Anda di halaman 1dari 9

APLIKASI SISWAKAM DALAM PEMILU 2024

Okky Hutama B. (180110201065), Moch. Zakariatul M. (200110201076), Taufiqurrahman


Romiza Alam (220110201028), Akhmad Syauqy (220110201048), Achmad Kafin Nazily
(220110201057), Duto Taufiq Ramadhan (220110201062), Danang Yusfi A.
(220110201080), Ilham Aqilah A. (220110201098)

Program Studi S-1 Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Jember

Abstrak
Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan tonggak penting dalam kehidupan demokrasi suatu negara.
Dalam upaya untuk memastikan Pemilu yang adil, transparan, dan bebas pelanggaran, Badan
Pengawas Pemilu (Bawaslu) Republik Indonesia (RI) memperkenalkan Sistem Informasi Pengawasan
Kampanye (Siwaskam). Tujuan utama Siwaskam adalah meningkatkan efektivitas pengawasan
terhadap tahapan kampanye dalam Pemilu 2024. Bawaslu, sebagai lembaga pengawas independen,
mengakui peran teknologi dalam menjaga integritas proses demokratis dan melibatkan masyarakat
aktif dalam pengawasan Pemilu. Metode analisis menggunakan pendekatan wacana kritis Norman
Fairclough, menggabungkan dimensi teks, discourse practice, dan socio-cultural practice. Fokus
penelitian adalah Aplikasi Siwaskam, dengan analisis melibatkan wawancara produsen dan
konsumen. Hasilnya menunjukkan penggunaan bahasa untuk membentuk persepsi positif terhadap
Siwaskam, menekankan efektivitas, dan relevansinya dalam menanggapi pelanggaran kampanye.
Kesimpulan dari analisis wacana kritis menyoroti kompleksitas dampak Siwaskam dalam konteks
demokrasi dan pengawasan Pemilu. Bahasa bukan hanya sebagai alat komunikasi, tetapi juga
perangkat untuk membentuk realitas sosial dan persepsi terhadap inovasi. Analisis ini memberikan
wawasan mendalam tentang dinamika kekuasaan, partisipasi masyarakat, dan kompleksitas dampak
Siwaskam.
Kata Kunci : Siswakam, Bawaslu, Pemilu

