Anda di halaman 1dari 16

TAHAP PRA PRODUKSI

A. ANALISIS IDE CERITA


Sebelum membuat cerita film, kita harus menentukan tujuan pembuatan film. Hanya sebagai hiburan,
mengangkat fenomena, pembelajaran/pendidikan, dokumenter, ataukah menyampaikan pesan moral
tertentu. Hal ini sangat perlu agar pembuatan film lebih terfokus, terarah dan sesuai. Jika tujuan telah
ditentukan maka semua detail cerita dan pembuatan film akan terlihat dan lebih mudah. Jika perlu diadakan
observasi dan pengumpulan data dan faktanya. Bisa dengan membaca buku, artikel atau bertanya langsung
kepada sumbernya. Ide film dapat diperoleh dari berbagai macam sumber antara lain:

 Pengalaman pribadi penulis yang menghebohkan.

 Percakapan atau aktifitas sehari-hari yang menarik untuk difilmkan.

 Cerita rakyat atau dongeng.

 Biografi seorang terkenal atau berjasa.

 Adaptasi dari cerita di komik, cerpen, atau novel.

 Dari kajian musik, dll

B. MENYIAPKAN NASKAH SKENARIO


Jika penulis naskah sulit mengarang suatu cerita, maka dapat mengambil cerita dari cerpen, novel ataupun film
yang sudah ada dengan diberi adaptasi yang lain. Setelah naskah disusun maka perlu diadakan Breakdown
naskah. Breakdown naskah dilakukan untuk mempelajari rincian cerita yang akan dibuat film.

C. MEREKRUT PEKERJA FILM ( CREW )

 Menyeleksi kru dari tiap departemen.

 Menentukan kru dari hasil show reel ( report produksi).

 Menetapkan komposisi kru berdasarkan anggaran.

 Menyusun tim produksi.

a. Tim Non Artistik yang meliputi :

 Producer

 Executive Producer

 Line Producer

 Production Manager dan Unit Manager

b. Tim Artistik yang meliputi

 Sutradara, Asisten Sutradara dan Pencatat Skrip

 Penata Kamera, Asisten Kamera dan Still Photo

 Penata Artistik, Penata Rias dan Busana

 Penata Lampu

 Penata Suara da Penata Musik

 Penata Editing

D. MENYUSUN JADWAL DAN BUDGETING


Jadwal atau working schedule disusun secara rinci dan detail, kapan, siapa saja , biaya dan peralatan apa saja
yang diperlukan, dimana serta batas waktunya. Termasuk jadwal pengambilan gambar juga, scene dan shot
keberapa yang harus diambil kapan dan dimana serta artisnya siapa. Lokasi sangat menentukan jadwal
pengambilan gambar.
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat menyusun alokasi biaya:

 Penggandaan naskah skenario film untuk kru dan pemain.

 Penyediaan kaset video.

 Penyediaan CD blank sejumlah yang diinginkan.

 Penyediaan property, kostum, make-up.

 Honor untuk pemain, konsumsi.

 Akomodasi dan transportasi.

 Menyewa alat jika tidak tersedia.

E. HUNTING LOKASI
Memilih dan mencari lokasi/setting pengambilan gambar sesuai naskah. Untuk pengambilan gambar di tempat
umum biasanya memerlukan surat ijin tertentu. Akan sangat mengganggu jalannya shooting jika tiba-tiba
diusir dipertengahan pengambilan gambar karena tidak memiliki ijin.

Dalam hunting lokasi perlu diperhatikan berbagai resiko seperti akomodasi, transportasi, keamanan saat
shooting, tersedianya sumber listrik, dll. Setting yang telah ditentukan skenario harus betul-betul layak dan
tidak menyulitkan pada saat produksi. Jika biaya produksi kecil, maka tidak perlu tempat yang jauh dan
memakan banyak biaya.

F. MENYIAPKAN KOSTUM DAN PROPERTY


Memilih dan mencari pakaian yang akan dikenakan tokoh cerita beserta propertinya. Kostum dapat diperoleh
dengan mendatangkan desainer khusus ataupun cukup membeli atau menyewa namun disesuaikan dengan
cerita skenario. Kelengkapan produksi menjadi tanggung jawab tim property dan artistik.

G. MENYIAPKAN PERALATAN
Untuk mendapatkan hasil film/video yang baik maka diperlukan peralatan yang lengkap dan berkualitas.
Peralatan yang diperlukan (dalam film minimalis) :

 Clipboard.

 Proyektor.

 Lampu.

 Kabel Roll.

 TV Monitor.

 Kamera video S-VHS atau Handycam.

 Pita/Tape.

 Mikrophone clip-on wireless.

 Tripod Kamera.

 Tripod Lampu.

H. CASTING PEMAIN

Memilih dan mencari pemain yang memerankan tokoh dalam cerita film. Dapat dipilih langsung ataupun
dicasting terlebih dahulu. Casting dapat diumumkan secara luas atau cukup diberitahu lewat rekan-rekan saja.
Pemilihan pemain selain diperhatikan dari segi kemampuannya juga dari segi budget/pembiayaan yang
dimiliki.

TAHAP PRODUKSI

Produksi adalah proses yang paling menentukan keberhasilan penciptaan sebuah karya film. proses yang
dalam kata lain bisa disebut dengan shooting (pengambilan gambar) ini dipimpin oleh seorang sutradara,
orang yang paling bertanggung jawab dalam proses ini. orang yang ikut dalam proses ini antara lain
kameraman atau DOP (Director Of Photography) yang mengatur cahaya, warna, dan merekam gambar. Artistik
yang mengatur set, make up, wardrobe dan lain sebagainya. dan Soundman yang merekam suara.

