Anda di halaman 1dari 23

PROSES PENCELUPAN KAIN KAPAS DENGAN ZAT WARNA DIREK

LAPORAN PRAKTIKUM PENCELUPAN 1

diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Praktikum Pencelupan 1

oleh:

Rahmi Setya Ningrum (22420054)


Nabila Moeloek (22420059)

Nico Sanjaya Praramadhani (22420073)

Rosana Yunia Eka Putri (22420075)


Kelompok 1 - 2K3
Dosen pengampu: 1. Elly K., Bk. Teks, M.Pd.
2. Witri A. S., S.ST., M.Tr.T.
3. Yayu E. Y., S.S.T.

PROGRAM STUDI KIMIA TEKSTIL

POLITEKNIK STTT BANDUNG

2023
BAB I PENDAHULUAN
Tanggal Praktikum : 25 September 2023

Praktikum ke :1

Judul : Proses Pencelupan Kain Kapas dengan Zat Warna Direk

1.1 Maksud
Maksud dari praktikum ini adalah untuk mempelajari perencanaan dan melakukan
proses pencelupan kain kapas dengan zat warna direk, yaitu cara memilih zat warna dan zat
pembantu yang akan dipakai, menghitung kebutuhan zat warna dan zat pembantu yang sesuai
dengan resep yang akan dipakai, cara membuat larutan induk zat warna dan larutan pencelupan,
melaksanakan proses pencelupan dan mengevaluasi hasil proses pencelupan.

1.2 Tujuan dari praktikum ini adalah


• Mengetahui dengan baik prinsip dasar proses pencelupan kapas dengan zat warna direk.
• Memahami karakter kapas zat warna direk, zat pembantu, dan alat celup yang akan
digunakan.
• Dapat membuat perencanaan proses pencelupan.
• Dapat menghitung kebutuhan bahan zat warna dan zat pembantu sesuai resep pencelupan.
• Mampu melakukan proses pencelupan dengan hasil pencelupan yang rata dan tahan luntur
yang memadai sesuai target.
• Mampu mengevaluasi dan menganalisa hasil proses pencelupan.
• Melaksanakan prinsip-prinsip kesehatan dan keselamatan kerja.

1.3 Teori Dasar


1.3.1 Serat Selulosa

Serat selulosa Serat selulosa merupakan serat hidrofil yang strukturnya berupa
polimer selulosa dengan derajat polimerisasi (DP) bervariasi, contoh DP rayon 500-700,
sedang DP kapas sekitar 3000, semakin rendah DP daya serap airnya makin besar, contoh:
moisture regain (MR) rayon 11-13% sedang kapas 7-8%.
Gambar 1 Struktur Molekul Selulosa
Gugus -OH primer pada selulosa merupakan gugus fungsi yang berperan untuk
mengadakan ikatan dengan zat warna direk berupa ikatan hidrogen. Serat selulosa
umumnya lebih tahan alkali tapi kurang tahan suasana asam, sehingga pengerjaan proses
persiapan penyempurnaan dan pencelupannya lazim dilakukan dalam suasana netral ataku
alkali.
Bahan yang akan dicelup biasanya sudah melalui proses persiapan penyempumaan
seperti pembakaran bulu, penghilangan kanji dan pemasakan, bahkan untuk pencelupen
wama muda biasanya sudah dikelantang dan dimerser.

1.3.2 Pengertian Kapas

Kapas (Gossypium hirsutum) merupakan salah satu tanaman penghasil serat yang
memiliki nilai ekonomis cukup tinggi. Sebagian besar permintaan serat oleh industri Tekstil
dan Produk Tekstil >99% bahan baku berupa serat masih di impor dari negara-negara
penghasil serat. Permintaan kapas Indonesia yang belum mampu dipenuhi oleh produksi
kapas dalam negeri menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara importir kapas di
dunia. Impor kapas di Indonesia sebagian besar berasal dari Cina, Jerman, Republik Korea
dan Uzbekistan. Indonesia mengimpor kapas mencapai 99% dan hanya 1% yang dipenuhi
dari kapas domestik (Pani, Agus, & Mayasari, 2018).
Kain kapas berasal dari serat kapas ini dihasilkan dari buah kapas yang mana di
dalamnya terdapat rambut biji tanaman yang termasuk dalam jenis Gossypium. Serat kapas
dihasilkan dari rambut biji tanaman jenis Gossypium.
1. Bentuk penampang membujur
Gambar 2 Bentuk penampang membujur serat kapas

