Kompetensi :
1. Mahasiswa memahami dan mampu
menjelaskan pengertian Peta dan Pemetaan
2. Mahasiswa memahami jenis‐jenis kenampakan
pada peta.
3. Mahasiswa mampu memahami dan
mampumenjelaskan metode‐metode
pembuatan peta
Peta dan Pemetaan
Æ Peta merupakan gambaran sebagian permukaan bumi dalam skala yang lebih
kecil dan berisi sesuatu jenis informasi tentang mukabumi yang bersangkutan .
Æ Peta adalah sarana informasi (spasial) mengenai lingkungan
Æ Pemetaan adalah suatu proses penyajian informasi muka bumi yang nyata (fakta),
baik bentuk permukaan buminya maupun sumbu alamnya berdasarkan skala peta,
sistem proyeksi peta, serta simbol-simbol dari unsur muka bumi yang disajikan
3. Peta Navigasi, yang biasanya disebut dengan istilah khusus, yaitu charts. Peta
ini penggunaannya khusus untuk kepentingan navigasi, misalnya
navigasi laut dan udara.
JENIS KENAMPAKAN PADA PETA
Peta Tematik Pekerjaan Teknik Sipil Peta dgn Berbagai macam skala
Permintaan :
Sistem Pemetaan yang Cepat, Tepat, Murah dan Mudah untuk Revisi
Proses Konversi
Peta Analog (Digitalisasi)
Peta Digital
H(B) = H(A) + HI – HT ± V
X(B) = X(A) + H. Sin b
Y(B) = Y(A) + H. Cos b
2. Metode Fotogrametris
Pengadaan Titik Kontrol :
¾Metode-metode terestris (poligon,
triangulasi, kemuka, kebelakang)
¾Metode Survei GPS
Penentuan Koordinat Titik Obyek :
Dari Foto Udara (Metode Fotogrametri)
PETA
3. Pemetaan Inderaja
a. Pengadaan Titik Kontrol :
Metode Survei GPS
b. Penentuan Koordinat Titik Obyek :
Dari Citra Satelit (Metode Inderaja)
PETA
Metode Survei GPS
Skala peta, dapat diartikan sebagai perbandingan antara jarak pada peta
dan jarak horizontal kedua titik tersebut dipermukaan bumi atau di lapangan,
pada satuan yang sama.
c = (φoc, doc)
doa
φ = oa
c φoa, φob, φoc = azimuth geografis
φ= ob dob b
doa, dob, doc = jarak mendatar
φ = oc doc
Koordinat planimetris (X, Y) digunakan
X (Timur) metode polar dengan argumen
O
azimuth dan jarak.
2. Dengan argumen sudut dan jarak.
f
d a,b,c,d,e,f = titik detil
c
e Aa,Ba,Bb,Cb,Cc = jarak pengikatan
a
b Ap = jarak kontrol
A
AB,BC = garis basis
P
BT
do BB’
BB
V
α
dm
Ta TPB
A
BΔHAB
TPA
Karena tidak tegak lurus, maka yang digunakan adalah garis BA’ BB’.
Sehingga didapat hubungan sebagai berikut :
BA’BB’ = BA BB cos α
Jadi
dimana
dm = jarak mendatar antara titik A dan B
do = jarak optis antara titik A dan B
BA = bacaan benang atas
BB = bacaan benang bawah
Beda Tinggi
dimana :
TAA = tinggi alat
TPA = tinggi patok A
TPB = tinggi patok B
BT = Bacaan benang tengah
masing‐masing diukur dilapangan
V = do sin α
1. Tahap persiapan
6. Pembuatan laporan.
Laporan dibuat dari beberapa hal seperti :
- Kemajuan kerja lapangan.
- Hasil hitungan dan penggambaran.
- Diskripsi dan foto BM terpasang.
- Laporan kemajuan mingguan, bulanan.
- Hal-hal yang perlu dilaporkan kepada penanggung jawab
pekerjaan.
Interpolasi Kontur
Interpolasi kontur dapat diartikan sebagai cara mendapatkan harga kontur yang
diinginkan dimana titik‐titik di lapangan tingginya tidak tepat sama dengan harga
kontur.
Contoh :
Kita ingin membuat kontur dengan interval 2 meter.
Titik A mempunyai tinggi 1,650 m.
Titik B mempunyai tinggi 2,110 m.
Titik C mempunyai tinggi 2,651 m.
Titik D mempunyai tinggi 1,950 m.
Titik E mempunyai tinggi 4,200 m.
Titik F mempunyai tinggi 5,010 m.
1.650
A 1.950
D
P Q
2.110 2.000
B
2.651
R
C S
5.010 4.000
4.200
F E
Antara titik A dan C pasti ada titik yang mempunyai tinggi kelipatan 2 m
Antara titik D dan B pun demikian juga.
Antara titik C dan F pasti ada ketinggian 4 m
Demikian juga antara B dan E.