Tahapan ini dimana hampir seluruh team work mulai bekerja. Seorang sutradara, produser atau line produser
sangat dituntut kehandalannya untuk mengatasi kru dalam tiap tahap ini. Beberapa faktor penting yang perlu
diperhatikan adalah :

A. MANAJEMEN LAPANGAN
Manajemen lapangan mencakup beberapa hal, yaitu:
• Manajemen lokasi ( perijinan, keamanan, keselamatan )
• Talent koordinasi ( koordinasi kostum, make up dll )
• Manajemen waktu ( koordinasi konsumsi, kecepatan kerja, penyediaan alat )
• Crew koordinasi ( koordinasi para kru )

Attitude dalam bekerja merupakan hal yang sangat penting. Kesabaran, pengertian dan kerjasama merupakan
attitude yang diperlukan untuk mencapai sukses. Berdoa sebelum bekerja dan briefing sebelum memulai
merupakan hal yang baik untuk menyatukan semangat, visi dan attitude yang diinginkan. Jangan pernah
kehilangan control emosi pada saat syuting. Apalagi semua bekerja dengan keterbatasan waktu.

B. KEGIATAN SHOOTING
Tahap ini adalah tahap dimana kepiawaian sutradara, DOP, dan kru sangat menentukan. Kualitas gambar
adalah selalu ingin kita capai. Oleh karena itu penguasaan kamera dan ligthing sangatlah penting. Untuk
mencapai hasil maksimal dengan alat yang kita gunakan, ada beberapa hal yang harus kita ketahui.

1. Shooting Outdoor
Shooting outdoor biasa menekan budget, namun harus berhati-hati melakukannya karena sangat bergantung
dari keadaan cuaca saat syuting dilakukan. Beberapa yang harus dipersiapkan saat syuting outdoor adalah :

 cahaya matahari ( hard, soft )

 reflector ( silver, gold )

 hujan buatan

 camera setting ( irish, speed, white balance, focus)

 crowd control ( working with ekstras )

2. Shooting Indoor
Shooting indoor lebih cepat terkontrol daripada shooting outdoor, namun dibutuhkan peralatan yang cukup
lengkap. Antara lain :

penggunaan lighting sederhana

 penggunaan filter

 make up

 pemilihan back ground

 monitor

3. Visual Efek
Beberapa trik mudah untuk dilakukan untuk membuat video kelihatan lebih menarik antara lain dengan :

 reserve motion

 fast motion ( normal lipsync )

 slow motion (normal lipsync )

 crhoma key ( blue screen )


Beberapa hal lain pada saat produksi yang juga perlu untuk diperhatikan yaitu :
• makan/ logistik
• sewa peralatan
• film
• transportasi
• akomodasi
• telekomunikasi
• dokumentasi
• medis

C. TATA SETTING
Set construction merupakan bagunan latar belakang untuk keperluan pengambilan gambar. Setting tidak
selalu berbentuk bangunan dekorasi tetapi lebih menekankan bagaimana membuat suasana ruang
mendukung dan mempertegas latar peristiwa sehingga mengantarkan alur cerita secara menarik.

D. TATA SUARA
Untuk menghasilkan suara yang baik maka diperlukan jenis mikrofon yang tepat dan berkualitas. Jenis mirofon
yang digunakan adalah yang mudah dibawa, peka terhadap sumber suara, dan mampu meredam noise
(gangguan suara) di dalam dan di luar ruangan.

E. TATA CAHAYA
Penataan cahaya dalam produksi film sangat menentukan bagus tidaknya keualitas teknik film tersebut.
Seperti fotografi, film juga dapat diibaratkan melukis dengan menggunakan cahaya. Jika tidak ada cahaya
sedikitpun maka kamera tidak akan dapat merekam objek.

Penataan cahaya dengan menggunakan kamera video cukup memperhatikan perbandingan Hi light (bagian
ruang yang paling terang) dan shade (bagian yang tergelap) agar tidak terlalu tinggi atau biasa disebut hight
contrast. Sebagai contoh jika pengambilan gambar dengan latar belakang lebih terang dibandingkan dengan
artist yang sedang melakukan acting, kita dapat gunakan reflektor untuk menambah cahaya.

Reflektor dapat dibuat sendiri dengan menggunakan styrofoam atau aluminium foil yang ditempelkan di
karton tebal atau triplek, dan ukurannya disesuaikan dengan kebutuhan.

Perlu diperhatikan karakteristik tata cahaya dalam kaitannya dengan kamera yang digunakan. Lebih baik sesuai
ketentuan buku petunjuk kamera minimal lighting yang disarankan. Jika melebihi batasan atau dipaksakan
maka gambar akan terihat seperti pecah dan tampak titik-titik yang menandakan cahaya under.

Perlu diperhatikan juga tentang standart warna pencahayaan film yang dibuat yang disebut white balance.
Disebut white balance karena memang untuk mencari standar warna putih di dalam atau di luar ruangan,
karena warna putih mengandung semua unsur warna cahaya.

F. TATA KOSTUM (WARDROBE)Pakaian yang dikenakan pemain disesuaikan dengan isi cerita. Pengambilan
gambar dapat dilakukan tidak sesuai nomor urut adegan, dapat meloncat dari scene satu ke yang lain. Hal ini
dilakukan agar lebih mudah, yaitu dengan mengambil seluruh shot yang terjadi pada lokasi yang sama. Oleh
karenanya sangat erlu mengidentifikasi kostum pemain. Jangan sampai adegan yang terjadi berurutan
mengalami pergantian kostum. Untuk mengantisipasinya maka sebelum pengambilan gambar dimulai para
pemain difoto dengan kamera digital terlebih dahulu atau dicatat kostum apa yang dipakai. Tatanan rambut,
riasan, kostum dan asesoris yang dikenakan dapat dilihat pada hasil foto dan berguna untuk shot selanjutnya.

G. TATA RIAS
Tata rias pada produksi film berpatokan pada skenario. Tidak hanya pada wajah tetapi juga pada seluruh
anggota badan. Tidak membuat untuk lebih cantik atau tampan tetapi lebih ditekankan pada karakter tokoh.
Jadi unsur manipulasi sangat berperan pada teknik tata rias, disesuaikan pula bagaimana efeknya pada saat
pengambilan gambar dengan kamera. Membuat tampak tua, tampak sakit, tampak jahat/baik, dll.

