Proses Produksi Film dapat dikatakan sebagai sebuah sistem, artinya antara
komponen yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan
satu dengan lainnya. Kegagalan pada salah satu proses akan menyebabkan sulitnya
membuat film yang enak ditonton dan mempunyai kesinambungan yang utuh. Proses
produksi yang dimulai dari adanya suatu ide yang kemudian dikembangkan dalam bentuk
naskah dan akhirnya di visualisasikan menjadi sebuah bentuk film yang kemudian harus
di evaluasi untuk mengetahui mutu dari film tersebut melibatkan orang-‐orang yang
kompeten di bidangnya, berdedikasi tinggi dan mempunyai kemampuan untuk
bekerjasama dalam tim yang baik.
Pemilihan style film yang akan dibuat harus sesuai dengan kemampuan skill yang
kita miliki. Juga harus disesuaikan dengan budget yang tersedia. Apabila tidak, maka hasil
dari film yang kita buat tidak akan maksimal, bahkan mungkin gagal total. Adapun
beberapa style yang sering kita lihat yaitu:
1) Full animasi (mengandalkan skill dibidang animasi)
2) Full Cinematografi (mengandalkan skill dibidang sinematografi)
3) Gabungan antara keduanya.
Pemilihan Tema dan Ide Cerita, merupakan garis besar visual yang akan kita buat.
Pemilihan tema dilakukan secara brain storming. Misalnya temanya adalah alam, ghotic,
humor, dan lain-‐lain. Setelah mendapatkan tema, kemudian kita buat detail dalam bentuk
synopsis. Banyak melihat pada referensi adalah hal yang sangat baik. Bagi sebagian kita,
referensi kadang membuat kita ingin membuat sesuatu diluar jangkauan ketrampilan kita.
Hal ini kadang membuat kualitasnya tanggung atau jelek sama sekali. Pemilihan ide
dan referensi ini sesuai dengan keterampilan kita agar tantangannya tetap ada. Jangan
terlalu terjebak dengan aturan-‐aturan dalam pembuatan cerita film. Menurut pengalaman,
hal ini dapat membuat sebuah film cerita tidak sama dengan aturan sebuah video lainnya.
Dalam pencarian sebuah ide untuk synopsis, harus memperhitungkan hal penting ini :
1. Penyesuaian budget
2. Feel
3. Skill
4. Lihat referensi
5. dan peralatan yang ada
Setelah sinopsis jadi, selanjutnya dibuatlah script, story board, director script.
Menurut pengalaman story board, meskipun cukup sulit dibuat namun cukup berguna,
hanya saja jangan sampai terjebak dalam proses ini, karena kadang pembuatannya terlalu
memakan waktu dan kurang akurat dengan kondisi saat syuting.
Director script cukup penting dibuat untuk kemudahan bagi sutradara pada
pelaksanaan syuting. Director script juga sangat membantu dalam efesiensi waktu dan
juga akurasi dalam memvisualisasikan script. Adapun format lain dalam penyususnan
desain pra produksi ini yaitu :
A. TAHAP PRA PRODUKSI
1. Analisis Ide Cerita
Sebelum membuat cerita film, kita harus menentukan tujuan pembuatan film.
Hanya sebagai hiburan, mengangkat fenomena, pembelajaran atau pendidikan,
dokumenter, ataukah menyampaikan pesan moral tertentu. Hal ini sangat perlu agar
pembuatan film lebih terfokus, terarah dan sesuai. Jika tujuan telah ditentukan maka
semua detail cerita dan pembuatan film akan terlihat dan lebih mudah. Jika perlu
diadakan observasi dan pengumpulan data dan faktanya. Bisa dengan membaca buku,
artikel atau bertanya langsung kepada sumbernya.
2. Menyiapkan Naskah Skenario
Jika penulis naskah sulit mengarang suatu cerita, maka dapat mengambil cerita
dari cerpen, novel ataupun film yang sudah ada dengan diberi adaptasi yang lain.
