Prinsip dasar di dalam penentuan posisi horisontal adalah dengan menghitung jarak dan
sudut antara titik yang sudah diketahui koordinatnya terhadap objek-objek lain yang akan
dipetakan dengan formulasi matematis sehingga data yang didapat dari lapangan dapat
diplot/digambarkan di atas bidang datar.
Y
U Y
B(?,?)
AB B(?,?)
Dab Dab
AB
A(X,Y)
A(X,Y) X
Dari ilustrasi gambar 2.1, terlihat pengukuran objek pohon dengan alat pengukur sudut dan
jarak (theodolit). Untuk menentukan posisi pohon diperlukan data titik acuan (titik yang
sudah diketahui koordinatnya), sudut jurusan dari titik A ke objek (αab), dan jarak dari titik
acuan ke objek, yang diformulasikan sebagai berikut:
Xb = Xa + Dab sin αab
11
Dasar- dasar Pemetaan Topografi
Keterangan:
Xa, Xb = Koordinat absis (X)
Ya, Yb = Koordinat ordinat (Y)
Dab = jarak mendatar dari A ke B
αab = Sudut Jurusan dari titik acuan (A) ke objek (B)
Metoda pengukuran tersebut dikenal dengan nama metoda polar.
Dari formulasi 2.1, dapat disimpulkan syarat dasar di dalam penentuan posisi horisontal
adalah adanya adanya parameter-parameter pembangun yaitu:
1. Titik Acuan (Koordinat awal)
2. jarak, dan
3. sudut jurusan.
Berikut akan dijelaskan mengenai parameter-parameter pembangun penentuan posisi
horisontal.
12
Dasar- dasar Pemetaan Topografi
• orde 4 (kuarter) yang dibuat untuk keperluan pemetaan di daerah perkotaan atau di
daerah yang relatif tidak terlalu luas, dibuatlah titik-titik dasar pemetaan tingkat
empat. Titik-titik kerangka dasar tingkat empat ini mempunyai jarak antar titik 1 – 3
km.
Di dalam pemetaan topografi sendiri, titik acuan diambil dari salah satu titik di atas,
berdasar ada atau tidaknya titik kerangka tersebut di daerah yang akan dipetakan, untuk
kemudian diukur / dirapatkan menjadi titik –titik dasar yang sesuai dengan daerah yang
akan kita petakan dengan metoda poligon. Bila di daerah yang akan kita petakan tidak
terdapat titik kerangka dasar, maka titik tersebut dapat dibuat dengan menggunakan Global
Positioning System (GPS) atau dengan menganggap titik tersebut (0,0) /lokal.
2.1.2 Jarak
Jarak yang digunakan di dalam pengukuran adalah jarak mendatar antara dua titik (notasi
Dab). Jarak mendatar diartikan sebagai jarak horisontal antara dua titik di bidang datar.
Pengukuran jarak mendatar dapat dihitung secara langsung maupun tidak langsung. Secara
langsung berarti dari pengukuran dapat diperoleh data jarak secara langsung (mis:
menggunakan pita ukur), sedangkan secara tidak langsung, jarak yang diperoleh didapat
berdasarkan dari data-data lain yang diukur (mis: penggunaan theodolit).
Bila pengukuran jarak mendatar dilakukan secara langsung menggunakan pita ukur,
diperlukan 2 orang petugas dan unting-unting untuk membantu agar pita ukur tegak lurus
dengan titik atau pun objek yang akan diukur. Satu petugas bertempat di titik A dengan
menempatkan angka 0 dari pita ukur di titik A kemudian gantungkan unting-unting hingga
titik 0 pita ukur tepat di atas titik. Petugas 2 menarik pita di objek B hingga pita ukur
menjadi lurus dan tegang, kemudian pasang unting-unting hingga pita ukur tepat diatas
titik/objek yang akan diukur, lalu ukur panjang jarak berdasarkan pita ukur.
