Anda di halaman 1dari 13

MENERAPKAN PENGUKURAN SUDUT, JARAK, PROFIL, LUAS

DAN GARIS KONTUR

1. PENGUKURAN SUDUT
Konsep dasar pengukuran sudut adalah membagi satu lingkaran penuh dengan satuan tertentu.
Ada tiga pengukuran yang masih banyak digunakan sampai saat ini yaitu : derajat, grad, dan radian.
Tetapi yang paling umum dipakai adalah derajat dan radian.

Ukuran Derajat
Ukuran derajat adalah ukuran yang dapat dibentuk pada bidang datar dengan satuan (°)
menggambarkan 1/360 dari putaran penuh.

Ukuran Radian
Ukuran radian adalah satuan sudut dalam suatu bidang dengan lambang "rad". Satu radian atau 1
rad adalah besarnya sudut yang dibentuk oleh dua buah jari-jari lingkaran berjari-jari 1 satu satuan dan
membentuk busur sepanjang juga 1 satu satuan. Atau dalam gambar di bawah ini r = b = 1 satuan.

Satu putaran penuh besarnya sudut sama dengan keliling lingkaran yang berjari-jari satu satuan
yaitu 2 radian. Menurut Anda, berapa radian besar sudut siku-siku dan garis lurus? Berdasarkan gambar
di atas, seperempat lingkaran atau sudut siku-siku besarnya  , sedangkan garis lurus besarnya .
Ukuran radian memiliki keistimewaan. Keistimewaan ukuran radian ini adalah selain sebagai
ukuran sudut dapat juga digunakan sebagai bilangan real yang menyatakan panjang busur lingkaran
dengan panjang jari-jarinya satu satuan . misalnya  radian sebagai sudut setara 180o, tetapi  radian
sebagai bilangan besarnya  = 3,14.
 Panjang busur suatu lingkaran dapat dihitung langsung dengan mengalikan besarnya sudut
dengan jari-jari lingkaran, apabila besarnya sudut telah dalam satuan radian. Perhatikan tabel dan
gambar berikut.
Panjang Busur L (m) Sudut θ (rad)
R 1
¼O π
2
½O π
¾O 3
π
2
O 2π
θR θ
O dibaca lingkaran
Dalam kegiatan pengukuran sudut beberapa prinsip atau pengetahuan tentang matematika sangat
diperlukan dan ini merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki terlebih dahulu, karena
pemetaan, khususnya pengukuran sudut adalah bentuk aplikasi dari matematika, khususnya
trigonometri dan bidang datar. Beberapa rumus yang dapat dipakai antara lain adalah :
1. Dalil Phytagoras
Dalil phytagoras berkaiatan erat dengan ahli filsafat Yunani yang menjadi penemu dalil ini.
Menurut dalil ini pada segitiga siku-siku, garis miring (hipotenusa) adalah sama dengan jumlah
kuadrat dari dua sisi lainnya seperti pada gambar 51 berikut :

Menurut dalil phytagoras :

C2 = A2+ B2

2. Dalil sinus dan cosinus


Perhatikan pada segi tiga sembarang ABC berikut ini, dimana melalui titik puncak B ditarik garis
tegak lurus yang merupakan garis tinggi, dengan besarnya sisi didepan masing-masing sudut adalah
a, b dan c. Berdasarkan gambar di atas, hubungan antara masing-masing sudut dan sisinya dapat
ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut :

Gambar Segitiga sembarang

Berdasarkan dalil Sinus : Berdasarkan dalil Cosinus :

Pengukuran sudut sudut di lapangan dengan cara sederhana dapat dilakukan dengan menerapkan
beberapa metode, antara lain metoda sinus, metoda tangen.
Metoda sinus Perhatikan gambar berikut di bawah ini :

Gambar 55. Pengukuran sudut dengan metoda sinus

Dengan metode sinus, besar sudut BAC dapat diukur dengan cara :
1. Buatlah titik B dan C yang berjarak sama dari A
2. Jarak BC di bagi dua sehingg diperoleh titik D
Maka berdasarkan gambar dapat dihitung sudut :

Besarnya sudut BAC = 2. Pengukuran sudut dengan metode sinus sangat cocok untuk
mengukur sudut-sudut lancip atau sudut < 90O, sedang untuk menentukan sudut tumpul (>90O)
dapat dihitung dengan menggunakan sudut pelurusnya (180O - sudut lancip).
Besarnya sudut B dapat juga ditentukan dengan 90O –sudut .

