Anda di halaman 1dari 22

SMK NEGERI 5 BANDUNG INFORMATION SHEET NO :

Menganalisa pengukuran 4
posisi horisontal dengan
PROGRAM : berbagai metode MATA PELAJARAN :

Teknik Geomatika Survei Terestis

KOMP. KEAHLIAN : Nama/Tanggal :

Teknik Geomatika

A. Tujuan MUK

B. Indikator Keberhasilan
1. Memahami pengukuran posisi horisontal dengan berbagai
metode

2. Menerapkan posisi horisontal dengan berbagai metode

3. Menganalisa posisi horisontal dengan berbagai metode

C. Materi 1. Metode Polar


2. Metode Perpotongan Ke Muka
3. Metode Perpotongan Ke Belakang.
4. Metode poligon
5. Metode Triangulasi
6. Metode Trilaterasi
7. Pengukuran Poligon dengan Sisem Poligon terikat sepihak
Maksud dari penentuan posisi horizontal adalah menentukan koordinat titik baru dari satu atau
beberapa titik yang telah diketahui koordinatnya. Metode penentuan posisi horizontal dapat
dikelompokkan ke dalam metode penentuan titik tunggal (satu titik) dan metode penentuan
banyak titik. Metode yang termasuk penentuan koordinat titik tunggal adalah sebagai berikut:
1. Metode Polar
Seperti yang diperlihatkan pada Gambar dibawah metode polar adalah menghitung satu
titik dari satu titik yang telah diketahui koordinatnya, sementara jarak AB (dAB) dan sudut
jurusan AB (αAB) diukur di lapangan. Koordinat titik B dihitung dengan rumus:

XB = XA + dAB sin αAB dan YB = YA + dAB cos αAB (ix)

Metode Polar

2. Metode Perpotongan Ke Muka,


Seperti yang diperlihatkan pada Gambar 17 untuk metode perpotongan Ke Muka maka data
yang diperlukan adalah diketahui koordinat A dan B yaitu (XA ,YA ) dan (XB ,YB ) serta
diukur di lapangan sudut mendatar di A dan B yaitu β1 dan β2. Koordinat C dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sinus dan pertolongan garis tinggi (t).
Metode Perpotongan kemuka
Di dalam modul ini hanya diuraikan ilustrasi menghitung koordinat C dengan rumus sinus.
Segitiga ABC pada g ambar di atas mempunyai unsur-unsur β1, β2 dimana sudut mendatar
γ =180o–(β1+β2) dan jarak mendatar AB (dAB) dihitung dengan menggunakan rumus:

Dari koordinat A, B dan sudut-sudut β1, β2 dapat dihitung αAB, αAC, dan αBC. Dimana:
3. Metode Perpotongan Ke Belakang.
Pada metode perpotongan ke belakang minimal diketahui koordinat A, B dan C. Yaitu (XA
,YA ), ( XB ,YB ) dan ( XC ,YC ), sedangkan sudut-sudut mendatar di titik D yaitu γ1 dan
γ2 diukur di lapangan. Untuk menentukan koordinat D dari A, B dan C dapat digunakan
metode perpotongan ke belakang cara COLLINS dan CASSINI. Di dalam buku ini hanya
diuraikan dengan cara COLLINS.

Metode perpotongan kebelakang cara collins


Lingkaran melalui A, B, dan D memotong garis DC di H disebut titik penolong COLLINS.
Dengan data dalam segitiga ABH dapat dihitung:

dengan dAB dan αAB dapat dihitung dengan cara yang sama seperti pada rumus di atas.
Koordinat H dihitung dengan XH=XA+dAHsin αAH dan YH=YA+dAHcos αAH. Oleh karena
H terletak pada garis DC, maka:
4. Metode poligon
Metode Poligon adalah cara untuk penentuan posisi horizontal banyak titik dimana titik
yang satu dengan lainnya dihubungkan satu dengan yang lain dengan pengukuran jarak
dan sudut sehingga membentuk rangkaian titik-titik (Poligon). Ditinjau dari cara
menyambungkan titik satu dengan yang lainnya Poligon dapat digolongkan sebagai Poligon
terbuka, Poligon tertutup, Poligon bercabang atau kombinasi dari dua atau ketiganya.
Gambar 18 sampai Gambar 21 memperlihatkan masing-masing tipe Poligon tersebut. Di
dalam perhitungan poligon minimal satu titik diketahui koordinatnya, satu sudut jurusan
atau αi (umumnya sudut jurusan awal), jarak antara masing-masing titik (dij) dan sudut-
sudut mendatar (βi) harus diukur di lapangan.
Pada gambar di bawah diperlihatkan suatu contoh poligon terbuka yaitu hanya satu
koordinat titik yang diketahui yaitu titik A (XA, YA). Sudut jurusan dari A ke 1 atau A1,
jarak-jarak mendatar dari satu titik ke titik lainnya d1, d2, d3, serta sudut- sudut mendatar
yaitu β1 dan β 2 diukur di lapangan.