Pita Ukur
Tali Unting-Unting
A
B
Gbr. 2.2 Pengukuran jarak mendatar menggunakan pita ukur
13
Dasar- dasar Pemetaan Topografi
Pengukuran jarak secara tidak langsung umumnya menggunakan alat ukur optis, yaitu
theodolit. Pengukuran dilakukan dengan mengukur data dari rambu ukur berupa data
Benang Atas (BA) dan Benang Bawah (BB), dan data sudut vertikal (miring/sudut zenith)
dari theodolit.
Rambu Ukur
Zenith
Dmab
Z
M B
Dab
Theodolit
A
Gbr. 2.3 Pengukuran jarak mendatar secara tidak langsung
Keterangan Gambar:
Dab = Jarak mendatar antara titik A dan B
Dmab = Jarak miring antara titik A dan B
M = Sudut miring
Z = Sudut zenith
Sudut miring adalah sudut vertikal yang dihitung sejajar sb.x berlawanan arah jarum jam
(menuju sb.Y), sedangkan sudut zenith adalah sudut vertikal yang dihitung sejajar sb.Y
searah jarum jam menuju sb.X. Untuk membedakan antara sudut miring dan zenith pada
14
Dasar- dasar Pemetaan Topografi
alat, adalah dengan melihat besaran sudut vertikal yang dihasilkan alat. Sudut miring,
besarnya berkisar 00, sedangkan sudut zenith besarnya berkisar 900.
B(Xb,Yb)
BA
AB
A(Xa,Ya)
X
Gbr. 2.4 Ilustrasi Sudut Jurusan
Dilihat dari gambar ilustrasi 2.4, besaran αab akan berbeda sebesar 1800 dengan αba. Bila
αab sebesar 450 maka besarnya αba. Adalah 450 + 1800 = 1350.
Data sudut jurusan dapat dicari dengan menggunakan theodolit kompas dan juga dengan
dua titik yang diketahui koordinatnya. Metoda yang umum digunakan di dalam penentuan
sudut jurusan adalah dengan menghitungnya dari dua titik ikat yang diketahui
koordinatnya. Bila di daerah yang akan diukur tidak terdapat titik ikat, maka dibuatlah
titik ikat dengan menggunakan Global Positioning Systems (GPS) dengan mengacu
kepada titik ikat terdekat (Bakosurtanal atau BPN).
15
Dasar- dasar Pemetaan Topografi
AB
DAB
A (Xa, Ya)
B(Xb, Yb)
Gbr. 2.5 Ilustrasi Sudut Jurusan Dari Dua Titik Yang Diketahui Koordinatnya
Dari dua titik yang ada pada gambar 2.5 dapat ditentukan sudut jurusan dari titik A ke titik
B dengan menggunakan rumus tangen pada rumus 1.2 sebagai berikut :
ΔX
tgαab =
ΔY
Xb − Xa
tgαab =
Yb − Ya
Sehingga dapat dihitung sudut jurusan dari A ke B dengan menggunakan rumus:
Xb − Xa
αab = arc tg ......... 2.4
Yb − Ya
dimana,
Dari rumus tersebut, besaran sudut jurusan harus mengikuti aturan kuadran pada ilmu
ukur tanah, seperti yang diberikan dalam tabel 2.1 berikut:
( Xb – Xa ) ( Yb – Ya ) Kuadran αab
+ + I 00 - 900
+ - II 900 - 1800
- - III 1800 - 2700
- + IV 2700 - 1800
Tabel. 2.1 Tabel kuadran
Contoh Soal :
Hitung sudut jurusan dari titik A ke titik B, bila:
1. A (0, 0) dan B (100, 50)
2. A (0, 0) dan B (100, -50)
16
Dasar- dasar Pemetaan Topografi
αab = arc tg 100 − 0 , sehingga didapat αab = 630 26’ 5.82” (Kuadran I)
50 − 0