Masalahnya sekarang bagaimana menentukan letak titik P,Q, R dan S di peta.
Menentukan letak titik P yang mempunyai ketinggian 2,000 m.
Ukur jarak AC di peta.
Misalnya : jarak AC = dAC = 5 cm
Hitung beda tinggi titik C dengan titik A
hAC (2,651 ‐ 1,650) m = 1,001 m
Hitung beda tinggi titik P dengan titik A
hAP (2,00 ‐ 1,650) m = 0,350 m
Dengan rumus perbandingan segitiga dapat dihitung jarak AP = dAP
dAP = hAP/hAC . dAC
dAP = 0,350/1,001 . 5 cm
= 1,748
C +2.651
+1.650 A
5 cm
Contoh soal.
Pengukuran detil situasi, alat berdiri di titik P kemudian melakukan pengukuran
detil.
Utara
b
ϕap d
c P(1500,750)
Q(1800,600)
a
0
4. Menghitung koordinat.
” Suatu komponen yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data
geografis dan sumberdaya manusia yang bekerja bersama secara efektif
untuk memasukan, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola,
memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisa dan menampilkan data
dalam suatu informasi berbasis geografis ”.
¾ SIG mempunyai kemampuan untuk menghubungkan berbagai data pada
suatu titik tertentu di bumi, menggabungkannya, menganalisa dan
akhirnya memetakan hasilnya.
¾ Sumber data dalam SIG ada 2 yaitu :
a. data spasial yaitu sebuah data yang berorientasi geografis dan
merupakan lokasi yang memiliki sistem koordinat tertentu, sebagai
dasar referensinya, dengan demikian aplikasi SIG dapat menjawab
beberapa pertanyaan seperti; lokasi, kondisi, trend, pola dan
pemodelan. Kemampuan inilah yang membedakan SIG dari sistem
informasi lainnya.
b. data alphanumerik yaitu data yang bersumber dari catatan statistik atau
sumber lainnya, yang sifatnya sebagai deskripsi langsung atau sebagai
tambahan data spasial.
Format Data Spasial ada 2 yaitu :
a. Data Vektor
Data vektor merupakan bentuk bumi yang direpresentasikan ke
dalam kumpulan garis, area (daerah yang dibatasi oleh garis yang
berawal dan berakhir pada titik yang sama), titik dan nodes
(merupakan titik perpotongan antara dua buah garis).
¾ Pada data raster, resolusi (definisi visual) tergantung pada ukuran pixel-nya.
¾ Semakin kecil ukuran permukaan bumi yang direpresentasikan oleh satu sel,
semakin tinggi resolusinya.
¾ Data raster sangat baik untuk merepresentasikan batas-batas yang berubah
secara gradual, seperti jenis tanah, kelembaban tanah, vegetasi, suhu tanah dan
sebagainya.
¾ Keterbatasan utama dari data raster adalah besarnya ukuran file; semakin tinggi
resolusi grid-nya semakin besar pula ukuran filenya dan sangat tergantung pada
kapasistas perangkat keras yang tersedia
Sumber Data Spasial
a. Peta Analog
¾ Peta analog (antara lain peta topografi, peta tanah dan sebagainya) yaitu
peta dalam bentuk cetak. Pada umumnya peta analog dibuat dengan teknik
kartografi, kemungkinan besar memiliki referensi spasial seperti koordinat,
skala, arah mata angin dan sebagainya.
¾ Dalam tahapan SIG sebagai keperluan sumber data, peta analog dikonversi
menjadi peta digital dengan cara format raster diubah menjadi format vektor
melalui proses dijitasi sehingga dapat menunjukan koordinat sebenarnya di
permukaan bumi.
b. Data Sistem Penginderaan Jauh
¾ Data Penginderaan Jauh (antara lain citra satelit, foto-udara dan
sebagainya), merupakan sumber data yang terpenting bagi SIG karena
ketersediaanya secara berkala dan mencakup area tertentu.
¾ Dengan adanya bermacam-macam satelit di ruang angkasa dengan
spesifikasinya masing-masing, kita bisa memperoleh berbagai jenis citra
satelit untuk beragam tujuan pemakaian.
¾ Data ini biasanya direpresentasikan dalam format raster.
c. Data Hasil Pengukuran Lapangan
Data pengukuran lapangan yang dihasilkan berdasarkan teknik perhitungan
tersendiri, pada umumnya data ini merupakan sumber data atribut contohnya:
batas administrasi, batas kepemilikan lahan, batas persil, batas hak pengusahaan
hutan dan lain-lain
Bidang yang lengkung tidak dapat dibentangkan menjadi bidang datar tanpa akan
mengalami perubahan-perubahan (distorsi-distorsi), sedang suatu peta dikatakan
ideal bila :
¾luas benar
¾bentuk benar
¾arah benar
¾jarak benar
Keempat syarat tersebut tidak akan dapat dipenuhi, tetapi selalu harus
mengorbankan syarat lainnya
Yang dapat dilakukan hanyalah mereduksi distorsi tersebut sekecil mungkin untuk
memenuhi satu atau lebih syarat-syarat peta ideal, yaitu dengan :
1. membagi daerah yang dipetakan menjadi bagian-bagian yang tidak begitu
luas .