Abstract
General Election (Pemilu) is an important milestone in the democratic life of a country. In an effort to
ensure fair, transparent, and violation-free elections, the Election Supervisory Agency (Bawaslu) of
the Republic of Indonesia (RI) introduced the Campaign Monitoring Information System (Siwaskam).
The main objective of Siwaskam is to increase the effectiveness of supervision of the campaign stages
in the 2024 General Election. Bawaslu, as an independent supervisory institution, recognizes the role
of technology in maintaining the integrity of the democratic process and involving the public actively
in election supervision. The analysis method uses Norman Fairclough's critical discourse approach,
combining the dimensions of text, discourse practice, and socio-cultural practice. The focus of the
research is the Siwaskam App, with the analysis involving producer and consumer interviews. The
results show the use of language to shape positive perceptions of Siwaskam, emphasizing its
effectiveness, and relevance in responding to campaign violations. The conclusion of the critical
discourse analysis highlights the complexity of Siwaskam's impact in the context of democracy and
election monitoring. Language is not only a means of communication, but also a tool to shape social
reality and perceptions of innovation. This analysis provides deep insights into the dynamics of
power, public participation, and the complexity of Siwaskam's impact.
Keywords: Siswakam, Bawaslu, Election
PENDAHULUAN
Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan momen krusial dalam kehidupan demokrasi
sebuah negara. Dalam upaya untuk memastikan pelaksanaan Pemilu yang adil, transparan,
dan bebas dari pelanggaran, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Republik Indonesia (RI)
telah mengumumkan peluncuran sebuah inovasi terbaru, yaitu Sistem Informasi Pengawasan
Kampanye (Siwaskam). Aplikasi ini dirancang dengan tujuan utama untuk mempermudah
dan meningkatkan efektivitas pengawasan terhadap tahapan kampanye dalam rangka Pemilu
tahun 2024. Bawaslu, sebagai lembaga pengawas independen, memahami pentingnya
penerapan teknologi dalam menjaga integritas proses demokratis. Oleh karena itu, melalui
Siwaskam, Bawaslu berupaya menghadirkan solusi inovatif yang dapat memfasilitasi
pengawasan secara lebih cermat dan real-time terhadap kampanye Pemilu. Dengan
memanfaatkan teknologi informasi, Bawaslu bertujuan untuk merespons cepat setiap dugaan
pelanggaran yang mungkin terjadi selama periode kampanye(Akbar, 2023).
Aplikasi Siwaskam ini menjadi instrumen penting dalam menjaga kredibilitas dan
integritas Pemilu 2024. Dengan diluncurkannya aplikasi ini, diharapkan Bawaslu dapat lebih
efektif dalam mendeteksi, menginvestigasi, dan menindaklanjuti setiap pelanggaran yang
terkait dengan tahapan kampanye. Sistem Informasi Pengawasan Kampanye ini mencakup
berbagai fitur yang dirancang untuk mendukung tugas pengawasan Bawaslu, mulai dari
pelaporan masyarakat hingga penyusunan laporan hasil pengawasan oleh anggota Bawaslu.
Pentingnya peran masyarakat dalam mengawasi pelaksanaan Pemilu tidak bisa diabaikan.
Dalam konteks ini, Bawaslu RI secara tegas mengajak seluruh lapisan masyarakat Indonesia
untuk turut serta aktif dalam pengawasan tahapan kampanye. Melalui Siwaskam, masyarakat
diberikan sarana yang lebih mudah dan cepat untuk melaporkan dugaan pelanggaran yang
mereka temui. Bawaslu menekankan bahwa partisipasi aktif masyarakat adalah kunci
keberhasilan dalam menjaga integritas dan kredibilitas Pemilu.
Sebagai langkah konkret, Bawaslu RI mengimbau agar masyarakat tidak ragu-ragu
untuk melaporkan segala bentuk dugaan pelanggaran selama masa kampanye kepada
lembaga pengawas ini. Langkah ini sejalan dengan semangat partisipatif demokrasi, di mana
peran masyarakat bukan hanya sebagai pemilih pasif, tetapi juga sebagai pengawas yang aktif
dalam menjaga kebersihan dan keberlanjutan proses demokratis. Selain mengajak
masyarakat, Bawaslu juga memberikan arahan kepada anggotanya untuk memanfaatkan
aplikasi Siwaskam dengan maksimal. Anggota Bawaslu diminta untuk membuat laporan hasil
pengawasan dalam bentuk format A, yang disediakan melalui aplikasi tersebut. Hal ini
bertujuan untuk memudahkan pengumpulan data dan analisis, sehingga Bawaslu dapat
memberikan respons yang cepat dan akurat terhadap setiap laporan yang diterima(Tim
Detikcom, 2023).
Menyikapi peluncuran aplikasi Siwaskam, anggota Bawaslu RI, Lolly Suhenty,
menekankan pentingnya kolaborasi antara lembaga pengawas, anggota Bawaslu, dan
masyarakat dalam menciptakan Pemilu yang bersih dan bermartabat. "Bagi seluruh
masyarakat Indonesia di tahapan kampanye ini untuk tidak ragu-ragu melaporkan berbagai
dugaan pelanggaran selama masa kampanye kepada Bawaslu," ucapnya kepada wartawan
pada tanggal 26 November 2023. Bawaslu, dengan penuh keyakinan, menyampaikan bahwa
aplikasi Siwaskam bukan hanya sekadar alat teknologi, tetapi sebuah instrumen penting yang
akan membentuk dasar bagi pengawasan yang lebih efektif dan transparan. Melalui inovasi
ini, Bawaslu berkomitmen untuk melibatkan semua pihak yang peduli terhadap demokrasi
dalam memastikan bahwa Pemilu 2024 berjalan dengan adil, bebas dari intimidasi, dan sesuai
dengan nilai-nilai demokratis yang dijunjung tinggi.
Dengan peluncuran aplikasi Siwaskam, Bawaslu RI membuka lembaran baru dalam
upaya pengawasan Pemilu di Indonesia. Artikel ini akan mengeksplorasi lebih dalam
mengenai aplikasi Siwaskam, menganalisis dampaknya dalam pengawasan kampanye
Pemilu, dan merinci langkah-langkah konkret yang diambil oleh Bawaslu RI dan masyarakat
dalam memastikan Pemilu yang bersih dan bermartabat pada tahun 2024.