Setelah naskah disusun maka perlu diadakan Breakdown naskah. Breakdown naskah
dilakukan untuk mempelajari rincian cerita yang akan dibuat film.
Memilih dan mencari lokasi atau setting pengambilan gambar sesuai naskah.
Untuk pengambilan gambar di tempat umum biasanya memerlukan surat ijin tertentu.
Akan sangat mengganggu jalannya shooting jika tiba-‐tiba diusir dipertengahan
pengambilan gambar karena tidak memiliki ijin.
Dalam hunting lokasi perlu diperhatikan berbagai resiko seperti akomodasi,
transportasi, keamanan saat shooting, tersedianya sumber listrik, dan lain-‐ lain.
Seting yang telah ditentukan skenario harus betul-‐betul layak dan tidak menyulitkan
pada saat produksi. Jika biaya produksi kecil, maka tidak perlu tempat yang jauh dan
memakan banyak biaya.
6. Menyiapkan Kostum Dan Properti
Memilih dan mencari pakaian yang akan dikenakan tokoh cerita beserta
propertinya. Kostum dapat diperoleh dengan mendatangkan desainer khusus ataupun
cukup membeli atau menyewa namun disesuaikan dengan cerita skenario.
Kelengkapan produksi menjadi tanggung jawab tim properti dan artistik.
7. Menyiapkan Peralatan
Untuk mendapatkan hasil film atau video yang baik maka diperlukan peralatan
yang lengkap dan berkualitas, diantaranya:
• Clipboard.
• Proyektor.
• Lampu.
• Kabel Roll.
• TV Monitor.
• Kamera video S‐VHS atau Handycam.
• Pita atau Tape.
• Mikrophone clip‐on wireless.
• Tripod Kamera.
• Tripod Lampu.
8. Casting Pemain
Memilih dan mencari pemain yang memerankan tokoh dalam cerita film. Dapat
dipilih langsung ataupun dicasting terlebih dahulu. Casting dapat diumumkan secara
luas atau cukup diberitahu lewat rekan‐rekan saja. Pemilihan pemain selain
diperhatikan dari segi kemampuannya juga dari segi budgetataupembiayaan yang
dimiliki.
B. TAHAP PRODUKSI
Produksi adalah proses yang paling menentukan keberhasilan penciptaan sebuah
karya film. proses yang dalam kata lain bisa disebut dengan shooting (pengambilan
gambar) ini dipimpin oleh seorang sutradara, orang yang paling bertanggung jawab
dalam proses ini. orang yang ikut dalam proses ini antara lain kameraman atau DOP
(Director Of Photography) yang mengatur cahaya, warna, dan merekam gambar.
Artistik yang mengatur set, make up, wardrobe dan lain sebagainya, dan Soundman
yang merekam suara.
Tahapan ini dimana hampir seluruh team work mulai bekerja. Seorang sutradara,
produser atau line produser sangat dituntut kehandalannya untuk mengatasi kru dalam
tiap tahap ini. Beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan adalah:
1. Manajemen Lapangan
Manajemen lapangan mencakup beberapa hal, yaitu:
• Manajemen lokasi (perijinan, keamanan, keselamatan)
• Talent koordinasi (koordinasi kostum, make up dll)
• Manajemen waktu (koordinasi konsumsi, kecepatan kerja, penyediaan alat)
Crew koordinasi (koordinasi para kru)
Attitude dalm bekerja merupakan hal yang sangat penting. Kesabaran, pengertian
dan kerjasama merupakan attitude yang diperlukan untuk mencapai sukses. Berdoa
sebelum bekerja dan briefing sebelum memulai merupakan hal yang baik untuk
menyatukan semangat, visi dan attitude yang diinginkan. Jangan pernah kehilangan
control emosi pada saat syuting. Apalagi semua bekerja dengan keterbatasan waktu.
