Anda di halaman 1dari 6

Teori Pembentukan Bumi

Teori Pasang Surut Gas Teori pasang surut gas pertama kali dikenalkan oleh James Jeans
dan Harold Jeffreys tahun 1918. Menurut mereka, sebuah bintang besar mendekati Matahari
dalam jarak dekat dan menyebabkan terjadinya pasang surut pada tubuh Matahari yang saat
itu masih berupa gas. Saat bintang tersebut mendekat, akan terbentuk gelombang raksasa
pada tubuh Matahari yang disebabkan oleh gaya tarik bintang. Gelombang tersebut mencapai
ketinggian yang luar biasa dan menjauh dari inti Matahari menuju bintang tersebut.
Gelombang yang membentuk lidah pijar akan mengalami perapatan gas hingga terpecah
menjadi planet-planet.
Besar Teori ledakan besar atau big bang mungkin menjadi salah satu yang paling terkenal.
Teori ini menyebutkan bahwa Bumi terbentuk selama puluhan miliar tahun. Mulanya,
terdapat gumpalan kabut raksasa yang berputar pada porosnya. Putaran tersebut
menyebabkan bagian-bagian kecil dan ringan dari kabut terlempar ke luar dan berkumpul
membentuk cakram raksasa. Di satu waktu, gumpalan kabut raksasa itu meledak membentuk
galaksi dan nebula-nebula. Selama kurang-lebih 4,6 miliar tahun, nebula-nebula tersebut
membeku dan membentuk Galaksi Bima Sakti yang di dalamnya terdapat Tata Surya. Bagian
ringan yang terlempar keluar di awal mengalami kondensasi hingga membentuk gumpalan
yang mendingin dan memadat menjadi planet-planet, termasuk Bumi.
Teori Kabut Nebula Teori pembentukan Bumi yang selanjutnya dinamakan dengan teori
kabut nebula. Teori ini dikemukakan oleh Immanuel Kant di tahun 1755 yang kemudian
disempurnakan oleh Piere de Laplace di tahun 1796. Karena itu, teori ini juga sering dikenal
sebagai teori kabut Kant-Laplace. Teori ini menyebutkan bahwa di alam semesta terdapat gas
yang berkumpul menjadi kabut nebula. Gaya tarik-menarik antargas membentuk kumpulan
kabut yang sangat besar dan berputar semakin cepat. Proses perputaran ini mengakibatkan
materi kabit di bagian khatulistiwa terlempar dan berpisah, kemudian memadat karena
pendinginan.
Teori Planetesimal Di awal abad ke-20, seorang ahli astronomi Amerika Forest Ray
Moulton beserta ahli geologi Thomas C. Chamberlain mengemukakan teori planetesimal.
Teori ini menyebutkan bahwa Matahari tersusun dari gas yang bermassa besar. Pada satu
titik, bintang lain yang berukuran hampir sama melintas dekat dengan Matahari sehingga
hampir menjadi tabrakan. Akibatnya, gas dan materi ringan di bagian tepi Matahari dan
bintang tersebut menjadi tertarik. Materi yang terlempar mulai menyusut dan membentuk
gumpalan-gumpalan yang dinamakan dengan planetesimal. Planetesimal tersebut mendingin
dan memadat hingga akhirnya menjadi planet-planet yang mengelilingi Matahari.
Teori Bintang Kembar Teori pembentukan Bumi yang terakhir dikenal dengan sebutan teori
bintang kembar. Teori ini dicetuskan oleh ahli astronomi Raymond Arthur Lyttleton.
Menurutnya, galaksi merupakan kombinasi dari bintang kembar. Salah satu bintang tersebut
meledak dan menyebabkan banyak material yang terlempar. Karena bintang yang tidak
meledak memiliki gaya gravitasi yang kuat, sebaran pecahan ledakan bintang lainnya
mengelilingi bintang tersebut. Bintang yang tidak meledak kemudian dikenal dengan
Matahari, sementara pecahan-pecahannya adalah planet yang mengelilinginya.