Membuat Sudut siku-siku dengan Metoda 3-4-5


Untuk membuat sudut siku-siku di lapangan, dibutuhkan pita-ukur, dua buah jalon, patok dan
tiga orang sukarelawan untuk melaksanakan pengukuran. Orang pertama memegang diantara ibu
jari dan telunjuk, tanda nol dan tanda 12 meter pada pita ukur. Orang yang kedua memegang antar
ibu jari dan telunjuk tanda 3 meter pada pita ukur dan orang yang ketiga memegang tanda 8 meter
pada pita ukur.
Pada saat semua sisi pada pita ukur ini diregangakan, suatu segi tiga dengan panjangnya 3 m, 4
m dan 5 m dibentuk (lihat Gambar 54), dan sudut dekat orang pertama adalah suatu sudut siku-siku.

Pengukuran sudut kemiringan lahan


Pada umumnya kondisi lahan pertanian tidak datar, pasti antara dua titik atau tempat akan
membentuk kemiringan bila dua titik tersebut dihubungkan, namun secara umum suatu lahan
disebut datar jika kemiringannya < 3%, hal ini mengandung makna bahwa pada jarak 100 meter di
lapangan terdapat perbedaan tinggi antara dua titik sebesar 3 meter, atau pada jarak 10 meter
terdapat perbedaan 30 cm.
Dalam bidang pertanian, pengukuran sudut kemiringan lahan sangat penting, karena berkaitan
dengan penyiapan dan pembuatan saluran irigasi dan drainase. Pengukuran sudut kemirinan lahan
dapat dilakukan dengan menggunakan alat sederhana, misalnya klinometer, abney level atau pun
dengan menggunakan theodolite. Prinsip pengukurannya sama, yaitu dengan membidik ketinggian
yang sama pada titik yang diukur. Prinsip ini juga dapat digunakan untuk mengukur ketinggian
pohon.

Pengukuran sudut dengan Kompas


Kompas merupakan salah satu alat penunjuk arah mata angin, dimana prinsip kerja alat ini
adalah menunjukkan ke arah utara magnit bumi. Arah utara ini berbeda sedikit dengan arah utara
selatan bumi dari kutub, oleh karena itu ada utara bumi dan ada pula utara astronomis. Utara magnit
adalah arah utara yang ditunjukkan oleh jarum magnit, sedangkan arah utara astronomis adalah arah
garis tegak lurus pada garis khatulistiwa. Dengan mengetahui arah utara, arah lainnya barat, selatan
dan timur dapat diketahui dengan mudah. Kompas biasanya dilengkapi dengan piringan sudut,
sehingga dapat digunakan untuk mengukur sudut titik-titik di lapangan.
Pada pengukuran sudut ada yangb dinamakan sudut jurusan dan azimut. Sudut jurusan adalah
sudut yang diukur dari arah utara sebenarnya (astonomis) searah dengan arah jarum jam sampai
pada jurusan yang dimaksud. Azimut adalah sudut yang diukur dari utara magnit searah dengan
jarum jam sampai pada jurusan tersebut. Perbedaan antara utara astronomis dan arah utara magnit
disebut deklinasi.
Kompas Sudut

PENGUKURAN JARAK
Besaran jarak merupakan salah satu besaran yang diperlukan dalam pemetaan. Jarak merupakan
besaran yang terletak di bidang horisontal, dan merupakan panjangan terpendek yang menghubungkan
dua titik. Pengukuran jarak bisa dilaksanakan secara langsung menggunakan pita ukur, bisa juga secara
tidak langsung menggunakan theodolit dan rambu ukur (disebut cara optis) atau dengan EDM (disebut
cara elektronis).
A. Pengukuran Jarak secara Langsung
Pengukuran jarak langsung Pengukuran jarak langsung adalah cara pengukuran jarak yang
nilainya dapat diperoleh langsung tanpa melalui perhitungan.
Beberapa cara atau jenis alat yang dapat digunakan untuk pengukuran jarak langsung
antara lain adalah :
 Langkah (pacing)
 Odometer
 Pita ukur, dengan material utamanya terbuat dari fiber, plastik, atau campuran dari keduanya
 Kayu ukur.
 Rantai ukur, terbuat dari rantai baja.
Alat-alat bantu, pengukuran jarak langsung
Agar hasil pengukuran jarak dengan cara lagsung memiliki ketelitian yang baik, diperlukan
alat-alat bantu untuk pengukuran. Beberapa alat bantu yang biasa digunakan adalah:
 Jalon, yaitu alat yang berguna pada pelurusan dan untuk menyatakan adanya suatu titik
dilapangan pada jarak jauh.
 Pen ukur, yaitu untuk memberi tanda titik sementara dilapangan, terbuat dari besi dengan
panjang ± 40m, runcing di bagian ujung dan ujung lain lengkung.
 Unting-unting, alat untuk membantu memproyeksikan suatu titik terbuat dari besi atau dari
kuningan.
 Waterpas tangan, yaitu alat untuk mendatarkan pita ukur.

