Anda di halaman 1dari 10

Alat yang digunakan

Nama alat Gambar Nomor Jumlah Spesifikasi


Seri

ETS 1  Display resolution : 1" /


5" (0.0002 / 0.001gon,
0.005 / 0.02mil)
 Accuracy (ISO 17123-
3:2001) : 5"
 Data storage : 10.000
titik

Prisma 2

Prisma
pole

Helm 5  Dimensi : ( W x L x
praktikum H ) 22 Cm x 28 Cm x 18
Cm
 Weight : 440 g

Statif 1  Sesuai untuk Total


Station, Theodolite,
Waterpass Level, Prisma
 Double lock system

Rompi 5 Default spesifikasi dari


praktikum Laboratorium Survei dan
Pemetaan Teknik Geodesi
dan Geomatika ITB.
Nivo 1

Kalkulator 1
Scientific

Metode Pengukuran
- Pengukuran KDH
Dalam menentukan posisi horizontal terdapat 5 metode yaitu :
a. Metode polar
b. Metode poligon
c. Metode triangulasi
d. Metode trilaterasi
e. Metode satelit
Pada pengukuran kali ini metode yang digunakan adalah metode poligon. Metode poligon
umumnya digunakan untuk memetakan daerah dengan bentuk yang memanjang. Untuk
rangkain poligon ini terbagi atas dua yakni poligon tertutup dan terbuka. Untuk bisa
membentuk rangkaian ini baik poligon terbuka dan tertutupnyang sangat diperlukan adalah
jarak mendatar dan sudut mendatar. Dalam metoda poligon, salah satu cara penentuan sisi
horizontal banyak titik adalah titik satu dengan lainnya dihubungkan satu sama lain dengan
pengukuran sudut dan jarak, sehingga membentuk rangkaian titik-titik (poligon) dengan satu
titik atau lebih sebagai titik acuan. Ditinjau dari penyambungan titik satu dengan yang
lainnya, poligon digolongkan sebagai poligon terbuka, tertutup, cabang, dan kombinasi dari
kedua atau ketiga bentuk poligon. Dari 4 golongan tersebut, dapat dipilih golongan mana
yang akan digunakan, sesuai dengan kebutuhan dari hasil yang dibutuhkan. Berikut ilustrasi
jenis-jenis poligon :
1. Poligon terbuka

Gambar 1 poligon terbuka

Terdapat 2 jenis poligon terbuka, yaitu :


a. Poligon terbuka terikat sempurna

Gambar 2 poligon terbuka terikat sempurna

b. Poligon terbuka tak terikat sempurna

Gambar 3 poligon terbuka tak terikat sempurna

Keterangan :
Titik yang akan ditentukan koordinatnya.
Titik ikat/ titik kontrol.

2. Poligon tertutup
Gambar 4 poligon tertutup

Pada poligon, parameter yang diukur adalah sudut dan jarak, sehingga hal ini yang
membedakan metoda poligon ini dari metoda polar. Seluruh hitungan poligon, merupakan
hitungan yang berangkai, sehingga dituntut ketelitian dan kecermatan yang tinggi, karena
kesalahan yang dilakukan saat awal akan mempengaruhi hasil hitungan berikutnya.
Tahapan hitungan poligon adalah sebagai berikut :
a. Hitungan azimuth setiap jurusan secara berangkai
b. Hitungan selisih/beda absis dan selisih/beda ordinat setiap sisi.
c. Hitungan koordinat setiap titik secara berangkai.

a. Hitungan Azimuth

Gambar 5 Gambar ilustrasi perhitungan sudut azimut

α 1 A =α A 1 +180 °
1
α 12=α 1 A + β1 1
α 12=α A 1+ 180° 3

Berhubung α 12>360 ° , maka dikurangi 360 °, tanpa mengubah arah garis tersebut,
sehingga :
α 12=α A 1+ 180+ β1 −360° 4
α12¿ α A 1 + β 1−180° 5
Untuk selanjutnya :
α 23=α 12+ β 2−180 ° 6

