Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

SYARAT DAN KLASIFIKASI TES PSIKOLOGIS MENURUT


HIMPSI

Dosen Pengampu : DWI DESPIANA, M.Psi.,Psikolog

Disusun Oleh:
Okta Lestari (23041460136)
Zaskia Restu Hidayah (23041460122)
Mafaza Princessa Jasmine (23041460123)
Putri Roshidaturohmah (23041460153)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI ISLAM


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG
2024
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Psikotes merupakan alat penting dalam psikologi yang mengukur berbagai aspek
mental seseorang, seperti kecerdasan, kemampuan, kepribadian dan minat. Penggunaan
psikotes yang tepat dapat bermanfaat di banyak bidang, termasuk seleksi karyawan,
konseling dan diagnosis psikologis.
Namun, tidak semua tes psikologi baik dan efektif. Oleh karena itu, penting untuk
memahami persyaratan tes yang baik dan klasifikasi umum tes psikologi, serta
klasifikasi oleh HIMPSI (Himpunan Psikologi Indonesia).
Memahami persyaratan tes yang baik dan klasifikasi psikotes sangat penting bagi
para profesional yang menggunakan psikotes dalam pekerjaan mereka. Pemahaman ini
akan membantu para profesional untuk memilih tes yang tepat dan menggunakannya
dengan cara yang benar.
Oleh karena itu, Makalh ini akan menjelaskan syarat-syarat tes yang baik dan
klasifikasi umum tes psikologi, termasuk klasifikasi dari HIMPSI (Himpunan Psikologi
Indonesia).

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah pada makalah ini sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan psikologi dan HIMPSI?
2. Bagaimana syarat tes psikologis yang baik?
3. Apa saja klasifikasi tes psikologis menurut HIMPSI?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini berdasarkan rumusan masalah adalah sebagai
berikut.
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan psikologi dan HIMPSI.
2. Untuk mengetahui bagaimana syarat tes psikologis yang baik.
3. Untuk mengetahui apa saja klasifikasi tes psikologis menurut HIMPSI.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Psikologi


Kata psikologi berasal dari bahasa Yunani yaitu Psyche dan Logos. Psyche berarti
jiwa, roh atau pikiran, sedangkan logos berarti ilmu atau studi. Oleh karena itu, definisi
psikologi secara harfiah adalah ilmu tentang jiwa. Dalam pengertian lain, psikologi
adalah ilmu tentang sifat manusia, kecenderungan manusia, perkembangan manusia,
dan pikiran manusia. Ahli psikologi disebut psikolog.
Robert S. Woodwart dan D.G. Marquis mengatakan bahwa ‘psikologi adalah ilmu
yang mempelajari aktivitas individu dalam hubungannya dengan lingkungan’. Garner
Murphy, di sisi lain, mengatakan: ‘Psikologi adalah studi tentang respons organisme
terhadap lingkungannya’.
Psikologi, atau ilmu jiwa, seperti yang dijelaskan oleh Ki Hudiartanta dalam
bukunya Psikologi Umum, mendefinisikan psikologi sebagai ilmu yang mempelajari
semua aktivitas mental dan mencakup segala sesuatu yang dilakukan orang dan segala
sesuatu yang tampak dalam aktivitasnya. Konsep psikologi mencakup segala sesuatu
yang berhubungan dengan fenomena kejiwaan dan gejala-gejala kejiwaan, seperti
perasaan, keinginan, pikiran, sikap, dan kehendak.

2.2 Pengertian HIMPSI


Himpunan Psikologi Indonesia, yang didirikan pada tanggal 11 Juli 1959 di
Jakarta dengan nama Ikatan Sarjana Psikologi, disingkat ISPsi, adalah organisasi
profesi psikologi di Indonesia.
Seiring dengan perubahan sistem pendidikan tinggi di Indonesia, nama ISPSI
diubah menjadi Himpunan Psikologi Indonesia (disingkat HIMPSI) pada kongres luar
biasa yang diadakan di Jakarta pada tahun 1998.
Sebagai organisasi profesi, HIMPSI merupakan wadah bagi para profesional di
bidang psikologi (Sarjana Psikologi, Magister Psikologi, Doktor Psikologi, Psikolog)
Sejak tahun 2003, lulusan sarjana psikologi diberikan gelar setara dengan gelar
Magister. HIMPSI saat ini memiliki 25 wilayah di seluruh Indonesia dan lebih dari
11.500 anggota.