a. Dasar, bentuk kerucut pendek yang selama pertumbuhan serat tetap tertanam di antara
sel-sel epidermis (selaput luar biji). Dalam proses pemisahan serat dari bijinya (ginning),
pada umumnya dasar serat ini putus, sehingga jarang sekali ditemukan pada serat kapas
yang diperdagangkan.
b. Badan, bagian utama dari serat kapas, yaitu ¾ sampai 15/16 panjang serat. Bagian ini
mempunyai diameter yang sama, dinding yang tebal, dan lumen yang sempit.
c. Ujung, merupakan bagian yang lurus dan mulai mengecil dan panjangnya kurang dari
¼ bagian. Bagian ini mempunyai sedikit konvolusi dan tidak mempunyai lumen.
Diameter bagian ini lebih kecil dari diameter badan dan berakhir dengan ujung yang
runcing.
2. Bentuk penampang melintang
Serat kapas mempunyai bentuk penampang melintang yang sangat bervariasi dari
elips sampai bulat. Tetapi pada umumnya berbentuk seperti ginjal. Bentuk membujur serat
kapas adalah pipih seperti pita yang terpuntir (stttekstil.ac.id).

Gambar 3 Bentuk penampang melintang serat kapas


Gambar 4 Bagian penampang melintang serat kapas

a. Kutikula: lapisan terluar serat yang mengandung lilin, pektin, dan protein.
b. Dinding primer: dinding sel yang tipis, terdiri dari selulosa, pektin, protein, dan lilin.
Tebal dinding primer kurang dari 0,5 mikron. Sellulosa pada dinding primer berbentuk
benang yang sangat halus (fibril).
c. Lapisan antara: lapisan pertama dari dinding sekunder. Bentuknya sedikit berbeda
dengan dinding sekunder dan dinding primer.
d. Dinding sekunder: lapisan-lapisan selulosa, yang merupakan bagian utama serat kapas.
Dinding sekunder juga merupakan fibril yang membentuk spiral dengan sudut 20° - 30°.
Tidak seperti spiral fibril pada dinding primer, spiral fibril pada dinding sekunder arah
putarannya berubah-ubah pada interval yang random sepanjang serat.
e. Dinding lumen: lebih tahan terhadap pereaksipereaksi tertentu dibandingkan dengan
dinding sekunder.
f. Lumen: bagian kosong dalam serat. Bentuk dan ukurannya bervariasi dari serat ke serat.
Lumen berisi zat-zat padat yang sebagian besar terdiri dari nitrogen.
3. Komposisi Serat Kapas
a. Selulosa: Selulosa (C₆H₁₀O₅) merupakan polimer linier yang tersusun dari kondensasi
molekul-molekul glukosa C₆H₁₂O₆. Derajat polimerisasi selulosa pada kapas kirakira
10.000 dengan berat molekul kira-kira 1.500.00

