Producer
Executive Producer
Line Producer
Penata Lampu
Penata Editing
E. HUNTING LOKASI
Memilih dan mencari lokasi/setting pengambilan gambar sesuai naskah. Untuk pengambilan gambar di tempat
umum biasanya memerlukan surat ijin tertentu. Akan sangat mengganggu jalannya shooting jika tiba-tiba
diusir dipertengahan pengambilan gambar karena tidak memiliki ijin.
Dalam hunting lokasi perlu diperhatikan berbagai resiko seperti akomodasi, transportasi, keamanan saat
shooting, tersedianya sumber listrik, dll. Setting yang telah ditentukan skenario harus betul-betul layak dan
tidak menyulitkan pada saat produksi. Jika biaya produksi kecil, maka tidak perlu tempat yang jauh dan
memakan banyak biaya.
G. MENYIAPKAN PERALATAN
Untuk mendapatkan hasil film/video yang baik maka diperlukan peralatan yang lengkap dan berkualitas.
Peralatan yang diperlukan (dalam film minimalis) :
Clipboard.
Proyektor.
Lampu.
Kabel Roll.
TV Monitor.
Pita/Tape.
Tripod Kamera.
Tripod Lampu.
H. CASTING PEMAIN
Memilih dan mencari pemain yang memerankan tokoh dalam cerita film. Dapat dipilih langsung ataupun
dicasting terlebih dahulu. Casting dapat diumumkan secara luas atau cukup diberitahu lewat rekan-rekan saja.
Pemilihan pemain selain diperhatikan dari segi kemampuannya juga dari segi budget/pembiayaan yang
dimiliki.
TAHAP PRODUKSI
Produksi adalah proses yang paling menentukan keberhasilan penciptaan sebuah karya film. proses yang
dalam kata lain bisa disebut dengan shooting (pengambilan gambar) ini dipimpin oleh seorang sutradara,
orang yang paling bertanggung jawab dalam proses ini. orang yang ikut dalam proses ini antara lain
kameraman atau DOP (Director Of Photography) yang mengatur cahaya, warna, dan merekam gambar. Artistik
yang mengatur set, make up, wardrobe dan lain sebagainya. dan Soundman yang merekam suara.
Tahapan ini dimana hampir seluruh team work mulai bekerja. Seorang sutradara, produser atau line produser
sangat dituntut kehandalannya untuk mengatasi kru dalam tiap tahap ini. Beberapa faktor penting yang perlu
diperhatikan adalah :
A. MANAJEMEN LAPANGAN
Manajemen lapangan mencakup beberapa hal, yaitu:
• Manajemen lokasi ( perijinan, keamanan, keselamatan )
• Talent koordinasi ( koordinasi kostum, make up dll )
• Manajemen waktu ( koordinasi konsumsi, kecepatan kerja, penyediaan alat )
• Crew koordinasi ( koordinasi para kru )
Attitude dalam bekerja merupakan hal yang sangat penting. Kesabaran, pengertian dan kerjasama merupakan
attitude yang diperlukan untuk mencapai sukses. Berdoa sebelum bekerja dan briefing sebelum memulai
merupakan hal yang baik untuk menyatukan semangat, visi dan attitude yang diinginkan. Jangan pernah
kehilangan control emosi pada saat syuting. Apalagi semua bekerja dengan keterbatasan waktu.
B. KEGIATAN SHOOTING
Tahap ini adalah tahap dimana kepiawaian sutradara, DOP, dan kru sangat menentukan. Kualitas gambar
adalah selalu ingin kita capai. Oleh karena itu penguasaan kamera dan ligthing sangatlah penting. Untuk
mencapai hasil maksimal dengan alat yang kita gunakan, ada beberapa hal yang harus kita ketahui.