2.3 Syarat Tes Psikologis


Tes psikologi adalah alat ukur untuk menilai aspek-aspek psikologis individu
seperti kecerdasan, kemampuan, kepribadian dan minat. Agar psikotes dapat
memberikan hasil yang akurat dan bermanfaat, psikotes harus memenuhi beberapa
kriteria, antara lain
a. Validitas
Validitas tes mengacu pada sejauh mana tes mengukur apa yang seharusnya
diukur. Contoh tes yang valid adalah Stanford-Binney Intelligence Test,
yang mengukur aspek-aspek kecerdasan pada anak usia 6-14 tahun; tes
WAIS kurang tepat/valid jika digunakan untuk mengukur kecerdasan pada
anak usia 6-14 tahun. Dalam ilmu fisika, jika yang ingin diukur adalah berat
‘emas’, maka timbangan yang digunakan adalah timbangan ‘emas’
(validitas). Sebaliknya, jika timbangan beras digunakan untuk mengukur
‘emas’, maka timbangan tersebut kurang tepat/valid.
• Validitas isi
Validitas di sini mengacu pada derajat dimana tes (item) mencakup
keseluruhan domain isi yang diukur (Azwar, 2000). Lebih lanjut, validitas
isi dapat dibagi menjadi dua jenis: validitas konseptual dan validitas logis.
Validitas konseptual merujuk pada sebuah tes yang dianggap valid jika
(secara lahiriah) tampak mengukur isi yang ingin diukur. Validitas logis
mengacu pada sejauh mana isi tes mencerminkan karakteristik atribut
yang diukur.
• Validitas konstruk:
Sebuah tes dianggap valid jika konsisten dengan konstruk teoritis yang
menjadi dasar item tes tersebut.
• Validitas prediktif
Kriteria adalah variabel perilaku yang diprediksi oleh skor tes atau ukuran
lain yang relevan (Azwar, 2000). Prosedur validasi berbasis kriteria
menghasilkan dua bentuk validitas: validitas prediktif dan validitas
konkuren. Validitas prediktif sangat penting ketika sebuah tes berperan
sebagai prediktor kinerja di masa depan. Validitas konkuren adalah
hubungan antara skor tes yang diperoleh dengan situasi saat ini, atau jika
skor tes dan kriteria diperoleh secara bersamaan, korelasi antara kedua
skor tersebut adalah koefisien validitas konkuren.
b. Reliabilitas.
Reliabilitas tes adalah seberapa handal hasil pengukuran; secara sederhana,
reliabilitas tes adalah kestabilan tes. Hasil pengukuran dapat diandalkan
hanya jika kelompok subjek yang sama diukur berulang kali dan diperoleh
hasil yang relatif sama, asalkan aspek yang diukur tentang subjek memang
belum berubah (Azwar, 2000). Estimasi reliabilitas yang tinggi dapat
dilakukan dengan menggunakan berbagai pendekatan. Secara tradisional,
ada tiga jenis pendekatan reliabilitas, tergantung pada prosedur yang
dilakukan dan koefisien yang dihasilkan
• Reliabilitas tes-ulang
Pendekatan tes-retes (test-retest approach), di mana tes disajikan dua kali
kepada sekelompok subjek, dengan jeda di antara kedua penyajian
tersebut. Pendekatan bentuk paralel (parallel form approach): tes untuk
menilai reliabilitas membutuhkan dua tes kembar dengan pengujian
paralel, yaitu tes lain dengan tujuan pengukuran yang sama dan konten
item yang serupa dalam kualitas dan kuantitas. Pendekatan konsistensi
internal (internal consistency) dilakukan dengan menggunakan bentuk tes
yang diberikan hanya satu kali kepada sekelompok subjek. Tujuannya
adalah untuk menguji konsistensi antar butir soal atau antar bagian dari tes
itu sendiri.
• Reliabilitas antar-penilai
Sebuah tes harus diberikan skor yang sama oleh dua penilai yang berbeda
untuk tes yang sama.
• Reliabilitas internal
Tes harus memiliki butir-butir soal yang homogen yang mengukur
konstruk yang sama.
c. Standarisasi
Pengujian yang akan distandarisasi. Tujuan dari pengujian yang
terstandardisasi adalah untuk memastikan bahwa mereka yang diuji,
menerima perlakuan yang persis sama. Pada kenyataannya, hasil yang
diperoleh hanya akan bermakna jika dibandingkan satu sama lain;
sederhananya, hasil yang diperoleh dari pengujian bersifat relatif. Hal-hal
berikut ini harus distandarisasi.

