Anda di halaman 1dari 14

MATA PELAJARAN

P E M E TAA N LA H A N

KD. 3.4 : MENGANALISIS PENGUKURAN SUDUT

Guru Mapel : KHALFAHRUM, SP, M.Si


SMKN 1 KUALA CENAKU
PETA KOMPETENSI DASAR

Semester 1

3.1 Menerapkan Survei dan Pemetaan Lahan

3.2 Menganalisis Pengenalan dan Pengoperasikan Alat


Survei Pemetaan

MATA PELAJARAN 3.3 Menganalisis Pengukuran Jarak


PEMETAAN LAHAN

Semester 2

3.4 Menganalisis Pengukuran Sudut

3.5 Menganalisis Pengukuran Beda Tinggi


MATERI POKOK
1. Pengertian sudut
2. Mengukur sudut
3. Mengukur sudut dengan berbagai cara dan
alat
1. Pengertian Sudut
Sudut adalah daerah yang terbentuk oleh pertemuan dua buah garis atau
bidang. Berdasarkan posisi pertemuan, maka dapat dibedakan ada dua jenis
sudut yaitu sudut vertical dan horizontal.

Dalam pemetaan, posisi titik-titik dan orientasi garis sangat tergantung pada
pengukuran sudut dan arah. Arah sangat ditentukan oleh sudut arah dan
azimut. Sudut yang diukur dalam kegiatan pemetaan adalah sudut
horizontal dan sudut vertikal.

1) Sudut Horizontal adalah sudut yang dibentuk oleh dua buah garis pada
bidang hozirontal. Dalam kegiatan pemetaan seringkali sudut horizontal
ini dikaitkan dengan arah, seperti : Sudut azimut, Sudut jurusan, Sudut
bearing, Sudut kiri atau sudut kanan.
a) Sudut azimut, yaitu sudut yang dibentuk oleh suatu garis yang dimulai
dari arah Utara atau Selatan magnit bergerak searah jarum jam sampai
di arah garis yang dimaksud.
b) Sudut jurusan, yaitu sudut yang dibentuk oleh suatu garis yang
dimulai dari arah utara atau selatan bumi bergerak searah jarum jam
sampai di arah yang dimaksud.

c) Sudut bearing, yaitu sudut yang dimulai dari arah utara atau selatan
bergerak searah atau kebalikan jarum jam sampai di arah yang dimaksud
maksimal di arah Timur atau Barat.
2) Sudut vertikal
Sudut vertikal adalah sudut yang dibentuk oleh dua garis pada bidang
vertikal, dan umumnya didasarkan pada arah tertentu, seperti :
a. Sudut zenith adalah yaitu sudut vertikal yang dimulai dari arah atas
bergerak searah jarum jam sampai di arah yang
bersangkutan/dimaksud.
b. Sudut nadir, yaitu sudut yang dimulai dari arah bawah bergerak
kebalikan arah jarum jam sampai di arah yang dimaksud.
c. Sudut miring/kemiringan lereng adalah sudut yang dimulai dari
arah mendatar bergerak searah atau kebalikan arah jarum jam sampai
di arah yang dimaksud.

Kemiringan lereng ini dapat dinyatakan dengan dua satuan, yaitu dengan
(1) satuan sudut (derajat/grid), dan (2) satuan %, yang menyatakan
perbandingan antara jarak vertikal dan jarak horizontal dikalikan 100
persen, seperti terlihat pada Gambar
Rumus untuk menentukan kemiringan lahan adalah sebagai
berikut :
Kemiringan = dv / dh x 100%
Dimana :
dm = jarak miring
dv = jarak vertikal, dan
dh = jarak horizontal
Berdasarkan batasan di atas, lereng 45° akan sama dengan 100 %, karena pada lereng
tersebut dv sama dengan dh dan ini dapat dijadikan sebagai dasar konversi antara
satuan besaran sudut dengan satuan %. Tiga persyaratan dasar untuk menentukan
sebuah sudut diantaranya adalah garis awal atau acuan, arah perputaran dan jarak
(besar) sudut.
2. Alat-alat Ukur Sudut dan cara Penggunaannya
1) Kompas
Kompas adalah alat untuk menentukan arah. Arah yang ditunjukkan
oleh jarum magnit kompas adalah arah Utara atau Selatan

Arah yang ditujukan oleh kompas tersebut menyatakan sudut azimut


dari Utara atau Selatan. Dengan mengetahui azimut yang diarahkan ke
dua titik, maka kita dapat mengetahui besarnya sudut yang dibentuk
oleh kedua bidikan tersebut. Oleh karena itu pada pengukuran sudut
dengan kompas, maka kompas dipasang di titik sudut yang akan diukur,
kemudian bidikan ke kedua arah yang bertepatan dengan kedua kaki
sudut yang diukur

