Terkait peran pemerintah dalam menanggulangi kekurangan gizi di Indonesia telah diatur dalam berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam Pasal 141 – Pasal 143 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (“UU 36/2009”), juga telah diatur pula mengenai upaya pemerintah dalam menanggulangi kekurangan gizi, salah satunya, yaitu dengan upaya perbaikan gizi untuk peningkatan mutu gizi perseorangan dan masyarakat melalui: a. perbaikan pola konsumsi makanan yang sesuai dengan gizi seimbang; b. perbaikan perilaku sadar gizi, aktivitas fisik, dan kesehatan; c. peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi yang sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi; dan d. peningkatan sistem kewaspadaan pangan dan gizi. Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat bersama-sama menjamin tersedianya bahan makanan yang mempunyai nilai gizi yang tinggi secara merata dan terjangkau. Pemerintah berkewajiban menjaga agar bahan makanan yang dimaksud memenuhi standar mutu gizi yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan Selain itu, penyediaan bahan makanan dilakukan secara lintas sektor dan antarprovinsi, antarkabupaten atau antarkota. Upaya perbaikan gizi di atas dilakukan pada seluruh siklus kehidupan sejak dalam kandungan sampai dengan lanjut usia dengan prioritas kepada kelompok rawan. a. bayi dan balita; b. remaja perempuan; dan ibu hamil dan menyusui. 2. Stunting PERAN pemerintah daerah dapat menjadi ujung tombak dalam penanganan stunting di Indonesia. Pasalnya, Pemda dinilai dapat memberikan edukasi penuh kepada masyarakatnya untuk mencegah terjadinya stunting."Peran Pemda sangat penting untuk mengedukasi, seperti bikin surat edaran. Semua ibu harus minum tablet tambah darah kalau mau anemia dan angka stunting kita turun. Saat ini mungkin sekitar 140 dari 514 kabupaten yang punya kebijakan penanggulangan stunting," kata Direktur Gizi Masyarakat Kemenkes, Dhian Proboyekti, di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Selasa (14/1). Baca juga: Pemberian Zat Gizi Mikro Upaya Tekan StuntingGlobal Nutrition Report 2018 menyatakan Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang mengalami triple burden malnutrition. Permasalahan tidak hanya mengenai defisiensi energi dan protein seperti underweight, wasting dan stunting, tapi juga gizi lebih dan defisiensi mikronutrien.Sejalan dengan itu, Riset Kesehatan Dasar 2018 menunjukkan bahwa prevalensi balita underweight (17,7%), stunting (30.8%), Wasting (102%) dan obesitas (balita, 8%).Sementara itu, prevalensi anemia pada ibu hamil (48,9%) dan prevalensi wanita usia subur yang kurang energi kronis (KEK) masih tinggi, yaitu 17, 3%. Di sisi lain, anemia pada kelompok remaja putri usia 15-24 tahun 18,4%."Kalau kita asosiasikan anemia berakibat pada stunting, tingkat stunting akan tinggi," imbuh Dhian. Untuk itu, Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan Nutrition International untuk menangani stunting di 20 kabupaten Jawa Timur dan NTT dengan cara mengontrol pemberian gizi mikro.
3. Memenuhi Gizi Seimbang
Masalah kesehatan masyarakat di Indonesia adalah masalah gizi kurang dan gizi lebih. Pola pertumbuhan dan status gizi merupakan indikator kesejahteraan. Oleh karena itu, perlu adanya program gizi yang berguna untuk mendorong kedua hal tersebut. Faktor mendasar yang menyebabkan seseorang tidak mendapatkan nutrisi dengan baik sehingga terjadi gizi buruk, adalah masalah ekonomi, pola pikir, dan perilaku kesehatan yang minim serta pelayanan kesehatan yang masih belum merata dan maksimal. Faktor lainnya berupa kualitas pangan, yakni rendahnya asupan vitamin dan mineral, buruknya keragaman pangan dan sumber protein hewani, dan faktor lain seperti, pendidikan, infrastruktur, budaya, dan lingkungan. Berbagai pihak terkait perlu memahami problem masalah gizi dan dampak yang ditimbulkan begitu juga sebaliknya, bagaimana pembangunan berbagai sektor memberi dampak kepada perbaikan status gizi. Oleh karena itu tujuan pembangunan beserta target yang ditetapkan di bidang perbaikan gizi memerlukan keterlibatan seluruh pihak terkait. Untuk itu sebagai upaya meningkatkan pemenuhan gizi seimbang, pemerintah melalui Kementerian Sosial memberikan program bantuan sosial pangan dengan salah satu tujuannya adalah memberikan gizi yang lebih seimbang kepada KPM.
4. Masalah Gizi Mikronutrien Remaja Indonesia
Komitmen nasional untuk gizi ditunjukkan melalui keputusan pemerintah untuk memasukkan target gizi dalam RPJMN 2014-2019 dan komitmen ini telah menguat dalam beberapa tahun terakhir. Pemerintah telah berjanji untuk memenuhi target gizi global WHA pada tahun 2025 (WHO, 2012) dan merupakan penandatangan target yang sama yang terdapat dalam SDGs (UN, 2015). Pada tahun 2011, Indonesia bergabung dengan Gerakan Peningkatan Gizi (Scaling up Nutrition/SUN Movement) dan meluncurkan Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi pada Seribu Hari Pertama Kehidupan. Inisiatif yang lebih baru adalah peluncuran pada tahun 2017 tentang Gerakan Penurunan Stunting Nasional sebagai bagian dari kampanye anti-kemiskinan yang lebih luas dari Pemerintah. Ini bertujuan untuk memperkuat dukungan politik dan kepemimpinan untuk gizi di semua tingkatan, dan untuk memperkuat koordinasi dan konvergensi lintas berbagai sektor. Pada tahun 2018, gerakan ini sedang dilaksanakan di 100 kabupaten prioritas dengan tingkat kemiskinan dan prevalensi stunting yang tinggi, dan rencananya adalah untuk memperluas ke seluruh 514 kabupaten yang ada pada 2021. Gerakan Masyarakat untuk Hidup Sehat (Germas), yang dimulai tahun 2016, adalah program kesehatan masyarakat nasional yang juga menggunakan pendekatan multisektoral. Program ini melibatkan 18 kementerian dan lembaga. Salah satu dari enam kegiatan utama Germas adalah penyediaan makanan sehat dan akselerasi perbaikan gizi. Provinsi dan kabupaten juga diharuskan untuk mengembangkan Rencana Aksi Pangan dan Gizi (RAD-PG), di bawah tanggung jawab Bappeda. Namun hanya 3 dari 7 provinsi dan tidak ada kabupaten yang baru-baru ini masuk dalam Penilaian Kapasitas Gizi (Nutrition Capacity Assessment) yang memiliki rencana terkini (Institute of Social and Economic Research, 2018 Unpublished). Disimpulkan bahwa kapasitas pemerintah daerah untuk merencanakan, mengelola dan memantau layanan gizi masih perlu ditingkatkan dan bahwa ada kebutuhan untuk memperkuat dukungan teknis dalam hal merancang dan menganggarkan RAD-PG yang praktis yang menggunakan pendekatan multisektoral (Institute of Social and Economic Research, 2018 Unpublished).