• Bahan uji: bahan yang diperlukan untuk melakukan pengujian, seperti


kertas, karton, tinta, dll.
• Penyelenggaraan tes, termasuk peralatan (meja, kursi, alat tulis,
penerangan) dan kondisi (suhu, ketenangan, cara penyajian, instruksi
tugas, waktu yang tersedia untuk menyelesaikan tes).
• Metode penilaian, kriteria penilaian (kunci) dan sistem penilaian (simbol
yang digunakan dan artinya, ambang batas).
• Interpretasi hasil tes. Artinya, tes yang sama harus diinterpretasikan
dengan cara yang sama.
d. Objektivitas.
Objektivitas mengacu pada sejauh mana hasil tes tidak dipengaruhi oleh
pendapat dan prasangka pribadi penguji. Tes yang objektif akan
menghasilkan nilai yang sama, tidak peduli siapa pun yang menilainya.
e. Diskriminatif
Tes itu harus diskriminatif, dapat mengungkap gejala tertentu dan
menunjukkan perbedaan-perbedaan (diskriminasi) gejala tersebut pada
individu yang satu dan individu yang lain.
f. Komprehensif
Tes itu harus komprehensif, sekaligus dapat mengungkap (menyelidiki)
banyak hal.
g. Kepraktisan.
Psikotes harus mudah digunakan dan tidak memakan banyak waktu. Tes ini
juga harus mudah dimengerti oleh peserta tes.
h. Efisiensi ekonomi
Tes psikologi harus hemat biaya, baik dari segi pengadaan tes maupun
administrasi tes.

2.4 Klasifikasi Tes Psikologis Menurut HIMPSI


Berikut adalah klasifikasi tes psikologis menurut HIMPSI.
a. Berdasarkan metode pengumpulan data
• Tes objektif, yaitu tes dengan jawaban yang jelas dan ukuran kuantitatif,
seperti tes pilihan ganda dan tes skala Likert.
• Tes proyektif, yaitu tes di mana subjek diminta untuk merespons
rangsangan yang ambigu, seperti tes noda tinta Rorschach atau Tes
Kesadaran Tematik (TAT).
b. Berdasarkan tujuan penggunaan
• Tes klinis, yaitu tes yang digunakan untuk mengukur gejala klinis dan
gangguan mental, seperti tes depresi dan kecemasan.
• Tes neuropsikologis, yaitu tes yang digunakan untuk menilai fungsi
kognitif dan neuropsikologis, seperti tes memori dan tes fungsi eksekutif.
• Tes kepribadian, yaitu tes yang digunakan untuk mengukur sifat-sifat
kepribadian seseorang, seperti Tes Kepribadian Lima Besar dan Indikator
Tipe Myers-Briggs (MBTI).
• Tes inteligensi, yaitu tes untuk mengukur tingkat inteligensi seseorang,
seperti Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS) dan Stanford-Binney
Intelligence Scale.
• Tes bakat, yaitu tes untuk menilai keterampilan khusus, seperti tes bakat
verbal dan numerik.

Lalu, tes psikologi terbagi dalam beberapa kategori, antara lain

a. Aspek mental yang diuji


• Tes kognitif, yaitu tes yang mengukur kemampuan berpikir, seperti
kecerdasan, daya ingat dan pemecahan masalah.
• Tes emosional, yaitu tes yang mengukur aspek emosi dan kepribadian,
seperti minat, nilai dan sikap.
• Tes ideologis, yaitu tes yang mengukur aspek perilaku, seperti motivasi
dan kemauan.
• Tes Kemampuan Mental Umum (TKMU)
Tes yang mengukur kemampuan mental umum individu secara
menyeluruh.
b. Pembuatnya
• Tes terstandarisasi, yaitu tes yang dibuat oleh para ahli dan terstandarisasi
dalam populasi normatif.
• Tes yang dibuat sendiri atau tes yang dibuat oleh psikolog untuk tujuan
tertentu.
c. Jumlah peserta tes
• Tes individu, yaitu tes yang diberikan kepada satu orang pada satu waktu.
• Tes kelompok, yaitu tes yang diberikan kepada satu kelompok dalam satu
waktu.
d. Waktu yang dialokasikan
• Tes kinerja, yaitu tes tanpa batas waktu; kandidat dapat mengikuti tes
selama yang mereka inginkan.
• Tes kecepatan, yaitu tes dengan batas waktu, di mana kandidat harus
menyelesaikan tes dalam waktu yang ditentukan.
e. Isi tes
• Tes verbal, yaitu tes yang menggunakan bahasa untuk
mengkomunikasikan butir-butir tes.
• Tes non-verbal, yaitu tes yang tidak menggunakan bahasa untuk
mengkomunikasikan butir-butir tes.
• Tujuan tes
Tes diagnostik, tes seleksi, tes bakat, tes minat, tes kepribadian, dll.
• Populasi target
Tes anak, tes remaja, tes dewasa, tes lansia, dll.
• Aspek yang diukur
Tes kognitif, tes afektif, tes konatif, dll.
• Format tes
Tes tertulis, tes lisan, tes kinerja, dll.