Gambar 5 Struktur selulosa


b. Pektat atau pektin: zat yang penting di antara zat-zat bukan selulosa yang menyusun
serat. Pektin adalah karbohidrat dengan berat molekul tinggi dan struktur yang hampir
sama dengan selulosa. Perbedaanya yaitu selulosa pecah ke dalam glukosa, sedangkan
pektin terurai menjadi galaktosa, pentosa, asam poligalakturonat dan metil alkohol.
Hilangnya pektin dalam serat kapas tidak akan mempengaruhi kekuatan dan kesusakan
serat.
c. Protein: sisa-sisa protoplasma yang tertinggal dalam lumen setelah selnya mati ketika
buah membuka. Misalnya nitrogen
d. Lilin: lapisan pelindung tahan air untuk serat kapas. Lilin seluruhnya terletak pada
dinding primer. Dengan adanya lilin tersebut akan mempermudah proses pemintalan
benang, karena berfungsi sebagai pelumas. Namun dapat mengurangi gesekan antara
serat yang berakibat kekuatan benang menjadi rendah.
e. Debu: berasal dari daun, kulit buah dan kotoran-kotoran yang menempel pada serat.
Analis menunjukkan bahwa penyusun utama debu adalah magnesium, kalsium, kalium
karbonat, fosfat, sulfat, khlorida dan garamgaram karbonat. Pemasakan dan
pengelantangan akan mengurangi kadar debu di dalam kapas.
4. Sifat Fisik Serat Kapas
a. Warna: tidak sangat putih tetapi kecoklat-coklatan (krem). Cuaca yang lama, debu dan
kotoran dapat menimbulkan warna keabu-abuan. Tumbuhnya jamur sebelum pemetikan
menyebabkan warna putih kebiru-biruan yang tidak dapat dihilangkan dengan pemutih.
b. Kekuatan: Dalam keadaan basah kekuatan serat kapas tinggi karena dalam keadaan
basah serat kapas mengelembung membentuk silinder, diikuti dengan naiknya derajat
orientasi, sehingga distribusi tegangan lebih rata dan kekuatan serat naik. Sebaliknya
serat lain terutama serat buatan dan serat binatang umumnya kekuatan akan berkurang
dalam keadaan basah. Kekuatan serat kapas per bundel rata-rata 96.700 pon/inchi
dengan kekuatan minimun 70.000 dan maksimum 116.000 pon inchi kwadran.
c. Mulur: berkisar antara 4 – 13% tergantung dari jenis serat kapasnya dan rata-rata
mulurnya adalah 7%.
d. Keliatan: relatif tinggi dibandingkan dengan serat alam lain, tetapi relatif rendah jika
dibandingkan dengan serat wol, sutra dan selulosa yang diregenerasi.
e. Moisture regain: bervariasi dengan perubahan kelembaban relatif udara sekelilingnya.
Moisture regain serat kapas pada kondisi standar berkisar antara 7–8,5%. g) Berat jenis
Berat jenis kapas berkisar antara 1,5–1,56%. Serat kapas yang sangat kering bersifat
kasar, rapuh, dan kekakuannya rendah.
f. Berat jenis: 1,50 sampai 1,56.
g. Indeks bias: sejajar sumbu serat 1,56 dan indeks melintang sumbu serat 1,53.
5. Sifat Kimia Serat Kapas
a. Pengaruh asam, selulosa tahan terhadap asam lemah, sedangkan terhadap asam kuat
akan menyebabkan kerusakan. Asam kuat akan menghidrolisa selulosa yang mengambil
tempat pada jembatan oksigen penghubung sehingga terjadi pemutusan rantai molekul
selulosa (hidroselulosa). Rantai molekul menjadi lebih pendek dan menyebabkan
penurunan kekuatan tarik selulosa.
b. Pengaruh alkali, alkali kuat pada suhu rendah akan menggelembungkan serat kapas
seperti yang terjadi pada proses merserisasi, sedangkan pada suhu didih air dan dengan
adanya oksigen dalam udara akan menyebabkan terjadinya oksiselulosa.
c. Pengaruh panas, serat kapas tidak memperlihatkan perubahan kekuatan bila dipanaskan
pada suhu 120OC selama 5 jam, tapi pada suhu yang lebih tinggi dapat menyebabkan
penurunan kekuatan. Serat kapas kekuatannya hampir hilang jika dipanaskan pada suhu
240OC.
d. Pengaruh oksidator, oksidator dapat mengoksidasi selulosa sehingga terjadi
oksiselulosa, rantai molekul selulosa terputus dan selanjutnya mengakibatkan terjadinya
oksiselulosa lanjutan yang mengubah gugus aldehid menjadi gugus karboksilat. Pada
oksidasi sederhana dalam suasana asam tidak terjadi pemutusan rantai, hanya terjadi
pembukaan cincin glukosa. Pengerjaan lebih lanjut dengan alkali akan mengakibatkan
pemutusan rantai molekul sehingga kekuatan tarik akan turun. Oksiselulosa terjadi pada
proses pengelantangan yang berlebihan, penyinaran dalam keadaan lembab atau
pemanasan yang lama pada suhu diatas 140OC.

1.3.3 Proses Pencelupan Kain Kapas dengan Zat Warna Direk

Zat wama direk bersifat larut dalam air, sehingga dapat langsung dipakai dalam
pencelupan serat selulosa seperti katun, rayon dan rami. Zat wama direk relatif murah harganya
dan mudah pemakaiannya, tetapi warnanya kutang cerah dan tahan luntur hasil
celupannya kurang baik