TAHAP PASCA PRODUKSI


A. PROSES EDITING
Secara sederhana, proses editing merupakan usaha merapikan dan membuat sebuah tayangan film menjadi
lebih berguna dan enak ditonton. Dalam kegiatan ini seorang editor akan merekonstruksi potongan-potongan
gambar yang diambil oleh juru kamera.

Tugas editor antara lain sebagai berikut:

 Menganalisis skenario bersama sutradara dan juru kamera mengenai kontruksi dramatinya.

 Melakukan pemilihan shot yang terpakai (OK) dan yang tidak (NG) sesuai shooting report.

 Menyiapkan bahan gambar dan menyusun daftar gambar yang memerlukan efek suara.

 Berkonsultasi dengan sutradara atas hasil editingnya.

 Bertanggung jawab sepenuhnya atas keselamatan semua materi gambar dan suara yang diserahkan
kepadanya untuk keperluan editing.

B. REVIEW HASIL EDITING


Setelah film selesai diproduksi maka kegiatan selanjutnya adalah pemutaran film tersebut secara intern. Alat
untuk pemutaran film dapat bermacam-macam, dapat menggunakan VCD/DVD player dengan monitor TV,
ataupun dengan PC (CD-ROM) yang diproyeksikan dengan menggunakan LCD (Light Computer Display).
Pemutaran intern ini berguna untuk review hasil editing. Jika ternyata terdapat kekurangan atau
penyimpangan dari skenario maka dapat segera diperbaiki. Bagaimanapun juga editor juga manusia biasa yang
pasti tidak luput dari kelalaian. Maka kegiatan review ini sangat membantu tercapainya kesempurnaan hasil
akhir suatu film.

C. PRESENTASI DAN EVALUASI


Setelah pemutaran film secara intern dan hasilnya dirasa telah menarik dan sesuai dengan gambaran skenario,
maka film dievaluasi bersama-sama dengan kalangan yang lebih luas. Kegiatan evaluasi ini dapat melibatkan :

 Ahli Sinematografi :Untuk mengupas film dari segi atau unsur dramatikalnya.

 Ahli Produksi Film : Untuk mengupas film dari segi teknik, baik pengambilan gambar, angle, teknik
lighting, dll.

 Ahli Editing Film (Editor) : Untuk mengupas dari segi teknik editingnya.

 Penonton/penikmat film : Penonton biasanya dapat lebih kritis dari para ahli atau pekerja film.

Hal ini dikarenakan mereka mengupas dari sudut pandang seorang penikmat film yang mungkin masih awam
dalam pembuatan film
Mengapa kamera digital berbeda dengan camcorder

 13 Comments

Kepraktisan. Ya, itulah yang melandasi tren konvergensi antara kamera digital dan camcorder belakangan ini.
Pemikiran simpel yang mengemuka : mengapa tidak dibuat satu perangkat saja : kamera digital yang bisa
merekam video (atau camcorder yang bisa mengambil foto). Upaya produsen pun lantas bak gayung
bersambut yang mulai menawarkan kualitas video HD pada kamera digital termasuk DSLR, dan di lain
pihak camcorder masa kini pun semakin baik dalam urusan memotret / membuat still foto. Sekian waktu
berselang, saya tanya pada anda : apakah anda sudah menemui produk yang benar-benar hybrid (sama
baiknya dalam urusan foto dan video) ? Rasanya belum ada. Sebaik-baiknya kamera digital membuat video,
hasil videonya masih kalah dengan camcorder. Pun sebaliknya, hasil foto dari camcorder masih belum bisa
menyamai hasil foto dari kamera digital.

Oke, fakta ini lambat laun akan berubah di masa depan. Namun setidaknya saat ini mungkin timbul pertanyaan
di benak kita, mengapa demikian sulit untuk membuat produk hybrid sesungguhnya? Padahal baik kamera
digital ataupun camcorder sama-sama memiliki lensa, sama-sama memiliki sensor dan prinsip kerjanya pun
sama. Saya mencoba mencari tahu atas pertanyaan ini dan inilah kira-kira jawabannya :

 perbedaan ukuran sensor : kamera digital punya sensor lebih besar untuk detail foto,
sementara camcorder tidak perlu sensor besar karena resolusi video lebih kecil dari foto.
So, camcorder akan berkutat pada masalah noise, low dynamic range, low contrast dan tidak tajam
saat ‘dipaksa’ mengambil foto.

 perbedaan bukaan diafragma : camcorder punya bukaan diafragma lensa yang lebih besar untuk
meningkatkan kemampuannya merekam di area kurang cahaya, sedang kamera digital (apalagi yang
generasi baru) punya bukaan maksimal sekitar f/3.3 yang kurang besar untuk ukuran video recording.
Walhasil, merekam video pakai kamera digital di dalam ruangan hanya menghasilkan video yang
buram dan gelap.

 perbedaan mekanisme zoom optik : motor zoom di kamera digital menghasilkan suara noise yang akan
ikut terekam saat merekam video. Maka itu kebanyakan kamera digitak tidak bisa zoom saat sedang
merekam video, perkecualian kamera digital dengan zoom manual (seperti Lumix FZ50, Fuji S100FS
dan DSLR).

 perbedaan mekanisme auto fokus : meski semestinya auto fokus pada camcorder dan kamera digital
bekerja dengan prinsip yang sama, tapi tetap saja ada perbedaan antara keduanya. Itulah
mengapa camcorder lebih cepat menemukan fokus saat melakukan zoom-in atau zoom-out,
sementara pada kamera digital harus bersusah payah mencari fokus saat merekam video yang sedang
di-zoom.

 perbedaan media simpan : dengan tingginya data rate untuk sebuah rekaman video (apalagi yang
berkualitas tinggi) maka diperlukan media simpan data yang lega dan cepat. Untuk
itu camcorder menyediakan media simpan seperti hard disk atau DVD yang kapasitasnya tinggi, plus
punya kecepatan baca tulis yang baik. Sementara kamera digital hanya mengandalkan flash-based
memory yang punya banyak pilihan merk, kapasitas dan kecepatan yang berbeda.
 perbedaan kompresi video : terkait media simpan di atas, kompresi video untuk camcorder lebih
ringan dan tidak terlalu mengorbankan kualitas video. Lain halnya dengan pada kamera digital,
dibutuhkan kompresi yang berat dan beresiko menurunkan kualitas video demi menghindari beban
pada prosesor kamera, buffer dan terjadinya bottle neck saat penulisan data ke memori. Jadi, meski
sama-sama beresolusi HD, video hasil rekaman memakai kamera digital masih kalah tajam dibanding
video hasil rekaman dari camcorder.