2. menggunakan bidang datar atau bidang yang dapat didatarkan (kalau
didatarkan tidak mengalami distorsi), yaitu bidang kerucut dan bidang
silinder
Pada dasarnya bentuk bumi tidak datar tapi mendekati bulat maka untuk
menggambarkan sebagian muka bumi untuk kepentingan pembuatan peta, perlu
dilakukan langkah-langkah agar bentuk yang mendekati bulat tersebut dapat
didatarkan dan distorsinya dapat terkontrol, untuk itu dilakukan proyeksi ke bidang
datar.
1. Pengelompokan Proyeksi Peta
a. Berdasar Mempertahankan Sifat Aslinya :
1. Luas permukaan yang tetap (ekuivalen)
2. Bentuk yang tetap (konform)
3. Jarak yang tetap (ekuidistan)
Perbandingan dari daerah yang sama untuk proyeksi yang berbeda :
b. Berdasar Bidang Proyeksi yang Digunakan
1. Bidang datar
2. Bidang kerucut
3. Bidang silinder
Proyeksi Silinder
2. Proyeksi Silinder
Sifat-sifat proyeksi silinder :
1.bidang proyeksi adalah silinder, artinya semua titik di atas permukaan bumi
diproyeksikan pada bidang silinder yang kemudian didatarkan.
2.biasanya kedudukan sumbu simetri normal dan transversal.
3.pada umumnya silinder menyinggung bola bumi. Silinder yang memotong bola
bumi biasanya pada kedudukan transversal (UTM)
4.lingkaran-lingkaran merisian diproyeksikan menjadi garis-garis lurus yang
sejajar. Lingkaran-lingkaran paralel diproyeksikan menjadi garis-garis lurus yang
sejajar dan tegak lurus dengan lingkaran-lingkaran meridian
Salah satu bentuk proyeksi silinder transversal adalah proyeksi Universal Transverse
Mercator (UTM). Dalam proyeksi ini :
1.Bidang silinder akan memotong bola bumi di dua buah meridian, yang disebut
meridian standar dengan faktor skala (k) = 1.
2.Lebar zone (wilayah) sebesar 60, dengan demikian bumi dibagi dalam 60 zone.
3.Tiap zone mempunyai meridian tenngah sendiri.
4.Perbesaran di meridian tengah = 0,9996
2. Penentuan zone
Dalam sistem koordinat UTM garis paralel dibagi ke dalam zona-zona, dimana
lebar setiap zona adalah 60. Zone nomor 1, dimulai dari daerah yang dibatasi
oleh meridian 1800 B dan 1740 B dan dilanjutkan ke arah timur sampai nomor
60. Batas paralel tepi atas dan tepi bawah adalah 840 utara dan 800 selatan.
Dengan demikian untuk daerah kutub harus diproyeksikan dengan proyeksi
lain.
Garis paralel
Zone 1 dimulai pada 1800 BB sampai 1740 BT, zone 30 mulai dari 60 BB sampai 00.
Sedangkan pada bumi belahan timur dimulai pada zone 31 (00 – 60 BT).
Zone 1 2 29 30 1 2 60
0m
10.000.000 m
Wilayah Indonesia tercakup dalam zone nomor-nomor 46 s/d 54 dengan bujur meridian
tengahnya (B0) sebagai berikut :
Zone B0
46 930
47 990
48 1050
49 1110
50 1170
51 1230
52 1290
53 1350
54 1410
Contoh dalam penentuan zone suatu tempat :
¾Suatu tempat berkedudukan pada 120014’10” BT; maka tempat tersebut terletak
pada zone = 120 : 6 = 20 karena ada lebihnya 14’10” maka dibulatkan menjadi 21
dan karena terletak pada bujur timur maka tempat tersebut berada pada zone = 30 +
21 = 51
¾Suatu tempat berkedudukan pada 119058’59”BT, maka tempat tersebut berada
pada zone : 30 + 119/6 = 49,83 dibulatkan menjadi 50.
¾Suatu tempat berkedudukan tepat pada 1200 BT; zone tempat tersebut adalah : 30
+ 120/6 = 50 karena tepat di 50 maka tempat tersebut berada di akhir zone 50 atau di
awal zone 51 dalam system koordinat UTM tempat tersebut mempunyai dua
koordinat (berdasarkan zone 50 dan berdasarkan zone 51)
Proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM)
Dibuat oleh US Army sekitar tahun 1940-an. Sejak saat itu proyeksi ini
menjadi standar untuk pemetaan topografi.