1. Stuktur Zat Warna Direk


Pada dasarnya zat warna direk merupakan pewarna organik yang dalam sistem
kromogennya terdapat gugus pelarut, biasanya berupa gugus sulfonat. Struktur zat warna
direk dapat digolongkan dan jenis azo, stilbena, tiazolum dan ftalosianina. Kebanyakan zat
wama direk termasuk jenis azo yang berupa monoazo, diazo, trazo dan poliazo, sehingga
zat wema direk umumnya tidak tahan reduktor.
Selain zat warna direk biasa, terdapat pula zat warna direk khusus yang tahan luntur
hasil celupannya lebih baik, yaitu zat warna direk yang mengandung logam, Agar tidak
rusak, zat warna direk yang mengandung logam tidak boleh dipakai dalam larutan celup
yang mengandung zat pelunak air.
2. Tahan Luntur dan Ikatan Zat Warna Direk dengan Selulosa
Zat warna direk dapat dipakai mencelup serat selulosa, karena dapat berikatan dengan
gugus hidroksil dari selulosa dengan ikatan hidrogen. Kekuatan ikatan hidrogen umumnya
tidak terlalu kuat, dapat putus dalam suhu tinggi, oleh karenanya tahan luntur hasil
pencelupan zat warna direk sangat rendah tertutama dalam pencucian panas. Selain ikatan
hidrogen sebagai ikatan yang utama, kekuatan ikatan zat warna direk dengan serat juga
ditunjang dengan ikatan dan gaya Van der Waals, Kekuatan ikatan dari gaya Van der Waals
relatif sangat lemah, namun cukup berpengaruh bila ukuran partikel zat warna direknya
makin besar Dari hal tersebut, terihat tahan luntur hasil celupan zat warna direk bervariasi
mulai dari yang rendah hingga yang sedang
Pinsip tersebut dipakai dalam proses iring (setelah pencelupan) dengan zat pemiksasi
kationik, dimana dalam proses tersebut zat wama direk dalam serat berikatan dengan zat
pemiksasi sehingga ukurannya menjadi besar, akibatnya tahan luntur hasil celupannya
menjadi lebih baik.
Hal lain yang juga berpengaruh terhadap tahan luntur hasil celup adalah faktor kelarutan
zat warna direk. Dengan memilih zat warna direk yang kelarutannya makin kecil akan
diperoleh tahan luntur hasil celup terhadap pencucian yang lebih baik. Selain itu proses
difusi zat warna selama proses pencelupan perlu diusahakan sesempuma mungkin, yaitu
dengan menetapkan waktu celup yang tidak terlalu singkat, sebab bila waktu
pencelupannya kurang maka akan terjadi proses pencelupan cincin yang tahan lunturnya
akan lebih rendah dan hasil pncelupan yang normal.
3. Kelarutan Zat Warna Direk
Kelarutan zat wama direk merupakan faktor penting yang perlu dipertimbangkan karena
zat warna direk yang kelarutannya tinggi akan memudahkan dalam pemakaiannya dalan
hasil pencelupannya relatif lebih mudah rata, tetapi dilain pihak kelarutan yang tinggi akan
mengurangi substantifitas zat warna dan tahan luntur hasil celupannya lebih rendah. Faktor
yang menentukan kelarutan zat warna direk adalah ukuran partikel zat wama direk dan
jumlah gugus pelarut dalam struktur zat warnanya. Makin kecil ukuran partikel zal warna
makin tinggi kelarutannya, demikian pula bila jumlah gugus pelarutnya makin banyak.
Dalam proses pencelupan, kelarutan zat wama direk dapat diperbesar dengan cara
memperbesar vlot, menurunkan kesadahan air, menaikkan pH larutan celup, memperbesar
pengadukan atau sirkulasi larutan celup dan memperbesar suhu pencelupan. Dengan cara
memperbesar vlot hasil pencelupan akan lebih rata dan lebih cerah namun penyerapan zat
wama akan berkurang.
4. Substantifitas Zat Warna Direk
Substantifitas zat wama direk bervariasi tergantung tipe zat warnanya. Untuk
memperbesar penyerapan zat warna direk selama pencelupan dapat dilakukan beberapa
usaha antara lain dengan menurunkan vlot, menambahkan garam (NaCl atau Na2SO4 serta
menurunkan suhu dan pH larutan pencelupan.
5. Klasifikasi Zat Warna Direk
Zat warna direk dapat digolongkan berdasarkan struktur molekulnya namun
penggolongan yang lebih umum adalah berdasarkan cara pemakaiannya, sebagai berikut:
• Zat warna direk tipe A, ukuran molekulnya kecil, substantifitas kecil, mudah rata, biasa
dipakai pada suhu pencelupan 70°C, perlu penambahan garam yang banvak dalam
pencelupannya, tahan lunturnya rendah
• Zat warna direk tipe B, ukuran molekul agak besar, substanifitas sedang, kerataan
sedang, suhu pencelupan 80°C, perlu penambahan garam (tidak terlalu banyak) dalam
pencelupannya, tahan luntur lebih baik dari tipe A
• Zat warna direk tipe C, ukuran molekul zat warna lebih besar dan tipe B, substantifitas
zat wama besar, sukar rata, suhu pencelupan diatas 90°C (umumnya pada suhu
mendidih) dan tidak memerlukan penambahan garam, tahan lunturnya lebih baik dari
tipe B.
• Zat warna direk ti pe D, golongan D adalah zat wama direk yang mengandung logam
yang strukturnya lebih besar dan tahan lunturnya paling baik Untuk golongan D ini
dalam larutan celupnya tidak boleh ditambahkan zat pelunak air
6. Zat Pembantu Pencelupan Selulosa dengan Zat Warna Direk
Zat pembantu yang perlu ditambahkan pada larutan celup antara lain elektrolit (Na2SO4,
NaCl), Na2CO3, pembasah. Selain itu dapat juga ditambahkan zat pelunak air, zat anti
crease mark dan zat anti reduksi, Fungsi masing-masing zat adalah sebagai berikut:
• NaCl berfungsi untuk mendorong penyerapan zat warna
• Na2CO3 berfungsi untuk memperbaiki kelarutan zat warna
• Pembasah berfungsi untuk meratakan dan mempercepat proses pembasahan kain
• Bila diperlukan proses iring, zat pembantu yang digunakan adalah zat pemiksasi
kationik dan asam asetat
• Zat pemiksasi kationik untuk memperbaiki ketahanan luntur hasit celup zat warna direk.
• Asam asetat untuk memperbaiki kelarutan zat pemiksasi katonik, agar
proses iringnya merata