1. Pengukuran jarak dengan langkah (pacing)


Teknik pengukuran jarak dengan menggunakan langkah termasuk teknik pengukuran
yang menghasilkan data kasar. Karena langkah setiap orang jangkauannya berbeda dan tidak
standar. Untuk mengukur jarak dengan menggunakan langkah, biasa nya dilakukan dengan
menandai jarak yang akan diukur dengan patok. Misalnya patok A dan B. Jarak antara patok
A dan B dihitung dengan menghitung langkah yang ditempuh antara dua patok tersebut, dan
hasilnya dikalikan dengan jarak langkah standar. Misalnya, jarak antara patok A dan B
ditempuh dengan 100 langkah, rata-rata panjang langkah = 60 cm. Maka jarak antara patok
A dan B = 100 langkah x 60cm/langkah = 6000cm = 60 meter.
2. Pengukuran jarak dengan Odometer
Odometer adalah alat sederhana berupa roda yang dilengkapi dengan alat penghitung
putaran (counter). Besarnya jarak satu putaran roda odometer sangat tergantung pada
besarnya jari-jari roda. Teknik pengukuran dengan odometer mirip dengan metode langkah,
yaitu mengukur jarak dengan menghitung jumlah putaran roda yang kelilingnya diketahui,
bila roda tersebut digelindingkan antara dua titik pengukuran. Alat ini sangat praktis untuk
mengukur jarak, jika jalur pengukuran bukan merupakan garis lurus, tetapi berbelok-belok,
naik turun seperti halnya di lahan pertanian. Jarak dihitung dengan persamaan berikut : Jarak
= Jumlah putaran roda x keliling roda Contoh Jarak antara patok A dan B ditempuh dengan
100 putaran

Dalam pengukuran jarak secara langsung, jika panjangan yang diukur melebihi
panjangnya pita ukur, maka perlu dipenggal menjadi beberapa bagian untuk dilakukan
pengukuran. Gb-5.1 di bawah ini mengilustrasikan pengukuran jarak dengan dua bentangan
pita ukur pada permukaan bumi yang relatif datar. Gb-5.2 mengilustrasikan pengukuran
jarak dengan dua bentangan pita ukur pada permukaan bumi yang miring.
Keliling roda odometer = 75 cm Maka jarak antara patok A dan B = 100 putaran x 75
cm/putaran = 7500 cm = 75 meter.
3. Pengukuran Jarak dengan Rol Meter
(Meteran) Meteran atau rol meter adalah alat yang biasa digunakan untuk mengukur
jarak. Cara pengukuran jarak dengan meteran ini ditentukan berdasarkan : (a) Kondisi
permukaan lahan, miring atau datar (b) Jarak yang dikehendaki, jarak mendatar atau jarak
miring