2. αab = - 630 26’ 5.82”, didapat hasil negatif, sedangkan dari tabel kuadran bila, ∆X (+)
dan ∆y (- ) berarti terdapat dikuadran II yang besarannya antara 900 - 1800. Untuk hal
ini, maka besaran αab yang dihitung kemudian ditambahkan 1800 sehingga didapat
hasil untuk αab = 1160 33’ 54.1”
3. αab = 630 26’ 5.82”, sedangkan dari tabel kuadran, bila ∆X (-) dan ∆y (- ) berarti
terdapat dikuadran III yang besarannya antara 1800 - 2700, maka besaran αab yang
dihitung kemudian ditambahkan 1800 sehingga didapat hasil untuk αab = 2430 26’
5.82”
4. αab = -630 26’ 5.82”, sedangkan dari tabel kuadran, bila ∆X (-) dan ∆y (+) berarti
terdapat dikuadran IV yang besarannya antara 2700 - 3600, maka besaran αab yang
dihitung kemudian ditambahkan 3600 sehingga didapat hasil untuk αab = 2960 33’
54.1”
Jadi dapat disimpulkan untuk menghitung sudut jurusan dikuadran I adalah hasil hitungan,
Kuadran II dan III ditambahkan 1800 dan kuadran IV ditambahkan 3600.
17
Dasar- dasar Pemetaan Topografi
belakang (βB), dan apabila hasilnya negatif, maka tambahkan 3600. Hal tersebut
dikarenakan pada alat pengukur sudut (theodolit) besaran sudut akan bertambah searah
jarum jam.
B B
= C- B
A(X,Y)
C
Gbr. 2.6 Ilustrasi penentuan sudut mendatar
0
330 30
60
300 β
270 90
240 120
210 150
180
Y
U
Dab B(Xb,Yb)?
AB
AC
A(Xa,Ya)
Dac
C(Xc,Yc)?
18
Dasar- dasar Pemetaan Topografi
Penggunaan sudut mendatar antara lain adalah untuk mengetahui besaran sudut jurusan
bila ingin diketahui posisi titik lain yang akan dihitung koordinatnya. Penggunaan sudut
ini pula sebagai dasar penentuan posisi dengan metoda poligon dan juga detil situasi.
Contoh:
Tentukan koordinat B dan C bila diketahu koordinat titik A (10, 10), Dab = 12m, Dac =
10m dan β = 550, serta besarnya αab = 450
Jawab :
Untuk menentukan posisi B, kita hanya tinggal memasukkan nilai koordinat, jarak, dan
sudut jurusan sesuai dengan pers 2.1
Xb = Xa + Dab sin αab
= 10 + (12 . sin 450) = 18. 49 m
Yb = Ya + Dab cos αab
= 10 + (12 . cos 450) = 18. 49 m
Yang menjadi permasalahan, adalah bagaimana menentukan sudut jurusan dari A ke C,
karena rumus yang dipakai adalah :
Xc = Xa + Dac sin αac
Dari gambar 2.7, dapat dihitung αac = αab + β. Jadi besarnya αac= 450 + 550 = 1000,
sehingga dapat dihitung:
Xc = 10 + 10 sin 1000 = 19.85 m
Yc = 10 + 10 cos 1000 = 08.26 m
Inti dari pengukuran poligon secara umum adalah sama dengan penetuan posisi metoda
polar, yaitu harus ada titik ikat, ukuran data sudut jurusan, sudut mendatar, dan jarak antar
titik. Dalam metoda poligon, data sudut jurusan tidak harus ada di setiap titik, karena data
19
Dasar- dasar Pemetaan Topografi
sudut jurusan dapat dihitung dari data sudut jurusan awal. Ditinjau dari cara menyambung
titik satu dengan lainnya poligon digolongkan menjadi poligon tertutup, terbuka, dan
kombinasi.