Pengertian Bumi
Dibanding planet lain yang ada di Galaxy Bimasakti, Bumi adalah satu-satunya planet yang
memiliki kehidupan di dalamnya. Selain itu, planet yang dijuluki sebagai planet “biru” ini
termasuk ke dalam kelompok planet minor (planet terestrial)–yang ukuran serta massanya
relatif kecil–bersama dengan Merkurius, Venus, dan Mars.
Jika dibandingkan dengan alam semesta yang sangat luas, Bumi hanyalah sebuah benda yang
terlalu kecil untuk dilihat. Saking kecilnya, Bumi tampak seperti satu titik yang sangat mudah
hilang dari pandangan.
Meski begitu, Bumi memiliki keunikan yang tidak ada pada planet lain. Seperti misalnya, di
planet ini ada air dalam tiga bentuk yaitu padat, cair dan gas. Akibatnya planet yang kita
tempati ini memiliki lautan serta kutub es
Tidak berhenti sampai di situ saja, di Bumi juga terdapat siklus hidrologi yang
berkesinambungan seperti hujan, dan permukaan Bumi akan terus berubah dan mengalami
peremajaan sepanjang waktu.
Ada banyak sekali fakta menarik yang dimiliki oleh planet kita, Bumi. Mulai dari bentuk,
ukuran, umur, rotasi, revolusi, hingga berbagai macam makhluk hidup di dalamnya.

Bentuk, Ukuran, dan Umur Bumi


Bentuk Bumi
Banyak sekali bukti yang mempertegas hal ini. Misalnya, foto-foto yang diambil dari satelit
buatan di luar angkasa; perbedaan waktu; fenomena kapal yang berlayar ke satu arah akan
kembali ke tempat semula; dan kenyataan bahwa Grameds akan melihat bendera kapal laut
lebih dulu sebelum badannya ketika berdiri di tepi pantai.
Seperti yang tercantum dalam buku Bumi Dan Tata Surya yang ditulis oleh Danang. Buku ini
membahas tentang sistem tata surya dan seluk beluk planet bumi.
Bentuk bumi yang seperti telur ayam ini disebut juga dengan Geoid. Yang lebih menarik lagi,
tidak ada planet lain di alam semesta yang bentuknya persis seperti bumi. Grameds juga tidak
akan bisa menyamakan bentuk bumi dengan bentuk geometris manapun.
Sebelum sampai pada kesimpulan Bumi berbentuk Geoid, manusia zaman dulu punya teori
lain yang berasal dari imajinasi dan kemampuan pengamatan mereka. Orang-orang Mesir
kuno, contohnya, percaya bahwa langit merupakan wanita raksasa yang mereka sebut sebagai
dewi Nut.
Dewi Nut ini merentangkan tangan dan kakinya ke empat penjuru dunia hingga menutupi
bumi sepenuhnya. Kemudian tiap pagi, Nut akan melahirkan matahari lalu dimakan lagi saat
malam hari. Terus begitu setiap harinya.
Sementara itu, daratan digambarkan sebagai dewa bumi yang bernama Geb. Orang-orang
mesir kuno menggambarkan geb sebagai seorang laki-laki yang berbaring di bawah langit
Nut.
Lain lagi dengan peradaban Babilonia yang membagi alam semesta menjadi tiga lapisan,
yaitu langit, bumi dengan bentuk yang datar, kemudian air.
Sedikit maju ke 340 tahun SM, Aristoteles diyakini sebagai orang pertama yang
menyebutkan bahwa bumi berbentuk bulat. Anggapan tersebut kemudian didukung oleh
beberapa kenyataan yang dihasilkan dari pengamatannya sendiri.
Setelah melakukan pengamatan, Aristoteles menyadari bahwa gerhana bulan (bulan purnama)
diakibatkan oleh posisi Bumi yang terletak diantara Bulan dan Matahari. Dia juga
mengatakan bayangan Bulan di permukaan Bumi selalu terlihat bundar. Kenyataan ini hanya
bisa terjadi jika Bumi berbentuk bulat. Kalau datar, bayangan bulan harusnya terlihat lonjong
kecuali saat berada di atas ubun-ubun.
