Anda di halaman 1dari 13

A.

LATAR BELAKANG

Kesulitan belajar adalah suatu keadaan yang menyebabka siswa tidak dapat belajar
sebagaimana mestinya (Dalyono, 1997:229). Menurut Sabri (1995:88) kesulitan
belajar yaitu kesukaran siswa dalam menerima atau menyerap pelajaran di sekolah.
Kesulitan belajar adalah suatu kondisi dimana kompetensi atau prestasi yang dicapai
tidak sesuai dengan kriteria standar yang telah ditetapkan.

Ada beberapa kasus kesulitan dalam belajar, sebagaimana yang telah dikemukakan
oleh Abin Syamsudin M, yaitu :

1) Kasus kesulitan dengan latar belakang kurangnya motivasi dan minat belajar.
2) Kasus kesulitan yang berlatar belakang sikap negatif terhadap guru, pelajaran,
dan situasi belajar.
3) Kasus kesulitan dengan latar belakang kebiasaan belajar yang salah.
4) Kasus kesulitan dengan latar belakang ketidakserasian antara kondisi obyektif
keragaman pribadinya dengan kondisi obyektif instrumental impuls dan
lingkungannya.

Adanya kesulitan belajar akan menimbulkan suatu keadaan di mana siswa tidak
dapat belajar sebagaimana mestinya sehingga memiliki prestasi belajar yang
rendah. Siswa yang mengalami masalah dengan belajarnya biasanya ditandai
adanya gejala:

1) prestasi yang rendah atau di bawah rata-rata yang dicapai oleh kelompok
kelas
2) hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan
3) lambat dalam melakukan tugas belajar (Entang, 1983:13).

Kesulitan belajar bahkan dapat menyebabkan suatu keadaan yang sulit dan
mungkin menimbulkan suatu keputusasaan sehingga memaksakan seorang siswa
untuk berhenti di tengah jalan. Adanya kesulitan belajar pada seorang siswa dapat
dideteksi dengan kesalahan-kesalahan siswa dalam mengerjakan tugas maupun
soal-soal tes. Kesalahan adalah penyimpangan terhadap jawaban yang benar pada
suatu butir soal. Ini berarti kesulitan siswa akan dapat dideteksi melalui jawaban-
jawaban siswa yang salah dalam mengerjakan suatu soal. Siswa yang berhasil
dalam belajar akan mengalami perubahan dalam aspek kognitifnya. Perubahan
tersebut dapat dilihat melalui prestasi yang diperoleh di sekolah atau melalui
nilainya. Dalam kenyataannya masih sering dijumpai adanya siswa yang nilainya
rendah. Rendahnya nilai atau prestasi siswa ini adanya kesulitan dalam belajarnya.
Menurut Entang (1983:12) bahwa siswa yang secara potensial diharapkan akan
mendapat nilai yang tinggi, akan tetapi prestasinya biasa-biasa saja atau mungkin
lebih rendah dan teman lainnya yang potensinya lebih kurang darinya, dapat
dipandang sebagai indikasi bahwa siswa mengalami masalah dalam aktivitasnya.

Kesulitan belajar dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang menghalangi atau
memperlambat seorang siswa dalam mempelajari, memahami serta menguasai
sesuatu. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kesulitan belajar
adalah segala sesuatu yang membuat tidak lancar (lambat) atau menghalangi
seseorang dalam mempelajari, memahami serta menguasai sesuatu untuk dapat
mencapai tujuan. Adanya kesulitan belajar dapat ditandai dengan prestasi yang
rendah atau di bawah ratarata yang dicapai oleh kelompok kelas, hasil yang
dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan dan lambat dalam
melakukan tugas belajar. Siswa yang mengalami kesulitan belajar akan sukar
dalam menyerap materi-materi pelajaran yang disampaikan oleh guru sehingga ia
akan malas dalam belajar, serta tidak dapat menguasai materi, menghindari
pelajaran, serta mengabaikan tugas-tugas yang diberikan guru.

B. KESULITAN BELAJAR
a. Pengertian Kesulitan Belajar

Menurut Martini Jamaris kesulitan belajar atau learning disability yang biasa
disebut dengan learning disorder atau learning difficulty adalah suatu kelainan yang
membuat individu yang bersangkutan sulit untuk melakukan kegiatan belajar secara
efektif.5 Kesulitan belajar dapat dialami oleh peserta didik yang memiliki kemampuan
rata-rata atau peserta yang memiliki kemampuan diatas ratarata, karena pada dasarnya
kesulitan belajar muncul sesuai dengan gejala yang tampak pada setiap peserta didik
dalam sehari-harinya.