Untuk perhitungan banyak titik (poligon) yaitu titik 1, 2, dan 3 seperti di atas maka tahapan
perhitungannya adalah sebagai berikut:

Koordinat titik-titik 1,2, dan 3 dihitung dari titik A dengan rumus:


Apabila sudut jurusan α23 diketahui maka harus dipenuhi:

Karena pengukuran-pengukuran jarak dan sudut selalu dihinggapi kesalahan maka


persamaan-persamaan diatas umumnya tidak dapat dipenuhi. Bila perbedaannya ditulis
sebagai berikut:

Sebelum koordinat titik 1, dan 2 dihitung sudut-sudut b1 dan selisih-selisih absis dan ordinat
diberi koreksi terlebih dahulu agar persamaan-persamaan umum menjadi dipenuhi. Adapun
koreksi-koreksi yang dimaksud adalah:

Rumus koreksi di atas disebut rumus koreksi BOWDITCH, sementara itu metode pemberian
koreksi berdasarkan cara TRANSIT adalah sebagai berikut:
5. Metode Triangulasi
Metode Triangulasi adalah titik yang satu dengan yang lainnya dihubungkan sedemikian
hingga membentuk rangkaian segitiga atau jaring segitiga. Adapun besaran-besaran yang
diukur di lapangan adalah setiap sudut dalam setiap segitiga disamping diperlukan satu titik
yang koordinatnya diketahui sebelumnya, satu sisi segitiga diketahui jarak dan sudut
jurusannya. Gambar di bawah memperlihatkan contoh rangkaian triangulasi.

Pada gambar tersebut diketahui koordinat titik A (XA, YA), sudut jurusan A ke 1 yaitu
A1 , jarak dari A ke 1 yaitu dA1 sementara diukur sudut-sudut mendatar dalam jaring
triangulasi yaitu 1 , 2, 3 , 4, 5, 6 , 7 , 8 , dan 9. Karena sudut-sudut
yang diukur di lapangan selalu dihinggapi kesalahan maka masing-masing sudut tersebut
harus diberi koreksi sebesar W,.W, dimana WI = (1+2+3) – 180° .
Hitung kemudian sudut jurusan setiap sisi.
 Hitung jarak setiap sisi dari dA1 melalui sudut-sudut dalam segitiga
denganmenggunakan rumus sinus
 Dari titik A koordinat masing-masing titik 1, 2, 3 dan 4 dapat dihitung melalui
 Cara poligon
6. Metode Trilaterasi
Bentuk geometri trilaterasi adalah seperti triangulasi hanya perbedaannya bukan sudut-
sudut yang diukur di lapangan tetapi semua sisi segitiga. Untuk menyelesaikan atau
menghitung titik-titik pada rangkaian trilaterasi minimal harus diketahui satu koordinat
misalnya titik A (XA, YA), sudut jurusan A ke 1 αA1, serta diukur jarak dari A ke 1 dA1 , dan
dA2. Seperti yang diperlihatkan pada Gambar di bawah.

Pelaksanaan hitungan dengan metode trilaterasi adalah sebagai berikut:


Dengan rumus cosinus dalam segitiga dapat dihitung sudut 1, 2 dan 3. Jika jumlah
sudut-sudut tersebut tidak sama dengan 1800maka masing- masing sudut diberi koreksi
sebesar 1/3 W,.W, dimana WI = (1+2+3) – 180O . Contoh rumus cosinus untuk
penentuan sudut 1, 2 dan 3 adalah sebagai berikut:

Dari αA1 dapat dihitung sudut jurusan sisi lain, seperti pada cara triangulasi. Dari titik A
dapat dihitung koordinat titik-titik lain, misalnya seperti pada metode triangulasi.
Untuk memudahkan perhitungan, terutama untuk perhitungan banyak titik dan terdapat
hitungan pemberian koreksi, dianjurkan untuk menggunakan tabel perhitungan seperti
yang diperlihatkan pada tabel berikut.

7. Pengukuran Poligon dengan Sisem Poligon terikat sepihak


Bentuk poligon tertutup ada 2 bagian : 
Bagian poligon tertutup tak terikat titik tetap 
Bagian poligon tertutup terikat titik tetap

Bagian Poligon Tertutup Tak Terikat


Titik Tetap Pada pengukuran poligon tertutup tak terikat titik tetap, titik awal akan menjadi
titik akhir pengukuran namun koordinat dan ketinggiannya setiap titik ukur dari permukaan
air laut tidak bisa ditentukan. Dalam perhitungan dan penggambarannya tidak diperlukan
perhitungan - perhitungan dan ketentuan yang berlaku dalam pembuatan peta, seperti :
 Tidak ditentukan bidang datumnya (elipsoide, geode)
 Tidak ditentukan bidang proyeksinya (Universe Transverse Mercator, kerucut)
 Tidak ditentukan sistim koordinatnya
 Tidak ditentukan utara bumi, utara grid dan utara magnit
Dalam penggambaran petanya cukup dilakukan:
 Skala peta ditentukan
 Jarak sisi-sisi poligon
 Besar sudut-sudut titik ukur poligon
Dari hasil pengukuran yang dihitung adalah:
a) Perhitungan jarak Jarak optis dihitung dengan persamaan:
Jo = (ba – bb) x 100

