Anda di halaman 1dari 12

2

Dasar Teori Penentuan Posisi Horisontal


DASAR TEORI PENENTUAN POSISI DENGAN GPS

Kerangka dasar horisontal adalah sejumlah titik yang diketahui koordinatnya dalam satu sistem koordinat tertentu. Sistem koordinat yang dimaksudkan adalah sistem koordinat kartesian bidang datar. Metode-metode yang digunakan untuk menentukan posisi horisontal ini dikelompokkan ke dalam metode penentuan titik tunggal (satu titik) dan metode penentuan banyak titik. Metode yang termasuk penentuan koordinat titik tunggal antara lain :

metode polar metode perpotongan ke muka metode perpotongan ke belakang metode poligon metode triangulasi metode trilaterasi

Sedangkan yang termasuk penentuan koordinat titik banyak antara lain :


Dalam proyek PT. SBA Wood Industries ini banyak digunakan metode poligon (penentuan titik banyak) untuk penentuan posisi horisontal beberapa titik tambahan selain titik kontrol (BM) dan titik bantu (TB) yang telah diukur dengan menggunakan pengukuran GPS (Global Positioning System). Jarak antar titik-titik tambahan ini lebih rapat dibandingkan dengan titik kontrol (BM) dan titik bantu (TB), karena berfungsi untuk membantu dalam melakuakan pengukuran pemetaan situasi. 2.1 Pengertian poligon Poligon adalah serangkaian garis lurus yang menghubungkan titik-titik yang terletak di permukaan bumi. Garis-garis lurus membentuk sudut-sudut pada titik-titik perpotongannya. Dengan menggunakan poligon dapat ditentukan secara sekaligus koordinat beberapa titik yang letaknya berurutan dan memanjang. Pada ujung awal poligon diperlukan satu titik yang telah diketahui koordinat dan sudut jurusannya. Karena untuk menentukan koordinat titik yang lain diperlukan sudut mendatar dan jarak mendatar, maka pada pengukuran di lapangan data yang diambil adalah data sudut mendatar dan jarak mendatar di samping itu diperlukan juga penentuan sudut jurusan dan satu titik yang telah diketahui koordinatnya. 2.2 Pengukuran poligon

Pengukuran jarak mendatar

-1-

Pengukuran jarak mendatar pada poligon dapat ditentukan dengan cara : mekanis (dengan menggunakan pita ukur) dan optis (seperti pada pengukuran sipat datar). pada bagian ini dijelaskan metode pengukuran jarak diukur. 1. pengukuran jarak pada tanah mendatar, seperti pada gambar 2.1 dengan menggunakan pita ukur. Pengukuran jarak dengan menggunakan pita ukur harus memperhatikanpermukaan tanah yang akan

A Gambar 2.1 pengukuran jarak pada tanah datar Caranya :

skala nol pita ukur diletakkan tepat berimpit di atas pusat anda titik A pita ukur ditarik dengan kuat agar keadaannya benar-benar lurus, tidak melengkung himpitkan skala pita ukur lainnya di atas pusat tanda titik B, maka bacaan skala inilah yang merupakan jarak antara titik A dan titik B 2. pengukuran jarak pada tanah miring, seperti pada gambar 2.2

A Gambar 2.2 pengukuran jarak pada tanah miring caranya : jika permukaan tanahnya relatif miring, maka pengukuran jarak dibagi dalam beberapa selang (pada gambar di atas bagi dua selang) skala nol diimpitkan di atas titik A (biasa dengan menggunakan bantuan unting-unting), tarik agar pita dalam keadaan datar sampai berimpit dengan titik 1, maka diperoleh d1

-2-

dengan cara yang sama, jarak diukur dari titik 1 sampai titik B, hingga didapat d2 maka : dAB = d1 + d2 pengukuran sudut mendatar sudut adalah selisih antara dua arah yang berlainan. Yang dimaksud dengan arah atau jurusan adalah besarnya bacaan lingkaran horisontal alat ukur sudut pada waktu teropong diarahkan ke jurusan tertentu. Seperti pada gambar 2.3

P Gambar 2.3 Pengukuran sudut mendatar Caranya : alat dirikan di titik P alalu diatur sesuai ketentuan target dipasang di titik A dan di tiik B alat dalam kedudukan biasa diarahkan ke target di titik A (arah pertama) atur tabung okuler dengamemutar sekrup yang ad pada okuler sehingga dapat melihat garis-garis diafragma (benang silang) denga jelas atur sekrup penjelas bayangan sehingga dapat melihat bayangan target di tiik A dengan terang dan jelas tepatkan benang silang diafragma pada target dengan memutar sekrup penggerak halus horisontal dan vertikal, baca dan catat skala lingkaran horisontalnya. Ulangi pembacaan tersebut minimal 3 kali, kemudian hitung rata-rata harga hasil bacaannya, catat sebagai L1 (B) teropong diputar searah jarum jam dan diarahkan ke target di titik B, dengancara yang sama seperti di atas, catat sebagai L2 (B) teropong dibalikkan dalam kedudukan luar biasa an diputar seearah jarum jam, dengan kedudukan tetap mengarah ke titikk B. dnegan cara