1
Peserta didik yang mengalami kesulitan belajar berasal dari hambatan dalam
penglihatan, pendengaran atau motorik, sehingga hambatan-hambatan ini akan
mempengaruhi kemampuannya untuk memahami materi pembelajaran selama proses
belajar berlangsung. The National Joint Commite for Learning Disabilities (NJCLD)
mengemukakan definisi kesulitan belajar yakni istilah umum untuk berbagai jenis
kesulitan dalam menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung.6 Jadi dapat
disimpulkan bahwa kesulitan belajar merupakan suatu kelainan yang dimiliki seorang
individu untuk memahami hal yang baru atau pengetahuan yang siswa pelajari baik itu
pada aspek kognitif, aspek psikomotorik bahkan aspek afektif yang ada dalam diri
individu, kelainan tersebut dapat berdampak pada perkembangan individu.

Anak yang mengalami kesulitan belajar dapat dideteksi dengan prestasi belajar
yang tidak memenuhi harapan. Gejalanya akan tampak pada peilakunya, baik aspek
psikomotorik, kognitif, konatif maupun afektif (Nurmelly, 2012). Terjadi penurunan
kinerja akademik maupun prestasi akademik, serta munculnya kelainan perilaku
(misbehaviour)
merupakan salah satu indikator terjadinya kesulitan belajar (Rahayu & sukarmin,
2014). Berikut adalah gejala yang merupakan manifestasi yang berlaku umum anatara
lain (Nurwidodo, 2011; Nurmelly, 2012):

1. Menunjukkan hasil belajar yang rendah dibawah rata-rata nilai yang dicapai
oleh kelompoknya atau dibawah potensi yang dimilikinya.
2. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan.
Mungkin ada siswa yang sudah berusaha giat belajar, tetapi nilai yang
diperolehnya selalu rendah.
3. Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya dan selalu tertinggal
dari kawan-kawannya dari waktu yang disediakan.
4. Menunjukkan sikap yang tidak wwajar, seperti: acuh tak acuh, menentang,
berpura-pura, dusta dan sebagainya.
5. Menunjukkan perilaku yang berkelainan, seperti membolos, datang terlambat,
tidak mngerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di dalam ataupun diluar kelas,

2
tidak mau mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar, dan
sebagainya.
6. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti pemurung, mudah
tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira dlam menghadapi saituasi
tertentu. Misalnya dalam menghadapi nilai rendah, tidak menunjukkan
perasaan sedih, menyesal, atau sebagainya.
Sementara itu, menurut Syamsuddin (2003) Burton mengidentifikasi siwa yang
diduga mengalami kesulitan belajar, yang ditunjukkan oleh adanya kegagalan siswa
dalam mencapi tujuan-tujuan belajar. Menurut Burton siswa dikatakan gagal dalam
belajar apabila:

1. Dalam batas tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat


keberhasilan atau tingkat penguasaan materi (mastery level) minimal dalam
pelajaran tertentu yang ditetapkan oleh guru (criterion reference). Contoh
kasusnya dalam pembelajaran disekolah nampak pada anak yang tidak
dapat mencapai KKM (Kriteria Ketentuan Minimal) yang ditetapkan.
2. Tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi semestinya, dilihat
berdasarkan ukuran tingkat kemampuan, bakat, atau kecerdasan yang
dimiliknya. Siswa ini dapat digolongka kedalam underachivier.
3. Tidak berhasil tingkat penguasaan materi (mastery level) yang diperlukan
sebagai prasyarat bagi kelanjutan tingkat pelajaran berikutnya. Siswa ini
digolongkan kedalam slow learner atau belum matang (immature), sehingga
harus menjadi pengulang (repeater).

Menurut Nurwidodo (2011) terkait dengan anak usia sekolah dasar, kesulitan
belajar yang dihadapi anak di kelas awal pada umumnya terkait dengan kemampuan
membaca, menulis, dan berhitung, sedang pada anak kelas atas bisa lebih kompleks
karena kompetensi dasar yang harus dikuasai juga semakin kompleks juga. Gejala
kesulitan belajar yang dialami anak terkadang dimanifestasikan secara langsung dalam
kegiatan pembelajaran, namun seringkali juga dalam manifestasi tidak langsung dalam
bentuk penyimpangan perilaku, sosial dan emosional, diantaranya adalah :

3
1. Distractibility Child

Dalam kegiatan belajar anak menunjukkan gejala cepat bosan, mudah


mengalihkan perhatiannya ke berbagai objek di kelas, mudah dipengaruhi, dan sulit
memusatkan perhatian pada kegiatan yang berlangsung di kelas, dan mengganggu
teman.