Bila dilihat dari arah hitungan, (lihat Gambar 18 dan 19.), maka sudut yang digunakan untuk
hitungan merupakan sudut kiri, karena berada di sebelah kiri arah hitungan. Hal ini penting
artinya, karena bila menggunakan rumus yang sama untuk jenis sudut yang berbeda, maka
hasil hitungan azimuth akan berbeda pula. Titik yang seharusnya berada di utara, dapat
berpindah ke selatan. Hal tersebut jelas pula akan berpengaruh pada koordinat titik.
Rumus hitungan azimuth di atas, dapat dituliskan secara umum sebagai :
Azimuth untuk sudut kiri :
α jk =α ij + β j−180 ° 7
di mana :
 α jk = azimuth dari titik j ke titik k
 α ij= azimuth dari titik i ke titik j
 β ij = sudut kiri pada titik j
 j = titik poligon 1, 2, 3, ......., j.
 i= j – 1 (titik sebelum/ di belakang titik j)
 k = j + 1 (titik sesudah/ di muka titik j)
Untuk sudut kanan dari arah hitungan, maka persamaan di atas dapat digunakan untuk
mendapatkan persamaan baru .
Seperti diketahui bahwa :
α j + β j =360° 8

di mana :
 β j = sudut kiri di titik j
 α j = sudut kanan di titik j
 j = titik poligon 1, 2, 3, .....,j
atau dapat dituliskan sebagai :
α j=360−β j
sehingga bila dihitung dengan persamaan (2), maka persamaan tersebut menjadi :
α jk =α ij −β j +180 ° 9
b. Hitungan absis dan ordinat
Beda absis (ΔX) dan beda ordinat (ΔY), dinyatakan sebagai berikut :
∆ X ij =J ij sin(α ij ) 10
∆ Y ij =J ij cos( α ij ) 11
di mana : i = titik poligon 1,2,3, ........
j = titik sesudah/di muka titik i
c. Hitungan koordinat
X ij = X ij + ∆ X ij 12
Y ij =Y ij +∆ Y ij 13

- Pengukuran KDV
Penentuan titik-titik KDV pada umumnya dilakukan dengan metoda sipat datar
memanjang. Pada sipat datar memanjang dilakukan pengukuran beda tinggi antar titik.
Beda tinggi antara dua titik adalah jarak antara kedua bidang nivo yang melalul titik-titik
itu. Bidang nivo diaasumsikan mendatar untuk jarak yang pendek antara dua titik
tersebut. Dengan demikian beda tinggi antara dua titik tersebut dapat ditentukan dengan
menggunakan garis mendatar yang sembarang dan dua mistar yang dipasang pada kedua
titik tersebut. Selain itu titik-titik KDV juga dapat ditentukan dengan menggunakan alat
ETS dan penentuan tinggi tiap titiknya dapat ditentukan dengan menggunakan metode
trigonometri.

Metoda trigonometri

m
Rambu

JAB B BT
V
m
X
HAB
TA
A
DA
B

Gambar 6 ilustrasi perhitungan metode trigonometri


Keterangan :
 TA = tinggi alat dari titik A
 TT = tinggi target dari titik B
 M = sudut miring
 JAB = jarak miring A-B
 DAB = jarak mendatar A-B
 V = sisi tegak segi-tiga siku
 HAB = beda tinggi A-B
Dari segi-tiga siku, dapat dihitung besar V, yaitu :
V =J AB . sin m 25
V =D AB . tan m 26
Jarak vertikal dari titik tertinggi pada gambar (target) sampai dengan garis terbawah (garis
mendatar melalui titik A), dapat dinyatakan panjangnya, yaitu sebesar :
X =∆ H AB +TT =V +TA 27
∆ H AB =V +TA−TT 28

dengan harga V sebesar :