METODE
Dalam mengembangkan model analisis wacana yang memberikan kontribusi yang
signifikan dalam menganalisis aspek sosial dan budaya, Norman Fairclough memperkenalkan
konsep Analisis Wacana Kritis. Bersama dengan Wodak (1997), Fairclough menyoroti bahwa
analisis wacana kritis melibatkan pemeriksaan terhadap tata bahasa (pemakaian bahasa dalam
tuturan dan tulisan) sebagai bentuk praktik sosial yang mungkin mencerminkan efek ideologi,
serta memiliki potensi untuk memproduksi dan mereproduksi ketidakseimbangan kekuasaan
di antara kelas sosial, gender, dan kelompok mayoritas serta minoritas. Oleh karena itu, unsur
teksual, yang selalu terkait dengan penggunaan bahasa, dikombinasikan dengan konteks
masyarakat yang lebih luas, menjadi pusat perhatian utama dalam analisis wacana Fairclough
yang menganggap bahasa sebagai praktik kekuasaan(Aliah Darma, 2009).
Analisis wacana kritis Fairclough bertujuan untuk menggabungkan pendekatan
linguistik dengan perubahan sosial, dan inilah sebabnya dikenal sebagai model perubahan
sosial atau Dialectical-Relational Approach/DRA. Fairclough menempatkan perhatiannya
pada bahasa sebagai representasi dari suatu tindakan. Dalam pendekatan ini, wacana tidak
hanya dilihat dari segi tradisional atau linguistik mikro, melainkan secara makro yang lebih
luas dan tidak terlepas dari konteksnya. Analisis wacana Fairclough membagi dimensinya
menjadi tiga bagian, yaitu teks, discourse practice, dan socio-cultural practice(Fairclough,
1995).
Dimensi pertama, teks, digunakan untuk menganalisis representasi sesuatu yang
mencakup ideologi tertentu dalam teks. Ini melibatkan analisis linguistik untuk memahami
bagaimana suatu realitas dibentuk dalam teks dan bagaimana hubungan antara penulis,
pembaca, serta identitas masing-masing direpresentasikan. Dimensi kedua, discourse
practice, berkaitan dengan proses produksi dan konsumsi teks. Proses produksi melibatkan
pengalaman, pengetahuan, dan konteks sosial pembuat teks, sementara proses konsumsi
bergantung pada pengalaman dan pengetahuan pembaca.
Dimensi ketiga, socio-cultural practice, melibatkan konteks di luar teks, seperti situasi
masyarakat, budaya, dan politik yang mempengaruhi kehadiran teks. Penelitian ini memilih
metode deskriptif kualitatif untuk memastikan objektivitas dan kejelasan analisis. Strategi
penelitian dibagi menjadi metode pengumpulan data, metode analisis, dan metode penyajian
hasil analisis data.
Objek penelitian yang menjadi fokus adalah pengenalan Aplikasi Siswakam dan
pemahaman terhadap kegunaannya dalam konteks Pemilu 2024. Sebagai objek material,
Aplikasi Siswakam menjadi pusat perhatian untuk mengeksplorasi dampaknya terhadap
partisipasi masyarakat dalam pengawasan Pemilu.
Analisis Aplikasi Siswakam dilakukan melalui tiga dimensi, yaitu teks, discourse
practice, dan socio-cultural practice. Selain itu, penelitian ini juga melibatkan wawancara
dengan produsen dan konsumen Aplikasi Siswakam untuk memahami perspektif yang lebih
mendalam terkait penggunaan aplikasi ini. Hasil analisis disajikan secara deskriptif dan
naratif untuk memberikan gambaran yang komprehensif dan memudahkan pemahaman
pembaca.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Analisis Wacana Kritis Terhadap Pengenalan Siwaskam Bawaslu
Dalam pendekatan analisis wacana kritis Norman Fairclough, pengenalan terhadap
Siwaskam Bawaslu, sebagaimana diungkapkan oleh Anggota Bawaslu RI, Puadi, dapat