-3-

yang sama seperti di atas, baca skala lingkarannya dan catat sebagai L2 (LB) putarlah teropong searah jarum jam ke titik A (tetap dalam kedudukan luar biasa), dengan menggunakan cara yang sam seperti di atas, bacalah skala lingkran horisontalnya dan catat sebagai L1 (LB) urutan pengukuran sudut seperti yang dijelaskan di atas adalah pengukuran sudut 1 seri. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.1 di bawah ini. Tabel 2.1 pengukuran sudut 1 seri Alat P Arah A B B A Kedudukan Teropong Biasa Biasa Luar biasa Luar biasa Bacaan sudut L1 (B) L2 (B) L2 (LB) L1 (LB)

Arah kanan bacaan sudut di atas adalah titik B dan arah kirinya titik A, maka besar sudutnya : = bacaan arah B bacaan arah A Karena pembacaan sudut dilakukan 1 seri maka hasil pengukuran sudut adalah rata-rata dari pembacaan biasa dan luar biasa. = [L2(B) - L1(B)] + [L2(LB) L1(LB)] 2 Jika bacaan sudut arah kanan lebih kecil dari bacaan sudut arah kiri, maka untuk menentukan besarnya sudut bacaan arah kanan terlebih dulu ditambah 360. Penentuan sudut jurusan awal dan koordinat awal 1. sudut jurusan awal dapat ditentukan sebagai berikut bila di sekitar titik-titik kerangka dasar terdapat 2 titik triangulasi, sudut jurusan dihitung dari titik-titik triangulasi. Bila menggunakan sudut jurusan awal ini, maka jaring titik-titik kerangka dasar harus disambungkan ke titik-titik triangulasi tersebut. Bila tidak terdapt titik-titik triangulasi, sudut jurusan awal dapat ditentukan dari pengamatan astronomi (pengamatan matahari atau bintang) dari pengukuran menggunakan giro-theodolit yang -4-

berorientasi

terhadap

utara

geografi

atau

dari

pengukuran

menggunakan theodolit kompas atau ditentukan sembarang. 2. koordinat awal dapat ditentukan dalam sistem umum sebagai berikut : bila dikehendaki koordinat dalam sistem umum (sistem yang berlaku di wilayah negara) digunakan titik triangulasi (cukup satu titik saja). Dengan demikian kerangka dasar harus diikatkan ke titik triangulasi tersebut. Bila diketahui koordinat dalam sistem umum tetapi tidak terdapat titik triangulasi, maka di salah satu titik kerangka dasar dilakukan pengukuran astronomis untuk menentukan lintang bujurnya. Dari lintang da bujur geografi ini dapat ditentukan koordinat (x,y) dalam sistem Bila tidak terdapat titik triangulasi dan tidak dikehendaki koordinat dalam sistem umum, maka salah satu titik kerangka dasar dapat dipilih sebagai titik awal dengan koordinat sembarang (diusahakan pemilihan koordinat ini mempertimbangkan koordinat titik-titik yang lain agar bernilai positif). Sistem demikian sesitem koordinat setempat (lokal). 3. contoh penentuan sudut jurusan dan koordinat awal pada suatu poligon: poligon tertutup diikatkan pada dua titik triangulasi Y 7 8 9 y//Y P Keterangan : = = = = 4 O 2 X Titik-titik kerangka dasar Titik-titik triangulasi Jarak diukur Sudut diukur

11

10

12

O 1

0 (arah awal) = arc tan [(Xp Xq).(Yp Yq)]


Gambar 2.4 poligon dalam sistem umum (X, Y)

-5-

poligon tertutup dan menyambung ke satu triangulasi

Y 7 8 9

Ug y//Y

Keterangan :

11

10 Q

12

1 Ug MERIDIAN A =

azimuth geografi dari pengukuran matahari/dengan giro theodolit konvergensi meridian di Q (kemiringan meridian Q terhadap sumbu Y) utara geografi di Q

4 O

2 X

0 (arah awal) = 0 -

Gambar 2.5 poligon dalam sistem umum (X, Y) Catatan :