Mungkin masih ada alasan dan jawaban lainnya, tapi setidaknya apa yang saya tulis diatas sudah cukup
menggambarkan perbedaan mendasar antar keduanya. Bila disimpulkan, sebuah camcorder kurang baik untuk
mengambil foto lebih karena keterbatasan ukuran dan resolusi sensornya. Namun sebuah kamera digital akan
memiliki banyak kesulitan saat dipakai untuk merekam video karena faktor lensa (bukaan diafragma, auto
fokus, mekanisme zoom) dan faktor file video itu sendiri (jenis media simpan dan teknik kompresi video).

Yang terjadi selanjutnya, bila sebuah camcorder hendak memiliki kemampuan yang baik untuk memotret,
tentu dibutuhkan sensor yang lebih besar yaang berarti lensa yang juga lebih besar, ukuran fisik keseluruhan
yang juga lebih besar dan beresiko naiknya harga dan jadi kurang portabel. Maka itu saya pesimis kalau di
kemudian hari camcorder bisa menghasilkan foto yang baik, misal beresolusi 10 mega piksel,
kecuali camcorder kelas profesional.

Lain halnya pada kamera digital. Untuk menjadi kamera hybrid yang baik untuk memotret dan baik juga untuk
video, masih banyak harapan untuk penyempurnaan. Ambil contoh misal betapa Panasonic dengan cermat
mendesain Lumix GH1 sehingga bisa menyiasati beberapa keterbatasan yang ada. Dengan lensa Lumix HD, bisa
didapat auto fokus yang cepat saat merekam video. Belum lagi sensor Four Thirds yang dipakainya akan
memberi jaminan bokeh yang baik untuk foto dan video (bayangkan video yang punya latar belakang blur,
pasti keren seperti video profesional). Plus kemampuan merekam audio stereo (Dolby Digital) dan
pilihan codec yang lengkap, menjadikan Lumix GH1 ini sebagai salah satu produk hybrid yang (saya prediksi)
akan sukses di pasaran (terlepas dari harga jualnya yang mahal).

Pengambilan gambar terhadap suatu objek dapat dilakukan dengan lima cara:

 Bird Eye View


Teknik pengambilan gambar yang dilakukan dengan ketinggian kamera berada di atas ketinggian
objek. Hasilnya akan terlihat lingkungan yang luas dan benda-benda lain tampak kecil dan berserakan.

 High Angle
Sudut pengambilan dari atas objek sehingga mengesankan objek jadi terlihat kecil. Teknik ini memiliki
kesan dramatis yaitu nilai “kerdil”.

 Low Angle
Sudut pengambilan dari arah bawah objek sehingga mengesankan objek jadi terlihat besar. Teknik ini
memiliki kesan dramatis yaitu nilai agung/ prominance, berwibawa, kuat, dominan.

 Eye Level
Sudut pengambilan gambar sejajar dengan objek. Hasilnya memperlihatkan tangkapan pandangan
mata seseorang. Teknik ini tidak memiliki kesan dramatis melainkan kesan wajar.

 Frog Eye
Sudut pengambilan gambar dengan ketinggian kamera sejajar dengan alas/dasar kedudukan objek
atau lebih rendah. Hasilnya akan tampak seolah-olah mata penonton mewakili mata katak.

1. Cara memegang Kamera Video.


Peganglah kamera dengan mantap. Gunakan satu tangan untuk memegang kamera dan mengoperasikan
kontrol zoom, dan tangan yang lain untuk menjaga agar posisi kamera tidak mudah goyah. dapat digerakkan
ke berbagai posisi, tergantung dari sudut pengambilan yang diinginkan – pada banyak kondisi gunakan selalu
tripod untuk menjaga gambar tetap stabil.

2. Zoom.

Hindarkan penggunaan tehnik zoom untuk merekam pemandangan yang luas tanpa menggunakan tripod. Ini
adalah cara dasar untuk menghindari terjadinya guncangan pada gambar yang dapat berakibat tidak
bergunanya gambar yang terekam.

3. Suara.

Perlu diperhatikan mengenai suara. Bila kita tidak menggunakan earphone, kamera tetap merekam suara-
suara latar yang tidak diperlukan, maka jangan mengeluarkan suara yang tak perlu atau berbicara ketika
sedang merekam.

4. Peraturan 10 detik.

Peraturan penting dalam merekam adalah, rekamlah dalam waktu yang lebih lama dan hindarkan pergerakan-
pergerakan kemera yang tidak perlu. Selalu rekam satu adegan sekurangnya dalam 10 detik. Ini akan
memudahkan editor film untuk mengambil potongan-potongan gambar yang diperlukan. Ingat untuk tetap
menghitung sampai 10 detik, meskipun pada kondisi yang sulit, 10 detik ini terasa lama. Rekam subyek Anda
selama 10-20 detik, stop dan ambil gambar yang lain.