dilihat sebagai bentuk konstruksi sosial melalui penggunaan bahasa. Analisis ini akan
membahas pemaknaan, representasi, dan konstruksi sosial melalui pernyataan tersebut,
membuka ruang bagi pemahaman yang lebih mendalam tentang bagaimana bahasa digunakan
untuk membentuk persepsi terhadap Siwaskam dalam konteks Pemilihan Umum (Pemilu).
Dalam analisis wacana kritis, perhatian tertuju pada hubungan antara bahasa,
kekuasaan, dan ideologi. Pernyataan Puadi menciptakan narasi bahwa keberadaan Siwaskam
bertujuan untuk meningkatkan pengawasan kampanye. Pilihan kata-kata seperti "membantu"
dan "agar proses pengawasan kampanye menjadi lebih terarah" menunjukkan upaya untuk
membangun citra positif terkait Siwaskam. Wacana ini tidak hanya menyampaikan informasi
tetapi juga memiliki dimensi persuasif yang mewakili kepentingan Bawaslu untuk
meningkatkan efektivitas pengawasan.
Pada tingkat representasi, pernyataan Puadi menggambarkan Siwaskam sebagai
"sistem informasi pengawasan kampanye." Pilihan kata "sistem informasi" mencitrakan
bahwa Siwaskam bukan hanya aplikasi biasa tetapi sebuah solusi terorganisir dan terstruktur.
Representasi ini mencerminkan ideologi bahwa inovasi teknologi dapat meningkatkan tata
kelola Pemilu. Meskipun demikian, analisis kritis perlu mengajukan pertanyaan sejauh mana
teknologi benar-benar menjadi solusi dan apakah ada potensi penyalahgunaan kekuasaan atau
risiko keamanan terkait.
Pernyataan "kita sedang membuat aplikasi" dan "agar dalam kerja-kerja pengawasan
di jajaran kita sesuai dengan apa yang menjadi pegangan pengawas pemilu" menciptakan
konstruksi bahwa kegiatan pengawasan sedang berlangsung. Pilihan kata "pegangan
pengawas pemilu" menunjukkan bahwa Siwaskam diarahkan untuk menjadi alat yang
mengikuti pedoman atau standar yang telah ditetapkan. Konstruksi ini memberikan kesan
bahwa Siwaskam tidak hanya memberdayakan Bawaslu tetapi juga mendukung prinsip-
prinsip integritas dan transparansi.
Frase "membuat laporan terkait adanya dugaan pelanggaran Pemilu selama masa
kampanye" memberikan gambaran bahwa Siwaskam membuka ruang partisipasi masyarakat
dalam pengawasan. Namun, analisis kritis perlu mempertimbangkan sejauh mana partisipasi
masyarakat diakomodasi dan sejauh mana kontrol tetap berada di tangan Bawaslu. Apakah
ada potensi kontrol terhadap narasi atau data yang diberikan oleh masyarakat melalui
Siwaskam?
Pernyataan Puadi mencakup konteks sosial dan politik dengan merinci bahwa Siwaskam akan
di-launching agar sesuai dengan tahapan kampanye dan persiapan Pemilu. Hal ini
memperkuat konstruksi bahwa Siwaskam bukan hanya solusi teknologi tetapi juga alat yang
merespons dinamika politik dan kebutuhan pengawasan dalam waktu yang tepat.
Melalui analisis wacana kritis dengan menggunakan teori Norman Fairclough,
pengenalan Siwaskam Bawaslu dapat dipahami sebagai konstruksi sosial yang tidak hanya
memberikan informasi tetapi juga membentuk narasi positif terkait inovasi tersebut.
Pemilihan kata, representasi teknologi, konstruksi kegiatan pengawasan, partisipasi
masyarakat, dan konteks sosial-politik menjadi elemen-elemen penting dalam memahami
bagaimana bahasa digunakan untuk membentuk pemahaman tentang Siwaskam. Analisis ini
mengingatkan bahwa di balik setiap pernyataan, terdapat upaya untuk mempengaruhi
persepsi dan pemahaman masyarakat terhadap peran Siwaskam dalam konteks Pemilu.