1 2
A1 D12
2 3 D23
Da1
A 1 4 3
D5a D34
6 5
D45
5 4
Gbr. 2.9 Poligon Tertutup
U
4
4 D45
A1
D34
A 3
Da1
1
5
D23
3
2
D12
1
2 Y
Dari ilustrasi gambar 2.8 dan 2.9 dapat dilihat bahwa data sudut jurusan cukup diukur
sekali. Pada kenyataannya, secara umum, penentuan sudut jurusan awal lebih banyak
dihitung dari dua titik yang diketahui koordinatnya. Hal tersebut dikarenakan perhitungan
sudut jurusan dengan metoda tersebut lebih sedikit mengandung kesalahan daripada dengan
metoda penentuan sudut jurusan secara magnetis. Untuk poligon terbuka, biasanya, minimal
dikontrol oleh empat titik yang diketahui koordinatnya, sehingga diperlukan data sudut
20
Dasar- dasar Pemetaan Topografi
jurusan awal dan sudut jurusan akhir. Poligon terbuka tersebut disebut poligon terbuka
terikat sempurna.
U
P PQ
P DPQ
A1
D2P
A 2
DAB
Q
B
D12
2
1
Db1
B
1
Gbr. 2.11 Poligon Terbuka Terikat Sempurna
1
1 1-2
2
1-A 1
A 3
5 4
Gbr. 2.12 Ilustrasi pengukuran sudut dalam poligon tertutup
21
Dasar- dasar Pemetaan Topografi
Pada gambar 2.12 terlihat penentuan sudut di titik 1 (β1). Untuk menentukan β1, alat
dipasang di titik 1, kemudian baca sudut mendatar ke arah A (β1-A), lalu arahkan teropong
ke titik 2 dan baca sudut mendatarnya (β1-2). Rumus yang digunakan untuk menghitung β1
adalah:
Data Lapangan :
1. Menghitung kesalahan geometri sudut (Salah Penutup Sudut) dan koreksi sudut
Keterangan :
22
Dasar- dasar Pemetaan Topografi
Setelah mendapatkan data salah penutup sudut, kemudian hitung koreksi setiap sudut
ukuran dengan rumus :
Kβ = (Fβ/n) .............2.8
Keterangan Rumus:
Kβ : Koreksi untuk tiap sudut (angka bulat)
Fβ : Salah penutup sudut
n : Banyak sudut
Koreksi tersebut harus merupakan bilangan bulat. Artinya bila setelah dibagi angka
koma bisa dibulatkan ke atas ataupun ke bawah.
Contoh:
Bila hasil pembagian sudut bernilai 7.2, maka dibulatkan ke bawah menjadi 7,
sebaliknya bila hasil pembagian bernilai 7.5, maka dibulatkan menjadi 8.
Koreksi sudut kemudian dibagikan secara merata kepada setiap sudut. Setelah itu
dilakukan pengecekan mengenai besarnya koreksi sudut, yaitu dengan cara
menjumlahkan setiap koresi pada tiap sudut. Hasil penjumlahan tersebut harus sama
dengan besarnya penutup sudut : Σ Kβ = Fβ ............2.9
Akan tetap bila ada sisa, maka ada perjanjian sebagai berikut:
- Bila pembulatan ke atas, koreksi sisa dikenakan pada sudut dengan sisi-sisi
terpendek.
- Bila pembulatan ke bawah, koreksi sisa dikurangkan pada sudut dengan sisi-sisi
terpanjang.
Hal tersebut dilakukan mengingat kesalahan sudut untuk jarak yang pendek memiliki
kesalahan lebih besar dibanding jarak yang lebih panjang. Hal tersebut dikarenakan
bias lensa yang terjadi pada jarak pendek lebih besar dibandingkan jarak yang
panjang.