- untuk jarak miring :
V =J AB . sin m 29
- untuk jarak mendatar :
V =D AB . tan m 30
Dengan demikian, data ukuran untuk metoda trigonometrik adalah :
Jarak :
 Tinggi alat
 Tinggi target
 Jarak miring atau jarak mendatar
Sudut :
 Jarak miring
- Pengukuran detail
Pengukuran detail dilakukan setelah pengukuran KDH dan KDV selesai. Pengukuran detail
dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh informasi detail dan situasi keadaan permukaan
tanah pada daerah yang akan dipetakan. Pengukuran titik-titik detail biasa disebut juga
dengan pengukuran situasi atau pengukuran topografi. Titik-titik detail merupakan titik-titik
yang berada di llapangan yang berupa titik-titik batas tanah, titik-titik sepanjang pingguran
jalan, titik-titik pojok bangunan serta titik-titik lainnya yang kerapatan dan letaknya
ditentukan untuk menggambarkan bentuk permukaan tanah. Ada banyak cara untuk
melakukan pengukuran titik-titik detail, beberapa diantaranya yaitu:
1. Cara offset
Cara offset dilakukan dengan mengukur jarak titik-titik detail dari titik-titik yang
terletak pada garis lurus yang menghubungkan dua titik kerangka dasar.

X Y

D1 D2 D4
D3

2. Cara grafis
Titik-titik detal yang diukur akan diplot langsung menggunakan alat meja lapangan.
3. Cara tachymetry
Titik-titik detail akan diukur arah dan jaraknya dari titik kerangka dasar atau dari titik
penolong. Alat ukur utama yang digunakan adalah theodolit dan rambu ukur.
Theodolit digunakan untuk mengukur besarnya azimut magnetis, sudut tegak, jakar
optis sehingga didapatkan jarak mendatar dan beda tingginya. Cara tachymetry
merupakan cara yang paling umum digunakan untuk pemetaan daerah yang luas dan
untuk detail-detail yang bentuknya tidak beraturan.
Prinsip pengukuran yang digunakan pada metode ini yaitu :
o Azimut magnetis didapatkan setelah kunci boussole pada alat dibuka. Angka
00 menunjukkan azimut magnetis saat itu.
o Dengan dapat bergeraknya teropong maka terdapat sudut tegak yang besarnya
dihitung mulai dari arah zenith ke arah bidikan.

o Jarak optis sama dengan pada alat penyipat datar, hanya saja pada theodolit jarak
yang digunakan belum tentu jarak datar harus memperhitungkan sudut tegak.

Dmiring
Ddatar

Perhitungan jarak datar dari jarak optis, dengan menggunakan rumus :

d=d m sin2 Z 31

Dengan,
d = jarak mendatar.
dm = jarak miring.
z = bacaan sudut tegak.

Apabila teropong dalam keadaan mendatar artinya sudut zenith = 0, maka jarak optis yang
didapatkan merupakan jarak datar.

d m =( BA −BB ) x 100 32

Beda tinggi diasumsikan keadaan teropong tidak dalam keadaan mendatar, dapat dicari
dengan

∆ t=( d m cos2 Z ) +T A −BT 33


Arah azimut yang didapatkan dari alat merupaka azimut magnetis, untuk mendapatkan
azimut geografis dari azimut magnetis perlu ada pemberian koreksi. Pada tachymetry
koreksi ini dinamakan koreksi boussole. Untuk mendapatkan koreksi boussole perlu data
mengenai azimut geografis dari titik kerangka dimana pada titik itu dilakukan pembacaan
azimut magnetis. Titik titik poligon cabang perlu diberi koreksi boussole. Akan tetapi apabila
jarak antara titik-titik kerangka penyusun poligon cabang tersebut mempunyai jarak yang
cukup pendek, maka azimut magnetis tiap sisi poligon cabang tersebut cukup diberi koreksi
boussple setengah jumlah koreksi boussole di titik-titik kerangka.

2
B 4

1 3
A

Dari gambar diatas, besarnya nilai koreksi boussole untuk titik 1,2,3 setengah dari harga
koreksi boussole di titik A dan B, apabila jarak antara A dan B pendek. Penentuan koreksi
boussole yaitu pengurangan antara azimut geografis dengan azimut magnetis. Azimut
geografid di tiap titik dapat diperoleh dengan menggunakan

∝=∝u +C 34
Dengan :

∝ = azimut geografis

∝u = azimut magnetis
C = koreksi boussole

Anda mungkin juga menyukai