Analisis Wacana Kritis Terhadap Kegunaan Siwaskam Bawaslu


Dalam upaya menggali makna dan konstruksi sosial yang terkandung dalam
pengenalan kegunaan Siwaskam Bawaslu, kita dapat menerapkan analisis wacana kritis
berdasarkan teori Norman Fairclough. Pendekatan ini memungkinkan kita untuk melihat
bagaimana bahasa digunakan untuk membentuk pemahaman tentang Siwaskam,
mengidentifikasi elemen kekuasaan, dan memahami konteks sosial dan politik yang terlibat.
Pada tingkat kekuasaan, pernyataan bahwa Siwaskam diwajibkan kepada petugas Bawaslu
menciptakan dinamika kekuasaan. Pilihan kata "diwajibkan" mengindikasikan kontrol dan
kewajiban yang diberlakukan terhadap petugas. Dalam perspektif Fairclough, ini
mencerminkan upaya untuk mengontrol tindakan dan partisipasi petugas Bawaslu,
menggambarkan penggunaan kekuasaan oleh institusi Bawaslu untuk memastikan ketaatan
terhadap penggunaan Siwaskam(Tim Detikcom, 2023).
Konstruksi tugas pengawasan kampanye sebagai fokus utama Siwaskam menciptakan
representasi terhadap peran aplikasi tersebut. Pemilihan kata-kata seperti "mempermudah"
dan "melaksanakan tugas pengawasan kampanye" mengekspresikan ide bahwa Siwaskam
berfungsi sebagai alat bantu yang meringankan beban tugas petugas Bawaslu. Dalam hal ini,
Siwaskam diarahkan untuk memberikan manfaat praktis dan efisiensi dalam menjalankan
tugas pengawasan. Dalam konteks simulasi penggunaan Siwaskam, terdapat dimensi latihan
dan persiapan terhadap aplikasi tersebut. Pemilihan kata "simulasi" menciptakan gambaran
bahwa penggunaan Siwaskam merupakan sebuah kegiatan yang diharuskan dipahami dan
dikuasai oleh petugas Bawaslu. Hal ini dapat diartikan sebagai upaya untuk memastikan
bahwa penggunaan Siwaskam akan berjalan dengan baik pada saat pelaksanaan tugas
pengawasan sesungguhnya.
Pengenalan Siwaskam dalam konteks pendampingan terkait penanganan pelanggaran
kampanye Pemilu 2024 menunjukkan bahwa aplikasi ini dianggap relevan dalam menanggapi
permasalahan konkret. Dalam wacana ini, Siwaskam dihadirkan sebagai solusi untuk
meningkatkan efektivitas pengawasan terhadap kampanye, menggambarkan konstruksi
positif terhadap peran aplikasi dalam mengatasi tantangan nyata. Pernyataan ini
menggambarkan konteks sosial dan politik yang melibatkan Bawaslu dalam persiapan
menghadapi Pemilu 2024. Konteks ini memperkuat urgensi penggunaan Siwaskam sebagai
respons terhadap dinamika politik yang terjadi. Pemilihan kata "saat ini" dan "tengah
menjalankan pendampingan" menciptakan pemahaman bahwa Siwaskam tidak hanya aplikasi
statis, tetapi dinamis dan terus berkembang sesuai dengan perubahan situasional.
Melalui analisis wacana kritis, kita dapat melihat bagaimana penggunaan bahasa
dalam pengenalan Siwaskam Bawaslu menciptakan pemahaman tertentu. Konstruksi
kekuasaan, representasi tugas pengawasan, simulasi penggunaan aplikasi, dinamika
pelanggaran kampanye, dan konteks sosial-politik semuanya membentuk narasi yang positif
terkait peran Siwaskam dalam Pemilu 2024. Namun, analisis kritis juga menuntut
pemahaman yang lebih mendalam terkait dinamika kekuasaan, potensi resistensi, dan dampak
penggunaan Siwaskam terhadap partisipasi masyarakat serta prinsip-prinsip demokrasi.