Pengukuran jarak mendatar


Hasil pengukuran jarak mendatar sangat tergantung pada kondisi lahan. Jika kondisi lahan
datar atau hampir datar, maka pengukuran jarak mendatar akan dapat dilakukan dengan mudah.
Namun, jika kondisi lahan dalam keadaan miring, maka pengukuran jarak datar menjadi tidak
sederhana. Pengukuranya dilakukan secara bertahap, sesuai dengan tingkat kemiringannya dan
perlu dilakukan koreksi.
(a) Pada lahan datar Pengukuran jarak mendatar pada lahan datar relatif lebih mudah dibanding
dengan pada lahan miring. Caranya dapat dilakukan sebagai :
a. Pasang atau letakan angka nol meteran ke patok di titik 1.
b. Tarik atau rentangkan rol meter ke titik 2, selurus dan sedatar mungkin dengan tarikan
yang cukup, sehingga meteran tidak melengkung.
c. Letakan atau impitkan pita meteran ke patok di titik 2.
d. Baca angka meteran yang tepat dengan patok di titik 2 tersebut.
Bacaan ini menunjukkan jarak antara titik 1 dan titik 2 yang diukur
(b) Pada lahan miring
Pengukuran jarak mendatar pada lahan miring tidak sesederhana seperti pada lahan datar.
Ada 3 metode memperoleh jarak mendatar dengan meteran, yaitu :
(1) Metode koreksi Metode ini hanya digunakan untuk pemperoleh data secara kasar.
Pada metode ini yang diukur adalah jarak miringnya dan untuk memperoleh jarak
mendatar dilakukan koreksi, seperti terlihat pada Tabel
(2) Metode pengukuran bertahap
Metode ini digunakan untuk mengukur jarak yang cukup jauh, atau kondisi lahan yang
curam. Sehingga pengukuran tidak dapat dilakukan dengan cara sekali ukur, tapi jarak
yang diukur dibagi menjadi beberapa bagian (segmen), dan pengukuran dilakukan pada
setiap segmen. Pada saat pengukuran menggunakan unting-unting diujung alat ukur,
agar hasil pengukuran tepat. Misalnya kita melakukan dengan cara bertahap, setiap
pengukuran segmen dengan menggunakan ukuran 25 meter, seperti pada Gambar
berikut. Jika jarak yang ditentukan antara patok A dan B, diukur 3 kali dengan jarak 25
meter, dan sisanya berjarak 7 meter. Maka jarak datar antara patok A dan B adalah 3 x
25 meter + 7 meter = 82 meter.
Gambar 6. Pengukuran
jarak mendatar pada
lahan miring secara
bertahap

(3) Breaking Tape


Breaking tape adalah metoda pengukuran jarak mendatar dengan meteran, dimana
setiap kali pengukuran, jaraknya tidak sama, tergantung pada kondisi kemiringan lahan.
Metode ini lebih cocok digunakan untuk lahan dengan kemiringan beragam. Cara
pengukuran dengan metode breaking taping sama seperti halnya pengukuran mendatar
bertahap. Hanya saja dengan cara ini sebaiknya pada saat pengukuran juga dibantu
dengan alat penyipat datar atau nivo, sehingga jarak yang terukur merupakan jarak
mendatar.
Pengukuran jarak dengan menggunakan meteran, seringkali menyebabkan terjadi
kesalahan. Beberapa penyebab kesalahan tersebut antara lain adalah:
(a) Keadaan pita ukur atau rol meter tidak benar-benar datar, karena tarikan meteran
tidak sempurna cukup kuat, sehingga terjadi keadaan rol meteran melengkung saat
digunakan untuk pengukuran.
(b) Arah garis rol meter atau meteran tidak benar-benar lurus, misalnya karena ada
hambatan di lapangan, seperti rumput, tunggul kayu dan berbagai penghalang
lainnya.
(c) Pada saar membaca ukuran, posisi titik nol rol meter tidak tepat benar pada (titik
tengah patok).
(d) Salah menghitung jumlah patok.
(e) Ukuran rol meter sudah tidak standar.
(f) Salah membaca angka hasil pengukuran.
(g) Salah menyebutkan angka.
(h) Salah mencatat hasil bacaan.

Dalam setiap pengukuran, ketelitian sangat diutamakan. Hasil pengukuran harus


memenuhi persyaratan tingkat ketelitian. Berdasarkan ketentuan, rasio kesalahan
pengukuran tidak boleh melebihi 1/5000 atau dari nilai kesalahan yang diperbolehkan.
Untuk mengurangi terjadinya kesalahan pengukuran dengan menggunakan rol meter,
maka disarankan agar dalam pengukuran dilakukan secara berulang, sekurangnya
diulang dua kali.
Untuk menghitung besarnya rasio kesalahan pengukuran dapat dihitung dengan
persamaan berikut: Rasio kesalahan.
Dimana :
RK = besarnya rasio kesalahan
P = selisih hasil pengukuran
¯p = rata-rata hasil pengukuran