Contoh:
Fβ = 17” dan n=5
Maka Kβ = (17”/ 5) = 3.4” ≈ 3”
23
Dasar- dasar Pemetaan Topografi
Lakukan pengecekan koreksi sudut dengan formulasi 2.9. Σ Kβ= 15”, sedangkan Fβ=
17” (Σ Kβ ≠ Fβ). Jadi terdapat kekurangan 2”. Dalam hal ini terjadi pembulatan ke
atas. Sesuai dengan perjanjian, koreksi sisa diberikan kepada 2 sudut dengan sisi
terpendek sehingga akhirnya Σ Kβ = Fβ.
Hal ini penting artinya, karena bila menggunakan rumus yang sama untuk jenis sudut
yang berbeda, maka akan menghasilkan hasil sudut jurusan yang berbeda pula. Titik
yang seharusnya ada di utara dapat berpindah ke selatan, yang jelas akan berpengaruh
pada hasil koordinat titik.
• Sudut Jurusan untuk sudut kiri
A1
U
A
12 ??
1 A1
2
1
2
Gbr. 2.13 Ilustrasi perhitungan sudut jurusan untuk sudut kiri
Dari gambar 2.13, dapat dilihat bahwa sudut jurusan dari titik ikat A ke titik 1
(αA1) sudah diketahui, dan yang akan dihitung adalah sudut jurusan dari titik 1
ke 2 (α12). Maksud dari sudut kiri adalah bahwa akan dihitung sudut jurusan
titik lain, dengan acuan sudut jurusan dari kiri titik yang akan dihitung sudut
24
Dasar- dasar Pemetaan Topografi
jurusannya. Dengan kata lain hitungan sudut jurusan dari arah kiri ke titik-titik
lainnya ke arah kanan.
U
2
U
A1
12 ?? 1
A
A1
25
Dasar- dasar Pemetaan Topografi
• Sudut yang digunakan adalah sudut dalam. Sudut jurusan awal ada disebelah kiri
titik yang akan ditentukan sudut jurusannya, dan pengukuran dilakukan
berlawanan arah jarum jam.
• Sudut yang digunakam adalah sudut luar. Sudut jurusan awal ada disebelah kiri
titik yang akan ditentukan sudut jurusannya, dan pengukuran dilakukan searah
jarum jam.
• Sudut yang digunakan adalah sudut dalam. Sudut jurusan awal ada disebelah kiri
titik yang akan ditentukan sudut jurusannya, dan pengukuran dilakukan searah
jarum jam
• Sudut yang digunakam adalah sudut luar. Sudut jurusan awal ada disebelah kiri
titik yang akan ditentukan sudut jurusannya, dan pengukuran dilakukan
berlawanan arah jarum jam.
26
Dasar- dasar Pemetaan Topografi
Keterangan Rumus:
i : Titik Poligon 1, 2, 3,..., i
j : Titik sesudah/dimuka titik i
Dij : Jarak mendatar antara titk i dan j
Setelah dihitung ΔX dan ΔY setiap sisi poligon, maka dapat dihitung salah penutup
absis dan juga ordinat dengan syarat sebagai berikut:
Fx = - Σ ΔX ..........2.13
Fy = - Σ ΔY ..........2.14
Keterangan Rumus:
Fx : Salah penutup absis
Fy : Salah penutup ordinat
Σ ΔX : Jumlah beda absis setiap sisi poligon
Σ ΔY : Jumlah beda ordinat setiap sisi poligon
Setelah Fx dan Fy dihitung, kita dapat menghitung koreksi koordinat untuk masing-
masing sisi poligon. Koreksi koordinat disini sebenarnya ditujukan pada pemberian
27
Dasar- dasar Pemetaan Topografi
koreksi atas jarak ukuran, namun untuk mempermudah pemberian koreksi, dilakukan
atas perbedaan absis dan ordinat sisi poligon.
Cara pemberian koreksi berikut ini, berdasarkan perbandingan jarak dan disebut
dengan cara Bowditch. Besar koreksi untuk setiap beda absis dan ordinat akan berbeda,
sesuai dengan panjang jarak sisi poligon tersebut.