Contoh :
Bacaan azimut titik 1 = 75O.
Bacaan azimut titik 2 = 120O, maka
Besarnya sudur yang diukur = 120O - 75O = 45 O.
Bacaan kaki sudut kanan mungkin saja lebih kecil dari bacaan kaki susut kiri,
yaitu apabila bacaan sudut kanan atau ke titik 2 telah melewati nilai 360O. Oleh
karena itu nilai bacaan ke titik 2 harus ditambah dengan 360 O.
Contoh :
Bacaan azimut titik 1 = 320 O.
Bacaan azimut titik 2 = 15 O, maka
Besarnya sudur yang diukur = 15 O + 360 O - 320O = 55 O.
2) Rol meter
Metode 3,4,5
Untuk membuat sudut siku-siku di lapangan dengan metode 3, 4, 5,
dibutuhkan pita ukur, dua buah jalon, patok dan tiga orang pengukur
untuk melaksanakan pengukuran. Orang pertama memegang diantara
ibu jari dan telunjuk, tanda nol dan tanda 12 meter pada pita ukur.
Orang yang kedua memegang antar ibu jari dan telunjuk tanda 3 meter
pada pita ukur tape dan orang yang ketiga memegang tanda 8 meter
pada pita ukur.
Pada saat semua sisi pada pita ukur ini diregangakan, suatu segi tiga
dengan panjangnya 3 m, 4 m dan 5 m dibentuk (lihat gambar dibawah),
dan sudut dekat orang pertama adalah suatu sudut siku-siku.
3) Abney dan sunto level
Abney dan sunto level adalah alat untuk mengukur sudur vertikal atau
kemiringan lahan. Caranya langsung alat ini dibidikan ke rambu ukur atau
tongkat yang di pasang di titik di atas atau di bawah lereng tempat alat berdiri
atau dibidikan dengan tinggi bidikan sama dengan tinggi alat dibaca.
Kemiringan lahan dapat langsung di baca sewaktu membidikan alat sunto level
dan dibaca di setengah lingkaran pada abney level setelah melakukan
pembidikan.
4) Alat-alat optik (penyipat datar dan theodolite)
Prinsip pengukuran sudut dengan theodolit hampir sama dengan cara
pengukuran abney level, yaitu membidik titik yang sama dengan ketinggian
alat. Untuk mengukur sudut kemiringan lahan dengan theodolit di lapangan
dapat dilakukan dengan memilik dua titik tertentu dan ditandai dengan patok
A dan B. Setelah patok di tetapkan dipilih salah satu titik sebagai tempat
mendirikan alat misalnya titik A, dan disetel kedataran alat. Untuk mengukur
kemiringan lahan, maka ukur terlebih dahulu ketinggi alat theodolit,
kemudian teropong diarahkan ke titik B dan dibidik ketinggian yang sama dan
dibaca sudut vertikal yang ditunjukkan, misalnya v derajat. Sudut kemiringan
dapat diperoleh dengan menghitung sebagai berikut :
1. Jika sudut z < 90O, maka sudut kemiringan lahan = 90O – z
2. Jika sudut z > 90O, maka sudut kemiringan lahan = z – 90O.
3. Membaca sudut
Bacaan sudut merupakan bacaan sudut pada Theodolit (alat sejenis) ketika
membidik arah tertentu. Seperti pada contoh di bawah, besarnya sudut yang
dibentuk merupakan selisih antara dua bacaan sudut. Berdasarkan contoh di
bawah, alat Theodolit diletakkan di titik P, setelah dilakukan penyetelan
datar teropong diarahkan ke titik A dan dicatat sudutnya dengan
berpedoman cara pada cara pembacaan sudut, setelah itu alat di arahkan ke
titik B dan dicatat yang baca sudut diarahkan ke B, bacaan sudutnya.
Pada contoh gambar di atas merupakan contoh pembacaan sudut di
lapangan pada saat pengukuran. Untuk membaca besanya sudut APB,
alat diletakkan di titik P, setelah disetel datar, teropong theodolit
diarahkan ke titik A, dan dibaca sudut horizontalnya sebesar 135O20’30”,
Kemudian teropong diarahkan lagi ke titik B dan dibaca sudut
horizontalnya sebesar 230O33’10”, Maka besarnya sudut P (APB) adalah
bacaan sudut B – bacaan sudut A = 230O33’10”- 135O20’30” =
95O12’40”

Anda mungkin juga menyukai