Contoh:
Misalnya jarak antara titik A dan B diukur dua kali dengan hasil pengukuran sebagai
berikut:
Hasil pengukuran ke-1 sebesar = 500,55 m
Hasil pengukuran ke 2 sebesar = 500,39 m
Selisih hasil pengukuran (p) = 0,16 m
Rata-rata ( p ) = 500,67 m
Ratio kesalahan = 0,16 : 500,47 = 1 : 31250 (1/31250)
Kesimpulan ratio kesalahan ini lebih kecil dari ketentuan, maka hasil pengukuran
memenuhi persyaratan dan tidak harus diulang.
Kesalahan berdasarkan nilai kesalahan yang diperbolehkan dapat dihitung dengan
persamaan berikut :
a. Untuk lahan datar : s  0.008 D 0.0003D0.05
b. Untuk lahan landai : s  0.010 D  0.0004D  0.05
c. Untuk lahan curam : s  0.012 D  0.0005D  0.05
Dimana s adalah selisih kedua pengukuran yang diperbolehkan dan D adalah jarak yang
diukur, keduanya dalam satuan meter.

B. Pengukuran Jarak secara Tidak Langsung dengan Cara Optis


Pengukuran jarak secara optis menggunakan instrumen theodolit yang mempunyai benang
stadia dan rambu ukur. Pada rambu ukur perlu dibaca benang tengah (bt), benang atas (ba) dan
benang bawah (bb) secara berurutan. Pada theodolit dibaca piringan vertikal. Gb-5.3 berikut
mengilustrasikan pengukuran jarak secara optis,
C. Pengukuran Jarak secara Tidak Langsung dengan Cara Elektronis
Sebagian besar theodolit analog modern dilengkapi slot untuk pemasangan EDM sehingga
dimungkinkan pembacaan arah dan jarak sekaligus. Sebagian besar EDM dapat secara langsung
menyajikan jarak miring dan jarak horisontal. Kombinasi instrumen theodolit dan EDM yang
telah menjadi satu dalam sistem elektro-optik dinamakan tacheometer elektronik, atau lebih
populernya Total Station. Model yang paling sederhana mengkombinasikan fungsi pengukuran
arah/sudut dan fungsi pengukuran jarak mulai 500 m sampai 1.000 m untuk target satu prisma
dengan akurasi jarak mencapai  (5 ppm + 5 mm). Ppm adalah part per million.
Contoh, diukur jarak dengan EDM 500 m, maka akurasi jarak itu: (5/(1.000.000) x 500.000
mm + 5 mm) =  7,5 mm. Jika hasil itu dibandingkan dengan jaraknya, dapat dipahami bahwa
semakin jauh jarak yang diukur semakin tinggi ketelitian relatifnya.
Model EDM yang lebih canggih mampu mengukur 2.000 m untuk satu prisma dengan
akurasi (2mm + 3ppm). Jika digunakan 9 prisma, jarak yang Gb-5.4. Total Station tanpa
reflektor (Sokkia Co, Ltd) 89 mampu dicapai 4 Km. Pada instrumen jenis ini, arah dan sudut
vertikal dibaca sampai dengan satu detik, sudut vertikal terkoreksi secara otomatis terhadap
kelengkungan dan refraksi standar, sementara itu sensor kemiringan sumbu mengkompensasi
kemiringan sumbu.