1. Shooting Outdoor
Shooting outdoor biasa menekan budget, namun harus berhati-hati melakukannya karena sangat bergantung
dari keadaan cuaca saat syuting dilakukan. Beberapa yang harus dipersiapkan saat syuting outdoor adalah :
hujan buatan
2. Shooting Indoor
Shooting indoor lebih cepat terkontrol daripada shooting outdoor, namun dibutuhkan peralatan yang cukup
lengkap. Antara lain :
penggunaan filter
make up
monitor
3. Visual Efek
Beberapa trik mudah untuk dilakukan untuk membuat video kelihatan lebih menarik antara lain dengan :
reserve motion
C. TATA SETTING
Set construction merupakan bagunan latar belakang untuk keperluan pengambilan gambar. Setting tidak
selalu berbentuk bangunan dekorasi tetapi lebih menekankan bagaimana membuat suasana ruang
mendukung dan mempertegas latar peristiwa sehingga mengantarkan alur cerita secara menarik.
D. TATA SUARA
Untuk menghasilkan suara yang baik maka diperlukan jenis mikrofon yang tepat dan berkualitas. Jenis mirofon
yang digunakan adalah yang mudah dibawa, peka terhadap sumber suara, dan mampu meredam noise
(gangguan suara) di dalam dan di luar ruangan.
E. TATA CAHAYA
Penataan cahaya dalam produksi film sangat menentukan bagus tidaknya keualitas teknik film tersebut.
Seperti fotografi, film juga dapat diibaratkan melukis dengan menggunakan cahaya. Jika tidak ada cahaya
sedikitpun maka kamera tidak akan dapat merekam objek.
Penataan cahaya dengan menggunakan kamera video cukup memperhatikan perbandingan Hi light (bagian
ruang yang paling terang) dan shade (bagian yang tergelap) agar tidak terlalu tinggi atau biasa disebut hight
contrast. Sebagai contoh jika pengambilan gambar dengan latar belakang lebih terang dibandingkan dengan
artist yang sedang melakukan acting, kita dapat gunakan reflektor untuk menambah cahaya.
Reflektor dapat dibuat sendiri dengan menggunakan styrofoam atau aluminium foil yang ditempelkan di
karton tebal atau triplek, dan ukurannya disesuaikan dengan kebutuhan.
Perlu diperhatikan karakteristik tata cahaya dalam kaitannya dengan kamera yang digunakan. Lebih baik sesuai
ketentuan buku petunjuk kamera minimal lighting yang disarankan. Jika melebihi batasan atau dipaksakan
maka gambar akan terihat seperti pecah dan tampak titik-titik yang menandakan cahaya under.
Perlu diperhatikan juga tentang standart warna pencahayaan film yang dibuat yang disebut white balance.
Disebut white balance karena memang untuk mencari standar warna putih di dalam atau di luar ruangan,
karena warna putih mengandung semua unsur warna cahaya.
F. TATA KOSTUM (WARDROBE)Pakaian yang dikenakan pemain disesuaikan dengan isi cerita. Pengambilan
gambar dapat dilakukan tidak sesuai nomor urut adegan, dapat meloncat dari scene satu ke yang lain. Hal ini
dilakukan agar lebih mudah, yaitu dengan mengambil seluruh shot yang terjadi pada lokasi yang sama. Oleh
karenanya sangat erlu mengidentifikasi kostum pemain. Jangan sampai adegan yang terjadi berurutan
mengalami pergantian kostum. Untuk mengantisipasinya maka sebelum pengambilan gambar dimulai para
pemain difoto dengan kamera digital terlebih dahulu atau dicatat kostum apa yang dipakai. Tatanan rambut,
riasan, kostum dan asesoris yang dikenakan dapat dilihat pada hasil foto dan berguna untuk shot selanjutnya.
G. TATA RIAS
Tata rias pada produksi film berpatokan pada skenario. Tidak hanya pada wajah tetapi juga pada seluruh
anggota badan. Tidak membuat untuk lebih cantik atau tampan tetapi lebih ditekankan pada karakter tokoh.
Jadi unsur manipulasi sangat berperan pada teknik tata rias, disesuaikan pula bagaimana efeknya pada saat
pengambilan gambar dengan kamera. Membuat tampak tua, tampak sakit, tampak jahat/baik, dll.
Menganalisis skenario bersama sutradara dan juru kamera mengenai kontruksi dramatinya.