1.3.4 Mekanisme Proses Pencelupan Kain Kapas dengan Zat Warna Direk

Mekanisme pencelupun terdiri dan tahap difusi zat warria dari fasa ruah larutan zat
warna ke dekat permukaan serat kemudian tahap adsorpsi zat warna ke permukaan serat lalu
tahap difusi zat warna ke dalam serat dan fiksasa zat warna. Tahap yang paling lambat adalah
menentukan laju pencelupan adalah tahap difusi zat warna kedalam serat yang sangat
bergantung pada kerapatan struktur serat dan ukuran partikel zat warna. Oleh karena itu maka
suhu proses pencelupan zat warna direk golongan C lebih tinggi dari golongan B dan
seterusnya. Semakin tinggi suhu pencelupan semakin cepat laju pencelupan, tetapi affinitas zat
wama akan turun karena reaksi fiksasi zat warna dengan serat bersifat eksotherm. Oleh karena
itu pada akhir proses pencelupan zat wama direk, penurunan suhu pencelupan sebaiknya
diturunkan agak perlahan guna menambah penyerapan zat warna direk.
BAB II PERCOBAAN
2.1 Diagram Alir

Evaluasi awal: berat bahan

Perhitungan resep

Persiapan alat dan bahan

Pembuatan larutan pencelupan

Proses pencelupan dengan 90 derajat celcius


selama 60 menit

Bilas kain

Pembuatan larutan pencucian

Proses pencucian dengan 60 derajat celcius


selama 10 menit

Proses pengeringan

Evaluasi akhir: skala ketuaan warna

2.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah:

1. Neraca analitik
2. Pemanas (kompor)
3. Piala gelas 500 mL
4. Pengaduk kaca
5. Thermometer
6. Pipet ukur
7. Gelas ukur
8. Bulb
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah:

1. Kain uji (kain kapas)


2. Solophenyl blue FGLE 220%
3. Na2CO3
4. NaCl
5. Sabun
6. Air

2.3 Resep dan Fungsi Zat


Resep Pencelupan
Resep Nico Nabila Rahmi Rosana

Zat warna direk 2%


Weighting agent
1 mL/L
(Teepol)
Na2CO3 2 gr/L

NaCl 40 gr/L

Vlot 1:10 1:20 1:30 1:40

Suhu 90℃

Waktu 60 menit

Resep Pencucian

1. Sabun : 1 mL
2. Na2CO3 : 1 gr/L
3. Vlot : 1 : 20
4. Suhu : 60℃
5. Waktu : 10 menit

Fungsi Zat

1. Zat warna direk, berfungsi untuk pewarna pada pencelupan kain kapas.
2. Pembasah, berfungsi untuk meratakan dan mempercepat proses pembasahan kain.
3. Na2CO3, berfungsi untuk memperbaiki kelarutan zat warna.
4. NaCl, berfungsi untuk mendorong penyerapan zat warna.
5. Zat pemiksasi kationik, untuk memperbaiki ketahanan luntur hasil celup.
2.4 Skema Proses
Proses Pencelupan

75’ 80’