0 merupakan azimuth geografi, hasil pengamatan matahari atau


dari pengukuran dengan giro theodolit. Karena arah utara geografi di titik Q dan sumbu Y tidak sejajar maka dalam sistem (X,Y) harga

0 harus direduksi dengan agar menjadi 0 0


utara azimuth kompas, berorientasi terhadap

apabila

0 diukur menggunakan theodolit kompas,

menyatakan

magnet. Karemna utara megnet dan utara geografi tidak berimpit, maka untuk mendapatkan reduksi pada

0 dengan memberikan

poligon tertutup dalam sistem koordinat setempat

-6-

y=U 7

Keterangan : 9 x Koordinat awal adalah koordinat titik A = Sudut jurusan awal 0 hasil pengamatan matahari atau pengukuran dengan giro theodolit / theodolit kompas = Arah utara geografi U atau utara magnit

11

10

4 O

2 X

Gambar 2.6 poligon dalam sistem lokal (x,y) Catatan : apabila

0 yang digunakan adalah dari pengamatan matahari

atau dari pengukuran dengan giro theodolit, maka poligon tersebut akan berorientasi terhadap arah utara geografi di titik A apabila

0 yang digunakan adalah dari pengukuran dengan

theodolit kompas, maka poligon tersebut di atas berorientasi terhadap arah utara magnit di titik A. pngukuran dengan menggunakan theodolit kompas dpat dilakukan dengan sistem loncat (tidak dilakukan pad setiap titik kerangka dasar tapi meloncat satu-satu; misalnya dari titik 1 ke titik 3, 5, 7 dan seterusnya dengan cara mengukur azimuth muka dan azimuth belakang apabila pengukuran dilakukan tidak menggunakan theodolit kompas, maka

0 ditentukan sembarang, misalnya titik awal

kerangka dasar adalah titik 1, maka pada titik tersebut dianggap

0 nya bernilai 0, jadi arah utaranya dapat dianggap berimpit


dengan sisi 1 10. Jika pengukuran tidak mengunakan theodolit kompas, tidak bias digunakan sistem loncat, theodolit harus diletakkan di setiap titik kerangka dasar.

2.3

Prinsip hitungan poligon

-7-

a2 y a1 2 a3

a1
A 0

d a1 x a1

Xa

X1

X2

X3

Gambar 2.7 Prinsip hitungan poligon Diketahui : koordinat titik A sudut jurusan

A1

diukur dilapangan : jarak datar dA1 sudut mendatar 1 dihitung : koordinat titik 1 (X1, Y1) koordinat titik 2 (X2, Y2) Tahapan hitungan : Menghitung koordinat titik 1 : X1 = XA + XA1 X1 = XA + dA1 Sin Y1 = YA + YA1 Y1 = YA + dA1 Cos

A1

A1

Jika koordinat titik 1 diketahui, maka koordinat titik 2 dapat dihitung menggunakan koordinat titik 1, apabila d 12 dan

A1 diketahui. d12 dapat diukur 12

dan biasanya sudut yang diukur dilapangan adalah sudut mendatar 1. dapat dihitung dari

A1 dan 1
= {( A1+ 180) + 1 } 360 = A1 + 1 - 180

12

maka koordinat titik 2 : X2 = X1 + X12 X2 = X1 + d12 Sin

12

Y2 = Y1 + Y12 Y2 = Y2 + d12 Cos

12

-8-

Demikian pula untuk menghitung titik-titik selanjutnya dapat dilakukan secara brtahap dan berurutan menggunakan data koordinat titik sebelumnya. Sudut jurusan titik selanjutnya, dapat dihitung menggunakan yang diukur di titik tersebut 2.4 Macam-macam bentuk poligon

12 dan sudut mendatar

Poligon lepas Poligon lepas adalah poligon yang hanya mempunyai satu titik ikat yaitu di awal dan untuk orientasi sudut jurusan awalnya sudah diketahui. Bentuk poligon lepas dapat dilihat pada gambar 2.8 di bawah ini.

5 4 6

A 0

X
Gambar 2.8 Bentuk poligon lepas

Poligon lepas memungkinkan terjadinya perambatan kesalahan yang disebabkan oleh pengukuran sudut mendatar dan jarak. Contoh : titik 1 telah mempunyai kesalahan akibat adanya pengukuran jarak, titik 2 akan mempunyai kesalahan juga yang lebih besardari titik 1 dan begitu seterusnya. Semakin panjang poligonnya, ketelitiannya akan semakin turun. Poligon terikat Pada poligon terikat diberikan satu titik ikat awal berikut jurusan awal dan juga titik ikat akhir atau sudut jurusan akhir. a) Poligon dikontrol dengan sudut jurusan akhir Titik awal diikatkan ke titik A dan untuk orientasi diberikan sudut jurusan awal, sedangkan titik terakhir diberikan sudut jurusan akhir.