Melakukan pemilihan shot yang terpakai (OK) dan yang tidak (NG) sesuai shooting report.
Menyiapkan bahan gambar dan menyusun daftar gambar yang memerlukan efek suara.
Bertanggung jawab sepenuhnya atas keselamatan semua materi gambar dan suara yang diserahkan
kepadanya untuk keperluan editing.
Ahli Sinematografi :Untuk mengupas film dari segi atau unsur dramatikalnya.
Ahli Produksi Film : Untuk mengupas film dari segi teknik, baik pengambilan gambar, angle, teknik
lighting, dll.
Ahli Editing Film (Editor) : Untuk mengupas dari segi teknik editingnya.
Penonton/penikmat film : Penonton biasanya dapat lebih kritis dari para ahli atau pekerja film.
Hal ini dikarenakan mereka mengupas dari sudut pandang seorang penikmat film yang mungkin masih awam
dalam pembuatan film
Mengapa kamera digital berbeda dengan camcorder
13 Comments
Kepraktisan. Ya, itulah yang melandasi tren konvergensi antara kamera digital dan camcorder belakangan ini.
Pemikiran simpel yang mengemuka : mengapa tidak dibuat satu perangkat saja : kamera digital yang bisa
merekam video (atau camcorder yang bisa mengambil foto). Upaya produsen pun lantas bak gayung
bersambut yang mulai menawarkan kualitas video HD pada kamera digital termasuk DSLR, dan di lain
pihak camcorder masa kini pun semakin baik dalam urusan memotret / membuat still foto. Sekian waktu
berselang, saya tanya pada anda : apakah anda sudah menemui produk yang benar-benar hybrid (sama
baiknya dalam urusan foto dan video) ? Rasanya belum ada. Sebaik-baiknya kamera digital membuat video,
hasil videonya masih kalah dengan camcorder. Pun sebaliknya, hasil foto dari camcorder masih belum bisa
menyamai hasil foto dari kamera digital.
Oke, fakta ini lambat laun akan berubah di masa depan. Namun setidaknya saat ini mungkin timbul pertanyaan
di benak kita, mengapa demikian sulit untuk membuat produk hybrid sesungguhnya? Padahal baik kamera
digital ataupun camcorder sama-sama memiliki lensa, sama-sama memiliki sensor dan prinsip kerjanya pun
sama. Saya mencoba mencari tahu atas pertanyaan ini dan inilah kira-kira jawabannya :
perbedaan ukuran sensor : kamera digital punya sensor lebih besar untuk detail foto,
sementara camcorder tidak perlu sensor besar karena resolusi video lebih kecil dari foto.
So, camcorder akan berkutat pada masalah noise, low dynamic range, low contrast dan tidak tajam
saat ‘dipaksa’ mengambil foto.
perbedaan bukaan diafragma : camcorder punya bukaan diafragma lensa yang lebih besar untuk
meningkatkan kemampuannya merekam di area kurang cahaya, sedang kamera digital (apalagi yang
generasi baru) punya bukaan maksimal sekitar f/3.3 yang kurang besar untuk ukuran video recording.
Walhasil, merekam video pakai kamera digital di dalam ruangan hanya menghasilkan video yang
buram dan gelap.
perbedaan mekanisme zoom optik : motor zoom di kamera digital menghasilkan suara noise yang akan
ikut terekam saat merekam video. Maka itu kebanyakan kamera digitak tidak bisa zoom saat sedang
merekam video, perkecualian kamera digital dengan zoom manual (seperti Lumix FZ50, Fuji S100FS
dan DSLR).
perbedaan mekanisme auto fokus : meski semestinya auto fokus pada camcorder dan kamera digital
bekerja dengan prinsip yang sama, tapi tetap saja ada perbedaan antara keduanya. Itulah
mengapa camcorder lebih cepat menemukan fokus saat melakukan zoom-in atau zoom-out,
sementara pada kamera digital harus bersusah payah mencari fokus saat merekam video yang sedang
di-zoom.