Gambar 6 Skema Proses Pencelupan

Proses Pencucian

Gambar 7 Skema Proses Pencucian


2.5 Prosedur
Prosedur pada praktikum ini adalah:
1. Evaluasi awal penimbangan berat kain.
2. Pilihlah satu zat warna direk untuk pencelupan serat kapas yang warna dan tahan lunturnya
sesuai target.
3. Buatlah rencana proses pencelupannya meliputi penyusunan diagram alir proses,
pembuatan skema proses, pemilihan zat pembantu dan penyusunan resep pencelupan.
4. Buat larutan dalam gelas beaker 500 mL.
5. Masukkan kain dan proses pencelupan pada suhu 90oC selama 60 menit.
6. Bilas menggunakan air dingin.
7. Masukkan kain ke dalam larutan sabun sesuai resep pada suhu 60 oC selama 10 menit.
8. Keringkan kain dengan mesin stenter.
9. Evaluasi akhir skala ketuaan warna
Skala 1 = lebih muda
Skala 2 = muda
Skala 3 = sedikit tua
Skala 4 = tua
Skala 5 = lebih tua
2.6 Hasil Percobaan

Kategori Zat Warna Direk Vlot Skala

Nico 2% 1 : 10 5

Nabila 2% 1 : 20 4

Rahmi 2% 1 : 30 3

Rosana 2% 1 : 40 2

2.7 Hipotesa
Proses pencelupan pada kain kapas menggunakan zat warna direk menghasilkan kain
yang berwarna biru. Prosedur ini telah dilakukan dengan sebagaimana mestinya untuk
mendapatkan kain yang memiliki warna. Zat warna direk yang digunakan yaitu zat warna direk
Solophenyl Blue persentase yang digunakan sebesar 2% dengan proses pencelupan variasi vlot
menghasilkan warna yang berbeda skala ketuaannya. Dilihat dari hasil skala ketuaan warna ini
vlot sangat berpengaruh pada volume kepekatan larutan yang dibuat untuk proses pencelupan
sehingga memengaruhi hasil warna celup yang dihasilkan.
2.8 Pembahasan

GRAFIK SKALA KETUAAN WARNA DENGAN


ZW DIREK 2% TERHADAP VARIASI VLOT
Skala Ketuaan Warna 6 5
5 4
4 3
3 2
2
1
0
0 10 20 30 40 50
Variasi Vlot

Pada praktikum kali ini di lakukan proses pencelupan kain kapas dengan zat warna
direk. Zat warna direk yang digunakan adalah zat warna direk Solophenyl Blue. Pada
pencelupan kain kapas dengan zat warna direk ini yang memiliki peran penting pada
pencelupan adalah gugus hidroksil dalam molekul selulosa. Zat warna direk dapat digunakan
untuk mencelup sebuah kain kapas di karenakan faktor dapat berikatan hidrogen dengan gugus
hidroksil nya. Pada praktikum kali ini kami menggunakan zat warna direk Solophenyl Blue
sebanyak 2% dengan variasi vlot yang di gunakan di angka 1:10 - 1:40.

Pada hasil pencelupan kain kapas menggunakan zat warna direk ini dapat kami
simpulkan bahwa vlot juga sama berpengaruhnya terhadap hasil celup. Hal ini di karenakan zat
warna direk memiliki molekul yang besar sehingga sukar berdifusi dan membutuhkan medium
air yang cukup banyak (dalam arti an vlot yang tidak terlalu rendah dan tidak terlalu tinggi)
jika ingin menghasilkan sebuah warna yang tidak gelap dan tidak cerah. Variasi vlot ini juga
berpengaruh pada penghematan penggunaan zat warna yang nantinya akan di pakai karena
nenyesuaikan medium dari air dan kepekatan hasil larutannya.

Pada variasi vlot 1:10 di dapatkan ketuaan warna yang berbeda di bandingkan dengan
vlot 1:20, 1:30, dan 1:40. Pada penggunaan zat warna direk 2% dengan vlot 1:10 menghasilkan
sebuah warna biru tua, hal ini bisa terjadi dikarenakan medium air yang digunakan lebih sedikit
di bandingkan dengan medium variasi vlot yang lain sehingga di dapatkan kepekatan dan
konsentrasi nya tinggi pada penyerapan zat warna.

Pada variasi vlot 1:20 dan 1:30 memiliki perbedaan yang cukup terlihat dari skala
ketuaan warna yang dihasilkan. Dan sedangkan pada variasi 1:30 dengan 1:40 memiliki
ketuaan warna yang tidak terlalu jauh berbeda, berada pada selisih 1 skala lebih muda dengan
vlot yang lebih tinggi.