2. Hyperactif / hiperaktif

Anak kesulitan belajar dengan gejala ini memiliki ciri tidak bisa duduk diam
dikelas, terus bergerak. Seringkali berteriak-teriak, berlarian dan meloncat, tanpa
kooordinasi, sehingga kadang sulit untuk melakukan aktivitas secara teratur dan tertib.
Anak ini suka mengganggu eman sekelasnya. Gejala ini sering diikuti dengan sikap
agresif kearah negatif, suka membanting atau melempar, mudah tersinggung dengan
tempramen yang tinggi dan merusak.

3. Poor Self Consept:

Anak yang tidak memiliki konsep diri yang baik, ciri anak ini pendiam, sangat
sensitif, mudah tersinggung, bersikap pasif dan cenderung tidak berani bertanya,
karena merasa diri tidak mampu dan kurang bergaul, secara umum anak ini mersa
tidak aman secara sosial.

4. Impulsive:

Gejala ini nampak pada perilaku bereaksi secara spontan. Anak serupa ini langsung
berbicara, tanpa menghiraukan pertanyaan guru, kurang didukung kemampuan berfikir
logis. Anak ini berteriak pada saat menjawab, ingin menunjukkan diri sebagai anak
pandai, namun jaban/reaksinya mencerminkan ketidakmampuannya, karena jawaban
yang diberikan sering tidak kontekstual.

5. Dependency:

Anak ini tidak mau tinggal dikelas tanpa ditemani oleh ibunya. Hal ini sering
disebabkan sikap orang tua yang sangat melindungi anak sehingga saat anak ke

4
sekolah harus ditemani orang tuanya, sikap ini sering pula dibarengi dengan ciri anak
yang pemalu dan menganggap dirinya bodoh, sehingga malu pergi ke sekolah. Harga
diri yang rendah menyebabkan dia menarik diri dari bergaulan dengan teman
(Withdrawl).

6. Underachivier:
Semangat belajarnya sangat rendah sehingga prestasinyarendah meskipun tidak
termasuk anak “bodoh” atau “tolol”, sering melupakanPR, dam hasil ulangannya
selalu rendah. Anak ini potensi intelektualnya diatas rata-rata.
7. Overachivier:

Anak ini memiliki motivasi belajar yang tinggi, cepat merespon dan acapkali
enggan untuk menerima kritik. Sementara itu, menurut Adillida et al (2003) khusus
bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR), kesulitan belajar disekolah dapat
bermanifestasi sebagai berikut.

1. Gangguan fungsi visual motor; anak-anak BBLSR memiliki fungsi visual


motor yang rendah dibandingkan dengan teman sekelasnya yang lahir cukup
bulan.
2. Gangguan persepsi; dijumpai sebanyak 33% BBLSR dengan gangguan
persepsi/
3. perceptual-motor difficulties.
4. Kesulitan membaca dan gejala; dijumpai 66% anak-anak BBLSR mengalami
kesulitan membaca. Kesulitan membaca ini dijumpai pada kelompok anak
dengan riwayat masa neonatus memiliki deviasi pada tonus, postur, gerakan,
refleks atau lingkar kepala, dan 80% pada anak serebral palsi.
5. Kesulitan berhitung; anak-anak BBLSR mengalami kesulitan berhitung.
Kesulitan berhitung merupakan tanda yang cukup sensitif untuk menilai danya
gangguan kesulitan belajar.
6. Bahasa; tingkat kemampuan membaca anak-anak BBLSR lebih rendah
daripada lahir normal. Masalah bahasa merupakan faktor yang paling
menonjol, 75% dari anak BBLSR memerlukan terapi bicara, latihan membaca,
atau bantuan belajar.

5
7. Gangguan tingkah laku; beberapa peneliti mendapatkan bahwa anak BBLSR
sering disertai dengan tingkahlaku yang tidak sesuai dikelas. Hal ini
dihubungkan dengan adanya masalah emosional (kecemasan, ketakutan, tidak
bahagia, tics, dan cerewet) serta aktifitas berlebihan (gelisah, resah, dan tidak
ada perhatian). Beberapa problem tingkah laku yang dinilai dengan the
behaviour problem index ditemukan sikap antisosial, depresi/ansietas, keras
kepala, hiperaktif, immature, dan konflik dengan temannya, sedangkan sikap
hiperaktif anak tampak mencolok.
C. MACAM-MACAM KESULITAN BELAJAR

Ada beberapa jenis gangguan belajar pada anak. Sebagian membuat anak
kesulitan berhitung, sebagian lagi membuat mereka kesulitan membaca atau
berbicara.Namun perlu diingat, bahwa attention deficit hyperacitvity disorder
(ADHD) dan gangguan spektrum autisme tidaklah sama dengan kondisi kesulitan
belajar.