perbedaan media simpan : dengan tingginya data rate untuk sebuah rekaman video (apalagi yang
berkualitas tinggi) maka diperlukan media simpan data yang lega dan cepat. Untuk
itu camcorder menyediakan media simpan seperti hard disk atau DVD yang kapasitasnya tinggi, plus
punya kecepatan baca tulis yang baik. Sementara kamera digital hanya mengandalkan flash-based
memory yang punya banyak pilihan merk, kapasitas dan kecepatan yang berbeda.
perbedaan kompresi video : terkait media simpan di atas, kompresi video untuk camcorder lebih
ringan dan tidak terlalu mengorbankan kualitas video. Lain halnya dengan pada kamera digital,
dibutuhkan kompresi yang berat dan beresiko menurunkan kualitas video demi menghindari beban
pada prosesor kamera, buffer dan terjadinya bottle neck saat penulisan data ke memori. Jadi, meski
sama-sama beresolusi HD, video hasil rekaman memakai kamera digital masih kalah tajam dibanding
video hasil rekaman dari camcorder.
Mungkin masih ada alasan dan jawaban lainnya, tapi setidaknya apa yang saya tulis diatas sudah cukup
menggambarkan perbedaan mendasar antar keduanya. Bila disimpulkan, sebuah camcorder kurang baik untuk
mengambil foto lebih karena keterbatasan ukuran dan resolusi sensornya. Namun sebuah kamera digital akan
memiliki banyak kesulitan saat dipakai untuk merekam video karena faktor lensa (bukaan diafragma, auto
fokus, mekanisme zoom) dan faktor file video itu sendiri (jenis media simpan dan teknik kompresi video).
Yang terjadi selanjutnya, bila sebuah camcorder hendak memiliki kemampuan yang baik untuk memotret,
tentu dibutuhkan sensor yang lebih besar yaang berarti lensa yang juga lebih besar, ukuran fisik keseluruhan
yang juga lebih besar dan beresiko naiknya harga dan jadi kurang portabel. Maka itu saya pesimis kalau di
kemudian hari camcorder bisa menghasilkan foto yang baik, misal beresolusi 10 mega piksel,
kecuali camcorder kelas profesional.
Lain halnya pada kamera digital. Untuk menjadi kamera hybrid yang baik untuk memotret dan baik juga untuk
video, masih banyak harapan untuk penyempurnaan. Ambil contoh misal betapa Panasonic dengan cermat
mendesain Lumix GH1 sehingga bisa menyiasati beberapa keterbatasan yang ada. Dengan lensa Lumix HD, bisa
didapat auto fokus yang cepat saat merekam video. Belum lagi sensor Four Thirds yang dipakainya akan
memberi jaminan bokeh yang baik untuk foto dan video (bayangkan video yang punya latar belakang blur,
pasti keren seperti video profesional). Plus kemampuan merekam audio stereo (Dolby Digital) dan
pilihan codec yang lengkap, menjadikan Lumix GH1 ini sebagai salah satu produk hybrid yang (saya prediksi)
akan sukses di pasaran (terlepas dari harga jualnya yang mahal).
Pengambilan gambar terhadap suatu objek dapat dilakukan dengan lima cara:
High Angle
Sudut pengambilan dari atas objek sehingga mengesankan objek jadi terlihat kecil. Teknik ini memiliki
kesan dramatis yaitu nilai “kerdil”.
Low Angle
Sudut pengambilan dari arah bawah objek sehingga mengesankan objek jadi terlihat besar. Teknik ini
memiliki kesan dramatis yaitu nilai agung/ prominance, berwibawa, kuat, dominan.
Eye Level
Sudut pengambilan gambar sejajar dengan objek. Hasilnya memperlihatkan tangkapan pandangan
mata seseorang. Teknik ini tidak memiliki kesan dramatis melainkan kesan wajar.
Frog Eye
Sudut pengambilan gambar dengan ketinggian kamera sejajar dengan alas/dasar kedudukan objek
atau lebih rendah. Hasilnya akan tampak seolah-olah mata penonton mewakili mata katak.
2. Zoom.
Hindarkan penggunaan tehnik zoom untuk merekam pemandangan yang luas tanpa menggunakan tripod. Ini
adalah cara dasar untuk menghindari terjadinya guncangan pada gambar yang dapat berakibat tidak
bergunanya gambar yang terekam.