Analisis Wacana Kritis Dampak Aplikasi Siwaskam Bawaslu


Dalam pengenalan dampak aplikasi Siwaskam, bahasa digunakan untuk menciptakan
narasi positif terkait kontribusi aplikasi tersebut. Pilihan kata-kata seperti "mempermudah,"
"terarah," dan "efektif" menciptakan citra bahwa Siwaskam berperan sebagai solusi efektif
untuk meningkatkan kualitas pengawasan kampanye. Dalam analisis wacana kritis, penting
untuk mempertanyakan sejauh mana narasi ini mencerminkan realitas atau sejauh mana ia
dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu, seperti meyakinkan masyarakat akan efektivitas
Siwaskam. Bahasa yang digunakan dalam pengenalan dampak Siwaskam juga mencerminkan
representasi teknologi dalam konteks sosial. Pernyataan bahwa Siwaskam "akan segera di-
launching" menciptakan citra kemajuan dan inovasi teknologi. Dalam konteks ini, bahasa
tidak hanya menyajikan informasi tetapi juga membentuk pemahaman bahwa kehadiran
Siwaskam adalah langkah maju dalam memperbarui sistem pengawasan kampanye. Namun,
analisis kritis perlu mengeksplorasi apakah representasi ini mungkin mengabaikan potensi
dampak negatif atau aspek kritis terkait dengan penggunaan teknologi tersebut.
Konstruksi bahasa tentang kewajiban Siwaskam bagi petugas Bawaslu
mengisyaratkan adanya dinamika kekuasaan. Penggunaan frase "diwajibkan kepada petugas
Bawaslu" menciptakan gambaran bahwa penggunaan aplikasi ini bukanlah pilihan, tetapi
suatu kewajiban yang diberlakukan dari atas ke bawah. Analisis wacana kritis melibatkan
pertanyaan kritis terkait keterlibatan masyarakat dalam proses ini. Apakah masyarakat
dilibatkan dalam pengembangan atau evaluasi aplikasi, Apakah keterlibatan ini
mencerminkan partisipasi yang demokratis. Dalam konteks pelaksanaan Pemilu 2024, bahasa
digunakan untuk menekankan relevansi Siwaskam dalam menanggapi kebutuhan konkret.
Pernyataan bahwa Siwaskam relevan dalam menanggapi "pelanggaran kampanye"
menunjukkan bahwa aplikasi ini diarahkan untuk mengatasi permasalahan aktual. Namun,
dalam analisis wacana kritis, penting untuk menanyakan sejauh mana Siwaskam mampu
menanggapi berbagai jenis pelanggaran kampanye dan apakah ada potensi penyalahgunaan
kekuasaan yang mungkin terjadi(Tim Detikcom, 2023).
Pernyataan bahwa Siwaskam "dalam proses" menciptakan pemahaman bahwa
aplikasi ini terus berkembang. Bahasa yang digunakan menciptakan ekspektasi bahwa
Siwaskam tidak statis tetapi mampu beradaptasi dengan perubahan kebutuhan. Namun,
analisis wacana kritis harus mencari tahu sejauh mana keterlibatan masyarakat dan
transparansi dalam proses pengembangan tersebut. Dalam analisis wacana kritis, penting
untuk mengidentifikasi potensi resistensi atau pertanyaan kritis dari masyarakat terkait
penggunaan Siwaskam. Bahasa yang digunakan dalam pengenalan dampak aplikasi dapat
menciptakan citra positif, tetapi perlu diperhatikan apakah ada ruang untuk keraguan atau
pertanyaan yang diajukan oleh masyarakat terkait privasi, keamanan data, atau potensi
penyalahgunaan kekuasaan.
Melalui analisis wacana kritis, kita dapat memahami bahwa bahasa tidak hanya
sebagai alat untuk menyampaikan informasi, tetapi juga sebagai alat untuk membentuk
pemahaman dan persepsi. Dalam konteks Siwaskam Bawaslu, konstruksi bahasa
menciptakan narasi positif tentang dampak aplikasi, namun analisis kritis diperlukan untuk
menjelajahi lebih dalam dan mengekspos potensi pertanyaan atau resistensi yang mungkin
muncul dari masyarakat. Dengan demikian, analisis wacana kritis memberikan landasan
untuk memahami lebih baik kompleksitas dampak aplikasi Siwaskam dalam kerangka
demokrasi dan pengawasan Pemilu.