Keterangan:
ba = benang atas;
bb = benang bawah;
bt = benang tengah 100 = konstanta
jd = jarak datar (akan dibahas lebih lanjut)
ba – bb = jarak optis pada rambu ukur
Keterangan : ba, bb = benang jarak (untuk menentukan jarak) bt = benang tengah
horizontal (untuk menentukan garis bidik beda tinggi) bv = benang tengah vertical (untuk
menentukan garis bidik sudut horizontal)

J = (ba – bb) x 100 = (2 -1,8) x100 = 20 m


b) Perhitungan sudut miring 
 Sudut miring zenith.
Sudut miring zenith dihitung dari bidang vertical 90°

 Sudut miring nadir.


Sudut miring nadir dihitung dari bidang vertical = 0°

Sudut miring nadir ke sudut miring zenit Sudut miring nadir ke sudut miring zenith,
persamaannya :

Keterangan :
αZ = sudut zenith;
αN = sudut nadir
90° = konstanta 
 Sudut miring zenit ke sudut miring nadir
Sudut miring zenit ke sudut miring nadir, persamaannya : αN = 90o - αZ
c) Perhitungan jarak normal dan datar dengan sudut miring nadir :
Jarak normal dapat dihitung dengan persamaan:
Pada rambu ukur: jn = (ba – bb) x cosα
Pada permukaan tanah : jn = (ba – bb) x cosα x100
Jarak datar dihitung dengan persamaan : jd = jn x cosα = jo x (cosα) 2
d) Perhitungan jarak normal dan datar dengan sudut miring zenit:  Jarak normal dapat
dihitung dengan persamaan: Pada rambu ukur: jn = (ba – bb) x sinα Pada permukaan
tanah : jn = (ba – bb) x sinα x100  Jarak datar dihitung dengan persamaan: jd = jn
x sinα = jo x (sinα)

Keterangan:
α sudut miring; A→ba A→B; B→bb A→B; P→bt A→B.
0→bt = 1→P; A→B = jarak normal pada rambu ukur;
0→1 = P→bt = jarak normal (jn) pada permukaan tanah
e) Perhitungan beda tinggi antar titik ukur Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan
persamaan: t = jo x sin α x cos α
Keterangan :
t = beda tinggi antara titik 0→1
α = sudut miring
P→0 = Q→1
Untuk mengetahui kebenaran/kesalahan hasil pengukuran beda tinggi, persamaannya
sebagai berikut :
Kalau benar ⇒ h = HAKHIR - HAWAL= (∑ t+) + (∑ t-) = hP = 0
Kalau salah ⇒ hP h (∑ t+) + (∑ t-) 0
Kesalahan beda tinggi ⇒ e = hP - h
∑ t+ = Jumlah beda tinggi positif
∑ t- = Jumlah beda tinggi negatif
H = Hitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran
hP = Perhitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran
e = Kesalahan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran
f) Perhitungan koreksi kesalahan beda tinggi 
∑ t = = (∑ t+) + (∑ t-) ⇒ (jumlah total) 
Koreksi kesalahan tiap m beda tinggi (k) = e / ∑ t 
Koreksi beda tinggi tiap titik ukur (k’) = k x t 
t = beda tinggi antartitik ukur 
Beda tinggi antartitik ukur setelah dikoreksi (t’) = t + k’
g) Menghitung ketinggian titik ukur terhadap ketinggian lokal
Ketinggian titik ukur tehadap titik permukaan air laut persamaannya adalah:
Hn = Hn-1 + t‟n
Keterangan:
Hn = Ketinggian titik ukur yang dicari .
t’n = Beda tinggi antar titik ukur
Hn-1 = Titik ukur yang telah ditentukan harga ketinggiannya dari permuaan air laut
h) Perhitungan sudut horizontal
Untuk mengetahui kebenaran hasil pengukuran sudut horizontal persamaannya sebagai
berikut:
Sudut dalam⇒ ∑ β = (n -2) x 180°
Sudut luar ⇒ ∑ β = (n +2) x 180°
Keterangan :
∑β = Jumlah sudut dalam/luar titik ukur poligon
n = Jumlah titik ukur poligon
2 = Konstanta
180o = Konstanta
= Jalannya jalur ukuran
i) Menghitung besar sudut titap titik ukur
Perhitungan besar sudut horizontal pada setiap titik ukur dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut: 
Perhitungan sudut disebelah kiri jalur ukuran
Sudut disebelah kiri jalur persamaannya adalah: β = αM - αB
Catatan: 
Kedudukan lingkaran horizontal tidak bergerak 
Kedudukan teropong dapat bergerak ke posisi titik bidik
D. Tugas/latihan 1. Apa yang dimaksud dengan metode penentuan posisi
horizontal
2. Bagaimana caranya menentukan panjang jarak dari suatu
pengukuran ?
3. Ceritakan bagaimana menentukan besaran sudut suatu
pengukuran agar dapat mudah untuk dipahami ?

Anda mungkin juga menyukai