5. Panning & Tilting

Panning (mengambil gambar bergerak secara horizontal) dan Tilting (mengambil gambar bergerak secara
vertikal) sebaiknya digunakan secukupnya saja bila ingin mendapatkan gambar dasar dengan berpindah posisi
gambar, atau bila kita sudah berpengalaman sebagai operator film. Bila kita memutuskan untuk
melakukan panning, gerakkanlah kamera sehalus yang kita bisa dan jangan mendadak. Ingat selalu aturan10
detik untuk setiap gambar diam/statis pada awal dan juga pada akhir pengambilan gambar panning. Selalu
lebih baik mengambil banyak gambar statis, dan ingat juga bahwa nantinya gambar yang kita ambil akan diedit
kembali oleh editor. Penggunaan panning sebaiknya jangan terlalu lama (antara 3 sampai 5 detik).

6. Fokus, Exposure and White Balance (keseimbangan warna) .

Periksa selalu fokus dan exposure. Bila menggunakan zoom jauh dan dekat fokuskan selalu pada jarak ideal ke
objek yang kita inginkan untuk direkam dan ketika kita melakukan zoom jauh semuanya terlihat fokus – bila
kita melakukan zoom pada objek terdekat terlebih dahulu lalu kita zoom pada objek lain di kejauhan
(contohnya hewan di kejauhan) maka akan membuat gambar sama sekali tidak fokus. Adanya perbedaan
antara objek yang samar dan objek utama yang jelas adalah sangat penting. Bahkan objek yang hanya sedikit
tidak fokus akan membuat film menjadi tidak berguna. Periksa selalu exposure dan cobalah merekam pada
objek yang sama dengan cara manual dan otomatis untuk memastikan kita mendapatkan gambar terbaik yang
kita inginkan. Bila kita sudah memiliki banyak pengalaman, hal ini menjadi tidak perlu lagi untuk dilakukan .

7. Tanggal dan Waktu.

Jangan pernah memasang tanda tanggal dan waktu pada layar film yang terekam, ini akan membuat film sama
sekali tidak dapat digunakan . Penulisan tanggal dan waktu pada layar film tidak membuktikan bahwa film ini
diambil pada saat yang tertulis dilayar, karena bisa saja yang tertulis tanggal 5 November 1950 tidak menjamin
pengambilan film tersebut pada tahun 1950, bisa saja setiap orang merubah tanggal dan waktu tersebut.
Namun, sebaiknya kita selalu merekam suara kita pada awal pengambilan gambar yang menjelaskan kapan
gambar tersebut direkam, lokasi dan negara dimana kita merekam gambar- cara inilah yang dapat merekam
secara permanen informasi waktu dan tempat pengambilan film. Hal ini sangatlah penting dan seringkali
terlupa, dan bila kita lupa apa dan dimana persisnya sebuah gambar diambil, celakalah kita. Bila kita memiliki
GPS untuk menunjukkan lokasi kita berada, selalu rekam dengan film pembacaannya dan juga rekam latar
belakangnya. Tidak seperti tanda tanggal dan waktu, hal ini dapat memberikan bukti.

8. Cutaways (gambar pengisi).

Bila kita merekam sebuah obyek, kegiatan ataupun wawancara kita perlu selalu mengambil gambar yang lain.
Sebagai contoh, bila kita merekam sebuah wawancara kita perlu untuk merekam juga kantor orang yang kita
wawancarai atau sesuatu yang lain untuk memberikan penjelasan tambahan bagi film wawancara kita. Kita
lihat contoh lain, bila kita membuat film tentang orang utan, jangan lupa untuk merekam hutan dimana
mereka tinggal dan kebakaran hutan yang merusakan habitatnya. Ini akan membuat sebuah film lebih
informatif.

Beberapa angle berikut ini mungkin dapat menginspirasi Anda

 Dutch angle, pengambilan gambar miring. Biasanya digunakan untuk menggambarkan ketidakstabilan
emosi.

 Worm angle / mata cacing, kamera persis diletakkan di atas tanah

 Crazy angle, kamera bergerak tidak beraturan

 Change focus, mengubah fokus dari satu obyek ke obyek lain dalam satu frame.

 Circle / circular track, kamera mengitari obyek

 Side shot, kamera merekam dari samping dan mengikuti obyek yang berjalan.

 Extreme top shot, kamera mengambil tepat diatas obyek (900).

 High angle, pengambilan gambar dari atas obyek.

 Eye level, pengambailan gambar sejajar dengan mata.

 Low angle, pengambilan gambar dari bawah obyek.

Ukuran gambar biasanya dikaitkan dengan tujuan pengambilan gambar, tingkat emosi, situasi dan kodisi objek.
Terdapat bermacam-macam istilah antara lain:

 Extreme Close Up (ECU/XCU) : pengambilan gambar yang terlihat sangat detail seperti hidung pemain
atau bibir atau ujung tumit dari sepatu.

 Big Close Up (BCU) : pengambilan gambar dari sebatas kepala hingga dagu.

 Close Up (CU) : gambar diambil dari jarak dekat, hanya sebagian dari objek yang terlihat seperti hanya
mukanya saja atau sepasang kaki yang bersepatu baru

 Medium Close Up : (MCU) hampir sama dengan MS, jika objeknya orang dan diambil dari dada keatas.

 Medium Shot (MS) : pengambilan dari jarak sedang, jika objeknya orang maka yang terlihat hanya
separuh badannya saja (dari perut/pinggang keatas).

 Knee Shot (KS) : pengambilan gambar objek dari kepala hingga lutut.

 Full Shot (FS) : pengambilan gambar objek secara penuh dari kepala sampai kaki.

 Long Shot (LS) : pengambilan secara keseluruhan. Gambar diambil dari jarak jauh, seluruh objek
terkena hingga latar belakang objek.

 Medium Long Shot (MLS) : gambar diambil dari jarak yang wajar, sehingga jika misalnya terdapat 3
objek maka seluruhnya akan terlihat. Bila objeknya satu orang maka tampak dari kepala sampai lutut.

 Extreme Long Shot (XLS): gambar diambil dari jarak sangat jauh, yang ditonjolkan bukan objek lagi
tetapi latar belakangnya. Dengan demikian dapat diketahui posisi objek tersebut terhadap
lingkungannya.

