Alasan Majelis DKPP dalam putusannya itu adalah karena berdasarkan penilaian atas
fakta dalam persidangan yang diperoleh dari keterangan Para Pengadu, Saksi, Pihak
Terkait, Keterangan Ahli, Bukti-bukti Dokumen dan Jawaban Teradu Hasyim Asy'ari
(Ketua KPU), Yulianto Sudrajat, Agus Mellaz, Betty Epsillon Idroos, Persadaan
Harahap, Idham Holik dan Mochammad Afifuddin, (Anggota KPU), maka DKPP
menyatakan Hasyim Asy'ari dkk. terbukti melakukan Pelanggaran Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.
KEPUTUSAN PROGRESIF
Dengan Putusan DKPP No. 135-136-137-141-PKE-DKPP/XII/2023, Tanggal 5
Februari 2024 dimaksud, maka secara moral Legitimasi KPU telah mengalami
kehancuran di mata publik dan untuk mengembalikan legitimasinya itu, maka KPU RI
tidak punya pilihan lain selain harus berjiwa besar "mendeclare" sebuah Keputusan
Progresif berupa:
1. "MENDISKUALIFIKASI Pasangan Capres-Cawapres Prabowo Subianto (PS)-
Gibran Rakabuming Raka (GRR) sebagai Peserta Pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden 2024.
2. Memerintahkan Partai Koalisi Indonesia Maju (KIM) mengajukan Calon Pengganti
Capres-Cawapres atau Pemilihan Presiden 2024 tanpa Prabowo Subianto dan
Gibran Rakabuming Raka, karena berbagai pelanggaran Etik, Hukum dan
Konstitusi termasuk merujuk kepada Putusan No.99/PUU-XXI/2023, tgl.
16/10/2023 dan Putusan MKMK No. 2/MKMK/L/ ARLTP/10/2023, tgl 7/11/2023.
3. Menunda penyelenggaran Pemilu dalam waktu 2 x 14 Hari terhitung sejak tagl
14/2/2024, agar Partai KIM mengajukan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden
pengganti, akibat DISKUALIFIKASI terhadap Capres PS dan Cawapres GRR.
Alasan hukumnya sangat kuat, karena Keputusan KPU menetapkan GRR sebagai
Cawapres bertentangan dengan Etika dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu,
yang menurut UU No. 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan dinyatakan
sebagai Perbuatan Melanggar Hukum oleh Pejabat Pemerintah karena melanggar
Asas-Asas Umum Pemerintahan.
Putusan DKPP ini harus dikawal pelaksanaannya agar bermanfaat bagi perbaikan
terhadap prinsip demokrasi, kedaulatan rakyat dan konstitusi yang dilanggar sejak
Nepotisme dibangun Jokowi serta dengan memperhatikan opini publik yang
berkembang terutama suara Para Civitas Akademica lintas Perguruan Tinggi Negeri
dan Swasta sebagai represntasi para Intelektual, Cendekiawan dan Ilmuwan
Indonesia yang netral dan prihatin akibat daya rusak yang ditimbulkan oleh Dinasti
Politik dan Nepotisme yang merusak Partai Politik, Demokrasi, Kedaulatan Rakyat
dan Konstitusi.
KAWAL PUTUSAN DKPP
Oleh karena itu Putusan DKPP No.135-136-137 dan No. 141--PKE-DKPP/XII/ 2023,
Tanggal 5/2/2024 dimaksud, harus dikawal pelaksanannya oleh rakyat, karena KPU
RI patut diduga berada dalam cengkraman dan kendali Kekuasaan Dinasti Politik dan
Nepotisme Jokowi, sehingga berhasil mengubah orientasi politik Komisoner KPU
bahkan seluruh ASN menuju sikap politik monoloyalitas pada kepentingan Dinasti
Politik dan Nepotisme Jokowi.
Perhari hari ini, kekuatan Civitas Akademica lintas Kampus semakin hari berkembang
dan bertambah terus, sebagai kekuatan representasi Kaum Cendekiawan, Intelektual
dan Ilmuwan seluruh Indonesia yang dalam posisi netral semakin mengkristal
mendesak Pemerintah Cq. Presiden Jokowi mengakhiri aksi Dinasti Pokitik dan
Nepotisme dan kembali ke jalan yang benar, sebagaimana List nama-nama Kampus,
antara lain sbb. :
Ini adalah kekuatan riil yang bergerak atas dasar rasa tanggung jawab moral, etika
dan hukum demi menyelamatkan Indonesia dari bahaya laten Dinasti Politik dan
Nepotisme Jokowi yang saat ini berkembang dan berdaya rusak tinggi.