Hal lain yang mungkin saja mempengaruhi ketuaan dan kerataan warna adalah
pengadukan yang di lakukan secara menyeluruh ke kain. Pengadukan yang di lakukan secara
teratur akan meningkatkan kerataan warna yang akan masuk ke dalam kain. Dan melalui hasil
dari grafik, ketuaan warna yang dihasilkan semakin turun dari skala 5, ke skala 4, lalu ke skala
3, dan ke skala 2. Hal ini jelas di pengaruhi karena variasi vlot yang digunakan karena pada
medium air di vlot 1:10 menggunakan 40.95 mL air, dan pada vlot 1:20 mengunakan 91,23 mL
air. Medium air yang digunakan di bawah dari 100 mL dengan kepekatan konsentrasi larutan
dengan vlot 1:10 lebih tinggi dibandingkan dengan vlot 1:20. Sedangkan pada vlot 1:30
digunakan medium air yang sedikit lebih banyak sekitar 137,89 mL. Dan medium air yang
digunakan pada vlot 1:40 sebanyak 200,42 mL. Terlihat jelas perbandingan yang cukup jauh
dari pada penggunaan air dalam vlot sebelumnya. Pada vlot 1:30 konsentrasi larutan yang di
hasilkan sudah lumayan tidak terlalu pekat, dan pada vlot 1:40 memiliki konsentrasi larutan
yang jauh lebih tidak pekat dan volume yang lebih banyak di bandingkan vlot yang lain. Hal
ini menyebabkan hasil ketuaan warna yang di hasil kan memiliki rentang skala di angka 3 dan
2 dan kecerahan warna dari pada vlot 1:10 dan vlot 1:20 yang menghasilkan ketuaan warna
rentang skala di 5 dan 4.

Penambahan vlot pada proses pencelupan zat warna direk akan mempengaruhi hasil
praktikum jika vlot yang digunakan terlalu besar maka larutan zat warna akan encer sehingga
konsentrasi zat warna pada larutan akan tersebar sehingga penyerapan pada kain akan lama
sehingga warna yang dihasilkan akan muda berbeda dengan vlot yang digunakan mencukupi
maka konsentrasi zat warna pada larutan akan tersebar merata dan akan menghasilkan warna
yang gelap/tua juga merata pada kain. Sehingga melalui hasil grafik dapat disimpulkan bahwa
semakik tinggi vlot yang digunakan maka semakin turun skala ketuaan warna yang dihasilkan.
BAB III DISKUSI
3.1 Skala Ketuaan Warna
Pencelupan kain kapas menggunakan zat warna direk dengan variasi konsentrasi vlot
terhadap 4 kain yang telah diproses pencelupan dengan menvariasikan kadar vlot, setiap orang
memberikan nilai dengan ranking ketuaan 1-5. Angka 5 menujukkan ketuaan warna yang
paling baik, sedangkan angka 1 untuk ketuaan yang kurang baik. Hasil penilaian dari ke-4
orang akan dijumlah dan memperoleh hasil akhir. Hasil akhir yang paling besar merupakan
ketuaan warna yang optimum dan paling baik. Dari hasil pengamatan visual, pencelupan kain
kapas dengan zat warna direk menggunakan variasi vlot, menunjukan bahwa variasi vlot 1:10
– 1:40 menghasilkan ketuaan warna yang terlihat jelas perbedaannya, dengan menggunakan
vlot 1:10 warna yang dihasilkan pada kain terlihat lebih tua berbeda dengan menggunakan vlot
1:40 yang menghasilkan warna yang lebih muda. Dapat diartikan bahwa variasi vlot sangat
berpengaruh terhadap zat warna yang terserap dalam serat, maka untuk mendapatkan ketuaan
warna yang optimum diperlukan vlot yang rendah, hal tersebut juga mempertimbangkan efisien
dan ekonomis bahan.
KESIMPULAN
Dapat diambil kesimpulan dengan pengujian sebagai berikut:

A. Skala Ketuaan Warna

Kain dengan pencelupan vlot 1 : 10 menghasilkan skala ketuaan warna 5 (lebih tua)
Kain dengan pencelupan vlot 1 : 20 menghasilkan skala ketuaan warna 4 (tua)
Kain dengan pencelupan vlot 1 : 30 menghasilkan skala ketuaan warna 3 (sedikit tua)
Kain dengan pencelupan vlot 1 : 40 menghasilkan skala ketuaan warna 2 (muda)
LAMPIRAN PERHITUNGAN
1. Nico
Berat bahan = 5,12gram
Pencelupan