Jadi melalui bukti-bukti tersebut, Aristoteles lalu menyampaikan gagasan bahwa bumi
sebenarnya berbentuk bulat. Gagasan ini disepakati juga oleh filsuf-filsuf setelah Aristoteles,
seperti Euclid, Archimedes, Eratosthenes, dan Aristarchus.
Ukuran Bumi
manusia berhasil menciptakan satu teknologi yang memungkinkan kita untuk melihat seluruh
planet Bumi. Teknologi itu bernama satelit. Dengan bantuan satelit, akhirnya diketahui
bahwa keliling bumi adalah 40.075 km. Luas banget, kan?
Nah, apakah Grameds tahu, sekitar 2.000 tahun yang lalu ada manusia yang berhasil
mengukur keliling bumi bermodalkan sebuah tongkat sederhana? Dia adalah Eratosthenes,
seorang matematikawan Yunani kuno yang dikenal juga sebagai bapak Geografi.
Di siang hari yang panas, pada tanggal 21 Juni 240 SM, Eratosthenes sedang berada di
Siena–sekarang bernama Aswan. Di kota ini dia melihat sebuah sumur dan menyadari bahwa
di dasar sumur tersebut tidak ada bayangan yang terbentuk sama sekali.
Lantas dia pun menegakkan sebuah tongkat untuk memastikan ada yang aneh di kota
tersebut. Setelah tongkat ditegakkan, ternyata tidak ada bayangan yang dihasilkan. Di saat
yang sama, keanehan ini tidak terjadi di kota Alexandria–salah satu kota di Mesir yang
berjarak sekitar 843 km dari Aswan.
Di Alexandria, tongkat yang berdiri tegak menghasilkan bayangan sebagaimana biasanya.
Eratosthenes kemudian mempertanyakan hal ini, bagaimana bisa ada bayangan pada tongkat
yang ditegakkan di Alexandria, sementara di kota Aswan justru tidak ada?
Berbekal rasa ingin tahunya yang tinggi, dia pun tidak menyia-nyiakan kesempatan ini untuk
mengukur berapa lingkar planet Bumi. Dari hasil pengukuran yang dilakukannya,
Eratosthenes mendapatkan ukuran bumi sebesar 46.250 km.
Jika dibandingkan dengan hasil pengukuran modern yang disebutkan sebelumnya, hasil
pengukuran Eratosthenes ini hanya meleset 15% saja. Dengan kata lain, hasil kalkulasi yang
bermodalkan rasa ingin tahu dan sebuah tongkat ternyata tidak berbeda jauh dengan yang
dihasilkan oleh teknologi satelit. Apalagi dia melakukannya 2.000 tahun yang lalu, saat ilmu
pengetahuan belum terlalu berkembang.
Berkat eksperimen yang dia lakukan, Eratosthenes mencatatkan namanya sebagai orang
pertama yang berhasil mengukur lingkar bumi.
Umur Bumi
Selama 400 tahun terakhir, ribuan ilmuwan melakukan berbagai cara untuk memprediksi
umur Bumi. Ada yang menggunakan perubahan permukaan laut, salinitas (keasinan) laut,
atau waktu yang diperlukan oleh Bumi/Matahari untuk menyajikan suhu.
Sayang sekali, semua metode tersebut masih belum bisa diandalkan. Pasalnya banyak hal lain
yang mungkin mempengaruhi hasil penghitungan. Misalnya saja soal permukaan air laut
yang naik turunnya selalu berubah-ubah, atau yang lainnya.
Setelah itu, ilmuwan mencoba memperkirakan umur Bumi dengan meneliti bebatuan di
permukaan Bumi. Akan tetapi, lempeng tektonik tidak pernah berhenti mengubah kerak
Bumi, jadi bisa dipastikan batuan yang ada di masa awal-awal planet ini telah hilang.