2. Kegiatan Shooting
Tahap ini adalah tahap dimana kepiawaian sutradara, DOP, dan kru sangat
menentukan. Kualitas gambar adalah selalu ingin kita capai. Oleh karena itupenguasaan
kamera dan ligthing sangatlah penting. Untuk mencapai hasil maksimal dengan alat
yang kita gunakan, ada beberapa hal yang harus kita ketahui.
a. Shooting Outdoor
Shooting outdoor biasa menekan budget, namun harus berhati-‐hati
melakukannya karena sangat bergantung dari keadaan cuaca saat syuting dilakukan.
Beberapa yang harus dipersiapkan saat syuting outdoor adalah:
·∙ cahaya matahari (hard, soft)
·∙ hujan buatan
·∙ camera setting (irish, speed, white balance, focus)
b. Shooting Indoor
Shooting indoor lebih cepat terkontrol dari pada shooting outdoor, namun
dibutuhkan peralatan yang cukup lengkap. Antara lain:
·∙ pemilihan background
·∙ monitor
c. Visual Efek
Beberapa trik mudah untuk dilakukan untuk membuat video kelihatan lebih menarik
antara lain dengan:
·∙ reserve motion
Beberapa hal lain pada saat produksi yang juga perlu untuk diperhatikan yaitu:
Sebelum membuat cerita film, kita harus menentukan tujuan pembuatan film. Hanya sebagai
hiburan, mengangkat fenomena, pembelajaran atau pendidikan, dokumenter, ataukah
menyampaikan pesan moral tertentu. Hal ini sangat perlu agar pembuatan film lebih terfokus,
terarah dan sesuai. Adapun tim tersebut terdiri atas:
1. Produser
Sebutan ini untuk orang yang memproduksi sebuah film tetapi bukan dalam arti membiayai
atau menanamkan investasi dalam sebuah produksi. Tugas seorang produser adalah memimpin
seluruh tim produksi agar sesuai dengan tujuan yangtelah ditetapkan bersama, baik dalam aspek
kreatif maupun manajemen produksi dengan anggaran yang telah disetujui oleh executive
producer. Dalam menjalankan tugasnya produser di bantu oleh asst. Produser.
2. Sutradara atau Directorf
Orang yang mengontrol tindakan dan dialog di depan kamera dan bertanggung jawab untuk
merealisasikan apa yang dimaksud oleh naskah dan produser. Asst. Director: Seorang asisten
sutradara film yang memperhatikan administrasi, hal yang penting sehingga departemen
produksi selalu mengetahui perkembangan terbaru proses pengambilan film. Ia bertanggung
jawab akan kehadiran aktor atau aktris pada saat dan tempat yang tepat, dan juga untuk
melaksanakan instruksi sutradara.
7. Make up Artist
Bertugas mengatur make up yang sesuai dengan nuansa cerita dalam produksi film.
8. Tata Artistik atau Artistic Director:
Bertugas membuat dan mengatur latar dan setting yang sesuai dengan nuansa cerita dalam
produksi film.
9. Editor
Bertugas melakukan editing pada hasil pengambilan gambar dalam produksi film.
10. Kliper:
Bertugas memberi tanda pengambilan shot dalam produksi film.
11. Script Supervisor, Script Clerk atau Pencatat Adegan:
Bertanggungjawab untuk mencatat seluruh adegan dan pengambilan gambar yang diproduksi.
termasuk semua informasi yang diperlukan seperti durasi, arah gerakan, pengarahan mimik
wajah, penempatan aktoratauaktris dan properti, serta gerakan fisik yang harus disesuaikan
aktoratauaktris dalam semua cakupan yang berurutan untuk kemungkinan pengambilan
gambar ulang. Semua informasi ini dimasukkan dalam salinan naskah milik supervisi naskah
dan digunakan oleh editor ketika tahap editing. Dalam salinan ini juga dimasukkan catatan
dari sutradara untuk editor.