- Jumlah Total Larutan = 10 x 5,12 = 51,2 mL


2 100
- Kebutuhan ZW Direk = x 5,12gram x = 10,24 mL
100 1
1
- Kebutuhan WA = 1000 x 51,2mL = 0,005 mL
2
- Kebutuhan Na2CO3 = 1000 x 51,2mL = 0,19 gram
40
- Kebutuhan NaCl = 1000 x 51,2mL = 2,048 gram

- Kebutuhan Air = 51,2 – 0,005 – 10,24 = 40,95 mL

Pencucian

- Jumlah Total Larutan = 20 x 5,12gram = 102,4 mL


1
- Kebutuhan Sabun = 1000 x 102,4mL = 0,1024 mL
1
- Kebutuhan Na2CO3 = 1000 x 102,4mL = 0,1024 gram

- Kebutuhan Air = 102,4 – 0,1024 = 102,29 mL

2. Nabila
Berat bahan = 5,08gram
Pencelupan

- Jumlah Total Larutan = 20 x 5,08 = 101,6 mL


2 100
- Kebutuhan ZW Direk = x 5,08gram x = 10,16 mL
100 1
1
- Kebutuhan WA = 1000 x 101,6mL = 0,1016 mL
2
- Kebutuhan Na2CO3 = 1000 x 101,6mL = 0,203 gram
40
- Kebutuhan NaCl = x 101,6mL = 4,064 gram
1000

- Kebutuhan Air = 101,6 – 0,203 – 10,16 = 91,23 mL

Pencucian

- Jumlah Total Larutan = 20 x 5,08gram = 101,6 mL


1
- Kebutuhan Sabun = 1000 x 101,6mL = 0,1016 mL
1
- Kebutuhan Na2CO3 = x 101,6mL = 0,1016 gram
1000

- Kebutuhan Air = 101,6 – 0,1016 = 101,49 mL


3. Rahmi
Berat bahan = 4,93gram
Pencelupan
- Jumlah Total Larutan = 30 x 4,93 = 147,9 mL
2 100
- Kebutuhan ZW Direk = x 4,93gram x = 9,86 mL
100 1
1
- Kebutuhan WA = 1000 x 147,9mL = 0,1479 mL
2
- Kebutuhan Na2CO3 = x 147,9mL = 0,2958 gram
1000
40
- Kebutuhan NaCl = 1000 x 147,9mL = 5,96 gram

- Kebutuhan Air = 147,9 – 0,1479 – 9,86 = 137,89 mL

Pencucian

- Jumlah Total Larutan = 20 x 4,93gram = 98,6 mL


1
- Kebutuhan Sabun = 1000 x 98,6mL = 0,0986 mL
1
- Kebutuhan Na2CO3 = 1000 x 98,6mL = 0,0986 gram

- Kebutuhan Air = 98,6 – 0,0986 = 98,5014 mL

4. Rosana
Berat bahan = 5,28gram
Pencelupan

- Jumlah Total Larutan = 40 x 5,28 = 211,2 mL


2 100
- Kebutuhan ZW Direk = x 5,28gram x = 10,56 mL
100 1
1
- Kebutuhan WA = 1000 x 211,2mL = 0,2112 mL
2
- Kebutuhan Na2CO3 = 1000 x 211,2mL = 0,4224gram
40
- Kebutuhan NaCl = 1000 x 211,2mL = 8,448gram

- Kebutuhan Air = 211,2 – 0,2112 – 10,56 = 200,42 mL

Pencucian

- Jumlah Total Larutan = 20 x 5,28 gram = 105,6 mL


1
- Kebutuhan Sabun = x 105,6mL = 0,1056 mL
1000
1
- Kebutuhan Na2CO3 = 1000 x 105,6mL = 0,1056 gram

- Kebutuhan Air = 105,6 – 0,1056 = 105,4944 mL


DAFTAR PUSTAKA
Karyana, Dede dan Elly K. 2005. Bahan Ajar Praktikum Pencelupan I (Pencelupan
SeratKapas, Wol, dan Sutra). Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil Rahayu, Hariyanti.
1993.

Koutu, G.K. (2012). Handbook Of Cotton. New Delhi, India: Stadium Press.

Pani, Agus, & Mayasari. (2018). KARAKTER AGRONOMI KAPAS (Gossypium hirsutum.)
VAR. KANESIA 10 DI KOTA PALOPO. journl.uncp.

stttekstil.ac.id. (n.d.). Bentuk Morfologi Serat Kapas. BAB II.pdf.

Anda mungkin juga menyukai