Pengukuran Profil Memanjang dan Melintang

Pengukuran sipat datar profil banyak digunakan dalam perencanaan suatu wilayah. Pengukuran ini terbagi
menjadi dua macam, yaitu profil memanjang dan profil melintang. Dengan pengukuran profil ini, banyak
manfaat yang bisa diperoleh dari data yang dihasilkan karena beda tinggi di setiap bagian di wilayah
tersebut dapat diketahui. Informasi mengenai beda tinggi sangat berguna dalam cut dan fill  suatu
permukaan tanah yang tidak rata, misalnya saja dalam pengerjaan jalan raya atau jalur kereta api.
Mengingat begitu besarnya manfaat sipat datar profil, maka pengukuran ini mutlak harus dikuasai oleh
surveyor ataupun mahasiswa teknik Geomatika. Salah satu cara untuk menguasai pengukuran sipat datar
profil adalah dengan pelaksanaan praktikum secara sungguh-sungguh atau dengan memperbanyak jam
terbang pengukuran
Prosedur Lapangan Menggunakan Waterpass
Operasi sifat datar membutuhkan kerja sama dari dua petugas, yaitu pemegang alat dan pemegang rambu
ukur pada saat pembacaan demi dicapainya hasil yang konsisten. Ketepatan survey tergantung dari
ketelitian membuat garis bidik horizontal, kemampuan pemegang rambu ukur dalam memegang rambu
ukur secara vertical, dan presisi rambu ukur yang dibaca. Ketepatan alat yang memakai nivo gelembung
gas juga harus memperhatikan penyetelan tabung nivo dan presisi sejajar suatu nivo dan garis bidik.
Tidak boleh terjadi penurunan alat di antara waktu bidik belakang dan bidik muka pada stasiun alat.
(Wirshing, 1995)
Pengoperasian Alat
Waterpass harus disetel sebelum memulai operasi sifat datar. Setelah alat disetel, operasi waterpass terdiri
dari memasang, mendatarkan, dan melakukan pembacaan sampai ketepatan tertentu. Pembacaan terdiri
dari penentuan posisi dimana salib sumbu tampak memotong rambu ukur dan mencatat hasil pembacaan
tersebut. Tiap alat  yang dipasang memerlukan satu pembacaan bidik belakang untuk menetapkan tinggi
alat dan paling sedikit satu pembacaan bidik muka untuk menentukan elevasi titik di sebelah muka
( sebuah titik stasiun atau elevasi ). Pembacaan halus biasanya sampai 0,01 ft kecuali digunakan target
pada rambu ukur. Target tunggal yang dibaca dapat menimbulkan kesalahan tak sengaja. Tambahan bidik
muka dapat dilakukan terhadap titik-titik lain yang dsapat dilihat dari tempat alat dipasang apabila elevasi
titik-titiki ini juga diperlukan. Tergantung pada tipe survei dan alat yang dipakai, baik benang tengah,
semua ketiga benang salib sumbu, atau cara dengan mikrometer dapat digunakan untuk melakukan
pembacaan. (Wirshing, 1995)
Langkah-langkah Untuk Mengambil Pembacaan Sebuah Waterpass
1. Waterpass dipasang dan didatarkan
2. Teropong diarahkan sedemikian rupa sehingga benang vertikal berimpit dengan salah satu sisi
rambu ukur dan alat dikunci.
3. Lensa objektif difokuskan dan paralaks dihapus.
4. Gelembung nivo diperiksa, digeser ke tengah dan disetel kalau perlu.
5. Rambu ukur dibaca dan hasilnya dicatat.
6. Gelembung nivo diperiksa lagi apakah masih tetap di tengah-tengah. Apabila gelembung tergeser
dari tengah-tangah, ia harus diketengahkan lagi dan pembacaan diulangi.
7. Setelah pemegang alat merasa puas bahwa gelembung tetap di tengah-tengah ketika pembacaan
dilakukan, selisih pembacaan antara benang atas dan benang bawah dibaca untuk mengukur jarak
dari waterpass sampai mistar ukur. Jarak ini dipakai untuk menyeimbangkan jarak bidik muka dan
bidik belakang dan cukup dibaca sampai ketelitian sentimeter terdekat.
8. Pemegang alat memberi tanda kepada pemegang rambu ukur untuk maju ke posisi berikutnya.
9. Kunci teropong dibuka, teropong diputar, diarahkan ke posisi rambu ukur berikutnya dan
difokuskan. Paralaks dihapus, posisi gelembung nivo diperiksa apakah masih di tengah-tengah,
ramb u ukur dibaca, dan posisi gelembung nivo diperiksa ulang.
10. Tahapan-tahapan ini diulangi sampai jumlah bidik muka yang diinginkan diambil dan sebuah titik
stasiun ditetapkan. Jarak rambu ukur pada titiki stasiun diukur dan dicatat. Pemegang rambu ukur
kemudian mengambil posisi di atas stasiun.
11. Waterpass dipindahkan ke posisi pemasangan berikutnya dan prosedur ini diulangi. (Wirshing,

Metode Penghitungan Beda Tinggi 

Gambar 2.1 Prinsip Pengukuran Beda Tinggi

Penghitungan beda tinggi antara dua titik yang diukur dengan waterpass dapat dihitung dengan rumus
ΔH = BTB – BTM
Keterangan :
BTB : Benang tengah belakang
BTM : Benang tengah muka
Istilah-istilah :
–          1 slag adalah satu kali alat berdiri untuk mengukur rambu muka dan rambu belakang.
–          1 seksi adalah suatu jalur pengukuran sepanjang ± 1-2 km yang terbagi dalam slag yang genap dan
diukur pulang pergi dalam waktu satu hari.