12. Casting
Bertugas mencari dan memilih pemain yang sesuai ide cerita dalam produksi film.
Sinopsis
Fungsi Sinopsis
Menurut Gorys Keraf, seorang ahli bahasa, sinopsis adalah ringkasan yang paling efektif
untuk menyajikan suatu karangan yang panjang menjadi lebih pendek. Merangkum dari buku
Novel dan Novelet oleh Widya Ariska dan Uchi Amelia, kegunaan sinopsis adalah untuk
mengetahui dengan cepat alur cerita dan hanya mengambil garis besarnya saja serta untuk
menyajikan karangan yang panjang dalam bentuk singkat. Selain itu, sinopsis juga masih
memiliki beberapa fungsi yaitu sebagai berikut:
a. Memberikan sebuah informasi singkat tentang isi cerita atau buku tersebut.
b. Memberikan gambaran yang jelas secara sederhana mengenai urutan, kronologi cerita dalam
naskah atau buku.
c. Sebagai prolog atau epilog dari suatu karya tulis atau naskah yang akan dipentaskan.
d. Sebagai pedoman bagi pemain atau pemeran untuk melakukan improvisasi.
Untuk dapat mengetahui teks sinopsis, di bawah ini disajikan ciriciri sinopsis sebagai berikut:
a. Alur atau jalan ceritanya disusun secara berurutan dari awal sampai akhir.
b. Bahasa yang digunakan jenis bahasa persuasif atau berupa kalimat ajakan dan bujukannya
supaya calon pembaca tertarik untuk membaca bukunya.
c. Menampilkan konflik secara detail, ringkas dan menarik.
d. Membuat penasaran untuk calon pembacanya.
a. Membaca naskah atau buku aslinya dengan cermat agar mengetahui kesan dan pesan penulis.
b. Mencatat gagasangagasan pokok yang terdapat dalam naskah dan menggaris bawahi.
c. Kembangkan gagasan pokok yang telah ditandai dengan beberapa kalimat yang ringkas.
d. Gunakan kalimat yang jelas, efektif, menarik serta mudah dipahami untuk merangkai jalan
cerita menjadi sebuah karangan singkat yang menggambarkan karangan asli.
e. Jika ingin mencantumkan beberapa dialog atau monolog, hanya perlu dicatat garis besarnya
saja. Dapat juga diberi rincian pada halaman berapa dialog tersebut dikutip, supaya lebih jelas
dan akurat.
f. Pembuatan sinopsis tidak boleh menyimpang atau mengubah isi keseluruhan naskah aslinya.
1. Usmar Ismail
Usmar Ismail yang lahir pada tahun 1921 dan meninggal pada tahun 1971 ini merupakan
sutradara kenamaan film Indonesia. Bahkan, beliau dianggap sebagai warga pribumi pelopor
perfilman di Indonesia. Filmfilm karya Usmar Ismail sangat diapresiasi dan menjadi film
Indonesia yang seharusnya diketahui generasi sekarang. Beberapa judul film yang digarap beliau
adalah Darah dan Doa (1950), Lewat Djam Malam (1954), dan Tiga Dara (1956) yang baru saja
direstorasi di tahun 2016.
2. Teguh Karya
Teguh Karya adalah pemimpin Teater Populer sejak berdirinya di tahun 1968. Beliau sempat
menjadi Sutradara Terbaik dalam Festival Film Indonesia, sebanyak enam kali. Di masa sekarang,
ada beberapa program pemutaran film, seperti program di Kineforum, yang sesekali masih
memutarkan film karyanya. Juduljudul film karya Teguh Karya yang rasanya perlu kita tonton
adalah Cinta Pertama (1974), Badai Pasti Berlalu (1977), atau Pacar Ketinggalan Kereta (1988).