3. Suara.
Perlu diperhatikan mengenai suara. Bila kita tidak menggunakan earphone, kamera tetap merekam suara-
suara latar yang tidak diperlukan, maka jangan mengeluarkan suara yang tak perlu atau berbicara ketika
sedang merekam.
4. Peraturan 10 detik.
Peraturan penting dalam merekam adalah, rekamlah dalam waktu yang lebih lama dan hindarkan pergerakan-
pergerakan kemera yang tidak perlu. Selalu rekam satu adegan sekurangnya dalam 10 detik. Ini akan
memudahkan editor film untuk mengambil potongan-potongan gambar yang diperlukan. Ingat untuk tetap
menghitung sampai 10 detik, meskipun pada kondisi yang sulit, 10 detik ini terasa lama. Rekam subyek Anda
selama 10-20 detik, stop dan ambil gambar yang lain.
Panning (mengambil gambar bergerak secara horizontal) dan Tilting (mengambil gambar bergerak secara
vertikal) sebaiknya digunakan secukupnya saja bila ingin mendapatkan gambar dasar dengan berpindah posisi
gambar, atau bila kita sudah berpengalaman sebagai operator film. Bila kita memutuskan untuk
melakukan panning, gerakkanlah kamera sehalus yang kita bisa dan jangan mendadak. Ingat selalu aturan10
detik untuk setiap gambar diam/statis pada awal dan juga pada akhir pengambilan gambar panning. Selalu
lebih baik mengambil banyak gambar statis, dan ingat juga bahwa nantinya gambar yang kita ambil akan diedit
kembali oleh editor. Penggunaan panning sebaiknya jangan terlalu lama (antara 3 sampai 5 detik).
Periksa selalu fokus dan exposure. Bila menggunakan zoom jauh dan dekat fokuskan selalu pada jarak ideal ke
objek yang kita inginkan untuk direkam dan ketika kita melakukan zoom jauh semuanya terlihat fokus – bila
kita melakukan zoom pada objek terdekat terlebih dahulu lalu kita zoom pada objek lain di kejauhan
(contohnya hewan di kejauhan) maka akan membuat gambar sama sekali tidak fokus. Adanya perbedaan
antara objek yang samar dan objek utama yang jelas adalah sangat penting. Bahkan objek yang hanya sedikit
tidak fokus akan membuat film menjadi tidak berguna. Periksa selalu exposure dan cobalah merekam pada
objek yang sama dengan cara manual dan otomatis untuk memastikan kita mendapatkan gambar terbaik yang
kita inginkan. Bila kita sudah memiliki banyak pengalaman, hal ini menjadi tidak perlu lagi untuk dilakukan .
Jangan pernah memasang tanda tanggal dan waktu pada layar film yang terekam, ini akan membuat film sama
sekali tidak dapat digunakan . Penulisan tanggal dan waktu pada layar film tidak membuktikan bahwa film ini
diambil pada saat yang tertulis dilayar, karena bisa saja yang tertulis tanggal 5 November 1950 tidak menjamin
pengambilan film tersebut pada tahun 1950, bisa saja setiap orang merubah tanggal dan waktu tersebut.
Namun, sebaiknya kita selalu merekam suara kita pada awal pengambilan gambar yang menjelaskan kapan
gambar tersebut direkam, lokasi dan negara dimana kita merekam gambar- cara inilah yang dapat merekam
secara permanen informasi waktu dan tempat pengambilan film. Hal ini sangatlah penting dan seringkali
terlupa, dan bila kita lupa apa dan dimana persisnya sebuah gambar diambil, celakalah kita. Bila kita memiliki
GPS untuk menunjukkan lokasi kita berada, selalu rekam dengan film pembacaannya dan juga rekam latar
belakangnya. Tidak seperti tanda tanggal dan waktu, hal ini dapat memberikan bukti.
Bila kita merekam sebuah obyek, kegiatan ataupun wawancara kita perlu selalu mengambil gambar yang lain.
