istana Surosowan berhasil direbut Sutan
Haji dan VOC dan Sultan Ageng Tirtayasa pindah ke daerah
Tirtayasa untuk mendirikan keraton baru.
Di Istana baru tersebut, Sultan Agung Trtayasa mengumpulkan
bekal dan kekuatan untuk merebut kembali Istana Surosowan.
Pasukan Sultan Ageng mampu mendesak pasukan Sultan Haji
dalam penyerangan tahun 1682, sehingga Sultan Haji meminta
bantuan VOC.

10
Sultan Haji dan VOC mampu meredam perlawanan dan
berhasil memukul mundur pasukan Sultan Ageng dan
Pangeran Purbaya hingga ke Bogor.
Sultan Ageng Tirtayasa akhirnya ditangkap oleh VOC pada
1683 dan ia dibawa ke Batavia sebagai tahanan.
VOC juga berhasil menjadikan Sultan Haji sebagai ‘’raja
boneka’’ di kesultanan Banten, sehingga secara tidak langsung
VOC dapat menaklukkan Banten serta memonopoli
perdagangan di kawasan pesisir Jawa.

11
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Banten merupakan salah satu pelabuhan terbesar di Nusantara
dengan letak yang stategis di ujung barat pulau Jawa dekat
dengan selat Sunda yang merupakan titik pertemuan jalur
perdagangan Asia bahkan dunia setelah jatuhnya Malaka ke
tangan Portugis pada 1511. Hal tersebut membuat Banten
selalu ramai oleh lalu lintas perdagangan. Disamping itu,
Banten memiliki potensi alam yang cukup menguntungkan,
dimana Banten merupakan penghasil lada terbesar di Jawa
Barat. Pada rentang waktu antara 1651 sampai dengan 1682,
Banten mampu memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya
dengan swasembada beras dibawah kekuasaan Sultan Ageng
Tirtayasa. Dengan kondisi alam dan letak geografis inilah
yang membuat VOC dibawah pimpinan Gubernur Jendral Joan
Maetsuyker (1653-1678) berkeinginan untuk menguasai
Banten, menjadikannya sebagai pusat pertemuan (Rendez-
vous) sekaligus memonopoli perdagangan rempah-rempah,
khususnya lada.

Untuk memenuhi kehendaknya, VOC mulai menggunakan


siasat blokade ekonomi dengan tujuan agar Banten mau
tunduk kepada VOC. Hal tersebut dilakukan dengan
menyerang kapal-kapal asing yang hendak berdagang di
Banten. Kondisi ini membuat Banten mengalami penurunan
dalam hal kegiatan perekonomian. Menaggapi hal tersebut,
Sultan Ageng Tirtayasa memerintahkan untuk melakukan
perlawanan terhadap VOC. Pelawanan tersebut terjadi sampai
dengan adanya tawaran perjanjian gencatan senjata pada.
Tanggal 29 April 1658. Namun, perjanjian tersebut ditolak
oleh Banten dan mulailah kembali perlawanan dari bulan Mei

12
1658 yang berlangsung terus menerus sampai diadakannya
perjanjian gencatan senjata tanggal 10 Juli 1659.

Gubernur Jendral Ryklop van Goens yang menggantikan


Gubernur Jendral Joan Maetsuyker kemudian memerintahkan
untuk menghancurkan Banten. Kekuasaan Banten mulai
melemah ketika Cirebon pada tahun 1681 dan Mataram yang
memiliki hubungan baik dengan Banten bekerjasama dan
tunduk atas VOC. Selain itu, adanya pembagian kekuasaan di
kesultanan Banten, dimana Sultan Haji dan Pangeran Arya
Purbaya yang merupakan anak dari Sultan Ageng Tirtayasa,
mendapat kekuasaan intern kesultanan. Hal tersebut diketahui
oleh W. Caeff, wakil VOC di Banten, sehingga VOC
memanfaatkan pembagian kekuasaan tersebut untuk mengadu
domba Sultan Haji dengan Pangeran Arya Purbaya dan Sultan
Ageng Tirtayasa, sampai pada akhirnya terjadi perang
saudara yang menyebabkan berakhirnya kekuasaan Sultan
Ageng Tirtayasa pada tahun 1682.

3.2 Saran

13
DAFTAR PUSTAKA

Notosusanto, Nugroho,Sejarah Nasional Indonesia jilid III, Balai


Pustaka, Jakarta, 2010.

14

Anda mungkin juga menyukai