3. Idris Sardi
Dalam dunia perfilman Indonesia, Idris Sardi kerap menjadi komponis dan illustrator musik
untuk filmfilm Indonesia. Beliau pernah mendapatkan Piala Citra untuk Penata Musik terbaik, di
antaranya lewat film Pengantin Remaja (1971), Perkawinan (1973), dan Cinta Pertama (1974).
4. Suzzanna
Suzzanna Martha Frederika van Osch yang merajai film horor Indonesia, wanita yang kini telah
berpulang ini merupakan bintang film horor Indonesia yang berkecimpung di dunia perfilman
Indonesia sejak tahun 1950an hingga 1990an. Dari sekian banyak film horor nan bikin bulu
kuduk merinding yang dibintanginya, mungkin Sundel Bolong (1981) dan Telaga Angker (1984)
menjadi salah dua film beliau yang sering banget ditayangkan di TV Indonesia. Ada yang pernah
nonton?
5. Slamet Rahardjo
Tokoh senior perfilman Indonesia yang sekarang masih eksis banget ini, pernah sangat aktif
membintangi filmfilm Indonesia yang masih diingat sampai sekarang. Selain menjadi aktor,
beliau juga menyutradarai beberapa judul film. Sebagai insan perfilman Indonesia, beliau banyak
mendulang prestasi, dan banyak membawa pulang Piala Citra. Wajar, kalo akhirnya nama Slamet
Rahardjo memang perlu untuk kita ketahui sebagai orang yang berkontribusi memajukan
perfilman Indonesia.
Hollywood
Hollywood adalah sebuah distrik di Los Angeles, California, Amerika Serikat, yang
terkenal sebagai pusat industri film dan hiburan dunia. Di sini, Anda bisa menemukan berbagai
studio film, produser, sutradara, aktor, dan pekerja film lainnya yang menghasilkan filmfilm
Hollywood yang populer di seluruh dunia. Hollywood juga merupakan rumah bagi banyak
selebriti, bintangbintang, dan ikonikon budaya yang mempengaruhi gaya hidup, mode, musik,
dan seni banyak orang.
Hollywood memiliki sejarah yang panjang dan menarik dalam perkembangan industri film
dan hiburan dunia. Hollywood berawal dari sebuah kota kecil yang didirikan pada tahun 1886 oleh
Harvey Wilcox dan istrinya Daeida. Mereka membeli sebidang tanah seluas 160 ekar di barat Los
Angeles dan memberinya nama Hollywood. Pada awalnya, Hollywood adalah sebuah kota
pertanian yang tenang dan damai. Namun, pada tahun 1903, sebuah perusahaan film bernama
Centaur Company pindah dari New Jersey ke Hollywood dan membangun studio film pertama di
sana. Sejak saat itu, banyak perusahaan film lain yang mengikuti jejak Centaur Company dan
memilih Hollywood sebagai tempat produksi film mereka.
Salah satu alasan mengapa Hollywood menjadi tempat yang ideal untuk industri film
adalah karena cuacanya yang cerah sepanjang tahun, yang memungkinkan pengambilan gambar
di luar ruangan tanpa gangguan. Selain itu, Hollywood juga memiliki berbagai macam lokasi
syuting yang beragam, mulai dari pegunungan, lembah, padang pasir, pantai, hutan, hingga kota
kota besar. Hollywood juga memiliki keuntungan geografis karena dekat dengan Meksiko dan
Kanada, yang bisa menjadi alternatif lokasi syuting jika ada masalah hukum atau politik di
Amerika Serikat.
Pada tahun 1990an hingga sekarang, Hollywood terus berkembang dan berinovasi dalam
industri film dan hiburan dunia. Salah satu faktornya adalah munculnya media baru yang
memungkinkan Hollywood untuk menjangkau audiens yang lebih luas dan beragam. Media baru
ini meliputi situs web, blog, streaming audio dan video, ruang obrolan, surel, komunitas online,
media sosial, platform berbagi, dan aplikasi seluler. Media baru ini memberikan kesempatan bagi
Hollywood untuk membuat kontenkonten yang lebih interaktif, personal, dan partisipatif.