 One Shot (1S) : Pengambilan gambar satu objek.

 Two Shot (2S) : pengambilan gambar dua orang.

 Three Shot (3S) : pengambilan gambar tiga orang.

 Group Shot (GS): pengambilan gambar sekelompok orang.


Gerakan kamera akan menghasilkan gambar yang berbeda. Oleh karenanya maka dibedakan dengan istilah-
istilah sebagai berikut:

 Zoom In/ Zoom Out : kamera bergerak menjauh dan mendekati objek dengan menggunakan
tombolzooming yang ada di kamera.

 Panning : gerakan kamera menoleh ke kiri dan ke kanan dari atas tripod.

 Tilting : gerakan kamera ke atas dan ke bawah. Tilt Up jika kamera mendongak dan tilt down jika
kamera mengangguk.

 Dolly : kedudukan kamera di tripod dan di atas landasan rodanya. Dolly In jika bergerak maju dan Dolly
Out jika bergerak menjauh.

 Follow : gerakan kamera mengikuti objek yang bergerak.

 Crane shot : gerakan kamera yang dipasang di atas roda crane.

 Fading : pergantian gambar secara perlahan. Fade in jika gambar muncul dan fade out jika gambar
menghilang serta cross fade jika gambar 1 dan 2 saling menggantikan secara bersamaan.

 Framing : objek berada dalam framing Shot. Frame In jika memasuki bingkai dan frame out jika keluar
bingkai.

Teknik pengambilan gambar tanpa menggerakkan kamera, jadi cukup objek yang bergerak.

 Objek bergerak sejajar dengan kamera.

 Walk In : Objek bergerak mendekati kamera.

 Walk Away : Objek bergerak menjauhi kamera.

Teknik ini dikatakan lain karena tidak hanya mengandalkan sudut pengambilan, ukuran gambar, gerakan
kamera dan objek tetapi juga unsur- unsur lain seperti cahaya, properti dan lingkungan. Rata-rata pengambilan
gambar dengan menggunakan teknik-teknik ini menghasilkan kesan lebih dramatik.

 Backlight Shot: teknik pengambilan gambar terhadap objek dengan pencahayaan dari belakang.

 Reflection Shot: teknik pengambilan yang tidak diarahkan langsung ke objeknya tetapi dari cermin/air
yang dapat memantulkan bayangan objek.

 Door Frame Shot: gambar diambil dari luar pintu sedangkan adegan ada di dalam ruangan.

 Artificial Framing Shot: benda misalnya daun atau ranting diletakkan di depan kamera sehingga
seolah-olah objek diambil dari balik ranting tersebut.

 Jaws Shot: kamera menyorot objek yang seolah-olah kaget melihat kamera.

 Framing with Background: objek tetap fokus di depan namun latar belakang dimunculkan sehingga
ada kesan indah.

 The Secret of Foreground Framing Shot: pengambilan objek yang berada di depan sampai latar
belakang sehingga menjadi perpaduan adegan.

 Tripod Transition: posisi kamera berada diatas tripod dan beralih dari objek satu ke objek lain secara
cepat.

 Artificial Hairlight: rambut objek diberi efek cahaya buatan sehingga bersinar dan lebih dramatik.

 Fast Road Effect: teknik yang diambil dari dalam mobil yang sedang melaju kencang.

 Walking Shot: teknik ini mengambil gambar pada objek yang sedang berjalan. Biasanya digunakan
untuk menunjukkan orang yang sedang berjalan terburu-buru atau dikejar sesuatu.
 Over Shoulder : pengambilan gambar dari belakang objek, biasanya objek tersebut hanya terlihat
kepala atau bahunya saja. Pengambilan ini untuk memperlihatkan bahwa objek sedang melihat
sesuatu atau bisa juga objek sedang bercakap-cakap.

 Profil Shot : jika dua orang sedang berdialog, tetapi pengambilan gambarnya dari samping, kamera
satu memperlihatkan orang pertama dan kamera dua memperlihatkan orang kedua.

PANNING

PAN adalah gerakan kamera ke kiri atau ke kanan pada poros horisontalnya. Gerakan ini juga sering disebut
menoleh karena poros kamera tidak berubah seperti pada leher. Pada gerakan ini letak kamera tidak
berpindah tempat.
Ada dua macam gerakan Pan yaitu :
Pan Left adalah gerakan menoleh ke kiri
Pan Right adalah gerakan menoleh ke kanan

ilustrasi gerakan PAN

TILTING

TILT adalah gerakan kamera keatas atau kebawah pada poros vertikalnya. Atau kata lain dari gerakan tilting ini
adalah gerakan mendongak atau menunduk. Pada gerakan ini letak kamera tidak berpindah tempat.
Ada dua macam gerakan Tilt yaitu :
Tilt Up adalah gerakan mendongak
Tilt Down adalah gerakan menunduk
ilustrasi gerakan TILT

TRACKING

TRACK adalah gerakan kamera maju mendekati subyek atau mundur menjauhi subyek. Jadi pada gerakan ini
Letak kamera berubah namun posisi hadapnya tetap.
Ada dua macam gerakan Track yaitu :
Track In adalah gerakan mendekat
Track Out adalah gerakan menjauh

ilustrasi gerakan TRACK

CRABING

CRAB adalah gerakan kamera bergerak menyamping baik ke samping kiri atau ke samping kanan subyek.
Gerakan ini persis cara berjalan kepiting (crab). Jadi pada gerakan ini Letak kamera berubah namun posisi
hadapnya tetap.
Ada dua macam gerakan Crab yaitu :
Crab Left adalah gerakan ke samping kiri
Crab Right adalah gerakan ke samping kanan

ilustrasi gerakan CRAB

ELEVATE & DEPRESS

Elevate & Depress adalah gerakan kamera naik-turun. Gerakan ini disebut juga Crane Up& Crane Down, bila
menggunakan crane. Jadi pada gerakan ini Letak kamera berubah namun posisi hadapnya tetap.
Elevate adalah gerakan naik
Depress adalah gerakan turun

ilustrasi gerakan Elevate & Depress


ZOOMING

Zoom sebenarnya bukanlah gerakan kamera yang sesungguhnya, melainkan perubahan in-vision sudut
pandang kamera. Jadi pada zoom sebenarnya tidak ada pergerakan kamera sama sekali melainkan perbesaran
yang dihasilkan baik lewat optik maupun digital. Efek psikologis yang dihasilkan
antara zoom dengan track sangat berbeda.
Ada dua macam gerakan zoom yaitu :
Zoom in adalah perbesaran
Zoom out adalah pengecilan