Sebagai contoh, bila kita merekam sebuah wawancara kita perlu untuk merekam juga kantor orang yang kita
wawancarai atau sesuatu yang lain untuk memberikan penjelasan tambahan bagi film wawancara kita. Kita
lihat contoh lain, bila kita membuat film tentang orang utan, jangan lupa untuk merekam hutan dimana
mereka tinggal dan kebakaran hutan yang merusakan habitatnya. Ini akan membuat sebuah film lebih
informatif.
Dutch angle, pengambilan gambar miring. Biasanya digunakan untuk menggambarkan ketidakstabilan
emosi.
Change focus, mengubah fokus dari satu obyek ke obyek lain dalam satu frame.
Side shot, kamera merekam dari samping dan mengikuti obyek yang berjalan.
Ukuran gambar biasanya dikaitkan dengan tujuan pengambilan gambar, tingkat emosi, situasi dan kodisi objek.
Terdapat bermacam-macam istilah antara lain:
Extreme Close Up (ECU/XCU) : pengambilan gambar yang terlihat sangat detail seperti hidung pemain
atau bibir atau ujung tumit dari sepatu.
Big Close Up (BCU) : pengambilan gambar dari sebatas kepala hingga dagu.
Close Up (CU) : gambar diambil dari jarak dekat, hanya sebagian dari objek yang terlihat seperti hanya
mukanya saja atau sepasang kaki yang bersepatu baru
Medium Close Up : (MCU) hampir sama dengan MS, jika objeknya orang dan diambil dari dada keatas.
Medium Shot (MS) : pengambilan dari jarak sedang, jika objeknya orang maka yang terlihat hanya
separuh badannya saja (dari perut/pinggang keatas).
Knee Shot (KS) : pengambilan gambar objek dari kepala hingga lutut.
Full Shot (FS) : pengambilan gambar objek secara penuh dari kepala sampai kaki.
Long Shot (LS) : pengambilan secara keseluruhan. Gambar diambil dari jarak jauh, seluruh objek
terkena hingga latar belakang objek.
Medium Long Shot (MLS) : gambar diambil dari jarak yang wajar, sehingga jika misalnya terdapat 3
objek maka seluruhnya akan terlihat. Bila objeknya satu orang maka tampak dari kepala sampai lutut.
Extreme Long Shot (XLS): gambar diambil dari jarak sangat jauh, yang ditonjolkan bukan objek lagi
tetapi latar belakangnya. Dengan demikian dapat diketahui posisi objek tersebut terhadap
lingkungannya.
Zoom In/ Zoom Out : kamera bergerak menjauh dan mendekati objek dengan menggunakan
tombolzooming yang ada di kamera.
Panning : gerakan kamera menoleh ke kiri dan ke kanan dari atas tripod.
Tilting : gerakan kamera ke atas dan ke bawah. Tilt Up jika kamera mendongak dan tilt down jika
kamera mengangguk.
Dolly : kedudukan kamera di tripod dan di atas landasan rodanya. Dolly In jika bergerak maju dan Dolly
Out jika bergerak menjauh.
Fading : pergantian gambar secara perlahan. Fade in jika gambar muncul dan fade out jika gambar
menghilang serta cross fade jika gambar 1 dan 2 saling menggantikan secara bersamaan.
Framing : objek berada dalam framing Shot. Frame In jika memasuki bingkai dan frame out jika keluar
bingkai.
Teknik pengambilan gambar tanpa menggerakkan kamera, jadi cukup objek yang bergerak.
Teknik ini dikatakan lain karena tidak hanya mengandalkan sudut pengambilan, ukuran gambar, gerakan
kamera dan objek tetapi juga unsur- unsur lain seperti cahaya, properti dan lingkungan. Rata-rata pengambilan
gambar dengan menggunakan teknik-teknik ini menghasilkan kesan lebih dramatik.
Backlight Shot: teknik pengambilan gambar terhadap objek dengan pencahayaan dari belakang.
Reflection Shot: teknik pengambilan yang tidak diarahkan langsung ke objeknya tetapi dari cermin/air
yang dapat memantulkan bayangan objek.