Beberapa contoh kontenkonten ini adalah web series, podcast, vlog, live streaming, game online,
dan lainlain.
Selain itu, Hollywood juga menghadapi persaingan dari industri film dan hiburan dari
negaranegara lain yang juga berkembang dan berkualitas. Beberapa negara yang memiliki industri
film dan hiburan yang kuat dan populer di dunia adalah India (Bollywood), Cina (Chollywood),
Korea Selatan (Hallyuwood), Prancis (Cinéma français), dan lainlain. Hollywood harus bersaing
dengan filmfilm dan kontenkonten dari negaranegara ini yang menawarkan tematema, gaya,
dan budaya yang berbeda dan menarik.
Meskipun demikian, Hollywood tetap menjadi pusat industri film dan hiburan dunia yang
paling berpengaruh dan dihormati. Hollywood terus membuat filmfilm dan kontenkonten yang
berkualitas, inovatif, dan menghibur. Hollywood juga terus menghasilkan bintangbintang film
dan selebriti yang dicintai oleh banyak orang. Hollywood juga terus berkontribusi dalam
perkembangan seni, budaya, dan masyarakat dunia.
Lembaga Sensor Film (LSF)
Sejarah
Sensor film di Indonesia hampir sama tuanya dengan keberadaan film di Indonesia yang
dimulai pada tahun 1900an. Berbagai konten yang dianggap tidak layak disaksikan oleh penonton
kaum pribumi yang dikhawatirkan merugikan pemerintahan kolonial Belanda mulai meningkatkan
kepentingan sensor film. Sejak mulai beroperasinya Nederlandsche Bioscope Maatschappij
(Perusahaan Bioskop Belanda), peraturan sensor film dibuat enam tahun kemudian. Sejalan
dengan perkembangan tonil, bioskop makin menancapkan jejaknya dan membawa pengaruh
dalam kehidupan masyarakat Hindia Belanda. Peraturan yang dibuat dan diterapkan secara longgar
oleh pemerintah kolonial, mengakibatkan banyak orang yang menganggap bioskop telah
membawa pengaruh buruk bagi rakyat pribumi, termasuk mengubah pandangan inlander terhadap
tuantuan kulit putih yang berkuasa.
Pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan ordonansi pada tahun 1916 yang mengatur
tentang film dan cara penyelenggaraan usaha bioskop atau “gambar idoep”. Ordonansi tersebut
menubuhkan sebuah lembaga yang bernama Commissie voor de Kuering van Films (Komisi
Pemeriksa Film, KPF). Sebagaimana disebutkan dalam Film Ordonantie No. 276, sistem
penyensoran dilakukan pada praproduksi (melalui deskripsi film), tetapi jika dianggap perlu, film
dipertunjukkan kepada KPF. Akibat kesadaran pengaruh buruk film dan bioskop, terutama yang
dalam kacamata pemerintah kolonial yang dianggap menyerang kewibawaan mereka secara
psikologis, Ordonansi 1916 pun berkalikali mengalami pembaharuan sebagaimana yang tertera
dalam Lembaran Negara No.377 (1919), No.688 (1919), dan No.742 (1922).
Pada tahun 1942, pemerintahan Hindia Belanda menyerah kepada tentara pendudukan
Jepang. Hal ini mengakibatkan pembubaran Film Commissie dari pemerintahan Hindia Belanda.
Namun, sensor film berlanjut di bawah Dinas Propaganda Tentara Pendudukan Jepang, Sendenbu
Eiga Haikyusha (Peredaran Film), pada bulan Desember 1942.