Kesalahan-Kesalahan Pada Sipat-Datar


Kesalahan-kesalahan pada sipat-datar dengan menggunakan instrumen sipat datar diklasifikasikan sebagai
berikut :
1. Kesalahan Petugas :
1. Disebabkan oleh observer
1. Pengaturan instrumen sipat datar yang tidak sempurna (penempatan gelembung nivo yang tidak
sempurna dan sebagainya).
2. Instrumen sipat datar tidak ditempatkan pada jarak yang sama dari kedua rambu.
3. Kesalahan pembacaan.
4. Kesalahan pencatatan.
5. Disebabkan oleh rambu
a. Penempatan rambu yang tidak betul-betul vertikal.
b. Rambu tipe perpanjangan seperti misalnya rambu  Sopwith yang perpanjangannya dirasakan
kurang sempurna.
c. Disebabkan terbenamnya rambu, karena tidak ditempatkan pada tumpuan yang keras.
Selanjutnya kesalahan yang disebabkan kekurangan-kekurangan pada tanda-tanda indeks rambu karena
titik-titik balik bernomor genap yang tidak tersedia antara dua titik dapat dianggap sebagai kesalahan
pembidik. Pada sipat datar teliti, seluruh jarak harus dibagi menjadi bagian-bagian berjumlah genap untuk
menentukan titik-titik balik.
1. Kesalahan Instrumen :
1. Disebabkan oleh petugas
1. Penyetelan instrumen sipat datar yang tidak sempurna (garis kolimasi tidak sejajar
dengan sumbu niveu tabung)
2.   Parallax yang timbul pada saat pengukuran
1. Disebabkan oleh rambu
1. Graduasi rambu yang tidak teliti. Untuk perbaikannya dibutuhkan kalibrasi.
2. adanya kesalahan indeks rambu.
3. Sambungan rambu yang tidak sempurna (terutama pada tipe perpanjangan).
2. Kesalahan Alami :
1. Pengaruh sinar matahari langsung : sinar matahari langsung dapat merubah kondisi intrumen
sipat datar dan karenanya merubah garis kolimasi. Pada sipat datar teliti selama observasi,
instrumen sipat datar harus terlindung dari sinar matahari. Demikian pula, pemuaian atau
penyusutan skala rambu harus dikoreksi disesuaikan dengan temperatur rambu tersebut.
2. Perubahan posisi intrumen sipat datar dan rambu-rambu : Karena beratnya sendiri, baik
instrumen sipat datar maupun rambu akan dapat terbenam, jika ditempatkan di atas tanah yang
lunak. Pada tempat-tempat seperti itu, penyangga statif dan rambu haruslah dibuat khusus
seperti piket, patok atau harus dipilih tempat-tempat padat. Angin yang berhembus kencang
akan menyulutkan pekerjaan pengukuran, dan untuk menghindarinya dapat digunakan perisai
pelindung atau menggunakan rambu yang pendek.
3. Pengaruh refraksi cahaya : sebagaimana dimaklumi, bahwa berkas cahaya yang melintasi udara
dengan kerapatan yang berbeda-beda akan direfraksikan. Sedangkan dekat di atas permukaan
tanah temperatur udara sangat berubah-ubah dan karenanya perubahan kerapatannyapun besar
pula. Karena itu pembacaan rambu menjadi sulit dan mungkin sekali tidak teliti. Untuk
meningkatkan ketelitiannya, jarak bidikan haruslah sependek mungkin. Selanjutnya diusahakan
agar posisi instrumen sipat datar terletak di tengah-tengah antara kedua rambu.
4. Pengaruh lengkung bumi : karena permukaan bumi tidaklah datar, akan tetapi berbentuk speris,
maka lengkung permukaan bumi haruslah diperhitungkan. Tetapi hal ini merupakan problema
yang kecil pada sipat datar. Lebih-lebih apabila instrumen sipat datar ditempatkan di tengah-
tengah antara kedua rambu, maka pengaruhnya dapat diabaikan. (Sosrodarsono, 1983)