Batuan tertua yang pernah ditemukan di Bumi berada di dekat Great Slave Lake, sebelah
barat laut Kanada, bernama Acasta Gneiss. Usianya diperkirakan 4,03 miliar tahun. Selain
itu, masih banyak lagi batuan dengan usia >3,5 miliar tahun di semua benua, diantaranya:
Batuan Supracrustal Isua di Greenland yang berusia 3,7 miliar – 3,8 miliar tahun
Batuan di Swaziland yang diperkirakan berusia 3,4 – 3,5 miliar tahun
Batuan di Australia Barat dengan umur 3,4 miliar sampai 3,6 miliar tahun.
Kristal Zirkonium yang ditemukan sekelompok peneliti di Australia memiliki usia sekitar 4,3
miliar tahun.
Mungkin buat kamu, semua penemuan tersebut sudah cukup menjawab pertanyaan tentang
usia planet Bumi. Tapi tidak bagi para ilmuwan. Mereka belum menyerah dan mencoba
memanfaatkan teknologi yang lebih canggih di abad ke-20 ini.
Para ilmuwan memanfaatkan teknologi tersebut untuk menyempurnakan proses penanggalan
radiometrik dan mencari tahu usia batu. Mereka memeriksa beberapa unsur yang ada di
sebuah batu. Kemudian menghitung berapa jumlah awal unsur radioaktifnya dan berapa lama
waktu yang diperlukan unsur-unsur tadi untuk meluruh.
Nah, dari metode termutakhir tersebut, para ilmuwan kemudian meyakini bahwa usia Bumi
saat ini adalah sekitar 4,54 miliar tahun!
Rotasi Bumi
Mungkin Grameds pernah bertanya kenapa harus ada siang dan malam? Apa yang membuat
siang dan malam itu ada? Atau kenapa saat siang ada Matahari, tapi hilang saat malam
datang? Jawaban dari tiga pertanyaan itu hanya satu, yaitu karena bumi berputar pada
porosnya atau rotasi bumi.
Untuk menyelesaikan satu kali rotasi/putaran, planet kita memerlukan waktu kurang lebih 23
jam 56 menit 4 detik atau yang biasa kita sebut dengan satu hari. Menariknya, tidak ada
manusia yang bisa merasakan perputarannya secara langsung. Mengapa bisa begitu?
Karena ada gravitasi bumi yang bertugas menarik semua benda di permukaan ke arah pusat
gravitasi bumi. Jadi Grameds tidak bisa merasakan perputaran bumi. Meski begitu, kita masih
bisa melihat dampak rotasi bumi secara langsung, diantaranya:
Dampak Rotasi Bumi
Adanya siang dan malam. Karena bumi berputar, otomatis ada bagian yang menghadap ke
matahari dan bagian lainnya tidak. Inilah yang menyebabkan terjadinya siang dan malam.
Gerak semu harian matahari atau pergerakan matahari dari timur ke barat. Kalau
diperhatikan, matahari seperti mengitari bumi setiap hari, padahal kenyataannya justru bumi
yang bergerak dari barat ke timur. Sedangkan matahari tetap diam di tempatnya.
Adanya perbedaan waktu. Saat ini ada 24 perbedaan waktu di planet Bumi, angka ini
didapatkan dari hasil pembagian garis bujur setiap 15°. Karena itu yang menjadi pusat
waktunya adalah Kota Greenwich yang ada di garis bujur 0° atau dikenal sebagai Greenwich
Mean Time (GMT). Di Indonesia sendiri ada 3 pembagian waktu, pertama Waktu Indonesia
Barat (WIB), lalu Waktu Indonesia Tengah (WITA), dan Waktu Indonesia Timur (WIT).
Pembelokan arah angin atau efek coriolis. Karena bumi berotasi pada porosnya, angin yang
seharusnya bergerak dari kutub ke khatulistiwa, jadi berbelok. Di sebelah utara bum, angin
berbelok ke kanan dan di sebelah selatan bumi, berbelok ke kiri.