A. Dasar pembuatan film


Langkah-langkah tersebut diantaranya adalah:
Temukan Ide Cerita
Kalau tak ada ide cerita, walaupun Anda punya kamera yang mahal dan bagus, film tak tercipta juga. Untuk
itulah, dalam proses produksi film, langkah pertama adalah temukan ide cerita Anda. Usahakan cerita dengan
ide yang baru dan unik. Belum pernah ada sebelumnya.
Riset
Ini tak kalah penting. Riset inilah yang akan membawa film ada mempunyai reputasi yang tinggi. Apalagi kalau
Anda sedang ingin membuat film bergenre sejarah. Riset ini bisa dilakukan dengan misalnya membaca
referensi, buku-buku literatur yang mendukung film tersebut, atau bisa juga misalnya dengan melakukan
wawancara kepada tokoh-tokoh atau ahli yang terkait dengan tema film yang sedang digarap.
Casting
Ini terkait dengan rekruitment tokoh. Proses seleksi dan pencarian tokoh berbakat yang akan memerankan
film tersebut. Baik itu tokoh utama, maupun tokoh tambahan. Dalam beberapa adegan, mungkin akan
terjadi adegan ekstrem seperti perkelahian atau adegan ekstrem lainya. Untuk itu diperlukan tokoh pengganti.
Dalam proses inilah semua itu berlangsung.
Shooting
Proses ini adalah tahap pengambilan gambar. Dalam proses ini sang sutradara menjadi ujung tombak dalam
mengarahkan kameramen melakukan kerja-kerjanya. Memang, kameramen pasti punya cukup keahlian untuk
mengambil gambar. Tapi, sang sutradaralah yang menentukan bagaimana sudut pandang pengambilan
gambar, mana yang harus ditonjolkan dsb. Begitu juga, saat shooting ini, sang sutradara juga mengarahkan
tokoh-tokoh atau pemeran film tersebut agar sesuai dengan skenario yang telah disusun sebelumnya.
Editing
Inilah tahap akhir proses produksi film. Saat pengambilan gambar mungkin terjadi kesalahan-kesalahan. Dalam
tahap inilah Anda atau tim Anda bisa melakukan editing atas sebuah film. Editing ini sebenarnya adalah proses
penggabungan adegan-adegan film yang telah diambil gambarnya sebelumnya. Menambah efek-efek dalam
adegan yang terekam, atau mengurangi atau meng-cut adegan-adegan yang tidak atau kurang perlu. Nah,
setelah selesai proses pengeditan saatnya film itu diedarkan ke publik.
Pada umumnya cara pembuatan film sama saja, tidak terlalu memusingkan. Mungkin yang akan menjadi
tantangan adalah bagaimana mewujudkan step by step pembuatan film tersebut. Berikut adalah langkah-
langkah dasar yang bisa Anda tapaki :
1. Buatlah Ide
Carilah ide yang menarik, yang sensasional dan tidak pasaran. Biasanya orang suka menonton film karena
merasa ada bagian dari film itu yang dekat dengan dirinya. Carilah tema yang unik tetapi dekat dan familiar di
hati masyarakat.
2. Buatlah sasaran ide kita
Setelah mendapatkan ide, kita tentukan film kita mau ditujukan untuk siapa? Mahasiswa? Pelajar? Anak-
anak? Keluarga? Bila kita sudah menemukan segmen yang tepat, akan lebih mudah bagi kita untuk
menentukan alur cerita.
3. Sinopsis film
Tak akan ada sebuah film yang bagus tanpa sinopsis. Bahkan, film dokumenter pun memerlukan sinopsis untuk
narasi dan menggambarkan cerita apa yang akan diusung. Buatlah sinopsis yang ringkas, padat, jelas, langsung
pada sasaran, konflik yang jelas dan ending yang mengejutkan.
4. Naskah Skenario
Bila film telah selesai, buatlah skenario. Anda bisa meminta orang lain untuk menulis, lalu Anda mengurusi hal
lain atau Anda tulis sendiri skenario Anda. Setelah skenario jadi, mulailah membuat film.
5. Mulai membuat Film
Tentukan story board film kita, tentukan lokasi, cari view yang bagus untuk lokasi agar sesuai dengan tempat
yang diinginkan dalam skenario. Tempat yang sesuai mendukung cerita.
6, Siapkan alat-alat teknis
Siapkan kru. Siapkan lampu, kamera, setting, property, kostum, piñata make up, dan lain-lain sebagainya.
7. Tentukan budget
Setelah menentukan apa dan siapa yang kita inginkan, kita bisa memulai membuat budgetatau anggaran film.
Tetapi lebih baik budget sudah disiapkan sejak awal.
8. Syuting dan Editing
Setelah mendapatkan izin dan lain sebagainya, Anda bisa mulai syuting. Begitu selesai syuting, adegan-adegan
film diedit berdasarkan urutan scene di dalam skenario.
9. Review dan Revisi
Review, lihat ulang hasil film yang sudah Anda buat. Lalu revisi bila ada bagian scene yang jelek, bisa Anda
buang. Bila ada scene yang kurang, bisa Anda tambahkan yang baru.
10. Buat promosi
Siapkan media untuk promosi seperti spanduk, iklan, trailer, pamflet, poster dan lain-lain.
11. Masukkan dalam DVD
Setelah film Anda finish, Anda bisa masukkan dalam keeping DVD. Dan gandakan keping DVD itu untuk
keperluan pribadi, distribusi atau promosi.
Itulah tadi langkah-langkah dasar dalam membuat film. Tentu saja pelaksanaannya tidak semudah teori,