Door Frame Shot: gambar diambil dari luar pintu sedangkan adegan ada di dalam ruangan.
Artificial Framing Shot: benda misalnya daun atau ranting diletakkan di depan kamera sehingga
seolah-olah objek diambil dari balik ranting tersebut.
Jaws Shot: kamera menyorot objek yang seolah-olah kaget melihat kamera.
Framing with Background: objek tetap fokus di depan namun latar belakang dimunculkan sehingga
ada kesan indah.
The Secret of Foreground Framing Shot: pengambilan objek yang berada di depan sampai latar
belakang sehingga menjadi perpaduan adegan.
Tripod Transition: posisi kamera berada diatas tripod dan beralih dari objek satu ke objek lain secara
cepat.
Artificial Hairlight: rambut objek diberi efek cahaya buatan sehingga bersinar dan lebih dramatik.
Fast Road Effect: teknik yang diambil dari dalam mobil yang sedang melaju kencang.
Walking Shot: teknik ini mengambil gambar pada objek yang sedang berjalan. Biasanya digunakan
untuk menunjukkan orang yang sedang berjalan terburu-buru atau dikejar sesuatu.
Over Shoulder : pengambilan gambar dari belakang objek, biasanya objek tersebut hanya terlihat
kepala atau bahunya saja. Pengambilan ini untuk memperlihatkan bahwa objek sedang melihat
sesuatu atau bisa juga objek sedang bercakap-cakap.
Profil Shot : jika dua orang sedang berdialog, tetapi pengambilan gambarnya dari samping, kamera
satu memperlihatkan orang pertama dan kamera dua memperlihatkan orang kedua.
PANNING
PAN adalah gerakan kamera ke kiri atau ke kanan pada poros horisontalnya. Gerakan ini juga sering disebut
menoleh karena poros kamera tidak berubah seperti pada leher. Pada gerakan ini letak kamera tidak
berpindah tempat.
Ada dua macam gerakan Pan yaitu :
Pan Left adalah gerakan menoleh ke kiri
Pan Right adalah gerakan menoleh ke kanan
TILTING
TILT adalah gerakan kamera keatas atau kebawah pada poros vertikalnya. Atau kata lain dari gerakan tilting ini
adalah gerakan mendongak atau menunduk. Pada gerakan ini letak kamera tidak berpindah tempat.
Ada dua macam gerakan Tilt yaitu :
Tilt Up adalah gerakan mendongak
Tilt Down adalah gerakan menunduk
ilustrasi gerakan TILT
TRACKING
TRACK adalah gerakan kamera maju mendekati subyek atau mundur menjauhi subyek. Jadi pada gerakan ini
Letak kamera berubah namun posisi hadapnya tetap.
Ada dua macam gerakan Track yaitu :
Track In adalah gerakan mendekat
Track Out adalah gerakan menjauh
CRABING
CRAB adalah gerakan kamera bergerak menyamping baik ke samping kiri atau ke samping kanan subyek.
Gerakan ini persis cara berjalan kepiting (crab). Jadi pada gerakan ini Letak kamera berubah namun posisi
hadapnya tetap.
Ada dua macam gerakan Crab yaitu :
Crab Left adalah gerakan ke samping kiri
Crab Right adalah gerakan ke samping kanan
Elevate & Depress adalah gerakan kamera naik-turun. Gerakan ini disebut juga Crane Up& Crane Down, bila
menggunakan crane. Jadi pada gerakan ini Letak kamera berubah namun posisi hadapnya tetap.
Elevate adalah gerakan naik
Depress adalah gerakan turun
Zoom sebenarnya bukanlah gerakan kamera yang sesungguhnya, melainkan perubahan in-vision sudut
pandang kamera. Jadi pada zoom sebenarnya tidak ada pergerakan kamera sama sekali melainkan perbesaran
yang dihasilkan baik lewat optik maupun digital. Efek psikologis yang dihasilkan
antara zoom dengan track sangat berbeda.
Ada dua macam gerakan zoom yaitu :
Zoom in adalah perbesaran
Zoom out adalah pengecilan