Tes Psikologi diklasifikasikan dalam 4 (empat) kategori, ialah A, B, C, dan D.


Masing- masing kategori ini dibedakan menurut kualifikasi yang diperlukan untuk
dapat mengadministrasikan, menginterpretasikan, dan menuliskan laporan hasilnya
secara tepat.

• Kategori A
1. Tes yang tidak bersifat klinis dan tidak membutuhkan keahlian dalam
melakukan
2. Administrasi dan interpretasi (Kode Etik HIMPSI, 2010).
3. Tes yang termasuk ke dalam kategori A adalah tes dan instrumen yang
mengukur persepsi, sikap, dan sejenisnya yang disusun berdasarkan
teori-teori tertentu.
4. Tes ini dapat berbentuk kuesioner, interpretasi yang sederhana dengan
pengkategorian tinggi-rendah, penilaian benar-salah, dan sebagainya.
5. Tes dan instrumen seperti ini dapat diadministrasikan, diskoring, dan
diinterpretasikan oleh non-psikolog, seperti peneliti, mahasiswa,
pendidik, dan staf perusahaan.
6. Tes yang termasuk dalam kategori ini misalnya: kuesioner
kesejahteraan psikologis, kuesioner intensi, persepsi kepuasan kerja,
dsb.
• Kategori B
1. Tes yang tidak bersifat klinis tetapi membutuhkan pengetahuan dan
keahlian dalam administrasi dan interpretasi (Kode Etik HIMPSI,
2010)
2. Tes yang termasuk ke dalam Kategori B adalah tes atau instrumen
yang dapat secara adekuat diadministrasikan, diskor, dan
diinterpretasikan dengan panduan manual dan pemahaman umum
mengenai jenis organisasi dimana tes itu akan dilaksanakan.
3. Tes-tes dan instrumen seperti ini dapat diadministrasikan, diskoring,
dan diinterpretasikan oleh orang dengan latar belakang pendidikan
psikologi, termasuk peneliti, mahasiswa, staf perusahaan, dan tenaga
pendidik.
4. Termasuk tes dalam kategori B adalah tes bidang pekerjaan, semua
inventori minat baik kelompok maupun individual dan tes-tes pilihan
berganda yang berdasarkan prinsip-prinsip pengukuran sederhana dan
teori sebagai landasan dari interpretasinya.
• Kategori C
1. Tes yang membutuhkan beberapa pengetahuan tentang konstruksi tes dan
prosedur tes untuk penggunaannya dan didukung oleh pengetahuan dan
pendidikan psikologi seperti statistik, per-bedaan individu dan bimbingan
konseling (Kode Etik HIMPSI, 2010)
2. Tes yang termasuk kategori C mensyaratkan pemahaman prinsip psikometri
(reliabilitas, validitas, konstruksi tes), pengetahuan (teori, faktor yang
diukur, dan bidang ilmu yang terkait dengan tes) dan keahlian (administrasi,
skoring, dan interpretasi) melalui pendidikan formal dari universitas yang
terakreditasi.
3. Tes pada kategori ini dapat dilakukan oleh minimal sarjana dengan
kualifikasi tersebut melalui pelatihan terkait alat tes dibawah supervisi
psikolog yang berpengalaman pada tes tersebut.
4. Skoring dapat dilakukan oleh mahasiswa dibawah supervisi psikolog. 5.
Interpretasi hanya dapat dilakukan oleh psikolog yang menguasai teori dan
keahlian tes terkait.
5. Interpretasi dibuat untuk pengkategorian individu, dilakukan dengan
supervisi psikolog, seperti pada tes intelegensi dan profil kepribadian pada
tes inventori.
• Kategori D
1. Tes yang membutuhkan beberapa pengetahuan tentang konstruksi tes dan
prosedur tes untuk penggunaannya dan didukung oleh pengetahuan dan
pendidikan psikologi seperti statistik, perbedaan individu. Tes ini juga
membutuhkan pemahaman tentang testing dan didukung dengan pendidikan
psikologi standar psikolog dengan pengalaman satu tahun disupervisi oleh
psikolog dalam menggunakan alat tersebut (Kode Etik HIMPSI, 2010).
2. Tes yang termasuk kategori D mensyaratkan pemahaman prinsip psikometri
(reliabilitas, validitas, konstruksi tes), pengetahuan (teori, faktor yang
diukur, bidang ilmu yang terkait dengan tes) dan keahlian (administrasi,
skoring, dan interpretasi) melalui pendidikan formal dari universitas yang
terakreditasi.
3. Tes pada kategori ini dilakukan oleh psikolog yang spesifik sesuai dengan
penerapan dari tes tersebut. Pengguna tes ini harus memiliki pemahaman
mendalam terkait teori kepribadian dan psikodiagnostik untuk dapat
melakukan interpretasi yang terintegrasi dari berbagai aspek psikologis,
serta memiliki pengalaman satu tahun disupervisi oleh psikolog yang lebih
berpengalaman dalam menggunakan tes tersebut.
4. Kriteria supervisor adalah sebagai berikut
a. Mendapatkan pendidikan atau pelatihan tentang konstruk teoritis
yang berkaitan dengan instrumen yang digunakan.
b. Mendapatkan pendidikan atau pelatihan tentang administrasi,
skoring, dan interpretasi tentang instrumen tersebut.
c. Mendapatkan pendidikan atau pelatihan tentang prinsip-prinsip
psikometri.
d. Telah melakukan administrasi, skoring, dan interpretasi tes tersebut.
5. Tes kategori D dapat diadministrasikan oleh seseorang dengan gelar Sarjana
Psikologi (S1) atau mahasiswa magister profesi psikologi, hanya jika
disupervisi yang berkualifikasi dalam tes tersebut.
6. Minimal 1 tahun oleh ahli 6. Penggunaan Tes kategori D untuk tujuan
penelitian yang dilakukan oleh non- psikolog harus melibatkan psikolog
sebagai penanggungjawab. Sementara mahasiswa magister profesi psikologi
dapat menggunakan tes ini jika disetujui dan disupervisi oleh ahli yang
berkualifikasi.
7. Interpretasi hanya dapat dilakukan oleh psikolog yang menguasai teori,
memiliki keahlian, dan pengalaman tes terkait, serta mampu
mengintegrasikan hasil tes dari berbagai aspek psikologis.
BAB III

PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Berdasarkan penulisan makalah di atas, tes psikologis merupakan alat penting


dalam psikologi yang mengukur berbagai aspek mental seseorang, seperti kecerdasan,
kemampuan, kepribadian dan minat. Himpunan Psikologi Indonesia adalah organisasi
profesi psikologi di Indonesia. Pokok utama syarat tes psikologis yang baik adalah
validitas, relebialitas, standarisasi, objektivitas, diskriminatif, komprehensif, praktis,
dan efisien. Klasifikasi tes psikologis menurut HIMPSI yaitu terdapat empat kategori,
antara lain kategori A, B, C, dan D.

3.2 Saran
Untuk mendapatkan hasil yang baik, tes psikologis diharuskan untuk mengikuti syarat
tes yang baik dan klasifikasi tes psikologis menurut HIMPSI.
DAFTAR PUSTAKA
Fitriana A. 2016. Tentang Psikologi.
http://eprints.umpo.ac.id/2298/2/2.%20BAB%20I.pdf.

HP Indonesia. 2010. HIMPSI. https://ocw.upj.ac.id/files/Handout-PSY204-Kode-Etik-


Psikologi-Indonesia.pdf.

Psikologi Jakarta. 2020. Psrinsip-prinsip Dalam Tes Psikologi.


https://www.konsultanpsikologijakarta.com/prinsip-prinsip-dalam-tes-psikologi/

HIMPSI Pusat. 2018. Surat Keputusan Tentang Klasifikasi Test Psikologi.


https://psikologi45.weebly.com/uploads/1/1/9/5/119568840/024_-
_sk_klasifikasi_tes__psikologi_ags_18_f.pdf.

Anda mungkin juga menyukai