Berikut adalah jenis-jenis kesulitan belajar siswa yang perlu diketahui:

1. Disleksia

Disleksia adalah gangguan belajar yang menyebabkan seseorang kesulitan untuk


membaca atau menulis. Anak dengan kondisi ini tidak biasanya akan sulit merangkai
huruf menjadi kata, kata menjadi kalimat, dan kalimat menjadi paragraf. Kesulitan ini
juga dapat dialami saat berbicara karena anak akan kesulitan untuk mencari kata-kata
yang tepat sesuai dengan maksudnya.

Anak kesulitan belajar akibat disleksia umumnya dapat merasa kesulitan dalam
mengerti konteks bacaan dan tidak memiliki tata bahasa yang baik.

2. Dispraksia

Dispraksia adalah jenis gangguan belajar yang ditandai dengan gangguan pada
kemampuan motorik anak. Kemampuan motorik yang rendah dapat membuat anak
kesulitan melakukan pergerakan atau mengoordinasikan anggota tubuhnya. Salah satu
contoh kesulitan belajar akibat dispraksia adalah anak sering terbentur atau tabrakan

6
dengan orang lain atau benda-benda mati. Anak juga akan kesulitan untuk belajar
memegang sendok atau mengikat tali sepatunya.

Jika kondisi ini dialami oleh anak yang lebih besar, biasanya mereka akan
terlihat kesulitan untuk belajar menulis, mengetik, berbicara, atau bahkan
menggerakkan matanya.

3. Disgrafia

Disgrafia adalah gangguan belajar yang membuat pengidapnya kesulitan


menulis. Anak dengan kondisi ini biasanya punya tulisan tangan yang jelek, tidak bisa
mengeja, dan kesulitan untuk menuliskan apa yang dirasakan.

4. Diskalkulia

Jenis gangguan belajar lainnya adalah diskalkulia. Kondisi ini membuat


pengidapnya kesulitan untuk berhitung atau memahami konsep matematika.

Tergantung dari usia dan kondisi, gambaran diskalkulia pada setiap orang bisa
berbeda. Pada anak-anak usia balita atau sekolah dasar awal, misalnya, kondisi ini
akan membuat mereka kesulitan untuk mengenali angka atau belajar berhitung.
Seiring bertambahnya usia, gangguan ini akan makin jelas terlihat ketika kesulitan
untuk memecahkan hitung-hitungan sederhana atau menghafalkan tabel perkalian.

5. Auditory processing disorder

Auditory processing disorder adalah kelaianan otak dalam memproses suara


yang masuk. Ini bukanlah gangguan pendengaran, melainkan adanya kelainan dalam
memahami suara. Penderitanya bisa kesulitan membedakan suara yang satu dengan
suara yang lain. Mereka juga akan kesulitan mengikuti perintah suara dan mengingat
hal yang didengar.

6. Visual processing disorder

Visual processing disorder membuat penderitanya kesulitan dalam


menginterpretasi informasi visual. Salah satu contoh kesulitan dalam belajar akibat

7
visual processing disorder adalah kesulitan membedakan dua objek yang bentuknya
mirip dan mengoordinasikan tangan serta mata secara bersamaan.

7. Gangguan belajar nonverbal

Jenis gangguan belajar selanjutnya adalah gangguan belajar nonverbal. Kondisi


ini dapat membuat seorang anak kesulitan dalam mengerti ekspresi wajah, gerak
tubuh, dan intonasi suara. Contoh masalah belajar ini dapat terjadi ketika guru di kelas
menjelaskan pelajaran lewat gerakan tubuh atau komunikasi nonverbal lainnya.

8. Visual perceptual/visual motor deficit

Visual perceptual/visual motor deficit adalah salah satu masalah kesulitan


belajar yang membuat seorang anak mengalami koordinasi tangan dan mata yang
buruk. Masalah ini dapat terlihat ketika anak kesulitan membaca, sulit menggunakan
pensil, krayon, gunting, dan aktivitas motorik halus lainnya. Tidak hanya itu, ciri-ciri
kesulitan belajar dari visual perceptual/visual motor deficit juga bisa ditandai dengan
kesulitan membedakan huruf yang terlihat sama atau menunjukkan pergerakkan mata
yang tak normal saat membaca atau menyelesaikan tugas.