Sipat Datar Profil


Sipat datar profil bertujuan untuk menentukan bentuk permukaan tanah atau tinggi rendahnya permukaan
tanah sepanjang jalur pengukuran, baik secara memanjang maupun melintang.
Pengukuran profil dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran tinggi rendahnya permukaan tanah
sepanjang jalur pengukuran, yaitu dengan mengukura ketinggian dari masing-masing titik. Hasil
pengukuran ini merupakan informasi untuk perencanaan jalan raya, jalan kereta api, irigasi jalur pipa dan
lain-lain, seperti dalam:
1. Menentukan gradien yang cocok untuk pekerjaan konstruksi.
2. Menghitung volume pekerjaan.
3. Menghitung volume galian dan timbunan yang perlu disiapkan.
Pengukuran Sipat Datar Profil dibagi menjadi dua pekerjaan yaitu sipat datar profil memanjang dan sipat
datar profil melintang sedangkan pada tahap penggambaran, biasanya dilakukan penggambaran situasi
sepanjang jalur pengukuran sipat datar profil memanjang maupun melintang dengan skala yang berbeda
agar kondisi tanah secara vertikal akan lebih jelas terlihat. (Nurjati, 2004 )
a. Profil Memanjang
Pelaksanaan pengukuran Sipat datar profil memanjang tidak jauh berbeda dengan sipat datar memanjang,
yaitu melalui jalur pengukuran yang nantinya merupakan titik ikat bagi sipat datar profil melintangnya,
sehingga mempunyai ketentuan sebagai berikut :
•     Pengukuran harus dilakukan sepanjang garis tenah (as) jalur pengukuran dan dilakukan pengukuran
pada setiap perubahan yang terdapat pada permukaan tanah.
•     Data ukuran jarak dengan pita ukur dan dicek dengan jarak optis.

Gambar 2.2 Profil Memanjang Tampak Atas

Cara Pengukuran :
Alat di Atas Titik.

Gambar 2.3 Profil Memanjang Alat di Atas Titik


1. Tempatkan alat sipat datar diatas patok (A).
2. Lakukan centering, sehingga alat tepat di atas titik A.
3. Gelembung nivo ketengahkan dengan 3 skrup klap.
4. Ukur tinggi alat diatas patok.
5. Bidik rambu pada titik 1 kemudian baca BA, BT dan BB.
6. Hitung d (jarak) dari alat ke rambu, d=(BA-BB).100
7. Lakukan hal yang sama (v, vi, vii) pada setiap titik relief (ii, iii, dst) ini pada seksi AB, untuk
pengukuran pada seksi BC, maka alat isa dipindahkan pada titik B.
8. Lakukan urut-urutan dari nomor i s/d vii.
9. Hitungan : H1 = HA+∆HA1
H2 = HA+∆HA2
Hn = HA+∆HAn    (Nurjati, 2004 )
 
b. Profil Melintang
Pelaksanaan pengukuran sipat datar profil melintang dilakukan setelah pengukuran sipat datar profil
memanjang, jarak antar potongan melintang dibuat sama, sedangkan pengukuran kearah samping kiri dan
kanan as jalur memanjang lebarnya dapat ditentukan sesuai perencanaan dengan pita ukur misalnya pada
jalan raya, potongan melintang dibuat dari tepi yang satu ke tepi yang lain. Arah potongan melintang
tegak lurus dengan as, kecuali pada titik tikungan (contoh pada titik B) maka potongan diusahakan
membagi sudut terseut sama besar atau bila perlu dibuatkan 2 buah potongan melintang yang masing-
masing tegak lurus pada arah datang dan arah belokan selanjutnya.
Gambar 2.4 Arah Potongan Melintang

                                                                        
                                                                                              
Cara Pengukuran :
 Alat di Atas Titik
1. Tempatkan alat di atas titik A.
2. Lakukan centering.
3. Gelembung nivo ketengahkan dengan 3 skrup klap.
4. Ukur tinggi alat diatas patok.
5. Bidik rambu diatas titik 1. Baca BA, BT dan BB.
6. Hitung jarak optis dari alat ke rambu 1, d =(BA-BB).100
7. Lakukan hal yang sama (v,vi,vii) pada titik-titik 2, 3, 4 dan seterusnya sebagai titik-titik relief.
8. Demikian juga point 1 s/d 8 dilakukan pada setiap potongan melintang.

Anda mungkin juga menyukai