Revolusi Bumi
Sederhananya, revolusi bumi adalah proses perputaran bumi mengelilingi matahari selama
kurang lebih 365 ¼ hari atau 1 tahun. Setiap planet yang ada di Galaxy Bimasakti juga
mengelilingi matahari, kok.
Uniknya, semua planet mempunyai bidang elips (jalur lintasan saat mengitari matahari) nya
masing-masing akibat adanya gaya gravitasi matahari. Jadi antara satu planet dan planet
lainnya tidak akan bertabrakan.
Pengaruh Revolusi Bumi
Gerak semu tahunan matahari. Setiap tanggal 22 Desember sampai 21 Juni, belahan bumi
bagian utara akan lebih condong ke arah matahari. Sementara mulai dari 21 Juni hingga 22
Desember, belahan bumi bagian selatan lebih condong ke arah matahari.
Perbedaan lamanya siang dan malam. Kamu mungkin pernah merasakan matahari terbenam
sedikit lebih lama daripada biasanya. Misalnya pada pukul 18:05 matahari langit masih
terlihat cerah, padahal biasanya sudah mulai gelap. Fenomena seperti ini terjadi karena
revolusi bumi. Biasanya di bulan Desember, bagian selatan bumi mengalami panas lebih
lama. Begitupun sebaliknya.
Adanya perbedaan musim. Karena bagian selatan lebih condong ke matahari di bulan
Desember, bagian ini jadi mengalami musim panas. Dan di bagian utara justru mengalami
musim dingin. Sebaliknya, di bulan Juni, bagian utara akan mengalami musim panas dan
bagian selatan mengalami musim dingin.
Struktur Lapisan Bumi
Kerak bumi
Kerak bumi merupakan lapisan terluar bumi yang ukurannya lebih tipis daripada lapisan yang
lain. Bagian ini dibagi menjadi dua kategori, yaitu kerak samudera (lautan) dan kerak benua
(daratan).
Meski disebut tipis, tapi sebenarnya ketebalan kerak bumi ini mencapai puluhan kilometer,
lho! Kerak samudera (lautan) memiliki ketebalan 6 sampai 11 kilometer, sementara kerak
benua (daratan) ketebalannya sekitar 30 sampai 70 kilometer.

Selimut Bumi (Mantel)


Selimut bumi adalah lapisan yang membungkus inti bumi dan menjadi lapisan yang paling
tebal dengan ketebalan sekitar 2.900 kilometer. Seperti kerak bumi, bagian selimut juga
dibagi menjadi dua kategori, yaitu mantel luar dan mantel dalam.
Mantel luar mempunyai ketebalan mulai dari 10 hingga 300 kilometer di bawah permukaan
bumi. Suhu di lapisan ini berkisar antara 1.400° sampai 3.000° Kelvin. Akibat suhu yang
tinggi ini, logam-logam yang ada di dalamnya menjadi mengeras.
Selanjutnya di bagian yang kedua atau mantel dalam, ketebalannya mencapai 300 sampai
2.890 kilometer dengan suhu sekitar 3.000° Kelvin. Di lapisan ini, logam-logam yang ada
sudah mulai mencair.
Inti Bumi
Ini bumi adalah sebuah lapisan cair yang memiliki ketebalan sekitar 2.266 kilometer dan
terletak di kedalaman 2.900 kilometer dari mulai dasar kerak bumi hingga ke pusat bumi.
Bagian inti bumi dibagi menjadi dua, yaitu inti luar dan inti dalam.
Inti luar merupakan lapisan dengan suhu mulai dari 4.300° Kelvin di bagian paling luar dan
5.000° Kelvin di bagian yang paling dekat dengan inti dalam. Berkat suhu yang luar biasa
tinggi ini, lapisan ini bisa dipastikan memiliki bentuk fluida dengan tingkat kekentalan yang
rendah.
Sementara itu, inti dalam adalah lapisan bumi paling dalam dengan bentuk bola yang padat
dan memiliki jari-jari sekitar 1.220 kilometer. Lapisan inti dalam menjadi lapisan paling
panas dengan suhu mencapai 5.500° Kelvin.

Anda mungkin juga menyukai