The Learning Disabilities Associaton of America (LDA) mengategorikan


berbagai kondisi di atas sebagai macam-macam kesulitan belajar yang spesifik.

D. FAKTOR-FAKTOR KESULITAN BELAJAR

Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya kesulitan belajar yang
dialami oleh siswa, Muhibbin Syah mengatakan bahwa secara garis besar faktor
kesulitan belajar terdiri atas dua macam, yakni faktor intern siswa adalah hal-hal atau
keadaan-keadaan yang muncul dari dalam diri siswa sendiri dan faktor ekstern siswa
adalah hal-hal atau keadaan yang datang dari luar diri siswa, dari kedua faktor ini
meliputi aneka ragam hal dan keadaan yaitu sebagai berikut:

a. Faktor intern siswa Faktor intern siswa meliputi gangguan atau kekurangmampuan
psiko-fisik siswaa, yaitu terdiri dari tiga hal pertama yang bersifat kognitif (ranah
cipta) antara lain rendahnya kapasitas intelektual/inteligensi siswa. Kedua, yang

8
bersifat afektif (ranah rasa) antara lain seperti labilnya emosi dan sikap. Ketiga, yang
bersifat psikomotorik (ranah karsa) antara lain seperti terganggunya alat-alat indera
penglihatan dan pendengar (mata dan telinga)
b. Faktorn ekstern siswa Faktor ekstern siswa meliputi semua situasi dan kondisi
lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar siswa. Faktor lingkungan
ini meliputi lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, dan lingkungan sekolah.
Selain kedua faktor itu adapula faktor-faktor yang menimbulkan kesulitan belajar
siswa, salah satu faktor khusus ini adalah sindrom psikologis berupa learning
disability (ketidakmampuan belajar).

Selain faktor-faktor yang bersifat umum di atas, ada pula faktor-faktor lain yang
juga menimbulkan kesulitan belajar siswa. Di antara faktor-faktor yang dapat
dipandang sebagai factor khusus ini ialah sindrom psikologis berupa learning
disability (ketidakmampuan belajar). Sindrom yang berarti satuan gejala yang muncul
sebagai indikator adanya keabnormalan psikis (Reber, 1988) yang menimbulkan
kesulitan belajar itu:

1. Disleksia (dyslexia), yakni ketidakmampuan belajar membaca.

2. Disgrafia (dysgraphia), yakni ketidakmampuan belajar menulis.

3. Diskalkulia (dyscalculia), yakni ketidakmampuan belajar matematika.

Akan tetapi, siswa yang mengalami sindrom-sindrom di atas secara umum


sebenarnya memiliki potensi IQ yang normal bahkan di antaranya ada yang memiliki
kecerdasan di atas rata-rata. Oleh karenanya, kesulitan belajar siswa yang mengalami
sindrom- sindrom tadi mungkin hanya disebabkan oleh adanya minimal brain
dysfunction, yaitu gangguan ringan pada otak (Lask, 1985; Reber, 1988). Menurut
Noehi Nasution (1992: 215), faktor-faktor yang memengaruhi kesulitan belajar
sebagai berikut:

1. Rendahnya kemampuan intelektual anak.


2. Gangguan perasaaan atau emosi.
3. Kurangnya motivasi untuk belajar.
4. Kurang matangnya anak untuk belajar.

9
5. Usia terlampau muda.
6. Latar belakang sosial yang tidak menunjang.
7. Kebiasaan belajar yang kurang baik.
8. Kemampuan mengingat yang rendah.
9. Terganggunya alat-alat indra.
10. Proses belajar mengajar yang tidak sesuai
11. Tidak adanya dukungan dari lingkungan belajar. 12. Lingkungan yang kurang
mendukung proses pembelajaran

10
E. KESIMPULAN

kesulitan belajar adalah segala sesuatu yang membuat tidak lancar (lambat) atau
menghalangi seseorang dalam mempelajari, memahami serta menguasai sesuatu untuk
dapat mencapai tujuan. Faktor dari pengaruh kesulitan belajar ada 2 yaitu faktor
internal dan eksternal.

11
DAFTAR PUSTAKA

https://eprints.uny.ac.id/9124/3/bab%202%20-04513241025.pdf

https://www.academia.edu/36698158/Kelompok_8_Hakikat_Kesulitan_Belajar

http://wahyuningsihs.weebly.com/uploads/1/5/4/4/15440168/
kelompok__1_kesulitan_belajar_spesifik.docx

http://wikastian.blogspot.com/2014/10/gejala-siswa-yang-mengalami-kesulitan.html

12

Anda mungkin juga menyukai