namun tidak ada salahnya mencoba dan terjun langsung. Dengan mengerjakan sesuatu yang menurut kita
susah, lambat laun akan menjadi mudah.
10 LANGKAH MEMBUAT FILM PENDEK
1. Riset Awal!
Kita cari tahu dulu tentang latar belakang yang ingin kita buat film. Kalau serius, riset ini harusnya sangat
detail, tetapi kalau mau sederhana, kita bisa saja browsing dulu di internet atau bertanya kepada teman atau
orang yang sudah mengalaminya. Kita catat data-data yang kita dapat tadi.
2. Siapkan Peralatan
Perlengkapan yang diperlukan adalah handycam atau kamera video apa pun beserta baterai dan charger.
Jangan lupa bawa juga mikrofon tambahan dan kabel ekstensinya, tripod, dan yang paling penting, kaset-kaset
kosong (bawa cadangan ya).
3. Riset Lapangan
Waktu sampai di tempat tujuan, kita harus melakukan riset lebih dalam dari riset awal yang sudah kita lakukan
di rumah. Cocokkan data yang didapat saat riset awal dengan keadaan di lapangan.
Bagaimana caranya? Ya jalan, ngobrol, dan nongkrong! Santai dan berusaha akrab dengan lingkungan yang
akan kita filmkan.
4. Buat Alur Cerita Kasar
Tentukan siapa saja yang mau diangkat sebagai tokoh dalam film. Biasanya, dari hasil riset di lapangan, kita
bisa mendapatkan sebuah ide yang lebih spesifik dan menarik untuk diangkat dari ide awal kita di rumah.
Misalnya, “Keseharian hidup badut di Dufan”. Kemudian, buatlah alur cerita kasar dari ide tersebut. Misalnya,
tugas-tugas si badut di Dufan dan tempat-tempat wajib yang harus didatangi si badut.
5. Buatlah Sinopsis
Cerita singkat tentang seperti apa film yang kita buat ini. Dari sinopsis kita bisa menentukan siapa saja yang
harus kita wawancara, daftar pertanyaan untuk setiap wawancara, dan daftar gambar-gambar (footage) yang
dibutuhkan di luar wawancara.
6. Syuting atau Pengambilan Gambar
Dari hasil riset, kita sudah tahu di mana saja dan kapan saja orang-orang yang ingin kita wawancara berada.
Ada beberapa hal yang mesti diperhatikan untuk pengambilan gambar. Yang pertama, datangi dan minta izin
mereka untuk melakukan wawancara. Ingat, jangan sekali-kali merekam wawancara tanpa izin! Tidak etis dan
bisa bikin mereka tidak suka.
Kedua, jangan lupa menggunakan mikrofon tambahan ketika melakukan wawancara, apalagi kalau kita berada
di tengah keramaian. Ketiga, gunakan daftar pertanyaan yang sudah dibuat sebelumnya sebagai acuan, tetapi
jangan terlalu kaku, kita boleh bertanya hal-hal lain di luar daftar tersebut.
Keempat, buat suasana wawancara sesantai mungkin, bertanyalah seperti kita sedang mengobrol biasa.
Sebab, keberadaan kamera video bisa membuat orang gugup, jaim, dan tidak bisa menjawab jujur.
Kelima, gunakan tripod bila wawancara berlangsung cukup lama dan tidak dilakukan sambil bergerak. Keenam,
Selesaikan semua wawancara dari daftar orang yang sudah kita buat. Setelah itu rekam semua gambar yang
sudah kita tulis dalam daftar footage kita. Kalau kita masih punya waktu dan kaset cadangan, kita boleh kok
merekam gambar-gambar tambahan lain yang mungkin nanti bisa berguna saat tahap editing.
Ketujuh, setelah semua selesai direkam. Periksa lagi semua daftar yang kita punya. Baca lagi sinopsis awal kita.
Apa semua sudah cukup. Jangan sampai ada yang terlupa.
7. Buat Alur Cerita Final
Sesuaikan hasil catatan dengan hasil wawancara yang sudah kita buat. Masih sesuaikah? Harus diubahkah? Ke
arah mana harus dikembangkan?
Hal ini sangat mungkin terjadi karena hasil wawancara bisa banget menghasilkan data-data yang lebih banyak
dan mungkin berbeda dari apa yang sudah kita siapkan sebelumnya. Enggak masalah kok. Perbaiki dan buat
sinopsis baru yang bisa disusun dari hasil rekaman yang sudah kita tonton berulang kali.
Setelah selesai, barulah sinopsis final ini bisa jadi panduan untuk mulai mengedit.
8. Mengedit Film
Mulai capture hasil rekaman yang sudah kita pilih sebelumnya ke dalam komputer menggunakan program
editing yang biasa kita pakai. Setelah itu susun film kita berdasarkan sinopsis final yang sudah kita buat
sebelumnya.
Masukkan footage-footage yang kita sudah rekam. Buat alur semenarik mungkin, jangan terlalu banyak
wawancara yang bisa membosankan. Idealnya, panjang film 8-12 menit.
9. Musik Latar atau “Soundtrack”
Tambahkan musik latar yang sesuai, jangan pakai musik orang sembarangan ya! Sebisa mungkin buat musik
sendiri atau minta teman yang pandai membuat musik untuk membuatkan musik untuk film ini.
10. Terakhir, koreksi warna atau “color correction”
Masukkan opening title (pilih judul yang catchy dan bisa menggambarkan keseluruhan film), tambahkan credit
title, mixing suara, wrap! Jadikan DVD biar bisa ditonton beramai-ramai.

Anda mungkin juga menyukai