Besar koreksi untuk setiap beda absis atau beda ordinat adalah:
KΔXij = (Dij / Σ D). Fx
KΔYij = (Dij / Σ D). Fy .......(2.16)
Keterangan Rumus:
KΔXij ; KΔYij : Koreksi absis/ordinat untuk beda absis/ordinat sisi i-j
i, j : Titik-titik poligon
Dij : Jarak poligon sisi i-j
ΣD : Jumlah tota jarak poligon
Seperti juga pada koreksi sudut, dalam koreksi ini juga akan terjadi masalah
pembulatan, tetapi tanpa adanya suatu peraturan khusus. Walaupun demikian,
persyaratan yang tetap harus dipenuhi sebagai kontrol adalah :
Σ KΔXij = -Fx ; Σ KΔYij = -Fy .............(2.17)
Beda absis dan ordinat yang telah ditambahkan koreksi, kemudian digunakan untuk
menghitung titik-titik koordinat poligon.
Di dalam menghitung setiap koordinat titik poligon digunakan rumus yang sama
dengan metoda polar, yaitu :
Xj = Xi + Dij sin αij dan Yj = Yi + Dij cos αij
Keterangan:
Xi, Yi = Koordinat absis (X) dan ordinay (Y) titik ikat / titik sebelumnya
Xj, Xj = Koordinat absis (X) dan ordinay (Y) sesudah /dimuka titik i
Dij = jarak mendatar dari i ke j
αij = Sudut Jurusan dari titik acuan i ke objek j
28
Dasar- dasar Pemetaan Topografi
Contoh Soal:
Sebuah poligon tertutup A - 1 - 2 - 3- A dengan data lapangan sebagai berikut:
αA1 = 310 23’ 01” DA1 = 26. 972 m
βA = 850 18’ 57” D12 = 27. 584 m
β1 = 1160 02’ 22” D23 = 40. 142 m
Hitung koordinat titik 1 s/d 3 ? bila koordinat titik ikat A (500, 500) m dan perhitungan
dilakukan searah jarum jam
Jawab:
1. Masukkan data titik, sudut jurusan, jarak, dan koordinat awal dalam tabelaris. (lihat
lampiran 1)
Fβ = (n -2).1800 – Σβ
Fβ = 00 0’ 3”
29
Dasar- dasar Pemetaan Topografi
Untuk kontrol hitungan, maka dihitung αA1. Hasil perhitungan harus sama dengan
data lapangan, bila tidak cek kembali hasil hitungan.
αA1 = α3A + (βA+ KβA) - 1800
= 1260 04’ 03”+ (850 18’ 57”+(00 0’ 1”)) - 1800
αA1 = 310 23’ 01”
30
Dasar- dasar Pemetaan Topografi
Setelah itu, masukkan angka-angka tersebut ke kolom koreksi Fx dan Fy untuk tiap
sisi poligon
31
Dasar- dasar Pemetaan Topografi
32
Dasar- dasar Pemetaan Topografi
Soal Latihan
1. Pada jalur poligon terbuka terikat sempurna P – A – 1 - 2 – 3 – 4 – 5 – B – Q
Diketahui :
Sudut Jurusan PA = 2490 27’ 52 ”
Sudut Jurusan BQ = 1060 57’ 30”
Hasil Ukuran Sudut di titik : Hasil ukuran jarak :
0
βA = 293 27’ 40” DA1 = 99.94 m
0
β1 = 59 21’ 00” D12 = 73.83 m
β2 = 2360 38’ 56” D23 = 75.70 m
β3 = 1790 35’ 18” D34 = 67.04 m
β4 = 1790 29’ 11” D45 = 72.20 m
β5 = 1390 02’ 21” D5B = 81.19 m
βB = 290 56’ 02”
33