-9-

Akibat adanya sudut jurusan awal awal dan akhir, maka semua ukuran sudut yang sehadap dapat dikontrol.

0
A 0

1
d1
1

1
d2 2
2

3
d3
3

4 d4
4

4 d5

Gambar 2.9 Poligon teikat dan dikontrol pada sudut jurusan akhir Diukur dilapangan : Jarak datar d1, d2, d3, d4, dan d5 Sudut datar 1, 2, 3, 4 Setelah koordinat titik 1 dihitung dari koordinat titik A, untuk

menghitung titik 2 diperlukan

12 dimana :

12

= {( 0+ 180) + 1 } 360 = 0 + 1 - 180

Untuk menghitung titik 3 diperlukan

23 dimana :

23

= {( 12+ 180) + 2 } 360 = A1 + 2 - 180 = 0 + 1 + 2 360

Begitu juga selanjutnya :

34

= {( 23+ 180) + 3 } 360 = 23 + 3 - 180 = 0 + 1 + 2 + 3 540

Dan

45

= {( 34+ 180) + 4 } 360 = 34 + 4 - 180 = 0 + 1 + 2 + 3 + 4 720

- 10 -

a 0

= 1 + 2 + 3 + 4 =(

720

1 + 2 + 3 + 4 sudut diukur

a 0 ) + 720 0 ) + n. 180 a ) dan

= ( a

Telah disebutkan sebelumnya bahwa sudut jurusan akhir (45 =

sudut jurusan awa (0) sudah diketahui. namun setiap pengukuran sudut biasanya mengandung kesalahan, sehingga dapat dibentuk suatu persamaan dengan memberikan koreksi : sudut diukur + f() = ( a

0 ) + n. 180

Dimana f() adalah besarnya koreksi yang diberikan untuk pengukuran sudut. b) Poligon dikontrol dengan koordinat akhir Koordinat titik awal dan sudut jurusan awal diketahui, kemudian titik akhir poligon diikatkan ;agi pada satu titik yang telah diketahui koordinatnya

0
A 0

12 d1
1

d2

2
2

23

3
d3
3

34

4 d4 4

45 d5
B

d 1Sin 0

d 2Sin12

d 3Sin 23

d 4Sin34 d 5Sin 45

Gambar 2.10 Poligon terikat dan dikontrol koordinat akhir Pada sepanjang sumbu x : Xb = Xb Xa = Xb Xa = Xa + d1Sin0 + d2Sin12 + d3Sin23 + d4Sin34+ d5Sin45 d1Sin0 + d2Sin12 + d3Sin23 + d4Sin34+ d5Sin45 d.Sin

- 11 -

Pada pengukuran jarak biasanya mengandung kesalahan, sehingga dibentuklah

d.Sin

+ f(x) = Xb - Xa

Diana f(x) adalah koreksi d.Sin Pada sepanjang sumbu-y : Yb = Yb Ya = Yb Ya =

Ya + d1Cos0 + d2Cos12 + d3Cos23 + d4Cos34+ d5Cos45 d1Cos0 + d2Cos12 + d3Cos23 + d4Cos34+ d5Cos45 d.Cos d.Cos

+ f(x) = Yb - Ya

c) Poligon terkontrol dan terikat sempurna Pada poligon ini, titik awalnya diikatkan pada satu titik yang ada koordinatnya (titik A) dan mempunyai sudut jurusan awal ( 0). Selain itu pada titik akhir diberikan sudut jurusan akhir (a) dan diikatkan pada titik yang telah mempunyai koordinat (titik B). dnegan adanya

0 dan

a, koordinat titik awal dan titik akhir, maka hasil pengukurannya dapat
dikontrol. Kontrol ukuran sudut : sudut diukur + f() Kontrol ukuran jarak : = ( a

0 ) + n. 180

d.Sin d.Cos 2.5

+ f(x) = Xb - Xa + f(x) = Yb - Ya

Kontrol kualitas pengukuran poligon Setiap pengukuran yang dilakukan selalu mengandung kesalahan yang disebabkan oleh berbagai hal, karena itu perlu ditetapkan suatu batas toleransi ukuran yang diperbolehkan. Untuk kegiatan di desa dengan menggunakan metode poligon maka :

Ketelitian pengukuran sudut 15 n, dimana n = jumlah titik Kesalahan penutup jarak = [f(x)2 + f(y)2]1/2 1 : 5000 2

- 12 -

Anda mungkin juga menyukai