KESIMPULAN
Melalui analisis wacana kritis terhadap pengenalan Siwaskam Bawaslu, kegunaannya,
dan dampak aplikasinya, tergambar bahwa bahasa memiliki peran penting dalam membentuk
persepsi positif terhadap Siwaskam. Dalam pengenalan Siwaskam, bahasa digunakan untuk
menciptakan narasi positif tentang inovasi tersebut, menekankan efektivitas, dan memberikan
representasi teknologi yang terorganisir. Analisis kegunaan Siwaskam menyoroti dinamika
kekuasaan melalui penerapan kewajiban penggunaan kepada petugas Bawaslu, sementara
simulasi penggunaan aplikasi menciptakan pemahaman bahwa Siwaskam harus dikuasai oleh
mereka. Konteks sosial-politik juga memperkuat urgensi penggunaan Siwaskam sebagai
respons terhadap dinamika politik dan persiapan Pemilu. Analisis dampak aplikasi
menunjukkan bahwa bahasa digunakan untuk menciptakan citra positif, menyoroti kemajuan
teknologi, dan menekankan relevansi Siwaskam dalam menanggapi permasalahan konkret.
Kesimpulannya, analisis wacana kritis memahamkan bahwa bahasa bukan hanya alat
komunikasi, tetapi juga perangkat untuk membentuk realitas sosial dan persepsi terhadap
inovasi. Analisis ini memberikan wawasan mendalam tentang kompleksitas dampak
Siwaskam dalam konteks demokrasi, pengawasan Pemilu, dan dinamika kekuasaan.

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, A. A. (2023). Bawaslu RI akan luncurkan aplikasi pengawasan kampanye Pemilu


2024. Antara.https://www.antaranews.com/berita/3841533/bawaslu-ri-akan-luncurkan-
aplikasi-pengawasan-kampanye-pemilu-2024
Aliah Darma, Y. (2009). Analisis Wacana Kritis. CV Yrama Widya.
Fairclough, Norman., R. W. (1997). Discourse as Social Interaction. Sage publications.
Fairclough, N. (1995). Critical Discourse Analysis: The Critical Study of Language. Pearson.
Tim Detikcom. (2023). Mengenal Siwaskam Bawaslu, Aplikasi Pengawas Kampanye Pemilu
2024. DetikNews. https://news.detik.com/pemilu/d-7089034/mengenal-siwaskam-
bawaslu-aplikasi-pengawas-kampanye-pemilu-2024

Anda mungkin juga menyukai