Pasca pendudukan Jepang, kegiatan penyensoran film berjalan secara tidak pasti. Lembaga
penyensoran film tidak terlaksana selama 19451946. Pada tahun 1948, Film Ordonnantie tahun
1940 kembali diberlakukan dengan lebih disempurnakan dan dimuat dalam Staadblad No. 155
yang menyatakan bahwa urusan pengawasan film dilakukan oleh Panitia Pengawas Film (PPF) di
bawah Directeur van Binnenlandsche Bestuur di wilayah Belanda. Sedangkan kawasan
pemerintahan RI, khususnya di Yogyakarta, Dewan Pertahanan Nasional menerbitkan surat
keputusan dan membentuk Badan Pemeriksaan Film yang diangkat dan diberhentikan serta
bertanggung jawab kepada Menteri Penerangan RI.
Pada tahun 1951, pemerintah menetapkan film memiliki aspek pendidikan dan budaya.
Oleh karena itu, PPF dipindah menjadi berada di bawah Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan
Kebudayaan (PP dan K). Ketentuan tersebut dimuat dalam UndangUndang Nomor 23 Tahun 1951
tentang Penyerahan Urusan Penilikan Pilem dari Kementerian Dalam Negeri Kepada Kementerian
Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan. Penyerahan tersebut mulai diberlakukan pada tanggal
20 November 1951.
Melalui Instruksi Presiden No. 012/ 1964, urusan film dialihkan dari Kementerian PP dan
K kepada Kementerian Penerangan. Sejauh menyangkut PPF, pada tanggal 21 Mei 1965
ditindaklanjuti dengan Surat Keputusan Menteri Penerangan No. 46/SK/M/1965 yang mengatur
penyelenggaraan penyensoran film di Indonesia melalui suatu lembaga yang bernama Badan
Sensor Film (BSF). Adapun fungsi dan tugas BSF tetap menitikberatkan pada upaya
menghindarkan masyarakat dari pengaruh buruk film, dan memperjelas eksistensi dan fungsi film
untuk turut memantapkan program nation and character building.
Memasuki awal dasawarsa 1990an, keinginan sebagian besar masyarakat agar dibenarkan adanya
beberapa stasiun televisi swasta untuk mendampingi TVRI semakin tidak terbendung lagi. Berita
tentang beberapa stasiun televisi swasta yang akan memperoleh izin semakin santer. Untuk
mengantipasi segala kemungkinan, mulailah digiatkan persiapan dan penyelenggaraan jajak
pendapat tentang perlunya undangundang tentang perfilman. Pada tanggal 30 Maret 1992
ditetapkanlah UndangUndang No. 8 Tahun 1992 tentang Perfilman. Dalam UndangUndang No.
8 Tahun 1992, dinyatakan bahwa sensor film adalah "penelitian dan penilaian terhadap film dan
reklame film untuk menentukan dapat atau tidaknya sebuah film dipertunjukkan dan/atau
ditayangkan kepada umum, baik secara utuh maupun setelah peniadaan bagian gambar atau suara
tertentu".
Pasca-Reformasi
Memasuki era teknologi informasi, teknologi di bidang film turut berubah seiring dengan
perkembangan zaman. Film yang sebelumnya hanya dapat direkam pada pita seluloid melalui
kamera mekanik, kini sudah dapat direkam dengan sangat efektif dan efisien melalui kamera
digital. Stasiun televisi pun tumbuh subur (beberapa di antaranya berkembang menjadi jaringan
televisi), berlomba menampilkan aneka acara yang menarik perhatian pemirsa di tanah air. Sebagai
respon atas dinamika masyarakat dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, pada tahun 2009
pemerintah memperbarui undangundang perfilman dengan melahirkan Undangundang No. 33
Tahun 2009 Tentang Perfilman. Sesuai dengan amanat UU Perfilman 2009, LSF senantiasa
mengedepankan prinsip dialog dalam menjalankan penyensoran. Bahkan LSF sangat membuka
ruang konsultasi prasensor bagi kreator yang hendak mendiskusikan filmnya. Dialog prasensor
sudah berjalan secara efektif, yang pada akhirnya ketika film disensorkan sudah bersih dari konten
yang tidak diperkenankan oleh undangundang.